Analisis Musikal, Tekstual dan Fungsi Nanga-Nanga Mehumasa Pada Masyarakat Simeulue di Desa Salur, Kecamatan Teupah Barat, Kabupaten Simeulue Chapter III VI
BAB III
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL NANGA-NANGA MEHUMASA
3.1 Transkripsi
Transkripsi menurut ilmu Etnomusikologi merupakan proses penulisan
mengenai bunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu
musik ke dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Dalam hal ini
penulis ingin memvisualisasikan melodi Nanga-nanga mehumasa. Untuk
melakukan transkripsi dari Nanga-nanga mehumasa, penulis akan memakai
sistem notasi deskriptif yang dikemukakan oleh Charles Seeger. Notasi deskriptif
ini ditujukan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri musik atau
detail-detail yang lebih dalam tentang komposisi musik yang belum diketahui oleh
pembaca.
Dalam bab ini, penulis memilih untuk melakukan transkripsi dan analisis
melodi dari Nanga-nanga mehumasa dengan menggunakan notasi Barat. Penulis
memilih notasi Barat agar dapat menggambarkan pergerakan melodi Nangananga Mehumasa tersebut secara grafis atau tertulis (dapat dilihat) sehingga
memudahkan pembaca dalam menterjemahkan teks didalam nyanyian atau lagu
tersebut.
3.1.1 Simbol Dalam Notasi
Notasi-notasi yang digunakan dalam mentranskripsi melodi Nanga-nanga
mehumasa merupakan simbol-simbol notasi Barat. Berikut ini merupakan
52
Universitas Sumatera Utara
beberapa simbol yang digunakan dalam hasil transkripsi dari Nanga-nanga
mehumasa.
1. Pada gambar dibawah ini terlihat garis paranada yang memiliki lima garis
paranada dan 4 spasi yang menunjukkan nada dasar dari lagu tersebut adalah C =
do. Juga tidak terlihat juga ada tanda birama dalam partitur tersebut, menandakan
bahwa nyanyian tersebut bersifat free rithem atau memiliki ritem yang tidak
menetap
2. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/8 dan memiliki nilai 1/2
ketuk.
3. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/4 dan memiliki nilai 1
ketuk.
4. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/2 dan memiliki nilai 2
ketuk.
53
Universitas Sumatera Utara
5. Pada gambar dibawah ini merupakan 2 simbol dari not 1/8 yang telah
digabungkan dan memiliki nilai 1 ketuk.
6. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/2 yang bagian depan
nya diberikan tanda titik yang di artikan bahwa tanda titik itu memiliki nilai
setengah dari not yang ada dibelakangnya. Artinya jika not dibelangkanya bernilai
1/2 maka tanda titik itu bernilai 1/4, dan memiliki nilai 2 + 1 ketuk.
7. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/8 dan not 1/16 yang
bagian depan not 1/8 diberikan tanda titik yang di artikan bahwa tanda titik itu
memiliki nilai setengah dari not yang ada dibelakangnya. Artinya jika not
dibelangkanya bernilai 1/8 maka tanda titik itu bernilai 1/16, dan memiliki nilai
1/8 + 1/16 + 1/16 ketuk, jika digabungkan menjadi 1 ketuk.
8. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari legato. Yang memiliki arti
dapat menyambungkan antara not yang satu dengan yang lainnya, contohnya
seperti dibawah ini jika not 1/16 dengan not 1/4 di berikan tanda legato maka not
itu bernilai 11/4 ketuk tanpa henti.
54
Universitas Sumatera Utara
9. Pada gambar dibawah ini merupakan tanda berhenti yang bernillai 4 ketuk
10. Pada gambar dibawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 2 ketuk
11. Pada gambar dibawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 1 ketuk
12. Pada gambar dibawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 1/2 ketuk
3.1.2 Tangga Nada (Scale)
Tangga nada dalam musik barat dapat diartikan sebagai satu kumpulan not
yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang telah disesuaikan (baku)
sehingga memberikan karakter tertentu. Dalam Nanga-nanga Mehumasa, penulis
memberikan uratan-urutan nada yang terendah sampai nada yang tertinggi
berdasarkan pemakaian nada.
55
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tangga nada yang dipakai dalam lagu Nanga-nanga Mehumasa di
atas, penulis melihat bahwa nada yang dipakai dalam lagu Nanga-nanga
Mehumasa adalah nada C-D-E-F-G-A-B-C.
3.1.3 Nada Dasar (Pitch Center)
Bruno Nettl mengemukakan ada tujuh cara untuk menentukan nada dasar (pitch
center/tonalitas) yaitu :
1. Patokan umum adalah melihat nada mana yang paling sering dipakai dan nada
mana yang jarang dipakai dalam komposisi tersebut.
2. Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dapat dianggap sebagai nada
dasar, walaupun nada tersebut jarang dipakai.
3. Nada yang dipakai pada akhir (awal) komposisi atau pada akhir (awal) bagianbagian komposisi, dapat dianggap sebagai tonalitas dalam komposisi tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada atau posisi
persis ditengah-tengah dapat juga dianggap penting.
5. Interval-interval yang terdapat diantara nada-nada kadang dipakai sebagai
patokan.
6. Ada tekanan ritmis pada sebuah nada, juga dipakai sebagai tonalitas.
7. Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai
sistem tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan diatas.
Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik tampaknya
56
Universitas Sumatera Utara
adalah berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab dengan gaya musik
tersebut akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.
Dari kutipan diatas penulis melihat pernyataan kedua dan ketujuh
disepakati penulis untuk menjadi patokan nada dasar pada Nanga-nanga
Mehumasa. Maka nada dasar lagu dalam tulisan ini adalah nada C.
3.1.4 Wilayah Nada (Range)
Wilayah nada dalam sebuah komposisi musik adalah jarak antara nada
terendah dengan nada tertinggi yang ada pada melodi tersebut. Untuk
mempermudah penulis dalam mendapatkan wilayah nada Nanga-nanga
mehumasa, maka melodi nanga-nanga mehumasa tersebut akan dimasukkan ke
dalam garis paranada untuk dapat melihat dengan jelas susunan nada-nada yang
ada pada lagu tersebut, dengan tujuan untuk mempermudah penulis dalam melihat
nada terendah dan tertinggi dalam lagu tersebut. Wilayah nada lagu nanga-nanga
mehumasa dapat kita lihat pada gambar dibawah, berikut adalah wilayah nada dari
yang terendah hingga tertinggi.
3.1.5 Jumlah Nada (Frequency of Notes)
Jumlah nada dapat dilihat dari banyaknya pemakaian nada dalam sebuah
koposisi musik yang telah ditranskripsikan kedalam bentuk notasi. Jumlah nada
57
Universitas Sumatera Utara
yang dipakai dalam nyanyian Nanga-nanga mehumasa sesuai dengan tangga nada
yang telah dibuat sebelumnya.
Berikut adalah jumlah nada yang digunakan dalam Nyayian Nanga-nanga
Mehumasa. adalah nada.
Tabel 3.1 Nama dan Jumlah Nada
Nama Nada
Jumlah Nada
Total Nada
B
199
_
A
31
_
D
34
_
G
66
_
C
91
_
F#
64
_
3.1.6 Jumlah Interval (prevalent intervals)
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lainnya (Manoff
1991:50). Jarak antara nada satu dengan nada lainnya yang terdiri dari interval
naik maupun interval turun menurut jumlah larasnya yang dapat mempengaruhi
jumlah interval tersebut. Sedangkan jumlah interval merupakan banyaknya
interval yang dipakai dalam suatu komposisi musik atau nyanyian.
58
Universitas Sumatera Utara
Distribusi Interval
Tabel 3.2 :
Jumlah Interval Nada
Nama Interval
Posisi Interval
Jumlah Interval
1P
-
47
2M
-
43
2M
-
40
3M
-
114
3M
-
111
3m
-
11
3m
-
19
4m
-
13
4m
-
7
4M
-
2
3.1.7 Pola Kadensa (Cadence Patterns)
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi penutup pada akhir
lagu atau di tengah kalimat, sehingga dapat dengan sempurna menutup lagu
tersebut. Dalam lagu Nanga-nanga penulis memilih melodi akhir sebagai pola
kadensa.
59
Universitas Sumatera Utara
3.1.8 Formula Melodik (Melodic Formulas)
Formula melodi dalam hal ini terdiri atas bentuk, frasa, dan motif. Bentuk
adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa
adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Sedangkan motif adalah ide melodi
sebagai dasar pembentukan melodi. Berikut beberapa istilah untuk menganalisis
bentuk, yang dikemukakan oleh William P. Malm :
1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang diulang-ulang.
2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang memakai formula melodi yang
kecil dengan kecenderungan pengulang-pengulang di dalam keseluruhan
nyanyian.
3. Strofic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian/melodi yang baru atau berbeda.
4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian/melodi terjadi
pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan
melodi.
5. Progressive yaitu bentuk nyanyian/melodi yang terus berubah dengan
menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Pada lagu Nanga-nanga Mehumasa, penulis menyimpulkan dari kutipan
diatas bahwa bentuk melodi lagu Nanga-nanga Mehumasa adalah bentuk strofic
dimana dalam lagu Nanga-nanga tersebut dinyanyikan dengan melodi yang sama.
60
Universitas Sumatera Utara
3.1.9 Kontur (Contour)
Kontur adalah sebuah alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik
garis. Menurut Malm ada beberapa jenis kontur (Malm dalam Jonson 2000:76).
Jenis-jenis tersebut antara lain:
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi. seperti tampak pada gambar dibawah:
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah. seperti tampak pada gambar dibawah:
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari (a) nada yang
rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah atau dari
(b) nada yang tinggi ke nada yang rendah, kemudian kembali ke nada yang
tinggi. Seperti tampak pada gambar dibawah:
(a)
(b)
4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari
nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti tampak
pada
61
Universitas Sumatera Utara
5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakn
intervalnya terbatas. Seperti tampak pada gambar dibawah:
→
Dari jenis-jenis kontur yang tertera diatas, dalam lagu Nanga-nanga
mehumasa terdapat alur, yaitu:
1. Pendulous
3.2 Analisis ritem
1. Tempo
: 110
2. Durasi nyanyian
: 3 menit 48 detik
3. Meter
: Free meter
Lagu Nanga-nanga mehumasa dimainkan dengan perkiraan tempo 110
dengan durasi nyanyian yaitu 03,48 detik dan bersifat Free meter atau tempo yang
tidak konstan. Nanga-nanga mehumasa ini memiliki beberapa variasi dengan
melodi dan teks yang di ucapkan oleh si penyanyi bersifat seperti syair pantun
yang memberikan makna nasehat-nasehat serta ajakan dalam bekerja.
3.2.1 Bentuk (form)
Bentuk dapat diartikan sebagai hubungan antara bagian-bagian dari sebuah
komposisi musik dan hal ini merupakan struktur dari keseluruhan sebuah
62
Universitas Sumatera Utara
komposisi termasuk hubungan diantara unsur-unsur melodis dan ritmis. Dalam
Nanga-nanga Mehumasa dapat kita lihat bahwa:
a. Bentuk yang terdapat pada Nanga-nanga Mehumasa terdiri atas syair-syair
yang memiliki makna ajakan serta nasehat dan di ungkapkan sama seperti
pantun.
63
Universitas Sumatera Utara
Nanga-Nanga
Mehumasa
Transkrips oleh Firlianda Ilaham
dan mario Yosua Sinaga
64
Universitas Sumatera Utara
65
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
ANALISIS TEKSTUAL NANGA-NANGA MEHUMASA
4.1 Pengantar
Alan P. Merriam dalam bukunya The Antropology of Music (1964 : 187189) mengatakan bahwa salah satu sumber dalam memahami tentang tingkah laku
manusia yang berhubungan dengan musik ialah teks dari nyanyian dimana dalam
teks tersebut dapat memberikan kesan kepada orang yang berada pada saat
dinyanyikan teks nyanyian tersebut sehingga teks dalam sebuah nyanyian serta
musik sangat perlu dan saling mempengaruhi. Teks dapat di pahami sebagai suatu
rangkaian pernyataan bahasa secara terstruktur.
Dalam bab ini penulis akan menganalisis teks khususnya Nanga-nanga
mehumasa yang terdiri dari 7 (tujuh) bait menggunakan teori semiotik, yakni teori
mengenai studi tentang tanda dan cara tanda itu bekerja termasuk didalam nya
mempelajari
sistem-sistem,
aturan-aturan,
konvensi-konvensi
yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti (john fiske :2007). Untuk
mengungkap tanda-tanda maupun makna yang terkandung dalam Syair pantun
Nanga-nanga mehumasa, penulis terlebih dahulu menuliskan teks dan artinya
secara harfiah dan menjelaskan teks termasuk ke dalam sastra apa. Kemudian
setelah itu melihatnya secara struktural, baru kemudian menguraikan maknanya
secara budaya, baik makna denotatif (harfiah) maupun konotatif, ditambah dengan
penafsiran-penafsiran penulis.
Untuk kepentingan analisis berikut ini disajikan teks Nanga-nanga
mehumasa secara utuh dan di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia , penulis
juga meletakkan nomor pada bait agar lebih dapat di pahami oleh pembaca.
66
Universitas Sumatera Utara
1.
sira-sira oi sikandong
anyungkulan merafara-rafa
bekame ata sao hampong
Sumani mahea mebak tinafa
sira-sira oi sikadung
pagi hari berkicau-kicau
berkemas orang suatu kampung
segera pergi menuju sawah
2.
Angaya umela merafa-rafa
umela tek detak bulung bano
Summani mahea mehumasa
Aifak itanifuha lahal fano
jika kudengar berkicau-kicau
kudengar dari atas daun talas
segera kita pergi bekerja
agar jangan datang sengsara
3.
katak lesung alek punago
alaune awak ganggo
aifak afelsurito
dainan ta beharajo
buat lesung dari penaga
penumbuknya batang gangga
jangan kita banyak cerita
lebih baik kita bekerja
4.
Mangengkek bajak alek cangkur
Supayo mananam satiok tahun
Aifak Malibu ita basukur
mangafen doa rajaki toron
membuat bajak dengan cangkul
untuk ditanam setiap tahun
jangan lupa kita bersyukur
sertakan doa rezekipun turun
5.
Mangutu ahai subuh subuh
Mahea humasa nta salalu
Menumbuk padi subuh-subuh
Bekerjalah kita giat selalu
6.
ontok angkom alek saramo
mangiau aluhan mengeneng bano
pukul gendang serta pembuka
menuju kampung yang sejahtera
Berdasarkan lirik nyanyian tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa
nyanyian tersebut merupakan nyanyian ajakan bekerja yang menggambarkan
tentang sistem mata pencaharian masyarakat Simeulue. Sistem mata pencaharian
masyarakat simeulue desa salur berdasarkan nyanyian nanga-nanga mehumasa
ialah bercocok tanam atau bertani.
4.2 Bentuk tektsual Nanga-nanga mehumasa
Analisis lirik lagu selain dapat dikaji mengenai tema dan isi dari lirik lagu,
juga dapat dilihat dari kategorisasi (apakah termasuk pada, nasehat, sindiran,
67
Universitas Sumatera Utara
wawasan, puisi bebas, dan lain-lain). Selain itu dapat pula dilihat dari segi
hubungan antara setiap suku kata yang dinyanyikan dan melodinya, apakah
termasuk pada bentuk silabis atau melismatis. Dapat pula dilihat dari segi
kesesuaian antara pemenggalan suku katanya dan melodi yang dihasilkan.
Berdasarkan ilmu 6sastra, untuk mengkaji lirik Nanga-nanga mehumasa
diatas penulis mengkategorikannya kedalam bentuk puisi bebas yakni syair
pantun yang dikaitkan dalam satu tema mengenai ajakan bekerja dalam mata
pencaharian bercocok tanam atau bertani. agar lebih jelas penulis akan mengulas
dulu apa itu pantun.
4.2.1 Nanga-nanga mehumasa sebagai pantun
7
Pantun adalah puisi melayu asli yang sudah mengakar lama dalam budaya
masyarakat. Pantun merupakan salah satu jenis karya puisi lama. Lazimnya
pantun hanya terdiri atas 4 larik (baris) bersajak ab-ab dan aa-aa. Pada awal
mulanya pantun merupakan sastra lisan, tapi kini pantun juga ada dalam bentuk
tulisan. Keseluruhan bentuk pantun hanyalah berupa sampiran dan isi. Sampiran
terletak pada baris pertama dan kedua dan biasanya tidak berhubungan secara
6
Menurut Jacob Sumardjo dan Saini K.M. (1991:2-3), setidaknya ada beberapa batasan
yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan Apa Itu Sastra ? Pertama, sastra adalah seni
bahasa. Kedua, sastra adalah ungkapan yang spontan dari perasaan yang mendalam. Ketiga, sastra
adalah ekspresi pikiran, semua kegiatan mental manusia dalam bahasa. Keempat, sastra adalah
inspirasi kehidupan yang diungkapkan dalam bentuk keindahan. Kelima, sastra adalah semua buku
yang memuat perasaan kemanusiaan mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian,
keluasan pandangan, dan bentuk memesona.
7
Pantun adalah bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasanya terdiri atas
empat baris yang bersajak (a-b-a-b), tiap larik biasanya terdiri atas empat kata, baris pertama dan
baris kedua biasanya untuk tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi
(KBBI).
68
Universitas Sumatera Utara
langsung dengan bagian kedua. Baris ketiga dan keempat ialah bagian isi yang
merupakan tujuan dari puisi tersebut.
Rizal (2010 : 12), mengemukakan bahwa ‖Pantun merupakan puisi asli
anak Indonesia dan bangsa-bangsa serumpun Melayu (Nusantara), milik budaya
bangsa. Bersajak akhir dengan pola ab-ab yang mana terdiri dari empat baris, dua
baris pertama merupakan sampiran atau bayangan dan dua baris terakhir sebagai
isi pantun atau maksud. Sampiran memiliki fungsi estetik untuk mengantarkan isi
(makna/maksud)‖. Maksud dari pernyataan di atas menjelaskan bahwa pantun
adalah sebuah puisi asli Indonesia yang memilik ciri utama bersajak akhir ab-ab
dan tersusun atas sampiran dan isi. Sampiran dari setiap larik pantun berfungsi
sebagai keindahan serta sebagai pembuka isi pantun.
Lanjut Kosasih (2008:17), mengemukakan bahwa ‖Pantun merupakan
puisi lama yang terikat oleh berbagai ketentuan, seperti banyaknya larik setiap
bait, banyaknya suku kata dalam setiap larik atau pola rimanya. Ketentuanketentuan tersebutlah yang membedakan pantun dengan puisi lama lainnya‖.
Maksud dari uraian di atas menjelaskan bahwa pantun merupakan sebuah bentuk
puisi lama yang tersusun berdasarkan kriteria tertentu, misalnya larik setiap bait,
suku kata yang digunakan dan pola rima atau sajak akhirnya. Hal tersebutlah
yang membedakan pantun dengan bentuk puisi lama lainnya. Fang (dalam Harun,
2012 : 164), mengungkapkan bahwa ‖Pantun adalah senandung atau puisi rakyat
yang dinyanyikan‖. Maksud dari pernyataan Fang di atas adalah pantun
merupakan sebuah puisi rakyat yang dapat dilantunkan atau dinyanyikan.
69
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa pendapat pakar di atas, yang menjelaskan tentang
pengertian pantun, maka dapat disimpulkan bahwa pantun merupakan sebuah
karya sastra lama yang berbentuk lisan dan dalam hal ini dapat dinyanyikan,
Namun untuk melihat lirik nanga-nanga mehumasa apakah termasuk ke dalam
pantun, maka penulis akan menjelaskan juga ciri-ciri dan jenis pantun sesuai yang
dikemukakan oleh para pakar mengenai pantun berikut.
4.2.1.1 Ciri-ciri Pantun
Pantun yang merupakan sebuah karya sastra lisan, memiliki ciri tersendiri
yang mampu membedakannya dengan sastra lisan lain. Ciri tersebut merupakan
sesuatu yang harus ada dan membangun sebuah sastra lisan yang berlebel pantun.
Tanpa ciri-ciri atau kriteria-kriteria itu, maka sastra lisan tersebut tidaklah
dinamakan dengan pantun. Ciri utama dari pantun adalah bersajak akhir dengan
ab-ab atau aa-aa dan dua baris pertama disebut sampiran sedangkan dua baris
terakhir merupakan isi. Rizal (2010 : 14), mengemukakan bahwa ‖Pantun adalah
bentuk puisi yang mempunyai ciri-ciri tersendiri,‖ yaitu sebagai berikut :
1. Setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata.
2. Setiap bait terdiri dari 4 baris.
3. Setiap bait paling banyak terdiri dari 4 kata.
4. Baris pertama dan kedua dinamakan sampiran.
5. Baris ketiga dan keempat dinamakan isi.
6. Mementingkan rima akhir dan rumus rima itu ialah ab-ab, maksudnya
70
Universitas Sumatera Utara
bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua
sama dengan baris keempat.
Kosasih (2008 : 18), mengemukakan bahwa ‖Pantun merupakan puisi
yang memiliki ketentuan-ketentuan tersendiri,‖ yaitu sebagai berikut :
1. Terdiri atas empat baris.
2. Setiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata.
3. Dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris berikutnya merupakan isi
pantun.
4. Pantun mementingkan rima akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a. Bunyi akhir
baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua sama
dengan bunyi akhir baris keempat.
Berdasarkan pendapat Rizal dan Kosasih di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pantun memiliki ciri-ciri tersendiri nya begitu pula halnya dengan lirik dari
nanga-nanga kehumasa yaitu terdiri atas empat larik (empat baris bila dituliskan),
setiap baris terdiri dari delapan sampai dua belas suku kata, bersajak akhir dengan
pola aa-aa dan ab-ab, terdiri atas sampiran dan isi, yaitu baris pertama dan kedua
merupakan sampiran dan baris ketiga dan keempat merupakan isi, setiap sampiran
dan isi dibaris pertama, kata pertama ditulis dengan huruf kapital dan di baris
kedua, kata pertama ditulis dengan huruf kecil.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa pantun khususnya pantun dalam
lirik nanga-nanga memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan pantun Melayu,
hanya saja pantun dalam lirik nanga-nanga dibawakan dengan gaya bernyanyi
bukan dengan gaya berpantun.
71
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.1 Jenis-jenis Pantun
Secara umum pantun tersebut terbagi berdasarkan bentuk dan isinya. Dari
kedua pembagian tersebut, pantun terbagi lagi ke dalam beberapa penggolongan
yang lebih khusus lagi. Rizal (2010 : 16), mengemukakan bahwa ‖Pantun Melayu
terbagi berdasarkan bentuk dan isinya‖.
1. Berdasarkan bentuknya, pantun Melayu terbagi atas :
a. Pantun Biasa
Pantun biasa adalah pantun yang bercirikan bersajak ab-ab, tiap bait empat
baris yang terdiri dari 8-12 suku kata, terbagi atas dua bagian yaitu dua baris
pertama disebut sampiran dan dua baris terakhir disebut isi, dan dapat selesai
dalam satu bait (Rizal, 2010 : 16).
Contoh:
Anak orang seberang Padang
sembahyang subuh tinggi hari
Kami ibarat kapal terbang
habis bensin jatuh ke bumi
b. Pantun Seloka (Pantun Berkait)
Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup terdiri dari satu bait saja,
karena antara bait yang satu dengan yang lainnya memiliki perkaitan yaitu baris
kedua dan keempat pada bait pertama dipakai kembali pada baris pertama dan
ketiga di bait kedua dan seterusnya (Rizal, 2010 : 19).
Contoh :
Bunga melur cempaka biru
bunga rampai di dalam puan
Tujuh malam semalam rindu
belum sampai padamu tuan
72
Universitas Sumatera Utara
Bunga rampai di dalam puan
ruku-ruku di peringgi
Belum sampai padamu tuan
rindu saya bukan sedikit
(Rizal, 2010 : 19)
c. Talibun
Talibun adalah pantun yang jumlah barisnya lebih dari 4 baris dan satu
bait pantun talibun jumlah barisnya selalu genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya,
terdiri dari dua bagian yaitu sampiran dan isi, jika satu bait berisi 6 baris, maka 3
baris pertama ialah sampiran dan 3 baris sisanya ialah isi, sedangkan untuk
sajaknya menjadi a-b-c-a-b-c (Rizal, 2010 : 18).
Contoh pantun talibun 6 baris:
Kalau anak pergi ke lapau
hiyu beli belanak beli
ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
ibu cari sanak pun cari
induk senang cari dahulu
(Harun, 2012 : 170)
d. Pantun Kilat (Karmina)
Karmina adalah pantun yang terdiri atas dua baris, baris pertama
merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi (Kosasih, 2008 : 19).
Dalam penulisannya terdapat dua pendapat dalam menulis pantun ini, ada yang
menulis dua baris dan ada pula yang menulisnya empat baris (Rizal, 2010 : 17).
Contoh:
Ada ubi ada talas
ada budi ada balas
Atau
Ada ubi ada talas
Ada budi ada balas
(Rizal, 2010 : 17)
73
Universitas Sumatera Utara
Maka dapat disimpulkan bahwa semua bentuk pantun terdiri atas dua
bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali
berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya),
dan biasanya tidak mempunyai hubungan dengan bagian kedua yang
menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir
merupakan isi yaitu tujuan pantun tersebut.
Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki
bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun ‖versi pendek‖ sedangkan
talibun adalah ‖versi panjang‖.
2. Berdasarkan isinya, pantun Melayu terbagi atas :
a. Pantun Anak-anak
Pantun anak-anak adalah pantun yang digunakan dikalangan anak-anak.
Pantun anak-anak terbagi dua, yaitu:
b. Pantun Bersuka Cita
Contoh :
Elok rupanya si kumbang jati
dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
melihat ibu sudah datang
(Rizal, 2010 : 24)
c. Pantun Teka-teki
Contoh :
Berlayar biduk ke Malaka
menyebar jala di pagi hari
Wahai kawan cobalah terka
binatang apa tanduk di kaki
74
Universitas Sumatera Utara
(Rizal, 2010 : 24)
d. Pantun Berduka Cita
Contoh :
Tanam bayam sambil duduk
tanam di dekat pinggir paya
Lihatlah ayam tak berinduk
begitu macam untung saya
(Rizal, 2010 : 26)
e. Pantun Muda (Remaja)
Pantun muda (remaja) adalah pantun yang sering digunakan dalam
kalangan remaja. Pantun ini ada lima, yaitu :
1. Pantun Dagang
Contoh :
Meninjau padilah masak
batang kapas bertimbal jalan
Hati risau dibawa gelak
bagai panas mengandung hujan
(Rizal, 2010 : 27)
2. Pantun Perkenalan
Contoh :
Hilir raga mudik pun raga
singgah sebentar di kuala Jangkal
Abang muda adikpun muda
apa salahnya kita mengenal
(Rizal, 2010 : 29)
3. Pantun Berkasih-kasihan
Contoh :
75
Universitas Sumatera Utara
Kain batik bersegi lima
basah kuyup ditimpa embun
Kasih tuan kami terima
menjadi hutang beribu tahun
(Rizal, 2010 : 31)
4. Pantun Perceraian
Contoh :
Dua tiga kucing berlari
tidak serupa si kucing belang
Dua tiga dapat dicari
tidak serupa dengan yang hilang
(Rizal, 2010 : 32)
5. Pantun Nasib
Contoh :
Manis tebunya orang Singgalang
dimasak orang di hari senja
Benang sehelai tidak menenggang
sedang diperlu putus pula
(Rizal, 2010 : 34)
6.
Pantun Jenaka
Pantun jenaka merupakan pantun yang digunakan untuk bersenda gurau, baik
dikalangan anak-anak ataupun remaja.
Contoh :
Dua sejoli burung merpati
terbang sekawan melayang-layang
Orang hitam giginya putih
mulutnya bau gorengan pisang
(Rizal, 2010 : 35)
76
Universitas Sumatera Utara
7. Pantun petua
Pantun orang tua ialah pantun yang digunakan dikalangan orang tua.
Pantun orang tua terbagi tiga, yaitu :
1. Pantun Nasihat
Contoh :
Hati-hati menyeberang
jangan sampai titian patah
Hati-hati dirantau orang
jangan sampai berbuat salah
(Rizal, 2010 : 37)
2. Pantun Adat
Contoh :
Kayu hutan bukan andalas
baik dibuat untuk lemari
Mau berhujan tahan panas
begitu orang cari rezeki
(Rizal, 2010 : 38)
3. Pantun Agama
Contoh :
Kemumu di dalam semak
jatuh melayang selaranya
Meski ilmu setinggi tegak
tidak sembahyang apa gunanya
(Rizal, 2010 : 40)
Dari uraian yang telah di jelaskan diatas mengenai pantun, maka Ditinjau
dari karakteristiknya, pantun dalam lirik nanga-nanga dapat didekati dari dua sisi,
yaitu sisi bentuk dan sisi isi atau makna yang dikandungnya‖. Berikut ini adalah
Pantun yang termasuk kedalam nyanyian nanga-nanga mehumasa.
77
Universitas Sumatera Utara
Pantun pada bait 1 dan 2 dalam nyanyian nanga-nanga mehumasa
termasuk kedalam bentuk pantun seloka yaitu pantun berkait sementara menurut
isinya pantun ini dapat dikategorikan kedalam pantun nasihat
Sampiran
sira-sira oi sikandong
anyungkulan merafara-rafa
sira-sira oi sikadung
pagi hari berkicau-kicau
isi
bekame ata sao hampong
Sumani mahea mebak tinafa
berkemas orang suatu
kampung
segera pergi menuju sawah
Sampiran
Angaya umela merafa-rafa
umela tek detak bulung bano
isi
Summani mahea mehumasa
Aifak itanifuha lahal fano
jika kudengar berkicau-kicau
kudengar dari atas daun
talas
segera kita pergi bekerja
agar jangan datang sengsara
Pantun pada bait ke 3 dalam nyanyian nanga-nanga mehumasa ini adalah
pantun nasihat yang termasuk kedalam bentuk pantun biasa, yang terdiri dari
sampiran dan isi dan bersajak a-a-a-a .
Sampiran
katak lesung alek punago
alaune awak ganggo
buat lesung dari penaga
penumbuknya batang gangga
isi
aifak afelsurito
dainan ta beharajo
jangan kita banyak cerita
lebih baik kita bekerja
Pantun pada bait ke 4 ini juga hampir sama dengan pantun ke 3 tergolong
kedalam bentuk pantun biasa berisi nasihat. Namun perbedaan nya ada pada pola
persajakan, yaitu a-b-a-b
Sampiran
Isi
Mangengkek bajak alek cangkur
Supayo mananam satiok tahun
membuat bajak dengan
cangkul
untuk ditanam setiap tahun
Aifak Malibu ita basukur
mangafen doa rajaki toron
jangan lupa kita bersyukur
sertakan doa rezekipun turun
78
Universitas Sumatera Utara
Pantun 5 dalam nyanyian Nanga-nanga mehumasa adalah pantun karmina
atau pantun singkat yang hanya terdiri dari 2 baris , baris pertama sampiran dan
baris ke dua isi atau maksud.
Sampiran
Mangutu ahai subuh subuh
Menumbuk padisubuh subuh
Isi
Mahea humasa nta salalu
Bekerja kita giat selalu
Pantun 6 dalam nyanyian Nanga-nanga mehumasa juga tergolong
kedalam pantun karmina yang terdiri dari 2 baris, pada baris pertama adalah
sampiran dan baris kedua isi.
Sampiran
ontok angkom alek saramo
pukul gendang serta pembuka
Isi
mangiau aluhan mengeneng bano
menuju kampung yang
sejahtera
4.3 Struktur teks nanga-nanga mehumasa
Dalam mengkaji stuktur teks nanga-nanga choemasa yang juga
merupakan tradisi lisan dipergunakan konsep struktur wacana Van Dijk dengan
modifikasi berdasarkan kebutuhan kajian. Dalam berbagai tulisannya, Van Dijk
(1985a: 1-8, 1985b: 1-11, 1985d: 1-8) menyebutkan bahwa ada tiga kerangka
struktur teks yakni struktur makro, superstruktur dan struktur mikro.
Struktur makro merupakan makna keseluruhan, makna global atau makna
umum dari sebuah teks yang dapat dipahami dengan melihat topik atau tema dari
sebuah teks. Jika dilihat dari segi tema Nanga-nanga Mehumasa ini, secara makna
keseluruhan terlihat jelas bahwa teks ini termasuk dalam topik atau tema
komunikasi. Karena nanga-nanga meehumasa merupakan cara masyarakat
79
Universitas Sumatera Utara
berkomunikasi tentang bagaimana Masyarakat yang berprofesi sebagai petani
dalam menjalani kehidupannya.
Super struktur atau struktur alur merupakan kerangka dasar sebuah teks
yang meliputi rangkaian elemen sebuah teks dalam membentuk satu kesatuan
bentuk yang koheren. Dengan kata lain superstruktur merupakan skema atau alur
sebuah teks. Sebuah teks secara garis besar tersusun atas tiga elemen yaitu
pendahuluan (introduction), bagian tengah (body) dan penutup (conclusion), yang
masing-masing harus saling mendukung secara koheren. Berikut adalah alur teks
nanga-nanga mehumasa.
Pendahuluan (introduction)
Sira sira o sikandong
Anyungkulan merafa-rafa
Bekame ata sao hampong
Sumani toron mehumasa
burung murai o sikandung
berkicau-kicau dipagi hari
berkemaslah orang suatu kampung
untuk segera pergi bekerja
Angaya umela merafa-rafa
umela tek detak bulung bano
Sumani mahea mebak tinafa
Aifak nifuha lahal fano
jikalau kudengar kicauannya
terdengar dari atas daun talas
segeralah cepat pergi kesawah
agarjangan,datang sengsara
Bagian tengah (body)
katak lensung alek punango
ujung ne batang ganggo
aifak afel surito
dainan beharajo
penumbuk lesung dari penaga
ujung nya dari batang gangga
jangan lah banyak bercerita
lebih baik kita bekerja
Mangengkek bajak alek cangkur
Supayo mananam satiok tahun
Aifak Malibu ita basukur
mangafen doa rajaki toron
membuat bajak dengan cangkul
untuk ditanam setiap tahun
jangan lupa kita bersyukur
sertakan doa rezekipun turun
Penutup (conclusion)
Mangutu ahai subuh subuh
Mahea humasa nta salalu
Menumbuk padisubuh subuh
Bekerja kita giat selalu
80
Universitas Sumatera Utara
Ontok kedang alek saramo
Mangiau aluhan mangeneng bano
pukul gendang dengan pembuka
menuju kampung yang sejahtera
Struktur mikro adalah struktur teks secara linguistik teoritis. Linguistik
teoritis yang dimaksud disini mencakup tataran bahasa seperti bunyi (fonologis),
kata (morfologis), kalimat (sintaksis), wacana (diskursus), makna (semantik),
maksud (pragmatik), gaya bahasa (stilistik), dan bahasa kiasan (figuratif).
4.4 Makna konotatif dan denotatif teks nanga-nanga mehumasa
Makna ialah sesuatu yang tersirat dibalik bentuk atau aspek isi dari suatu
kata atau teks kalimat. Teks yang terdapat pada nyanyian nanga-nanga mehumasa
tersebut akan menghasilkan makna. Ada dua jenis makna yang biasanya
terkandung di dalam sebuah nyanyian. Makna tersebut adalah makna konotatif,
yaitu makna yang terkandung arti tambahan, dan yang kedua adalah makna
denotatif, yaitu makna yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut dengan
makna yang sebenarnya (Groce Kraft, 1991: 25).
Lirik lagu yang menggunakan bahasa daerah ataupun, jika diartikan ke
dalam bahasa Indonesia kemungkinan sangatlah tidak sesuai dengan apa yang
dimaksudkan pada teks aslinya. Oleh karena itu, penulis ingin menjelaskan makna
sebenarnya yang terkandung dalam lirik nanga-nanga mehumasa ini, untuk
mempermudah proses penggalian makna yang terkandung, Berikut akan
dijelaskan apa saja makna yang tersirat di dalam teks nanga-nang yang mewakili
nilai-nilai kehidupan sosial yang terdapat pada masyarakat kebudayaan Simeulue.
81
Universitas Sumatera Utara
sira-sira oi sikandong
anyungkulan merafara-rafa
bekame ata sao hampong
Sumani mahea mebak tinafa
sira-sira oi sikadung
pagi hari berkicau-kicau
berkemas orang satu kampung
segera pergi menuju sawah
Angaya umela merafa-rafa
umela tek detak bulung bano
Summani mahea mehumasa
Aifak itanifuha lahal fano
jika kudengar kicauannya
kudengar dari atas daun talas
segerakita pergi bekerja
agar jangan datang sengsara
Pantun diatas adalah makna konotatif yakni penyair menceritakan tentang
seoarang petani disuatu perkampungan, lalu petani mendengar kicauan burung
sira-sira, burung sira-sira adalah sejenis burung murai yang setiap paginya
berkicau. Kicauan burung sira-sira tersebut menandakan waktu pagi sudah tiba,
maka para petani diperkampungan tersebut terbangun dan bersiap-siap menuju
kesawahnya ,sedangkan kelanjutan pantun diatas juga bermakna konotatif yaitu
ajakan kepada para petani untuk bekerja agar jangan datang sengsara kepada
mereka.
Secara keseluruhan pantun di atas mengajarkan kepada para pendengarnya
serta kepada para petani agar janganlah bermalas-malasan dalam bekerja karena
orang diperkampungan tersebut sangat membutuhkan jasa petani.
katak lensung alek punango
ujung ne batang ganggo
aifak ame afel surito
dainan ta beharajo
penumbuk lesung dari penaga
ujung nya dari batang gangga
jangan lah banyak bercerita
lebih baik kita bekerja
Syair 3 memiliki makna denotatif. Syair penutup ini berbentuk pantun
nasehat yang terdiri dari sampiran dan isi, pada baris 1 dan 2 adalah sampiran
sementara isi atau maksud pada baris 3 dan 4. dalam hal ini penyair menyatakan
82
Universitas Sumatera Utara
bahwa dalam bekerja jangan lah pembicaraan yang diutamakan, namunsebaliknya
dengan tujuan agar pekerjaan cepat terselesaikan dengan baik.
Mangengkek bajak alek cangkur
Supayo mananam satiok tahun
daifak Malibu ita basukur
mangafen doa rajaki toron
membuat bajak dengan cangkul
supaya menanam setiap tahun
jangan lupa kita bersyukur
sertakan doa rezekipun turun
Makna pantun diatas adalah ungkapan rasa syukur petani kepada tuhan
dengan diserati doa yang selalu dilakukan oleh petani agar kiranya tuhan memberi
rezki kepada mereka.
ontok angkom alek saramo
mangiau aluhan mengeneng bano
pukul gendang serta pembuka
menuju kampung yang sejahtera
Makna pantun diatas adalah makna denotatif. pada pantun penutup ini
adalah semangat dan cita-ta para petani untuk membangun kampungnya dengan
hidup yang lebih baik dimasa yang akan datang.
83
Universitas Sumatera Utara
BAB V
ANALISIS FUNGSI NANGA-NANGA MEHUMASA
5.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi
Menurut Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah
bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu
rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan
dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur
kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan
nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan
naluri manusia untuk tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi
karena kombinasi dari beberapa macam human need (kebutuhan manusia) itu.
Dengan pemahaman ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan
banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.8
Selaras dengan pendapat Malinowski, nanga-nanga mehumasa di dalam
kebudayaan etnik Simeulue, timbul dan berkembang karena dibutuhkan untuk
memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat Simeulue Aceh pada
umumnya. Nanga-nanga mehumasa timbul, karena masyarakat pengamalnya
ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap pembangungunan ekonomi
Simeulue yang lebih baik. Namun lebih jauh dari itu, akan disertai dengan fungsi-
8
Lihat Koentjaraningrat (penye.) Sejarah Teori Antropologi I (1987:171). Abstraksi
tentang fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha kajian etnografi
dalam antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi
secara fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode
penyelidikan lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan masyarakat
Trobiands, selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial daripada adat,
tingkah laku manusia dan institusi-institusi sosial menjadi mantap (Koentjaraningrat, 1987:67).
84
Universitas Sumatera Utara
fungsi lainnya, seperti integrasi masyarakat, hiburan, kontinuitas budaya,
pendidikan budaya, komunikasi, penghayatan tentang alam, dan lainnya.
A.R. Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat
dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus,
sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian,
Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu
masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian
aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya.
Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal,
seperti yang dihuraikannya berikut ini.
By the definition here offered ‗function‘ is the contribution which
a partial activity makes of the total activity of which it is a part.
The function of a perticular social usage is the contribution of it
makes to the total social life as the functioning of the total social
system. Such a view implies that a social system ... has a certain
kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We
may define it as a condition in which all parts of the social system
work together with a sufficient degree of harmony or internal
consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither
be resolved not regulated (1952:181).
Selaras dengan pandangan Radcliffe-Brown, nanga-nanga mehumasa di
dalam budaya Simeulue boleh dianggap sebagai bagian daripada struktur sosial
masyarakat Simeulue. Seni pertunjukan nanga-nanga mehumasa adalah salah satu
bahagian aktivitas yang bisa menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang
pada saatnya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat
pengamalnya, yakni etnik Simeulue. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai
tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi
85
Universitas Sumatera Utara
oleh berbagai kondisi sosial dan budaya dalam masyarakat Simeulue, seperti
sebagai masyarakat dikalangan petani, teguh memegang adat, sangat bertoleransi,
dan selalu berguru kepada alam, serta berbagai faktor sosial dan kebudayaan
lainnya.
Dalam bidang etnokoreologi atau antropologi tari, Soedarsono yang
melihat fungsi seni, terutama dari hubungan praktis dan integratifnya, mereduksi
tiga fungsi utama seni pertunjukan (baik tari, musik, teater, dan seejenisnya),
yaitu: (1) untuk kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai ungkapan
perasaan pribadi yang dapat menghibur diri dan (3) sebagai penyajian estetik
(1995). Selaras dengan pendapat Soedarsono nanga-nanga mehumasa mempunyai
fungsi sosial, ungkapan perasaan peribadi yang dapat menghibur diri
dan
penyajian estetika.
Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba
menerapkannya dalam disiplin ilmu etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas
Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan
dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah
sangat penting. Para ahli etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti
terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita
merujuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat,
sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian dari pelaksanaan adat
istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitasaktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian
antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.
86
Universitas Sumatera Utara
Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it
may or may not also have a deeper function. If the lover uses song
to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the
continuity and perpetuation of the biological group. When the
supplicant uses music to the approach his god, he is employing a
particular mechanism in conjunction with other mechanism as such
as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function
of music, on the other hand, is enseparable here from the function of
religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a
sense of security vis-á-vis the universe. ―Use‖ them, refers to the
situation in which music is employed in human action; ―function‖
concerns the reason for its employment and perticularly the broader
purpose which it serves. (1964:210).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian
penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam
sesebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi
bahagian dari situai tersebut. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang
lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang
ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai
perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia—[yaitu
untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, kawin dan berumah tangga dan pada
akhirnya
menjaga
kesinambungan
keturunan
manusia].
Jika
seseorang
menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme
tersebut
behubungan
mengorganisasikan
dengan
ritual
dan
mekanisme
lain,
kegiatan-kegiatan
seperti
menari,
upacara.
berdoa,
―Penggunaan‖
menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan
―fungsi‖ berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama
tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan
demikian, selaras dengan Merriam, menurut penulis penggunaan lebih berkaitan
87
Universitas Sumatera Utara
dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan
konsistensi internal budaya.
Berkaitan dengan penggunaan dan fungsi nanga-nanga mehumasa etnik
Simeulue di Provinsi Aceh, maka penggunaan maupun fungsinya mencakup
berbagai aktivitas sosial budaya. Lihat uraikan berikut ini.
5.2 Penggunaan Nanga-nanga mehumasa
Bagi masyarakat Simeulue nanga-nanga mehumasa tujuan dan fungsi
utamanya adalah sarana media rakyat sebagai wujud mengajak masyarakat
khususnya di yang bidang pertanian agar membangun ekonomi siemulule yang
lebih baik , sebagai satu kearifan yang sarat nilai. Dari fungsi utama ini, maka
secara kultural, nanga-nanga digunakan dalam berbagai aktivitas masyarakatnya,
baik yang sifatnya formal seperti upacara adat Mangan ulun tinafa ( kenduri
padi), perkawinan atau nonformal seperti untuk mengiringi anak tidur.. Berikut ini
dianalisis beberapa penggunaan nanga-nanga mehumasa di dalam kebudayaan
etnik Simeulue Aceh.
Penggunaan nanga-nanga di Simeulue Aceh mencakup berbagai-bagai
aktivitas, seperti: memeriahkan suasana, upacara adat mangan ulun tinaf,a pesta
perkawinan, memeriahkan suasana pesta khitanan, untuk mengiringi upacaraupacara tradisional , untuk festival-festival budaya, untuk mengiringi acara-acara
perasmian, untuk kepentingan pariwisata, meresmikan gedung pemerintahan,
menyambut tetamu kehormatan, memeriahkan hari ulang tahun kemerdekaan
Indonesia, dan lain-lain.
88
Universitas Sumatera Utara
5.2.1 Untuk Memeriahkan Pesta Panen Padi (kenduri Sawah)
Pada umumnya Masyarakat Simeuleu bermata pencarian sebagai petani.
Dari dulu nenek moyang mereka telah mewariskan sawah yang cukup luas bagi
mereka, sampai sekarang sawah mereka senantiasa tetap dijaga dan dikerjakan
sebagai warisan nenek moyang. Dengan adanya sawah tersebut, ini sangat
membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, dari sawah itulah
mereka dapat mempertahankan hidup. Hasil panen masyarakat sebagian disimpan
untuk bibit mereka, selanjutnya dan sebagian lagi digunakan untuk
setiap
tahunnya mereka mengadakan upacara syukuran yang sering disebut yaitu syukur
kepada Allah SWT, atau yang dikenal dalam masyarakat Simeulue dengan
sebutan upacara mangan ulun tinafa (Kenduri sawah).
Mangan ulun tinafa merupakan upacara adat yang terkait dengan
keyakinan agama Islam sebagaimana keyakinan dari masyarakat Simeulue sangat
berpegang kepada adat yang bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah
dalam Kitabullah selalu mengingat dalam ayat yang dikatakan, syukur atas atas
nikmat Allah SWT. Adat disini merupakan kebiasaan yang bersifat religius dari
kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma,
atau aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu sistem atau
peraturan tradisional. Syarak diartikan sebagai ajaran agama, sedangkan
kitabullah adalah kitab Allah yaitu Al-Qur‘an. (Abdullah dalam Pelly, 1987: 3)
menyatakan bahwa adat itu merupakan menifestasikan dari ajaran agama atau adat
itu memperaktekan kehidupan beragama sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan
89
Universitas Sumatera Utara
Al-Qur‘an dan Hadist. Hal ini menunjukan bahwa adat dan agama saling
berhubungan erat satu satu lain.
Upacara Mangan ulun tinafa selalu disambut dengan meriah, dikatakan
meriah disini adalah adanya hiburan berupa tari-tarian, nyanyian dengan iringan
kedang(gendang) salah satunya penyajian nanga-nanga mehumasa. Berikut
penulis jelaskan secara singkat tahap-tahap pelaksanaan upacara mangan ulun
tinafa.
Upacara pertama yaitu ketika memulai musim tanam dilakukan di sekitar
areal sawah. Dari pagi upacara dimulai dengan menanam ubon (pisang emas) di
dekat sawah yang dilanjutkan dengan pemotongan ayam. Upacara dilanjutkan
dengan membaca shalawat di tempat yang sama yang kemudian disambung
dengan pembacaan doa oleh pemuka agama. Baru setelah itu, acara dilanjutkan
dengan makan bersama petani-petani yang hadir dalam upacara tersebut.
Berbeda dengan upacara pertama, upacara kedua yaitu ketika bulir padi
telah berisi tidak dilakukan beramai-ramai melainkan hanya oleh pemilik sawah
yang bersangkutan. Upacara kedua ini merupakan wujud syukur kepada Tuhan
yang menjawab doa mereka dahulu dengan mengisi bulir-bulir tanaman padi
mereka. Pada acara ini dilakukan penyembelihan ayam juga, kemudian di rumah
ayam tersebut dimakan bersama-sama satu keluarga. Seusai penyembelihan ayam,
Teungku Meunasah menaburkan santan ke tanaman padi sambil membaca
shalawat. Upacara tahap kedua ini kemudian diakhiri dengan selamatan sederhana
dengan hidangan nasi sedekah. Ketika panen telah tiba kembali dilakukan upacara
yang dilakukan di rumah masing-masing petani.
90
Universitas Sumatera Utara
Upacara tanda syukur ini dilakukan dengan mengundang tetangga.
Upacara ini juga dipimpin oleh Teungku Meunasah setempat. Jika musim panen
tiba, selama satu bulan penuh upacara ini dapat dilakukan dalam satu kampung
dikarenakan setiap keluarga melaksanakannya secara bergantian, di penghujung
acara tersebut kemudian di tampilkan lah beberapa kesenian daerah salah satunya
nanga-nanga mehumasa yang dilaksankan sebagai bentuk memerihakan
rangkaian upacara mangan ulun tinafa (makan hasil panen baru). Penyajian
nanga-nanga mehumasa ini selain sebagai hiburan juga sebagai salah satu media
rakyat untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan yang harmonis dalam
masyarakat setempat.
Kemudian pada tahap akhir dilanjutkan dengan kegiatan berdoa bersama
yang dipimpin oleh alim ulama. Berdoa adalah upacara atau keinginan manusia
yang diucapkan kepada Allah SWT dan diiringi dengan gerak-gerak dan sikap
tubuh yang pada dasarnya merupakan gerak dan sikap hormat serta merendahkan
diri kepada sang Maha Pencipta. Berdoa dengan menandahkan kedua telapak
tangan dapat diartikan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dihadapan
Allah SWT dan adanya keyakinan bahwa kepada Allah SWT meminta. Segala
yang diinginkan yaitu berhubungan dengan segala kehidupan di dunia dan
kehidupan akhirat. Mengusapkan kedua belah tangan ke wajah setelah berdoa
dapat diartikan sebagai kerendahan hati dan pengakuan syukur akan kebesaran
Allah SWT.
91
Universitas Sumatera Utara
5.2.2 Untuk Memeriahkan Suasana Pesta Perkawinan
Aktivitas perkawinan adat budaya Simeulue, biasanya dimulai dari tahap
pelamaran (ba ranub). Selepas itu dilanjutkan dengan pertunangan (jakba tanda).
Kemudian dilakukan persiapan menjelang perkawinan, potong gigi, merawat
tubuh, khatam Quran, akad nikah dan antar linto, dan peusijeuk.
(1) Tahapan melamar (ba ranub), untuk mencarikan jodoh bagi anak
lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang
yang bijak dalam berbicara (disebut theulangke) untuk mengurusi perjodohan ini.
Jika theulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlabih dahulu dia
akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan
menyampaikan maksud melamar gadis itu.
Pada hari yang telah di sepakati datanglah rombongan orang-orang yang
dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai
penguat ikatan berikut isinya seperti: gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang
raja, kain atau baju serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai,
pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta
waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya meng
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL NANGA-NANGA MEHUMASA
3.1 Transkripsi
Transkripsi menurut ilmu Etnomusikologi merupakan proses penulisan
mengenai bunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu
musik ke dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Dalam hal ini
penulis ingin memvisualisasikan melodi Nanga-nanga mehumasa. Untuk
melakukan transkripsi dari Nanga-nanga mehumasa, penulis akan memakai
sistem notasi deskriptif yang dikemukakan oleh Charles Seeger. Notasi deskriptif
ini ditujukan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri musik atau
detail-detail yang lebih dalam tentang komposisi musik yang belum diketahui oleh
pembaca.
Dalam bab ini, penulis memilih untuk melakukan transkripsi dan analisis
melodi dari Nanga-nanga mehumasa dengan menggunakan notasi Barat. Penulis
memilih notasi Barat agar dapat menggambarkan pergerakan melodi Nangananga Mehumasa tersebut secara grafis atau tertulis (dapat dilihat) sehingga
memudahkan pembaca dalam menterjemahkan teks didalam nyanyian atau lagu
tersebut.
3.1.1 Simbol Dalam Notasi
Notasi-notasi yang digunakan dalam mentranskripsi melodi Nanga-nanga
mehumasa merupakan simbol-simbol notasi Barat. Berikut ini merupakan
52
Universitas Sumatera Utara
beberapa simbol yang digunakan dalam hasil transkripsi dari Nanga-nanga
mehumasa.
1. Pada gambar dibawah ini terlihat garis paranada yang memiliki lima garis
paranada dan 4 spasi yang menunjukkan nada dasar dari lagu tersebut adalah C =
do. Juga tidak terlihat juga ada tanda birama dalam partitur tersebut, menandakan
bahwa nyanyian tersebut bersifat free rithem atau memiliki ritem yang tidak
menetap
2. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/8 dan memiliki nilai 1/2
ketuk.
3. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/4 dan memiliki nilai 1
ketuk.
4. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/2 dan memiliki nilai 2
ketuk.
53
Universitas Sumatera Utara
5. Pada gambar dibawah ini merupakan 2 simbol dari not 1/8 yang telah
digabungkan dan memiliki nilai 1 ketuk.
6. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/2 yang bagian depan
nya diberikan tanda titik yang di artikan bahwa tanda titik itu memiliki nilai
setengah dari not yang ada dibelakangnya. Artinya jika not dibelangkanya bernilai
1/2 maka tanda titik itu bernilai 1/4, dan memiliki nilai 2 + 1 ketuk.
7. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/8 dan not 1/16 yang
bagian depan not 1/8 diberikan tanda titik yang di artikan bahwa tanda titik itu
memiliki nilai setengah dari not yang ada dibelakangnya. Artinya jika not
dibelangkanya bernilai 1/8 maka tanda titik itu bernilai 1/16, dan memiliki nilai
1/8 + 1/16 + 1/16 ketuk, jika digabungkan menjadi 1 ketuk.
8. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari legato. Yang memiliki arti
dapat menyambungkan antara not yang satu dengan yang lainnya, contohnya
seperti dibawah ini jika not 1/16 dengan not 1/4 di berikan tanda legato maka not
itu bernilai 11/4 ketuk tanpa henti.
54
Universitas Sumatera Utara
9. Pada gambar dibawah ini merupakan tanda berhenti yang bernillai 4 ketuk
10. Pada gambar dibawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 2 ketuk
11. Pada gambar dibawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 1 ketuk
12. Pada gambar dibawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 1/2 ketuk
3.1.2 Tangga Nada (Scale)
Tangga nada dalam musik barat dapat diartikan sebagai satu kumpulan not
yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang telah disesuaikan (baku)
sehingga memberikan karakter tertentu. Dalam Nanga-nanga Mehumasa, penulis
memberikan uratan-urutan nada yang terendah sampai nada yang tertinggi
berdasarkan pemakaian nada.
55
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tangga nada yang dipakai dalam lagu Nanga-nanga Mehumasa di
atas, penulis melihat bahwa nada yang dipakai dalam lagu Nanga-nanga
Mehumasa adalah nada C-D-E-F-G-A-B-C.
3.1.3 Nada Dasar (Pitch Center)
Bruno Nettl mengemukakan ada tujuh cara untuk menentukan nada dasar (pitch
center/tonalitas) yaitu :
1. Patokan umum adalah melihat nada mana yang paling sering dipakai dan nada
mana yang jarang dipakai dalam komposisi tersebut.
2. Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dapat dianggap sebagai nada
dasar, walaupun nada tersebut jarang dipakai.
3. Nada yang dipakai pada akhir (awal) komposisi atau pada akhir (awal) bagianbagian komposisi, dapat dianggap sebagai tonalitas dalam komposisi tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada atau posisi
persis ditengah-tengah dapat juga dianggap penting.
5. Interval-interval yang terdapat diantara nada-nada kadang dipakai sebagai
patokan.
6. Ada tekanan ritmis pada sebuah nada, juga dipakai sebagai tonalitas.
7. Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai
sistem tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan diatas.
Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik tampaknya
56
Universitas Sumatera Utara
adalah berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab dengan gaya musik
tersebut akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.
Dari kutipan diatas penulis melihat pernyataan kedua dan ketujuh
disepakati penulis untuk menjadi patokan nada dasar pada Nanga-nanga
Mehumasa. Maka nada dasar lagu dalam tulisan ini adalah nada C.
3.1.4 Wilayah Nada (Range)
Wilayah nada dalam sebuah komposisi musik adalah jarak antara nada
terendah dengan nada tertinggi yang ada pada melodi tersebut. Untuk
mempermudah penulis dalam mendapatkan wilayah nada Nanga-nanga
mehumasa, maka melodi nanga-nanga mehumasa tersebut akan dimasukkan ke
dalam garis paranada untuk dapat melihat dengan jelas susunan nada-nada yang
ada pada lagu tersebut, dengan tujuan untuk mempermudah penulis dalam melihat
nada terendah dan tertinggi dalam lagu tersebut. Wilayah nada lagu nanga-nanga
mehumasa dapat kita lihat pada gambar dibawah, berikut adalah wilayah nada dari
yang terendah hingga tertinggi.
3.1.5 Jumlah Nada (Frequency of Notes)
Jumlah nada dapat dilihat dari banyaknya pemakaian nada dalam sebuah
koposisi musik yang telah ditranskripsikan kedalam bentuk notasi. Jumlah nada
57
Universitas Sumatera Utara
yang dipakai dalam nyanyian Nanga-nanga mehumasa sesuai dengan tangga nada
yang telah dibuat sebelumnya.
Berikut adalah jumlah nada yang digunakan dalam Nyayian Nanga-nanga
Mehumasa. adalah nada.
Tabel 3.1 Nama dan Jumlah Nada
Nama Nada
Jumlah Nada
Total Nada
B
199
_
A
31
_
D
34
_
G
66
_
C
91
_
F#
64
_
3.1.6 Jumlah Interval (prevalent intervals)
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lainnya (Manoff
1991:50). Jarak antara nada satu dengan nada lainnya yang terdiri dari interval
naik maupun interval turun menurut jumlah larasnya yang dapat mempengaruhi
jumlah interval tersebut. Sedangkan jumlah interval merupakan banyaknya
interval yang dipakai dalam suatu komposisi musik atau nyanyian.
58
Universitas Sumatera Utara
Distribusi Interval
Tabel 3.2 :
Jumlah Interval Nada
Nama Interval
Posisi Interval
Jumlah Interval
1P
-
47
2M
-
43
2M
-
40
3M
-
114
3M
-
111
3m
-
11
3m
-
19
4m
-
13
4m
-
7
4M
-
2
3.1.7 Pola Kadensa (Cadence Patterns)
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi penutup pada akhir
lagu atau di tengah kalimat, sehingga dapat dengan sempurna menutup lagu
tersebut. Dalam lagu Nanga-nanga penulis memilih melodi akhir sebagai pola
kadensa.
59
Universitas Sumatera Utara
3.1.8 Formula Melodik (Melodic Formulas)
Formula melodi dalam hal ini terdiri atas bentuk, frasa, dan motif. Bentuk
adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa
adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Sedangkan motif adalah ide melodi
sebagai dasar pembentukan melodi. Berikut beberapa istilah untuk menganalisis
bentuk, yang dikemukakan oleh William P. Malm :
1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang diulang-ulang.
2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang memakai formula melodi yang
kecil dengan kecenderungan pengulang-pengulang di dalam keseluruhan
nyanyian.
3. Strofic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian/melodi yang baru atau berbeda.
4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian/melodi terjadi
pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan
melodi.
5. Progressive yaitu bentuk nyanyian/melodi yang terus berubah dengan
menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Pada lagu Nanga-nanga Mehumasa, penulis menyimpulkan dari kutipan
diatas bahwa bentuk melodi lagu Nanga-nanga Mehumasa adalah bentuk strofic
dimana dalam lagu Nanga-nanga tersebut dinyanyikan dengan melodi yang sama.
60
Universitas Sumatera Utara
3.1.9 Kontur (Contour)
Kontur adalah sebuah alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik
garis. Menurut Malm ada beberapa jenis kontur (Malm dalam Jonson 2000:76).
Jenis-jenis tersebut antara lain:
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi. seperti tampak pada gambar dibawah:
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah. seperti tampak pada gambar dibawah:
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari (a) nada yang
rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah atau dari
(b) nada yang tinggi ke nada yang rendah, kemudian kembali ke nada yang
tinggi. Seperti tampak pada gambar dibawah:
(a)
(b)
4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari
nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti tampak
pada
61
Universitas Sumatera Utara
5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakn
intervalnya terbatas. Seperti tampak pada gambar dibawah:
→
Dari jenis-jenis kontur yang tertera diatas, dalam lagu Nanga-nanga
mehumasa terdapat alur, yaitu:
1. Pendulous
3.2 Analisis ritem
1. Tempo
: 110
2. Durasi nyanyian
: 3 menit 48 detik
3. Meter
: Free meter
Lagu Nanga-nanga mehumasa dimainkan dengan perkiraan tempo 110
dengan durasi nyanyian yaitu 03,48 detik dan bersifat Free meter atau tempo yang
tidak konstan. Nanga-nanga mehumasa ini memiliki beberapa variasi dengan
melodi dan teks yang di ucapkan oleh si penyanyi bersifat seperti syair pantun
yang memberikan makna nasehat-nasehat serta ajakan dalam bekerja.
3.2.1 Bentuk (form)
Bentuk dapat diartikan sebagai hubungan antara bagian-bagian dari sebuah
komposisi musik dan hal ini merupakan struktur dari keseluruhan sebuah
62
Universitas Sumatera Utara
komposisi termasuk hubungan diantara unsur-unsur melodis dan ritmis. Dalam
Nanga-nanga Mehumasa dapat kita lihat bahwa:
a. Bentuk yang terdapat pada Nanga-nanga Mehumasa terdiri atas syair-syair
yang memiliki makna ajakan serta nasehat dan di ungkapkan sama seperti
pantun.
63
Universitas Sumatera Utara
Nanga-Nanga
Mehumasa
Transkrips oleh Firlianda Ilaham
dan mario Yosua Sinaga
64
Universitas Sumatera Utara
65
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
ANALISIS TEKSTUAL NANGA-NANGA MEHUMASA
4.1 Pengantar
Alan P. Merriam dalam bukunya The Antropology of Music (1964 : 187189) mengatakan bahwa salah satu sumber dalam memahami tentang tingkah laku
manusia yang berhubungan dengan musik ialah teks dari nyanyian dimana dalam
teks tersebut dapat memberikan kesan kepada orang yang berada pada saat
dinyanyikan teks nyanyian tersebut sehingga teks dalam sebuah nyanyian serta
musik sangat perlu dan saling mempengaruhi. Teks dapat di pahami sebagai suatu
rangkaian pernyataan bahasa secara terstruktur.
Dalam bab ini penulis akan menganalisis teks khususnya Nanga-nanga
mehumasa yang terdiri dari 7 (tujuh) bait menggunakan teori semiotik, yakni teori
mengenai studi tentang tanda dan cara tanda itu bekerja termasuk didalam nya
mempelajari
sistem-sistem,
aturan-aturan,
konvensi-konvensi
yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti (john fiske :2007). Untuk
mengungkap tanda-tanda maupun makna yang terkandung dalam Syair pantun
Nanga-nanga mehumasa, penulis terlebih dahulu menuliskan teks dan artinya
secara harfiah dan menjelaskan teks termasuk ke dalam sastra apa. Kemudian
setelah itu melihatnya secara struktural, baru kemudian menguraikan maknanya
secara budaya, baik makna denotatif (harfiah) maupun konotatif, ditambah dengan
penafsiran-penafsiran penulis.
Untuk kepentingan analisis berikut ini disajikan teks Nanga-nanga
mehumasa secara utuh dan di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia , penulis
juga meletakkan nomor pada bait agar lebih dapat di pahami oleh pembaca.
66
Universitas Sumatera Utara
1.
sira-sira oi sikandong
anyungkulan merafara-rafa
bekame ata sao hampong
Sumani mahea mebak tinafa
sira-sira oi sikadung
pagi hari berkicau-kicau
berkemas orang suatu kampung
segera pergi menuju sawah
2.
Angaya umela merafa-rafa
umela tek detak bulung bano
Summani mahea mehumasa
Aifak itanifuha lahal fano
jika kudengar berkicau-kicau
kudengar dari atas daun talas
segera kita pergi bekerja
agar jangan datang sengsara
3.
katak lesung alek punago
alaune awak ganggo
aifak afelsurito
dainan ta beharajo
buat lesung dari penaga
penumbuknya batang gangga
jangan kita banyak cerita
lebih baik kita bekerja
4.
Mangengkek bajak alek cangkur
Supayo mananam satiok tahun
Aifak Malibu ita basukur
mangafen doa rajaki toron
membuat bajak dengan cangkul
untuk ditanam setiap tahun
jangan lupa kita bersyukur
sertakan doa rezekipun turun
5.
Mangutu ahai subuh subuh
Mahea humasa nta salalu
Menumbuk padi subuh-subuh
Bekerjalah kita giat selalu
6.
ontok angkom alek saramo
mangiau aluhan mengeneng bano
pukul gendang serta pembuka
menuju kampung yang sejahtera
Berdasarkan lirik nyanyian tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa
nyanyian tersebut merupakan nyanyian ajakan bekerja yang menggambarkan
tentang sistem mata pencaharian masyarakat Simeulue. Sistem mata pencaharian
masyarakat simeulue desa salur berdasarkan nyanyian nanga-nanga mehumasa
ialah bercocok tanam atau bertani.
4.2 Bentuk tektsual Nanga-nanga mehumasa
Analisis lirik lagu selain dapat dikaji mengenai tema dan isi dari lirik lagu,
juga dapat dilihat dari kategorisasi (apakah termasuk pada, nasehat, sindiran,
67
Universitas Sumatera Utara
wawasan, puisi bebas, dan lain-lain). Selain itu dapat pula dilihat dari segi
hubungan antara setiap suku kata yang dinyanyikan dan melodinya, apakah
termasuk pada bentuk silabis atau melismatis. Dapat pula dilihat dari segi
kesesuaian antara pemenggalan suku katanya dan melodi yang dihasilkan.
Berdasarkan ilmu 6sastra, untuk mengkaji lirik Nanga-nanga mehumasa
diatas penulis mengkategorikannya kedalam bentuk puisi bebas yakni syair
pantun yang dikaitkan dalam satu tema mengenai ajakan bekerja dalam mata
pencaharian bercocok tanam atau bertani. agar lebih jelas penulis akan mengulas
dulu apa itu pantun.
4.2.1 Nanga-nanga mehumasa sebagai pantun
7
Pantun adalah puisi melayu asli yang sudah mengakar lama dalam budaya
masyarakat. Pantun merupakan salah satu jenis karya puisi lama. Lazimnya
pantun hanya terdiri atas 4 larik (baris) bersajak ab-ab dan aa-aa. Pada awal
mulanya pantun merupakan sastra lisan, tapi kini pantun juga ada dalam bentuk
tulisan. Keseluruhan bentuk pantun hanyalah berupa sampiran dan isi. Sampiran
terletak pada baris pertama dan kedua dan biasanya tidak berhubungan secara
6
Menurut Jacob Sumardjo dan Saini K.M. (1991:2-3), setidaknya ada beberapa batasan
yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan Apa Itu Sastra ? Pertama, sastra adalah seni
bahasa. Kedua, sastra adalah ungkapan yang spontan dari perasaan yang mendalam. Ketiga, sastra
adalah ekspresi pikiran, semua kegiatan mental manusia dalam bahasa. Keempat, sastra adalah
inspirasi kehidupan yang diungkapkan dalam bentuk keindahan. Kelima, sastra adalah semua buku
yang memuat perasaan kemanusiaan mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian,
keluasan pandangan, dan bentuk memesona.
7
Pantun adalah bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasanya terdiri atas
empat baris yang bersajak (a-b-a-b), tiap larik biasanya terdiri atas empat kata, baris pertama dan
baris kedua biasanya untuk tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi
(KBBI).
68
Universitas Sumatera Utara
langsung dengan bagian kedua. Baris ketiga dan keempat ialah bagian isi yang
merupakan tujuan dari puisi tersebut.
Rizal (2010 : 12), mengemukakan bahwa ‖Pantun merupakan puisi asli
anak Indonesia dan bangsa-bangsa serumpun Melayu (Nusantara), milik budaya
bangsa. Bersajak akhir dengan pola ab-ab yang mana terdiri dari empat baris, dua
baris pertama merupakan sampiran atau bayangan dan dua baris terakhir sebagai
isi pantun atau maksud. Sampiran memiliki fungsi estetik untuk mengantarkan isi
(makna/maksud)‖. Maksud dari pernyataan di atas menjelaskan bahwa pantun
adalah sebuah puisi asli Indonesia yang memilik ciri utama bersajak akhir ab-ab
dan tersusun atas sampiran dan isi. Sampiran dari setiap larik pantun berfungsi
sebagai keindahan serta sebagai pembuka isi pantun.
Lanjut Kosasih (2008:17), mengemukakan bahwa ‖Pantun merupakan
puisi lama yang terikat oleh berbagai ketentuan, seperti banyaknya larik setiap
bait, banyaknya suku kata dalam setiap larik atau pola rimanya. Ketentuanketentuan tersebutlah yang membedakan pantun dengan puisi lama lainnya‖.
Maksud dari uraian di atas menjelaskan bahwa pantun merupakan sebuah bentuk
puisi lama yang tersusun berdasarkan kriteria tertentu, misalnya larik setiap bait,
suku kata yang digunakan dan pola rima atau sajak akhirnya. Hal tersebutlah
yang membedakan pantun dengan bentuk puisi lama lainnya. Fang (dalam Harun,
2012 : 164), mengungkapkan bahwa ‖Pantun adalah senandung atau puisi rakyat
yang dinyanyikan‖. Maksud dari pernyataan Fang di atas adalah pantun
merupakan sebuah puisi rakyat yang dapat dilantunkan atau dinyanyikan.
69
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa pendapat pakar di atas, yang menjelaskan tentang
pengertian pantun, maka dapat disimpulkan bahwa pantun merupakan sebuah
karya sastra lama yang berbentuk lisan dan dalam hal ini dapat dinyanyikan,
Namun untuk melihat lirik nanga-nanga mehumasa apakah termasuk ke dalam
pantun, maka penulis akan menjelaskan juga ciri-ciri dan jenis pantun sesuai yang
dikemukakan oleh para pakar mengenai pantun berikut.
4.2.1.1 Ciri-ciri Pantun
Pantun yang merupakan sebuah karya sastra lisan, memiliki ciri tersendiri
yang mampu membedakannya dengan sastra lisan lain. Ciri tersebut merupakan
sesuatu yang harus ada dan membangun sebuah sastra lisan yang berlebel pantun.
Tanpa ciri-ciri atau kriteria-kriteria itu, maka sastra lisan tersebut tidaklah
dinamakan dengan pantun. Ciri utama dari pantun adalah bersajak akhir dengan
ab-ab atau aa-aa dan dua baris pertama disebut sampiran sedangkan dua baris
terakhir merupakan isi. Rizal (2010 : 14), mengemukakan bahwa ‖Pantun adalah
bentuk puisi yang mempunyai ciri-ciri tersendiri,‖ yaitu sebagai berikut :
1. Setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata.
2. Setiap bait terdiri dari 4 baris.
3. Setiap bait paling banyak terdiri dari 4 kata.
4. Baris pertama dan kedua dinamakan sampiran.
5. Baris ketiga dan keempat dinamakan isi.
6. Mementingkan rima akhir dan rumus rima itu ialah ab-ab, maksudnya
70
Universitas Sumatera Utara
bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua
sama dengan baris keempat.
Kosasih (2008 : 18), mengemukakan bahwa ‖Pantun merupakan puisi
yang memiliki ketentuan-ketentuan tersendiri,‖ yaitu sebagai berikut :
1. Terdiri atas empat baris.
2. Setiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata.
3. Dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris berikutnya merupakan isi
pantun.
4. Pantun mementingkan rima akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a. Bunyi akhir
baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua sama
dengan bunyi akhir baris keempat.
Berdasarkan pendapat Rizal dan Kosasih di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pantun memiliki ciri-ciri tersendiri nya begitu pula halnya dengan lirik dari
nanga-nanga kehumasa yaitu terdiri atas empat larik (empat baris bila dituliskan),
setiap baris terdiri dari delapan sampai dua belas suku kata, bersajak akhir dengan
pola aa-aa dan ab-ab, terdiri atas sampiran dan isi, yaitu baris pertama dan kedua
merupakan sampiran dan baris ketiga dan keempat merupakan isi, setiap sampiran
dan isi dibaris pertama, kata pertama ditulis dengan huruf kapital dan di baris
kedua, kata pertama ditulis dengan huruf kecil.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa pantun khususnya pantun dalam
lirik nanga-nanga memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan pantun Melayu,
hanya saja pantun dalam lirik nanga-nanga dibawakan dengan gaya bernyanyi
bukan dengan gaya berpantun.
71
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.1 Jenis-jenis Pantun
Secara umum pantun tersebut terbagi berdasarkan bentuk dan isinya. Dari
kedua pembagian tersebut, pantun terbagi lagi ke dalam beberapa penggolongan
yang lebih khusus lagi. Rizal (2010 : 16), mengemukakan bahwa ‖Pantun Melayu
terbagi berdasarkan bentuk dan isinya‖.
1. Berdasarkan bentuknya, pantun Melayu terbagi atas :
a. Pantun Biasa
Pantun biasa adalah pantun yang bercirikan bersajak ab-ab, tiap bait empat
baris yang terdiri dari 8-12 suku kata, terbagi atas dua bagian yaitu dua baris
pertama disebut sampiran dan dua baris terakhir disebut isi, dan dapat selesai
dalam satu bait (Rizal, 2010 : 16).
Contoh:
Anak orang seberang Padang
sembahyang subuh tinggi hari
Kami ibarat kapal terbang
habis bensin jatuh ke bumi
b. Pantun Seloka (Pantun Berkait)
Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup terdiri dari satu bait saja,
karena antara bait yang satu dengan yang lainnya memiliki perkaitan yaitu baris
kedua dan keempat pada bait pertama dipakai kembali pada baris pertama dan
ketiga di bait kedua dan seterusnya (Rizal, 2010 : 19).
Contoh :
Bunga melur cempaka biru
bunga rampai di dalam puan
Tujuh malam semalam rindu
belum sampai padamu tuan
72
Universitas Sumatera Utara
Bunga rampai di dalam puan
ruku-ruku di peringgi
Belum sampai padamu tuan
rindu saya bukan sedikit
(Rizal, 2010 : 19)
c. Talibun
Talibun adalah pantun yang jumlah barisnya lebih dari 4 baris dan satu
bait pantun talibun jumlah barisnya selalu genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya,
terdiri dari dua bagian yaitu sampiran dan isi, jika satu bait berisi 6 baris, maka 3
baris pertama ialah sampiran dan 3 baris sisanya ialah isi, sedangkan untuk
sajaknya menjadi a-b-c-a-b-c (Rizal, 2010 : 18).
Contoh pantun talibun 6 baris:
Kalau anak pergi ke lapau
hiyu beli belanak beli
ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
ibu cari sanak pun cari
induk senang cari dahulu
(Harun, 2012 : 170)
d. Pantun Kilat (Karmina)
Karmina adalah pantun yang terdiri atas dua baris, baris pertama
merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi (Kosasih, 2008 : 19).
Dalam penulisannya terdapat dua pendapat dalam menulis pantun ini, ada yang
menulis dua baris dan ada pula yang menulisnya empat baris (Rizal, 2010 : 17).
Contoh:
Ada ubi ada talas
ada budi ada balas
Atau
Ada ubi ada talas
Ada budi ada balas
(Rizal, 2010 : 17)
73
Universitas Sumatera Utara
Maka dapat disimpulkan bahwa semua bentuk pantun terdiri atas dua
bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali
berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya),
dan biasanya tidak mempunyai hubungan dengan bagian kedua yang
menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir
merupakan isi yaitu tujuan pantun tersebut.
Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki
bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun ‖versi pendek‖ sedangkan
talibun adalah ‖versi panjang‖.
2. Berdasarkan isinya, pantun Melayu terbagi atas :
a. Pantun Anak-anak
Pantun anak-anak adalah pantun yang digunakan dikalangan anak-anak.
Pantun anak-anak terbagi dua, yaitu:
b. Pantun Bersuka Cita
Contoh :
Elok rupanya si kumbang jati
dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
melihat ibu sudah datang
(Rizal, 2010 : 24)
c. Pantun Teka-teki
Contoh :
Berlayar biduk ke Malaka
menyebar jala di pagi hari
Wahai kawan cobalah terka
binatang apa tanduk di kaki
74
Universitas Sumatera Utara
(Rizal, 2010 : 24)
d. Pantun Berduka Cita
Contoh :
Tanam bayam sambil duduk
tanam di dekat pinggir paya
Lihatlah ayam tak berinduk
begitu macam untung saya
(Rizal, 2010 : 26)
e. Pantun Muda (Remaja)
Pantun muda (remaja) adalah pantun yang sering digunakan dalam
kalangan remaja. Pantun ini ada lima, yaitu :
1. Pantun Dagang
Contoh :
Meninjau padilah masak
batang kapas bertimbal jalan
Hati risau dibawa gelak
bagai panas mengandung hujan
(Rizal, 2010 : 27)
2. Pantun Perkenalan
Contoh :
Hilir raga mudik pun raga
singgah sebentar di kuala Jangkal
Abang muda adikpun muda
apa salahnya kita mengenal
(Rizal, 2010 : 29)
3. Pantun Berkasih-kasihan
Contoh :
75
Universitas Sumatera Utara
Kain batik bersegi lima
basah kuyup ditimpa embun
Kasih tuan kami terima
menjadi hutang beribu tahun
(Rizal, 2010 : 31)
4. Pantun Perceraian
Contoh :
Dua tiga kucing berlari
tidak serupa si kucing belang
Dua tiga dapat dicari
tidak serupa dengan yang hilang
(Rizal, 2010 : 32)
5. Pantun Nasib
Contoh :
Manis tebunya orang Singgalang
dimasak orang di hari senja
Benang sehelai tidak menenggang
sedang diperlu putus pula
(Rizal, 2010 : 34)
6.
Pantun Jenaka
Pantun jenaka merupakan pantun yang digunakan untuk bersenda gurau, baik
dikalangan anak-anak ataupun remaja.
Contoh :
Dua sejoli burung merpati
terbang sekawan melayang-layang
Orang hitam giginya putih
mulutnya bau gorengan pisang
(Rizal, 2010 : 35)
76
Universitas Sumatera Utara
7. Pantun petua
Pantun orang tua ialah pantun yang digunakan dikalangan orang tua.
Pantun orang tua terbagi tiga, yaitu :
1. Pantun Nasihat
Contoh :
Hati-hati menyeberang
jangan sampai titian patah
Hati-hati dirantau orang
jangan sampai berbuat salah
(Rizal, 2010 : 37)
2. Pantun Adat
Contoh :
Kayu hutan bukan andalas
baik dibuat untuk lemari
Mau berhujan tahan panas
begitu orang cari rezeki
(Rizal, 2010 : 38)
3. Pantun Agama
Contoh :
Kemumu di dalam semak
jatuh melayang selaranya
Meski ilmu setinggi tegak
tidak sembahyang apa gunanya
(Rizal, 2010 : 40)
Dari uraian yang telah di jelaskan diatas mengenai pantun, maka Ditinjau
dari karakteristiknya, pantun dalam lirik nanga-nanga dapat didekati dari dua sisi,
yaitu sisi bentuk dan sisi isi atau makna yang dikandungnya‖. Berikut ini adalah
Pantun yang termasuk kedalam nyanyian nanga-nanga mehumasa.
77
Universitas Sumatera Utara
Pantun pada bait 1 dan 2 dalam nyanyian nanga-nanga mehumasa
termasuk kedalam bentuk pantun seloka yaitu pantun berkait sementara menurut
isinya pantun ini dapat dikategorikan kedalam pantun nasihat
Sampiran
sira-sira oi sikandong
anyungkulan merafara-rafa
sira-sira oi sikadung
pagi hari berkicau-kicau
isi
bekame ata sao hampong
Sumani mahea mebak tinafa
berkemas orang suatu
kampung
segera pergi menuju sawah
Sampiran
Angaya umela merafa-rafa
umela tek detak bulung bano
isi
Summani mahea mehumasa
Aifak itanifuha lahal fano
jika kudengar berkicau-kicau
kudengar dari atas daun
talas
segera kita pergi bekerja
agar jangan datang sengsara
Pantun pada bait ke 3 dalam nyanyian nanga-nanga mehumasa ini adalah
pantun nasihat yang termasuk kedalam bentuk pantun biasa, yang terdiri dari
sampiran dan isi dan bersajak a-a-a-a .
Sampiran
katak lesung alek punago
alaune awak ganggo
buat lesung dari penaga
penumbuknya batang gangga
isi
aifak afelsurito
dainan ta beharajo
jangan kita banyak cerita
lebih baik kita bekerja
Pantun pada bait ke 4 ini juga hampir sama dengan pantun ke 3 tergolong
kedalam bentuk pantun biasa berisi nasihat. Namun perbedaan nya ada pada pola
persajakan, yaitu a-b-a-b
Sampiran
Isi
Mangengkek bajak alek cangkur
Supayo mananam satiok tahun
membuat bajak dengan
cangkul
untuk ditanam setiap tahun
Aifak Malibu ita basukur
mangafen doa rajaki toron
jangan lupa kita bersyukur
sertakan doa rezekipun turun
78
Universitas Sumatera Utara
Pantun 5 dalam nyanyian Nanga-nanga mehumasa adalah pantun karmina
atau pantun singkat yang hanya terdiri dari 2 baris , baris pertama sampiran dan
baris ke dua isi atau maksud.
Sampiran
Mangutu ahai subuh subuh
Menumbuk padisubuh subuh
Isi
Mahea humasa nta salalu
Bekerja kita giat selalu
Pantun 6 dalam nyanyian Nanga-nanga mehumasa juga tergolong
kedalam pantun karmina yang terdiri dari 2 baris, pada baris pertama adalah
sampiran dan baris kedua isi.
Sampiran
ontok angkom alek saramo
pukul gendang serta pembuka
Isi
mangiau aluhan mengeneng bano
menuju kampung yang
sejahtera
4.3 Struktur teks nanga-nanga mehumasa
Dalam mengkaji stuktur teks nanga-nanga choemasa yang juga
merupakan tradisi lisan dipergunakan konsep struktur wacana Van Dijk dengan
modifikasi berdasarkan kebutuhan kajian. Dalam berbagai tulisannya, Van Dijk
(1985a: 1-8, 1985b: 1-11, 1985d: 1-8) menyebutkan bahwa ada tiga kerangka
struktur teks yakni struktur makro, superstruktur dan struktur mikro.
Struktur makro merupakan makna keseluruhan, makna global atau makna
umum dari sebuah teks yang dapat dipahami dengan melihat topik atau tema dari
sebuah teks. Jika dilihat dari segi tema Nanga-nanga Mehumasa ini, secara makna
keseluruhan terlihat jelas bahwa teks ini termasuk dalam topik atau tema
komunikasi. Karena nanga-nanga meehumasa merupakan cara masyarakat
79
Universitas Sumatera Utara
berkomunikasi tentang bagaimana Masyarakat yang berprofesi sebagai petani
dalam menjalani kehidupannya.
Super struktur atau struktur alur merupakan kerangka dasar sebuah teks
yang meliputi rangkaian elemen sebuah teks dalam membentuk satu kesatuan
bentuk yang koheren. Dengan kata lain superstruktur merupakan skema atau alur
sebuah teks. Sebuah teks secara garis besar tersusun atas tiga elemen yaitu
pendahuluan (introduction), bagian tengah (body) dan penutup (conclusion), yang
masing-masing harus saling mendukung secara koheren. Berikut adalah alur teks
nanga-nanga mehumasa.
Pendahuluan (introduction)
Sira sira o sikandong
Anyungkulan merafa-rafa
Bekame ata sao hampong
Sumani toron mehumasa
burung murai o sikandung
berkicau-kicau dipagi hari
berkemaslah orang suatu kampung
untuk segera pergi bekerja
Angaya umela merafa-rafa
umela tek detak bulung bano
Sumani mahea mebak tinafa
Aifak nifuha lahal fano
jikalau kudengar kicauannya
terdengar dari atas daun talas
segeralah cepat pergi kesawah
agarjangan,datang sengsara
Bagian tengah (body)
katak lensung alek punango
ujung ne batang ganggo
aifak afel surito
dainan beharajo
penumbuk lesung dari penaga
ujung nya dari batang gangga
jangan lah banyak bercerita
lebih baik kita bekerja
Mangengkek bajak alek cangkur
Supayo mananam satiok tahun
Aifak Malibu ita basukur
mangafen doa rajaki toron
membuat bajak dengan cangkul
untuk ditanam setiap tahun
jangan lupa kita bersyukur
sertakan doa rezekipun turun
Penutup (conclusion)
Mangutu ahai subuh subuh
Mahea humasa nta salalu
Menumbuk padisubuh subuh
Bekerja kita giat selalu
80
Universitas Sumatera Utara
Ontok kedang alek saramo
Mangiau aluhan mangeneng bano
pukul gendang dengan pembuka
menuju kampung yang sejahtera
Struktur mikro adalah struktur teks secara linguistik teoritis. Linguistik
teoritis yang dimaksud disini mencakup tataran bahasa seperti bunyi (fonologis),
kata (morfologis), kalimat (sintaksis), wacana (diskursus), makna (semantik),
maksud (pragmatik), gaya bahasa (stilistik), dan bahasa kiasan (figuratif).
4.4 Makna konotatif dan denotatif teks nanga-nanga mehumasa
Makna ialah sesuatu yang tersirat dibalik bentuk atau aspek isi dari suatu
kata atau teks kalimat. Teks yang terdapat pada nyanyian nanga-nanga mehumasa
tersebut akan menghasilkan makna. Ada dua jenis makna yang biasanya
terkandung di dalam sebuah nyanyian. Makna tersebut adalah makna konotatif,
yaitu makna yang terkandung arti tambahan, dan yang kedua adalah makna
denotatif, yaitu makna yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut dengan
makna yang sebenarnya (Groce Kraft, 1991: 25).
Lirik lagu yang menggunakan bahasa daerah ataupun, jika diartikan ke
dalam bahasa Indonesia kemungkinan sangatlah tidak sesuai dengan apa yang
dimaksudkan pada teks aslinya. Oleh karena itu, penulis ingin menjelaskan makna
sebenarnya yang terkandung dalam lirik nanga-nanga mehumasa ini, untuk
mempermudah proses penggalian makna yang terkandung, Berikut akan
dijelaskan apa saja makna yang tersirat di dalam teks nanga-nang yang mewakili
nilai-nilai kehidupan sosial yang terdapat pada masyarakat kebudayaan Simeulue.
81
Universitas Sumatera Utara
sira-sira oi sikandong
anyungkulan merafara-rafa
bekame ata sao hampong
Sumani mahea mebak tinafa
sira-sira oi sikadung
pagi hari berkicau-kicau
berkemas orang satu kampung
segera pergi menuju sawah
Angaya umela merafa-rafa
umela tek detak bulung bano
Summani mahea mehumasa
Aifak itanifuha lahal fano
jika kudengar kicauannya
kudengar dari atas daun talas
segerakita pergi bekerja
agar jangan datang sengsara
Pantun diatas adalah makna konotatif yakni penyair menceritakan tentang
seoarang petani disuatu perkampungan, lalu petani mendengar kicauan burung
sira-sira, burung sira-sira adalah sejenis burung murai yang setiap paginya
berkicau. Kicauan burung sira-sira tersebut menandakan waktu pagi sudah tiba,
maka para petani diperkampungan tersebut terbangun dan bersiap-siap menuju
kesawahnya ,sedangkan kelanjutan pantun diatas juga bermakna konotatif yaitu
ajakan kepada para petani untuk bekerja agar jangan datang sengsara kepada
mereka.
Secara keseluruhan pantun di atas mengajarkan kepada para pendengarnya
serta kepada para petani agar janganlah bermalas-malasan dalam bekerja karena
orang diperkampungan tersebut sangat membutuhkan jasa petani.
katak lensung alek punango
ujung ne batang ganggo
aifak ame afel surito
dainan ta beharajo
penumbuk lesung dari penaga
ujung nya dari batang gangga
jangan lah banyak bercerita
lebih baik kita bekerja
Syair 3 memiliki makna denotatif. Syair penutup ini berbentuk pantun
nasehat yang terdiri dari sampiran dan isi, pada baris 1 dan 2 adalah sampiran
sementara isi atau maksud pada baris 3 dan 4. dalam hal ini penyair menyatakan
82
Universitas Sumatera Utara
bahwa dalam bekerja jangan lah pembicaraan yang diutamakan, namunsebaliknya
dengan tujuan agar pekerjaan cepat terselesaikan dengan baik.
Mangengkek bajak alek cangkur
Supayo mananam satiok tahun
daifak Malibu ita basukur
mangafen doa rajaki toron
membuat bajak dengan cangkul
supaya menanam setiap tahun
jangan lupa kita bersyukur
sertakan doa rezekipun turun
Makna pantun diatas adalah ungkapan rasa syukur petani kepada tuhan
dengan diserati doa yang selalu dilakukan oleh petani agar kiranya tuhan memberi
rezki kepada mereka.
ontok angkom alek saramo
mangiau aluhan mengeneng bano
pukul gendang serta pembuka
menuju kampung yang sejahtera
Makna pantun diatas adalah makna denotatif. pada pantun penutup ini
adalah semangat dan cita-ta para petani untuk membangun kampungnya dengan
hidup yang lebih baik dimasa yang akan datang.
83
Universitas Sumatera Utara
BAB V
ANALISIS FUNGSI NANGA-NANGA MEHUMASA
5.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi
Menurut Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah
bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu
rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan
dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur
kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan
nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan
naluri manusia untuk tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi
karena kombinasi dari beberapa macam human need (kebutuhan manusia) itu.
Dengan pemahaman ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan
banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.8
Selaras dengan pendapat Malinowski, nanga-nanga mehumasa di dalam
kebudayaan etnik Simeulue, timbul dan berkembang karena dibutuhkan untuk
memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat Simeulue Aceh pada
umumnya. Nanga-nanga mehumasa timbul, karena masyarakat pengamalnya
ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap pembangungunan ekonomi
Simeulue yang lebih baik. Namun lebih jauh dari itu, akan disertai dengan fungsi-
8
Lihat Koentjaraningrat (penye.) Sejarah Teori Antropologi I (1987:171). Abstraksi
tentang fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha kajian etnografi
dalam antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi
secara fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode
penyelidikan lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan masyarakat
Trobiands, selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial daripada adat,
tingkah laku manusia dan institusi-institusi sosial menjadi mantap (Koentjaraningrat, 1987:67).
84
Universitas Sumatera Utara
fungsi lainnya, seperti integrasi masyarakat, hiburan, kontinuitas budaya,
pendidikan budaya, komunikasi, penghayatan tentang alam, dan lainnya.
A.R. Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat
dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus,
sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian,
Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu
masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian
aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya.
Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal,
seperti yang dihuraikannya berikut ini.
By the definition here offered ‗function‘ is the contribution which
a partial activity makes of the total activity of which it is a part.
The function of a perticular social usage is the contribution of it
makes to the total social life as the functioning of the total social
system. Such a view implies that a social system ... has a certain
kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We
may define it as a condition in which all parts of the social system
work together with a sufficient degree of harmony or internal
consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither
be resolved not regulated (1952:181).
Selaras dengan pandangan Radcliffe-Brown, nanga-nanga mehumasa di
dalam budaya Simeulue boleh dianggap sebagai bagian daripada struktur sosial
masyarakat Simeulue. Seni pertunjukan nanga-nanga mehumasa adalah salah satu
bahagian aktivitas yang bisa menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang
pada saatnya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat
pengamalnya, yakni etnik Simeulue. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai
tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi
85
Universitas Sumatera Utara
oleh berbagai kondisi sosial dan budaya dalam masyarakat Simeulue, seperti
sebagai masyarakat dikalangan petani, teguh memegang adat, sangat bertoleransi,
dan selalu berguru kepada alam, serta berbagai faktor sosial dan kebudayaan
lainnya.
Dalam bidang etnokoreologi atau antropologi tari, Soedarsono yang
melihat fungsi seni, terutama dari hubungan praktis dan integratifnya, mereduksi
tiga fungsi utama seni pertunjukan (baik tari, musik, teater, dan seejenisnya),
yaitu: (1) untuk kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai ungkapan
perasaan pribadi yang dapat menghibur diri dan (3) sebagai penyajian estetik
(1995). Selaras dengan pendapat Soedarsono nanga-nanga mehumasa mempunyai
fungsi sosial, ungkapan perasaan peribadi yang dapat menghibur diri
dan
penyajian estetika.
Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba
menerapkannya dalam disiplin ilmu etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas
Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan
dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah
sangat penting. Para ahli etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti
terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita
merujuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat,
sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian dari pelaksanaan adat
istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitasaktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian
antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.
86
Universitas Sumatera Utara
Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it
may or may not also have a deeper function. If the lover uses song
to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the
continuity and perpetuation of the biological group. When the
supplicant uses music to the approach his god, he is employing a
particular mechanism in conjunction with other mechanism as such
as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function
of music, on the other hand, is enseparable here from the function of
religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a
sense of security vis-á-vis the universe. ―Use‖ them, refers to the
situation in which music is employed in human action; ―function‖
concerns the reason for its employment and perticularly the broader
purpose which it serves. (1964:210).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian
penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam
sesebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi
bahagian dari situai tersebut. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang
lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang
ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai
perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia—[yaitu
untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, kawin dan berumah tangga dan pada
akhirnya
menjaga
kesinambungan
keturunan
manusia].
Jika
seseorang
menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme
tersebut
behubungan
mengorganisasikan
dengan
ritual
dan
mekanisme
lain,
kegiatan-kegiatan
seperti
menari,
upacara.
berdoa,
―Penggunaan‖
menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan
―fungsi‖ berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama
tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan
demikian, selaras dengan Merriam, menurut penulis penggunaan lebih berkaitan
87
Universitas Sumatera Utara
dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan
konsistensi internal budaya.
Berkaitan dengan penggunaan dan fungsi nanga-nanga mehumasa etnik
Simeulue di Provinsi Aceh, maka penggunaan maupun fungsinya mencakup
berbagai aktivitas sosial budaya. Lihat uraikan berikut ini.
5.2 Penggunaan Nanga-nanga mehumasa
Bagi masyarakat Simeulue nanga-nanga mehumasa tujuan dan fungsi
utamanya adalah sarana media rakyat sebagai wujud mengajak masyarakat
khususnya di yang bidang pertanian agar membangun ekonomi siemulule yang
lebih baik , sebagai satu kearifan yang sarat nilai. Dari fungsi utama ini, maka
secara kultural, nanga-nanga digunakan dalam berbagai aktivitas masyarakatnya,
baik yang sifatnya formal seperti upacara adat Mangan ulun tinafa ( kenduri
padi), perkawinan atau nonformal seperti untuk mengiringi anak tidur.. Berikut ini
dianalisis beberapa penggunaan nanga-nanga mehumasa di dalam kebudayaan
etnik Simeulue Aceh.
Penggunaan nanga-nanga di Simeulue Aceh mencakup berbagai-bagai
aktivitas, seperti: memeriahkan suasana, upacara adat mangan ulun tinaf,a pesta
perkawinan, memeriahkan suasana pesta khitanan, untuk mengiringi upacaraupacara tradisional , untuk festival-festival budaya, untuk mengiringi acara-acara
perasmian, untuk kepentingan pariwisata, meresmikan gedung pemerintahan,
menyambut tetamu kehormatan, memeriahkan hari ulang tahun kemerdekaan
Indonesia, dan lain-lain.
88
Universitas Sumatera Utara
5.2.1 Untuk Memeriahkan Pesta Panen Padi (kenduri Sawah)
Pada umumnya Masyarakat Simeuleu bermata pencarian sebagai petani.
Dari dulu nenek moyang mereka telah mewariskan sawah yang cukup luas bagi
mereka, sampai sekarang sawah mereka senantiasa tetap dijaga dan dikerjakan
sebagai warisan nenek moyang. Dengan adanya sawah tersebut, ini sangat
membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, dari sawah itulah
mereka dapat mempertahankan hidup. Hasil panen masyarakat sebagian disimpan
untuk bibit mereka, selanjutnya dan sebagian lagi digunakan untuk
setiap
tahunnya mereka mengadakan upacara syukuran yang sering disebut yaitu syukur
kepada Allah SWT, atau yang dikenal dalam masyarakat Simeulue dengan
sebutan upacara mangan ulun tinafa (Kenduri sawah).
Mangan ulun tinafa merupakan upacara adat yang terkait dengan
keyakinan agama Islam sebagaimana keyakinan dari masyarakat Simeulue sangat
berpegang kepada adat yang bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah
dalam Kitabullah selalu mengingat dalam ayat yang dikatakan, syukur atas atas
nikmat Allah SWT. Adat disini merupakan kebiasaan yang bersifat religius dari
kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma,
atau aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu sistem atau
peraturan tradisional. Syarak diartikan sebagai ajaran agama, sedangkan
kitabullah adalah kitab Allah yaitu Al-Qur‘an. (Abdullah dalam Pelly, 1987: 3)
menyatakan bahwa adat itu merupakan menifestasikan dari ajaran agama atau adat
itu memperaktekan kehidupan beragama sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan
89
Universitas Sumatera Utara
Al-Qur‘an dan Hadist. Hal ini menunjukan bahwa adat dan agama saling
berhubungan erat satu satu lain.
Upacara Mangan ulun tinafa selalu disambut dengan meriah, dikatakan
meriah disini adalah adanya hiburan berupa tari-tarian, nyanyian dengan iringan
kedang(gendang) salah satunya penyajian nanga-nanga mehumasa. Berikut
penulis jelaskan secara singkat tahap-tahap pelaksanaan upacara mangan ulun
tinafa.
Upacara pertama yaitu ketika memulai musim tanam dilakukan di sekitar
areal sawah. Dari pagi upacara dimulai dengan menanam ubon (pisang emas) di
dekat sawah yang dilanjutkan dengan pemotongan ayam. Upacara dilanjutkan
dengan membaca shalawat di tempat yang sama yang kemudian disambung
dengan pembacaan doa oleh pemuka agama. Baru setelah itu, acara dilanjutkan
dengan makan bersama petani-petani yang hadir dalam upacara tersebut.
Berbeda dengan upacara pertama, upacara kedua yaitu ketika bulir padi
telah berisi tidak dilakukan beramai-ramai melainkan hanya oleh pemilik sawah
yang bersangkutan. Upacara kedua ini merupakan wujud syukur kepada Tuhan
yang menjawab doa mereka dahulu dengan mengisi bulir-bulir tanaman padi
mereka. Pada acara ini dilakukan penyembelihan ayam juga, kemudian di rumah
ayam tersebut dimakan bersama-sama satu keluarga. Seusai penyembelihan ayam,
Teungku Meunasah menaburkan santan ke tanaman padi sambil membaca
shalawat. Upacara tahap kedua ini kemudian diakhiri dengan selamatan sederhana
dengan hidangan nasi sedekah. Ketika panen telah tiba kembali dilakukan upacara
yang dilakukan di rumah masing-masing petani.
90
Universitas Sumatera Utara
Upacara tanda syukur ini dilakukan dengan mengundang tetangga.
Upacara ini juga dipimpin oleh Teungku Meunasah setempat. Jika musim panen
tiba, selama satu bulan penuh upacara ini dapat dilakukan dalam satu kampung
dikarenakan setiap keluarga melaksanakannya secara bergantian, di penghujung
acara tersebut kemudian di tampilkan lah beberapa kesenian daerah salah satunya
nanga-nanga mehumasa yang dilaksankan sebagai bentuk memerihakan
rangkaian upacara mangan ulun tinafa (makan hasil panen baru). Penyajian
nanga-nanga mehumasa ini selain sebagai hiburan juga sebagai salah satu media
rakyat untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan yang harmonis dalam
masyarakat setempat.
Kemudian pada tahap akhir dilanjutkan dengan kegiatan berdoa bersama
yang dipimpin oleh alim ulama. Berdoa adalah upacara atau keinginan manusia
yang diucapkan kepada Allah SWT dan diiringi dengan gerak-gerak dan sikap
tubuh yang pada dasarnya merupakan gerak dan sikap hormat serta merendahkan
diri kepada sang Maha Pencipta. Berdoa dengan menandahkan kedua telapak
tangan dapat diartikan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dihadapan
Allah SWT dan adanya keyakinan bahwa kepada Allah SWT meminta. Segala
yang diinginkan yaitu berhubungan dengan segala kehidupan di dunia dan
kehidupan akhirat. Mengusapkan kedua belah tangan ke wajah setelah berdoa
dapat diartikan sebagai kerendahan hati dan pengakuan syukur akan kebesaran
Allah SWT.
91
Universitas Sumatera Utara
5.2.2 Untuk Memeriahkan Suasana Pesta Perkawinan
Aktivitas perkawinan adat budaya Simeulue, biasanya dimulai dari tahap
pelamaran (ba ranub). Selepas itu dilanjutkan dengan pertunangan (jakba tanda).
Kemudian dilakukan persiapan menjelang perkawinan, potong gigi, merawat
tubuh, khatam Quran, akad nikah dan antar linto, dan peusijeuk.
(1) Tahapan melamar (ba ranub), untuk mencarikan jodoh bagi anak
lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang
yang bijak dalam berbicara (disebut theulangke) untuk mengurusi perjodohan ini.
Jika theulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlabih dahulu dia
akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan
menyampaikan maksud melamar gadis itu.
Pada hari yang telah di sepakati datanglah rombongan orang-orang yang
dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai
penguat ikatan berikut isinya seperti: gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang
raja, kain atau baju serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai,
pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta
waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya meng