Gambaran Identitas Etnis Suku Simalungun di Sidamanik

12

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 IDENTITAS ETNIS
2.2.2. Pengertian Identitas Etnis
Phinney (1992) menyatakan bahwa identitas etnis sebagai suatu konstruksi
yang kompleks yang mencakup komitmen dan perasaan bersama pada suatu
kelompok, evaluasi positif tentang kelompoknya, adanya minat dan pengetahuan
tentang kelompok, serta keterlibatan dalam aktivitas sosial dari kelompok. Phinney
juga menjelaskan identitas etnis sebagai suatu identitas seseorang atau sense of self
sebagai seorang anggota dari sebuah kelompok etnis dan pemikiran, persepsi dan
perasaan yang dirasakan seseorang sebagai bagian dari anggota kelompok tersebut.
Identitas etnis merupakan sesuatu yang dinamis, yang berarti bahwa identitas
etnis dapat berubah sepanjang waktu dan juga konteks, dan harus disesuaikan dengan
variasi dan pembetukannya (Phinney, 1992). Identitas etnis sebagai suatu konsepsi diri
terbentuk sebagai hasil dari pembentukan. Perkembangan identitas etnis merupakan
pergerakan

individu


untuk

mengindentifikasi

nilai-nilai

budaya,

perilaku,

kepercayaan, dan tradisinya (Chavez dan Guido-Dibrito, 1999). Identitas etnis adalah
budaya, agama, geografi, bahasa dan praktek bersama oleh individu yang dihubungkan
dengan loyalitas dan kekeluargaan (Evans et al., 2010). Pemahaman etnis dapat
melalui cara eksternal dan internal dan merupakan sebuah proses sosio-psikologikal
dimana masing-masing individu menempatkan diri sendiri dalam sebuah komunitas

Universitas Sumatera Utara

13


secara internal dengan menggunakan pikiran dan perasaan dan secara eksternal
menyesuaikan tingkah laku dengan keadaan psikologikal internal (Jenkins, 1996).
Secara eksternal identitas etnis meliputi:
1. Penggunaan bahasa tertentu,
2. Melakukan tradisi-tradisi etnis
3. Berpartisipasi dalam jaringan etnis personal, seperti keluarga, pertemanan,
termasuk ke dalam institusi etnis seperti gereja, sekolah perusahaan dan
media, berpartisipasi dalam asosiasi sukarela yang bersifat etnis, dan
4. Keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang disponsori organisasi etnis
Secara internal identitas etnis mengacu pada gambaran, ide, sikap dan
perasaan yang termasuk didalamnya empat dimensi berikut:
1

Dimensi kognitif, tentang bagaimana pandangan mengenai diri, kelompok
dan tradisi yang dianut. Dimensi ini juga terdiri dari nilai sebuah kelompok,
heritage dan sejarah masa lalu.

2


Dimensi moral, tentang menurunkan rasa kewajiban kepada kelompok dan
berasosiasi dengan komitmen individu kepada komunitasnya, begitu pula
dengan implikasi sebuah kelompok terhadap tingkah laku seseorang.
Mengajari anak-anak bahasa nenek moyang, membantu anggota kelompok
menemukan pekerjaan dan menikah dalam komunitas etnis.

3

Dimensi afektif, perasaan dan keterikatan dengan kelompok, dan terdiri dari
dua jenis perasaan (1) perasaan simpati dan preferensi kepada sebuah

Universitas Sumatera Utara

14

kelompok, dan (2) perasaan nyaman dengan sebuah kelompok lebih dari
kelompok lain.
4

Dimensi kepercayaan merujuk kepada kepercayaan yang dimiliki seorang

individu terhadap kelompoknya dan rasa aman yang di peroleh.
Melalui cara pemahaman tersebut dapat dilihat bagaimana seseorang

membangun defenisi internal dan ekstenal dalam membentuk identitasnya (Jenkins,
1996; Evans et al, 2010).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa identitas etnis
adalah sebuah konstruksi yang kompleks yang mencakup komitmen, perasaan dan
sikap positif yang meliputi kebanggan, kepuasan dan kesukaan terhadap kelompok
etnisnya yang merujuk pada bahasa, karakter dan adat-istiadat yang digunakan
seseorang pada dirinya.
2.1.2. Model Perkembangan Identitas Etnis
Ada tiga tahap model pengembangan identitas etnis individu:
1. Unexamined ethnic identity
Individu pada tahap ini belum mengetahui tentang pandangan positif atau
negative dari kelompok etnisnya. Seseorang tidak mengalami periode
eksplorasi (krisis) dan juga tidak membuat komitmen (Marcia, 1993).
2. Ethnic identity search
Individu pada tahap ini mulai mencari makna sebagai anggota kelompok.
Menurut Marcia (1980), tahap ini merupakan periode eksplorasi atau


Universitas Sumatera Utara

15

moratorium. Individu juga telah memiliki komitmen terhadap identitasnya
tetapi belum mengekplorasi lebih jauh lagi atau yang disebut foreclosure.
3.

Achived ethnic identity
Individu bereksplorasi terhadap keanggotaan kelompok etnisnya dan
memaknai arti etnisitas tersebut dalam hidupnya (Phinney, 1992). Pada
masa dewasa, sebagian besar orang telah mencapai rasa aman sebagai
anggota kelompok etnis dan hal ini relative stabil atau telah sampai pada
tahap achived ethnic identity.

Berdasarkan tiga tahap model perkembangan identitas etnis tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengembangan identitas etnis individu akan melalui tahapan-tahan
dimulai dari melakukan pengenalan pada etnis nya yang kemudian dilanjutkan pada
tahap mencari makna sebagai anggota kelompok etnisnya dan kemudian individu akan
bereksplorasi terhadap keanggotaan kelompok etnisnya dan memaknai etnis tersebut

dalam hidupnya.
2.1.3. Faktor yang mempengaruhi Identitas Etnis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi identitas etnis diantaranya:
1.

Peer (teman sebaya)
Teman sebaya merupakan faktor yang mempengaruhi identitas etnis.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hubungan pertemanan dari etnis
yang sama secara aktual menunjukkan ethnic belonging, commitment dan
exploration yang signifikan pada remaja dengan latar belakang yang sama.

Universitas Sumatera Utara

16

Remaja lebih nyaman dengan diri mereka dan mengeksplor etnisitas mereka
jika dengan teman yang memiliki etnis yang sama dengan mereka.
2. Tempat tinggal
Area atau tempat tinggal juga merupakan faktor yang mempengaruhi
identitas etnis. Tempat tinggal digunakan untuk melihat jumlah atau

proporsi dari anggota kelompok etnis yang sama dalam area tempat tinggal
para individu. Huang ,1998 (dalam Kiang & Fuligni, 2009) menemukan
bahwa remaja Asia-Amerika merasa lebih menjadi orang Asia saat mereka
berada di rumah, dan merasa menjadi orang Amerika saat di sekolah.
3. Kelompok sosial
Partisipasi dalam klub-klub etnis, kemasyarakatan atau organisasi, misalnya,
penelitian pada beberapa orang telah menemukan bahwa individu
menampilkan diri mereka dan berperilaku berbeda di seluruh konteks sosial
yang berbeda (Oyserman & Markus 1993, dalam Kiang & Fuligni, 2009).
Demikian pula, konsep relasional self-worth menunjukkan bahwa individu
mengevaluasi diri tergantung pada hubungan tertentu di mana mereka
berinteraksi.
4. Family cohesion
Remaja yang memiliki hubungan yang dekat dengan orang tuanya mungkin
lebih termotivasi untuk berhubungan dan belajar mengenai latar belakang
etnis mereka.

Universitas Sumatera Utara

17


Dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
identitas etnis. Teman sebaya, tempat tinggal, kelompok sosial dan keluarga
merupakan faktor yang mempengaruhi identitas etnis individu.
2.1.4. Komponen Identitas Etnis
Keempat dimensi internal identitas etnis yang dikemukakan oleh Jenkins,
1996 mengenai ketiga dimensi yaitu dimensi kognitif, moral, afektif dan kepercayaan
sejalan dengan teori identitas etnis dari Phinney. Dimensi tersebut menghasilkan
komponen identitas etnis menurut Phinney (1990) diantaranya adalah:
1.

Ethnicity and ethnic self-identification
Identitifikasi diri dalam hal ini adalah merujuk pada label etnis seperti
bahasa, karakter, adat-istiadat yang digunakan seseorang untuk dirinya.
Pada remaja dan dewasa, pelabelan ini bersifat kompleks karena di tentukan
oleh latar belakang keluarga juga dipengaruhi oleh bagaimana mereka
memandang diri mereka secara etnis.

2.


Sense of belonging
Perasaan memiliki pada kelompok etnisnya. Individu memiliki perasaan
dekat dan terikat dengan kelompok dalam etnisnya.

3.

Positive and negative attitudes toward one’s ethnic group
Sikap positif meliputi kebanggan, kesenangan, kepuasaan dan kesukaan
terhadap kelompok etnis yang dimilikinya. Individu memiliki rasa aman
yang diperoleh dari kelompoknya. Ketiadaan sikap positif atau sikap negatif

Universitas Sumatera Utara

18

tampak dari penolakan, ketidakpuasaan, perasaan inferior atau keinginan
menyembunyikan identitas etnisnya.
4. Ethnic involvement, social participation and cultural practice
Keterlibatan dalam kehidupan sosial dan praktik-praktik budaya dalam
kelompok etnis seseorang merupakan indikator-indikator keterlibatan etnis.

Individu dalam hal ini memiliki perasaan kewajiban dan berkomitmen
terhadap kelompok etnisnya.
Berdasarkan komponen tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen identitas
etni mencakup identifikasi mengenai etnis, perasaan akan kelompok etnisnya,
penilaian posotif akan etnis yang dimiliki dan juga keterlibatan individi dalam
kegiatan dan praktik budaya yang kelompok etnisnya lakukan.
2.1.5. Aspek Identitas Etnis
Menurut Phinney, 1998 (Robert et al., 1999) menyatakan bahwa aspek
identitas dianggap sebagai aspek dari akulturasi karena aspek identitas etnis mencakup
perilaku yang terlibat dengan etnisitas seperti adat-istiadat, tradisi dan interaksi sosial.
Menurut Berry, 2006 menyatakan aspek akulturasi sebagai berikut:
a. Cultural maintenance
Merupakan perilaku individu dalam mempertahankan budaya dan identitas
dari daerah asalnya. Perilaku tersebut dapat tampak dalam kegiatan yang
dilakukan sehari-hari, misalnya dalam berkomunikasi yaitu penggunaan
bahasa, penggunaan pakaian, dan penggunaan lambing-lambang budaya.

Universitas Sumatera Utara

19


b. Contact and Participation
Merupakan tindakan individu untuk melakukan kontak dan berpartisipasi
dengan kelompok mayoritas bersama dengan kelompok budaya lainnya.
Perilaku dalam beradaptasi terhadap budaya yang berbeda mencakup peran
dan status kelompok, identifikasi, pertemanan dan penilaian ideology.
Perilaku pertemanan merupakan salah satu cara dalam melakukan kontak
dengan anggota kelompok lain yang dapat meningkatkan persepsi dan
evaluasi dari kelompok lain. Pertemanan dapat meningkatkan emosi positif
yang mengarah pada perilaku yang lebih baik dari kelompok lain.
Dapat disimpulkan bahwa aspek identitas etnis mencakup perilaku individu
dalam mempertahankan budaya dan identitas etnisnya yang terlihat melalui kegiatan
yang dilakukan dalam kehidupannya seperti penggunaan bahasa, pakaian dan juga ikut
berpartisipasi dalam kegiatan kelompoknya.

2.2 SIMALUNGUN
2.2.1. Arti dan Makna Kata Simalungun
Simalungun berasal dari kata “Si-malungun”. Si yang berarti sebagai kata
penunjuk, Ma adalah awalan dan Lungun yang artinya sunyi atau rindu. Malungun
berarti yang sunyi atau yang dirindukan. T.Ms. Purbaraya menjelaskan bahwa
Simalungun berasal dari kata silou-ma-lungun yang menghubungkan nama
Simalungun dengan sejarah runtuhnya kerajaan Silou Tua sebagai lanjutan dari
Kerajan Nagur. T.B.A Purba Tambak menjelaskan bahwa Simalungun berasal dari

Universitas Sumatera Utara

20

kata Simou dan lungun berarti sunyi atau lengang. Kesunyian atau kelengangan itu
disebabkan oleh keadaan wilayah yang dulunya terdiri dari hutan belantara dan
penduduknya hampir tidak kelihatan. D. Kenan Purba SH berpendapat bahwa kata
Simalungu berasal dari kata sim-lungun. Sima berarti sisa dan Lungun berarti
kesedihan, maka Simalungun artinya sisa dari kesedihan.
Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti menyimpulkan bahwa nama
“Simalungun” berasal dari dua suku kata yakni kata “malungun” yang dalam bahasa
Indonesia diartikan sebagai “sunyi atau tenang”, sedangkan kata “si” merujuk pada
kata penunjuk bagi orang yang memiliki sesuatu (baik identitas, kepemilikan benda
dan lainnya) dan juga sering dipakai sebagai kata penunjuk orang. Sehingga kata
“Simalungun” memiliki arti “ orang yang suka dengan kesunyian atau ketenangan”.
2.2.2. Gambaran Umum Wilayah Simalungun
Kabupaten Simalungun terletak anatara 02036’-0301’ Lintang utara. Letaknya
berada pada gugusan Bukit Barisan pada ketinggian 200-1500 meter dari permukaan
laut, dengan luas wilayah 4.369,60

. Wilayah Simalungun berbatasan dengan

Kabupaten Serdang Begadai di sebelah utara, Kabupaten Asahan di sebelah selatan,
Kabupaten Karo di sebelah barat, dan kabupaten Toba Samosir di sebelah timur.
Penduduk aslinya adalah Suku Batak Simalungun. Kabupaten Simalungun terdiri dari
31 Kecamatan, 22 Kelurahan dan 345 desa.

Universitas Sumatera Utara

21

2.2.3. Filosifi Hidup Orang Simalungun
Dalam bukunya yang berjudul “Orang Simalungun”, Sortaman (2008)
mengungkapkan filosofi hidup masyarakat Simalungun, yaitu:
a. Habonaron do Bona (Kebenaran adalah Pangkal)

Budaya terdiri dari adat istiadat. Berdasarkan hasil seminar budaya yang diadakan,
maka ditetapkan dasar budaya Simalungun adalah “Habonaron Do Bona” yang
artinya kebenaran adalah pangkal. Filosofi ini telah dijadikan sebagai motto lambang
kabupaten Simalungun. Terdapat suatu pemahaman yang sangat kental pada orang
Simalungun bahwa Naibata (Tuhan) adalah Maha Kuasa, Maha Adil dan Maha Benar.
Sehingga manusia sebagai ciptaan juga dituntut untuk bersikap benar dan segala
sesuatu harus didasarkan pada hal yang benar. Inilah prinsip dasar dari Filosofi
“Habonaron Do Bona” pada masyarakat Simalungun. Falsafah Habonaron Do Bona
merupakan filosofi hidup bagi orang Simalungun. Habonaron Do Bona artinya adalah
“ kebenaran adalah dasar segala sesuatu”. Artinya masyarakat simalungun menganut
aliran pemikiran dan kepercayaan segala sesuatu harus dilandasi oleh kebenaran.
Begitu juga dengan “Sapangambei manoktok hitei” yang artinya adalah
bersama-sama membangun jembatan atau gotong royong/bahu-membahu untuk
membangun. Falsafah budaya Simalungun tercermin pada “Tolu Sahundulan Lima
Saodoran”. Tolu Sahundulan artinya tiga pada satu tempat yaitu, sanina, tondong,
boru. Semboyan Tolu Sahundulan sama artinya dengan sanina pangalopan riah,
tondong pangalopan podah, boru pangalopan gogoh. Marsanina ningon pakkei, manat.
Martondong ningon hormat, sombah pakkon marboru ningon elek, pandei (pihak yang

Universitas Sumatera Utara

22

semarga sebagai tempat bermusyarah, pihak marga pemberi istri sebagai pemberi
Nasehat, kepada teman semarga harus sopan, berhati-hati. Kepada pihak marga
pemberi istri harus tetap hormat dan kepada pihak kelompok marga lelaki yang
mengawini putri marga pemberi istri harus berpengertian).
b. Marbija (Bersumpah)
Untuk membuktikan kejujuran dulu sering dilakukan “bersumpah” dalam
bahasa simalungun disebut marbija. Apabila orang lain mencurigai seseorang
melakukan kejahatan, maka orang tersebut bisa mengangkat sumpah dengan
mempertaruhkan sesuatu miliknya yang sangat berharga. Misalnya jiwa anaknya. Jika
terbukti melakukan kejahatan tersebut maka anaknya akan menjadi tumbal. Dalam
bersumpah seseorang harus jujur karena jikalau bersumpah palsu maka tumbal
sumpahnya menjadi nyata. Orang tidak berani berdusta hanya untuk menutupi
kesalahan sesaat. Cara untuk mengangkat sumpah bermacam – macam. Ada yang
bersumpah dengan sederhana, yakni hanya menyebut tumbalnya. Tetapi jika tidak ada
yang ditumbalkan maka dapat juga bersumpah dengan menumbalkan dirinya sendiri.
Disamping bersumpah di Simalungun dulu ada suatu cara menguji kejujuran yakni
dengan menyerukan sumpah kepada Naibata (Tuhan). Artinya biarlah Naibata yang
nantinya akan membalas kan kepada pelaku kejahatan tersebut. Dan juga sebaliknya
kalau seseorang menerima perlakuan yang kurang pantas orang itu tidak perlu terburu
– buru melakukan pembalasan, mereka yakin Naibata yang maha adil akan tetap
membalasnya. Nilai – nilai falsafah ini sangat positif dalam membentuk keharmonisan

Universitas Sumatera Utara

23

hidup dengan sesama. Falsafah ini membimbing manusia untuk hidup dalam
kejujuran.

2.3 Gambaran Identitas Etnis Pada Orang Simalungun di Sidamanik
Menurut Phinney , 1990 identitas etnis merupakan suatu konstruksi yang
kompleks yang mencakup komitmen dan perasaan bersama pada suatu kelompok
etnis, memiliki evaluasi yang positif mengenai kelompok, mempelajari etnis dan
terlibat dalam kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh kelompok etnis.
Identitas etnik berasal dari pengetahuan atau informasi yang seseorang miliki
mengenai kelompoknya dan di dalamnya terkandung nilai dan keterikatan terhadap
kelompok tersebut (Tajfel, 1981). Memperoleh informasi mengenai kelompok etnis
dapat diperoleh melalui orangtua, teman maupun lingkungan tempat tinggal untuk
mempelajari dan membangun ketertarikan dengan kelompok etnis. Berpartisipasi
dalam kelompok sosial yang ada dalam kelompok etnisnya juga dilakukan atau
dianjurkan oleh orang tua kepada anaknya untuk lebih dekat dengan budayanya.
Identitas etnis dapat membedakan individu itu sendiri dengan orang lain. Dengan
identitas tentu orang lain dengan mudah mengetahui siapa dan bagaimana seorang
individu. Identitas etnis menjadi suatu ciri khas yang dimiliki oleh sekelompok orang
yang menjadi bagian inti dari diri mereka. identitas menjadi penting karena dengan itu
kita mengetahui jati diri kita yang sebenarnya.
Suku Simalungun adalah salah satu etnis dengan ragam budaya yang khas yang
harus dijaga kelestariannya. Identitas etnis dapat dipahami dengan individu memiliki

Universitas Sumatera Utara

24

pandangan mengenai diri, kelompok dan tradisi yang dianutnya, memiliki kewajiban
dan komitmen yang ditunjukkan dengan perilaku yang mencerminkan etnis, perasaan
nyaman dan aman dengan kelompok etnis yang ditunjukkan dengan keterlibatan
dalam dengan aktivitas-aktivitas etnis. Bagi orang Simalungun sendiri, menjaga
kelestarian etnis merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan karena
Simalungun mengenal istilah ahap Simalungun sebagai falsafah hidup yang menjadi
dasar bagi orang Simalungun itu sendiri untuk bertindak. Falsafah ini mengajak orang
Simalungun untuk memiliki kemauan dalam menjaga dan melestarikan budayanya.
Pada kenyataanya, beberapa daerah di Simalungun seperti di Sidamanik tidak
melakukan yang sesuai dengan falsafah mereka sehingga mengakibatkan identitas
etnis suku Simalungun mengalami penurunan.
Menurut Ando Sipayung (2013), ahap Simalungun juga mengandung makna
bahwa orang Simalungun harus mampu mempelajari dan menguasai budaya lain,
tujuannya adalah orang Simalungun mampu melakukan pembaharuan dan
memperkaya budayanya sendiri. Dengan tujuan tersebut orang Simalungun akan bida
diterima oleh budaya lain, namun akan mempengaruhi budayanya sendiri. Orang
Simalungun harus mampu bertindak seimbang, yang mana mereka mempelajari dan
menguasai budaya lain namun juga mampu menjaga dan melestarikan budayanya
sendiri dengan begitu barulah sikap tersebut mencerminkan orang Simalungun yang
sesungguhnya.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, orang Simalungun harus mampu bertidak
seimbang. Namun kenyataanya, orang Simalungun berbanding terbalik dengan

Universitas Sumatera Utara

25

falsafah mereka. Orang Simalungun di Sidamanik, mereka memandang diri mereka
sebagai orang Simalungun, mereka mengakui bahwa mereka merupakan bagian dari
suku Simalungun, namun dalam beberapa situasi mereka tidak menunjukkan identitas
mereka seperti tidak menggunakan bahasa resmi mereka ketika berinteraksi dan dalam
acara-acara adat tidak menggunakan adat mereka. Hal tersebut dipengaruhi oleh
faktor-faktor antara lain perkembangan zaman yang menuntut perubahan bagi orang
Simalungun itu sendiri dan juga faktor dari dalam diri orang Simalungun itu sendiri,
yaitu falsafah orang Simalungun yang menyatakan harus mampu berbaur dan
menguasai budaya lain. Hal ini sesuai menggambarkan karakter orang Simalungun
yang suka menyenangkan orang lain dan sangat suka berbaur dengan orang lain.
Orang Simalungun akan menyesuaikan situasi mereka dengan orang lain, demikian
halnya dalam berkomunikasi. Namun, alangkah baiknya jika orang Simalungun
tersebut dalam berkomunikasi menggunaka bahasa mereka ketika mereka berinteraksi
sesame mereka orang Simalungun dan juga dapat memperkenalkan budaya
Simalungun kepada anak-anak mereka, agar generasi penerus Simalungun mengenali
budaya mereka dan mengetahui identitas etnis mereka.

Universitas Sumatera Utara

26

2.4

Kerangka Teoritis

SIMALUNGUN
Identitas Etnis

Falsafah hidup

Habonaron Do Bona

Ahap Simalungun

Berbanding terbalik

Tidak menjaga kelestarian

Ethnic and ethnic
self-identification

Sense of belonging

Positive and
negative
attitudes toward
one’s ethnic
group

Ethnic
involvement,
social
participation and
cultural practice

Gambar 1. Kerangka Teoritis

Universitas Sumatera Utara