STRATEGI KONSELING INDIVIDUAL BERBASIS NILAI-NILAI AL QUR’AN UNTUK MENGEMBANGKAN AKHLAK MULIA SISWA.

(1)

DEWAN PEMBIMBING PERNYATAAN

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ………... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iii

DAFTAR ISI ...v

DARTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ...x

DAFTARGAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ...1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ...13

E. Asumsi Penelitian ... ...13

F. Metode Penelitian ... ...14

G. Subyek Penelitian ... ...15

H. Sistematika penulisan ...16

BAB II KAJIAN TEORITIS KONSELING BERBASIS NILAI-NILAI AL QUR’AN A. Kerangka Teoritis Konseling ... 18

a. Konsep Dasar ... 18

b. Pengertian konseling ... ...19

c. Tujuan Konseling ... 24

d. Asas-asas Bimbingan dan Konseling ... 25

e. Prosedur Dasar ... 27

f. Teknik dan Keterampilan Konseling ... 28

1. Pengertian Konseling Individual ...28


(2)

1. Hakikat Manusia Menurut Al Qur’an ...40

2. Fungsi Agama ... 45

3. Akhlakul Karimah ... 47

a. Definisi Akhlak ... ...47

b. Kedudukan dan Keistimewaan Akhlak dalam Islam ... .49

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlak Mulia ... 51

d. Cara Mengembangkan Akhlak Mulia ...56

C. Strategi Dasar Konseling Qur’ani ... ... 59

1. Tujuan Konseling Dalam Islam ... 59

2. Landasan Konseling Dalam Al Qur’an ... 60

a. Strategi Al Hikmah ...61

b. Strategi Al Mau’izhoh Al Hasanah ...63

c. Strategi Mujadalah ...64

3. Kompetensi Konselor Islami ... 66

BAB III RANCANGAN PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 71

B. Metode Penelitian ... 72

C. Data Yang Dibutuhkan ... 74

D. Instrumen Penelitian ... 74

1. Wawancara ... ...74

2. Studi Dokumentasi ... 75

3. Observasi ... 76

E. Sumber Data ... 77

F. Tahap-Tahap Konseling ... 79

1. Tahap Pra Konseling ... 79

2. Tahap Konseling ... 80

3. Tahap Pasca Konseling ... ...81


(3)

3. Konseli Meminta Nasihat ...83

4. Konseli malu untuk mengulangi perbuatannya ... ...83

BAB IV PROSES DAN KEBERHASILAN KONSELING INDIVIDUAL A. Deskripsi Karakteristik Konseli AO………. ……… 85

1. Konseli AO ………... 85

2. Konseptualisas Konselor Tentang Masalah yang Dialami AO ... 90

3. Proses Konseling dan Perubahan Perilaku KOnseli AO………….... 91

a. Konseling Pertama ... 94

b. Konseling Kedua ... ...99

c. Konseling Ketiga ... 105

d. Konseling Keempat ... 108

B. Deskripsi Karakteristik Konseli MIG...109

1. Konseli MIG ... 109

2. Proses Konseling dan Perubahan Perilaku Konseli MIG ... 111

a. Konseling Pertama ... 112

b. Konseling Kedua ... 117

c. Konseling Ketiga ... 119

d. Konseling Keempat ... 120

C. Deskripsi dan Karakteristik Konseli HN ...121

1. Konseli HN ... 121

2. Proses dan Perubahan Perilaku Konseli HN...123

a. Konseling Pertama ... 124

b. Konseling Kedua ... ...128

c. Konseling Ketiga ... 131

d. Konseling Keempat ... 132


(4)

1. Kasus AO ... 151

2. Kasus MIG ... 152

3. Kasus HN ... ...153

B. Rekomendasi ... ...154

1. Rekomendasi Untuk Guru Bimbingan dan Konseling ... 154

2. Rekomendasi Untuk Kepala Sekolah ... 155

3. Rekomendasi Untuk Peneliti Selanjutnya ... 155

4. Rekomendasi bagi para orang tua/wali murid ... 156 DAFTAR PUSTAKA


(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhlak merupakan cermin pribadi seseorang. Begitu pentingnya nilai akhlak, maka ketika Muhammad diangkat menjadi Rasul tugas utamanya adalah menyempurnakan akhlak.

Dalam konteks kekinian perilaku akhlak tercela di kalangan remaja sudah sangat memprihatinkan. Dapat kita saksikan bersama di media elektronik maupun di media cetak, perilaku sebagian remaja telah menyimpang dari norma-norma agama maupun norma-norma lingkungan. Aliran hedonisme

(kepuasan nafsu) telah dijadikan filsafat hidupnya. Dalam hal ini, nilai-nilai akhlakkul karimah sudah mulai di kesampingkan (tidak dipedulikan lagi). Berikut ini akan disampaikan beberapa fakta perilaku akhlak tercela di kalangan remaja.

Di Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten, masyarakat dikejutkan dengan tingkah laku empat siswa SMP Pandeglang yang melakukan tindakan pencabulan kepada adik kelasnya. Perbuatan ini dilakukan setelah mereka minum-minuman beralkohol, dan di gelas minuman siswi tersebut dicampuri obat yang mengakibatkan siswi tersebut pingsan. Dalam keadaan pingsan tersebut empat siswa melakukan tindakan pelecehan seksual ( Radar Banten, Jum’at, 2 Januari 2009).


(6)

Di samping siswa Sekolah Menengah Umum atau Kejuruan, siswa sekolah yang pendidikan agamanya lebih banyak dibandingkan dengan sekolah lainnya seperti Madrasah Aliyah, di antara para siswanya ada juga yang terlibat dalam tindakan tercela/fujur. Tawuran antara para siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 dengan siswa-siswa SMUN 3 Bogor yang mengakibatkan timbulnya korban delapan orang luka ringan, seorang gegar otak dan seorang lagi luka parah di bagian kepala karena tertusuk oleh pagar masjid. Tawuran itu terjadi karena dipicu oleh perebutan “tempat tongkrongan” di sekitar depan Masjid Raya, yang letaknya berdekatan atau diapit oleh kedua sekolah tersebut (Radar Bogor, 25 Juli 1999).

Di lingkungan sekolah pun menjadi ladang subur peredaran narkotika dan obat terlarang (narkoba). Menurut Suherman (ed), (2008 : 236-237), bahwa kegiatan minum atau makan obat di Indonesia maupun di negara orang pada awalnya dilakukan di rumah sendiri/di rumah temannya. Pada tahun 1987-1988. Dedi Supriadi (Adams, 1992 : 8) melakukan survei terhadap (kira-kira) 200.000 orang siswa SMP (kelas 7-9) dan SMA (kelas 10-12) di 24 negara bagian di Amerika Serikat. Di SMP diperoleh gambaran bahwa mereka yang suka menegak minuman keras (kadar alkohol tinggi) persentase tertinggi dilakukan di rumah sendiri (8,2%), di rumah teman (7,2%), di tempat lain dalam masyarakat (7,1%), di mobil (2,7%), dan di sekolah (0,6%).

Pada siswa SMA persentase tertinggi menegak minuman keras adalah di rumah teman (23,9%), di mobil (14%), di rumah sendiri (13%), di sekolah (2%), dan di tempat lain (pesta, misalnya) adalah 23,8%.


(7)

Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), 70 % dari pengguna narkoba adalah kalangan pelajar. Angka ini dibenarkan Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA). Sekretaris Jenderal Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, mengatakan data dari Badan Narkotika Nasional pada 2008, untuk di DKI Jakarta saja sekitar 1.500 anak adalah pengguna narkoba. Usia mereka rata-rata di bawah 18 tahun (Republika, Kamis, 30 Juli 2009. hlm.3)

Syamsu Yusuf LN (2009 : 31-33), menyebutkan beberapa kasus penyimpangan perilaku remaja kita, diantaranya sebagai berikut.

1. Dadang Hawari (Pikiran Rakyat, 5 Juli 1999) mengemukakan bahwa dewasa ini Indonesia tidak lagi menjadi tempat transit, tetapi sudah menjadi pasar peredaran narkotika, alkohol, dan zat adiktif yang cukup memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 1995, jumlah pasien penderita ketergantungan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti : ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu) sudah mencapai 130.000 jiwa. Dengan asumsi itu, maka jumlah pengguna NAPZA diperkirakan sudah mencapai nilai yang cukup fantastis, yaitu sebesar 130 miliar rupiah (Rp. 130.000.000.000,-).

2. Sembilan pelajar SLTA kelas III (7 puteri dan 2 putera) di salah satu sekolah di Jawa Barat telah dikeluarkan dari sekolahnya, karena diketahui telah melakukan a moral, yaitu melakukan praktek prostitusi dengan menggunakan obat-obat terlarang. Bahkan tiga pelajar diantara mereka telah melakukan tindakan yang sangat keterlaluan, yaitu seorang pelajar


(8)

menghamili dua pelajar puteri temannya sendiri (Pikiran Rakyat, 24 Agustus 1995).

3. Menurut Tim Peneliti Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, jumlah anak gadis yang berkunjung ke diskotik lebih banya dari anak laki-laki. Dari 200 responden dalam riset ”Minat remaja pada musik disko, profil remaja pengunjung diskotik”, ternyata jumlah anak gadis sebanyak 56 %. Mereka berkunjung ke diskotik untuk menemukan ekspresi diri, identifikasi diri, disamping sebagai hiburan karena merasa tidak betah di rumah. Umumnya diskotik buka pukul 23.00 sampai 02.00 dinihari. Dalam ruangan yang remang-remang itulah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, mulai dari coba-coba obat keras sampai akhirnya ketagihan, lalu hamil diluar nikah dan kemudian aborsi (Pikiran Rakyat,September 1995).

Menurut Abdul Razak dan Wahdi Sayuti (2006 : 22-24), Penyebab penyalahgunaan narkoba di antaranya adalah :

1. Faktor individu

Faktor individu merupakan salah satu bagian dari penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja. Hal ini biasanya dapat dilihat dari kecenderungan sifat remaja yang ”suka” memberontak terhadap aturan dan norma (ia ingin kebebasan), serta mulai munculnya sifat ”penasaran” dan ingin mencoba sesuatu yang baru. Apalagi kalau sudah terprovokasi rayuan teman pergaulan, rasa penasaran ini akan selalu timbul. Masa ini merupakan masa untuk mencari identitas diri, banyak remaja yang


(9)

menafsirkan ”identitas diri” dengan cara-cara yang negatif. Contoh, pergaulan bebas/free sex, minum-minuman keras, dsb.

2. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan remaja menjadi bagian yang tidak bisa diabaikan dalam konteks mempengaruhi remaja untuk mengkonsumsi atau menyalahgunakan narkoba/NAPZA. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan tingkah laku remaja, baik lingkungan positif (bergaul dengan teman-teman yang baik), maupun negatif (bergaul dengan teman-teman nakal).

3. Faktor ketersediaan narkoba/NAPZA

Tidak bisa dipungkiri bahwa ketersediaan dan mudahnya mendapatkan narkoba/NAPZA bagi remaja menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba atau NAPZA di kalangan remaja.

Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1973:12) dalam Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan (2008:142-143) mengemukakan bahwa masalah dekadensi moral (delinquency) disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat; keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik; pendidikan moral tidak terlaksana menurut semestinya, baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat; dijualnya dengan bebas berbagai alat kontrasepsi; dan iklim keluarga yang tidak harmonis. Faktor-faktor tersebut secara sistematis digambarkan seperti bagan di bawah ini.


(10)

PERILAKU MENYIMPANG (DELINQUENCY)

Gambar 1. 6 Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku menyimpang (Syamsu Yusuf dan A.Juntika Nurihsan (2008 : 143)

Para aktor atau pelaku dari fakta-fakta yang disebutkan di atas adalah siswa-siswi SMP maupun MAN/SMA. Mereka mudah sekali terpengaruh oleh teman maupun lingkungan. Ada satu ungkapan yang ingin mereka tampilkan ke khalayak umum yakni eksisitensi diri.

Imam al Ghazali mengatakan : Anak amanat bagi orang tuanya, hatinya bersih, suci, dan polos. Kosong dari segala ukiran dan gambaran. Anak akan selalu menerima segala yang diukirnya, dan akan cenderung

Keadaan Masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi

sosial, ekonomi, maupun politik

Suasana rumah tangga yang kurang baik

Banyaknya tulisan, gambar, siaran, dan kesenian yang tidak mengindahkan dasar dan

tuntutan moral

Tidak ada atau kurangnya markas-markas bimbingan dan

penyuluhan (konseling) bagi anak-anak dan pemuda

Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang, dengan cara yang baik dan yang

membawa kepada pembinaan moral

Diperkenalkannya secara popular obat-obat dan

alat-alat anti hamil Pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya,

baik di rumah tangga, sekolah maupun masyarakat


(11)

terhadap apa saja yang mempengaruhinya. Maka apabila dia dibiasakan dan diajarkan untuk melakukan kebaikan, niscaya anak akan menjadi bibit unggul yang InsyaAllah bermanfaat bagi orang tua, masyarakat, bangsa, maupun agama. Namun sebaliknya apabila anak dibiasakan untuk melakukan kejahatan dan ditelantarkan bagaikan binatang liar, sengsara, dan celakalah dia. Dosanya akan ditanggung langsung oleh kedua orang tuanya sebagai penanggung jawab dari amanat Allah SWT. Allah berfirman dalam al Qur’an surat at Tahrim ayat 6 :

֠

֠

!"# $

%&'() $

*+

#

ִ).

֠

/0

0 1

2 +

ִ3

45

67' 8

9 : <

7'

=/>

9

@.

ִ

AB

C DE(

F

) G

$

C

4"

C /H:I(:

J K

”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Para ulama salaf sangat menyadari pentingnya pendidikan akhlak anak, karena itu mereka benar-benar serius dalam mendidik anak-anak mereka agar mereka dapat memiliki akhlak yang luhur. Perhatian yang besar terhadap pembinaan akhlak ini karena dengannya menghasilkan hati yang terbuka, dan hati yang terbuka menghasilkan kebiasaan yang baik, dan kebiasaan yang baik, menghasilkan perangai yang terpuji, dan perangai yang terpuji


(12)

menghasilkan amal saleh, dan amal saleh menghasilkan ridha Allah SWT, dan ridha Allah SWT menghasilkan kemuliaan yang abadi.

Sebaliknya akhlak yang buruk menghasilkan hati yang rusak, dan hati yang rusak menghasilkan kebiasaan yang buruk, dan kebiasaan yang buruk menghasilkan perangai yang tidak terpuji, dan perangai yang tidak terpuji menghasilkan amal yang buruk, dan amal yang buruk menghasilkan murka Allah SWT, dan murka Allah menghasilkan kehinaan yang abadi.

Itulah pentingnya agama bagi manusia. Menurut Jalaludin (2007 : 285-287), masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk di dalamnya adalah dunia remaja. Lebih lanjut Jalaludin menjelaskan fungsi agama dalam kehidupan bermasyarakat antara lain:

1. Berfungsi Edukatif

Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh (memerintahkan manusia untuk berbuat kebaikan/akhlak mahmudah) dan melarang (melarang manusia untuk berbuat keburukan/akhlak madzmumah).

2. Berfungsi Penyelamat

Di mana pun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat. Contoh, selamat dalam bekerja, selamat dalam perjalanan, dsb. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang


(13)

diajarkan oleh agama, yaitu selamat untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

3. Berfungsi sebagai Pendamaian

Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seseorang pelanggar telah bertaubat. Taubat merupakan komitmen manusia/individu untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak diperbolehkan dalam dogma agama

4. Berfungsi sebagai sosial Control

Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok.

5. Berfungsi sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas

Para penganut agama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan. Perbedaan pendapat, perbedaan suku, bahasa, bangsa, warna kulit menjadi rahmat bagi manusia semesta alam.

6. Berfungsi Transformatif

Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Contoh, Umar bin Khaththab dapat merubah sikapnya secara


(14)

total. Sebelum memeluk agama Islam, Ia sangat memusuhi Rasulullah beserta seluruh pengikutnya. Setelah memeluk Islam, Ia menjadi penganut yang taat.

7. Berfungsi kreatif

Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain.

8. Berfungsi Sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukhrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi.

Lebih lanjut Sofyan S. Willis (2007 : 38), menjelaskan :

Agama amat menyentuh iman, taqwa, dan akhlak. Jika iman kuat maka ibadah akan lancar termasuk berbuat baik dengan sesama manusia, karena telah terbentuk akhlak yang mulia. Dengan kata lain kuatnya iman, lancarnya ibadah, serta baiknya akhlak, akan memudahkan seorang individu untuk mengendalikan dirinya dan untuk selalu beramal terhadap masyarakat dan alam sekitar.

Berkenaan dalam pembinaan akhlak, Allah SWT telah mengutus seorang Rasul yang tugas utamanya adalah untuk menyempurnakan akhlak. Sebagaimana dalam sabdanya :

Sungguh aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia” (HR Bukhari dan Ahmad; hadits sahih).

Hadits di atas dapat ditafsirkan bahwa akhlak merupakan fondasi paling dasar dalam mendidik, membina, membimbing perkembangan anak. Orang yang dalam dirinya tertanam akhlakul karimah/akhlak mulia, ia akan merasakan ketenangan dan ketentraman dalam hidup ini.


(15)

Hal ini diperkuat dengan firman Allah SWT dalam al Qur’an surat al Qalam ayat 84.

ִL #&M

NO7Pִ

:1

QR

' S

TU. !

JK

Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Berawal dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai perilaku menyimpang (akhlak tercela/akhlak madzmumah) siswa. Menurut Schneider (1964) perilaku menyimpang disebut dengan maladjustment, serta menyusun strategi konseling individual berbasis nilai-nilai Al Qur’an yang dapat membumikan akhlak mulia khususnya bagi siswa di sekolah SMP Negeri 10 Cipocok Jaya Kota Serang dan umumnya bagi lingkungan luar sekolah.

Menurut guru bimbingan dan konseling ibu SI, menerangkan bahwa ada beberapa siswa kelas VIII yang berpotensi memiliki perilaku menyimpang (akhlak tercela/akhlak madzmumah/maladjustment), diantaranya :

1. Ada siswa yang senang memegang, merangkul siswi perempuan (pelecehan seksual). Perbuatan tersebut dilakukan di tempat umum.

2. Ada siswi yang ikut geng motor. 3. Ada siswi suka berbohong.

Penjelasan tersebut di atas, diperkuat pula oleh informasi dari wali kelas ibu EK, bahwa apa yang disampaikan oleh guru bimbingan dan konseling adalah benar adanya.


(16)

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel siswa kelas VIII D di Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Cipocok Jaya Jalan Bhayangkara Kota Serang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, muncul permasalahan penelitian, yakni:

1. Seperti apa profil akhlak siswa-siswi SMP Negeri 10 Cipocok Jaya? 2. Seperti apa rumusan strategi konseling individual yang dapat

mengembangkan akhlak mulia siswa?

3. Bagaimana efektifitas strategi konseling individual berbasis nilai-nilai Al Qur’an untuk mengembangkan akhlak mulia siswa?

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian pasti memiliki tujuan. Adapun penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti adalah untuk :

1. Mengetahui profil akhlak siswa SMP Negeri 10 Cipocok Jaya

2. Merancang strategi konseling individual yang dapat mengembangkan akhlak mulia siswa.

3. Menggambarkan keefektifan strategi konseling individual berbasis nilai-nilai Al Qur’an untuk mengembangkan akhlak mulia siswa.


(17)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Untuk memperluas wawasan pengetahuan terutama tentang perkembangan akhlakul karimah/akhlakmulia di kalangan siswa/siswi.

2. Menjelaskan strategi dasar konseling berbasis nilai-nilai Al Qur’an. Strategi konseling berbasis nilai-nilai Al Qur’an mengacu pada surat An Nahl ayat 125 yaitu melalui al hikmah, mau’izhoh hasanah (pelajaran-pelajaran atau i’tibar) dan mujadalah (diskusi dan tanya jawab).

3. Menjelaskan keefektifan penggunaan strategi konseling individual berbasis nilai-nilai Al Qur’an.

4. Untuk memperluas wawasan pengetahuan terutama tentang perkembangan akhlakul karimah dikalangan siswa. Terutam bagi kepala sekolah, para guru, wali kelas, maupun guru bimbingan dan konseling.

5. Dapat membuka hati para orang tua dalam mendidik dan mengawasi putra/putrinya dari pergaulan yang bisa merusak masa depannya karena terjerumus pada perilaku akhlakul madzmumah/akhlak tercela. Orang tua dapat lebih berhati-hati dan waspada dalam membimbing anak-anaknya dari hal-hal yang tidak diinginkan.

E. Asumsi Penelitian


(18)

a. Setiap siswa yang dalam dirinya telah tertanam akhlakul karimah cenderung berperilaku positif dalam kehidupannya, baik di sekolah, keluarga maupun di masyarakat. Akhlakul karimah/akhlak mulia merupakan barometer bagi kepribadian seseorang.

b. Layanan konseling individual berbasis nilai-nilai Al Qur’an berorientasi pada pengembangan akhlak mulia sebagai fitrah manusia. Pada hakikatnya dalam diri manusia terdapat potensi untuk berperilaku kefasikan/fujur dan berperilaku takwa.

c. Agar layanan konseling individual dapat berjalan dengan baik, maka seorang konselor di samping memiliki kompetensi bimbingan dan konseling secara umum, seyogianya juga memiliki kompetensi di bidang keagamaan.

d. Strategi konseling mau’izhoh hasanah dan mujadalah dianggap lebih cocok dalam menyelesaikan permasalahan konseli. Karena kedua strategi tersebut lebih sesuai dengan alam pikiran para siswa.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (qualitative research). Menurut Nana Syaodih (2007 : 60) penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.

Lebih lanjut Nana Syaodih menjelaskan bahwa penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkap


(19)

(to describe and explore) dan kedua, menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).

Menurut Lincoln and Guba (1985) dalam Nana Syaodih (2007 : 60-61) melihat penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bersifat naturalistik. Penelitian ini bertolak dari paradigma naturalistik, bahwa ”kenyataan itu berdimensi jamak, peneliti dan yang diteliti bersifat interaktif, tidak bisa dipisahkan, suatu kesatuan terbentuk secara simultan, dan bertimbal balik, tidak mungkin memisahkan sebab dengan akibat, dan penelitian ini melibatkan nilai-nilai.

Dalam melakukan penelitian terhadap ketiga kasus tersebut, peneliti akan berusaha semaksimal mungkin untuk menggali informasi selengkap-lengkapnya baik dengan caara wawancara kepada guru bimbingan dan konseling, wali kelas, dan teman sebaya. Selain wawancara peneliti juga akan melengkapi data dengan cara observasi di sekolah maupun melalui studi dokumentasi.

G. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 kota Serang. Adapun kasus yang akan diteliti adalah siswi yang ikut geng motor, siswa yang suka memegang, memeluk siswi secara terang-terangan di tempat umum (pelecehan seksual), siswi yang suka berbohong.

Diharapkan dari hasil penelitian ini para konseli dapat meninggalkan kebiasaan-kebiasaannya berperilaku tidak baik (akhlak tercela/akhlak madzmumah), yaitu: ikut geng motor, melakukan pelecehan seksual, dan suka


(20)

berbohong, dan merubahnya ke perilaku yang baik. Diharapkan pula agar para konseli lebih konsentrasi/fokus menatap masa depannya, agar segala yang dicita-citakannya dapat tercapai, serta tidak tergoda oleh rayuan-rayuan yang akan membuat para konseli menyesal di akhir nanti. Konselor pun berharap para konseli dapat memahami makna hidup di dunia ini, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah SWT.

H. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penelitian ini terdiri dari BAB I. Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode penelitian, subyek penelitian, sistematika penulisan. BAB II. Kajian teoritik terdiri dari : A) Kerangka Teoritis Konseling meliputi; Konsep Dasar, Pengertian Konseling, tujuan konseling, Azas-azas bimbingan dan konseling, Prosedur dasar, Teknik dan Keterampilan Konseling, meliputi; Pengertian Konseling Individual, Macam-macam teknik konseling individual terdiri dari (perilaku attending, empati, refleksi, eksplorasi, menangkap pesan utama, bertanya untuk membuka percakapan, bertanya tertutup, dorongan minimal, interpretasi, mengarahkan, menyimpulkan sementara, memimpin, fokus, konfrontasi, menjernihkan, memudahkan, diam, mengambil inisiatif, memberi nasihat, pemberian informasi, merencanakan, menyimpulkan). B) Landasan Konseling Qur’ani, meliputi; Hakekat manusia menurut Al-Qur’an, Fungsi agama, Menggambarkan Akhlakul karimah, meliputi; Definisi Akhlak, Kedudukan dan Keistimewaan Akhlak dalam Islam, Faktor-Faktor yang


(21)

Mempengaruhi Akhlak Mulia terdiri dari (Keluarga, teman sepermainan, masjid, madrasah, media informasi), Cara Mengembangkan Akhlak Mulia terdiri dari (Selalu Memohon Pertolongan Allah SWT , ikhlas, mempelajari akidah yang benar, menuntut ilmu, mempelajari Al Qur’an memperbanyak amal saleh, persepsi yang salah terhadap akhlak orang barat, bercita-cita tinggi, mengikuti ajaran Nabi SAW, berdoa, berteman dengan orang-orang saleh, mengambil pelajaran dan pengalaman dari orang lain, introspeksi diri, bersungguh-sungguh, mencermati akibat akhlak tercela, mengingat mati dan takut su’ul khotimah, membayangkan nikmat surga dan azab neraka. C) Strategi Dasar Konseling Qur’ani, meliputi; Tujuan konseling dalam Islam, Landasan konseling dalam Al Qur’an, Kompetensi Konselor Islami. BAB III. Mengenai Rancangan penelitian yang terdiri dari lokasi dan subyek penelitian, Metode penelitian, Data yang dibutuhkan, Teknik dan Instrumen Pemahaman Kasus, Sumber Data, Tahap-Tahap konseling terdiri dari (tahap pra konseling, tahap konseling, dan tahap pasca konseling). Indikator keberhasilan konseling individual terdiri dari (Konseli Merasa Menyesal Atas Perbuatan yang Telah Dilakukan, Konseli Termotivasi Untuk Berubah, Konseli Meminta Nasihat, Konseli malu untuk mengulangi perbuatannya). BAB IV. Proses dan Keberhasilan Konseling Individual, terdiri dari : Deskripsi karakteristik konseli, pembahasan. BAB V. Kesimpulan implikasinya yang berisi tentang penafsiran hasil analisis (kasus AO, kasus MIG, kasus HN, dan Rekomendasi.


(22)

ABSTRAK

KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian


(23)

E. Asumsi

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Kerangka Teoritis Konseling B. Landasan Konseling Qur’ani

C. Prosedur Konseptual Konseling Berbasis Al-Qur’an D. Kerangka Teoritis Konseling Individual

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian B. Data Yang Dibutuhkan C. Instrumen Penelitian D. Sumber Data

E. Tahap-Tahap Penelitian F. Definisi Operasional

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Hasil Penelitian

B. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan


(24)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(25)

BAB III

RANCANGAN PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Sesuai dengan dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk melihat persoalan yang sedang dihadapi oleh siswa secara utuh, peneliti melihat obyek secara naturalistik dan holistik. Peneliti akan mencoba menggali data dan informasi secara mendalam agar penelitian dapat memberikan hasil sesuai yang diharapkan.

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 10 Serang, dengan alasan bahwa di sekolah ini masih ditemukan adanya siswa yang memiliki perilaku menyimpang (maladjustment). Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling kelas VIII (ibu Sularti, M. Pd), wawancara dengan wali kelas VIIID (ibu Esih Kurnaisih, S. Ag).

Kasus yang digunakan bersifat purposif (purposive sample). Kasus ini dipilih karena memang kaya akan sumber informasi tentang kasus-kasus atau gejala-gejala yang akan diteliti. Kelebihan dari sampel purposif (purposive sample) adalah dari sedikit kasus yang diteliti dengan sungguh-sungguh dan mendalam akan banyak memberikan pemahaman tentang topik yang akan dibahas.

Pada tahap selanjutnya peneliti menentukan siswa yang menjadi subyek penelitian. Ada tiga kasus berbeda yang akan peneliti lakukan. Ketiga kasus


(26)

tersebut adalah siswi ikut geng motor, memegang/merangkul siswi secara terang-terangan, berkata kasar dan suka berbohong. Peneliti meneliti ketiga kasus tersebut, karena dianggap cukup menarik untuk diteliti. Pada kasus geng motor, yang ikut menjadi anggota adalah diantaranya seorang siswi/perempuan dan baru kelas VIII. Pada kasus pelecehan seksual (memegang perempuan) pelakunya sama masih kelas VIII, ia masih dalam kategori di bawah umur, sedangkan untuk kasus siswi suka berbohong, peneliti tertarik karena bohong merupakan perbuatan yang berpotensi untuk ”menyesatkan” informasi/berita yang disampaikan, kalau sifat ini tidak diubah akan sangat tidak membawa dampak yang positif bagi perkembangan konseli ke depannya.

B. Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode study kasus. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2007 : 77-78), study kasus (case study) merupakan metode untuk menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan sesuatu kasus. Sesuatu dijadikan kasus biasanya karena ada masalah, kesulitan, hambatan, penyimpangan, tetapi bisa juga sesuatu dijadikan kasus meskipun tidak ada masalah, malahan dijadikan kasus karena keunggulan atau keberhasilannya. Studi kasus (case study) merupakan kegiatan penelitian yang berusaha menggali informasi kasus/permasalahan secara mendalam sampai ke akar-akarnya (baca : permasalahan/kasus) sehingga akan di dapatkan data yang lengkap untuk menyelesaikan kasus yang sedang dihadapi konseli.


(27)

Bagan l 3. 1 Tahap alur Penelitian

1

Menentukan Kasus

3

Studi Pendahuluan, pengumpulan data untuk memahami kasus-kasus dengan karakteristik masing-masing, meliputi

1. siswi ikut geng motor

2. siswa melakukan pelecehan seksual 3. siswi suka berbohong

4

Kegiatan persiapan/pra konseling

1. Merancang tindakan-tindakan yang akan dilakukan dalam setiap tahapan konseling individual

2. Merancang jadwal pelaksanaan konseling individual

3. Membuat kesepahaman pelaksanaan konseling dengan konseli 4. Menyiapkan alat perekam dan pencatatan proses konseling

individual

5. Berkoordinasi dengan guru bimbingan dan konseling di SMPN 10 Kota Serang

2 Kajian Kasus 1. Hasil Wawancara 2. Studi Dokumentasi 3. Hasil Pengamatan

5

Pelaksanaan konseling individual a. Pembukaan

b. Tahap kerja/inti c. Penutup

d. Tindak lanjut

6

Tahap Pelaporan/Pasca konseling 1. Deskripsi proses dan

keberhasilan konseling individual

2. Pembahasan kasus perkasus 3. Kesimpulan dan rekomendasi


(28)

C. Data Yang Dibutuhkan

Dalam penelitian ini peneliti akan menggali data-data sebagai berikut:

1. Mengungkap pikiran, sikap konseli tentang perilaku menyimpang yang telah dilakukan.

2. Bagaimana perasaan konseli setelah melakukan perbuatan itu.

3. Perilaku menyimpang yang telah dilakukan konseli menurut teman sebaya. 4. Perilaku menyimpang yang telah dilakukan konseli menurut guru bimbingan

dan konseling.

D. Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian tentang strategi konseling individual berbasis nilai-nilai Al Qur’an untuk mengembangkan akhlak mulia siswa adalah peneliti sendiri. Agar hasil penelitian lebih akurat, peneliti dalam mengumpulkan data di lapangan melalui tiga cara, yaitu.

1. Wawancara

Dalam hal ini peneliti akan langsung berkomunikasi dengan konseli. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data pendahuluan terhadap permasalahan yang akan diteliti.

Lincoln dan Guba (1985 : 256) dalam Lexy J. Moleong (1996 : 135), menjelaskan maksud mengadakan wawancara antara lain : mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan


(29)

demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data secara mendalam tentang kasus yang sedang dialami siswa. Data yang akan digali diantaranya adalah tentang permasalahan sosial siswa (mengapa siswi AO sampai terlibat geng motor, mengapa siswa MIG melakukan pelecehan seksual, dan mengapa siswi HN suka berbohong), permasalahan belajar (dari ketiga kasus yang di teliti prestasi belajar mereka sama-sama turun. Berdasarkan hasil rapot semester satu kemarin, nilainya turun dibandingkan dengan nilai rapot semester dua kelas tujuh), permasalahan pribadi (mengenai keadaan keluarga konseli, mengenai perubahan perilaku siswa/siswi ke arah maladjustment/akhlak tercela). Wawancara ini pun berguna untuk melengkapi data yang tidak diperoleh dalam observasi.

2. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah setiap bahan tertulis ataupun film yang dijadikan sumber acuan dalam suatu penelitian.

Studi dokumentasi dalam penelitian ini berupa catatan perkembangan siswa, terdiri dari buku raport hasil belajar, catatan wali kelas, catatan guru bimbingan dan konseling, dan absensi siswa. Studi dokumentasi digunakan


(30)

sebagai pendukung/pelengkap dalam mengumpulkan data-data bagi ketiga kasus siswa/siswi.

3. Observasi

Dalam penelitian ini observasi sangat di perlukan, terutama untuk mengetahui perubaham perilaku/sikap para konseli setelah konseling selesai dilaksanakan/pasca konseling. Dalam proses observasi, peneliti akan langsung mengamati perilaku/sikap para konseli, di samping itu peneliti juga melibatkan guru bimbingan dan konseling dan wali kelas untuk melakukan observasi.

Sutrisno Hadi (1986) dalam sugiyono (2008 : 145) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu yang kompleks, suatu proses yang tersusun dan pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Instrumen penelitian observasi ini dianggap perlu oleh peneliti/konselor, dikarenakan untuk memperkaya/melengkapi data-data yang sudah didapatkan dari hasil wawancara dan studi dokumentasi.

Pengamatan yang dilakukan mengacu pada tiga cara yang dilakukan Spradley (Dominicus Tinus, 1993 : 40) dalam Elisabeth Setiawati (2006 : 57). Pertama,

descriptive observations yaitu observasi yang mengungkap secara deskriptif tentang kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah khususnya konseling yang diselenggarakan oleh guru pembimbing. Kedua, focus observations yaitu observasi yang dilakukan untuk memahami aspek-aspek yang sifatnya spesifik dalam pokok permasalahan penelitian, yaitu kasus-kasus perilaku


(31)

menyimpang siswa. Ketiga, selective observations yaitu mengamati secara selektif pokok permasalahan penelitian dengan memberikan fokus perhatian yang tinggi terhadapnya yang pada akhirnya diadakan analisis terhadap data yang terkumpul.

E. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah para siswa yang memiliki permasalahan. Kasus-kasus yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Siswi yang ikut geng motor.

2. Siswa yang suka memegang, memeluk lawan jenis dengan sengaja di tempat umum.

3. Siswi yang suka berbohong.

Sedangkan informasi yang dijaring untuk melengkapi data diperoleh dari guru bimbingan dan konseling melalui wawancara (lampiran 1), wali kelas melalui wawancara (lampiran 2), dan melihat arsip dokumentasi perkembangan siswa yang diteliti, maupun dengan wawancara dari para siswa (teman sebaya) yang memiliki kedekatan dengan para konseli (lampiran 3). AdapunTeman sebaya yang dimaksud berinisial AD teman akrab AO, EL teman sekelas HN dan MIG. Sedangkan instrumen observasi, dilakukan dengan cara konselor mengamati perilaku konseli sebelum dan sesudah konseling (lampiran 4).

Sumber data penting digunakan dalam kegiatan penelitian. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang mendasar dan mendalam terhadap permasalahan yang akan diteliti. Sebab tanpa adanya sumber data yang jelas,


(32)

peneliti akan kesulitan untuk mengungkap kasus yang akan di teliti. Untuk lebih jelasnya akan dibuat matrik dalam memperoleh sumber data

Tabel 3.1 tentang Matrik Data No Teknik Aspek Yang

Diungkap Sumber data Bentuk Instrumen Ket

1 Observasi a.perilaku/sikap siswa/siswi sebelum konseling b.Perubahan sikap/perilaku setelah konseling

Guru BK Lampiran 4

2 Wawancara a. Latar belakang keluarga

konseli

b. Prestasi belajar konseli

c. Perilaku/akhlak konseli

Guru BK, wali kelas, teman sebaya, konseli

Lampiran 1, 2, 3

3 Dokumentasi Mengungkap dan menganalisis hasil

Catatan wali kelas,


(33)

belajar dan perilaku siswa

catatan guru BK, dan absensi siswa

F. Tahap-Tahap Konseling

Agar pelaksanaan penelitian/konseling dapat berjalan lancar dan sukses, maka peneliti/konselor mengkalisifikasikan/mengelompokkan ke dalam tiga tahapan. Tiga tahapan dalam penelitian/konseling individual ini terdiri dari tahap pra konseling (tahap sebelum konseling), tahap konseling (tahap proses konseling), dan tahap pasca konseling (tahap sesudah konseling). Ketiga tahap tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Pra Konseling

Tahap pra konseling merupakan tahap awal dalam penelitian. Seorang konselor harus betul-betul mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan konseling. Hal-hal yang akan dilakukan pada tahap ini adalah:

a. Merancang tindakan-tindakan yang akan dilakukan dalam setiap tahapan konseling individual;

b. Merancang jadwal pelaksanaan konseling individual;

c. Membuat kesepahaman pelaksanaan konseling dengan konseli; d. Menyiapkan alat perekam dan perencanaan proses konseling;

e. Berkoordinasi dengan guru bimbingan dan konseling di SMPN 10 Kota Serang


(34)

2. Tahap Konseling

Pada tahap ini proses konseling sedang berlangsung. Hal-hal yang akan dilakukan pada tahap ini adalah,

a. Pembukaan

Pada tahap pembukaan konselor menjalin hubungan rapot dengan konseli. Raport perlu dibangun agar jalannya konseling tidak kaku. Pada tahap ini pula, konselor mencoba untuk mendengarkan, berempati terhadap masalah yang dihadapi konseli, mencoba menangkap pesan utama yang disampaikan konseli b. Penanganan Konseling

Tahap inti merupakan tahap untuk menyelesaikan masalah konseli. Setelah pesan utama di dapatkan pada tahap berikutnya adalah Konselor akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu konseli. Pada tahap ini pula konselor akan memberi nasehat maupun informasi yang dapat merubah perilaku konseli. Pelaksanaan konseling akan dilaksanakan sebanyak empat. Agar permasalahan konseli dapat diselesaikan dengan tuntas. Adapun strategi yang digunakan adalah strategi konseling mau’izhoh hasanah (pelajaran/ii’tibar yang baik) dan strategi Mujadalah (diskusi/debat).

c. Penutup

Pada tahap ini, konselor akan menyimpulkan terhadap proses jalannya konseling. Diharapkan setelah melalui proses konseling beberapa sesi, konseli dapat merubah perilaku/sikap ke arah yang lebih baik/akhlakul karimah. Pada akhirnya kebiasaan-kebiasaan perilaku tercela tersebut dapat ditinggalkan sepenuhnya.


(35)

d. Tindak lanjut

Konselor akan memantau perkembangan konseli. Pengamatan bisa dilakukan langsung oleh konselor, maupun melalui bantuan guru bimbingan dan konseling dan wali kelas.

3. Tahap Pasca Konseling

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam kegiatan konseling. Hal-hal yang akan dilakukan pada tahap ini, yaitu:

a. Membuat deskripsi

Setelah data dari setiap masalah yang diteliti (siswi ikut geng motor, pelecehan seksual, siswi suka berbohong) sudah terkumpul maka konselor akan menganalisa data dan menjelaskan secara rinci masing-masing masalah tersebut.

b. Membuat transkrip konseling

Yang dimaksud transkrip konseling adalah konselor akan membuat naskah percakapan konseling antara konselor dengan konseli. Setiap kasus yang diteliti akan dilaksanakan konseling sebanyak empat kali, tiap-tiap konseling naskahnya berbeda. Skrip/naskah yang dibuat adalah kasus siswi ikut geng motor, kasus siswa suka memegang perempuan/pelecehan seksual, dan kasus siswi suka berbohong.

c. Membahas proses dan keberhasilan setiap kasus

Proses selanjutnya adalah membahas keberhasilan konseling. Pembahasan kasus akan dilakukan dengan teliti, agar kalau terdapat ketidak ccocokan data


(36)

atau kekurangpasan dalam skrip/naskah dapat diperbaiki secepatnya. Agar dalam membahas keberhasilan konseling ini dapat berhasil dengan baik, maka peneliti juga akan melibatkan wali kelas dan guru bimbingan dan konseling untuk diajak berdiskusi.

G. Indikator Keberhasilan Konseling Individual

Untuk mengukur keberhasilan konseling individual, peneliti (konselor) menetapkan beberapa indikator, yaitu:

1. Konseli merasa menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan

Diharapkan setelah mendapatkan konseling, konseli dengan sadar merasa menyesal bahwa apa yang telah ia lakukan ternyata tidak akan memberikan manfaat terhadap dirinya maupun bagi orang lain. Bahkan sebaliknya apa yang telah dilakukan ternyata merugikan diri sendiri maupun merugikan pula orang lain. Kesadaran diri sangat penting, karena tumbuh dari dalam diri konseli, sehingga dalam mengambil sikap/keputusan untuk berubah akan lebih gampang.

2. Konseli termotivasi untuk berubah

Diharapkan para konseli (AO, HN, dan MIG) Setelah mendapatkan konseling dapat merubah perilakunya (ikut geng motor, memegang perempuan/pelecehan seksual, berbohong) tidak mereka lakukan lagi. Di samping itu juga berkaitan dengan prestasi belajar (melihat perbandingan hasil nilai rapot kelas VII semester 2 dengan nilai rapot kelas VIII semester 1 ternyata nilainya menurun), ada beberapa mata pelajaran yang belum


(37)

mencapai ketuntasan. Diharapkan setelah mendapatkan konseling, konseli menyadari dengan sendirinya atas segala perbuatan yang telah dilakukannya ternyata tidak meningkatkan prestasi belajar, tetapi malah sebaliknya nilai mengalami penurunan. Sehingga konseli termotivasi untuk bangkit lebih rajin belajar, lebih bersemangat lagi untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

3. Konseli meminta nasehat

Diharapkan setelah konseling selesai diharapkan dengan kesadaran sendiri konseli meminta saran/nasihat dari konselor terkait dengan masalah yang sedang mereka hadapi. Nasihat dapat berupa motivasi/dorongan ke arah yang lebih baik atau nasihat dalam bentuk konselor memberi jalan keluar atas permasalahan konseli. Nasihat sangat diperlukan bagi konseli, dengan nasihat yang diberikan konselor, konseli akan mendapatkan pencerahan, sehingga ia dapat memberi penilaian sendiri terhadap perbuatan yang telah dilakukannya. 4. Konseli merasa malu untuk mengulangi perbuatannya

Malu adalah sebagian dari iman. Setelah konseli menyadari bahwa apa yang telah dilakukannya itu merupakan perbuatan tercela/akhlakulmadzmumah, maka konseli merasa malu jika mengulanginya lagi. Malu kepada orang lain jika melihat perbuatan konseli, malu terhadap diri sendiri, maupun malu kepada Allah SWT, karena dimana pun konseli bersembunyi tiada seorang pun yang tahu atas perbuatan yang telah dilakukan,namun pasti Allah SWT dengan jelas mengetahuinya, dan takut kepada Allah SWT, bahwa apa yang telah dilakukan konseli, Allah SWT akan memberikan balasan yang setimpal.


(38)

Budaya malu harus selalu diendapkan dalam diri konseli, sebab kalau sudah hilang rasa dalam diri seseorang, pertanda orang tersebut akan merasa enjoy,

biasa-biasa saja, merasa tidak bersalah dan tidak berdosa atas perbuatan yang telah ia lakukan. Contoh, membolos sekolah, mabuk-mabukan, bikin onar di lingkungan sekitar, dsb.


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian kasus para siswa yang dilakukan di SMPN 10 Kota Serang dapat disimpulkan bahwa konseling individualberbasis nilai-nilai Al Qur’an ( bil Hikmah, Mauizhoh hasanah, dan mujadalah) dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang diteliti.

1. Kasus AO yang ikut geng motor, setelah melalui konseling sebanyak empat kali alhamdulillah konseli tidak ikut-ikutan geng motor lagi. Dalam menangani kasus ini, konselor menggunakan strategi konseling mau’izhoh hasanah (pelajaran dan i’tibar) dan strategi mujadalah (diskusi, tanya jawab). Dasar Al Qur’an yang dipakai adalah surat Ar Ra’d ayat 11 dan surat al Mujadilah ayat 11. Dimaksudkan sesuai dengan pemahaman ayat tersebut, kebiasaan konseli ikut geng motor dapat ditinggalkan, ia tidak akan mengulanginya lagi. Surat ar Ra’d ayat 11 mengandung makna pentingnya manusia untuk merubah dirinya ke keadaan yang lebih baik, sedang surat al Mujadilah ayat 11 mengandung makna betapa pentingnya orang yang memiliki ilmu pengetahuan, Allah SWT pun berjanji akan meninggikan orang yang berilmu beberapa derajat.

2. Kasus MIG (melakukan pelecehan seksual). Konseling menggunakan Surat Al Isra ayat 32, dan surat al Mujadilah ayat 11. Maksudnya sama seperti kasus


(40)

AO. Sedangkan surat al Isra ayat 32, mengandung pesan jelas agar manusia jangan mendekati zina. Termasuk perilaku MIG, memegang lawan jenis sudah termasuk kategori mendekati zina. Sehingga setelah mendapatkan nasehat/saran dari konselor, konseli tidak melakukannya lagi. Setelah melalui konseling sebanyak empat kali, alhamdulillah perilaku konseli yang suka memegang lawan jenis dapat ditinggalkan. Konseli sudah dapat memaknai pentingnya sikap hormat-menghormati, pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan, penting memelihara akhlak mulia dengan lawan jenis, sesama teman saling sayang menyayangi dalam persahabatan. Namun dalam hal semangat/motivasi belajar perkembangan konseli belum menunjukkan perubahan signifikan. Hal ini terlihat dari tingkat kehadiran konseli di sekolah. Konseli terkadang tidak masuk sekolah tanpa adanya alasan yang jelas. Ketika wali kelas menanyakan hal tersebut, banyak sekali alasan yang disampaikan (bangunnya kesiangan, masih ngantuk, malas sekolah, dsb). Jawaban tersebut menunjukkan bahwa tanggung jawab sebagai siswa belum dapat dijalankan dengan baik. Strategi konseling yang dipakai sama dengan kasus konseli AO, yaitu strategi mau’izhoh hasanah (pelajaran dan i’tibar) dan strategi mujadalah (diskusi, tanya jawab).

3. Kasus HN (suka berbohong). Konseling menggunakan Surat al Ahzab ayat 24, dan Surat Al Mujadilah ayat 11. Dalam menyelesaikan kasus HN ini, konselor melakukan konseling sebanyak empat kali. Berdasarkan laporan dari guru bimbingan dan konseling dan wali kelas, tingkat kebohongan HN sudah


(41)

masuk kategori serius, dan perlu segera ditangani. Salah satu contohnya adalah HN dengan berani dan tenangnya meminta iuran adik-adik kelasnya untuk membeli alat-alat kebersihan sekolah, setelah uang terkumpul malah digunakan jajan bukan untuk membeli alat-alat kebersihan. Konselor menyebut kasus HN masuk kategori serius, dengan alasan HN usia masih dibawah umur, tetapi sudah berani berbohong menggelapkan uang adik-adik kelasnya. Melalui beberapa sesi konseling, alhamdulillah konseli dapat mengurangi kebiasaan berbohong. Ia sudah memahami makna sebuah kejujuran. Strategi konseling yang dipakai sama dengan kasus konseli AO, yaitu strategi mau’izhoh hasanah (pelajaran dan i’tibar) dan strategi mujadalah (diskusi, tanya jawab).

B. Keterbatasan dan Rekomendasi Penelitian 1. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya : a. Subyek yang diteliti hanya tiga kasus, sehingga hasil dari peneliti baru

sebatas kasus-kasus tersebut.

b. Strategi kasus hanya dua yaitu mau’izhoh hasanah dan mujadalah, sehingga hasil penelitian belum maskimal.

c. Peneliti bukan berlatar pendidikan S1 bimbingan dan konseling, hal ini mengakibatkan keterbatasan pengetahuan landasan teori-teori dasar konseling


(42)

d. Karena landasan teori-teori konseling terbatas, menyebabkan kompetensi konselor dalam melakukan proses konseling masih perlu ditingkatkan lagi.

2. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka peneliti menyampaikan beberapa rekomendasi

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan penelitian ternyata strategi konseling berbasis nilai-nilai Al Qur’an cukup berhasil. Oleh karena itu bagi guru bimbingan dan konseling seyogianya mengimplementasikan strategi tersebut dalam upaya mengembangkan akhlak mulia siswa. Namun sebelum melakukan konseling tersebut guru bimbingan dan konseling perlu memahami : Nilai-nilai Islam yang terkait dan konsep Islam tentang akhlak mulia, dan ketrampilan konseling individual.

2. Rekomendasi untuk kepala sekolah

Bagi kepala sekolah untuk memfasilitasi guru bimbingan dan konseling agar dapat melaksanakan konseling individual berbasis nilai-nilai Al Qur’an, sebaiknya menyelenggarakan workshop khusus tentang ini.

3. Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya

Penelitian dengan menggunakan metode studi kasus (case study), merupakan kegiatan penelitian yang menarik dilakukan, karena dalam penelitian ini, peneliti akan menggali data secara holistik dan naturalistik. Salah satu cara


(43)

untuk mendapat data-data adalah dengan fasilitas kamera/handycam. Setelah data-data terkumpul dengan lengkap akan memudahkan bagi peneliti untuk mengungkap permasalahan yang diteliti dan dapat menemukan jalan keluarnya dengan baik. Salah satu. Namun, pada kenyataannya ketika sedang terjadi proses penelitian/konseling dilakukan shooting, ternyata akan mempengaruhi jalannya konseling. Pertanyaan dari konselor dan jawaban dari konseli juga berpengaruh. Oleh karena itu di sarankan pada peneliti selanjutnya, agar kalau menggunakan fasilitas kamera dan sejenisnya sebaiknya dapat dirahasiakan/tidak kelihatan, sehingga tidak akan mempengaruhi jalannya konseling/penelitian. Di samping itu, bagi peneliti selanjutnya bisa memperluas sampel dan masalah yang berbeda, sehingga akan didapatkan penelitian yang lebih lengkap dan mendalam yang akan menunjang bagi dunia bimbingan dan konseling.

4. Rekomendasi bagi para orang tua/wali murid

Anak merupakan amanah yang di berikan Allah, artinya amanah berupa putra/putri harus di didik dengan sebaik-baiknya. Orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sedangkan bapak/ibu guru di sekolah bertugas membimbing,mendidik,melatih, mengarahkan potensi anak dengan sebaik-baiknya, tetapi tugas itu semua di batasi oleh waktu dari pagi sampai siang atau sore. Setelah itu anak akan kembali lagi dalam lingkungan keluarga. Anak merupakan investasi amal yang sangat berharga, oleh karena itu kewajiban orang tua adalah mendidik, menjaga, mengawasi, memfasilitasi potensi anak dengan sebaik-baiknya.


(44)

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Razak dan Wahdi Sayuti.(2006). Remaja dan Bahaya Narkoba. Jakarta: Prenada Media.

_____ . (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Ahmad Juntika Nurihsan. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.

Al Qur’an dan Terjemahnya. Kerajaan Saudi arabia

Aunur Rahim Faqih. (2001). Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: LPPAI

Diana Septi Purnama. (2008). Program Bimbingan Pengembangan Karakter Moral Bagi Santri. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan Dzikron Abdullah. (1988). Metodologi Dakwah. Fakultas Dakwah IAIN

Walisongo Semarang.

Eisabeth Setiawati. (2006). Kemampuan Guru Pembimbing Dalam

Melaksanakan Proses Konseling Individual. Tesis SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan

Hamdani Bakran Adz-Dzaky. (2008). Konseling dan Psikoterapi Islam. Jogyakarta: Al-Manar

Haryatmoko. (2004). Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: Kompas http://aliasppd.com/pengertianakhlak.htm

http://ibnuabdulaziz.multiply.com/reviews/item/12

Humaidi Tatapangarsa. (1980). Akhlak yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu. Jalaludin (2007). Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lydia Harliana Martono dan Satya Joewana. (2006). Menangkal Narkoba dan Kekerasan. Jakarta: Balai Pustaka.


(46)

M. Abdul Quasem. (1988). Etika Al Ghazali. Bandung: Pustaka

M.Quraish Shihab.(2004). Tafsir Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’a. Jakarta: Lentera Hati.

Muhammad Arifin Ilham. (2010). Hikmah : Akibat Zina, Republika. Jakarta: hal.1

Muhammad Nur Abdul Hafizh. (1998). Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Bandung: Mizan.

Muhammad Utsman Jati. (2005). Psikologi dalam Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia

Nana Syaodih Sukmadinata. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro.

Neng Gustini. (2008). Program Bimbingan dan Konseling untuk

Mengembangkan Akhlak Mulia Siswa Berdasarkan Pemikiran Al Ghazali. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Rizal Yusup Ramdhan. (2006). Pemikiran Al Ghazali Tentang Prinsip-Prinsip Pembinaan Pribadi Mulia. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Radar Bogor, 25 Juli 1999

Radar Banten, Jum’at, 2 Januari 2009

Sofyan S. Willis. ( 2007). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta

Suherman (editor). (2008). Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

Syamsu Yusuf LN. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda.

_____ (2004). Mental Hygiene. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Syamsu Yusuf LN dan A. Juntika Nurihsan. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. , Bandung: Program Pascasarjana UPI dengan Rosda.


(47)

Symsul Rijal Hamid. (2001). Ridho Allah Tergantung Ridho Orang tua. Jakarta: Cahaya Salam.

Hamka. (1983). Tafsir Al Azhar. Jakarta: Panji mas

Tim Dosen Pendidikan Agama Islam. (2006). Islam Doktrin dan Dinamika Umat. Bandung: Value Press.

Uman Suherman. AS (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling, Bekasi: Madani Production

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003.

Wiwit Wahyuning et.al (2004). Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak. Jakarta: Gramedia.


(1)

d. Karena landasan teori-teori konseling terbatas, menyebabkan kompetensi konselor dalam melakukan proses konseling masih perlu ditingkatkan lagi.

2. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka peneliti menyampaikan beberapa rekomendasi

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan penelitian ternyata strategi konseling berbasis nilai-nilai Al Qur’an cukup berhasil. Oleh karena itu bagi guru bimbingan dan konseling seyogianya mengimplementasikan strategi tersebut dalam upaya mengembangkan akhlak mulia siswa. Namun sebelum melakukan konseling tersebut guru bimbingan dan konseling perlu memahami : Nilai-nilai Islam yang terkait dan konsep Islam tentang akhlak mulia, dan ketrampilan konseling individual.

2. Rekomendasi untuk kepala sekolah

Bagi kepala sekolah untuk memfasilitasi guru bimbingan dan konseling agar dapat melaksanakan konseling individual berbasis nilai-nilai Al Qur’an, sebaiknya menyelenggarakan workshop khusus tentang ini.

3. Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya

Penelitian dengan menggunakan metode studi kasus (case study), merupakan kegiatan penelitian yang menarik dilakukan, karena dalam penelitian ini, peneliti akan menggali data secara holistik dan naturalistik. Salah satu cara


(2)

untuk mendapat data-data adalah dengan fasilitas kamera/handycam. Setelah data-data terkumpul dengan lengkap akan memudahkan bagi peneliti untuk mengungkap permasalahan yang diteliti dan dapat menemukan jalan keluarnya dengan baik. Salah satu. Namun, pada kenyataannya ketika sedang terjadi proses penelitian/konseling dilakukan shooting, ternyata akan mempengaruhi jalannya konseling. Pertanyaan dari konselor dan jawaban dari konseli juga berpengaruh. Oleh karena itu di sarankan pada peneliti selanjutnya, agar kalau menggunakan fasilitas kamera dan sejenisnya sebaiknya dapat dirahasiakan/tidak kelihatan, sehingga tidak akan mempengaruhi jalannya konseling/penelitian. Di samping itu, bagi peneliti selanjutnya bisa memperluas sampel dan masalah yang berbeda, sehingga akan didapatkan penelitian yang lebih lengkap dan mendalam yang akan menunjang bagi dunia bimbingan dan konseling.

4. Rekomendasi bagi para orang tua/wali murid

Anak merupakan amanah yang di berikan Allah, artinya amanah berupa putra/putri harus di didik dengan sebaik-baiknya. Orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sedangkan bapak/ibu guru di sekolah bertugas membimbing,mendidik,melatih, mengarahkan potensi anak dengan sebaik-baiknya, tetapi tugas itu semua di batasi oleh waktu dari pagi sampai siang atau sore. Setelah itu anak akan kembali lagi dalam lingkungan keluarga. Anak merupakan investasi amal yang sangat berharga, oleh karena itu kewajiban orang tua adalah mendidik, menjaga, mengawasi, memfasilitasi potensi anak dengan sebaik-baiknya.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Razak dan Wahdi Sayuti.(2006). Remaja dan Bahaya Narkoba. Jakarta: Prenada Media.

_____ . (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Ahmad Juntika Nurihsan. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.

Al Qur’an dan Terjemahnya. Kerajaan Saudi arabia

Aunur Rahim Faqih. (2001). Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: LPPAI

Diana Septi Purnama. (2008). Program Bimbingan Pengembangan Karakter Moral Bagi Santri. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan Dzikron Abdullah. (1988). Metodologi Dakwah. Fakultas Dakwah IAIN

Walisongo Semarang.

Eisabeth Setiawati. (2006). Kemampuan Guru Pembimbing Dalam

Melaksanakan Proses Konseling Individual. Tesis SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan

Hamdani Bakran Adz-Dzaky. (2008). Konseling dan Psikoterapi Islam. Jogyakarta: Al-Manar

Haryatmoko. (2004). Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: Kompas http://aliasppd.com/pengertianakhlak.htm

http://ibnuabdulaziz.multiply.com/reviews/item/12

Humaidi Tatapangarsa. (1980). Akhlak yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu. Jalaludin (2007). Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lydia Harliana Martono dan Satya Joewana. (2006). Menangkal Narkoba dan Kekerasan. Jakarta: Balai Pustaka.


(5)

M. Abdul Quasem. (1988). Etika Al Ghazali. Bandung: Pustaka

M.Quraish Shihab.(2004). Tafsir Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’a. Jakarta: Lentera Hati.

Muhammad Arifin Ilham. (2010). Hikmah : Akibat Zina, Republika. Jakarta: hal.1

Muhammad Nur Abdul Hafizh. (1998). Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Bandung: Mizan.

Muhammad Utsman Jati. (2005). Psikologi dalam Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia

Nana Syaodih Sukmadinata. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro.

Neng Gustini. (2008). Program Bimbingan dan Konseling untuk

Mengembangkan Akhlak Mulia Siswa Berdasarkan Pemikiran Al Ghazali. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Rizal Yusup Ramdhan. (2006). Pemikiran Al Ghazali Tentang Prinsip-Prinsip Pembinaan Pribadi Mulia. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Radar Bogor, 25 Juli 1999

Radar Banten, Jum’at, 2 Januari 2009

Sofyan S. Willis. ( 2007). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta

Suherman (editor). (2008). Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

Syamsu Yusuf LN. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda.

_____ (2004). Mental Hygiene. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Syamsu Yusuf LN dan A. Juntika Nurihsan. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. , Bandung: Program Pascasarjana UPI dengan Rosda.


(6)

Symsul Rijal Hamid. (2001). Ridho Allah Tergantung Ridho Orang tua. Jakarta: Cahaya Salam.

Hamka. (1983). Tafsir Al Azhar. Jakarta: Panji mas

Tim Dosen Pendidikan Agama Islam. (2006). Islam Doktrin dan Dinamika Umat. Bandung: Value Press.

Uman Suherman. AS (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling, Bekasi: Madani Production

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003.

Wiwit Wahyuning et.al (2004). Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak. Jakarta: Gramedia.