Analisis Respon Penawaran Bawang Merah di Sumatera Utara Chapter III V

34

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu cara
pengambilan lokasi dengan sengaja karena alasan-alasan diketahuinya sifat-sifat
dari lokasi tersebut. Dalam penelitian ini dipilih Sumatera Utara karena konsumsi
bawang merah di Sumatera Utara terus meningkat seiring meningkatnya jumlah
penduduk.

3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder (time
series) yakni data bulanan selama 5 tahun yaitu dari tahun 2010 sampai dengan
tahun 2014. Penentuan waktu tersebut berdasarkan keterbatasan ketersediaan data
yang diperoleh.
Data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini antara lain data
penawaran bawang merah, luas areal panen bawang merah, luas areal tanam
bawang merah, harga bawang merah, harga bawang putih, dan harga pupuk TSP
di Sumatera Utara. Data-data tersebut dapat diperoleh dari instansi yang terkait

yaitu Dinas Pertanian Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik Provinsi
Sumatera Utara.

3.3. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan bentuk model autoregressive, karena didalam
penelitian ini, variabel terikat dipengaruhi oleh variabel bebas pada waktu t, serta
dipengaruhi juga oleh variabel terikat itu sendiri pada waktu t-1. Oleh karena itu

Universitas Sumatera Utara

35

digunakan metode analisis model penyesuaian parsial Nerlove yang berupa
persamaan regresi linier berganda dengan teknik estimasi Ordinary Least Square
(OLS).
Pengolahan

data

dilakukan


secara

bertahap,

dimulai

dengan

pengelompokan data-data yang sudah diperoleh, dilakukan input data dan
perhitungan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan selanjutnya
diolah dengan menggunakan software Eviews 6.

3.3.1. Model Penawaran Bawang Merah
Model penawaran bawang merah adalah modifikasi dari model Nerlove,
seperti yang digunakan oleh Larry J. Wipf and James P. Houck, 1967 pada
penelitian yang berjudul Milk Supply Response in The United States An Aggregate
Analysis. Larry J. Wipf mengestimasi model penawaran susu di Amerika Serikat
dengan persamaan :
Qt = δ a + δ bMt-1 + δ cGt + δ dCt + (1 - δ) Qt-1

dimana
Qt

= jumlah penawaran susu,

Mt-1 = harga susu grosiran pada tahun sebelumnya,
Gt

= indeks harga yang diterima petani untuk biji padi-padian (untuk makanan),

Rt

= bagian yang kasar dari makanan untuk hewan, seperti jagung untuk
makanan ternak, gandum untuk makanan ternak,

Ct

= harga lembu sembelihan,

Qt-1 = jumlah penawaran susu pada tahun sebelumnya.

Pada model penawaran bawang merah, penawaran bawang merah yang
diinginkan merupakan fungsi dari luas areal panen bawang merah, luas areal

Universitas Sumatera Utara

36

tanam bawang merah, harga bawang merah, harga bawang putih dan harga pupuk
TSP. Secara matematis, dapat ditulis dengan persamaan:
Y*t

= f (LPt, LTt, HBMt, HBPt, HTSPt)

Y*t

= b0 + b1LPt + b2LTt + b3HBMt+ b4HBPt +b4 HTSPt.................... (3.1)
Penawaran bawang merah pada periode tertentu dipengaruhi oleh

penawaran bawang merah yang diinginkan dan penawaran bawang merah pada
periode sebelumnya. Secara matematis, dapat ditulis dengan mensubstitusikan

persamaan (3.1) yaitu : Yt = δ Y*t + (1-δ) Yt-1, sehingga akan diperoleh hasil:
Yt = δ Y*t + (1-δ) Yt-1, dimana:
Y*t = b0 + b1 LPt + b2 LTt + b3 HBMt + b4 HBPt + b5 HTSPt, maka:
Yt = δ (b0 + b1 LPt + b2 LTt + b3 HBMt + b4 HBPt + b5 HTSPt) + (1- δ) Yt-1
Yt = δb0 + δ b1 LPt + b2 LTt + b3 HBMt + b4 HBPt + b5 HTSPt + (1- δ) Yt-1
Yt = a0 + a1 LPt + a2 LPt + a3 HBMt+ a4 HBPt + a4 HTSPt + a5 Yt-1 ..... (3.2)
Keterangan:
Yt

= Penawaran bawang merah pada saat periode ke-t (ton)

LPt

= Luas areal panen bawang merah pada periode ke-t (ha)

LTt

= Luas areal tanam bawang merah pada periode ke-t (ha)

HBMt


= Harga bawang merah pada saat periode ke-t (Rp/Kg)

HBPt

= Harga bawang putih pada saat periode ke-t (Rp/Kg)

HTSPt

= Harga pupuk TSP pada saat periode ke-t (Rp/Kg)

Yt-1

= Penawaran bawang merah pada saat periode sebelumnya (ton)

a0

= intercept / konstanta

a1,…, a5


= koefisien regresi

a0 = δb0 ; a1 = δb1 ; a2 = δb2 ; a3 = δb3 ; a4 = δb4 ; a5 = 1- δ

Universitas Sumatera Utara

37

3.3.2. Elastisitas Penawaran Bawang Merah
Di dalam penelitian ini, elastisitas penawaran digunakan untuk mengukur
ketanggapan (responsiveness) jumlah bawang merah yang ditawarkan terhadap
perubahan harga bawang merah itu sendiri. Terdapatnya lag dan penggunaan
data time series menyebabkan elastisitas penawaran bawang merah pada jangka
pendek dan elastisitas jangka panjang dapat dihitung.
Dalam bentuk linear, dengan

menggunakan

persamaan


(3.2)

yaitu:

Yt = a0 + a1 LPt + a2 LPt + a3 HBMt + a4 HBPt + a5 HTSPt + a6 Yt-1 maka
elastisitas penawaran bawang merah terhadap harga bawang merah itu sendiri,
dapat dirumuskan sebagai berikut:
ESR = a3

........................................................... (3.3)
=

ELR =

..................................................... (3.4)

dimana:
ESR


=

Elastisitas jangka pendek

ELR

=

Elastisitas jangka panjang

HBMt =

Rata-rata harga bawang merah

Yt

=

Rata-rata jumlah penawaran bawang merah


a3

=

Koefisien regresi dari variabel harga bawang merah

a6

=

Koefisien regresi dari variabel penawaran pada periode sebelumnya

δ

=

Koefisien penyesuaian parsial, dimana 0 < δ < 1

3.4. Evaluasi Model
3.4.1. Pengujian Stasioneritas

Uji stasioneritas dapat dilakukan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

38

3.4.1.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Dalam menerapkan uji deret waktu (time series) disyaratkan stasioneritas
dari series yang digunakan. Untuk itu, sebelum melakukan analisis lebih lanjut,
perlu dilakukan uji stasioneritas terlebih dahulu terhadap data yang digunakan.
Tujuan dari uji ini adalah untuk mendapatkan nilai rata-rata yang stabil
dan random error sama dengan nol, sehingga model regresi yang diperoleh
memiliki kemampuan prediksi yang handal dan menghindari timbulnya regresi
lancing (spurious regression). Sebab untuk data yang tidak stasioner metode
inferensia klasik seperti OLS tidak dapat diterapkan (Gujarati, 2004).
Secara operasional suatu data series dikatakan stasioner apabila data
tersebut tidak mengandung unsur trend. Di samping itu, syarat yang harus
dipenuhi suatu data series sehingga dapat dikatakan stasioner apabila mempunyai
kondisi sebagai berikut:
1. Rata-rata tetap (constant) tidak terpengaruh oleh jalannya waktu (invariant
with respect to time).
2. Variasi data tetap (variance to be constant) untuk seluruh series data.
3. Covariance antar nilai dari waktu yang berbeda tergantung dari jarak nilai
(time lag) bukan pada posisi waktu dimana covariance tersebut dihitung.
Secara statistik, ketiga kondisi series yang stasioner di atas dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Rata-rata

: E (Yt) = µ

Variance

: Var(Yt) = E( Yt−µ)2 = σ2

Covariance

: cov(Yt,Yt+p) E= [(Yt− µ)( Yt+p− µ)] = Yp

dimana :

Universitas Sumatera Utara

39

Y adalah data observasi,
µ adalah rata-rata konstan dari variabel Y,
σ merupakan varians konstan dari variabel Y,
t menunjukkan waktu, dan
p menunjukkan jarak nilai (time lag).
Untuk mendeteksi apakah suatu series data stasioner atau tidak secara
visual dapat dilihat plot/grafik data observasi terhadap waktu. Apabila
kecenderungan fluktuasinya di sekitar nilai rata-rata dengan amplitudo yang relatif
tetap atau tidak terlihat adanya kecenderungan (trend) naik atau turun maka dapat
dikatakan stasioner. Namun penggunaan grafik sangat tergantung pada kejelian
dan pengalaman peneliti, untuk itu secara formal dilakukan uji statistik guna lebih
meyakinkan peneliti.
Uji stasioneritas yang akhir-akhir ini banyak digunakan adalah uji akarakar unit (unit roots test). Dalam penelitian ini, uji akar unit yang digunakan
adalah uji akar unit dengan metode Phillips-Perron Fisher Unit Root Test.
Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan kriteria:
· Apabila nilai probabilitas tiap variabel > α = 0,05, maka data memiliki akar unit
atau tidak stasioner.
· Apabila nilai probabilitas tiap variabel < α = 0,05, maka data tidak memiliki
akar unit atau stasioner (Ajija et all, 2011).

3.4.1.2. Uji Derajat Integrasi
Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit (unit
roottest), apabila setelah dilakukan pengujian akar unit ternyata data belum
stasioner, maka dilakukan pengujian ulang dan menggunakan data nilai perbedaan

Universitas Sumatera Utara

40

pertamanya (first difference). Apabila dengan data first difference belum juga
stasioner maka selanjutnya dilakukan pengujian dengan data dari perbedaan kedua
(second difference) dan seterusnya hingga data stasioner (Gujarati, 2004).
Dalam penelitian ini, uji derajat integrasi menggunakan metode PhillipsPerron Fisher Unit Root Test. Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan
kriteria:
· Apabila nilai probabilitas tiap variabel > α = 0,05, maka data memiliki akar unit
atau tidak stasioner
· Apabila nilai probabilitas tiap variabel < α = 0,05, maka data tidak memiliki
akar unit atau stasioner (Ajija et all, 2011).

3.4.1.3. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui bagaimana variabel-variabel
independen mempengaruhi variabel dependennya pada jangka panjang. Yang
dimaksud dengan jangka panjang dalam pendekatan kointegrasi adalah jangka
waktu

dimana

pengaruh

setiap

variabel

independen

terhadap

variabel

dependennya tidak bersifat seketika, melainkan membutuhkan selang waktu, dan
merupakan suatu kondisi dimana masing-masing variabel memungkinkan untuk
mengadakan penyesuaian secara penuh terhadap perubahan-perubahan yang
timbul (atau tidak ada kecenderungan untuk naik atau turun, dan variabel tersebut
dalam kondisi optimumnya). Salah satu catatan penting mengenai kointegrasi
adalah variabel harus terintegrasi pada orde yang sama.
Dalam penelitian ini digunakan uji kointegrasi Engle-Granger (EG).
Untuk melakukan uji EG ini terlebih dahulu dilakukan estimasi tiap parameter
dari persamaan regresi yang diteliti dengan menggunakan Ordinary Least

Universitas Sumatera Utara

41

Square(OLS) untuk memperoleh nilai residualnya. Kemudian nilai residual
tersebut diuji stasionernya dengan menggunakan metode Phillips-Perron Unit
Root Test.
Jika residualnya stasioner pada orde level maka dapat dikatakan variabel
saling terkointegrasi. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
· Jika nilai probabilitas residual > α = 0,05, maka variabel-variabel tidak
terkointegrasi
· Jika nilai probabilitas residual < α = 0,05, maka variabel-variabel terkointegrasi.
Dalam ekonometrika, variabel yang saling terkointegrasi dikatakan
memiliki hubungan jangka panjang (Ajija et all, 2011).

3.4.2. Pengujian Asumsi Klasik
Model regresi linear memiliki beberapa asumsi dasar yang harus
dipenuhi untuk menghasilkan estimasi yang baik atau dikenal dengan BLUE (Best
Linear Unbiased Estimator).
Dalam melakukan estimasi persamaan linear dengan menggunakan
metode OLS, asumsi-asumsi OLS harus dipenuhi. Jika asumsi OLS tidak
dipenuhi, maka tidak akan menghasilkan nilai parameter yang BLUE. Berikut
adalah asumsi-asumsi BLUE tersebut:
1. Model regresi adalah linear dalam parameter
2. Error term (μ) memiliki distribusi normal. Implikasinya, Y dan distribusi
sampling koefisien regresi memiliki distribusi normal. Dengan demikian, nilai
harapan dan rata- rata kesalahan adalah nol.
3. Variansnya tetap (homoscedasticity)
4. Tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan error term

Universitas Sumatera Utara

42

5. Tidak ada korelasi serial (no-autocorrelation) atau autokorelasi di antara error
term
6. Pada regresi linear berganda, hubungan antar variabel bebas (multicollinearity)
tidak terjadi (Ajija et all, 2011).
Beberapa uji asumsi klasik tersebut, antara lain:

3.4.2.1. Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
harga-harga prediksi dengan harga residual. Pengujian linearitas dapat dilakukan
dengan Ramsey RESET Test. Untuk menerapkan uji ini, harus dibuat asumsi atau
keyakinan bahwa fungsi yang benar adalah fungsi linear. Hipotesis yang
digunakan pada uji linearitas adalah :
H0: fungsi linear
H1: fungsi tidak linear
Dengan kriteria uji adalah:
· Apabila nilai Probability

F-Statistic < α = 0,05 maka H0 ditolak dan

H1 diterima, artinya fungsi tidak linear
· Apabila nilai Probability

F-Statistic > α = 0,05 maka H0 diterima dan

H1 ditolak, artinya fungsi linear (Caraka, 2011).

3.4.2.2. Autokorelasi
Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual satu
observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul
pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa
sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

43

Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, dapat diketahui dengan
menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hipotesis yang
digunakan pada uji autokorelasi adalah:
H0 : τ = 0, maka tidak terjadi autokorelasi
H1 : τ ≠ 0 , maka terjadi autokorelasi
Dengan kriteria uji adalah:
· Apabila nilai Probability Obs*R-squared < α = 0,05 maka H0 ditolak dan
H1 diterima, artinya terjadi autokorelasi dalam model
· Apabila nilai Probability Obs*R-squared > α = 0,05 maka H0 diterima dan
H1 ditolak, artinya tidak terjadi autokorelasi dalam model (Winarno, 2009).

3.4.2.3. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah terdapat
ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Pengujian masalah heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji
White Heteroskedasticity Test. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian
heteroskedastisitas adalah:
H0 : δ = 0, maka varian residual homogen (tidak terjadi heteroskedastisitas)
H1 : δ ≠ 0, maka varian residual tidak homogen (terjadi heteroskedastisitas)
Dengan kriteria uji adalah:
· Apabila nilai Probability Obs*R-squared < α = 0,05, maka H0 ditolak dan
H1 diterima, artinya varian residual tidak homogen atau terjadi
heteroskedastisitas dalam model
· Apabila nilai Probability Obs*R-squared > α = 0,05, maka H0 diterima dan

Universitas Sumatera Utara

44

H1

ditolak,

artinya varian residual

homogen atau tidak terjadi

heteroskedastisitas dalam model (Caraka, 2011).

3.4.2.4. Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi
yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linier
berganda. Salah satu cara mendeteksi keberadaan multikolinieritas di dalam suatu
model adalah dengan melihat jika nilai R2 yang dihasilkan dari suatu estimasi
model empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen
banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen (Caraka, 2011).
Menguji ada tidaknya multikolinieritas pada suatu model dapat dilakukan
dengan membandingkan besarnya R2 (koefisien determinasi) dan R2 (koefisien
determinasi parsial antara dua variabel bebas) atau bisa juga disebut dengan uji
Klein. Menurut L.R. Klein dalam Koutsoyiannis (2001), sebuah multikolinier
tidak menjadi suatu masalah apabila korelasi antara sesama variabel bebas tidak
lebih tinggi dibandingkan derajat koefisien berganda antara semua variabel secara
simultan. Multikolinieritas dikatakan merugikan apabila:
r2 xi, xj ≥ R2 x1, x2, …, xn
dimana r2 xi, xj adalah multikolinieritas antara dua variabel bebas (xi dan xj) dan
R2 x1, x2, …, xn adalah koefisien korelasi berganda antara semua variabel secara
simultan. Nilai maupun bias dapat langsung didapatkan dari hasil analisis data
dengan bantuan program komputer.

3.4.3. Pengujian Statistik
Beberapa pengujian statistik antara lain:

Universitas Sumatera Utara

45

3.4.3.1. Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi (R2) dilakukan dengan maksud untuk melihat
seberapa besar pengaruh perubahan variabel-variabel bebas yang digunakan
dalam model mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel tidak bebasnya.
Besarnya koefisien determinasi (R2) adalah 0 sampai 1. Semakin mendekati 1
besarnya koefisien determinasi suatu persamaan regresi, maka semakin besar pula
pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya,
semakin mendekati nol besarnya koefisien determinasi suatu persamaan regresi
maka semakin kecil pula pengaruh semua variabel independen terhadap nilai
variabel dependen.

3.4.3.2. Uji F- Statistik
Uji F dilakukan untuk menjelaskan kemampuan variabel bebas secara
bersama-sama/ serempak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Dengan
menggunakan level of significance 5 persen, hipotesis yang digunakan adalah:
H0 = b1= b2 = .... = bi = 0, artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap variabel terikat.
H1 ≠ b1 ≠ b2 ≠ .......≠ bi ≠ 0, artinya variabel bebas secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
Untuk i = 1,2,3,………,dst.
Hasil pengujian akan menunjukkan:
· Apabila nilai probabilitas F-statistik < α = 0,05 maka H0 ditolak dan H1
diterima, artinya secara bersama-sama variabel-variabel bebas yang terdapat
dalam model berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.

Universitas Sumatera Utara

46

· Apabila nilai probabilitas F-statistik > α = 0,05 maka H0 diterima dan H1
ditolak, artinya secara bersama-sama variabel-variabel bebas yang terdapat
dalam model tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.

3.4.3.3. Uji t- Statistik
Uji parsial (uji-t) bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas
yang terdapat dalam model secara individu atau satu persatu berpengaruh nyata
terhadap variabel terikat.
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : bi = 0 (perubahan satu variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan variabel terikat).
H1 : bi ≠ 0 (perubahan satu variabel bebas secara parsial berpengaruh nyata
terhadap perubahan variabel terikat).
Hasil pengujian akan menunjukkan:
· Apabila nilai probabilitas dari variabel bebas < α = 0,05 maka H0 ditolak dan H1

diterima, artinya secara parsial variabel bebas yang terdapat dalam model
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
· Apabila nilai probabilitas dari variabel bebas > α = 0,05 maka H0 diterima dan

H1 ditolak, artinya secara parsial variabel bebas yang terdapat dalam model tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
(Ajija et all, 2011).

Universitas Sumatera Utara

47

3.5. Defenisi Dan Batasan Operasional

3.5.1. Definisi
1.

Jumlah penawaran bawang merah (Yt) adalah jumlah produksi bawang merah
yang dihasilkan dari usahatani bawang merah di Sumatera Utara yang
ditawarkan pada tahun bersangkutan, dinyatakan dalam satuan Ton.

2.

Harga bawang merah (HBMt) adalah harga bawang merah yang berlaku di
Sumatera Utara, dinyatakan dengan satuan Rp/kg.

3.

Harga pupuk TSP (HTSPt) adalah harga pupuk TSP yang berlaku di
Sumatera Utara, dinyatakan dengan satuan Rp/kg.

4.

Penawaran bawang merah pada periode sebelumnya (Yt-1) adalah jumlah
produksi bawang merah yang dihasilkan dari usahatani bawang merah dan
ditawarkan di Sumatera Utara pada periode sebelumnya, dinyatakan dalam
satuan Ton.

5.

Harga bawang putih (HBPt) adalah harga bawang putih yang berlaku di
Sumatera Utara, dinyatakan dengan satuan Rp/kg.

6.

Luas areal panen bawang merah tahun t (LP) yaitu jumlah luas panen bawang
merah di Sumatera Utara, dinyatakan dalam satuan hektar.

7.

Luas areal tanam bawang merah tahun t (LT) yaitu jumlah luas tanam bawang
merah di Sumatera Utara, dinyatakan dalam satuan hektar.

8.

Elastisitas penawaran adalah perubahan besarnya penawaran bawang merah
di Sumatera Utara yang diakibatkan perubahan variabel bebas yang
digunakan dalam penelitian.

Universitas Sumatera Utara

48

9.

Elastisitas penawaran jangka pendek adalah perubahan besarnya penawaran
bawang merah yang diakibatkan perubahan variabel bebas dalam jangka
pendek.

10. Elastisitas penawaran jangka panjang adalah perubahan besarnya penawaran
bawang merah yang diakibatkan perubahan variabel bebas yang diakibatkan
oleh koefisien penyesuaian.

3.5.2. Batasan Operasional
1.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni s/d September 2016.

2.

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah
penawaran bawang merah, luas areal panen bawang merah, luas areal tanam
bawang merah, harga bawang merah, harga bawang putih, harga pupuk TSP,
dan jumlah penawaran bawang merah pada periode sebelumnya di Sumatera
Utara.

3.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan
rangkaian waktu (time series), yakni data bulanan selama 5 tahun yaitu dari
tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.

4.

Data-data tersebut diperoleh dari publikasi statistik pertanian bawang merah
Sumatera Utara, publikasi harga produsen sektor pertanian di Sumatera Utara
dan publikasi Indeks harga konsumen (IHK) di Provinsi Sumatera Utara oleh
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

49

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Data Penelitian

4.1.1. Penawaran Bawang Merah
Penawaran bawang merah adalah jumlah bawang merah yang dihasilkan
dari total luas areal panen bawang merah pada periode bulan yang bersangkutan
atau yang sedang berjalan. Penawaran bawang merah dinyatakan dalam satuan
ton.
Berikut adalah grafik perkembangan penawaran bawang merah di
Sumatera Utara tahun 2010-2014 (data bulanan) menurut data Badan Pusat
Statistik Sumatera Utara.
1600
1400
1200

Penawaran (Ton)

1000
800
600
400
200
0

Gambar 4. Perkembangan Penawaran Bawang Merah di Sumatera Utara
Tahun 2010 – 2014
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2014
Dari gambar 4, terlihat bahwa penawaran bawang merah di Sumatera
Utara dari tahun 2010 – 2014 berfluktuasi. Penawaran bawang merah di Sumatera

Universitas Sumatera Utara

50

Utara yang tertinggi terjadi pada bulan Juli tahun 2012 yaitu sebesar 1.503 ton,
sedangkan penawaran bawang merah yang terendah terjadi pada bulan September
tahun 2014 yaitu sebesar 442 ton (data dapat dilihat pada lampiran 1).

4.1.2. Luas Areal Panen Bawang Merah
Luas areal panen adalah jumlah luas areal panen yang ditanami dan
menghasilkan bawang merah pada periode bulan yang bersangkutan, yang
dinyatakan dalam satuan hektar (Ha).
Berikut adalah grafik perkembangan luas areal panen bawang merah di
Sumatera Utara dari tahun 2010 – 2014 (data bulanan) menurut data Badan Pusat
Statistik Sumatera Utara.
180
160
140

Luas Panen (Ha)

120
100
80
60
40
20
0

Gambar 5. Perkembangan Luas Areal Panen Bawang Merah di Sumatera
Utara Tahun 2010–2014
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2014
Dari Gambar 5, terlihat bahwa luas areal panen bawang merah di Sumatera
Utara dari tahun 2010 – 2014 berfluktuasi. Luas areal panen bawang merah di
Sumatera Utara yang tertinggi terjadi pada bulan Februari tahun 2013 yaitu

Universitas Sumatera Utara

51

sebesar 166 ha, sedangkan luas areal panen bawang merah yang terendah terjadi
pada bulan Februari tahun 2014 yaitu sebesar 55 ha (data dapat dilihat pada
lampiran 2).

4.1.3. Luas Areal Tanam Bawang Merah
Luas areal tanam adalah jumlah luas areal tanah yang digunakan
menanam bawang merah pada periode bulan yang bersangkutan, yang dinyatakan
dalam satuan hektar (Ha).
Berikut adalah grafik perkembangan luas areal tanam bawang merah di
Sumatera Utara dari tahun 2010 – 2014 (data bulanan) menurut data Badan Pusat
Statistik Sumatera Utara.
250
200

Luas Tanam (Ha)

150
100
50
0

Gambar 6. Perkembangan Luas Areal Panen Bawang Merah di
SumateraUtara Tahun 2010– 2014
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2014
Dari Gambar 6, terlihat bahwa luas areal tanam bawang merah di
Sumatera Utara dari tahun 2010 – 2014 berfluktuasi. Luas areal tanam bawang
merah di Sumatera Utara yang tertinggi terjadi pada bulan Maret tahun 2012 yaitu

Universitas Sumatera Utara

52

sebesar 203 ha, sedangkan luas areal tanam bawang merah yang terendah terjadi
pada bulan Desember tahun 2010 yaitu sebesar 39 ha (data dapat dilihat pada
lampiran 3).

4.1.4. Harga Bawang Merah
Harga Nominal (harga berlaku) adalah nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Sedangkan
harga riil (harga konstan) adalah nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar
(Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2013).
Data harga yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga riil (harga
konstan). Berikut adalah grafik perkembangan harga bawang merah di Sumatera
Utara dari tahun 2010 – 2014 (data bulanan).
40.000
35.000
30.000

Harga (Rp/Kg)

25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0

Gambar 7. Perkembangan Harga Bawang Merah di Sumatera Utara Tahun
2010 –2014
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014

Universitas Sumatera Utara

53

Dari Gambar 7, terlihat bahwa harga bawang merah di Sumatera Utara
dari tahun 2010 – 2014 berfluktuasi. Harga bawang merah di Sumatera Utara yang
tertinggi terjadi pada bulan April tahun 2013 yaitu sebesar Rp 34.479,-/Kg,
sedangkan harga bawang merah di Sumatera Utara yang terendah terjadi pada
bulan Maret tahun 2010 yaitu sebesar Rp 8.741,-/Kg (data dapat dilihat pada
lampiran 4).

4.1.5. Harga Bawang Putih
Barang bersaing (competitive product) adalah apabila barang tersebut
dapat dihasilkan dengan menggunakan faktor produksi yang sama. Dalam
penelitian ini, barang bersaing dari bawang merah adalah komoditi bawang putih.
Hal ini karena tanaman bawang merah dan bawang putih merupakan dua jenis
tanaman yang syarat tumbuhnya relatif sama.
Berikut adalah grafik perkembangan harga bawang putih di Sumatera
Utara pada tahun 2010 – 2014 (data bulanan).
35.000
30.000
25.000
Harga (Rp/Kg)

20.000
15.000
10.000
5.000
0

Gambar 8. Perkembangan Harga Bawang Putih di Sumatera Utara Tahun
2010 – 2014

Universitas Sumatera Utara

54

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014
Dari gambar 8, terlihat bahwa harga bawang putih di Sumatera Utara dari
tahun 2010 – 2014 berfluktuasi. Harga bawang putih di Sumatera Utara yang
tertinggi terjadi pada bulan April tahun 2013 yaitu sebesar Rp 32.208,-/Kg,
sedangkan harga bawang putih di Sumatera Utara yang terendah terjadi pada
bulan Januari tahun 2010 yaitu sebesar Rp 8.133,-/Kg (data dapat dilihat pada
lampiran 5).

4.1.6. Harga Pupuk TSP
Pupuk yang cocok digunakan untuk tanaman bawang merah adalah
pupuk TSP dengan dosis 60 – 90 kg/ha. Berikut adalah grafik perkembangan
harga riil pupuk TSP di Sumatera Utara pada tahun 2010 – 2014 (data bulanan).

8.000
7.000
6.000

Harga (Rp/Kg)

5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0

Gambar 9. Perkembangan Harga Pupuk TSP di Sumatera Utara Tahun
2010 - 2014
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014

Universitas Sumatera Utara

55

Dari gambar 9, terlihat bahwa harga pupuk TSP di Sumatera Utara dari
tahun 2010 – 2014 berfluktuasi. Harga pupuk TSP di Sumatera Utara yang
tertinggi terjadi pada bulan Januari tahun 2014 yaitu sebesar Rp 7.433,-/Kg,
sedangkan harga riil pupuk TSP yang terendah terjadi pada bulan November tahun
2010 yaitu sebesar Rp 5.913,-/Kg (data dapat dilihat pada lampiran 6).

4.1.7. Penawaran Bawang Merah pada Periode Sebelumnya
Penawaran bawang merah pada periode sebelumya adalah jumlah
bawang merah yang dihasilkan dari total luas areal panen bawang merah pada
periode bulan sebelumnya. Berikut adalah grafik perkembangan penawaran
bawang merah pada periode sebelumnya di Sumatera Utara dari tahun 2010 –
2014 (data bulanan).
1.600
1.400
1.200

Penawaran (Ton)

1.000
800
600
400
200
0

Gambar 10. Perkembangan Penawaran Bawang Merah pada tahun
sebelumnya di Sumatera Utara Tahun 2010– 2014
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2014

Universitas Sumatera Utara

56

Dari gambar 10, terlihat bahwa penawaran bawang merah pada periode
sebelumnya di Sumatera Utara dari tahun 2010 – 2014 berfluktuasi. Penawaran
bawang merah pada periode sebelumnya di Sumatera Utara yang tertinggi terjadi
pada bulan Agustus tahun 2012 yaitu sebesar 1.503 ton, sedangkan penawaran
bawang merah yang terendah terjadi pada bulan Oktober tahun 2014 yaitu sebesar
442 ton (data dapat dilihat pada lampiran 7).

4.2. Hasil Estimasi Fungsi Penawaran Bawang Merah
Berikut ini akan di uraikan hasil estimasi fungsi penawaran bawang
merah di Sumatera Utara dalam bentuk linear, dengan persamaan berikut:
Yt = a0 + a1 LP + a2 LT + a3 HBMt + a4 HBPt + a5 HTSPt + a6 Yt-1

4.2.1. Uji Stationeritas
4.2.1.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Uji akar unit adalah salah satu cara untuk menguji kestasioneran suatu
data runtun waktu. Apabila dalam suatu data runtun waktu ada data yang tidak
stasioner, maka hasil regresi akan menyebabkan regresi palsu (spurious
regression). Ciri-ciri spurious regression adalah memiliki R-squared tinggi, dan
memiliki nilai D/W (Durbin-watson) rendah (Mariani et al,2011).
Salah satu konsep formal yang dipakai untuk mengetahui stasioneritas
data adalah melalui uji akar unit (unit root test). Uji akar unit dapat dilakukan
dengan metode Phillips – Ferron Fisher Unit Root Test.
Uji akar unit (unit root test) dilakukan pada satu persatu atau setiap variabel yang
akan dianalisis baik variabel dependen maupun independen. Dari pengolahan data
yang menggunakan bantuan program Eviews 6, diperoleh hasil uji akar unit pada

Universitas Sumatera Utara

57

model penawaran bawang merah pada tingkat level, seperti dapat dilihat pada
Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Akar Unit (unit root test) pada tingkat level
No

Notasi

Variabel

Probability

Keterangan

1

Yt

Penawaran Bawang Merah

0.0058

Stasioner

2

LP

Luas

Areal

Panen

Bawang

0.0229

Stasioner

Areal

Tanam

Bawang

0.0000

Stasioner

Merah
3

LT

Luas
Merah

4

HBMt

Harga Bawang Merah

0.2475

Tidak
Stasioner

5

HBPt

Harga Bawang Putih

0.0138

Stasioner

6

HTSPt

Harga Pupuk TSP

0.7399

Tidak
Stasioner

7

Yt-1

Penawaran Bawang Merah pada

0.0051

Stasioner

periode sebelumnya
Sumber : Lampiran 9
Dari Tabel 6, diperoleh bahwa terdapat lima variabel yang stasioner pada
tingkat level, yakni variabel penawaran bawang merah (Yt), luas areal panen
bawang merah (LP), luas areal tanam bawang merah (LT), harga bawang putih
(HBPt) dan penawaran bawang merah pada periode sebelumnya (Yt-1). Dan
terdapat dua variabel yang yang tidak stasioner pada tingkat level yaitu variabel
harga bawang merah (HBMt) dan harga pupuk TSP (HTSPt).

4.2.1.2. Uji Derajat Integrasi
Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit, apabila
setelah dilakukan pengujian akar unit ternyata data belum stasioner, maka
dilakukan pengujian ulang dan menggunakan data nilai perbedaan pertamanya

Universitas Sumatera Utara

58

(first difference). Apabila dengan data first difference belum juga stasioner, maka
selanjutnya dilakukan pengujian data dari perbedaan kedua (second difference)
dan seterusnya hingga data stationer.
Berdasarkan hasil uji akar unit dengan metode Phillips – Perron Fisher
Unit Root Test pada tingkat level, diketahui bahwa terdapat dua variabel yang
tidak stasioner pada tingkat level, maka perlu dilanjutkan dengan uji Phillips –
Perron Fisher Unit Root Test pada tingkat first difference, seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Akar Unit (unit root test) pada tingkat First Difference
No

Notasi

Probability Keterangan

Variabel

1

D(Yt)

Penawaran Bawang Merah

0.0000

Stasioner

2

D(LP)

Luas Areal Panen Bawang Merah

0.0000

Stasioner

3

D(LT)

Luas

0.0000

Stasioner

Areal

Tanam

Bawang

Merah
4

D(HBMt)

Harga Bawang Merah

0.0000

Stasioner

5

D(HBPt)

Harga Bawang Putih

0.0000

Stasioner

6

D(HTSPt) Harga Pupuk TSP

0.0000

Stasioner

0.0000

Stasioner

7

D(Yt-1)

Penawaran Bawang Merah pada
periode sebelumnya

Sumber : Lampiran 10
Dari Tabel 7, diperoleh bahwa semua variabel, yakni variabel penawaran
bawang merah (D(Yt), luas areal panen bawang merah (D(LP), luas areal tanam
bawang merah (D(LT), harga bawang merah (D(HBMt), harga bawang putih
(D(HBPt), harga pupuk TSP (D(HTSPt) dan penawaran bawang merah pada
periode sebelumnya (D(Yt-1), sudah stasioner pada tingkat first difference. Oleh

Universitas Sumatera Utara

59

karena itu dapat dikatakan bahwa semua variabel yang digunakan pada penelitian
ini terintegrasi atau sudah stasioner pada derajat satu (first difference).

4.2.1.3. Uji Kointegrasi
Uji Kointegrasi Engle-Granger (EG) digunakan untuk mengestimasi
hubungan jangka panjang antara variabel-variabel bebasnya, yakni luas areal
panen bawang merah (D(LP), luas areal tanam bawang merah (D(LT), harga
bawang merah (D(HBMt), harga bawang putih (D(HBPt), harga pupuk TSP
(D(TSPt) dan penawaran bawang merah pada periode sebelumnya (D(Yt-1)
dengan variabel terikatnya yaitu variabel penawaran bawang merah D(Yt).
Uji kointegrasi dilakukan dengan terlebih dahulu memastikan bahwa
semua variabel yang digunakan dalam model memiliki derajat integrasi yang
sama. Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa seluruh variabel
dalam penelitian ini memiliki derajat integrasi yang sama, yaitu terintegrasi pada
derajat satu (first difference). Oleh karena itu uji kointegrasi dapat dilakukan.
Tahap awal dari uji kointegrasi Engle-Granger adalah dengan meregresi
persamaan OLS antara variabel dependent dan variabel independent. Persamaan
regresi adalah sebagai berikut:
D(Yt) = a0 + a1D(LP) + a2D(LP) + a3D(HBMt ) + a4D(HBPt) + a5D(HTSPt)
+a6D(Yt-1) + ét
Setelah meregresi persamaan OLS tersebut, didapatkan residual dari
persamaan tersebut. Kemudian nilai residual (ét) tersebut diuji stasionernya
dengan menggunakan metode Phillips-Perron Unit Root Test. Diperoleh hasil uji
akar unit nilai residual (ét) pada tingkat level, dapat dilihat pada Tabel 8.

Universitas Sumatera Utara

60

Tabel 8. Hasil Uji Kointegrasi (Uji Stasioneritas Nilai Residual) pada Tingkat
Level
Notasi

Variabel

Probability

Keterangan

RESID01

Residual

0,0000

Stasioner

Sumber: Lampiran 11
Dari Tabel 8, dapat diperoleh bahwa nilai residual sudah stasioner pada
tingkat level. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa semua variabel yang
digunakan dalam model regresi di penelitian ini adalah regresi yang terkointegrasi
atau variabel-variabel bebas dalam model persamaan regresi ini memiliki
hubungan jangka panjang dengan variabel terikatnya.

4.2.2. Uji Asumsi Klasik
Setelah memperoleh hasil estimasi penawaran bawang merah di Sumatera
Utara, maka dilakukan pengujian secara ekonometrik untuk mengetahui apakah
parameter yang diestimasi melakukan pelanggaran atau tidak terhadap asumsi
klasik OLS, maka dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Uji Asumsi Klasik Fungsi Penawaran Bawang Merah di
Sumatera Utara
No

Notasi

Variabel

Koefisien

Probability

1

F-statistic

Linearitas

3.389515

0.0714

2

Obs*Rsquared

Autokorelasi

11,2713

0.0036

Obs*RHeteroskedastisitas
34.7444
Squared
Sumber : Lampiran 13, Lampiran 14 dan Lampiran 15

0.1455

3

Universitas Sumatera Utara

61

4.2.2.1. Linearitas
Untuk pengujian linearitas dapat dilakukan dengan menggunakan Ramsey
RESET Test. Dari hasil uji tersebut, diperoleh bahwa nilai F-statistic sebesar
3,389515 dengan probabilitas sebesar 0,0714 (dapat dilihat pada lampiran 13).
Oleh karena nilai probability F-statistic lebih besar dari nilai α = 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa fungsi model penawaran bawang merah di Sumatera Utara
adalah fungsi yang linear.

4.2.2.2. Autokorelasi
Untuk menguji masalah autokorelasi, dapat dilakukan dengan uji BreuschGodfrey Serial Correlatian LM Test. Dari hasil uji tersebut, diperoleh nilai
Obs*R-Squared sebesar 11,2713, dengan probabilitas sebesar 0,0036 (dapat
dilihat pada lampiran 14). Oleh karena nilai probability Obs*R-squared lebih
kecil dari nilai α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi autokorelasi pada
model penawaran bawang merah di Sumatera Utara.

4.2.2.3. Heteroskedastisitas
Pengujian terhadap masalah heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji
White Heteroskedasticity Test. Dari uji ini dapat dilihat bahwa nilai Obs*RSquared sebesar 34,7444 dengan probabilitas sebesar 0,1455 (dapat dilihat pada
lampiran 15). Oleh karena nilai probability Obs*R-Squared lebih besar dari nilai α
= 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa varian residual adalah homogen atau tidak
terjadi heteroskedastisitas pada model penawaran bawang merah di Sumatera
Utara.

4.2.2.4. Multikolinieritas

Universitas Sumatera Utara

62

Pengujian terhadap masalah multikolinieritas dapat dilakukan dengan
menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen dengan menggunakan
correlation matrix. Dari hasil uji tersebut, diperoleh bahwa antara variabel bebas
memiliki koefisien yang kecil (dapat dilihat pada Lampiran 16). Hal ini berarti
bahwa pada model hubungan antara variabel-variabel bebas memiliki nilai

<

,

yang berarti bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada model penawaran bawang
merah di Sumatera Utara.

4.2.3. Uji Statistik
Hasil estimasi fungsi penawaran bawang merah di Sumatera Utara pada
persamaan linear, dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Estimasi Fungsi Penawaran Bawang Merah di Sumatera
Utara
No
1

Notasi
D(LP)

Variabel
Luas Areal Panen

Koefisien

Probability

7.297482

0.0000

1.312139

0.0795

Bawang Merah
2

D(LT)

Luas Areal Tanam
Bawang Merah

3

D(HBMt)

Harga Bawang Merah

-0.010468

0.4172

4

D(HBPt)

Harga Bawang Putih

0.006379

0.5518

5

D(HTSPt)

Harga Pupuk TSP

0.355722

0.0637

6

D(Yt-1)

Penawaran Bawang

-0.113171

0.2791

-5.306324

0.8383

0.486543

-

-

0.000003

Merah periode
sebelumnya
7

C

Konstanta

8

R2 (R-squared) Koefisien determinasi

9

Prob(F-

Uji F

statistic)
Sumber : Lampiran 12

Universitas Sumatera Utara

63

4.2.3.1. Koefisien Determinasi
Dari Tabel 10, dapat diketahui bahwa model penawaran bawang merah di
Sumatera Utara mempunyai koefisien determinasi (R-Squared) sebesar 0,48654.
Hal ini berarti bahwa 48,654% perubahan variable–variabel bebas yaitu, luas areal
panen bawang merah, luas areal tanam bawang merah, harga bawang merah,
harga bawang putih, harga pupuk TSP dan penawaran bawang merah pada
periode sebelumnya mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel
terikatnya yaitu penawaran bawang merah. Sedangkan sisanya yaitu sebesar
51,256% dapat dijelaskan oleh variabel yang tidak dimasukkan ke dalam model.

4.2.3.2. Uji F-statistik
Uji F-statistik digunakan untuk melihat apakah variabel bebas secara
bersama-sama mempunyai pengaruh secara nyata / signifikan terhadap variabel
terikat. Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa nilai probabilitas F-statistiknya adalah
0,000003. Oleh karena nilai F-statistik <

= 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

H0 di tolak dan H1 diterima atau dengan kata lain bahwa variabel–variabel bebas
yang dimasukkan ke dalam model (yaitu luas areal panen bawang merah, luas
areal tanam bawang merah, harga bawang merah, harga bawang putih, harga
pupuk TSP, dan penawaran bawang merah pada periode sebelumnya) secara
bersama-sama berpengaruh secara nyata / signifikan terhadap variabel terikatnya,
yakni variabel penawaran bawang merah.

4.2.3.3. Uji t-statistik
Uji parsial (uji t-statistik) bertujuan untuk mengetahui apakah variabel
bebas yang terdapat dalam model secara individu atau parsial berpengaruh nyata.

Universitas Sumatera Utara

64

Dari Tabel 10, dapat diketahui bahwa variabel bebas luas areal panen bawang
merah (D(LP), memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari nilai α = 0,05. Artinya
variabel luas areal panen bawang merah yang digunakan pada penelitian
berpengaruh nyata / signifikan, sedangkan variabel luas areal tanam bawang
merah, harga bawang merah, harga bawang putih, harga pupuk TSP, dan
penawaran bawang merah pada periode sebelumnya memiliki nilai probabilitas
lebih besar dari nilai α = 0,05 artinya luas areal tanam bawang merah, harga
bawang merah, harga bawang putih, harga pupuk TSP, dan penawaran bawang
merah pada periode sebelumnya yang digunakan pada penelitian tidak
berpengaruh nyata / tidak signifikan terhadap variabel terikatnya, yaitu penawaran
bawang merah (D(Yt).

4.3. Pembahasan
Dari Tabel 10, dapat diketahui variabel luas areal panen bawang merah
yang digunakan pada penelitian berpengaruh nyata / signifikan, sedangkan
variabel luas areal tanam bawang merah, harga bawang merah, harga bawang
putih, harga pupuk TSP, dan penawaran bawang merah pada periode sebelumnya
memiliki nilai probabilitas lebih besar dari nilai α = 0,05 Artinya luas areal tanam
bawang merah, harga bawang merah, harga bawang putih, harga pupuk TSP, dan
penawaran bawang merah pada periode sebelumnya yang digunakan pada
penelitian tidak berpengaruh nyata / tidak signifikan terhadap variabel terikatnya,
yaitu penawaran bawang merah (D(Yt).
Fungsi penawaran bawang merah di Sumatera Utara pada persamaan
linear dapat ditulis dengan persamaan:

Universitas Sumatera Utara

65

D(Yt) = -5,3063 + 7,2974 D(LP) + 1,3121 D(LT) – 0,0104 D(HBMt) + 0,0063
D(HBP) + 0,3557 D(HTSPt) – 0,1131 D(Yt-1)
Penjelasan mengenai pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap
penawaran bawang merah di Sumatera Utara dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Luas Areal Panen Bawang Merah
Pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa variabel luas areal panen bawang
merah mempunyai nilai koefisien sebesar 7,2974 dan signifikansi pada α = 5%.
Hal ini berarti bahwa variabel luas areal panen bawang merah berpengaruh positif
terhadap penawaran bawang merah di Sumatera Utara. Artinya apabila terjadi
peningkatan luas areal panen sebesar 10 hektar maka penawaran bawang merah
akan meningkat sebesar 72,974 ton, dan sebaliknya apabila terjadi penurunan luas
areal panen sebesar 10 hektar maka penawaran bawang merah akan menurun
sebesar 72,974 ton.
Luas areal panen berhubungan dengan jumlah penawaran, apabila variabel
yang lain dianggap konstan (ceteris paribus) maka peningkatan luas areal panen
akan meningkatkan jumlah penawaran. Oleh sebab itu, salah satu upaya petani
untuk meningkatkan jumlah penawaran bawang merah yaitu dengan cara
meningkatkan luas areal yang ditanami tanaman bawang merah. Dengan
meningkatkan luas areal tanam maka diharapkan dapat meningkatkan pula luas
areal panen serta jumlah produksi bawang merah yang dihasilkan, sehingga
jumlah penawaran bawang merah juga akan mengalami peningkatan.

Universitas Sumatera Utara

66

2. Luas Areal Tanam Bawang Merah
Pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa variabel harga bawang merah
mempunyai nilai koefisien sebesar 1,3121 dan signifikansi α = 5%. Hal ini berarti
bahwa variabel luas areal tanam bawang merah berpengaruh positif terhadap
penawaran bawang merah di Sumatera Utara. Artinya apabila terjadi peningkatan
luas areal panen sebesar 10 hektar maka penawaran bawang merah akan
meningkat sebesar 13,121 ton, dan sebaliknya apabila terjadi penurunan luas areal
panen sebesar 10 hektar maka penawaran bawang merah akan menurun sebesar
13,121 ton.

3. Harga Bawang Merah
Pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa variabel luas areal tanam bawang
merah mempunyai nilai koefisien sebesar -0,0104 dan signifikansi α = 5%. Hal ini
berarti bahwa variabel harga bawang merah berpengaruh negatif terhadap
penawaran bawang merah di Sumatera Utara. Artinya apabila terjadi peningkatan
harga bawang merah sebesar Rp 10/kg, maka penawaran bawang merah akan
menurun sebesar 0,104 ton dan sebaliknya apabila terjadi penurunan harga
bawang merah sebesar Rp 10/kg, maka penawaran bawang merah akan meningkat
sebesar 0,104 ton.

4. Harga Bawang Putih
Pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa variabel harga bawang putih
mempunyai nilai koefisien sebesar 0,0063 dan signifikansi α = 5%. Hal ini berarti
bahwa variabel harga bawang putih berpengaruh positif terhadap penawaran
bawang merah di Sumatera Utara. Artinya apabila terjadi peningkatan harga

Universitas Sumatera Utara

67

bawang putih sebesar Rp 10/kg, maka penawaran bawang merah akan meningkat
sebesar 0,063 ton dan sebaliknya apabila terjadi penurunan harga bawang putih
sebesar Rp 10/kg, maka penawaran bawang merah akan menurun sebesar 0,063
ton.

5. Harga Pupuk TSP
Pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa variabel harga pupuk TSP
mempunyai nilai koefisien sebesar 0,3557 dan signifikansi α = 5%. Hal ini berarti
bahwa variabel harga pupuk TSP berpengaruh positif terhadap penawaran bawang
merah di Sumatera Utara. Artinya apabila terjadi peningkatan harga pupuk TSP
sebesar Rp 10/kg, maka penawaran bawang merah akan meningkat sebesar 3,557
ton dan sebaliknya apabila terjadi penurunan harga pupuk TSP sebesar Rp 10/kg,
maka penawaran bawang merah akan menurun sebesar 3,557 ton.

6. Penawaran Bawang Merah pada Periode Sebelumnya
Pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa variabel Penawaran Bawang Merah
pada Periode Sebelumnya mempunyai nilai koefisien sebesar -0,1131 dan
signifikansi pada α = 5%. Hal ini berarti bahwa variabel penawaran bawang
merah pada periode sebelumnya berpengaruh negatif terhadap penawaran bawang
merah di Sumatera Utara. Artinya apabila terjadi peningkatan Penawaran Bawang
Merah pada Periode Sebelumnya sebesar 10 ton maka penawaran bawang merah
akan menurun sebesar 1,131 ton, dan sebaliknya apabila terjadi penurunan
Penawaran Bawang Merah pada Periode Sebelumnya sebesar 10 ton maka
penawaran bawang merah akan meningkat sebesar 1,131 ton.

Universitas Sumatera Utara

68

4.4. Elastisitas Penawaran Bawang Merah
Elastisitas penawaran adalah perbandingan antara persentase perubahan
jumlah barang yang ditawarkan terhadap persentase perubahan harga barang itu
sendiri, dengan pengertian dan anggapan bahwa faktor – faktor lain tetap (ceteris
paribus).
Di dalam menganalisis pengaruh waktu terhadap elastisitas penawaran
dibedakan dua jenis yaitu jangka pendek (short run) dan jangka panjang (long
run). Pada persamaan linear, cara menghitung elastisitas penawaran bawang
merah terhadap harga bawang merah itu sendiri, pada jangka pendek dan jangka
panjang dapat digunakan rumus sebagai berikut:

=

dan

=

δ



dimana:
= Elastisitas jangka pendek
= Elastisitas jangka panjang
HBMt = Rata-rata harga bawang merah
Yt

= Rata-rata jumlah penawaran bawang merah

α3

= Koefisien regresi dari variabel harga bawang merah

α6

= Koefisien regresi dari variabel penawaran bawang merah pada periode
sebelumnya

δ

= Koefisien penyesuaian parsial, dimana 0