PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA KRITIS MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERORIENTAS KARAKTER : Studi Aplikatif Pada Siswa SMA Berlatar Multikultural Di Padangsidimpuan.

(1)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Rumusan Masalah ... 11

1.4 Tujuan Penelitian ... 13

1.5 Asumsi ... 14

1.6 Manfaat Penelitian ... 15

1.7 Defenisi Operasional... 15

1.8 Hipotesis ... 16

1.9 Paradigma Penelitian ... 17

BAB II LANDASAN TEORETIS ... 20

2.1 Paradigma Pendidikan Nasional ... 20

2.2 Hakikat Membaca ... 22

2.2.1 Pengertian Membaca ... 22

2.2.2 Tujuan Membaca ... 26

2.2.3 Proses Membaca ... 28

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca ... 30

2.3 Membaca Kritis ... 36

2.4 Wacana ... 43

2.5 Model Pembelajaran ... 47


(2)

2.6 Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 50

2.6.1 Pengertian Inkuiri Terbimbing ... 50

2.6.2 Ciri-ciri Inkuiri Terbimbing ... 57

2.6.3 Karakteristik Inkuiri Terbimbing ... 59

2.7 Karakter dan Pendididikan Karakter ... 60

2.7.1 Pengertian Karakter ... 60

2.7.2 Pendidikan Karakter ... 61

2.8 Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural ... 67

2.8.1 Pengertian Multikulturalisme ... 67

2.8.2 Pendidikan Multikultural ... 69

2.9 Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter pada Siswa Berlatar Multikultural dalam Membaca kritiswacana ... 74

2.9.1 Tujuan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter pada Siswa Berlatar Multikultural dalam Membaca Kritis ... 74

2.9.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter pada Siswa Berlatar Multikultural dalam Membaca Kritis ... 75

2.9.3 Sistem Sosial Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter pada Siswa Berlatar Multikultural dalam Membaca Kritis ... 78

2.9.4 Prinsip-prinsip Reaksi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter pada Siswa Berlatar Multikultural dalam Membaca Kritis ... 79

2.9.5 Sistem Pedukung Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter pada Siswa Berlatar Multikultural dalam Membaca Kritis ... 79

2.9.6 Dampak Instruksional dan Penyerta Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter pada Siswa Berlatar Multikultural dalam Membaca Kritis ... 80

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN ... 82

3.1 Metode Penelitian ... 82

3.2 Prosedur Penelitian ... 83


(3)

3.3.2 Sampel ... 86

3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 87

3.4.1 Pedoman Pembelajaran Membaca Kritis Model Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter pada Siswa Berlatar Multikultural ... 87

3.4.2 Instrumen Tes... 87

3.4.3 Kuesioner ... 89

3.4.4 Wawancara ... 91

3.5 Teknik Pengelolaan Data ... 92

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 99

4.1 Profil Kemampuan Membaca Siswa SMA di Padangsidimpuan ... 99

4.1.1 SMA Kesuma Indah Padangsimpuan ... 99

4.1.2 SMA Negeri 2 Padangsidimpuan ... 104

4.1.3 SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan ... 108

4.2 Profil Proses Belajar Mengajar Membaca Siswa SMA di Padangsidimpuan ... 112

4.3 Deskripsi Pembelajaran Membaca Kritis dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter Pada Siswa Berlatar Multikultural di Padangsidimpuan ... 113

4.3.1 Pertemuan Pertama ... 114

4.3.2 Pertemuan Kedua ... 116

4.3.3 Pertemuan Ketiga ... 122

4.3.4 Pertemuan Keempat ... 125

4.3.5 Pertemuan Kelima ... 128

4.4 Analisis Kemampuan Membaca Kritis Kelas Eksperimen pada Siswa Berlatar Multikultural di Padangsidimpuan ... 129

4.4.1 SMA Kesuma Indah Padangsimpuan ... 129

4.4.2 SMA Negeri 2 Padangsidimpuan ... 135

4.4.3 SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan ... 139 4.5 Hasil Pembelajaran Membaca Kritis Sebelum dan Sesudah Perlakuan


(4)

Siswa Berlatar Multikultural Di Padangsidimpuan ... 144

4.5.1 SMA Kesuma Indah Padangsimpuan ... 144

4.5.2 SMA Negeri 2 Padangsidimpuan ... 147

4.5.3 SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan ... 149

4.6 Pengujian Sifat Tes Awal dan Tes Akhir Siswa SMA Berlatar Multikultural di Padangsidimpuan ... 152

4.6.1 SMA Kesuma Indah Padangsimpuan ... 152

4.6.2 SMA Negeri 2 Padangsidimpuan ... 166

4.6.3 SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan ... 180

4.7 Analisi Proses Pembelajaran Membaca Kritis dengan Model Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter pada Siswa Berlatar Multikultural di Padangsidimpuan ... 194

4.7.1 Analisis Motivasi Membaca Siswa SMA Berlatar Multikultural di Padangsidimpuan ... 194

4.7.1.1 SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan ... 194

4.7.1.2 SMA Negeri 2 Padangsidimpuan... 195

4.7.1.3 SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan ... 196

4.7.2 Analisis Karakter Siswa SMA Berlatar Multikultural di Padangsidimpuan ... 197

4.7.2.1 SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan ... 197

4.7.2.2 SMA Negeri 2 Padangsidimpuan... 198

4.7.2.3 SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan ... 199

4.7.3 Analisis Pemahaman Multikultural pada Siswa SMA Berlatar Multikultural di Padangsidimpuan ... 200

4.7.3.1 SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan ... 200

4.7.3.2 SMA Negeri 2 Padangsidimpuan... 204

4.7.3.3 SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan ... 209

4.7.4 Analisis Hasil Wawancara dengan Guru tentang Model Pembelajaran Membaca Kritis dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter ... 213


(5)

Terbimbing Berorientasi Karakter pada Siswa Berlatar Multikultural

di Padangsidimpuan ... 216

4.8.1 Orientasi Model ... 216

4.8.2 Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter ... 218

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 224

5.1 Simpulan ... 224

5.2 Saran ... 229

DAFTAR PUSTAKA ... 230

LAMPIRAN ... 234


(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah Penelitian

Gambaran dunia pada saat ini semakin sempit. Para ahli menggambarkan dunia merupakan kampung besar sehingga pada era globalisasi dewasa ini kita tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan global. Melihat fenomena tersebut, pendidikan di Indonesia harus peka terhadap perputaran globalisasi. Dengan demikian pengalaman pahit pendidikan Indonesia tidak terulang lagi.

Latar belakang pendidikan di Indonesia beragam. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan bangsa yang multietnik dan multikutural sehingga masyarakatnya memiliki keragaman bahasa, sosial budaya, etnis, suku, agama, dan status sosial. Kondisi masyarakat tersebut dinamakan masyarakat majemuk atau multikultural, yaitu masyarakat yang di dalamnya berkembang banyak kebudayaan. Masyarakat ini terdiri atas beragam etnis yang mempunyai budaya, bahasa, dan agama yang berbeda-beda. Keragaman yang demikian sangat kondusif untuk munculnya konflik sosial dalam berbagai dimensi.

Gelombang demokratis menuntut pengakuan perbedaan dalam bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh sebab itu, pendidikan multikultural adalah jawaban atas beberapa problematika kemajemukan itu. Perlu kita sadari bahwa proses pendidikan adalah proses pembudayaan dan cita-cita persatuan bangsa merupakan unsur budaya nasional.


(7)

Pendidikan multikultural diharapkan dapat membentuk kekenyalan dan kelenturan mental bangsa Indonesia dalam menghadapi benturan atau konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah. Tilaar (2004:16) menyebutkan bahwa bangsa Indonesia membutuhkan manusia yang cerdas dalam pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia bertujuan memberikan peluang dan pelayanan pendidikan yang sama bagi siswa dari berbagai ras, etnis, kelas, dan kelompok budaya.

Salah satu sasaran pendidikan multikultural adalah agar semua siswa di dalam mempelajari ilmu, sikap, dan kompentensi yang berfungsi efektif di dalam sebuah masyarakat demokrasi yang majemuk dapat berinteraksi, bernegosiasi, berkomunikasi dengan berbagai kelompok yang beragam. Dengan demikian, pendidikan multikultural dapat membangkitkan sebuah komunitas yang madani (civil society) yang bermoral tinggi yang dapat bekerja untuk kepentingan bersama dan utamanya dalam komunikasi lintas budaya.

Pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keanekarangaman budaya di Indonesia, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka untuk membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multikultural juga dapat diartikan strategi untuk mengembangkan kesadaran atas kebangsaan seseorang terhadap bangsanya.

Sekaitan dengan hal itu, pembelajaran membaca sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa Indonesia mendapatkan tantangan untuk merespons multikulturalisme sebagai isu mutakhir budaya dunia. Hal ini dikarenakan


(8)

membaca merupakan proses pengelolaan informasi visual dan informasi nonvisual. Dengan kata lain, membaca merupakan suatu proses interaksi antara latar belakang pengetahuan pembaca dan informasi leksikal serta gramatikal yang ada dalam simbol-simbol tertulis. Membaca merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Dalam proses membaca terlibat aspek-aspek berpikir seperti mengingat, memahami, membandingkan, membedakan, menemukan, memahami, mengorganisasi, dan pada akhirnya menerapkan apa-apa yang terkandung dalam bacaan ke dalam kehidupannya. Dari literatur yang dilaksanakan peneliti ditemukan bahwa masyarakat Indonesia belum memiliki ketergantungan pada membaca sebagai proses belajar. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian para ahli yang menyatakan bahwa kemampuan membaca anak-anak Indonesia berada pada peringkat paling bawah bila dibandingkan dengan anak-anak Asia pada umumnya. Pernyataan-pernyataan miring tentang daya baca siswa di berbagai tingkatan sekolah banyak kita dengar. Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Penelitian Internasional menempatkan kemampuan membaca anak-anak di Indonesia pada peringkat ke-26 dari 28 negara yang diteliti. Seorang ahli melakukan penelitian kemampuan membaca siswa pada tahun 1999 terhadap 133 siswa menunjukkan bahwa 83,2 % kemampuan membaca siswa masih rendah dan 16,8% kemampuan membaca siswa berkategori sedang.


(9)

Dalam hal ini penulis mengemukakan beberapa faktor yang menjadi masalah membaca yang dihadapi oleh para siswa SMA di Padangsidimpuan sebagai berikut.

1. Kurangnya Minat Baca

Faktor yang melatarbelakangi kurangnya minat baca siswa adalah faktor kebiasaan, sarana, buku-buku yang dibaca, atau kurang adanya kesesuaian bahan bacaan yang tersedia dengan minat yang dimiliki. Rendahnya minat baca peserta didik di antaranya disebabkan kurangnya latihan dan menguasai strategi membaca secara efektif.

2. Membaca merupakan Kegiatan Reseptif

Ada kecenderungan dari siswa bahwa membaca merupakan kegiatan menerima. Akan tetapi, untuk mendapatkan pemahaman yang baik dan menyeluruh, siswa tidak dapat melakukannya dengan pasrah diri (reseptif). Untuk memperoleh itu, siswa secara aktif bekerja untuk mengelola teks bacaan menjadi bahan yang bermakna, bahkan bukan hanya pemahaman yang dituntut dalam membaca melainkan juga pengelolaan bacaan secara kritis dan kreatif. 3. Membaca sebagai Proses Mengingat

Ada kecenderungan di kalangan siswa menyamakan membaca sebagai proses menghafal informasi atau rumus-rumus yang tersaji secara eksplisit dalam buku. Apa yang diperoleh pada akhirnya adalah ingatan tak bermakna sehingga ingatan tersebut akan luntur pada beberapa saat. Membaca bukan saja proses mengingat, melainkan juga proses kerja mental yang melibatkan aspek-aspek berpikir kritis dan kreatif. Pembaca yang baik adalah pembaca yang tahu


(10)

mengelola bahan bacaan secara kritis dan kreatif. Dalam proses membaca siswa diharapkan menganalisis, menimbang, menilai bacaan secara kritis. 4. Minimnya Pengetahuan tentang Cara Membaca yang Cepat dan Efektif

Secara teoretis, seorang siswa yang lambat dalam memahami teks-teks pada hakikatnya bukanlah pembaca yang bodoh melainkan mungkin ia hanya seorang pembaca yang kurang efisien. Salah satu cara untuk mengatasinya dengan menerapkan teknik dan metode mengembangkan kecepatan membaca serta mengetahui variasi teknik sesuai dengan tujuan membaca.

Sampai saat ini masyarakat pada umumnya belum merasa puas terhadap hasil pembelajaran Bahasa Indonesia yang didapatkan. Hal ini terbukti dengan banyaknya keluhan lulusan dari pendidikan dasar sampai ke pendidikan menengah yang belum terampil berbahasa Indonesia baik secara lisan maupun secara tulisan. Penekanan pembelajaran bahasa Indonesia hanya berorientasi pada target kurikulum, lulus ujian nasional, serta diterima pada jenjang pendidikan tinggi yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Akibatnya, pembelajaran Bahasa Indonesia banyak diwarnai dengan pembelajaran teori dan bukan pada keterampilan berbahasa.

Para pakar dan pengamat pendidikan menilai bahwa pada umumnya siswa-siswa sekolah menengah sekarang dinilai hanya pandai menghafal dari pada memahaminya. Para siswa cenderung tidak mampu memecahkan masalah yang menuntut keterampilan berpikir analisis dan logis serta kritis. Hal ini dikarenakan dalam waktu bertahun-tahun para guru sekolah menengah menyaksikan sebagian


(11)

besar siswanya tidak mampu mempelajari buku-buku teks secara efesien dan sistematis.

Sebagai implikasi dari kondisi-kondisi tersebut, tidak ada jalan lain bagi pendidik untuk selalu berusaha dan bekerja keras untuk menjadikan murid-muridnya sebagai pembaca yang mahir dan mampu memahami pesan yang terkandung dalam teks-teks yang dibacanya. Untuk menjadi pembaca yang mahir dibutuhkan banyak latihan membaca dan banyak terlibat dalam aktivitas membaca dengan strategi-strategi membaca yang efektif dan efisien sehingga para siswa mampu menyerap dan mengelola berbagai informasi baik dari buku teks maupun media cetak yang lain untuk kepentingan studinya.

Proses belajar mengajar di sekolah banyak yang dikelola secara monoton dan konvensional, yaitu guru menerangkan, siswa mendengar dan mencatat, dan menjawab soal latihan yang diberikan guru. Kondisi ini tentulah kurang kondusif dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan membaca siswa yang akibatnya menghasilkan lulusan yang kurang berani bertanya, kurang kritis, dan kurang kreatif. Proses belajar mengajar seharusnya lebih banyak melibatkan dan mengaktifkan siswa karena interaksi yang aktif antara guru dan siswa menghasilkan perbaikan terhadap pemahaman siswa terhadap pelajaran yang diberikan guru melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Hal ini berlaku untuk semua pelajaran termasuk pembelajaran membaca kritis wacana.

Kemampuan siswa dalam memahami teks-teks bacaan merupakan salah satu dasar bagi siswa untuk mengembangkan potensi dirinya sehingga para siswa dapat mengubah karakter dan jati dirinya melalui teks-teks atau wacana yang


(12)

dibacanya. Dalam hal ini guru yang bertindak sebagai fasilitator, dinamisator, dan organisator dalam proses belajar mengajar dituntut agar mampu meningkatkan kemampuan membaca kritis wacana dan karakter siswa. Salah satu usaha guru untuk meningkatkan hal tersebut, yaitu dengan mencari cara atau model untuk meningkatkan kemampuan membaca kritis dan karakter siswanya.

Upaya mewujudkan pembelajaran membaca kritis wacana bahasa Indonesia serta karakter siswa yang berlatar multikultural yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman siswa tentang masyarakat Indonesia yang berbudaya serta secara nyata membangun jati diri dan karakter siswa SMA. Model pembelajaran yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan membaca kritis banyak ditemukan dalam berbagai literatur. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa membaca kritis di sekolah-sekolah menengah pada umumnya masih kurang mendapat perhatian karena banyak guru tidak pernah menunjukkan perhatiaannya terhadap membaca kritis (Harjasujana, 1988:11.2).

Banyak dari kalangan mereka belum menyadari betapa pentingnya kemampuan membaca kritis dalam pengembangan pribadi atau karakter siswa. Soedarsono (2008:16) menyatakan karakter adalah nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan, dipadukan dengan nilai dari dalam diri manusia menjadi semacam nilai intrinsik yang mewujudkan dalam sistem daya juang melandasi pemikiran, sikap, dan prilaku kita. Hal ini sependapat dengan Santoso dalam Soedarsono (2008: 23) yang menyatakan bahwa pembinaan watak (karakter) merupakan tugas utama pendidikan.


(13)

Karakter yang tertanam dalam jiwa kita tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Akan tetapi, karakter dapat dibentuk, ditumbuhkembangkan, dan dibangun secara sadar dan sengaja. Jadi, seseorang yang memiliki karakter tidak cukup menjadi orang yang baik saja tetapi orang yang berkarakter adalah orang yang baik dan sekaligus mampu menggunakan nilai yang baik tersebut melalui suatu daya juang mencapai tujuan mulia yang dicanangkan.

Melihat pentingnya membaca kritis dan mengantisipasi masalah-masalah tersebut, salah satu metode pembelajaran membaca yang diduga efektif dapat mengaktifkan, mengembangkan, dan meningkatkan kemampuan kompetensi membaca kritis serta pengembangan pribadi siswa adalah dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing berorientasi karakter. Hal ini dikarenakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter menekankan pada proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi wacana dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis, dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya.

Karakteristik model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter, yaitu: (1) siswa mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik hingga membuat inferensi atau generalisasi, (2) sasarannya adalah mempelajari proses mengamati kejadian atau obyek kemudian menyusun generalisasi yang sesuai, (3) guru mengontrol dan membimbing bagian tertentu


(14)

dari pembelajaran misalnya kejadian, data, materi dan berperan sebagai pemimpin kelas, (4) tiap-tiap siswa berusaha untuk membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi di dalam kelas, (5) kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran, (6) biasanya sejumlah generalisasi tertentu akan diperoleh dari siswa, (7) guru memotivasi semua siswa untuk mengkomunikasikan hasil generalisasinya sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh siswa dalam kelas.

Model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter menekankan dan memberikan kesempatan siswa untuk bereksplorasi. Model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter berasal dari keyakinan bahwa siswa memiliki kebebasan untuk belajar sehingga siswa dapat menghimpun pengalaman dan nilai yang menumbuhkan kemampuan di dalam dirinya yang mewujudkan pemikiran, sikap, serta perilaku termasuk karakter dan budi pekerti.

Prosedur pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam membaca kritis wacana menuntut siswa untuk berkonsentrasi penuh untuk memahami wacana secara keseluruhan sehingga siswa mendapatkan nilai-nilai yang bermakna dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter diharapkan dapat memberikan pencerahan untuk menanamkan karakter (character building) untuk membangun jati diri siswa SMA.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam upaya


(15)

peningkatan membaca kritis wacana pada siswa yang berlatar multikultrural. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berharga dalam memecahkan masalah dan pengembangan pembelajaran membaca dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca dan karakter siswa SMA serta untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia terutama pengajaran wacana secara global.

1.2Identifikasi Masalah Penelitian

Pada era informasi ini, sarana untuk memperoleh informasi semakin beragam. Melihat pentingnya informasi tersebut. Kegiatan dan kemampuan membaca merupakan hal yang sangat penting pada saat sekarang ini. Kenyataannya bahwa pengajaran bahasa Indonesia terutama membaca di berbagai sekolah di Indonesia kebanyakan masih menggunakan metode pembelajaran konvensinal.

Model pembelajaran konvensional merupakan kegiatan pembelajaran yang lebih berpusat pada guru. Pembelajaran ini dilaksanakan dengan pengajaran leksikal, maksudnya diberikan kepada seluruh anak dalam kelas. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran ini, guru melakukan hal-hal seperti: menjelaskan, menjawab pertanyaan, mendemonstrasikan, dan mengajukan pertanyaan.

Hal ini memberikan dampak pada siswa, sehingga kemampuan membaca siswa di Indonesia rendah. Hal tersebut menyebabkan banyak siswa yang belum terampil dalam memahami sebuah teks-teks bacaan atau wacana sehingga


(16)

kesulitan untuk menemukan ide-ide yang terkandung dalam teks-teks bacaan atau wacana tersebut.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang plural, baik dari segi budaya, ras, agama, dan status sosial memungkinkan terjadinya benturan antarbudaya, ras, etnik, agama, dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Untuk itu, dipandang perlu memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan suku, ras, agama, dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakat.

Keberagaman suku, agama, serta pengaruh globalisasi yang menyebabkan kondisi bangsa Indonesia telah mengalami krisis karakter atau jati diri. Krisis karakter atau jati diri bangsa ini berakibat fatal yang mempunyai dampak yang berkelanjutan, krisis ini yang semula merupakan krisis identitas menjadi lebih dalam karena menyangkut masalah hati nurani yang mencerminkan adanya krisis karakter, terlebih lagi krisis yang berkaitan dengan jati diri.

Pada akhirnya, pendidikan multikultural serta model pembelajaran inkuiri berorientasi karakter dalam membaca serta memahami teks-teks atau wacana secara kritis ini diharapkan dapat memberikan pencerahan untuk menanamkan karakter (character building) untuk membangun jati diri siswa.

1.3Rumusan Masalah

Peneliti telah menguraikan dalam latar belakang masalah penelitian dalam peningkatan mutu pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya di SMA


(17)

harus terus diupayakan. Dalam hal ini, termasuk peningkatan kemampuan siswa dalam membaca kritis untuk kepentingan pendidikannya.

Upaya meningkatkan, mengembangkan, dan memecahkan masalah pembelajaran membaca dapat diupayakan dengan menggunakan metode dan model pembelajaran yang efektif dan efisien. Model inkuiri terbimbing berorientasi karakter merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca kritis wacana dan karakter sehingga menjadikan sisea lebih berpikir kritis, kreatif, serta dapat membangun jati diri siswa di SMA.

Rumusan masalah secara umum dalam penelitian ini adalah “apakah model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dapat meningkatkan kemampuan membaca kritis wacana siswa SMA berlatar multikultural di Padangsidimpuan ?”

Secara rinci rumusan masalah di atas dapat ditelusuri secara bertahap melalui pertanyaan berikut.

1. Bagaimanakah kemampuan membaca pemahaman siswa SMA di Padangsidimpuan?

2. Bagaimanakah proses belajar mengajar membaca pemahaman siswa SMA di Padangsidimpuan?

3. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter pada siswa SMA berlatar multikultural di Padangsidimpuan dalam membaca kritis wacana?


(18)

4. Apakah pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter efektif terhadap peningkatan kemampuan membaca kritis wacana pada siswa SMA berlatar multikultural di Padangsidimpuan?

5. Bagaimanakah tanggapan guru pada pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam membaca kritis wacana?

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian adalah:

1. mengidentifikasi kemampuan membaca pemahaman siswa SMA di Padangsidimpuan;

2. mendeskripsikan proses belajar mengajar membaca pemahaman siswa SMA di Padangsidimpuan;

3. mendeskripsikan bentuk pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter pada siswa SMA berlatar multikultural di Padangsidimpuan dalam membaca kritis wacana;

4. mengukur efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter terhadap kemampuan membaca kritis wacana pada siswa SMA berlatar multikultural di Padangsidimpuan;

5. mengidentifikasi tanggapan guru pada pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam membaca kriris wacana.


(19)

1.5Asumsi

Asumsi-asumsi yang penulis kemukakan dalam penelitian ini berkaitan langsung dan tidak langsung dalam pembelajaran membaca kritis wacana pada siswa tingkat SMA. Asumsi dasar dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Kemajuan dan keberhasilan suatu bangsa didukung oleh masyarakat yang memiliki karakter dan jati diri.

2. Tingkat kemampuan membaca antarsiswa yang satu dengan yang lainnya berbeda. Hal ini bergantung pada pengalaman dan wawasan yang dimilikinya. 3. Membaca sangat penting untuk meningkatkan daya nalar dan pengetahuan

seseorang dalam berbagai hal. Hal ini berarti bahwasanya membaca merupakan fungsi untuk mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi yang sebagian besar informasi itu diserap melalui membaca.

4. Penggunaan model pembelajaran dapat berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran dan hasilnya.

5. Latihan dan bimbingan serta penggunaan strategi membaca yang efektif dan efisien berpengaruh terhadap kemampuan membaca seseorang dapat ditingkatkan dengan.

6. Pembelajaran membaca kritis wacana pada siswa berlatar multikultural memerlukan model pembelajaran yang sesuai dan efektif untuk memenuhi kebutuhan siswa.


(20)

1.6Manfaat Penelitian

Setiap penelitian ilmiah diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi masyarakat. Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter pada siswa berlatar multikultural dalam memahami wacana.

2. Manfaat bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi guru untuk memilih metode, teknik, dan pembelajaran wacana agar mampu menarik minat siswa sehingga dapat membentuk karakter siswa. 3. Manfaat bagi siswa, siswa diharapkan memperoleh pengalaman dan

pengetahuan yang lebih baik. Sehingga dapat meningkatkan keterampilan dan motivasi membaca kritis wacana. Dengan demikian siswa tersebut mampu menanamkan karakter untuk membangun jati dirinya. Penggunakan metode dan teknik tersebut dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang menarik minat siswa dalam meningkatkan prestasi belajar dan membangun karakter siswa

1.7Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Kemampuan membaca kritis wacana adalah kegiatan yang dilakukan secara bijaksana, mendalam, evaluatif dan analitis yang kegiatannya merupakan tindak lanjut dari membaca pemahaman yang bukan mencari kesalahan terhadap suatu satuan bahasa yang terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk


(21)

karangan atau laporan. Bijaksana adalah cermat dalam membaca wacana; mendalam adalah meresap, terperinci, dan paham benar-benar dalam membaca wacana; evaluatif adalah proses, cara, perbuatan yang berhubungan dengan penilaian terhadap wacana; analitis adalah proses, cara, perbuatan untuk mencari kesimpulan terhadap wacana.

2. Pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter adalah model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa dalam proses pembelajaran berlangsung yang menyebabkan siswa memperoleh nilai-nilai moral yang terpatri untuk menghimpun pengalaman serta pendidikan sehingga menumbuhkan kemampuan untuk mewujudkan pemikiran, sikap, watak, dan budi pekertinya.

3. Siswa berlatar multikultural adalah kumpulan beberapa orang dalam kelompok yang memiliki keberagaman budaya serta mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, kelas, budaya, kondisi jasmaniah atau status ekonomi seseorang.

1.8Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Ho : Model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter tidak efektif terhadap peningkatan kemampuan membaca kristis pada siswa kelas X Sekolah Menengah Atas berlatar multukultural di Padangsidimpuan. H1 : Model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam


(22)

meningkatkan kemampuan membaca kritis siswa kelas X Sekolah Menengah Atas berlatar multikultural di Padangsidimpuan lebih efektif daripada mengikuti pembelajaran menggunakan teknik penungasan dalam meningkatkan kemampuan membaca kritis siswa kelas X Sekolah Menengah Atas berlatar multikultural di Padangsidimpuan.

1.9Paradigma Penelitian

Membaca adalah suatu keterampilan untuk meningkatkan daya nalar seseorang. Artinya daya pikir seseorang banyak ditentukan oleh budaya membacanya. Secara makro, membaca juga berdampak terhadap kualitas pembangunan bangsa dan negara serta karakter masayarakat.

Saat ini bangsa kita sedang mengalami krisis karakter atau jati diri bangsa yang berakibat fatal berdampak berkelanjutan. Krisis ini semula merupakan krisis identitas menjadi lebih dalam karena menyangkut masalah hati nurani yang mencerminkan adanya krisis karakter, terlebih lagi krisis yang berkaitan dengan jati diri.

Usaha untuk meminimalisasi hal tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan membaca terutama membaca kritis dapat menjadi kebutuhan yang sangat vital jika kita tidak mau ketinggalan zaman. Membaca kritis memiliki sifat evaluatif dan interpetatif, yang memusatkan perhatian pada pertanyaan mengapa dan bagaimana. Pembaca kritis adalah pembaca yang berpikir, pembaca yang tajam perhatian. Pembaca kritis mempunyai sifat-sifat berikut: (a) mempunyai


(23)

tujuan membaca yang jelas, (b) tertarik kepada apa yang mereka baca, (c) membaca untuk menjawab pertanyaannya sendiri.

Usaha memaksimalkan kemampuan membaca kritis serta karakter siswa tersebut dibutuhkan model pembelajaran, yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter. Model pembelajaran inkuiri berorientasi karakter merupakan model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa dalam proses belajar mengajar berlangsung yang menyebabkan siswa memperoleh nilai-nilai moral yang terpatri untuk menghimpun pengalaman serta pendidikan sehingga menumbuhkan kemampuan yang mewujudkan pemikiran, sikap, watak, dan budi pekerti.

Prosedur pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam membaca kritis wacana menuntut siswa untuk berkonsentrasi penuh untuk memahami wacana secara keseluruhan sehingga siswa mendapatkan nilai-nilai yang bermakna dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter diharapkan dapat memberikan pencerahan untuk menanamkan karakter (character building) untuk membangun jati diri siswa SMA.

Berdasarkan uraian tersebut, paradigma penelitian dapat digambarkan dalam bagan penelitian sebagai berikut.


(24)

Bagan 1.1

Paradigma Penelitian Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi Karakter Pada Siswa Berlatar Multikultural

Pembelajaran membaca kritis dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing

berorientasi karakter pada siswa berlatar multikultural

Uji coba pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter pada siswa berlatar multikulural

Hasil pembelajaran membaca kritis dengan

model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter pada siswa yang berlatar multikultural

Kajian teori membaca kritis

Kajian teori inkuiri terbimbing berorientasi karakter Kajian teori

pendidikan berlatar multikultural


(25)

82

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Dalam bab ini dibahas metode penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian, yaitu (1) metode penelitian, (2) prosedur penelitian, (3) subjek penelitian,(4) Teknik pengumpulan data dan Instrumen penelitian, dan (5) teknik pengolahan data. Kelima hal tersebut dipaparkan sebagai berikut

3.1Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen, yaitu metode penelitian yang digunakan dengan memberikan perlakuan yang berbeda pada dua kelompok dan kemudian mempelajari efek perlakuan. Perlakuan yang dilaksanakan terhadap veriabel bebas dilihat pengaruhnya pada varibel terikat. Alasan penulis memilih metode ini, karena peneliti tidak memungkinkan atau sulit untuk mengontrol dengan ketat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi variabel penelitian tersebut.

Selama proses pembelajaran, peneliti bertindak sebagai obsever dan guru bahasa Indonesia bertindak sebagai pengajar, baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan randomized pretest-postest control–group design (Freankel, 1993:248), dengan racangan sebagai berikut:

Treatment Group R O XA O Control Group R O XB O


(26)

Keterangan:

R : Random assignment untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol

O : Pengukuran tes awal dan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol XA : Perlakuan mengajarkan membaca kritis dengan pembelajaran inkuiri

terbimbing berorientasi karakter

XB : Perlakuan mengajarkan membaca kritis wacana dengan model atau teknik penungasan

3.2Prosedur Penelitian

Sebagai langkah pertama dalam penelitian ini dilakukan studi pendahuluan yang meliputi studi literatur dan studi lapangan ke sekolah atau ke kelas ketika waktu pembelajaran membaca. Hasil dari studi pendahuluan tersebut dipakai untuk menentukan konsep-konsep yang akan diteliti dan menentukan variabel penelitian, yaitu model inkuiri terbimbing berorientasi karakater, kemampuan membaca kritis terhadap wacana, dan siswa yang berlatar multikultural.

Untuk melihat proses pembelajaran sebagai data kualitatif dan data kuantitatif yang dilakukan dengan melihat pelaksanaan pembelajaran oleh guru melalui langkah-langkah sebagai berikut.

1. mengadakan tes awal terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Proses tes awal ini dilakukan untuk melihat kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol tentang kemampuan membaca kritis terhadap wacana sama atau tidak.

2. Mengadakan pembelajaran membaca kritis terhadap wacana pada kelas eksperimen yang dilakukan oleh guru.

3. Mengamati, mendeskripsikan, menganalisis, serta membahas data verbal dan data non verbal pada saat penelitian berlangsung untuk menggali kemampuan


(27)

membaca kritis terhadap wacana siswa kelas X SMA berlatar multikultural berlangsung.

4. Mengadakan tes akhir terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Proses tes akhir ini dilakukan untuk melihat kemampuan kelas eksperimen setelah penerapan model pembelajaran serta melihat perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tentang membaca kritis wacana bertema karakter dan multikultural.

5. Menganalisis secara statistik hasil kedua kelompok. 6. Menarik kesimpulan.

Bagan 3.1

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penentuan dan analisis konsep Pengkajian dan penetapan indikator membaca kritis wacana

Pembuatan rancangan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dan penyusunan serta validitas tes pada siswa kelas X SMA berlatar multikultural

Tes awal kelas kontrol Tes awal kelas eksperimen

Pembelajaran konvensioanal

Tes akhir kelas kontrol

Pembelajaran Inkuiri terbimbing berorientasi karakter pada siswa berlatar multikultural

Tes akhir kelas eksperimen Analisis data

Intrumen hasil uji coba dan hasil revisi Studi Pendahuluan

Perumusan Masalah


(28)

3.3Subjek Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi, 2003: 108). Menurut Best dalam Faisal (1982: 324) populasi adalah sekelompok individu tertentu yang memiliki satu atau lebih karakteristik umum yang menjadi pusat perhatian peneliti. Adapun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 885) yang dimaksud dengan populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel; sekumpulan yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subjek atau semua individu yang ada di dalam penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh hasil tes siswa kelas X SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan, SMA Negeri 2 Padangsidimpuan, dan SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan tahun ajaran 2009/2010 sebagai berikut. 1. Siswa kelas X SMA Kesuma Indah tahun ajaran 2009/2010 terdiri dari 2 kelas,

yaitu kelas X-1 dan kelas X-2 terdiri dari 37 siswa.

2. Siswa kelas X SMA Negeri 2 Padangsidimpuan tahun ajaran 2009/2010 terdiri dari 5 kelas, yaitu kelas X-1 terdiri dari 40 siswa, X-2 terdiri dari 36 siswa, kelas 3 terdiri dari 36 siswa, kelas 4 terdiri dari 38 siswa, Kelas X-5 terdiri dari 40 siswa.

3. Siswa kelas X SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan tahun ajaran 2009/2010 terdiri dari 4 kelas, yaitu X-FDS Pa terdiri dari 26 siswa, X-FDS Pi terdiri dari 26 siswa, X-BDS Pa terdiri dari 26 siswa, dan X-BDS Pi terdiri 26 siswa.


(29)

Menurut hemat peneliti SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan, SMA Negeri 2 Padangsidimpuan, dan SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan memiliki kemampuan yang sama.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi, 2003: 109). Menurut Best dalam Faisal (1982: 324) sampel adalah suatu proporsi kecil dari populasi, yang dipilih untuk keperluan analisis.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 927) yang dimaksud dengan sampel adalah sesuatu yang dipergunakan untuk menunjukkan sifat satu kelompok ysng lebih besar; bagian dari populasi statistik yang cirinya dipelajari untuk memperoleh informasi tentang seluruhnya; percontohan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti. Sampel penelitian ini menggunakan sistem random sampling. Random sampling dalam penelitian ini dengan mencabut kelas yang ditulis dalam kertas. Sampel kelas eksperimen yaitu kelas X-1 SMA Kesuma Indah, Kelas X-2 SMA Negeri 2 Padangsidimpuan, dan Kelas FDS Pa SMA Nurul Ilmi. Sedangkan sampel kelas kontrol yaitu kelas 2 SMA Kesuma Indah, Kelas 3 SMA Negeri 2 Padangsidimpuan, dan Kelas X-FDS Pi SMA Nurul Ilmi.


(30)

3.4Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Karakteristik pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Karakteristik pengumpulan data kuantitatif dalam penelitian adalah kecermatan peneliti dan merumuskan dan menggunakan instrumen berdasarkan pada variabel-variabel yang diteliti. Sementara karakteristik penelitian kualitatif adalah peneliti sebagai istrumen, karena peneliti memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi subjek penelitian.

Mengingat penelitian ini menggunakan kedua pendekatan penelitian sekaligus, maka di samping peneliti menjadi instrumen pengumpul data juga melengkapi diri panduan wawancara terstruktur dan terstruktur dan alat observasi. Penggunaan instrumen pengumpulan data itu disesuaikan dengan fokus yang dikaji dalam penelitian ini. Instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni:

3.4.1 Pedoman Pembelajaran Membaca Kritis Model inkuiri terbimbing

berorientasi karakter pada siswa berlatar multikultural

Pedoman tersebut merupakan acuan pembelajaran membaca kritis bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran model inkuiri terbimbing berorientasi karakater dan teknik atau model penungasan yang berisi pendahuluan, alur pembelajaran, lembar kerja siswa.

3.4.2 Instrumen tes

Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data awal dan akhir tentang penguasaan keterampilan membaca kritis wacana siswa. Tes awal (prestes) dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui atau mengukur


(31)

kemampuan awal siswa dalam memahami wacana. Tes akhir (postes) dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui atau mengukur hasil pembelajaran membaca kritis wacana dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter.

Tes kemampuan membaca kritis wacana dimaksud untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif siswa dalam memahami wacana secara kritis dan tepat. Dalam penelitian, kemampuan pemahaman siswa dalam membaca kritis wacana yang diukur adalah tingkat aplikasi (C4), tingkat analisis (C5), tingkat sintesis (C6) dan tingkat evaluasi (C7). Tes membaca kritis wacana ini menggunakan objektif tes dengan menggunakan lima alternatif pilihan jawaban dan essay tes. Berikut ini peneliti sajikan kisi-kisi tes kemampuan membaca kritis wacana.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Tes Kemampuan Membaca Kritis Wacana

Judul Pokok Bahasan Tingkatan

Kognitif Jumlah Soal pilihan ganda dan essay C 4 C 5 C 6 C 7 Tantangan

Globalisasi Atas Budaya Lokal

Pilihan Ganda

9

1. Menemukan gagasan 1 3 6

2. Mencari kebenaran 4 2

3. Menerapkan 5

Essay test 1 2 3 Kesenian Wayang

Yang Terancam Punah

Pilihan Ganda

9

1. Menemukan gagasan 1 3 6

2. Mencari kebenaran 4 2

3. Menerapkan 5

Essay test 1 2 3 Membangun

Bangsa Melalui Pembangunan Sikap

Pilihan Ganda

9

1. Menemukan gagasan 1 3 6

2. Mencari kebenaran 4 2

3. Menerapkan 5


(32)

Pesona Kampung Muslim Bali

Pilihan Ganda

9

1. Menemukan gagasan 1 3 6

2. Mencari kebenaran 4 2

3. Menerapkan 5

Essay test 1 2 3 Warisan Karakter

Bangsa Pada

Bahasa Indonesia

Pilihan Ganda

9

1. Menemukan gagasan 1 3 6

2. Mencari kebenaran 4 2

3. Menerapkan 5

Essay test 1 2 3

Skala persentase pemahaman siswa terhadap wacana dengan menggunakan pembelajaran membaca kritis wacana mengaju pada konsep belajar tuntas yang dikemukan Tafsir (1995:83) bahwa persentase tingkat penguasaan yang dicapai siswa diklasifikasikan dalam lima kategori yaitu:

1. 80 – 100 % : Baik Sekali 2. 70 – 79 % : Baik 3. 60 – 69 % : Cukup 4. 50 59 % : Kurang

5. 0 – 49 % : Kurang Sekali

Kriteria untuk soal essay analisi adalah mampu menyimpulkan isi wcana yang mencerminkan cerita dan mewakili ide-ide pokok setiap paragraf. Untuk soal sintesis adalah mampu mengungkapkan informasi faktual. Adapaun untuk soal evaluasi adalah mampu mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam wacana.

3.4.3 Kuesioner

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan memberikan sejumlah pertanyaan yang telah diterapkan sebelumnya secara tertulis. Oleh sebab itu, untuk menganalisisnya diperlukan kemampuan literasi dari pihak yang disurvai.


(33)

Dalam kuesioner ini dinilai dengan skala sikap terhadap dua pernyataan yang harus dipilih salah satu oleh pihak yang disurvai sesuai dengan kepribadiannya atau keinginannya yang mencerminkan diri siswa. Kuesioner dibuat untuk siswa untuk mengumpulkan pendapat mereka tentang: motivasi membaca terdapat materi atau pernyataan tentang memperoleh pemahaman, mendapat kepuasan, dan berinteraksi sosial; karakter yang di dalamnya terdapat materi atau pernyataan tentang percaya diri, jujur, penolong, dan kerja sama; multikultural yang di dalamnya terdapat materi atau pernyataan tentang pemahaman multikultural, kerjasama dengan beda etnis, dan peduli dengan beda etnis. Berikut ini peneliti sajikan kisi-kisi kuesioner.

Tabel 3.3

Kisi-kisi Koesioner Siswa

NO. ISI NOMOR

POKOK BAHASAN MEMBACA

1. Memperoleh Pemahaman 1, 4, 7, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 28, 31, 34, 37, 40, 43, 46, 49, 52, 55, 55, 58, 61, 64, 67, 70, 73, 76, 79, 82, 85, 88

2. Mendapat Kepuasan 2, 5, 8, 11, 14, 17, 20, 23, 26, 29,32, 35, 38, 41, 44, 47,50, 53, 56, 59, 62, 65, 68, 71, 74, 77, 80, 83, 86, 89

3. Berinteraksi Sosial 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27, 30,33, 36, 39, 42, 45, 48, 51, 54, 57, 60,63, 66, 69, 72, 75, 78, 81, 84, 87, 90

KARAKTER

1. Percaya Diri 1, 4, 7, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 28, 32, 35, 38, 41, 44, 47,50, 53, 56, 59, 63, 66, 69, 72, 75, 78, 81, 84, 87, 90

2. Jujur 2, 5, 8, 11, 14, 17, 20, 23, 26, 29, 33, 36, 39, 42, 45, 48, 51, 54, 57, 60,

3. Penolong 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27, 30, 61, 64, 67, 70, 73, 76, 79, 82, 85, 88

4. Kerja Sama 31, 34, 37, 40, 43, 46, 49, 52, 55, 55, 58, 62, 65, 68, 71, 74, 77, 80, 83, 86, 89.


(34)

MULTIKULTURAL

1. Pemahaman multikultural 5, 6, 7, 9, 10, 11, 13, 14,

2. Kerja sama dengan beda etnis 2, 4, 8, 12, 15, 19, 20, 21, 22, 30

3. Peduli dengan beda etnis 1, 3, 16, 17, 18, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29

Skor ideal untuk motivasi membaca adalah 23,00. Adapun skor ideal skor ideal aspek percaya diri yaitu sebesar 14,00, skor ideal aspek kejujuran adalah 15,00, skor ideal aspek penolong adalah 19,00, dan skor ideal aspek kerja sama adalah 17,00.

3.4.4 Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk mengungkapkan dan mengumpulkan informasi tambahan sehubungan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam pelajaran bahasa Indonesia pada umumnya, kesulitan apa saja yang ditemui dalam mengajarkan membaca kritis wacana dengan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter pada siswa berlatar multikultural, dan upaya apa yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan siswa dalam hal tersebut.

Variabel-variabel yang menjadi fokus dalam wawancara ini mencakup pada sarana pembelajaran, proses pendidikan, peserta didik, metode, dan teknik pembelajaran membaca kritis wacana di kelas berlatar multikultural. Masing-masing variabel tersebut dirumuskan dalam bentuk pertanyaan terbuka dengan harapan subjek penelitian dapat menyampaikan informasi secara luas dan mendalam.


(35)

3.5 Teknik Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data skunder. Data primer berupa skor kemampuan membaca kritis wacana dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter pada siswa multikultural. Data skunder berupa hasil kuesioner, wawancara, dan observasi. Proses analisis difokuskan pada tujuan untuk menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter pada siswa berlatar multikultural pada siswa SMA negeri dan swasta di Padangsidimpuan, Sumatera Utara.

Data yang telah dikumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan dua cara, yaitu:

1. Analisis Deskripsi Kualitatif

Penggunaan analisis deskripsi kualitatif untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan membaca kritis wacana pada siswa berlatar multikultural yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter serta keantusisan siswa dan guru dalam proses pembelajaran.

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran yang diujicobakan di lapangan. Tingkat keefektivan model ditunjukkan melalui perbandingan rerata perolehan hasil belajar peserta didik. Teknik analisis dilakukan terhadap data yang terkumpul dan berpedoman pada pernyataan-pernyataan yang telah dibuat dalam penelitian.

Langkah-langkah pengelolaan data hasil penelitian kuantitatif dianalisis dengan uji statistik adalah sebagai berikut.


(36)

1) Validitas test

Validitas test adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Salah satu kategori validitas tes adalah validitas isi. Validitas isi menyangkut sejauh mana tes tersebut dapat mengukur keseluruhan isi bahan yang akan diukur. Menghitung validitas item soal dengan rumus korelasi produk moment angka kasar (Arikunto:2006:170). Rumus yang digunakan yaitu:

= . ∑ − (∑ ∑ )

{ . ∑ − (∑ ) } { . ∑ − (∑ ) }

Keterangan:

=koefesien korelasi antar skor butir dan skor soal N = banyak siswa

X = skor butir soal Y = skor total

Kriteria pengujiannya yaitu:

-Jika rhitung ≥ rtabel, maka soal valid. -Jika rhitung ≤ rtabel, maka soal tidak valid 2) Statistik Deskriptif

Untuk lebih mudah dalam memahami data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka sebelum dianalisis data tersebut dideskripsikan terlebih dahulu. Pendeskripsian data disini berguna untuk meringkas dan menjelaskan data yang diperoleh melalui instrument penelitian. Ukuran-ukuran statistik yang digunakan dalam mendeskripsikan data yaitu:

(1) Ukuran tendensi sentral berupa mean (rata-rata), median, modus, dan jumlah data.


(37)

(2) Ukuran penyebaran data berupa variansi, standar deviasi, data terkecil, data terbesar, dan rentang.

3) Statistik Inferensi

Data yang akan dianalisis untuk menguji hipotesis penelitian adalah data nilai hasil jawaban siswa terhadap wacana yang diujikan. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

(1) Data uji normalitasnya dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat. Rumus yang digunakan yaitu:

= ( − )

Keterangan:

k = banyaknya kelas interval dari daftar distribusi frekuensi Oi = frekuensi hasil pengamatan

Ei = frekuensi teoretis yang diharapkan

Hipotesis yang diuji adalah

HO = Data berasal dari distribusi normal. H1 = Data tidak berasal dari distribusi normal. Kriteria pengujiannya, yaitu:

- Jika x2hitung < x2(1-≥)(k-3) maka Ho diterima

- Jika x2hitung≥ x2(1-≥)(k-3) maka Ho ditolak (Sudjana, 1996:293) (2) Data diuji homogitasnya dengan menggunakan uji F.

Untuk menguji homogitas varians dengan menggunakan statistik uji F, rumus yang digunakan yaitu:


(38)

= ! "! ! #!$ % Hipotesis yang diuji adalah

HO = ( & = & ), varaians populasi adalah identik (varians kelas kontrol dan eksperimen sama)

H1 = (& ≠ & ), varaians populasi adalah tidak identik (varians kelas kontrol dan eksperimen berbeda)

Kriteria pengujian yaitu:

-Jika Fhitung < F(1/2≥)(dk1,dk2) maka Ho diterima

-Jika Fhitung ≥F(1/2≥)(dk1,dk2) maka Ho ditolak (Sudjana, 1996:250)

(3) Data diuji kesamaan dua rata-rata dengan t-test untuk dua sampel bebas. Pengujian data menggunakan t-test untuk dua sampel bebas untuk U-mann Whitney dikarenakan sampel dari penelitian ini merupakan dua buah sampel bebas. Dua sampel bebas dikatakan sebagai sampel bebas jika kedua sampel tidak berhubungan. Untuk menguji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan t-test dua sampel bebas dengan menggunakan rumus yaitu:

( = ) − )

* . + 1 + 1 .

=( − 1) + ( − 1)+ − 2

Keterangan:

) =rata-rata kelas eksperimen ) = rata-rata kelas control s2 = varians total


(39)

= varians kelas eksperimen = varians kelas kontrol

n1 = banyak data kelas eksperimen n2 = banyak data kelas kontrol

Untuk mengalisis data nilai kemampuan membaca dilakukan dua tahap pengujian sebagai berikut:

1) Uji kesamaan dua rata-rata dengan uji dua pihak. Uji dua pihak ini dilakukan untuk melihat perbedaan hasil yang didapat antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Hipotesis yang diuji, yaitu:

HO = (µ1=µ2). Kedua rata-rata populasi adalah identik (rata-rata kelas kontrol dan eksperimen sama)

H1 = (µ1≠µ2). Kedua rata-rata populasi adalah tidak identik (rata-rata kelas kontrol dan eksperimen berbeda)

Kriteria pengujian yaitu:

- H0 diterima jika –t 1-1/2-≥< t < t 1-1/2-≥ - H0 ditolak jika t ≤ –t 1-1/2-≥atau t ≥ t 1-1/2-≥

Di mana t 1-1/2-≥ didapatkan dari daftar distribusi t dengan dk = (n1+n2 – 2) dan peluang 1-1/2≥ ( Sudjana, 1996:239).

2) Uji kesamaan rata dengan uji satu pihak. Hasil ujian kesamaan dua rata-rata di atas adalah uji kesamaan rata-rata-rata-rata yang menguji apakah ada perbedaan hasil nilai yang didapat antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, tetapi belum diketahui secara pasti apakah kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Untuk mengetahui lebih lanjut apakah hasil yang diperoleh kelas eksperimen


(40)

lebih baik dari pada kelas kontrol, maka dilakukan uji lanjutan yaitu uji kesamaan dua rata-rata satu pihak. Untuk keperluan uji satu rumus yang dipergunakan masih sama dengan uji rata-rata dua pihak, yang membedakan hanya dalam hipotesis yang diuji dan kriteria pengujian saja.

Hipotesis yang diuji adalah

HO = (µ1=µ2). Kedua rata-rata populasi adalah identik (rata-rata kelas kontrol dan eksperimen sama)

H1 = (µ1≠µ2). Kedua rata-rata populasi adalah tidak identik (rata-rata kelas kontrol dan eksperimen berbeda)

Kriteria pengujian yaitu:

Berdasarkan perbandingan nilai t hitung dan t tabel:

- H0 ditolak jika statistik hitung > statistik tabel atau ( t > t1-≥) - H0 ditolak jika statistik hitung < statistik tabel atau ( t < t1-≥)

Di mana t1-≥ didapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n1+n2 – 2) dan peluang 1-≥ ( Sudjana, 1996:242).

Pengujian rata-rata dengan mengujikan uji t di atas dilakukan jika data diasumsikan berdistribusi normal dan memiliki varians yang homongen. Jika data tidak berdistribusi normal maka pengujian kesamaan dua rata-rata untuk dua sampel bebas menggunakan uji U Mann – Whitney. Menurut Ruseffendi (1998:308) menyatakan bahwa uji U Mann–Whitney adalah uji nonparametrik yang cukup kuat sebagai pengganti uji-t, dalam hal ini asumsi distribusi t tidak terpenuhi. Rumus yang digunakan dalam uji U Mann–Whitney, yaitu:


(41)

01 = 1 2+ 1/2 1( 1+ 1) − 41

02 = 2 2+ 1/2 2( 2+ 1) − 42

Keterangan:

1 = jumlah sampel a 2 = jumlah sampel b 41 = peringkat sampel a 42 = perinkat sampel b Hipotesis yang diuji adalah

HO = (µ1=µ2). Kedua rata-rata populasi adalah identik (rata-rata kelas kontrol dan eksperimen sama)

H1 = (µ1≠µ2). Kedua rata-rata populasi adalah tidak identik (rata-rata kelas kontrol dan eksperimen berbeda)

Kriteria pengujiannya yaitu:

- HO terima jika harga U hitung > U tabel


(42)

224

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karaketer pada siswa berlatar multikultural merupakan model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa dalam proses belajar pembelajaran yang menyebabkan siswa memperoleh nilai-nilai moral sehingga menumbuhkan kemampuan yang mewujudkan pemikiran, sikap, watak, dan budi pekerti terhadap siswa yang memiliki latar budaya yang berbeda dalam satu kelas.

Pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter membuat siswa dapat memecahkan masalah karena mereka benar-benar diberi kesempatan berperan serta di dalam kegiatan keilmuan sesuai dengan perkembangan intelektual mereka dengan bimbingan guru. Inkuiri terbimbing berorientasi karakter yang dilakukan oleh siswa dapat mengarah pada terbentuknya kemampuan untuk melakukan penemuan bebas di kemudian hari. Model inkuiri terbimbing berorientasi karakter terdiri atas enam langkah, yaitu: (a) orientasi kasus; (b) identifikasi kasus; (c) mengutarakan pendapat atau argumen; (d) memperbaiki dan menglasifikasi argumen atau pendapat; (e) melakukan pengujian asumsi terhadap pendapatnya; (f) simpulan dan Generalisasi.

Temuan hasil penelitian kemajuan membaca kritis siswa SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan sebelum perlakuan (tes awal) memperoleh rata-rata 73,08108, sedangkan setelah perlakuan dengan menggunakan model inkuiri


(43)

terbimbing berbasis karakter (tes akhir) memperoleh rata-rata 81,45945. berdasarkan perhitungan statistik, t hitung diperoleh sebesar 5,935 sedangkan t tabel diperoleh 2,6084. Penulis dapat menyimpulkan bahwa bahwa perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen pada siswa SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang tidak mendapatkan perlakukan hal ini dikarenakan t hitung > t tabel.

Kemajuan membaca kritis siswa SMA Negeri 2 Padangsidimpuan sebelum perlakuan (tes awal) memperoleh rata-rata 70,13888, sedangkan setelah perlakuan dengan menggunakan model inkuiri terbimbing berbasis karakter (posttest) memperoleh rata-rata 78,47222. Berdasarkan perhitungan statistik, t hitung diperoleh sebesar 5,69984, sedangkan t tabel diperoleh 2,650. Penulis dapat menyimpulkan bahwa perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen pada siswa SMA Negeri 2 Padangsidimpuan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang tidak mendapatkan perlakukan hal ini dikarenakan t hitung > t tabel.

Kemajuan membaca kritis siswa SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan sebelum perlakuan (tes awal) memperoleh rata-rata 66,38461, sedangkan setelah perlakuan dengan menggunakan model inkuiri terbimbing berbasis karakter (postes) memperoleh rata-rata 75,46153. Berdasarkan perhitungan statistik, t hitung diperoleh sebesar 3,3668, sedangkan t tabel diperoleh 2,687. Penulis dapat menyimpulkan bahwa perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen pada siswa SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan memberikan hasil yang lebih baik


(44)

dibandingkan dengan kelas kontrol yang tidak mendapatkan perlakukan hal ini dikarenakan t hitung > t tabel.

Siswa SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan mempunyai motivasi yang tinggi pada aspek memperoleh pemahaman materi yang dibaca dan mendapatkan kepuasaan dari materi yang dibaca. Hal ini dinyatakan dengan rata-rata skor 26,946 dan 24, 351 yang jauh lebih tinggi dari pada skor rata-rata idel. Adapun mendapat kemampuan berinteraksi sosial siswa SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan adalah rendah. Hal ini diperoleh dari hasil perhitunga rata-rata skor sebesar 17,324 yang lebih kecil dari skor ideal.

Siswa SMA Negeri 2 Padangsidimpuan mempunyai motivasi yang tinggi pada aspek memperoleh pemahaman materi yang dibaca. Hal ini dinyatakan dengan rata-rata skor 27,083 yang jauh lebih tinggi dari pada skor rata-rata ideal. Adapun mendapat kemampuan berinteraksi sosial dan mendapatkan kepuasaan dari materi yang dibaca siswa SMA Negeri 2 Padangsidimpuan adalah rendah. Hal ini diperoleh dari hasil perhitungan rata-rata skor sebesar 16,167 dan 22,694 yang lebih kecil dari skor ideal.

Siswa SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan mempunyai motivasi yang tinggi pada aspek memperoleh pemahaman materi yang dibaca dan mendapatkan kepuasaan dari materi yang dibaca. Hal ini dinyatakan dengan rata-rata skor 26,923 dan 24,846 yang jauh lebih tinggi dari pada skor rata-rata idel. Adapun mendapat kemampuan berinteraksi sosial siswa SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan adalah rendah. Hal ini diperoleh dari hasil perhitunga rata-rata skor sebesar 16,807 yang lebih kecil dari skor ideal


(45)

Siswa SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan memiliki karakter berupa percaya diri yang tinggi dan memiliki kekurangan dalam hal kerja sama. Siswa SMA Negeri 2 Padangsidimpuan memiliki karakter berupa sikap penolong yang tinggi dan memiliki kekurangan dalam kejujuran. Adapun siswa SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan memiliki karakter berupa sikap kerja sama yang tinggi dan kekurangan dalam percaya diri.

Rata-rata siswa SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan berpendapat pentingnya multikultural sebesar 34,15 %. Adapun rata-rata siswa berpendapat pentingnya kerja sama dengan beda etnis sebesar 35,52 % . Rata- rata siswa yang berpendapat bahwa mereka peduli dengan beda etnis sebesar 32, 52%. Rata-rata siswa SMA Negeri 2 Padangsidimpuan berpendapat pentingnya multikultural sebesar 36,45 %. Adapun rata-rata siswa berpendapat pentingnya kerja sama dengan beda etnis sebesar 34,72 % . Rata- rata siswa yang berpendapat bahwa mereka peduli dengan beda etnis sebesar 32, 40%. Adapun rata-rata siswa SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan berpendapat pentingnya multikultural sebesar 35,33 %. Adapun rata-rata siswa berpendapat pentingnya kerja sama dengan beda etnis sebesar 50,57 % . Rata- rata siswa yang berpendapat bahwa mereka peduli dengan beda etnis sebesar 42,89%.

Hal yang penting yang dikemukakan para guru adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, karakter (jatidiri), dan mengungkapkan argumen-argumen yang meyakinkan serta yang menarik dalam wacana. Hal ini tercapai karena guru dalam pembelajaran ini harus komunikatif, khas dan bermakna, serta


(46)

menimbulkan ide kreatif dalam membahas wacana. Model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam pembelajaran menulis dianggap oleh para guru merupakan model pembelajaran yang mampu melatih siswa untuk mampu mengungkapkan pendapat, berargumen dengan pendapatnya, berpikir kritis, kreatif, dan logis, serta peka terhadap lingkungan dan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa

Model inkuiri terbimbing berorientasi karakter memiliki kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Kelebihan dari model inkuiri terbimbing berorientasi karakter adalah siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan, menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inkuiri (mencari-temukan), mendukung kemampuan problem solving siswa, memberikan wahana interaksi antarsiswa, maupun siswa dengan guru. Dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.

Adapun kekurangan model inkuiri terbimbing berorientasi karakter adalah waktu yang tersita lebih lama untuk materi tertentu, tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah, dan tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model inkuiri terbimbing.


(47)

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan tersebut, peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai alternatif dalam meningkatkan kemampuan siswa pada pelajaran membaca kritis wacana sebagai berikut.

1. Model inkuiri terbimbing berorientasi karakter layak dipertimbangkan sebagai model pembelajaran alternatif karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran membaca kritis wacana. Oleh sebab itu, sebaiknya guru menggunakan model ini dalam pembelajaran membaca dengan menambahkan dengan model pembelajaran yang lain sehingga model ini lebih efektif.

2. Penerapan model inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam pembelajaran membaca kritis wacana haruslah disesuaikan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran membaca kritis wacana yang disiapkan guru. 3. Peneliti ini hanya dilakukan pada aspek keterampilan membaca kritis di

SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan, SMA Negeri 2 Padangsidimpuan, dan SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan yang siswa berlatar multikultural. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan penelitian dengan penerapan model ini pada aspek keterampilan berbahasa lainnya.


(48)

230

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Rina. 2001. Penggunaan Teknik Probing dalam Pembelajaran Membaca untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir dan Kemampuan Membaca Ilmiah siswa. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak Diterbitkan.

Arkikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Baradja, M.F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP Malang. Bond,G.C. et al. 1979. Reading Difficulties. Englewood Cliffs, New Jersey:

Prince Hall, Inc.

Costa, A.L.1985. The Prinsipal’s Role In Enhancing Thinking Skill. ASCD. Alexandria.

Dahlan. 1990. Model-model Pengajaran (Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar). Bandung: Dipegoro

Dupuis, M.M. 1982. Content Area Reading. Englewood Cliffs, New Jersey: Prince Hall, Inc.

El Ma’hady, Muhaemin. 2004. Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural [Online].tersedia: (http://re-searchengines.com/muhaemin6- 04.html [9 Oktober 2009]

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta.

Faisal, Sanapiah.1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Frenkel, J.R & Wallen, N.E.. 1993. Haw to Design and Evaluate Research in Education. USA: Mc Graw Hill

Goodman, K. 1988. The Reading Process, Interacrtive Approaches to Second Language Reading. Cambridge: Cambridge University Press.


(49)

Harris, TL & Hodges, E.R. 1981. A Dictionary of Reading and Related Terms. Wasington: Internasional Reading Association.

Harjasujana, Ahmad Slamet, dkk. 1998. Materi Pokok Membaca. Jakarta: Karunika.

Hidayat, K dkk. 1990. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Bina Cipta.

Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Indrawati. 2000. Model-Model Pembelajaran IPA. Bandung: Depdikbud.

Jorgensen, Marianne W..2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joyce, B Weil & Shower B. 2000. Models of Teaching Fourth Edition Massa Chusettes: Allyn and Bacon Publising Company.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.

Koesoema, Doni.2009. Pendidikan Karakter di Zaman Kaliber. Jakarta: Grasido. Lengkanawati, Nenden. 2005. Profesionalisme Guru Bahasa dalam Konteks

Sertifikasi Guru dan Eksistensi LPTK. Pidato Pengkuhan Guru Besar Tetap, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 24 November 2005.

Lubis, A.H. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Mulyansah, E. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurhadi. 2008. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung. CV. Sinar Baru.

Nurhadi. 2008. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca?. Bandung: CV. Sinar Baru.

Nur, Muhammad. 2000. Pengajaran Berpusat pada Siswa dan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Sebelas Maret. Noor, M. 1996. Teori dan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran


(50)

Prastiti, Try Dyah, dkk. 2001. Meningkatkan Kemampuan Membaca dengan Pembelajaran Membaca Kritis di Kelas Tinggi Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rahmi, Farida. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Russeffendi, E.T. 1998. Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarata: Kencana Prenada Media Grup.

Samiawan, Cony. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Grasindo. Smith, F. 1986. Understanding Reading. Englewood Cliffs, New Jersey: Prince

Hall, Inc.

Smith, N.B. & Robinson, A. 1980. Reading Instructions for Today’s Children. Englewood Cliffs, New Jersey: Prince Hall, Inc.

Soedarso. 2002. Speed Reading (Sistem Membaca Cepat dan Efektif). Jakarta: Gramedia Pustaka.

Soedarsono, Soemarno. 2008. Membangun Kembali Jati Diri Bangsa. Jakarta: PT. Elex Media Komputerindo.

Stinggins, R.J. 1994. Student Centered Classroom Assesment. United State: MacMIllan Collage Publising Company.

Sudjana. 1996. Metode Statitiska. Bandung: Taksito.

Sumardi, Y. 1986. Perbedaan Pengaruh Kegiatan Laboratorium Inkuiri Terbimbing dan Kegiatan Laboratoruim Verifikasi terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Pengajaran Fisika. Bandung: Tesis UPI. Tidak dipublikasikan. Sund, R.B. 1973. Teaching Science by Inquiry In the Secondary Scholl.

Colombus. Charles C. Merill Publishing.

Sutrisno, Joko. 2008. Pengaruh Metode Pembelajaran Inkuiri dalam Belajar Sains terhadap Motivasi Belajar Siswa [online]. Tersedia http//www.erlangga.co.id. [ 21 Desember 2009].

Syamsuddin, A.R.. 1992. Studi Wacana Teori, Analisis, dan Pengajaran. Bandung: FPBS IKIP Bandung.


(51)

Syamsuddin, A.R. dan Vismaia S. Damaianti. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tafsir, Ahmad. 1995. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tampubolon, DP. 2008. Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Djago. 1990. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H.G. 2008. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

Tilaar, H.A. R. 2004. Multikulturalisme, Tantangan-tangan Global Masa Depan dalam transformamsi Pedidikan nasional. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorentasi Kontruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

UPI. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Zulaeha, Ida. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Sosial Bagi Peningkatan Kemampuan Menulis Kreatif Dalam Konteks Multikultural Pada Siswa SMP. Disertasi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak Diterbitkan.

_________. 2009. Apa itu Pembelajaran Berbasis Multikultural? [online]. Tersedia:http://waraskamdi.com/index.php?option=com_content&task=view&id= 30&Itemid=6 [9 Oktober 2009].

__________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Empat. Jakarta: Gramedia.

_________. 2000. Pengembangan Karakter [online]. Tersedia: http:// klipingut.wordpress.com[16 Desember 2009].


(1)

menimbulkan ide kreatif dalam membahas wacana. Model pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam pembelajaran menulis dianggap oleh para guru merupakan model pembelajaran yang mampu melatih siswa untuk mampu mengungkapkan pendapat, berargumen dengan pendapatnya, berpikir kritis, kreatif, dan logis, serta peka terhadap lingkungan dan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa

Model inkuiri terbimbing berorientasi karakter memiliki kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Kelebihan dari model inkuiri terbimbing berorientasi karakter adalah siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan, menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inkuiri (mencari-temukan), mendukung kemampuan problem solving siswa, memberikan wahana interaksi antarsiswa, maupun siswa dengan guru. Dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.

Adapun kekurangan model inkuiri terbimbing berorientasi karakter adalah waktu yang tersita lebih lama untuk materi tertentu, tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah, dan tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model inkuiri terbimbing.


(2)

229

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan tersebut, peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai alternatif dalam meningkatkan kemampuan siswa pada pelajaran membaca kritis wacana sebagai berikut.

1. Model inkuiri terbimbing berorientasi karakter layak dipertimbangkan sebagai model pembelajaran alternatif karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran membaca kritis wacana. Oleh sebab itu, sebaiknya guru menggunakan model ini dalam pembelajaran membaca dengan menambahkan dengan model pembelajaran yang lain sehingga model ini lebih efektif.

2. Penerapan model inkuiri terbimbing berorientasi karakter dalam pembelajaran membaca kritis wacana haruslah disesuaikan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran membaca kritis wacana yang disiapkan guru. 3. Peneliti ini hanya dilakukan pada aspek keterampilan membaca kritis di

SMA Kesuma Indah Padangsidimpuan, SMA Negeri 2 Padangsidimpuan, dan SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan yang siswa berlatar multikultural. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan penelitian dengan penerapan model ini pada aspek keterampilan berbahasa lainnya.


(3)

230

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Rina. 2001. Penggunaan Teknik Probing dalam Pembelajaran Membaca untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir dan Kemampuan Membaca Ilmiah siswa. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak Diterbitkan.

Arkikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Baradja, M.F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP Malang. Bond,G.C. et al. 1979. Reading Difficulties. Englewood Cliffs, New Jersey:

Prince Hall, Inc.

Costa, A.L.1985. The Prinsipal’s Role In Enhancing Thinking Skill. ASCD. Alexandria.

Dahlan. 1990. Model-model Pengajaran (Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar). Bandung: Dipegoro

Dupuis, M.M. 1982. Content Area Reading. Englewood Cliffs, New Jersey: Prince Hall, Inc.

El Ma’hady, Muhaemin. 2004. Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural [Online].tersedia: (http://re-searchengines.com/muhaemin6- 04.html [9 Oktober 2009]

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta.

Faisal, Sanapiah.1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Frenkel, J.R & Wallen, N.E.. 1993. Haw to Design and Evaluate Research in Education. USA: Mc Graw Hill

Goodman, K. 1988. The Reading Process, Interacrtive Approaches to Second Language Reading. Cambridge: Cambridge University Press.


(4)

231

Harris, TL & Hodges, E.R. 1981. A Dictionary of Reading and Related Terms. Wasington: Internasional Reading Association.

Harjasujana, Ahmad Slamet, dkk. 1998. Materi Pokok Membaca. Jakarta: Karunika.

Hidayat, K dkk. 1990. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Bina Cipta.

Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Indrawati. 2000. Model-Model Pembelajaran IPA. Bandung: Depdikbud.

Jorgensen, Marianne W..2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joyce, B Weil & Shower B. 2000. Models of Teaching Fourth Edition Massa Chusettes: Allyn and Bacon Publising Company.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.

Koesoema, Doni.2009. Pendidikan Karakter di Zaman Kaliber. Jakarta: Grasido. Lengkanawati, Nenden. 2005. Profesionalisme Guru Bahasa dalam Konteks

Sertifikasi Guru dan Eksistensi LPTK. Pidato Pengkuhan Guru Besar Tetap, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 24 November 2005.

Lubis, A.H. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Mulyansah, E. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurhadi. 2008. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung. CV. Sinar Baru.

Nurhadi. 2008. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca?. Bandung: CV. Sinar Baru.

Nur, Muhammad. 2000. Pengajaran Berpusat pada Siswa dan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Sebelas Maret. Noor, M. 1996. Teori dan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran


(5)

Prastiti, Try Dyah, dkk. 2001. Meningkatkan Kemampuan Membaca dengan Pembelajaran Membaca Kritis di Kelas Tinggi Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rahmi, Farida. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Russeffendi, E.T. 1998. Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarata: Kencana Prenada Media Grup.

Samiawan, Cony. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Grasindo. Smith, F. 1986. Understanding Reading. Englewood Cliffs, New Jersey: Prince

Hall, Inc.

Smith, N.B. & Robinson, A. 1980. Reading Instructions for Today’s Children. Englewood Cliffs, New Jersey: Prince Hall, Inc.

Soedarso. 2002. Speed Reading (Sistem Membaca Cepat dan Efektif). Jakarta: Gramedia Pustaka.

Soedarsono, Soemarno. 2008. Membangun Kembali Jati Diri Bangsa. Jakarta: PT. Elex Media Komputerindo.

Stinggins, R.J. 1994. Student Centered Classroom Assesment. United State: MacMIllan Collage Publising Company.

Sudjana. 1996. Metode Statitiska. Bandung: Taksito.

Sumardi, Y. 1986. Perbedaan Pengaruh Kegiatan Laboratorium Inkuiri Terbimbing dan Kegiatan Laboratoruim Verifikasi terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Pengajaran Fisika. Bandung: Tesis UPI. Tidak dipublikasikan. Sund, R.B. 1973. Teaching Science by Inquiry In the Secondary Scholl.

Colombus. Charles C. Merill Publishing.

Sutrisno, Joko. 2008. Pengaruh Metode Pembelajaran Inkuiri dalam Belajar Sains terhadap Motivasi Belajar Siswa [online]. Tersedia http//www.erlangga.co.id. [ 21 Desember 2009].

Syamsuddin, A.R.. 1992. Studi Wacana Teori, Analisis, dan Pengajaran. Bandung: FPBS IKIP Bandung.


(6)

233

Syamsuddin, A.R. dan Vismaia S. Damaianti. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tafsir, Ahmad. 1995. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tampubolon, DP. 2008. Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Djago. 1990. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H.G. 2008. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

Tilaar, H.A. R. 2004. Multikulturalisme, Tantangan-tangan Global Masa Depan dalam transformamsi Pedidikan nasional. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorentasi Kontruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

UPI. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Zulaeha, Ida. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Sosial Bagi Peningkatan Kemampuan Menulis Kreatif Dalam Konteks Multikultural Pada Siswa SMP. Disertasi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak Diterbitkan.

_________. 2009. Apa itu Pembelajaran Berbasis Multikultural? [online]. Tersedia:http://waraskamdi.com/index.php?option=com_content&task=view&id= 30&Itemid=6 [9 Oktober 2009].

__________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Empat. Jakarta: Gramedia.

_________. 2000. Pengembangan Karakter [online]. Tersedia: http:// klipingut.wordpress.com[16 Desember 2009].