Analisis Supply Chain Management Bawang Merah di Kota Medan Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Lokasi
Lokasi penelitian diambil secara purposive yaitu cara pengambilan
sampel dengan sengaja karena alasan yang diketahui dari sifat-sifat sampel
tersebut. (Singarimbun dan Effendi, 1995). Lokasi penelitian yang dipilih adalah
Pasar Induk Kota Medan dengan pertimbangan bahwa Pasar Induk Kota Medan
merupakan konsumen sekaligus distributor bawang merah terbesar yang cukup
berpengaruh di Kota Medan.
3.2 Metode Penentuan Sampel
Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif. Dalam hal ini,
penelitian kualitatif untuk menjelaskan alur distribusi dan supply chain bawang
merah di kota Medan. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuantemuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
lainnya. Sementara itu, menurut Sugiyono (2013) adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan
secara

purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi


Universitas Sumatera Utara

(gabungan), analisis data bersifat kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi.

3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang, distributor, pedagang
pengumpul dan produsen bawang merah yang memasok bawang merah untuk
kebutuhan Kota Medan.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2013).
Sampel yang diambil adalah pedagang, distributor, tengkulak dan
produsen bawang merah yang memasok bawang merah Kota Medan.
Sampel mata rantai yang berawal dari petani ditentukan dengan metode
bola salju (snowball sampling). Irianto dan Mardikanto (2011) menyatakan bahwa
metode bola salju merupakan teknik pemilihan sampel dengan terlebih dahulu

menetapkan satu informasi kunci (key person), kemudian pemilihan sampel
berikutnya tergantung pada informan pertama, begitu seterusnya yang semakin
lama menggelinding seperti bola salju. Dengan demikian diharapkan supply chain
bawang merah di Kota Medan dapat teridentifikasi.

Universitas Sumatera Utara

Untuk sampel petani, di Kota Medan terdapat 4 kelompok tani bawang
merah yang terpusat di Kecamatan Medan Marelan. Sedangkan untuk daerah
Simalungun dan Samosir yang merupakan pemasok utama bawang merah di kota
Medan, tergabung 15 kelompok tani. Berdasarkan teknik snowball sampling,
didapatkan total 36 sampel produsen (petani) untuk menjadi narasumber yang
mempunyai produktivitas bawang merah cukup tinggi yang tersebar di beberapa
daerah tersebut.
Key person dalam penelitian ini adalah Dinas Pertanian Provinsi
Sumatera Utara dan Dinas Perdagangan kota Medan. Kemudian pemilihan sampel
berikutnya tergantung kepada pedagang, distributor, tengkulak dan produsen.
Dengan demikian diharapkan alur distribusi dan supply chain bawang merah di
Kota Medan dapat teridentifikasi.
Tahap selanjutnya untuk menganalisa manajemen rantai pasok bawang

merah yang efisien menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan
pengisian kuesioner, sampel/responden dalam hal ini adalah Kepala Bidang
Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Wakil Kepala
Pasar Induk Kota Medan, Ketua Kelompok Tani Karunia Rengas, Kepala UPTD
Simalungun, Kepala UPTD Haranggaol Horison yang dipilih berdasarkan metode
judgement sampling. Metode ini dilakukan dengan pertimbangan keefektifan,
bahwa berdasarkan penilaian/judgement peneliti atau expert, sampel yang
bersangkutan adalah pihak yang paling sesuai, yang memiliki ―information rich‖
dan memiliki pemahaman mengenai manajemen rantai pasok bawang merah
(Cooper dan Emory, 1996).
Kelima responden tersebut terpilih berdasarkan
kapasitas mereka dalam pengambilan kebijakan tentang produk bawang merah.

Universitas Sumatera Utara

3.3 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data merupakan suatu proses kegiatan yang
diperlukan dalam suatu penelitian. Proses tersebut akan menghasilkan data-data.
Data-data tersebut terbagi menjadi dua sumber yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari penyebaran
kepada responden yang dianggap telah memiliki populasi (Umar dalam
Ukhdiyah, 2013). Melakukan pengamatan langsung terhadap supply chain
bawang merah yang terjadi di Kota Medan kemudian membandingkan dengan
teori supply chain management. Adapun cara pengumpulan data primer sebagai
berikut:
a. Observasi Lapang
Yaitu pengambilan data dengan melakukan pengamatan secara langsung
dari pada obyek penelitian sesuai masalah yang dianalisis dan membuat
dokumentasi pengamatan dengan pemotretan kondisi dan potensi lokasi
penelitian.
b.

Survey
Yaitu suatu cara pengambilan data dengan melakukan penyebaran kuesioner

kepada pihak-pihak yang bersangkutan dalam hal ini adalah pedagang bawang
merah.
c.


Dokumentasi
Pengambilan data dengan cara mencatat, menghirup data yang ada serta

keterangan dari arsip-arsip pada lokasi penelitian.

Universitas Sumatera Utara

d.

Kuesioner
Merupakan teknik pengambilan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Sugiyono, 2013). Kuesioner tersebut dibagikan kepada pihak yang
dianggap perlu dalam hal ini pedagang bawang merah.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan
penelitian ini. Sumber dari data sekunder ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kota
Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS) kota Medan. Data tersebut adalah
keadaan umum daerah penelitian, jumlah pedagang, distributor, dan produsen

serta data-data lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4

Metode Analisis Data
Analisa data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.

Metode analisis deskriptif adalah penelitian survei yang bertujuan untuk
mengevaluasi permasalahan yang sedang diteliti. Analisis data deskriptif untuk
penelitian ini terdiri dari dua, yaitu:

1. Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif adalah analisis yang mendeskripsikan tentang
distribusi dan supply chain bawang merah di Kota Medan. Selain itu, analisis ini
juga mendeskripsikan tentang penerapan supply chain management bawang
merah di Kota Medan.
Pada analisis deskriptif kualitatif merupakan suatu pengolahan data
dengan mempelajari hasil yang diperoleh pada saat pencarian data, kemudian

Universitas Sumatera Utara

dilakukan adopsi data dengan membuat rangkuman dan diperoleh hasil penelitian.

Data yang diperoleh berdasarkan hasil dari kenyataan dan tidak dirubah.
2. Analisis Deskriptif Kuantitatif
Analisis deskriptif kuantitatif adalah analisis yang mendeskripsikan data
melalui Analysis Hierarchy Process (AHP) dengan metode matriks perbandingan
berpasangan. Dalam penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan kuisioner
tertutup yang telah diberi skor, yang mana data tersebut nantinya akan dihitung
secara statistik dengan software expert choice 2011.
a.

Penyusunan Hierarki
Susunan hierarki yang dimaksud akan tersusun menjadi beberapa level.

Pertama adalah level 0 adalah goal yang diinginkan, level 1 adalah faktor yang
akan mempengaruhi tercapainya goal, level 2 merupakan aktor yang terlibat
dalam pencapaian goal, level 3 merupakan susunan tujuan yang mencapai goal,
dan level 4 merupakan alternatif skenario, yang akan menjadi strategi yang
diprioritaskan dalam penelitian ini. Berikut adalah susunan hierarki:

ULTIMATE GOAL


GOAL
FAKTOR

AKTOR

TUJUAN

ALTERNATIF

A

F

C

B

G

P


H

Q

X

D

I

R

Y

S

Z

Universitas Sumatera Utara


SKENARIO

Gambar 7. Susunan AHP untuk Ultimate Goal tertentu
3. Penilaian Kriteria dan Alternatif
Dari hierarki yang dibuat penilaian kepentingan relatif dua elemen pada
suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Hasil penilaian
merupakan data masukan (input) dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan
(pairwise comparison).
Tabel 6. Matriks Perbandingan Kriteria
K1
K2
Goal
K1
K11
K12
K2
K21
K22
K3

K31
K32
Kn
Kn1
Kn2
Keterangan:


K3
K31
K23
K33
Kn3

Kn
K1n
K2n
K3n
Knn

K

: kriteria dasar perbandingan


KiKj

: elemen ke-i dan elemen ke-j satu dibawah level yang memuat

Ij

: 1,2,3,...,n adalah indeks elemen yang terdapat pada level yang sama dan
secara bersama-sama terkait dengan kriteria K

Kij
: angka yang diberikan dengan membandingkan elemen dengan elemen
ke-j, yang dilakukan dengan skala perbandingan berpasangan.
Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan, dan
menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala
terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif
dari skala perbandingan Saaty ditunjukkan pada Tabel 7.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 7. Nilai dan Definisi Perbandingan Berpasangan pada AHP
Intensitas
Definisi
Penjelasan
Pentingnya
Kedua elemen sama
Dua elemen
pentingnya
menyumbang sama
1
besarnya pada sifat itu
Elemen yang satu sedikit Pengalaman dan
lebih penting daripada
pertimbangan sedikit
3
yang lainnya
lebih penting satu elemen
atas yang lainnya
Elemen yang satu sangat Pengalaman dan
essensial atau sangat
pertimbangan dengan
penting daripada elemen kuat lebih penting satu
5
yang lainnya
elemen atas elemen yang
lainnya
Satu elemen jelas lebih
Satu elemen dengan kuat
penting dari elemen yang lebih penting, dan
7
lainnya
dominannya telah terlihat
dalam praktik
Satu elemen mutlak lebih Bukti yang lebih penting
penting daripada elemen elemen yang satu atas
yang lainnya
yang lain memiliki
9
tingkat penegasan
tertinggi yang mungkin
menguatkan
Nilai-nilai diantara dua
Kompromi diperlukan
2,4,6,8
pertimbangan yang
antara dua pertimbangan
berdekatan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila
dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai
Kebalikan
nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.
Sumber: Saaty (1993)
Nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat

Universitas Sumatera Utara

relatif dari seluruh alternatif. Setiap level hierarki baik kuantitatif dan kualitatif
dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk
menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan
manipulasi matrik atau melalui penyelesaian persamaan matematik.

a. Konsistensi Logis
Suatu elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Pengukuran konsisten
digunakan untuk identifikasi error yang mungkin terjadi pada penilaian para
pakar. Pengukuran konsistensi dilakukan pada logika inkonsistensi penilaian.
Misalnya, jika seorang pakar mengatakan A lebih penting dari B, dan B lebih
penting dari C, maka penilaian A harus lebih penting dari C. Penilaian yang
konsisten akan muncul jika misalnya A empat kali lebih penting dari B dan B dua
kali lebih penting dari C, maka A delapan kali lebih penting dari C (lihat Tabel 7).
Batas maksimum kriteria rasio konsistensi (CR) yang dapat diterima
adalah ≤ 10% (0.10) karena teori AHP tidak mengharuskan adanya konsistensi
yang sempurna. Jika CR ≥ 10% maka penilaiannya masih acak dan perlu
diperbaiki.
Inkonsistensi dapat terjadi karena adanya (1) Kesalahan klerikal, (2)
Kurangnya informasi, (3) Kurangnya konsentrasi, (4) Struktur model yang tidak
sempurna, dan (5) Dunia nyata tidak selalu konsisten (Forman dan Selly, 2002).
Teknik pengisian matriks dengan alternatif pembalikan ranking (ranking reversal)

Universitas Sumatera Utara

dapat digunakan untuk menghasilkan konsistensi sempurna. Pembalikan rangking
dapat dipakai dengan setiap teknik dekomposisi dan mensintesis skor relative,
seperti pairwise comparison, kalkulasi eigen, dan keinginan mencapai konsistensi
sempurna (Saaty, 1993).

3.5 Definisi dan Batasan Operasional Variabel
3.5.1 Definisi
Berdasarkan permasalahan serta tujuan penelitian, maka perlu dijelaskan
definisi operasional dan pengukuran variabel sebagai berikut:
1. Supply Chain Management adalah suatu sistem strategi bisnis yang
mengkoordinasikan aktivitas dari hulu ke hilir sehingga menciptakan suatu
keunggulan bersaing. Supply chain management berhubungan dengan interaksi
antar pedagang, distributor, pedagang pengumpul dengan produsen serta
konsumennya dalam kegiatan rantai pasok.
2. Supply chain komoditas bawang merah merupakan seluruh kegiatan
penyaluran produk mulai dari produsen sampai ke tangan pedagang bawang
merah termasuk aliran keuangan dan aliran informasinya.
3. Pedagang adalah mitra bisnis yang membeli bawang merah baik dari dari dari
distributor untuk kemudian dijual ke konsumen akhir.
4. Distributor adalah mitra bisnis membeli bawang merah dalam jumlah besar
dari tengkulak atau dari importir. Modalnya relatif besar sehingga mampu
memproses hasil pertanian yang telah dibeli.

Universitas Sumatera Utara

5. Pedagang pengumpul adalah perorangan yang secara langsung berhubungan
dengan produsen dan melakukan transaksi dengan produsen baik secara tunai,
maupun kontrak pembelian bawang merah.
6. Produsen adalah petani atau orang yang membudidayakan bawang merah.

3.5.2

Batasan Operasional Variabel

1.

Penelitian dilakukan pada Pasar Induk Kota Medan.

2.

Pedagang yang diteliti adalah pedagang yang datang dan menjadi pelanggan
distributor bawang merah.

3.

Petani yang dijadikan responden adalah petani yang melakukan pasokan
dengan jumlah tertinggi untuk pasokan bawang merah Kota Medan dan
diambil dari beberapa daerah di luar Kota Medan (Simalungun dan Samosir).

4.

Waktu penelitian adalah pada bulan Februari – April tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kota Medan
o
o
o
Kota Medan terletak antara 2 .27‘-2 .47‘ Lintang Utara dan 98 .35‘o
98 .44‘ Bujur Timur. Kota Medan 2,5-3,75 meter di atas permukaan laut. Kota
o
Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 23,0 Co
o
o
24,1 C dan suhu maksimum berkisar antara 30,6 C-33,1 C serta pada malam
o
o
hari berkisar 26 C-30,8 C. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata- rata
78%-82%. Sebagian wilayah di Medan sangat dekat dengan wilayah laut yaitu
pantai Barat Belawan dan daerah pedalaman yang tergolong dataran tinggi, seperti
Kabupaten Karo. Akibatnya suhu di Kota Medan menjadi tergolong sedang
cenderung panas.
Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30'-3° 43' Lintang Utara
dan 98° 35'-98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung
miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 meter di atas permukaan laut.
Secara administratif, batas kota Medan adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Batas Utara

: Kabupaten Deli Serdang Selat Malaka

Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Batas Timur

: Kabupaten Deli Serdang

Batas Barat

: Kabupaten Deli Serdang

Kota Medan memiliki luas 265,10 km2 atau 3,6% dari keseluruhan
wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten
lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk
yang relatif besar.
Dari luas kota Medan, dapat dipresentasekan sebagai berikut:
Tabel 8. Presentase Wilayah Kota Medan Tahun 2015
Jenis Area
Presentase (%)
Pemukiman
36,3
Perkebunan
3,1
Lahan Jasa
1,9
Sawah
6,1
Perusahaan
4,2
Kebun Campuran
45,1
Industri
1,5
Hutan Rawa
1,8
Total
100
Sumber: Dinas Cipta Karya Kota Medan (2015)
Kota Medan hingga kini masih memiliki luas lahan pertanian 6.183 Ha
yang terdiri dari lahan sawah 1.778 Ha dan lahan kering seluas 4.395 Ha. Dari 21
kecamatan yang ada di Kota Medan, saat ini yang masih berpotensi untuk pertanin
adalah di Kecamatan Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan Tuntungan dan
Medan Selayang. (Medan Bisnis, 2015).
4.1.1 Keadaan Demografi
4.1.1.1 Jumlah Penduduk

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan
berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan
1.068.659 perempuan.
Dengan demikian Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk
terbesar di Sumatera dan keempat di Indonesia. Sebagian besar penduduk Medan
berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan
37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni
lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat
dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5
tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang
dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun
industri manufaktur.
Tabel 9. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Kota Medan
Tahun
Jumlah Penduduk (jiwa)
2011
2.117.224
2012
2.122.804
2013
2.123.210
2014
2.191.140
2015
2.210.624
Sumber: BPS Kota Medan (2016)
Dilihat dari Tabel 9, jumlah penduduk Kota Medan meningkat dari tahun
ke tahun. Seiring dengan pertambahan penduduk kota Medan, maka kepadatan
penduduk juga mengalami kenaikan. Pada tahun 2015 kepadatan penduduk Kota
Medan mencapai 8.008 jiwa/km2.
Di sisi lain, penyebaran penduduk masih belum merata. Kepadatan
penduduk di Kota Medan masih belum merata. Kecamatan dengan kepadatan
penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Medan Perjuangan, yaitu 23.443

Universitas Sumatera Utara

jiwa/km2, dan yang paling rendah adalah Kecamatan Medan Labuhan, yaitu
3.203 jiwa/km2.

Tabel 10. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota
Medan Tahun 2015
No
Kecamatan
Presentase Penduduk
Kepadatan
dari Total Populasi
Penduduk per km2
1. Medan Tuntungan
3,87
4.140
2. Medan Johor
5,97
9.054
3. Medan Amplas
5,60
11.068
4. Medan Denai
6,61
16.139
5. Medan Area
4,48
17.933
6. Medan Kota
3,37
14.125
7. Medan Maimun
1,84
13.645
8. Medan Polonia
2,53
6.210
9. Medan Baru
1,83
6.942
10. Medan Selayang
4,80
8.286
11. Medan Sunggal
5,24
7.499
12. Medan Helvetia
6,82
11.453
13. Medan Petisah
2,87
9.292
14. Medan Barat
3,29
13.637
15. Medan Timur
5,04
14.358
16. Medan Perjuangan
4,34
23.443
17. Medan Tembung
6,21
17.169
18. Medan Deli
8,21
8.707
19. Medan Labuhan
5,31
3.203
20. Medan Marelan
7,34
6.812
21. Medan Belawan
4,44
3.738
Kota Medan
100
8.339
Sumber: BPS Kota Medan (2015)
4.1.1.2 Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sebagian besar penduduk di Kota Medan bekerja di luar sektor pertanian.
Hal ini disebabkan lahan di kota Medan semakin lama semakin sempit karena

Universitas Sumatera Utara

banyaknya alih fungsi lahan untuk dijadikan pemukiman. Urutan pertama
menurut lapangan pekerjaan utama dan jenis kelamin di kota Medan ditempati
penduduk yang bekerja di sektor jasa sebanyak 661.266 jiwa. Sedangkan urutan
yang kedua adalah penduduk yang bekerja di sektor manufaktur sebanyak
180.387 jiwa. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian menempati urutan ketiga
sebanyak 34.141 jiwa (lihat Tabel 11).

Tabel 11. Jumlah Penduduk Berumur 15 Ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama dan Jenis Kelamin di Kota Medan Tahun 2015
Jenis Kelamin
No
Lapangan Pekerjaan Utama
Laki-laki Perempuan
Jumlah
1. Pertanian
30.053
4.088
34.141
2. Manufaktur
153.630
44.757
180.387
3. Jasa
365.639
295.627
661.266
533.322
342.472
875.794
Total
Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional (2015)
4.1.1.3 Sektor Pertanian
Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Hal itu
menunjukkan bahwa lahan pertanian di Kota Medan semakin lama semakin
sempit. Hal ini dapat ditunjukkan pada tabel 12.
Tabel 12. Luas Areal Pertanian dan Luas Panenan Tanaman Pangan di Kota
Medan
Luas Areal (Ha)
Tahun
Pertanian
Panenan
2010
6.888
6.265
2011
6.884
3.998
2012
6.118
4.118
2013
4.203
4.257
2014
5.752
4.004
Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan (2015)
Selain untuk tanaman pangan, kota Medan juga mempunyai lahan untuk
ditanamani sayuran dataran rendah. Akan tetapi, tidak semua daerah atau

Universitas Sumatera Utara

kecamatan di Kota Medan dapat ditanami sayuran dataran rendah. Menurut data
BPS tahun 2015, hanya kecamatan Medan Marelan yang dapat ditanami sayuran
dataran rendah. Sayuran dataran rendah tersebut adalah sawi, cabai, kacang
panjang, terong, timun, kangkung, bayam dan bawang merah. Untuk luas panen
sayuran dataran rendah dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Luas Panen Sayuran Dataran Rendah di Kawasan Agribisnis Medan
Marelan
Tahun

Luas Tanam
Luas Panen (Ha)
Produktivitas
(Ha)
(Kw/Ha)
2010
355
346
482.690
2011
1.266
1.237
55,87
2012
384
362
58,15
2013
402
416
180,60
2014
1.163
1.121
121,21
Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan (2015)

Produksi
(Ton)
21.541
6.911
2.105
7.513
10.481

Jika dilihat pada Tabel 13, pada tahun 2014 luas tanam, luas panen dan
produksi dari sayuran dataran rendah di Kota Medan mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Hal ini menjadi peluang untuk dapat memanfaatkan lahan
pertanian untuk meningkatkan produksi sayuran dataran rendah khususnya
bawang merah guna pemenuhan permintaan konsumen bawang merah yang cukup
tinggi. Pengembangan agribisnis sayuran dataran rendah khususnya bawang
merah di Kota Medan memiliki prospek yang cerah apabila didukung oleh
pemerintah daerah setempat.
4.1.1.4 Keuangan Daerah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan pada tahun 2015
atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp 164.628.270.000,00 dan atas dasar

Universitas Sumatera Utara

harga konstan (ADHK) sebesar Rp 124.277.480.000,00. Pertumbuhan ekonomi
yang ditunjukkan oleh perkembangan PDRB, pada tahun 2014 ADHB sebesar
13,56% dan ADHK sebesar 6,59% (Lihat Tabel 14). Jika dilihat dari sektor,
ADHB maka sektor pengadaan listrik dan gas mempunyai kontribusi paling besar
yaitu 33,01%, sedangkan sektor mempunyai kontribusi paling sedikit yaitu sektor
pertanian sebesar 4,73%.
Tabel 14. Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Perkapita Kota Medan Tahun 20122014
Uraian
2012
2013
2014
10,67
11,14
13,56
ADHB
4,31
5,06
6,59
ADHK
Sumber: BPS Kota Medan (2016)
Selama tahun 2015, inflasi di Kota Medan mencapai 3,32%. Inflasi
tertinggi jatuh pada bulan September sebesar 2,44% dan inflasi terendah jatuh
pada bulan Februari sebesar -1,36%. Penyumbang inflasi terbesar adalah
kelompok bahan makanan sebesar 5,25%, kemudian kelompok sandang sebesar
0,53%, dan ketiga adalah kelompok perumahan sebesar 0,21%. Sedang
penyumbang inflasi terendah adalah kelompok makanan jadi sebesar 0,09%,
kelompok kesehatan 0,04%, kelompok pendidikan 0,02% dan kelompok
transportasi dan komunikasi sebesar -0,09%.
4.2 Analisis Alur Distribusi Supply Chain Bawang Merah di Kota Medan
Gambaran supply chain (rantai pasok) yang akan dibahas terdiri dari
struktur rantai pasok, entitas rantai pasok, manajemen rantai pasok, sumber daya
rantai pasok dan proses bisnis rantai pasok.
4.2.1 Struktur Rantai Pasok

Universitas Sumatera Utara

Aliran rantai pasok bawang merah di Kota Medan dipengaruhi oleh
perbedaan jenis bawang merah yang diperdagangkan, anggota rantai pasok yang
terlibat di dalamnya, serta sistem yang dibangun di antara berbagai pihak. Namun
yang mendorong terjadinya perbedaan rantai pasok terletak pada varietas bawang
merah yang dipasarkan.
Berdasarkan informasi yang diterima dari produsen dan distributor,
bawang merah yang masuk dan diperdagangkan di Kota Medan terdiri dari 3 jenis
yaitu Bawang Medan, Bawang Brebes, dan Bawang Impor. Di Kota Medan
khususnya di Kecamatan Medan Marelan, produsen (petani) bawang merah
menggunakan bawang tuk tuk atau bawang Medan untuk penanaman bawang
merah di dataran rendah.
Permintaan bawang merah Medan lebih tinggi daripada bawang merah
brebes dan bawang impor. Karena permintaan yang cukup tinggi, produsen
bawang merah lebih memilih untuk menanam bawang merah Medan karena dapat
menembus pasar modern dan dijual dengan harga lebih mahal. Sedangkan bawang
Brebes permintaannya tidak sebesar bawang Medan. Bawang merah brebes akan
ditanam oleh petani apabila bibit bawang merah benar-benar langka dan harus
didatangkan dari Brebes. Untuk varietas bawang Impor, permintaannya jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan varietas bawang merah Medan dan bawang merah
Brebes. Bawang merah impor lebih banyak dijual untuk memenuhi pasar restoran
atau rumah makan karena harganya yang jauh lebih murah dan lebih mudah untuk
mengolahnya.
Secara umum, hasil penelitian alur distribusi komoditas bawang merah
yang berada di Kota Medan ada dua model rantai pasok berdasarkan varietasnya.

Universitas Sumatera Utara

Model pertama untuk rantai pasok bawang merah lokal (Medan dan Brebes), dan
model kedua untuk rantai pasok bawang merah Impor. Dalam supply chain
bawang merah lokal, dapat dibedakan berdasarkan bawang merah daerah
produsen. Hasil kajian model rantai pasok untuk bawang merah lokal dan bawang
merah impor adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Produsen Medan Marelan
 0,45 ton/Ha/musim panen

Pedagang Pengumpul Kecil
 2 ton/musim panen

P. Pengumpul Besar,
 5-10 ton/musim panen

Produsen Samosir
 15 ton/Ha/musim panen

P. Pengumpul Kecil Samosir
 2 ton/musim panen

P. Pengumpul Besar Samosir
 3-7 ton/pekan
 10-15 ton/musim panen

Produsen Simalungun
 20 ton/Ha/musim panen

P. Pengumpul Kecil Haranggaol,
Saribu Dolok, Purba, Dolok Silau
 4 ton/musim panen

P. Pengumpul Besar Siantar
 30-50 ton/pekan

P. Pengumpul Besar Siantar
 30-50 ton/pekan

Distributor
 15 ton/hari

Pedagang Grosir
Lokal: 200 kg/hari
Impor: 100 kg/hari
Importir
(tidak ada data bawang merah
impor karena kebijakan pemerintah
untuk stop impor bawang merah)

Distributor
 30 ton/hari

Retailer Kecil
Lokal: 30-50 kg/hari
Impor: 20-30 kg/hari

Gambar 8. Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes serta Impor di Kota Medan
56
Universitas Sumatera Utara

1) Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes dari Medan Marelan

Produsen di
Medan
Marelan

Distributor
Pasar Induk

Pedagang
Pengumpul
Kecil

Pedagang
Pengumpul
Besar

Pedagang
Grosir

Retailer
Kecil

Konsumen

Gambar 9. Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes dari Produsen
Kecamatan Medan Marelan yang Masuk ke Pasar Induk Kota Medan
Berdasarkan kajian data primer pelaku supply chain dan perbandingan dari
teori Indrajit dan Djokopranoto (2005) ditemukan pelaku supply chain Bawang
Merah Medan dan Brebes dari Produsen Kecamatan Medan Marelan adalah
mempunyai 7 (tujuh) rantai pasok. Rantai pertama adalah produsen di Medan
Marelan, kedua adalah pedagang pengumpul kecil, rantai ketiga adalah pedagang
pengumpul besar, rantai keempat adalah distributor pasar induk, rantai kelima
adalah pedagang grosir, rantai keenam adalah retailer kecil, dan rantai terakhir
adalah konsumen.
Menurut hasil yang didapatkan di lapang, supply chain bawang merah
Medan dan Brebes yang berasal dari Produsen Marelan belum efisien karena
panjangnya rantai pasok yang berada di model supply chain bawang merah
tersebut. Hal ini sama dengan teori yang diungkapkan oleh Pujawan (2010) bahwa
semakin panjang rantai pasok yang dilalui, maka rantai pasok tersebut semakin
tidak efisien, dikarenakan biaya yang dikeluarkan semakin tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Pelaku supply chain bawang merah Medan dan Brebes di Medan Marelan
yang memasok ke Pasar Induk Kota Medan adalah:
Rantai 1: Produsen Marelan
Produsen bawang merah di kecamatan Marelan Kota Medan merupakan
produsen yang ditunjuk Bank Indonesia (BI) untuk mengembangkan bawang
merah di Kota Medan. Di Kecamatan Medan Marelan, terdapat 4 kelompok tani
bawang merah. Berdasarkan survey lapang, dari gabungan kelompok tani ini
hanya memiliki lahan kurang dari 1 Ha dengan menghasilkan rata-rata
450kg/400m2. Karena lahan pertanaman bawang merah yang kurang, maka
produksi juga akan berpengaruh. Hal ini yang mengharuskan Kota Medan masih
memerlukan bawang merah dari luar kota Medan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsinya.
Rantai 2 : Pedagang Pengumpul Kecil
Pedagang pengumpul kecil merupakan mata rantai kedua dalam rantai
pasok bawang merah. Pedagang pengumpul kecil biasanya mencakup hanya 1
kecamatan saja. Peran dari pedagang pengumpul kecil adalah sebagai pengumpul
hasil produksi dari petani produsen dalam area produksi yang tersebar dan
menyalurkan permodalan yang dibutuhkan oleh produsen. Dan pedagang
pengumpul kecil mempunyai peran untuk menentukan harga jual di pedagang
pengumpul besar ataupun pasar yang akan ia datangi.
Dalam hasil survey yang didapatkan, pedagang pengumpul kecil akan
menjual ke pedagang pengumpul besar apabila hasil yang didapatkan mencapai

Universitas Sumatera Utara

hingga 2 ton per musim panen. Apabila pedagang kecil hanya mendapatkan
500kg hingga 1 ton bawang merah saja, pedagang pengumpul kecil akan menjual
bawang merah tersebut ke pasar-pasar terdekat dari daerah Marelan tersebut.
Rantai 3: Pedagang Pengumpul Besar
Pedagang pengumpul besar yang melakukan pengumpulan bawang merah
yang berasal dari pedagang pengumpul kecil. Cakupan dari pedagang pengumpul
besar ini adalah 3 hingga 5 kecamatan. Sebagian besar pedagang pengumpul besar
selalu membeli bawang merah kering agar penanganannya lebih mudah dan tidak
cepat busuk. Pedagang pengumpul besar di Marelan biasanya tidak hanya
mengumpulkan bawang merah saja, tetapi juga dengan hasil panen sayur dataran
rendah yang lainnya.
Setelah bawang merah terkumpul, pedagang pengumpul besar langsung
melakukan sortasi bawang merah sebelum di bawa ke Pasar Induk. Akan tetapi,
pedagang pengumpul besar hanya akan membawa bawang merah ke Pasar Induk
apabila bawang merah yang didapat sekitar 5-10 ton per musim panen. Apabila
kurang dari itu, pedagang pengumpul besar akan memilih pasar yang lebih dekat.
Rantai 4: Distributor Pasar Induk
Distributor Pasar Induk Kota Medan berperan penting dalam mata rantai
pasok bawang merah Medan karena distributor di pasar induk yang menentukan
atau memutuskan harga jual yang pantas bagi produk sesuai dengan
kualifikasinya yang disusun dan perlakuan nilai tambah yang diperlukan. Pada
mata rantai ini informasi dari pasar diterima seperti harga, kualitas, jumlah dan

Universitas Sumatera Utara

waktu pengiriman.
Rata-rata distributor melakukan pembelian bawang merah sebanyak 10-15
ton per hari. Distributor ini memasarkan bawang merah dengan menambah nilai
tambah bawang merah dengan kemasan sesuai dengan yang diminta para
pedagang grosir. Biasanya dari pedagang pengumpul besar hanya ada 1 karung
dengan berat 50kg, akan tetapi jika di distributor ada beberapa jenis kemasan.
Mulai 10kg, 25kg, 50kg hingga 100kg. Hal ini yang membuat distributor dapat
memutuskan harga bawang merah di tingkat pasar. Dengan adanya beberapa jenis
kemasan seperti itu, maka pedagang grosir yang akan melakukan pembelian ke
distributor akan lebih mudah menentukan jumlah pembelian. Sehingga pembelian
dapat dilakukan dengan cepat.
Rantai 5: Pedagang Grosir
Pedagang grosir merupakan penghubung terpenting dalam sebuah rantai
pasok karena posisinya yang menghubungkan retailer kecil dengan hampir semua
rantai pasok dibawahnya. Pedagang grosir bawang merah yang berada di Pasar
Induk berjumlah 252 pedagang dengan kuantitas pembelian rata-rata 200kg
bawang merah. Pedagang grosir bertanggung jawab dalam menampung informasi
pasar karena pada rantai ini bertemu keinginan dan kebutuhan konsumen.
Rantai 6: Retailer Kecil
Retailer kecil merupakan penghubung penting karena dari retailer kecil
inilah konsumen dapat menikmati produk bawang merah. Kuantitas yang diambil
oleh retailer kecil hanya berkisar 30-50kg saja. Hal ini karena retailer kecil hanya

Universitas Sumatera Utara

mengendalikan pasar yang berada di sekitar retailer kecil saja, selain itu retailer
kecil tidak ingin memiliki resiko kerugian yang tinggi apabila bawang merah yang
mereka beli busuk atau tidak laku.
Rantai 7: Konsumen
Konsumen merupakan rantai terakhir dari rantai pasok. Pada rantai inilah
produk berakhir untuk dikonsumsi sebagai bahan baku olahan ataupun dijadikan
produk home industry bawang goreng. Harus diingat juga bahwa semua proses
pembiayaan berasal dari pembayaran konsumen terhadap produk bawang merah
yang dibeli. Untuk itu informasi tentang kebutuhan atau keinginan konsumen
merupakan penentu arah dari proses usahatani bawang merah.
2) Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes dari Kabupaten
Samosir

Produsen
Samosir
Pedagang
Pengumpul
Kecil
Simanindo,
Pangururan,
Sianjur
Mulamula,
dan Harian

Pedagang
Pengumpul
Besar Siantar

Distributor
Pasar Induk
Pedagang
Grosir

Pedagang
Pengumpul
Besar Samosir
Retailer
Kecil

Konsumen

Gambar 10. Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes dari
Produsen Kabupaten Samosir yang Masuk ke Pasar Induk Kota Medan

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan kajian data primer pelaku supply chain dan perbandingan dari
teori Indrajit dan Djokopranoto (2005) ditemukan pelaku supply chain Bawang
Merah Medan dan Brebes dari Produsen Samosir mempunyai 8 (delapan) rantai
pasok. Rantai pertama adalah produsen di Samosir, kedua adalah pedagang
pengumpul kecil yang tersebar di masing-masing kecamatan sentra produksi
bawang merah, rantai ketiga adalah pedagang pengumpul besar Samosir, rantai
keempat adalah pedagang besar Siantar, rantai kelima adalah distributor pasar
induk, rantai keenam adalah pedagang grosir, dan rantai ketujuh adalah retailer
kecil dan rantai terakhir adalah konsumen.
Hasil yang didapatkan di lapang, supply chain bawang merah Medan dan
Brebes yang berasal dari Produsen Samosir belum efisien karena panjangnya
rantai pasok yang berada di model supply chain bawang merah tersebut. Hal ini
sama dengan teori yang diungkapkan oleh Pujawan (2010) bahwa semakin
panjang rantai pasok yang dilalui, maka rantai pasok tersebut semakin tidak
efisien, dikarenakan biaya yang dikeluarkan semakin tinggi.
Sedangkan pelaku supply chain bawang merah Medan dan Brebes di
Samosir yang memasok ke Pasar Induk Kota Medan adalah:
Rantai 1: Produsen Samosir
Di Samosir, terdapat 6 kelompok tani bawang merah. Berdasarkan survey
lapang, produsen bawang merah di Samosir mempunyai rata-rata luas lahan
400m2 hingga 4.000m2 saja. Karena lahan pertanaman bawang merah yang
minim, maka produksi bawang merah juga akan berpengaruh. Terlebih lagi
keadaan pengairan di daerah Samosir khususnya Pangururan dan Sianjur

Universitas Sumatera Utara

Mulamula mengalami kendala karena air yang berada di daerah tersebut terbatas.
Rata-rata produksi bawang merah di tingkat produsen Samosir adalah
600kg/400m2.
Rantai 2: Pedagang Pengumpul Kecil
Pedagang pengumpul kecil merupakan mata rantai kedua dalam rantai
pasok bawang merah. Pedagang pengumpul kecil biasanya mencakup hanya 1
kecamatan saja. Peran dari pedagang pengumpul kecil adalah sebagai pengumpul
hasil produksi dari petani produsen dalam area produksi yang tersebar dan
menyalurkan permodalan yang dibutuhkan oleh produsen. Dan pedagang
pengumpul kecil mempunyai peran untuk menentukan harga jual di pedagang
pengumpul besar ataupun pasar yang akan ia datangi.
Rata-rata yang didapat oleh pedagang pengumpul kecil Samosir agar dapat
dibawa ke pedagang besar Samosir adalah 1-2 ton per musim panen. Apabila
kurang dari jumlah tersebut, pedagang pengumpul kecil akan menjual ke pasar
terdekat di sekitar kecamatan sentra produksi.
Rantai 3: Pedagang Pengumpul Besar Samosir
Pedagang

pengumpul

besar

Samosir

merupakan

pedagang

yang

melakukan pengumpulan bawang merah yang berasal dari pedagang pengumpul
kecil. Pedagang pengumpul besar Samosir ini hanya menunggu dari pedagang
pengumpul kecil, sehingga mereka tidak ada interaksi langsung dengan produsen.
Sebagian besar pedagang pengumpul besar selalu membeli bawang merah kering
agar penanganannya lebih mudah dan tidak cepat busuk. Pedagang pengumpul

Universitas Sumatera Utara

besar di Samosir tidak hanya mengumpulkan bawang merah saja, tetapi juga
dengan hasil panen sayuran yang lain agar biaya yang dikeluarkan bisa ditekan
seminim mungkin.
Rata-rata kuantitas yang diambil oleh pedagang pengumpul besar Samosir
agar bisa dibawa ke pedagang besar Siantar adalah 10 – 15 ton per musim panen
dan sekitar 3 – 7 ton per pekan. Apabila pedagang pengumpul besar tidak bisa
mendapatkan bawang merah sesuai dengan target, bawang merah tetap dikirim ke
pedagang besar Siantar asalkan komoditi lain yang mereka kumpulkan bisa
menutupi kekurangan biaya transportasi tersebut.
Rantai 4: Pedagang Pengumpul Besar Siantar
Pedagang pengumpul besar Siantar merupakan titik temu dari pedagang
besar yang berada di Samosir dan Simalungun yang akan menyalurkan bawang
merah mereka ke Kota Medan. Pedagang besar Siantar hanya menunggu dari
pedagang pengumpul besar dari berbagai daerah sentra produksi bawang merah,
sehingga mereka tidak ada interaksi langsung dengan produsen. Pedagang
pengumpul besar Siantar selalu membeli bawang merah kering karena tidak
mudah busuk. Pedagang pengumpul besar Siantar ini mengirimkan bawang merah
ke Pasar Induk Kota Medan rata-rata 30-50 ton per pekan.
Rantai 5: Distributor Pasar Induk
Distributor Pasar Induk Kota Medan berperan penting dalam mata rantai
pasok bawang merah Medan dan Brebes karena distributor di pasar induk
merupakan pintu bagi rantai dibawahnya untuk mendapatkan bawang merah

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan permintaan konsumen. Pada mata rantai ini informasi dari pasar
diterima seperti harga, kualitas, jumlah dan waktu pengiriman.
Pembelian bawang merah oleh distributor rata-rata sebanyak 10-15
ton/hari yang berasal dari pedagang pengumpul besar. Distributor pasar induk
menambah nilai produk bawang mereka dengan memilah berbagai kemasan.
Kemasan yang digunakan mulai dari 10kg, 25kg, 50kg hingga 100kg. Hal ini
yang dapat membuat distributor dapat memutuskan harga bawang merah di
tingkat pasar. Dengan adanya beberapa jenis kemasan seperti itu, maka pedagang
grosir yang akan melakukan pembelian ke distributor akan lebih mudah
menentukan jumlah pembelian. Sehingga pembelian dapat dilakukan dengan
cepat.
Rantai 6: Pedagang Grosir
Pedagang grosir merupakan penghubung terpenting dalam sebuah rantai
pasok karena posisinya yang menghubungkan retailer kecil dengan hampir semua
rantai pasok dibawahnya. Rata-rata pedagang grosir mengambil bawang merah
sebanyak 200kg dari distributor. Pedagang grosir bertanggung jawab dalam
menampung informasi pasar karena pada rantai ini bertemu keinginan dan
kebutuhan konsumen.
Rantai 7: Retailer Kecil
Retailer kecil merupakan penghubung penting karena dari retailer kecil
inilah konsumen dapat menikmati produk bawang merah. Kuantitas yang diambil
oleh retailer kecil hanya berkisar 30-50kg saja. Hal ini karena retailer kecil hanya

Universitas Sumatera Utara

mengendalikan pasar yang berada di sekitar retailer kecil saja, selain itu retailer
kecil tidak ingin memiliki resiko kerugian yang tinggi apabila bawang merah yang
mereka beli busuk atau tidak laku.
Rantai 8: Konsumen
Konsumen merupakan rantai terakhir dari rantai pasok. Pada rantai inilah
produk berakhir untuk dikonsumsi sebagai bahan baku. Harus diingat juga bahwa
semua proses pembiayaan berasal dari pembayaran konsumen terhadap produk
bawang merah yang dibeli. Untuk itu informasi tentang kebutuhan atau keinginan
konsumen merupakan penentu arah dari proses usahatani bawang merah.
3) Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes dari Simalungun

Produsen
Simalungun

Distributor
Pasar Induk

Pedagang
Pengumpul
Kecil
Haranggaol,
Saribu
Dolok,
Purba,
Dolok Silau

Pedagang
Pengumpul
Besar
Siantar

Pedagang
Grosir

Retailer
Kecil

Konsumen

Gambar 11. Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes dari
Produsen Kabupaten Simalungun yang Masuk ke Pasar Induk Kota Medan

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data primer pelaku supply chain dan perbandingan dari teori
Indrajit dan Djokopranoto (2005) ditemukan pelaku supply chain Bawang Merah
Medan dan Brebes dari Produsen Simalungun adalah mempunyai 7 (tujuh) rantai
pasok. Rantai pertama adalah produsen di Simalungun, kedua adalah pedagang
pengumpul kecil yang tersebar di masing-masing kecamatan sentra produksi
bawang merah, rantai ketiga adalah pedagang besar Siantar, rantai keempat adalah
distributor pasar induk, rantai kelima adalah pedagang grosir, dan rantai keenam
adalah retailer kecil dan rantai terakhir adalah konsumen.
Hasil yang didapatkan di lapang, supply chain bawang merah Medan dan
Brebes yang berasal dari Produsen Simalungun belum efisien karena panjangnya
rantai pasok yang berada di model supply chain bawang merah tersebut. Hal ini
sama dengan teori yang diungkapkan oleh Pujawan (2010) bahwa semakin
panjang rantai pasok yang dilalui, maka rantai pasok tersebut semakin tidak
efisien, dikarenakan biaya yang dikeluarkan semakin tinggi.
Pelaku supply chain bawang merah Medan dan Brebes di Simalungun
yang memasok ke Pasar Induk Kota Medan adalah:
Rantai 1: Produsen Simalungun
Di Simalungun, terdapat 9 kelompok tani bawang merah. Produsen
bawang merah di Simalungun mempunyai luas lahan sekitar 400m2 hingga 1 Ha.
Lahan yang dikategorikan cukup luas untuk pertanaman bawang merah tentu akan
menjadi nilai tambah untuk produktivitas bawang merah itu sendiri. Rata-rata
produksi bawang merah di tingkat produsen Simalungun adalah 800kg/400m2.

Universitas Sumatera Utara

Rantai 2: Pedagang Pengumpul Kecil
Pedagang pengumpul kecil merupakan mata rantai kedua dalam rantai
pasok bawang merah. Pedagang pengumpul kecil di Kabupaten Simalungun
mencakup 1 kecamatan saja. Peran dari pedagang pengumpul kecil adalah sebagai
pengumpul hasil produksi dari petani produsen dalam area produksi yang tersebar
dan menyalurkan permodalan yang dibutuhkan oleh produsen. Dan pedagang
pengumpul kecil mempunyai peran untuk menentukan harga jual di pedagang
pengumpul besar ataupun pasar yang akan ia datangi.
Rata-rata yang didapat oleh pedagang pengumpul kecil Simalungun agar
dapat dibawa ke pedagang besar Siantar adalah 3-4 ton per musim panen. Apabila
kurang dari jumlah tersebut, pedagang pengumpul kecil akan menjual ke pasar
terdekat di sekitar kecamatan sentra produksi atau menjual ke pedagang grosir di
Siantar.
Rantai 3: Pedagang Pengumpul Besar Siantar
Pedagang pengumpul besar Siantar merupakan titik temu dari pedagang
kecil dan besar yang berada di Simalungun yang akan menyalurkan bawang
merah mereka ke Kota Medan. Pedagang besar Siantar hanya menunggu dari
pedagang pengumpul besar dari berbagai daerah sentra produksi bawang merah,
sehingga mereka tidak ada interaksi langsung dengan produsen. Pedagang
pengumpul besar Siantar ini mengirimkan bawang merah ke Pasar Induk Kota
Medan rata-rata 30-50 ton per pekan.

Universitas Sumatera Utara

Rantai 4: Distributor Pasar Induk
Distributor Pasar Induk Kota Medan merupakan aktor penting dalam mata
rantai pasok bawang merah Medan dan Brebes. Hal ini dikarenakan distributor di
pasar induk merupakan pintu bagi rantai dibawahnya untuk mendapatkan bawang
merah sesuai dengan permintaan konsumen.
Distributor melakukan pembelian bawang merah sekitar 10-15 ton setiap
harinya. Distributor melakukan tindakan untuk menambah nilai tambah dari
produk bawang merah mereka dengan memilah berbagai kemasan. Kemasan yang
digunakan mulai dari 10kg, 25kg, 50kg hingga 100kg. Hal ini yang dapat
membuat distributor dapat memutuskan harga bawang merah di tingkat pasar.
Rantai 5: Pedagang Grosir
Pedagang grosir adalah penghubung penting dalam sebuah rantai pasok
karena posisinya yang menghubungkan retailer kecil dengan rantai pasok
dibawahnya. Rata-rata pedagang grosir mengambil bawang merah sebanyak
200kg dari distributor.
Rantai 6: Retailer Kecil
Retailer kecil merupakan penghubung penting karena dari retailer kecil
inilah konsumen dapat menikmati produk bawang merah. Kuantitas yang diambil
oleh retailer kecil hanya berkisar 30-50kg saja. Hal ini karena retailer kecil hanya
mengendalikan pasar yang berada di sekitar retailer kecil saja, selain itu retailer
kecil tidak ingin memiliki resiko kerugian yang tinggi apabila bawang merah yang
mereka beli busuk atau tidak laku.

Universitas Sumatera Utara

Rantai 7: Konsumen
Konsumen merupakan rantai terakhir dari rantai pasok. Pada rantai inilah
produk berakhir untuk dikonsumsi sebagai bahan baku. Harus diingat juga bahwa
semua proses pembiayaan berasal dari pembayaran konsumen terhadap produk
bawang merah yang dibeli. Untuk itu informasi tentang kebutuhan atau keinginan
konsumen merupakan penentu arah dari proses usahatani bawang merah.
4) Model Supply Chain Bawang Merah Impor

Importir
Malaysia &
India

Distributor

Pedagang
Grosir

Retailer
Kecil

Konsumen

Gambar 12. Model Supply Chain Bawang Merah Impor di Kota Medan
Berdasarkan data primer pelaku supply chain dan perbandingan dari teori
Indrajit dan Djokopranoto (2005) ditemukan pelaku supply chain bawang merah
impor mempunyai 5 (lima) rantai pasok. Rantai pertama adalah importir, kedua
adalah distributor pasar induk, rantai ketiga adalah pedagang grosir, rantai
keempat adalah retailer kecil, dan rantai kelima adalah konsumen.
Hasil yang didapatkan berdasarkan wawancara dengan Kabid Sarana dan
Prasarana Provinsi Sumatera Utara dan Wakil Kepala Pasar Induk Kota Medan,
supply chain bawang merah impor yang masuk di Kota Medan termasuk supply
chain yang efisien. Karena rantai yang tidak terlalu panjang, maka harga jual

Universitas Sumatera Utara

bawang merah impor ini cenderung murah. Akan tetapi, bawang merah impor di
pasar induk diindikasi adalah bawang merah illegal karena kebijakan impor
bawang merah sudah ditutup oleh pemerintah.
Pelaku supply chain bawang merah impor adalah:
Rantai 1: Importir
Importir adalah suatu badan perusahaan ataupun perseorangan yang
mengambil bawang merah dari luar negeri. Importir ini mengambil bawang merah
yang berasal dari Malaysia dan India memenuhi permintaan dari konsumen yang
cukup tinggi. Kehadiran bawang merah impor ini meresahkan para petani lokal
karena harganya yang jauh lebih murah sekitar Rp 6.000 – Rp 8.000/kg di tingkat
distributor (harga ini disinyalir harga illegal, karena harga dari pemerintah sebesar
Rp 12.000/kg). Oleh karena itu dari Tahun 2016 pemerintah memberikan arahan
untuk menutup keran impor bawang merah agar petani bawang merah tidak
menderita.
Rantai 2: Distributor Pasar Induk
Distributor Pasar Induk merupakan mata rantai penting dari rantai pasok
bawang merah impor. Hal ini dikarenakan distributor pasar induk merupakan
pintu dari pedagang grosir ataupun retailer untuk mendapatkan bawang merah
impor yang murah. Biasanya, distributor menambah nilai tambah untuk bawang
merah impor ini dengan mengemas dengan berbagai kemasan mulai dari 25kg,
50kg dan 100kg. Berbeda dengan bawang merah lokal (Medan dan Brebes),
bawang merah impor memiliki pasar tersendiri dari konsumen yang kuantitas

Universitas Sumatera Utara

pembeliannya lebih besar daripada bawang merah lokal. Dan biasanya bawang
merah impor ini disukai oleh para pelaku usaha rumah makan, restoran ataupun
catering karena harganya yang murah. Berdasarkan informasi yang didapat dari
distributor, pasar induk menerima kurang lebih sekitar 30 ton/hari bawang merah
yang tersebar di 10 (sepuluh) distributor yang ada.
Rantai 3: Pedagang Grosir
Pedagang grosir mempunyai peran penting untuk melakukan distribusi
kepada rantai pasok di bawahnya yaitu retailer kecil. Sebagian besar pedagang
grosir akan melakukan pembelian bawang merah impor apabila pedagang grosir
tersebut mempunyai pelanggan rumah makan, restoran atau catering. Rata-rata
pedagang grosir mengambil bawang merah impor dari distributor sekitar 100kg.
Rantai 4: Retailer Kecil
Retailer kecil mempunyai peran penting untuk melakukan distribusi
kepada konsumen. Berdasarkan survey pada retailer, konsumen rumah tangga
tidak mendominasi untuk mengkonsumsi bawang merah impor, karena selera dari
konsumen rumah tangga tidak sesuai dengan kriteria bawang merah impor yang
dirasa kurang pedas dan kurang sedap. Dikarenakan pangsa pasar yang tergolong
sedikit, retailer kecil hanya mengambil sekitar 20-30kg bawang merah impor
untuk pemenuhan pasokannya.
Rantai 5: Konsumen
Konsumen merupakan rantai terakhir dari rantai pasok. Pada rantai inilah
produk berakhir untuk dikonsumsi. Sebagian besar konsumen bawang merah

Universitas Sumatera Utara

impor adalah perusahaan home industry yang membuat bawang goreng. Harus
diingat juga bahwa semua proses pembiayaan berasal dari pembayaran konsumen
terhadap produk bawang merah yang dibeli.
4.2.2 Anggota Rantai Pasok
Berdasarkan teori dari Anatan dan Ellitan (2008) supply chain dikelola
oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu rantai nilai yang dilatarbelakangi oleh
dua alasan penting. Pertama, perusahaan berusaha mendekatkan diri pada
konsumen, yang kedua adalah semua perusahaan yang terkoordinir dalam suatu
rantai pasokan merumuskan tujuan bersama sebagai pedoman dalam aktivitas
bisnis mereka.
Pada supply chain suatu komoditas terdiri dari dua jenis anggota rantai
pasok, yaitu anggota primer dan anggota sekunder. Anggota primer adalah pihakpihak yang terlibat secara langsung dalam kegiatan produksi dalam rantai pasok.
Anggota sekunder adalah anggota rantai pasok yang tidak secara langsung terlibat
dalam kegiatan produksi, namun memiliki pengaruh pada kegiatan bisnis rantai
pasok tersebut.
4.2.2.1 Anggota Primer Rantai Pasok
Anggota primer pada rantai pasok bawang merah di Kota Medan ini
adalah produsen (petani) bawang merah sebagai pemasok utama. Karena
tingginya permintaan bawang merah di kota Medan dan supply dari petani
bawang merah di Kota Medan sendiri kurang untuk memenuhi permintaan, maka
pasokan bawang merah di Kota Medan paling banyak berasal dari petani bawang

Universitas Sumatera Utara

merah Simalungun dan Samosir. Petani-petani dari daerah luar kota Medan
tersebut juga merupakan pemasok utama bawang merah. Pedagang pengumpul
yang biasanya terdiri dari Pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar,
distributor, pedagang grosir, retailer kecil, hingga konsumen akhir.
4.2.2.2 Anggota Sekunder Rantai Pasok
Anggota sekunder adalah pihak yang memperlancar kegiatan rantai pasok
dalam menyediakan bahan baku yang dibutuhka