EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA (Quasi Eksperimental Di Kelas V SD Negeri Petir 1 Serang).

(1)

viii

Halaman Judul i

Halaman Pernyataan ii

Halaman Pengesahan iii

Abstrak iv

Kata Pengantar v

Daftar Isi viii

Daftar Gambar x Daftar Tabel xi BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Rumusan Masalah……… 10

1. Masalah Umum………... 10

2. Masalah Khusus……….. 10

C. Definisi Operasional……… 11

D. Tujuan Penelitian………. 12

1. Tujuan Umum………. 12

2. Tujuan Khusus………. 12

E. Manfaat Penelitian ………. 13

1. Manfaat Teoritis……….. 13

2. Manfaat Praktis………... 13

F. Anggapan Dasar……….. 14

G. Hipotesis………. 15

H. Variabel Penelitian………. 15

BAB II MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI SD ………... 17

A. Model Pembelajaran Problem Solving ………. 17

1. Pengertian Model Pembelajaran ……… 17

2. Model Pembelajaran Problem Solving………... 19

a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Solving ………… 19

b. Karakteristik Pembelajaran Problem Solving ……….. 23

c. Langkah – langkah Pembelajaran Problem Solving ……….. 24

3. Taksonomi Pembelajaran Problem Solving ……….. 28

4. Strategi Model Pembelajaran Problem Solving ……… 28

B. Pembelajaran Matematika …….. ……….. 36

1. Hakekat Matematika ……… 36

2. Pengertian Belajar Matematika ………. 38

3. Tujuan Belajar Matematika Di SD ……… 41


(2)

ix

5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Belajar Matematika ... 45

6. Hasil Belajar Matematika ... 50

7. Perbedaan Model pembelajaran Problem Solving dengan Model pembelajaran biasa yang dilakukan guru ………... 52

C. Landasan Metodologis Pembelajaran Problem Solving ………… 54

1. Teori Belajar David Ausubel ... 54

2. Teori Belajar Vigotsky ... 55

3. Teori Belajar Bruner... ... 56

D. Hasil Penilitian Yang relevan ……… 58

BAB III METODE PENELITIAN……… 60

A. Desain Penelitian………. 60

B. Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 62

C. Variabel Penelitian... 63

D. Prosedur Penelitian ... 64

E. Instrumen dan Alat Pengumpulan data... 80

F. Pengembangan Instrumen Penelitian... 81

G. Ujicoba Soal dan Validasi Instrumen... 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 92 A. Hasil Penelitan 92 1. Efektifitas hasil belajar mata pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran problem solving…………. 92

2. Efektifitas hasil belajar matematika dengan menggunakan Model pembelajaran konvensional ……… 102

3. Efektifitas Perbedaan hasil belajar mata pelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran problem solving………. 111

B. Pembahasan Hasil Penelitian ……….. 167

1. Hasil belajar mata pelajaran matematika yang. menggunakan model pembelajaran problem solving……….... 167

2. Hasil belajar mata pelajaran matematika yang menggunakan Model pembelajaran konvensional ……… 172

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 176

A. Kesimpulan... 176

B. Saran... 179

DAFTAR PUSTAKA 182

LAMPIRAN 185


(3)

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu sarana yang bertanggung jawab dalam menentukan kualitas sumber daya manusia yang bermutu yang dapat mensejajarkan dengan negara – negara lain di semua sektor pembangunan. Hal ini pendidikan dapat menyediakan lingkungan yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal untuk memenuhi kebutuhan dirinya serta masyarakat di lingkungan sekitarnya, memiliki sumber daya yang mumpuni yang dapat berkompetensi secara global yaitu sumber daya yang memiliki kemampuan dan keterampilan handal yang melibatkan berfikir dan berprilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri.

Berfikir dan berprilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri ini dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika, siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, analitis, kreatif, produktif. Namun pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal. Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Sampai saat ini masih banyak ditemukan kesulitan- kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari materi matematika. Menurut H.W. Fowler dalam Pandoyo (1997:1) matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat


(5)

mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Untuk itu diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran.

Menurut Sobel dan Maletsky dalam bukunya Mengajar Matematika (2001:1-2) banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas tugas-tugas lalu, memberi pelajaran baru, memberi tugas kepada siswa. Pembelajaran seperti di atas yang rutin dilakukan hampir tiap hari dapat dikategorikan sebagai 3M, yaitu membosankan, membahayakan dan merusak seluruh minat siswa. Apabila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal.

Bagaimana prestasi siswa dalam matematika di Indonesia ? Salah satu indikator keberhasilan siswa adalah pencapaian NEM dan NUAN. Di Indonesia, NEM matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dari tahun ke tahun belum mengembirakan. Jika dilihat dari hasil tes Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 yang dikoordinir oleh The International for Evaluation of Educational Achievenment (EIA) tentang kemampuan matematika dan sains siswa usia 9-13 tahun menempatkan Indonesia pada peringkat ke-34 penguasaan matematika dan peringkat ke-36 penguasaan sains dari 50 negara peserta didik (Zamroni, 2001).

Secara nasional, hasil belajar matematika pada jenjang persekolahan masih rendah. Laporan Depdikbud (1995) menyebutkan bahwa prestasi siswa dalam matematika secara rata-rata dalam ebtanas sejak dilakukan pembaharaun kurikulum pada tahun 1975 pada umumnya selalu berada di bawah skor 5.


(6)

Hal ini dapat dilihat dari hasil Ujian Akhir Sekolah / Ujian Akhir Berstandar Nasional 3 tahun terakhir di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, dimana mata pelajaran matematika selalu menduduki peringkat ke-3

Hasil Ujian Akhir Sekolah / UASBN Sekolah Dasar Negeri di kecamatan Petir Kabupaten Serang dalam 3 tahun terakhir.

Tabel 1.1

Hasil Ujian Akhir Sekolah / UASBN SD Negeri Kecamatan Petir 3 Tahun Terakhir

No Mata Pelajaran

Nilai Rata-Rata TP.2006/2007

Nilai Rata-Rata TP.2007/2008

Nilai Rata-Rata TP.2008/2009

1 Bahasa Indonesia 6,70 7,01 6,95

2 Matematika 6,63 6,30 5,66

3 Ilmu Pengetahuan Alam

6,65 6,89 6,61

Dari kenyataan tersebut di atas, ternyata guru dalam proses pembelajaran matematika di SD belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Rendahnya mutu pendidikan kita selama ini antara lain menurut (Sanjaya, 2006 : 1) adalah “karena lemahnya proses pembelajaran “. Dalam proses pembelajaran para siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran kebanyakan guru masih konvensional, guru masih menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal informasi- informasi yang diberikan guru, anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatkan untuk menghubungkan dalam kehidupan sehari-hari.


(7)

Akibat dari permasalahan di atas, proses pembelajaran kurang efektif, minat siswa untuk belajar, dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran kurang, yang pada akhirnya mempengaruhi terhadap pencapaian hasil belajar. Pendidikan matematika sebagai salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran sekolah mempunyai peranan penting. Matematika tidak saja sebagai ilmu tetapi juga sebagai dasar logika, penalaran dan penyelesaian masalah yang dipergunakan dalam ilmu lain.

Di sisi lain menurut Sanjaya (2008:295) Pendekatan pembelajaran matematika pada saat ini berpusat pada guru, yang memikili ciri bahwa manajemen dan pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru. Peran siswa pada pendekatan ini hanya melakukan aktifitas pembelajarannya sesuai dengan petunjuk guru . Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktifitas sesuai dengan minat dan keinginannya, sehingga sudah bisa dibayangkan hasil kemampuan belajar siswa tidak sesuai dengan harapan.

Menurut Rusman ( 2008: 73) pendidikan memiliki paradigma baru bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar, sehingga orang yang paling memiliki pengetahuan. Paradigma baru dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kondisi itu kemungkinan bisa berubah kemampuan guru bisa sama dengan murid, bahkan siswa bisa lebih tahu dahulu daripada gurunya. Ini semua akibat perkembangan media informasi di sekitar kita. Yang pada akhirnya sekarang ini guru bukan satu-satunyan sebagai sumber belajar, melainkan guru memiliki tugas yang lebih komplek yakni sebagai fasilitator, organisator dan evaluator bagi siswanya.


(8)

Selain itu pemilihan media yang tepat juga sangat memberikan peranan dalam pembelajaran. Selama ini media pembelajaran yang dipakai adalah alat peraga yang bersifat tradisional. Tetapi seiring dengan berkembangnya teknologi, media pembelajaran tersebut kurang menarik perhatian dan minat siswa. Untuk itu diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat menarik minat dan belajar siswa dalam proses pembelajaran.

Menurut Piaget ( Heruman, 2008) karakteristik siswa sekolah dasar berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar tahan lama diingat dalam memori siswa ,sehingga akan melekat dalam pola fikir dan pola tindakannya.

Selain itu siswa sekolah dasar memiliki kemampuan yang berbeda-beda sehingga guru harus memahami perbedaan yang dimiliki oleh siswa. Guru dalam mengembangkan kreatifitas dan kompetensi siswa, maka hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD ini agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep dalam kehidupan sehari-hari, namun untuk


(9)

mencapai ketahap keterampilan tersebut siswa harus melalui langkah-langkah penanaman konsep dasar pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan.

Model Pembelajaran Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran, Moffit (Rusman, 2010 : 259). Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan minat sekaligus kreativitas dan motivasi siswa dalam mempelajari matematika, sehingga siswa dapat memperoleh manfaat yang maksimal baik dari proses maupun hasil belajarnya.

Sumarno (Gani, 2003 : 3) menyebutkan bahwa, “ pembelajaran Matematika sangat menekankan pada problem solving karena hal ini merupakan tujuan dari pembelajaran”. Sedangkan Branca (Kruli dan Rays, 1980 : 3) mengatakan “problem solving bahkan dapat dianggap sebagai jantungnya matematika”. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ruseffendi (Gani, 2003 : 3) bahwa, “kemampuan problem solving amatlah penting dalam matematika. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakn oleh wahyudin (Gani, 2003 : 4) bahwa, “metode dan strategi dengan pendekatan yang paling sering digunakan dalam pembelajaran problem Solving yang sesungguhnya merupakan sentralnya proses pembelajaran matematika tidak pernah digunakan.

Hasil penelitian dalam pendidikan matematika akhir-akhir ini, selain mengkaji kemampuan kognitif, dan afektif siswa, juga telah banyak dilakukan penelitian dalam hal penggunaan metode dalam proses pembelajaran. Penelitian yang


(10)

dilakukan oleh carilah pada tahun 2005, menunjukkan bahwa secara umum siswa memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan problem solving sebagai upaya meningkatkan kemampuan hasil belajar matematika. Kemampuan hasil belajar matematika siswa antara siswa yang menggunakan metode dengan model pembelajaran problem solving lebih baik daripada yang menggunakan metode konvensional atau ceramah.

Dilihat dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bahwa pada seluruh komponen baik pada Standar Isi, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta pada Standar Kelulusan telah dijabarkan dengan jelas bahwa pendekatan atau model pembelajaran yang digunakan pada matematika adalah model pembelajaran problem solving. Problem solving merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan kemampuan dan keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan dalam problem solving yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Namun demikian, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa model problem solving dalam pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama. Padahal di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan jepang kegiatan tersebut dapat dikatakan merupakan inti dari kegiatan pembelajaran matematika sekolah. Selain itu, Suryadi dkk (1999) dalam survey tentang “Curerent situation on mathematics and science education in Bandung” yang diseponsori oleh JICA, antara lain menemukan


(11)

bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh para guru maupun siswa di semua tingkatan sekolah dasar dan menengah. Tapi hal tersebut menjadi sebuah persoalan yang sulit dalam matematika baik bagi siswa dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengajarkannya. Yang menjadi pertanyaan mengapa terjadi demikian? Jawabannya adalah karena para guru masih belum mau melepaskan metode drill, atau mungkin belum dipahaminya tentang Model pembelajaran problem solving dalam matematika atau pula mungkin para guru ingin mengambil gampangnya saja. Sebagaimana tercantum dalam Kurikulum Matematika sekolah bahwa tujuan diberikannya matematika antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif. Hal ini jelas merupakan tuntunan sangat tinggi yang tidak mungkin bisa dicapai hanya melalui hafalan, latihan penyelesaian soal yang bersifat rutin, serta proses pembelajaran biasa.

Disadari atau tidak setiap hari kita harus menyelesaikan berbagai masalah. Dalam penyelesaian suatu masalah, kita sering kali dihadapkan pada suatu hal yang pelik dan kadang-kadang pemecahannya tidak dapat diperoleh dengan segera. Tidak bisa dipungkiri masalah yang biasa dihadapi sehari-hari itu tidak selamanya bersifat matematis. Dengan dedmikian tugas utama guru adalah untuk membantu siswa menyelesaikan berbagai masalah dengan spektrum yang luas yakni membantu mereka untuk dapat memahami makna kata-kata atau istilah yang muncul dalam suatu masalah sehingga kemampuannya dalam memahami konteks masalah bisa terus berkembang, menggunakan kemampuan inkuiri dalam sains, menganalisa alasan


(12)

mengapa suatu masalah itu muncul dalam studi sosial, dan lain-lain. Dalam Matematika, hal tersebut bisa berupa problem solving matematika yang didalamnya termasuk soal ceritera.

Guru menghadapi kesulitan dalam mengerjakan bagaimana cara menyelesaikan masalah dengan baik, dilain pihak siswa menghadapi kesulitan bagaimana menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Berbagai kesulitan ini muncul antara lain karena mencari jawaban dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin dicapai. Karena hanya berfokus pada jawaban, anak seringkali salah dalam memilih teknik penyelesaian yang sesuai. Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Juga suatu masalah diberikan kepada seorang siswa dan langsung mengetahui cara penyelesaiannya dengan benar maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah.

Pembelajaran dengan problem solving dipandang sejalan dengan pengajaran matematika jika dibandingkan dengan model pembelajaran lain. Dalam model pembelajaran problem solving, siswa dapat terdorong untuk membahas konsep-konsep yang sedang mereka pelajari sehingga dapat meningkatkan kreatifitas siswa. Model pembelajaran problem solving lebih mengutamakan pada proses dari pada hasil.

Berdasarkan gambaran di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Efektifitas Model Pembelajaran Problem Solving untuk


(13)

meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Petir 1 Kecamatan Petir Kabupaten Serang.

B. Rumusan Masalah

1. Masalah Umum

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dan untuk memberikan gambaran mengenali masalah yang diteliti. Maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

“ Bagaimanakah Efektifitas Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Petir 1 Kecamatan Petir Kabupaten Serang ? “

2. Masalah Khusus

Masalah khusus penelitian ini adalah

a. Bagaimana efektivitas hasil belajar mata pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran problem solving di kelas V SD Negeri Petir 1 kecamatan Petir Kabupaten Serang?

b. Bagaimana efektivitas hasil belajar mata pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan guru di kelas V SD Negeri Petir 1 kecamatan Petir Kabupaten Serang?

c. Bagaimana perbedaan efektivitas hasil belajar mata pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran problem solving dan yang menggunakan model pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan guru di kelas V SD Negeri Petir 1 Kecamatan Petir Kabupaten Serang ?


(14)

C. Definisi Operasional

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, untuk penafsiran yang berbeda, beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut : 1. Efektivitas merupakan pengaruh yang ditimbulkan/disebabkan oleh adanya suatu

kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan. Efektivitas diartikan sebagai ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan baik secara kuantitas maupun kualitas dari suatu proses tertentu .

2. Model Pembelajaran Problem Solving merupakan pemecahan masalah yang dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan terdahulu, melainkan lebih dari itu, mrupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila seseorang telah mendapatkan suatu kombinasi perangkat aturan yang terbukti dapat dioperasikan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi maka ia tidak saja dapat memecahkan suatu masalah, melainkan juga telah berhasil menemukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dimaksud adalah perangkat prosedur atau strategi yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berfikir.

3. Hasil belajar merupakan suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih


(15)

baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik..

4. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi kebutuhan system dalam melatih penalarannya. Melalui pengajaran matematika diharapkan akan menambah kemampuan, mengembangkan keterampilan dan aplikasinya. Selain itu, matematika adalah sarana berpikir dalam menentukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan matematika merupakan metode berpikir logis, sistematis dan konsisten. Oleh karenanya semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti selalu harus merujuk pada matematika.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, secara umum tujuan penelitian adalah untuk menguji efektivitas model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan hasil belajar matematika di kelas V SD Negeri Petir 1 Kecamatan Petir kabupaten Serang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui efektivitas hasil belajar mata pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran problem solving di kelas V SD Negeri Petir 1 kecamatan Petir Kabupaten Serang?

b. Untuk mengetahui efektivitas hasil belajar mata pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan di kelas V SD Negeri Petir 1 kecamatan Petir Kabupaten Serang?


(16)

c. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas hasil belajar mata pelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran problem solving dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan di kelas V SD Negeri Petir 1 Kecamatan Petir Kabupaten Serang ?

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini diantaranya adalah : 1. Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan dampak positif terhadap pembelajaran matematika, khususnya pembelajaran problem solving .

a. Dapat mengemukakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran matematika siswa di kelas V SD Negeri Petir 1 Kecamatan Petir kabupaten Serang.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Guru SD, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dan dasar pertimbangan penggunaan model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di SD Negeri Petir 1 Kecamatan Petir kabupaten Serang.

b. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat menggali potensi dan kemampuan yang dimiliki siswa dalam hal penguasaan matematika.

c. Bagi sekolah, penelitian ini sebagai wahana untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penggunaan model pembelajaran problem solving, meelakukan pembinaan kemampuan guru dalam merancang, mengimplementasikan dan mengevaluasi pembelajaran.


(17)

d. Bagi peneliti, sebagai bahan informasi dan kajian empiris, khususnya dalam mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dan dapat meningkatkan kompetensi siswa, kemampuan akademik dalam bidang pengembangan kurikulum.

F. Anggapan Dasar

Penelitian ini didasarkan pada asumsi sebagai berikut :

1. Pengalaman siswa dapat membantu meningkatkan aktifitas dalam pembelajaran pemecahan masalah dalam mata pelajaran matematika.

2. Setiap siswa memiliki penguasaan terhadap materi matematika yang berbeda- beda yang dapat dilatih dan dikembangkan.

3. Hasil belajar pada mata pelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran problem solving dapat diukur.

4. Kemampuan pemecahan masalah matematika melalui model problem solving sangat dipengaruhi oleh faktor fsikologis dan faktor kognitif.

5. Pemanfaatan model pembelajaran problem solving dalam pelajaran matematika dapat memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk berlatih memecahkan masalah sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

6. Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru.


(18)

G. Hipotesis

Berdasarkan pada anggapan dasar di atas, peneliti mengemukakan hipotesis sebagai berikut :

H0 = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Petir 1 Kecamatan Petir Kabupaten Serang antara yang menggunakan model pembelajaran problem solving dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

H1= Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Petir 1 Kecamatan Petir Kabupaten Serang antara yang menggunakan model pembelajaran problem solving dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

H. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya ( Sugiono, 2007:3)

Ada dua variabel yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving.


(19)

2. Variabel dependen atau terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian inin adalah hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Petir 1 Kecamatan Petir Kabupaten Serang.

Variabel independent dapat disimbolkan dengan X dan variabel dependen disimbolkan dengan Y, sehingga dapat dikatakan :

X = Model Pembelajaran Problem Solving Y = Hasil belajar siswa


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan ini bertujuan untuk melakukan pengujian terhadap efektifitas model pembelajaran problem solving yang digunakan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar siswa SD Kelas V. Dilihat dari tujuan penelitian tersebut di atas, maka dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yaitu dengan pendekatan eksperimen semu ( Quasi Experimental ). Pendekatan eksperimen semu pada hakekatnya adalah penelitian yang berusaha untuk mencari dan menguji pengaruh suatu variabel bebas ( independent variables) terhadap variabel yang lain, yaitu variabel terikat (dependent variables). (Sukmadinata, 2006:58).

Di dalam penelitian ini diperlukan dua kelompok penelitian, yaitu kelompok ekperimen yang kemudian disebut kelas eksperimen dan kelompok kontrol yang kemudian disebut kelas kontrol, kedua kelompok tersebut harus memiliki karakteristik yang sama (homogen) atau mendekati sama. Pada kelas eksperimen, siswa diberikan suatu perlakuan khusus, yang berupa pembelajaran dengan model problem solving ( pemecahan masalah), sedangkan pada kelas kontrol tidak diberikan perlakuan khusus atau dengan menggunakan pembelajaran biasa.

Dengan demikian desain penelitian untuk pengujian efektivitas 60


(21)

model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa, ini menggunakan metode Quasi eksperimental design atau eksperimen semu (Sukmadinata, 2004:63; Sugiono, 2009:77), dengan Desain Kelompok Kontrol Non-Ekivalen atau Nonequivalent Control Group Design (Sugiyono, 2009:79; Ruseffendi, 2005:52-53). Penelitian ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design. Kelompok eksperimen dan kontrol tidak dipilih secara acak tetapi secara berpasangan.

Paradigma penelitian Nonequivalent Control Group Design adalah seperti gambar berikut ini;

Keterangan:

Q1,2, = Hasil Pretest Y1,2 = Hasil Posttest

X1 = Perlakuan berupa pembelajaran menggunakan model problem solving X2 = Perlakuan berupa pembelajaran tidak menggunakan model problem

solving

Gambar 3. 1 Paradigma penelitian Nonequivalent Control Group Design Model desain penelitian ini digunakan untuk menguji efektivitas model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di kelas V SD Negeri Petir 1 Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Sebagai bahan pembanding digunakan kelompok kontrol, sehingga penelitian menggunakan dua kelompok subyek. Eksperimen yang dilakukan peneliti melalui beberapa langkah-langkah penelitian sebagai berikut :

Eksperimen Q1 X1 Y1 Kontrol Q2 X2 Y2


(22)

Langkah 1: Peneliti menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk kelas eksperimen peneliti mengambil kelas 5a, sedangkan untuk kelas kontrol adalah kelas 5b.

Langkah 2: Pelaksanaan pretes untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan instrumen yang sama.

Langkah 3: Pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan menggunakan model problem solving, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan model konvensional yang selama ini digunakan guru. Pembelajaran ini masing-masing diadakan tiga kali pertemuan yang diakhiri dengan postes.

Langkah 4: Membandingkan hasil tes antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai observer yaitu mengamati jalannya proses penerapan model problem solving dalam pembelajaran matematika.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri di Kecamatan Petir Serang Banten yang berjumlah 850 orang. Sedangkan yang dijadikan sampel penelitiannya adalah siswa kelas V SD Negeri Petir 1 Serang Banten yang berjumlah 60 orang yang terbagi menjadi dua kelas, secara kebetulan dari kedua kelas tersebut memiliki karakteristik yang sama dan memiliki nilai semester satu yang hampir sama tidak berbeda secara


(23)

signifikan. Kemudian dari dua kelas tadi ditentukan untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen, adapun untuk kelas kontrol dipilih kelas Va sedangkan untuk kelas eksperimennya adalah kelas Vb, pemilihan kelas ini didasarkan pada tingkat kemampuan hasil belajar siswa.

Penentuan sampel diambil tidak secara acak tetapi menggunakan kelas yang sudah ada. Satu kelompok kelas , kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan khusus menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah ( problem solving), dan satu kelompok lagi untuk kelompok kontrol dengan mengunakan model pembelajaran biasa yang selama ini dilakukan oleh guru. C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya ( Sugiono, 2007:3)

Ada dua variabel yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving.

2. Variabel dependen atau terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian inin adalah hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Petir 1 Kecamatan Petir Kabupaten Serang.


(24)

Variabel independent dapat disimbolkan dengan X dan variabel dependen disimbolkan dengan Y, sehingga dapat dikatakan :

X = Model Pembelajaran Problem Solving Y = Hasil belajar siswa

D. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian ini terbagi menjadi 3 tahap, yaitu : a. Tahap Persiapan

a. Pembuatan proposal seminar, melaksanakan seminar proposal dan melakukan perbaikan serta revisi hasil seminar.

b. Menyusun instrumen penelitian : Angket siswa, lembar observasi siswa dan guru, kisi-kisi soal dan butir soal sebanyak 6 soal.

c. Studi Dokumentasi mengenai materi matematika yang diajarkan, masalah yang biasanya muncul pada saat proses pembelajaran.

d. Menetapkan materi, mempelajari silabus dan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ).

e. Melakukan observasi ke sekolah yang ditunjuk sebagai tempat penelitian.

f. Melakukan analisis: pengujian tingkat kesukaran, daya pembeda soal, indeks validitas dan reliabilitas instrumen.

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Berdasarkan desain penelitian, langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:


(25)

a. Mengadakan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan jadwal dan alokasi waktu yang telah ditentukan oleh sekolah dengan materi pelajaran untuk kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran problem solving yang dilakukan dari awal hingga akhir pembelajaran sedangkan untuk kelas kontrol pembelajaran menggunakan model konvensional. Yaitu model pembelajaran biasa yang selama ini digunakan guru.

c. Melaksanakan Posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan masing-masing kelas setelah diadakan proses pembelajaran.

d. Mengolah dan menganalisis data-data yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian, yaitu menghitung perbedaan rata-rata, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol dengan menggunakan bantuan statistik SPSS 16,0.

e. Kegiatan terkahir menghitung perbedaan gain, baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol

c. Tahap Penyelesaian Penelitian

Tahap penyelesaian penelitian meliputi : 1. Menganalisis dan mengolah data. 2. Menyusun laporan penelitian.


(26)

Gambar 3.2. Alur Penelitian Pengujian Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving


(27)

Pelaksanaan Pembelajaran Mata pelajaran Matematika yang Menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving

Pertemuan ke-1 Kegiatan Awal

Pada pertemuan Pertama guru melakukan proses pembelajaran yang diawali dengan mengkondisikan kelas dalam situasi yang kondusif agar tercipta suasana belajar bagi siswa, kemudian berdo’a dan mengucapkan salam yang dipimpin oleh ketua murid, guru menjawab ucapan salam siswa. Guru memberi motivasi belajar kepada siswa, dan menjelaskan tujuan pembelajaran. Kemudian guru mengajak siswa untuk mengingat sekilas materi tentang penggunaan pecahan dalam pemecahan masalah yang telah dipelajari sebelumnya sebagai bentuk apersepsi.

Kegiatan Inti

Kegiatan inti, Ekplorasi : siswa mencari informasi yang luas tentang materi menggunakan pecahan sebagai perbandingan dari berbagai buku sumber seperti, buku pelajaran, LKS, buku referensi lainnya. Menggunakan pendekatan pembelajaran problem solving dalam pembelajaran. Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa antara siswa dengan guru , lingkungan dan sumber lainnya. Melibatkann siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dan memfasilitasi siswa untuk melakukan / mengerjakan soal di papan tulis. Elaborasi, siswa mengerjakan tugas – tugas tertentu yang bermakna, memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi dan tannya jawab untuk memunculkan gagasan baru. Siswa diberi


(28)

kesempatan untuk berfikir, menganalisis , menyelesaikan masalah tentang perbandingan dan skala dalam soal cerita. Siswa melaporkan hasil pekerjaannya baik secara tertulis maupun lisan secara individu atau kelompok. Konfirmasi, Siswa diberikan umpan balik positif dan penguatan atas keberhasilannya dalam belajar. Siswa untuk melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. Siswa belajar memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar tentang menggunakan masalah dalam pemecahan masalah dari guru sebagai nara sumber dan fasilitator mendapat informasi, membantu menyelesaikan masalah, memberi acuan agar siswa dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi dan elaborasi, memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh lagi dan memberi motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Kegiatan Akhir

Kegiatan Akhir, guru bersama – sama dengan siswa membuat rangkuman pelajaran. Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. Guru merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar siswa dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.


(29)

Kegiatan Awal

Pada pertemuan kedua, sama halnya dengan pertemuan pertama, proses pembelajaran diawali dengan kegiatan mengkondisikan kelas, agar siswa siap untuk menerima pembelajaran, namun sebelum pembelajaran dimulai terlebih dahulu ketua murid menyiapkan teman – temannya dengan berdo’a dan diakhiri dengan mengucapkan salam, kemudian guru menjawab salam. Setelah itu guru menyampaikan dan menjelaskan tujuan pembelajaran agar siswa mengetahui sasaran pembelajaran yang harus dicapai pada proses pembelajaran kali ini. Guru melakukan apersepsi untuk mengajak siswa mengingat sekilas materi pembelajaran yang lalu tentang materi

menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Guru memberi motivasi

belajar kepada siswa untuk menghadapi proses pembelajaran yang akan dilaksanakan guru.

Kegitan Inti

Dalam kegiatan inti, Ekplorasi : Siswa mencari informasi yang luas tentang materi menggunakan pecahan dalam perbandingan dan skala dari berbagai buku sumber seperti, buku pelajaran, LKS, buku referensi lainnya. Menggunakan pendekatan/ model pembelajaran, media dan alat peraga

dalam pembelajarn problem solving dengan langkah – langkah

pembelajarannya. Siswa melakukan interaksi antara siswa dengan siswa antara siswa dengan guru , lingkungan dan sumber lainnya. Siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dan siswa untuk melakukan / mengerjakan soal di papan tulis. Elaborasi, Siswa untuk mengerjakan tugas –


(30)

tugas tertentu yang bermakna, dan siswa mengerjakan tugas, diskusi dan tannya jawab untuk memunculkan gagasan baru. Siswa diberikan kesempatan untuk berfikir, menganalisis , menyelesaikan masalah tentang perbandingan dan skala dalam soal cerita. Setiap siswa melaporkan hasil pekerjaannya baik secara tertulis maupun lisan secara individu atau kelompok. Konfirmasi, Siswa diberikan umpan balik positif dan penguatan atas keberhasilannya belajar. Siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. Siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar menggunakan masalah dalam pemecahan masalah dari guru sebagai nara sumber dan fasilitator, siswa dapat menyelesaikan masalah, dan siswa dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi dan elaborasi, memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh lagi dan memberi motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Kegiatan Akhir

Kegiatan Akhir, guru bersama – sama dengan siswa membuat rangkuman pelajaran. Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. Guru merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar siswa dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.


(31)

Kegiatan Akhir

Kegiatan Akhir pembelajaran, Guru memberi kata-kata pujian kepada siswa atas keaktifan dan kesungguhannya mengikuti proses belajar mengajar. Guru meminta siswa mengulang kembali di rumah materi yang telah diterimanya di sekolah, kemudian guru memberikan tugas latihan sebagai evaluasi dan tugas pekerjaan rumah kepada siswa.

Pertemuan ke-3 Kegiatan Awal

Pada pertemuan ketiga, sama halnya dengan pertemuan pertama, dan kedua proses pembelajaran diawali dengan kegiatan mengkondisikan kelas, agar siswa siap untuk menerima pembelajaran, namun sebelum pembelajaran dimulai terlebih dahulu ketua murid menyiapkan teman – temannya dengan berdo’a dan diakhiri dengan mengucapkan salam, kemudian guru menjawab salam. Setelah itu guru menyampaikan dan menjelaskan indikator – indikator pembelajaran yang harus dipelajari dalam kegiatan dengan problem solving siswa. Guru melakukan apersepsi untuk mengajak siswa mengingat sekilas materi pembelajaran yang lalu tentang materi menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Guru menanyakan tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran sebelumnya. Hampir seluruh menyatakan sangat senang dengan kegiatan pembelajaran yang telah dilakasanakan sebelumnya. Guru memberi motivasi belajar kepada siswa untuk menghadapi proses pembelajaran yang akan dilaksanakan guru.


(32)

Kegiatan Inti

Dalam kegiatan inti, Ekplorasi: Siswa dapat mencari informasi yang luas tentang materi arti pecahan sebagai perbandingan dari berbagai buku sumber seperti, buku pelajaran, LKS, buku referensi lainnya. Siswa meletakkan dua kelompok benda di atas meja. Dari benda tersebut, Siswa dapat menjelaskan materi tentang ”arti pecahan sebagai perbandingan banyak benda dari satu kumpulan dengan banyak benda dari kumpulan lain”. Selanjutnya, siswa dapat menjelaskan materi tentang ”arti pecahan sebagai perbandingan sebagian dengan keseluruhan jumlah benda dalam satuan kumpulan”. Siswa dapat menyelesaikan soal-soal yang ada di lembar kerja yang diberikan guru untuk dikerjakan di papan tulis. Siswa dapat menjawab soal yang diberikan guru tentang contoh soal cerita yang mengandung arti pecahan dan perbandingan dengan menggunakan langkah – langkah pemecahan masalah yang benar. Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas kepada guru tentang materi yang diajarkan. Dengan memperhatikan penjelasan guru, siswa dapat memahami arti skala pada gambar atau peta. Siswa dapat menjawab soal yang diberikan guru yang berupa contoh soal yang berkaitan dengan skala dan perbandingan. Guru memberi soal-soal yang relevan dan siswa diminta menyelesaikannya. Siswa mendiskusikan contoh soal yang ada di lembar kerja siswa secara berkelompok. Beberapa siswa disuruh untuk mengerjakan tugas di papan tulis sedangkan siswa yang lain dipersilahkan untuk mengomentarinya atau mengoreksinya. Siswa melakukan interaksi antara siswa dengan siswa antara


(33)

siswa dengan guru , lingkungan dan sumber lainnya. Melibatkann siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dan memfasilitasi siswa untuk melakukan / mengerjakan soal di papan tulis. Elaborasi, membiasakan siswa untuk mengerjakan tugas – tugas tertentu yang bermakna, memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi dan tannya jawab untuk memunculkan gagasan baru. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir, menganalisis , menyelesaikan masalah tentang perbandingan dan skala dalam soal cerita. Memfasilitasi siswa untuk melaporkan hasil pekerjaannya baik secara tertulis maupun lisan secara individu atau kelompok. Konfirmasi, Siswa diberikan umpan balik positif dan penguatan terhadap keberhasilan belajarnya. Siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. Siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar menggunkanan masalah dalam pemecahan masalah, dari guru sebagai nara sumber dan fasilitator. Siswa menyelesaikan masalah, Siswa dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi, memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh lagi dan memberi motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Kegiatan Akhir

Kegiatan Akhir, guru bersama – sama dengan siswa membuat rangkuman pelajaran. Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. Guru merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,


(34)

program pengayaan atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar siswa dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran biasa yang selama ini digunakan oleh guru.

Pertemuan ke-1 Kegiatan Awal

Pembelajaran diawali dengan guru mengkondisikan kelas ke dalam situasi yang kondusif agar tercipta suasana belajar bagi siswa. Kemudian pembacaan doa yang dipimpin oleh ketua murid, selanjutnya guru memberi salam. Guru memberikan motivasi agar proses pembelajaran dapat menyenangkan dan berusaha untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa. Guru melihat seluruh siswa untuk mengetahui apakah semua siswa sudah siap untuk menerima pelajaran, dilanjutkan guru memeriksa kehadiran siswa, untuk mengetahui apakah ada siswa yang absen atau tidak masuk dikarenakan malas, izin ataupun sakit. Kemudian guru mulai membuka pelajaran dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa pada waktu itu. Setelah itu pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan apersepsi yaitu mengaitkan pembelajaran yang lalu dengan pembelajaran yang akan dibahas, yaitu mengenai materi pecahan dalam masalah skala dan perbandingan. Apakah kalian telah mengetahui apa itu


(35)

pecahan, hampir seluruh siswa menjawab tahu. Pecahan sebagai perbandingan atau suatu bilangan yang dinyatakan sebagai a/b. Kemudian beberapa siswa disuruh untuk menuliskan contoh pecahan, ada beberapa siswa yang menjawab dengan benar. guru melanjutkan pertanyaan dengan bentuk soal pecahan yang lain tentang skala dan perbandingan , hanya beberapa orang saja yang menjawab benar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi tentang pecahan.

Kegiatan Inti

Kegiatan inti, Eksplorasi : pelaksanaan pembelajaran yang disajikan guru, meliputi mencatat materi pelajaran mengenai pecahan, skala dan perbandingan, kemudian guru menjelaskan materi pelajaran tersebut sesuai dengan penjelasan yang ada dibuku sumber. Elaborasi kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab dan pemberian tugas latihan yang harus dikerjakan siswa yaitu beberapa butir soal yang berbentuk soal cerita yang dibacakan guru. Siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru, kemudian setelah selesai guru meminta beberapa siswa untuk mengerjakan soal cerita tersebut di papan tulis. Guru memperhatikan dan mengoreksi hasil pekerjaan siswa serta memberikan penilaian. Kemudian guru memberikan tugas latihan sekitar tiga soal yang harus dikerjakan oleh semua siswa, dan guru melakukan penilaian. Konfirmasi, guru memberikan umpan balik positif dan penguatan kepada siswa terhadap keberhasilan belajar siswa. Memfasilitasi siswa untuk melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. Memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman yang


(36)

bermakna dalam mencapai kompetensi dasar menggunkanan masalah dalam pemecahan masalah, seperti guru sebagai nara sumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan siswa yang menghadapi kesulitan, membantu menyelesaikan masalah, memberi acuan agar siswa dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi, memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh lagi dan memberi motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Kegiatan Akhir

Kegiatan akhir guru memberikan analisis dan umpan balik terhadap hasil belajar siswa yang bersumber pada hasil tugas latihan yang dikerjakan siswa, dilanjutkan dengan melakukan perbaikan untuk siswa yang memperoleh nilai kurang dari 60, dan bentuk pengayaan bagi siswa siswa yang memperoleh nilai lebih dari 60. Guru memberikan motivasi belajar, dan memberikan beberapa soal yang harus dikerjakan sebagai tugas pekerjaan rumah dan pembelajaran diakhiri dengan menginformasikan tentang materi pelajaran matematika yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Kemudian siswa bersiap – siap untuk menerima materi pelajaran berikutnya.

Pertemuan ke-2 Kegiatan Awal

Pada pertemuan kedua, sebagaimana pada pertemuan pertama pembelajaran diawali dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh ketua murid dan dilanjutkan dengan ucapan salam, kemudian guru menjawab salam . Guru mengkondisikan siswa dalam suasana yang kondusif untuk belajar siswa,


(37)

kemudian guru mengabsen untuk mengecek kehadiran siswa, dilanjutkan dengan penyampaian tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi belajar serta guru mengadakan apersepsi dengan cara menanyakan materi yang lalu yang ada kaitannya dengan materi pelajaran yang akan dipelajari. Adapun

materi yang ditanyakan mengenai pecahan dalam masalah skala dan

perbandingan, sebagian siswa banyak yang tidak tahu, lupa lagi dan sebagainya.

Kegiatan Inti

Kegiatan inti, Eksplorasi: guru memberikan informasi kepada siswa bahwa pembelajaran kali ini diberikan tugas kelompok, kemudian guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dan memberikan tugas ke masing – masing kelompok untuk dikerjakan, sebelum mengerjakan tugas guru menjelaskan sekilas materi pelajaran dan pembahasan contoh soal dengan gaya dan langkah-langkah pengerjaan soal yang berpatokan pada buku sumber yang ada, disini kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan materi yang belum dikuasai dan dipahaminya oleh siswa melalui tanya jawab. Elaborasi setelah tidak ada lagi siswa yang bertanya maka proses pembelajaran dilanjutkan dengan tugas kelompok yang diberikan guru dengan kurun waktu sekitar 20 menit dengan kisaran jumlah soal sekitar 3 butir, setelah selesai dari masing – masing kelompok mempresentasikan hasil tugas kelompoknya di depan dan temannya mengerjakan tugas tersebut di papan tulis, ketua kelompok mengomentari hasil pekerjaan kelompoknya berdasarkan hasil pekerjaan temannya di papan tulis. Adapun materi pelajaran


(38)

yang disajikan adalah mengenai pecahan dalam masalah skala dan perbandingan. Setelah semua kelompok selesai menyampaikan hasil tugas kelompoknya, Konfirmasi kemudian guru melakukan penilaian dan tanya jawab kembali mengenai pembahasan materi dalam kelompok tadi, dilanjutkan dengan menyimpulkan materi pelajaran. Guru memberikan tugas latihan yang harus dikerjakan siswa yaitu beberapa butir soal yang berbentuk soal cerita yang ada di buku sumber. Dengan tekun siswa mengerjakan tugas Kemudian setelah selesai guru melakukan penilaian.

Kegiatan Akhir

Pada akhir pembelajaran, guru mengadakan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dipelajari siswa dan mengadakan analisis terhadap hasil pembelajaran dari tugas latihan. Guru mengadakan perbaikan dan pengayaan pembelajaran bagi siswa, perbaikan diberikan kepada siswa yang memperoleh nilai kurang dari 60, sedangkan pengayaan diberikan kepada siswa yang telah memperoleh nilai lebih dari 60. Guru selanjutnya memberikan motivasi belajar kepada siswa, agar tetap rajin belajar, baik di sekolah maupun di rumah, kemudian siswa diberikan tugas pekerjaan rumah sebelum pembelajaran diakhir.

Pertemuan ke-3 Kegiatan Awal

Pada pertemuan ketiga, kegiatan awal siswa hampir sama dengan proses kegiatan awal pada pertemuan pertama dan kedua, yaitu diawali dari


(39)

pembacaan do’a dan ucapan salam oleh ketua murid, dilanjutkan dengan guru mengkondisikan keadaan kelas ke dalam situasi yang kondusif, mengabsen siswa untuk mengecek kehadiran. Kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran dan melakukan apersepsi, hanya bedanya disini guru selain menyampaikan tujuan pembelajaran tersebut di atas, guru juga menyampaikan informasi bahwa di akhir pertemuan ketiga ini akan diadakan posttest, sebagai tes akhir yang akan mengukur hasil proses pembelajaran selama tiga kali pertemuan, yang nantinya hasil postes ini akan dianalisis dan diolah menjadi data yang akan dibandingkan dengan hasil pretes.

Kegiatan Inti

Pada kegiatan inti, Eksplorasi proses pembelajaran diawali dengan guru meletakkan dua kelompok benda di atas meja, dari benda tersebut, guru menjelaskan materi tentang ”arti pecahan sebagai perbandingan banyak benda dari satu kumpulan dengan banyak benda dari kumpulan lain”. Selanjutnya, guru menjelaskan materi tentang ”arti pecahan sebagai perbandingan sebagian dengan keseluruhan jumlah benda dalam satuan kumpulan”. Elaborasi, Guru meminta beberapa siswa menyelesaikan soal-soal yang ada di buku siswa halaman 51–52 dan 53 di papan tulis, dengan metode tanya jawab, guru menjelaskan penyelesaiannya, guru memberi soal-soal yang relevan dan siswa diminta menyelesaikannya. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas. Dengan menggunakan metode ceramah, guru menjelaskan arti skala pada gambar atau peta. Guru memberi


(40)

contoh soal yang berkaitan dengan skala dan penyelesaiannya. Guru memberi soal-soal yang relevan dan siswa diminta menyelesaikannya. Konfirmasi Guru memberi umpan balik, dan meminta siswa menyelesaikan soal-soal yang ada di buku siswa halaman 57–58 secara berkelompok. Guru melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. Guru memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Kegiatan Akhir

Kegiatan akhir pembelajaran guru memberi pertanyaan penjajakan kepada siswa secara acak, dan meminta siswa membuat soal yang relevan, siswa yang lain diminta menyelesaikannya. Kemudian guru memberi kata-kata pujian kepada siswa yang dapat membuat soal dan menjawab soal dengan benar. Guru meminta siswa untuk mengulang kembali di rumah materi yang telah diterimanya di sekolah. Dilanjutkan dengan guru memberikan tugas pekerjaan rumah kepada siswa, kemudian diakhir pembelajaran siswa diberikan soal postes.

E. Instrumen Alat Pengumpulan Data

Instrumen penelitian merupakan alat bantu peneliti dalam mengumpulkan data. Kualitas instrumen akan menentukan kualitas data yang diperoleh. Oleh karena itu menyusun instrumen merupakan hal penting yang harus dipahami oleh peneliti (Arikunto, 2006:222)


(41)

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah soal tes. Untuk menukur tingkat efektivitas model pembelajaran problem solving dilakukan pengujian melalui uji t yaitu dengan membandingkan dua rata-rata, yakni : 1. Uji perbedaan dua buah rata-rata yang berkorelasi ( pretes dan postes ) 2. Uji perbedaan dua buah rata-rata yang tidak berkorelasi ( pretes kelompok

eksperimen dan pretes kelompok kontrol, serta postes kelompok eksperimen dan postes kelompok kontrol)

F. Pengembangan Instrumen Penelitian

Data memiliki kedudukan yang paling tinggi dalam suatu penelitian, karena data merupakan variabel yang diteliti, berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Untuk memperoleh data penelitian dikembangkan dalam jenis instrumen penelitian yaitu, tes hasil belajar siswa baik pretes maupun postes.

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian adalah soal test ( pretes dan postes)

Pretest digunakan untuk mengukur dan mengetahui kemampuan awal siswa sebelum proses pembelajaran dilakukan yang berhubungan dengan bahan ajar yang akan diajarkan dan diakhir pembelajaran diberikan soal posttest untuk mengukur hasil belajar siswa setelah perlakuan (treatment) dengan soal yang diujikan sama dengan soal pretes.

Tes yang diberikan pada awal dan akhir pembelajaran merupakan cara yang dapat dipergunakan untuk pengukuran dan penilaian pada pembelajaran dengan model pembelajaran problem solving yang berbentuk tes uraian


(42)

mengenai kemampuan menganalisis soal pemecahan masalah matematika yang harus dikerjakan oleh siswa. Butir soal diberikan secara tertulis berbentuk uraian dikarenakan berhubungan dengan hasil belajar yang ingin dicapai berkategori tingkat tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Fraenkel dan Wallen ( Suryadi, 200: 48 ) bahwa tes berbentuk uraian sangat cocok untuk mengukur higher level learning outcome. Selain itu dengan tes uraian dimaksudkan agar tercapai kemampuan menganlisis dan berfikir untuk melakukan pertimbangan induksi dalam menjawab soal. sehingga berdasarkan data yang didapat dari hasil pengukuran dan penilaian dapat melambangkan perubahan tingkah laku atau prestasi siswa ( Sudijono, 2001:66).

Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Sungguhpun demikian, dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris ( Sudjana, 2001:35). Tes yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur hasil belajar siswa berupa pengetahuan , pemahaman dan keterampilan.

Adapun langkah – langkah pengembangan tes materi pemecahan matematika itu adalah :

a. Menyusun kisi – kisi butir soal sesuai dengan aturan yang memuat : nomor soal, topik, indikator, kunci jawaban.


(43)

c. Melakukan validitasi terhadap butir soal yang dibuat, kesesuaian indikator dengan butir soal tes dan kebenaran kunci jawaban oleh dosen pembimbing, guru kelas V SD dan rekan mahasiswa S2.

d. Menganalisis keterbacaan butir soal tes dapat dibaca dan dipahami dengan baik.

e. Melakukan ujicoba butir soal tes dilanjutkan dengan menguji validitas tes dan item, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.

G. Ujicoba Soal dan Validasi Instrumen

Sebelum pelaksanaan ujicoba tes di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, tentunya instrumen itu harus dilakukan ujicoba terlebih dahulu di kelas VI, yaitu di SD Petir 1 Kecamatan Petir. yang dipilih sebanyak dua kelas untuk diberi soal tes. Siswa-siswa tersebut tentunya pernah mempelajari materi yang akan diteskan.

Adapun tujuan daripada pelaksanaan uji coba tersebut untuk mengetahui tingkat validitas dan reabilitasnya, daya pembeda serta tingkat kesukaran dari instrumen tersebut. Untuk Soal tes terdiri dari 10 item soal. Selanjutnya soal hasil ujicoba dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal.

1. Validitas

Valid maksudnya bahwa instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang seharusnya hendak diukur (Sugiyono, 2009:121).Hal ini senada diungkapkan oleh Sukardi (2003:121) “ suatu instrumen


(44)

dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur.”

validitas konstruk instrumen soal tes yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan atas pertimbangan/ pendapat dari orang yang dianggap ahli dalam hal tersebut.

Untuk mendapatkan validitas item soat tes yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini menggunakan fasilitas Function (formula rumus) untuk menentukan koefisien korelasi yang terdapat pada Microsoft Exel. Rumus tersebut adalah :

Untuk memperoleh data tersebut cukup dengan memasukan data ke fasilitas MS EXEL, kemudian secara otomatis akan keluar data item yang akan didapat pada koefisien korelasi . Rumus korelasi product moment Pearson ialah: } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N ri Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =

Arikunto (2006 : 75)

Untuk mengadakan penafsiran validitas setiap butir soal ditentukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

0,00 - 0,20 : validitas sangat rendah 0,21 - 0,40 : validitas rendah 0,41 - 0,60 : validitas cukup 0,61 - 0,80 : validitas tinggi 0,81 - 1,00 : validitas sangat tinggi

− − − − = 2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( ) , ( y y x x y y x x Y X Correl


(45)

Untuk menyatakan vailid tidaknya soal tes berpedoman pada pendapat Sugiono, “Bila koefisien Korelasinya > 0.3, maka butir instrumen valid, Bila koefisien Korelasinya < 0.3, maka butir instrumen tidak valid, di revisi atau di buang (Sugiyono, 2006:179). Hasil analisis validas item soal tes pretes dan postes disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.1

Hasil Validitas Item Soal Tes ( Pretes dan Postes ) No.

Soal r

Kriteria

Keterangan Rendah Tinggi Sangat Tinggi

1 0,84 √ Valid

2 0,24 √ Tidak Valid

3 0,71 √ Valid

4 0,38 √ Tidak Valid

5 0,69 √ Valid

6 0,26 √ Tidak Valid

7 0,67 √ Valid

8 0,40 √ Tidak Valid

9 0,62 √ Valid

10 0,55 √ Valid

Dari hasil uji coba ke- 8 butir soal dan dengan melihat tabel tersebut di atas untuk uraian matematika menunjukkan butir soal yang tidak valid , nomor 2, 4, 6 dan 8, Sedangkan butir soal yang valid nomor 1, 3, 5, 7, 9 dan 10 sehingga bisa digunakan sebagai instrumen pengumpulan data. 2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan keajegan hasil suatu tes, ketetapan suatu tes apabila diujicobakan pada subjek yang sama, walaupun diberikan oleh


(46)

        −     −

=

2

2

11 .1

1 t i k k r σ σ

orang, waktu dan tempat yang berbeda. Adapun cara untuk mengukur atau menguji reliabilitas soal tes bentuk uraian dapat digunakan rumus Alpha, sebagai berikut:

r11 = Reliabilitas soal k = Jumlah item soal

Σσi2 = jumlah variansi semua item σt2 = variansi total

Reliabilitas soal ditentukan dengan kriteria sebagai berikut: 0,900 – 1,000 = sangat tinggi.

0,700 – 0,900 = tinggi. 0,400 – 0,700 = cukup. 0,200 – 0,400 = rendah

0,200 – 0,000 = sangat rendah.

Guilxord dalam Rusefendi (2005:160)

Bila nilai r (koefisien reliabilitas) > 0,700, maka instrumen tersebut reliabilitasnya cukup baik (Rusefendi, 2005:178)

Tabel 3.2

Hasil analisis reliabilitas instrumen Soal untuk Pretes dan Postes

No.

Soal r

Kriteria

Keterangan Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Tes Pretes

dan Postes


(47)

Dengan melihat tabel di atas, dapat dinyatakan bahwa butir soal nomor 1, 3, 5, 7, 9 dan 10 soal reliabel dan dapat digunakan sebagai instrumen pengumpulan data.

3. Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran butir soal menunjukkan sukar, sedang dan mudahnya suatu soal. Rumus tingkat kesukaran soal tes menggunakan rumus:

SMI X TK =

Keterangan:

TK = Tingkat kesukaran X = Rata – rata Skor SMI = Skor maksimum ideal

Klasifikasi tingkat kesukaran soal, menurut Suherman dan Sukjaya (1990: 213) adalah:

TK < 0.00 : terlalu sukar 0,00 < TK ≤ 0,30 : sukar 0,30 < TK ≤ 0,70 : sedang 0,70 < TK < 1,00 : mudah


(48)

Tabel 3.3

Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Item Soal Tes Hasil

Analisis

Nomor Soal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Rata-rata

Skor 5,47 3,67 6,33 3,90 6,67 3,37 7,13 4,25 7,43 7,67

SMI 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

TK 0,55 0,37 0,63 0,39 0,67 0,34 0,71 0,28 0,74 0,77

Kriteria S S S S S S M Skr M M

Dengan memperhatikan tabel di atas, dapat dilihat antara setiap item soal tes prestes dan postes dari ke-10 soal bentuk uraian memiliki tingkat kesukaran yang berbeda dan memiliki interprestasi yang berbeda pula, sehingga tingkat kesukarannya ada pada level mudah, sedang, dan sukar. Namun berdasarkan uji validitas butir soal, maka butir soal yang dipakai untuk pengumpulan data adalah butir soal nomor 1, 3, 5, 7. 9, dan 10.

4. Daya pembeda

Dalam menentukan daya pembeda soal tes dengan cara menentukan kelompok siswa yang pandai dan kurang pandai , ini dapat dilakukan dengan perhitungan proporsi jawaban benar yang diperoleh siswa untuk kelompok atas dan kelompok bawah dengan menggunakan rumus:

DP =

SMI X X AB


(49)

DP = Daya Pembeda

A

X = Rata – rata skor atas B

X = Rata – rata skor Bawah SMI = Skor maksimum ideal

Kriteria yang digunakan untuk menentukan klasifikasi daya pembeda menurut (Suherman dan Sukjaya , 1990 hal, 202 ) adalah:

DP = 0,00 – 0,20 : Jelek DP = 0,21 – 0,40 : Cukup DP = 0,41 – 0,70 : Baik DP = 0,71 – 1,00 : baik sekali

Butir soal yang baik adalah butir soal yang mempunyai daya beda diantara 0,41 – 0,70. Sedangkan butir soal yang termasuk kategori cukup ada diantara 0,21 – 0,40 Dalam analisis daya beda, tingkat kesukaran instrumen, sampel dikelompokkan menjadi dua kelompok : kelompok atas dan kelompok bawah.

5. Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari hasil pengumpulan data seperti data hasil tes pretes dan postes siswa selanjutnya diolah melalui langkah – langkah sebagai berikut.

a. Uji Normalitas Data

Untuk menguji normalitas data, dengan cara memperbandingkan rasio Skewness dan Kurtosis (Santoso, 2010:177), dan juga menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov dan Shapiro-Wilk


(50)

serta dengan gambar Normal Probability Plot dengan analisis SPSS 16.0.

Melakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dengan cara Skewness dan Kurtosis diubah ke dalam angka rasio, dengan membagi masing-masing dengan standar errornya. Dasar pengambilan keputusan adalah rasio Skewness dan kurtosis berada pada -2 sampai +2.

Error Standard

Nilai Rasio =

dan uji Kolmogorof-Smirnov dan Shapiro-Wilk serta dengan gambar Normal Probability Plot

Error Standard Nilai Rasio =

b. Untuk melakukan uji homogenitas varians data digunakan analisis Lavene’s Test yang menyatu pada uji rata-rata atau independent sample test dengan menggunakan program SPSS 16.0 Dari hasil pengolahan data dengan SPSS 16.0. akan muncul Tabel Independent Samples Test. Jika probabilitas dalam tabel Test of Homogeinity of variances lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, maka kita menerima Ho, artinya varians dari sampel adalah sama.

c. Mencari indeks gain (gain ternormalisasi) dari Meltzer (2002: 1260), sebagai berikut: pretes skor maksimum skor pretes skor postes skor g − − =


(51)

Kriteria indeks gains (g) berpedoman pada standar dari Hake (1998: 3) yaitu:

g > 0.7 : tinggi 0.3 < g ≤ 0.7 : sedang

g ≤ 0.3 : rendah

Menghitung Mean, Standar Deviasi, Uji normalitas, Uji Perbedaan Rerata dan Uji Regresi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16,0 untuk kecepatan dan ketepatan hasil yang diperoleh.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan pada bab IV dan temuan – temuan selama proses pembelajaran yang menggunakan model problem solving (pemecahan masalah) diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Efektivitas hasil belajar matematika yang menggunakan model pembelajaran problem solving

Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang mengembangkan ketrampilan inquiry dimana siswa dituntut untuk aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya

menyimpulkan. Pembelajaran yang lebih memahami isi pelajaran.

Dalam proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran problem solving memberikan gambaran tentang aktivitas guru dalam pembelajaran pemecahan masalah. Hal ini terlihat pada kegiatan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mengacu kepada tahapan-tahapan pemecahan masalah, yaitu : 1) Saya mampu/bisa: tahap membangkitkan motivasi dan membangun / menumbuhkan keyakinan dari siswa 2) Mendefiniskan: membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui 3) Mengeksplorasi : merangsang siswa untuk


(53)

mengajukan pertanyaan-pertanyaan 4) Merencanakan: mengembangkan cara berfikir logis siswa untuk menganalisis masalah 5) Mengerjakan: membimbing siswa secara sistimatis untuk memperkirakan jawaban 6) Mengoreksi kembali: membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat 7) Generalisasi: membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan, mendorong siswa untuk melakukan umpan balik. Efektifitas hasil belajar mata pelajaran matematika yang menggunakan model problem solving adalah : 1) pada pembelajaran model problem solving siswa tidak hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal atau mengingat materi pelajaran saja, akan tetapi siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkan. Pembelajaran yang lebih memahami isi pelajaran. 2) pemecahan masalah menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasaan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 3) pemecahan masalah dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa. 4) pemecahan masalah dapat membantu siswa mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 5) pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan kemampuan barunya. 6) model problem solving mempunyai langkah – langkah penyelesaian masalah yang sistimatis sehingga siswa mudah memahami dan menyelesaikan masalah terutama dalam masalah matematika. 7) dengan


(54)

menggunakan langkah – langkah penyelesaian masalah tersebut siswa dapat menentukan hal – hal yang diketahui dan yang ditanyakan dalam masalah tersebut. Hasil pembelajaran pemecahan masalah pada pecahan secara umum memperoleh hasil yang cukup maksimal, ini dapat dilihat berdasarkan data pretes dan postes yang dilakukan. Pembelajaran yang menggunakan model problem solving lebih baik dari pada yang menggunakan model konvensional. Hal ini dapat diketahui dari nilai rata – rata skor postes lebih tinggi daripada nilai skor rata – rata pretes. 2. Efektivitas hasil belajar matematika yang menggunakan model

pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan guru

Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran biasa yang dilakukan guru di dalam kelas dengan menggunakan pendekatan ekspository, yaitu suatu proses pembelajaran yang menekankan kepada metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan, sehingga dalam pembelajaran ini siswa hanya dituntut untuk mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal atau mengingat materi pelajaran saja. tidak memberdayakan bagaimana seharusnya siswa belajar tetapi hanya berfikir bagaimana cara membelajarkan siswa. dengan kata lain dalam proses pembelajaran konvensional yang aktif belajar adalah guru bukannya siswa, Dalam pelaksanan pembelajaran berlangsung monoton sehingga aktivitas siswa kurang, sehingga berdampak kepada hasil belajar siswa, dimana data hasil


(55)

pretes dan postes menunjukkan tidak ada perbedaan nilai rata – rata secara signifikan. Hal ini dapat diketahui dari nilai skor rata – rata pretes sedikit lebih rendah di bawah nilai skor rata – rata postes.

3. Efektivitas Perbedaan hasil belajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran konvensional dengan yang menggunakan model pemberlajaran problem solving

Hasil belajar siswa dalam matematika dapat dilihat dari hasil pretes, proses kegiatan siswa selama pembelajaran dan hasil postes. Gambaran Kemampuan hasil belajar awal belajar siswa yang diperoleh, baik pada kelompok kontrol maupun eksperimen. Gambaran hasil pretes dari kedua kelas tersebut berbeda secara signifikan. Ini dapat dilihat dari nilai skor rata-rata hasil pretes kedua kelas tersebut, dimana nilai rata – rata skor postes lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata – rata skor pretes. Jadi hasil belajar kelompok kelas eksperimen yang menggunakan model problem solving lebih baik bila dibandingkan dengan hasil belajar kelompok kelas kontrol.

Aktivitas belajar siswa selama dalam proses pembelajaran matematika berlangsung antara kelompok kelas kontrol dan eksperimen berbeda secara signifikan. Aktivitas belajar kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

B. SARAN


(56)

a) Pembelajaran matematika dengan Problem Solving (pemecahan masalah) merupakan salah satu alternatif bagi guru dalam menyajikan materi matematika.

b) Dalam menerapkan pembelajaran dengan Problem solving (pemecahan masalah) guru hendaknya membuat desain perencanaan dan skenario pembelajaran yang matang untuk mengefektifkan waktu kegiatan pembelajaran matematika.

c) Aplikasi pembelajaran matematika dengan problem solving (pemecahan masalah) hendaknya diterapkan pada materi yang essensial , karena memerlukan waktu relatif cukup lama.

d) Dalam setiap proses pembelajaran matematika, guru hendaknya selalu menciptakan suasana pembelajaran yang banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam gaya dan cara mereka sendiri, sehingga wawasan kemampuan, dan daya nalar mereka bertahan lama, selain itu siswa akan lebih berani beragumentasi, memilki kepercayaan yang tinggi dan lebih kritis.

2. Bagi Kepala Sekolah

a) Aplikasi cara pembelajaran dengan model problem solving (pemecahan masalah) dalam pelajaran matematika jika dimungkinkan dapat digunakan dalam penyajian materi pada mata pelarajaran lain. Dalam hal ini kepala sekolah hendaknya memberikan masukan kepada guru.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan pada bab IV dan temuan – temuan selama proses pembelajaran yang menggunakan model problem solving (pemecahan masalah) diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Efektivitas hasil belajar matematika yang menggunakan model pembelajaran problem solving

Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang mengembangkan ketrampilan inquiry dimana siswa dituntut untuk

aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya

menyimpulkan. Pembelajaran yang lebih memahami isi pelajaran.

Dalam proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran problem solving memberikan gambaran tentang aktivitas guru dalam pembelajaran pemecahan masalah. Hal ini terlihat pada kegiatan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mengacu kepada tahapan-tahapan pemecahan masalah, yaitu : 1) Saya mampu/bisa: tahap membangkitkan motivasi dan membangun / menumbuhkan keyakinan dari siswa 2) Mendefiniskan: membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui 3) Mengeksplorasi : merangsang siswa untuk


(2)

mengajukan pertanyaan-pertanyaan 4) Merencanakan: mengembangkan cara berfikir logis siswa untuk menganalisis masalah 5) Mengerjakan: membimbing siswa secara sistimatis untuk memperkirakan jawaban 6) Mengoreksi kembali: membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat 7) Generalisasi: membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan, mendorong siswa untuk melakukan umpan balik. Efektifitas hasil belajar mata pelajaran matematika yang menggunakan model problem solving adalah : 1) pada pembelajaran model problem solving siswa tidak hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal atau mengingat materi pelajaran saja, akan tetapi siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah

data dan akhirnya menyimpulkan. Pembelajaran yang lebih memahami

isi pelajaran. 2) pemecahan masalah menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasaan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 3) pemecahan masalah dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa. 4) pemecahan masalah dapat membantu siswa mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 5) pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan kemampuan barunya. 6) model problem solving mempunyai langkah – langkah penyelesaian masalah yang sistimatis sehingga siswa mudah memahami dan menyelesaikan masalah terutama dalam masalah matematika. 7) dengan


(3)

menggunakan langkah – langkah penyelesaian masalah tersebut siswa dapat menentukan hal – hal yang diketahui dan yang ditanyakan dalam masalah tersebut. Hasil pembelajaran pemecahan masalah pada pecahan secara umum memperoleh hasil yang cukup maksimal, ini dapat dilihat berdasarkan data pretes dan postes yang dilakukan. Pembelajaran yang menggunakan model problem solving lebih baik dari pada yang menggunakan model konvensional. Hal ini dapat diketahui dari nilai rata – rata skor postes lebih tinggi daripada nilai skor rata – rata pretes.

2. Efektivitas hasil belajar matematika yang menggunakan model pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan guru

Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran biasa yang dilakukan guru di dalam kelas dengan menggunakan pendekatan ekspository, yaitu suatu proses pembelajaran yang menekankan kepada metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan, sehingga dalam pembelajaran ini siswa hanya dituntut untuk

mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal atau mengingat materi

pelajaran saja. tidak memberdayakan bagaimana seharusnya siswa

belajar tetapi hanya berfikir bagaimana cara membelajarkan siswa. dengan kata lain dalam proses pembelajaran konvensional yang aktif belajar adalah guru bukannya siswa, Dalam pelaksanan pembelajaran berlangsung monoton sehingga aktivitas siswa kurang, sehingga berdampak kepada hasil belajar siswa, dimana data hasil


(4)

pretes dan postes menunjukkan tidak ada perbedaan nilai rata – rata secara signifikan. Hal ini dapat diketahui dari nilai skor rata – rata pretes sedikit lebih rendah di bawah nilai skor rata – rata postes.

3. Efektivitas Perbedaan hasil belajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran konvensional dengan yang menggunakan model pemberlajaran problem solving

Hasil belajar siswa dalam matematika dapat dilihat dari hasil pretes, proses kegiatan siswa selama pembelajaran dan hasil postes. Gambaran Kemampuan hasil belajar awal belajar siswa yang diperoleh, baik pada kelompok kontrol maupun eksperimen. Gambaran hasil pretes dari kedua kelas tersebut berbeda secara signifikan. Ini dapat dilihat dari nilai skor rata-rata hasil pretes kedua kelas tersebut, dimana nilai rata – rata skor postes lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata – rata skor pretes. Jadi hasil belajar kelompok kelas eksperimen yang menggunakan model problem solving lebih baik bila dibandingkan dengan hasil belajar kelompok kelas kontrol.

Aktivitas belajar siswa selama dalam proses pembelajaran matematika berlangsung antara kelompok kelas kontrol dan eksperimen berbeda secara signifikan. Aktivitas belajar kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

B. SARAN


(5)

a) Pembelajaran matematika dengan Problem Solving (pemecahan masalah) merupakan salah satu alternatif bagi guru dalam menyajikan materi matematika.

b) Dalam menerapkan pembelajaran dengan Problem solving (pemecahan masalah) guru hendaknya membuat desain perencanaan dan skenario pembelajaran yang matang untuk mengefektifkan waktu kegiatan pembelajaran matematika.

c) Aplikasi pembelajaran matematika dengan problem solving (pemecahan masalah) hendaknya diterapkan pada materi yang essensial , karena memerlukan waktu relatif cukup lama.

d) Dalam setiap proses pembelajaran matematika, guru hendaknya selalu menciptakan suasana pembelajaran yang banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam gaya dan cara mereka sendiri, sehingga wawasan kemampuan, dan daya nalar mereka bertahan lama, selain itu siswa akan lebih berani beragumentasi, memilki kepercayaan yang tinggi dan lebih kritis.

2. Bagi Kepala Sekolah

a) Aplikasi cara pembelajaran dengan model problem solving (pemecahan masalah) dalam pelajaran matematika jika dimungkinkan dapat digunakan dalam penyajian materi pada mata pelarajaran lain. Dalam hal ini kepala sekolah hendaknya memberikan masukan kepada guru.


(6)

b) Kepala sekolah hendaknya dapat memberikan rekomendasi kepada guru – guru untuk mencoba mempraktekan, menerapkan model pemecahan masalah pada mata pelajaran yang diajarkan.

3. Bagi lembaga terkait

a) Hendaknya selalu memberikan pembinaan kepada guru – guru sehingga menjadikan pembelajaran matematika dengan model problem solving (pemecahan masalah) merupakan salah satu model alternatif penyajian materi pelajaran yang harus dikuasai dan diterapkan oleh guru dan calon guru.

b) Pembelajaran dengan problem solving (pemecahan masalah) masih sangat jarang digunakan guru dalam proses pembelajaran matematika, oleh karena itu perlu ada sosialisasi oleh lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan proses dan hasil belajar siswa, yang berimplikasi terhadap prestasi belajar matematika siswa.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 SIDODADI

3 18 71

PENERAPAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENTS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SD NEGERI 1 TEMPURAN

0 14 77

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS V DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM SOLVING DI SD NEGERI 106162 MEDAN ESTATE TAHUN AJARAN 2016/2017.

0 3 22

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PRACTICE REHEARSAL PAIRS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS V SD NEGERI 023903 BINJAI.

0 2 29

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Pembelajaran Problem Solving Pada Siswa Kelas Kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Gayamprit, Kecamatan

0 0 13

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Bangsri Kecamatan Karang

0 1 16

Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas V SD Negeri 4 Purwodadi. 1. COVER TESIS

0 0 1

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA KELAS V A

0 3 10

EVALUASI PEMBELAJARAN DI SD KELAS C PROG

0 0 3

Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V

0 0 10