Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang di Kota Medan

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

DWI KARTIKA HARAHAP

111301019

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

ABSTRAK

Kata kunci : Identitas Etnis, Batak-Minang, Remaja

Penelitian ini meneliti mengenai identitas etnis para remaja yang memiliki orang tua berbeda etnis Batak-Minang di kota Medan. Suku Batak dan suku Minang memiliki perbedaan dalam pewarisan keturunan, yang mana pada suku Batak menganut sistem patrilineal, sedangkan pada suku Minang menganut sistem Matrilineal. Perbedaan pewarisan keturunan tersebut yang membuat anak dari psangan kedua suku tersebut menjadi unik, karena memiliki dua kemungkinan yaitu memiliki lebih dari satu suku dan tidak memiliki suku. Saat anak memasuki usia remaja, hal tersebut menjadi hal yang penting, karena pada masa remaja mulai mencari dan menentukan identitas diri, dan identitas etnis merupakan bagian dari identitas diri seseorang, sehingga seseorang memerlukan latar belakang etnis yang pasti dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan alat ukur yang telah diadaptasi, yang terdiri dari pernyataan-pernyataan seputar identitas etnis, selain itu peneliti juga mengajukan beberapa pertanyaan terbuka mengenai etnis tersebut. Untuk melihat hasilnya, peneliti menggunakan nilai mean dari masing-masing dimensi identitas etnis, dan dari hasil kategorisasi juga dapat dilihat mengenai status identitas para remaja tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa secara umum remaja dari orang tua baik Batak-Minang maupun Minang-Batak memiliki eksplorasi dan komitmen yang tinggi terhadap identitas etnis mereka, dan sebagian besar dari mereka memiliki achieved identity dan foreclosure identity, dengan cronbach alpha 0.8. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan juga pemahaman kepada para remaja yang berasal dari dua suku tersebut, meskipun mereka memiliki lebih dari satu suku atau tidak memiliki suku yang pasti, namun mereka tetap bisa mencari tahu dan menjadi bagian dari suku yang mereka inginkan. Selain itu juga, penelitian ini menunjukkan bahwa remaja dari kedua dari orang tua Batak-Minang, dan Minang-Batak secara keseluruhan tidak terbukti mengalami krisis identitas.


(4)

ABSTRACT

Keywords: Ethnic identity, Batak-Minang, Youth

This study examines the ethnic identity of adolescents who have parents of different ethnic Batak-Minang in Medan. Batak tribes and Minang tribes differences in inheritance descent, which the Batak tribe embraced patrilineal system, whereas the Minang tribe embraces matrilineal system. The offspring inheriting the difference that makes the child from the pair of the two tribes is unique, because it has two possibilities that have more than one tribe and has no parts. When the child enters adolescence, it becomes important, because in adolescence began to locate and define identity and ethnic identity is a part of one's identity, so someone needs a definite ethnic backgrounds in their daily lives. In collecting the data, researchers used a measuring instrument that has been adapted, which consists of statements about ethnic identity, besides researchers also propose some open questions regarding the ethnicity. To see the results, researchers used the mean of each dimension of ethnic identity, and the results of categorization can also be seen on the status of the identity of the youth. The results show that in general adolescents of parents either Batak-Minang or Minang-Batak has exploration and highly committed to their ethnic identity, and most of them have Achieved identity and foreclosure identity, with Cronbach alpha 0.8. This study is expected to provide inspiration and insight to the teenagers who come from two tribes, even though they have more than one tribe or tribes do not have a definite, but they still could figure it out and become part of the tribe they want. In addition, this study showed that adolescents of both of the parents Batak-Minang, and Minang-Batak as a whole did not prove an identity crisis.


(5)

selalu diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangat membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU, 2. Ibu Meutia Naully, M.Si selaku kepala departemen Psikologi Sosial USU, 3. Ibu Gustiarti Leila, M.Psi, M.Kes, Psi selaku dosen pembimbing

akademik,

4. Kak Ridhoi Meilona Purba, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi saya yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini sampai dengan selesai,

5. Seluruh staff pengajar dan staff pegawai Fakultas Psikologi USU,

6. Orangtua saya yang selalu memberikan dukungan serta doa untuk saya. Terima kasih untuk dukungan dan doa yang selalu di berikan kepada saya, 7. Teman-teman yang telah membantu dalam mencarikan sampel baik dengan cara langsung maupun bantuan media sosial, hingga akhirnya penelitian ini dapat terselesaikan


(6)

9. Terima kasih untuk teman-teman baik saya, yang selalu membantu saya baik dalam hal urusan kampus, maupun yang lainnya, Oktavia Rizky Rosayanti Putri, S.Psi dan Rizki Hasanah, yang selalu bersedia membantu saya saat kapanpun.

10.Semua pihak yang terlibat selama proses penyelesaian skripsi ini, khususnya selama pengambilan data, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan, kritikan, serta saran yang bersifat membangun guna untuk perbaikan skripsi ini di kemudian hari. Akhir kata, penulis berharap Allah berkenan membalas kebaikan kalian semua, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Juli 2015


(7)

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identitas Etnis ... 12

1. Definisi Identitas Etnis ... 12

2. Dimensi Identitas Etnis ... 13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Identitas etnis ... 15

4. Dampak Identitas Etnis ... 17

B. Remaja ... 18

1. Definisi Remaja ... 18


(8)

2. Minang ... 23

D. Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang tua Berbeda Etnis (Batak-Minang) ... 24

E. Kerangka Berpikir ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 28

B. Identifikasi Variabel ... 28

C. Subjek Penelitian dan Teknik Sampling ... 28

1. Subjek Penelitian ... 28

2. Teknik Sampling ... 29

3. Jumlah Sampel Penelitian ... 29

D. Alat Ukur yang Digunakan ... 30

1. Validitas ... 32

2. Reliabilitas ... 32

3. Hasil uji coba alat ukur ... 33

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 33

1. Tahap persiapan ... 33

2. Tahap pelaksanaan ... 34

3. Tahap pengolahan data ... 34


(9)

2. Gambaran subjek penelitian ... 37

2.1Gambaran subjek penelitian berdasarkan suku orang tua ... 37

2.2Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 38

3. Remaja dengan orang tua Batak-Minang dan Minang-Batak ... 40

3.1Remaja laki-laki ... 42

3.2Remaja perempuan ... 43

4. Analisa tambahan ... 46

B. PEMBAHASAN ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53

1. Saran metodologis ... 53

2. Saran praktis ... 54

Daftar Pustaka LAMPIRAN


(10)

komitmen dan eksplorasi ... 14

Tabel 3. Skala Identitas Etnis ... 31

Tabel 4. Kategorisasi dua jenjang ... 35

Tabel 5. Status Identitas ... 36

Tabel 6. Gambaran subjek penelitian berdasarkan suku orang tua ... 38

Tabel 7. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 38

Tabel 8. Skala identitas etnis berdasarkan dimensi komitmen dan eksplorasi ... .39

Tabel 9. Kategorisasi remaja berdasarkan dimensi eksplorasi ... 40

Tabel 10. Kategorisasi remaja berdasarkan dimensi komitmen... 40

Tabel 11. status remaja secara umum ... 41

Tabel 12. Kategorisasi remaja laki-laki berdasarkan dimensi komitmen ... 42

Tabel 13. Kategorisasi remaja laki-laki berdasarkan dimensi eksplorasi ... 42

Tabel 14. Status identitas remaja laki-laki ... 43

Tabel 15. Kategorisasi remaja perempuan berdasarkan dimensi eksplorasi ... 43

Tabel 16. Kategorisasi remaja perempuan berdasarkan dimensi komitmen ... 44

Tabel 17. Status identitas remaja perempuan ... 45


(11)

Lampiran 2. Uji Normalitas

Lampiran 3. Analisa hasil data penelitian

Lampiran4. Tabulasi skor identitas etnis remaja yang memiliki orang tua berbeda etnis (Batak-Minang) di kota Medan

Lampiran 5. Data pertanyaan terbuka Lampiran 6. Skala penelitian


(12)

ABSTRAK

Kata kunci : Identitas Etnis, Batak-Minang, Remaja

Penelitian ini meneliti mengenai identitas etnis para remaja yang memiliki orang tua berbeda etnis Batak-Minang di kota Medan. Suku Batak dan suku Minang memiliki perbedaan dalam pewarisan keturunan, yang mana pada suku Batak menganut sistem patrilineal, sedangkan pada suku Minang menganut sistem Matrilineal. Perbedaan pewarisan keturunan tersebut yang membuat anak dari psangan kedua suku tersebut menjadi unik, karena memiliki dua kemungkinan yaitu memiliki lebih dari satu suku dan tidak memiliki suku. Saat anak memasuki usia remaja, hal tersebut menjadi hal yang penting, karena pada masa remaja mulai mencari dan menentukan identitas diri, dan identitas etnis merupakan bagian dari identitas diri seseorang, sehingga seseorang memerlukan latar belakang etnis yang pasti dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan alat ukur yang telah diadaptasi, yang terdiri dari pernyataan-pernyataan seputar identitas etnis, selain itu peneliti juga mengajukan beberapa pertanyaan terbuka mengenai etnis tersebut. Untuk melihat hasilnya, peneliti menggunakan nilai mean dari masing-masing dimensi identitas etnis, dan dari hasil kategorisasi juga dapat dilihat mengenai status identitas para remaja tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa secara umum remaja dari orang tua baik Batak-Minang maupun Minang-Batak memiliki eksplorasi dan komitmen yang tinggi terhadap identitas etnis mereka, dan sebagian besar dari mereka memiliki achieved identity dan foreclosure identity, dengan cronbach alpha 0.8. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan juga pemahaman kepada para remaja yang berasal dari dua suku tersebut, meskipun mereka memiliki lebih dari satu suku atau tidak memiliki suku yang pasti, namun mereka tetap bisa mencari tahu dan menjadi bagian dari suku yang mereka inginkan. Selain itu juga, penelitian ini menunjukkan bahwa remaja dari kedua dari orang tua Batak-Minang, dan Minang-Batak secara keseluruhan tidak terbukti mengalami krisis identitas.


(13)

ABSTRACT

Keywords: Ethnic identity, Batak-Minang, Youth

This study examines the ethnic identity of adolescents who have parents of different ethnic Batak-Minang in Medan. Batak tribes and Minang tribes differences in inheritance descent, which the Batak tribe embraced patrilineal system, whereas the Minang tribe embraces matrilineal system. The offspring inheriting the difference that makes the child from the pair of the two tribes is unique, because it has two possibilities that have more than one tribe and has no parts. When the child enters adolescence, it becomes important, because in adolescence began to locate and define identity and ethnic identity is a part of one's identity, so someone needs a definite ethnic backgrounds in their daily lives. In collecting the data, researchers used a measuring instrument that has been adapted, which consists of statements about ethnic identity, besides researchers also propose some open questions regarding the ethnicity. To see the results, researchers used the mean of each dimension of ethnic identity, and the results of categorization can also be seen on the status of the identity of the youth. The results show that in general adolescents of parents either Batak-Minang or Minang-Batak has exploration and highly committed to their ethnic identity, and most of them have Achieved identity and foreclosure identity, with Cronbach alpha 0.8. This study is expected to provide inspiration and insight to the teenagers who come from two tribes, even though they have more than one tribe or tribes do not have a definite, but they still could figure it out and become part of the tribe they want. In addition, this study showed that adolescents of both of the parents Batak-Minang, and Minang-Batak as a whole did not prove an identity crisis.


(14)

Kota Medan merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Kota Medan yang merupakan Ibu Kota Dari Provinsi Sumatera Utara ini terletak antara 2º.27' - 2º.47' Lintang Utara, 98º.35' - 98º.44' Bujur Timur, kota Medan 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut (BLHSU, 2011). Kota Medan memiliki banyak etnis, baik etnis asli dari Sumatera Utara maupun etnis pendatang. Kelompok etnis asli Sumatera Utara yang ada di kota Medan yaitu Melayu dan Batak dengan berbagai sub- batak yang ada, dan yang merupakan etnis pendatang yang ada di kota Medan adalah seperti kelompok etnis Jawa, Minang, Sunda, Aceh, Tionghoa dan lain sebagainya.

Berdasarkan Data Statistik Sumatera Utara tercatat perbedaan jumlah etnis yang ada di kota Medan, pada tahun 1930, 1980, dan pada tahun 2000, hal tersebut sesuai dengan tabel berikut.

Tabel 1. Data Statistik Penduduk Sumatera Utara

Etnis Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000

Jawa 24,89% 29,41% 33,03%

Batak 2,93% 14,11% 20,93%*

Tionghoa 35,63% 12,8% 10,65%

Mandailing 6,12% 11,91% 9,36%

Minangkabau 7,29% 10,93% 8,6%

Melayu 7,06% 8,57% 6,59%


(15)

Sunda 1,58% 1,90% --

Lain-lain 14,31% 4,13% 3,95%

Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyeraikan "Batak" sebagai etnis bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%.

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa di Kota Medan dihuni oleh berbagai etnis (etnis) yang mana mereka memiliki kepentingan masing-masing. Hal ini membuat kota Medan menjadi salah satu kota multikulturalistik. Di kota Medan, masing-masing etnis mendiami wilayah tertentu, namun terkadang juga terjadi pembauran antar etnis, hal tersebut membuat masyarakat Medan terbiasa hidup dengan kelompok etnis tertentu dan secara alamiah menerima kelompok etnis tertentu dan hidup berdampingan (Syahrial, 2015).

Banyaknya Etnis yang ada di kota Medan, menyebabkan tidak jarang penduduk kota Medan menikah dengan pasangan yang tidak satu etnis dengan mereka. Sears (dalam Papalia, 2008) menyatakan bahwa individu cenderung memilih pasangan yang memiliki kesamaan dengan diri individu tersebut, seperti kesamaan dalam agama, hobi, sifat, bahasa, pola berpikir bahkan adat istiadat. Hal ini disebut sebagai prinsip kesesuaian (matching principle), namun sekarang ini,

tidak jarang pasangan yang menikah tidak sesuai dengan matching principle, seperti pasangan yang menikah berbeda agama, ataupun pasangan yang menikah berbeda etnis.

Perkawinan antar etnis yang berbeda (campuran) merupakan salah satu akibat dari adanya hubungan sosial pada masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis, dan tersebut tidak terlepas dari adanya interaksi sosial dari masing-masing


(16)

pernikahan campuran antara etnis Batak dengan etnis Minang. Pernikahan antara etnis Batak dengan etnis Minang tidak hanya berbeda secara dalam hal etnis, melainkan kedua etnis tersebut juga memiliki perbedaan dalam penentuan garis keturunan. Pada dasarnya, etnis Batak menganut sistem patrilineal dimana sistem kekerabatan didasarkan pada garis keturunan pihak laki-laki. Sedangkan etnis Minang menganut sistem matrilineal dimana sistem kekerabatan didasarkan pada garis keturunan pihak perempuan.

Pada etnis Batak anak laki-laki memiliki peran lebih menonjol dibandingkan dengan anak perempuan, hal tersebut dikarenakan sistem patrilineal yang dipakai oleh etnis Batak, sedangkan dalam etnis Minang anak perempuan yang memiliki peran lebih menonjol dalam kehidupan mereka dibandingkan anak laki-laki, hal ini terjadi karena sistem keturunan matrilineal yang dipakai oleh etnis tersebut. Pada etnis Minang, ketika anak laki-laki mulai memasuki masa remaja, mereka diajarkan untuk lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat dan juga merantau untuk melihat dunia luas. Hal tersebut sesuai dengan artikel yang ditulis oleh Haluan, 2011:

“Sejak kecil atau remaja anak lelaki Minang telah diberi perangkat nilai-nilai sosial yang juga keras terhadap mereka. Anak laki-laki yang lebih banyak tinggal di dalam rumah akan dapat cemoohan bahkan bisa-bisa disuruh keluar dari rumah oleh ibunya sendiri. Jika mereka sering berada di rumah daripada di luar seolah-olah mereka tak ubahnya seperti kaum perempuan. Saat masa remaja, mereka ditekankan atau diarahkan pergi ke lapau sebagai sebuah gambaran pergaulan. Di lapaulah lelaki Minang berinteraksi dan menambah wawasannya tentang perkembangan masyarakat.”

Perbedaan penentuan pewarisan garis keturunan pada masing-masing etnis (Batak-Minang), dapat menimbulkan kebingungan etnis pada anak dari hasil


(17)

etnis akan mengalami kebingunan dalam menentukan identitas etnis mereka. Biasanya seorang anak mulai menentukan identitas mereka, saat mereka memasuki usia remaja. Menurut Erikson (dalam Papalia 2008) keberhasilan mencapai identitas dianggap merupakan hasil dari periode eksplorasi, yang biasanya terjadi pada masa remaja.

Anak (anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah remaja) dari pasangan berbeda etnis (Batak- Minang) akan memiliki lebih dari satu etnis atau bahkan tidak memiliki etnis. Remaja dari pasangan berbeda etnis dikatakan memiliki lebih dari satu etnis, jika ayah dari anak tersebut berasal dari garis keturunan patrilineal (Batak) dan ibu berasal dari garis keturunan matrilineal (Minang) dan remaja dari pasangan berbeda etnis dikatakan tidak memiliki etnis, ketika ayah dari remaja tersebut berasal dari etnis matrlineal (Minang) dan ibu berasal dari etnis patrilineal (Batak). Hal ini berbeda dengan remaja yang berasal dari orangtua satu etnis.

Remaja dari pasangan satu etnis sudah jelas dalam identitas etnis mereka, dalam hal ini berarti hanya salah satu orangtua yang mewarisi identitas etnis kepada anak mereka. Namun, remaja dari pasangan berbeda etnis, harus memilih salah satu identitas etnis yang diwariskan oleh kedua orangtuanya. Identitas etnis adalah identitas seseorang atau sense of self dari individu sebagai bagian dari suatu

kelompok etnis, berisi pemikiran, persepsi dan perasaan sebagai bagian dari kelompok tersebut (Phinney, 2003).

Dalam menentukan identitas etnis, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, diantaranya bahasa, peer (teman sebaya), tempat tinggal, kelompok


(18)

yang dekat dengan orangtuanya mungkin akan lebih termotivasi untuk mempelajari latar belakang etnis yang ada di keluarganya (Kiang and Fuligni, 2010 dalam Youth Adolescents). Mirip dengan proses sosialisasi orangtua, anak juga merasa lebih nyaman dengan diri mereka dan mengeksplor etnis mereka dengan teman yang memiliki etnis yang sama dengan mereka (Kiang et al, 2007).

Berdasarkan bukti longitudinal, yang di lakukan French et al (dalam Kiang & Fuligni, 2010) penelitian terhadap remaja awal dan pertengahan selama tiga tahun, menemukan bahwa ethnic belonging dan exploration meningkat sepanjang

waktu, hasilnya adalah ethnic exploration secara khusus mencapai puncak untuk kelompok remaja awal pada awal memasuki tahap sekolah dan mengalami penurunan pada tahun berikutnya. Selain itu, etnisitas juga memliki peran penting dalam dalam kehidupan seseorang, mungkin individu memiliki motivasi yang lebih besar untuk mengeksplor dan mempelajari latar belakang etnis mereka.

Selain dipengaruhi beberapa faktor di atas, identitas etnis juga memberikan beberapa dampak positif dan negatif kepada para anak yang memiliki orangtua beda etnis, beberapa dampak positif tersebut ialah self-esteem, Smith (dalam Hovey and Kim 2006) menyatakan bahwa penerimaan suatu kelompok etnis sebagai suatu kelompok referensi yang positif mengarahkan kepada self-esteem yang positif karena hal tersebut membuat seseorang memiliki hubungan dengan yang lain. Hal tersebut juga didukung oleh temuan Lee (2005, dalam Kiang & Fuligni, 2009) yang menyatakan bahwa identitas etnis secara positif berhubungan dengan self-esteem dan diasosiasikan secara negatif dengan depresi, hal tersebut juga didukung oleh temuan Phinney dan mahasiswanya yang mempelajari dan


(19)

Amerika dan kelompoknya lainnya, hasilnya ditemukan bahwa murid Afrika-Amerika memiliki level identitas etnis yang tinggi dan secara positif berhubungan dengan self-esteem, dan berhubungan secara negatif dengan masalah mental seperti kesepian dan depresi (Chavira & Phinney, 1991; Robert et al, 1999 dalam Brouillard, 2005).

Ekspresi dari identitas etnis dan pola dari ekpresi tersebut dihubungkan dengan penyesuaian (adjustment) yang berbeda dalam konteks antara satu etnis

dengan berbeda etnis (Kiang & Fuligni, 2009). Sejumlah penelitian telah menemukan hubungan yang positif antara identitas etnis yang kuat dengan indikator dari self-esteem dengan penyesuaian (adjustmenti) personal. Yasui, Dorham & Dishion (2004) telah mendemonstrasikan hubungan antara identitas etnis dengan kesehatan mental dan penyesuaian sosial pada remaja, hasilnya ditemukan bahwa pencapaian identitas menunjukkan korelasi yang signifikan antara penyesuaian sosial dengan penyesuaian emosional pada remaja Afrika-Amerika (Yasui, Dorham & Dishion, 2004; dalam Oliveira, 2012).

Selain dampak positif, identitas etnis juga memberikan dampak negatif. Dampak negatif yang dialami anak dari pasangan berbeda etnis (Batak-Minang) ialah anak akan mengalami krisis identitas, yang berarti anak akan dianggap oleh masing-masing etnis orangtua sebagai sesuatu yang tidak lazim atau bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh kedua etnis tersebut, sehingga anak dari hasil pernikahan berbeda etnis (Batak-Minang) baik dari etnis ayah (Minang) maupun dari etnis ibu (Batak), tidak dianggap sebagai bagian dari kedua etnis tersebut,


(20)

jika etnis ayah berasal dari patrilineal (Batak) dan etnis ibu berasal dari matrilineal (Minang), anak akan dipandang sebagai bagian dari masing-masing etnis, karena perbedaan penentuan garis keturunan. Hal ini tidak akan dialami oleh anak yang berasal dari pernikahan satu etnis.

Remaja yang berasal dari orangtua beda etnis (Batak-Minang), dalam hal ini baik yang remaja yang memiliki lebih dari satu etnis yaitu ayah (Batak) dan ibu (Minang) dengan remaja yang tidak memiliki etnis yaitu ayah (Minang) dan ibu (Batak), akan mengalami hal yang sama yaitu krisis identitas, hal ini disebabkan oleh latar belakang pewarisan keturunan dari masing-masing etnis orangtua mereka. Saat mereka ingin menentukan etnis mereka, terlebih dahulu mereka akan mengeksplor mengenai etnis tersebut, dan setelah itu akan menentukan untuk berkomitmen/belonging dengan etnis tersebut atau tidak.

Krisis identitas merupakan bagian dari status identitas pada tahapan pembentukan identitas di masa remaja. Marcia (dalam Papalia, 2008) mengklasifikasikan perkembangan pembentukan identitas kedalam empat status identitas, antara lain: identity diffuse, remaja tidak mengalami sebuah periode exploration (krisis) dan juga tidak belonging atau membuat komitmen, status yang kedua yaitu identity foreclosure yaitu remaja tidak mengalami periode exploration

(krisis) namun mereka telah belonging atau membuat komitmen. Status yang ketiga yaitu, identity moratorium, remaja sedang mengalami masa exploration (krisis) namun belum belonging atau membuat suatu komitmen, beberapa remaja

yang berada dalam masa moratorium memiliki kemungkinan mengalami krisis yang berkelanjutan, sehingga mereka mengalami kebingungan, tidak stabil, dan


(21)

melakukan eksplorasi dan mereka telah belonging atau membuat komitmen.

Sebagai akibat dari krisis identitas, anak dari pasangan berbeda etnis (Batak-Minang), akan menentukan identitas etnis mereka sendiri. Identitas etnis memiliki dua dimensi yaitu, ethnic exploration dan ethnic belonging or affirmation. Ethnic exploration adalah pencarian aktif, maksud dari bagian dari anggota suatu kelompok, termasuk pengujian dari nilai-nilai, tradisi, dan sejarah seseorang (Kiang and Fuligni, 2009). Ethnic belonging /affirmation ialah identitas kelompok

yang terikat dalam nilai-nilai emosional dan atribut yang signifikan dalam suatu kelompok (Kiang and Fuligni, 2009). Ethnic belonging direfleksikan secara afektif

melalui sense of connectedness dengan suatu kelompok. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“mama aku batak, dan papa aku padang, tapi aku lebih memilih ikut etnis mama aku, karena aku lebih dekat dengan keluarga mama aku...”

(Komunikasi Personal, 2014)

Hal tersebut membuat peneliti berpikir mengenai, bagaimana anak dari pasangan berbeda etnis (Batak-Minang) yang tinggal di kota Medan dengan berbagai macam suku dan budaya dalam menentukan etnis mereka, sehingga peneliti memilih untuk melihat gambaran remaja dari kedua suku tersebut saat menentukan etnis mereka.

B. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Untuk itu peneliti mencoba merumuskan masalah dalam


(22)

remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis Batak-Minang di kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis Batak-Minang di kota Medan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang ingin dicapai adalah diharapkan hasil penelitian ini akan mampu memberikan informasi di bidang psikologi pada umumnya dan secara khusus akan mampu menambah khasanah ilmu pada bidang psikologi sosial terutama yang berkaitan dengan gambaran identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua beda etnis Batak-Minang. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi peneliti-peneliti lainnya yang berminat meneliti lebih lanjut mengenai anak dari pernikahan berbeda etnis Batak-Minang.

1. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi remaja yang memiliki orangtua beda etnis (Batak-Minang) dalam menentukan identitas etnis mereka.

2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi orangtua beda etnis (Batak-Minang) dalam mengajarkan kepada anak mereka mengenai latar belakang etnis mereka masing-masing.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan


(23)

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis dan penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian, diakhiri dengan pembuatan paradigma penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Dalam bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kuantitatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian dan juga mengenai pembahasan mengenai identitas remaja yang berasal dari dua suku tersebut. Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan secara keseluruhan mengenai hasil penelitian dan juga saran untuk penelitian selanjutnya.


(24)

A. IDENTITAS ETNIS 1. Definisi Identitas Etnis

Menurut histori, istilah etnik diperkenalkan dan digunakan secara bergantian dengan konsep lain seperti rasionalisasi, ras, religi, dan kultur (Betancrurt &Lopez 1993, Birman 1994, Phinney 1996).

Banyak penelitian mengenai identitas etnis mendasarkan pada studi identitas kelompok yang dilakukan oleh psikolog sosial (Tajfel &Turner, 1986). Tajfel (1981) mendefinisikan identitas etnis sebagai bagian dari self-concept individu yang diperoleh dari pengetahuannya sebagai anggota dari kelompok sosial dengan nilai-nilai dan kelekatan emosional signifikan dengan kelompok tersebut.

Phinney (2003) menjelaskan identitas etnis sebagai suatu identitas seseorang atau sense of self sebagai seorang anggota dari sebuah kelompok etnis dan pemikiran, persepsi dan perasaan yang dirasakan seseorang sebagai bagian dari anggota kelompok tersebut.

Identitas etnis merupakan sesuatu yang dinamis, yang berarti bahwa identitas etnis berubah sepanjang waktu dan konteks, dan harus disesuaikan dengan variasi dan pembentukannya (phinney, 2003).

Berdasarkan definisi di atas, definisi identitas etnis dalam penelitian ini adalah identitas seseorang sebagai anggota dari suatu kelompok, memiliki


(25)

pemahaman, nilai-nilai dan ikatan emosional dengan etnis tersebut, etnis yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnis batak dan etnis minang.

2. Dimensi Identitas Etnis

Phinney (1992) dalam mengukur identitas etnis menggunakan dua dimensi dari identitas etnis yaitu:

1. Ethnic exploration yaitu meliputi elemen dari eksplorasi yang memiliki tujuan utama pencapaian secara penug mengenai perkembangan sense of self. Ethnic exploration meliputi pencarian secara aktif mengenai apa yang dimaksud

dengan menjadi anggota dari suatu kelompok etnis, termasuk pengujian terhadap nilai-nilai, tradisi dan sejarah seseorang.

2. Ethnic affirmation atau belongin, commitment merefleksikan sense of connectedness secara afektif dengan suatu kelompok etnis tertentu.

Berdasarkan lintas disiplin, secara umum setuju bahwa identitas etnis merupakan sesuatu yang kompleks atau fenomena yang multidimensional. Menurut Ashmore dan koleganya (dalam Phinney, 2004) identitas etnis merupakan sejumlah elemen yang terdiri dari self-categorization, centrality, behavioral involvement, attachment, dan emotional involvement.

Proses eksplorasi dan komitmen merupakan sesuatu yang dikotomi seperti rendah atau tinggi dan dilalui oleh diagram yang mendefinisikan status identitas.


(26)

komitmen

foreclosure achieved identity

eksplorasi

diffusion moratorium identity

Tabel 2: status identitas yang dijelaskan dengan eksplorasi dan komitmen.

Komitmen identitas etnis yang diukur dalam MEIM, seperti saya senang menjadi bagian dari kelompok suku tersebut, saya sangat dekat dengan kelompok suku tersebut (Phinney, 2004). Phinney (2004) menyatakan ada dua tipe komitmen identitas etnis, diantaraya: identitas etnis foreclosure mengarah kepada komitmen

tanpa eksplorasi. Individu telah komit dengan suatu etnis, namun tidak mempertanyakan nilai-nilai dan sikap-sikap sosial dari etnis tersebut, contoh pernyataan individu yang foreclosed adalah “saya hanya mengikuti orang tua;

karena mengikuti suku ayah”. Identitas etnis achievement mengarah kepada komitmen dengan eksplorasi. Individu telah menguji sikap masyarakat luas dan telah mengembangkan pemahamannya sendiri mengenai etnis tersebut (Phinney, 2004), misalnya, “ karena suku Minang menganut sistem matrilineal, sehingga


(27)

Eksplorasi mengarah pada proses pengujian makna dan implikasi dari keanggotaan kelompok etnis seseorang, termasuk pengujian, sejarah, adat-istiadat, dan juga statusnya di masyarakat. Pada MEIM, eksplorasi diukur

dengan aitem seperti “Saya meluangkan waktu untuk mengetahui lebih banyak tentang kelompok suku saya, seperti sejarahnya, tradisinya, dan adat-istiadatnya; Dalam mempelajari latar belakang suku, saya sering membicarakan/berdiskusi tentang kelompok suku saya dengan orang lain.” Untuk melihat hubungan eksplorasi dan komitmen pada status identitas etnis,

maka kedua dimensi tersebut di bagi kedalam kategori “tinggi” dan “rendah”.

Individu yang tinggi pada kedua dimensi termasuk ke dalam achieved identity,

dan yang rendah pada kedua dimensi termasuk ke dalam diffusion identity. Remaja yang rendah pada komitmen dan tinggi pada eksplorasi termasuk kedalam moratorium, sedangkan yang tinggi pada komitmen dan rendah pada eksplorasi termasuk ke dalam foreclosure (Phinney, 2004).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Identitas Etnis

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi identitas etnis seperti yang dikemukakan oleh Pahl & Way 2006; phinney, 2003; Kiang & Fuligni, 2009, diantaranya:

1. Bahasa

Bahasa adalah kegiatan etnis yang paling luas diasosiasikan dengan identitas etnis. Etnografi linguistik kontemporer tergerak oleh pertanyaan fungsional mengenai peran interaksi linguistik dalam mengekspresikan identitas sosial dan


(28)

pembentukan nilai. Penelitian terhadap penggunaan pragmatik bahasa menunjukkan bahwa orang tidak hanya berbicara tentang dunia 'di luar sana', mereka juga membuat banyak realitas sosial mereka dengan berbicara, sehingga akuisisi bahasa bukan hanya internalisasi dari kode bahasa tertentu, tetapi juga memerlukan pembelajaran status dan peran, efek sosial yang tepat, dan (akhirnya) dari pandangan dunia. Bahasa menyediakan dasar yang baik untuk identitas etnis (Debernardi, dalam Chrῐ ost, 2003).

2. Peer (teman sebaya)

Teman sebaya merupakan faktor yang mempengaruhi identitas etnis. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hubungan pertemanan dari etnis yang sama secara aktual menunjukkan ethnic belonging;commitement dan exploration yang signifikan pada remaja dengan latar belakang Latin-Amerika dan Asia. Remaja lebih nyaman dengan diri mereka dan mengeksplor etnisitas mereka jika dengan teman yang memiliki etnis yang sama dengan mereka.

3. Tempat tinggal

Area atau tempat tinggal juga merupakan faktor yang mempengaruhi identitas etnis. Tempat tinggal digunakan untuk melihat jumlah atau proporsi dari anggota kelompok etnis yang sama dalam area tempat tinggal para individu. Huang (1998, dalam Kiang & Fuligni, 2009) menemukan bahwa remaja Asia-Amerika merasa lebih menjadi orang Asia saat mereka berada di rumah, dan merasa menjadi orang Amerika saat di sekolah.


(29)

Partisipasi dalam klub-klub etnis, kemasyarakatan atau organisasi, misalnya, penelitian pada beberapa orang telah menemukan bahwa individu menampilkan diri mereka dan berperilaku berbeda di seluruh konteks sosial yang berbeda (Oyserman & Markus 1993, dalam Kiang & Fuligni, 2009). Demikian pula, konsep relasional self-worth menunjukkan bahwa individu mengevaluasi diri tergantung pada hubungan tertentu di mana mereka berinteraksi.

5. Family cohesion

Remaja yang memiliki hubungan yang dekat dengan orang tuanya mungkin lebih termotivasi untuk berhubungan dan belajar mengenai latar belakang etnis mereka.

6. Etnisitas

Ketika seorang remaja ingin mengeksplor etnisitas mereka, mereka biasanya harus terlebih dahulu memiliki motivasi untuk melakukan hal tersebut. Etnisitas menjadi lebih sentral untuk kehidupan seseorang, kita mungkinlebih termotivasi untuk mengeksplor dan mempelajari mengenai suau latar belakang etnis.

4. Dampak Identitas Etnis

Identitas etnis memiliki dampak positif dan negatif bagi seorang remaja, diantaranya:

5. Dampak Positif a. Self-esteem

Smith (dalam Kiang &Fuligni, 2009) menyatakan bahwa penerimaan suatu kelompok etnis sebagai kelompok referensi mengarahkan kepada self-esteem yang


(30)

positif, karena hal tersebut menetapkan hubungan seseorang dengan orang lain. Hal tersebut juga sesuai dengan Lee (dalam Fuligni 2005) yang menemukan bahwa identitas etnis berhubungan secara positif dengan self-esteem dan diasosiasikan secara negatif dengan depresi.

b. Penyesuian (Adjustment)

Penelitian-penelitan yang telah ada secara konsisten mendokumentasikan hubungan antara identitas etnis dan penyesuaian yang positif termasuk, self-esteem, motivasi akademis, well-being dan hubungan yang adaptif (Fuligni, 2005).

6. Dampak Negatif a. Krisis Identitas

Anak dari hasil pernikahan berbeda etnis akan mengalami krisis identitas, hal tersebut terjadi karena masing-masing etnis kedua orang tua menanggap hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak biasa atau tidak lazim dan bertentangan dengan nilai-nilai yang dimiliki kedua etnis etnis tersebut (Asri, 2011).

B. REMAJA 1. Definisi Remaja

Istilah adolescene atau remaja berasal dari bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 2009).

Istilah Adolescence mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik , hal tersebut sejalan dengan yang diungkap oleh Piaget (dalam Hurlock,


(31)

2009), yaitu : masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa , usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 2009).

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Hurlock (2009; hal:207-209) menyatakan beberapa ciri-ciri pada masa remaja, diantaranya :

1. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja, semua perkembangan tersebut menyebabkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

2. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja tidak lagis seorang anak dan juga bukan orang dewasa.


(32)

Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan sangat pesat, maka perubahan sikap juga berlangsung pesat, jika perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap juga menurun.

Terdapat lima perubahan yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis yang terjadi. Kedua, prubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, menimbulkan masalah baru. Untuk remaja awal, masalah baru tampaknya lebih banyak dan lebih sulit untuk diselesaikan dibandigkan masalah yang dihadapi sebelumnya.

Keempat, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nila juga berubah. Apa yang pada masa kanak-kanak dianggap penting, sekarang setelah ahmpir dewasa tidak penting lagi. Kelima, sebagian besar remaja bersikap ambivalen, terhada suatu perubahan. Remaja menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut. 4. Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah

Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun perempuan. Ketidakmampuan remaja untuk menyelesaikan masalahnya sendiri menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. 5. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laun


(33)

mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Erikson (dalam Hurlock, 2009) yaitu:

“identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa

dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa? Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya?, secara keseluruhan apakah ia akan sukses atau

gagal?”

3. Tugas Perkembangan Remaja

Beberapa tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (2009; hal : 10), yaitu :

1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

2. Mencapai peran sosial pria maupun wanita

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. 4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya

6. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.


(34)

C. ETNIS CAMPURAN (BATAK DAN MINANG)

Etnis campuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnis batak dengan etnis minang. Seperti yang telah diketahui, etnis batak menganut sistem patrilineal dan etnis minang menganut sistem matrilineal.

1. Batak

Batak merupakan salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara. Masyarakat batak menganut sistem kekerabatan patrilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak laki-laki (ayah). Dalam sistem kekerabatan patrilineal, seorang anak akan menemukan saudara atau keluarganya hanya dari pihak laki-laki (ayah), tidak demikian dengan keluarga pihak ibu (Nainggolan, 2005).

Hukum adat Batak yang menganut sistem kekerabatan yang mengikuti garis keturunan ayah (patrilineal), membedakan posisi antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Anak laki-laki merupakan generasi penerus ayahnya, sedangkan anak perempuan tidak karena anak perempuan dianggap hanya bersifat sementara, dan ketika anak perempuan telah menikah dan mengikuti suaminya, maka ia akan menjadi bagian dari keluarga suaminya, namun selama anak perempuan belum menikah, maka dia masih tetap bagian dari keluarga ayahnya. Dalam masyarakat Batak yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki, anak perempuan hanya memperoleh sesuatu dari orang tuanya sebagai hadiah dan bukan sebagai warisan (Nainggolan, 2005).

Dalam sebuah keluarga, peran seorang istri wajib menjaga keutuhan rumah tangganya, setia dan berbakti kepada suami, serta merawat dan mendidik anak-anaknya hingga mereka dewasa. Istri merupakan pendamping suami dalam


(35)

menegakkan rumah tangga, setelah menikah istri telah masuk ke dalam keluarga suaminya dan melepaskan hubungan dengan keluarganya sendiri. Kedudukan suami dan istri di dalam rumah tangga dan masyarakat Batak tidak seimbang, hal ini karena pengaruh sistem patrilineal yang dianut oleh masyarakat Batak, yang mana posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan, sehingga perempuan memiliki peran yang lebih besar dalam menjaga keutuhan rumah tangga (Nainggolan, 2005).

2. Minang

Minangkabau merupakan salah satu etnis yang ada di wilayah Sumatera Barat. Etnis minang merupakan etnis yang menganut sistem matrilineal dalam kehidupan mereka (Stark, 2013). Sistem matrilineal merupakan sistem kekerabatan, yang mana garis keturuan ditentukan dari pihak ibu. Menurut Radjab (1969, hal : 17) ciri khas sistem matrilineal adalah sebagai berikut :

1. Keturunan dihitung menurut garis ibu 2. Etnis terbentuk menurut garis ibu

3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang diluar etnisnya (eksogami) 4. Kekuasaan didalam etnis terletak di tangan ibu, tetapi jarang sekali

dipergunakannya

5. Yang berkuasa adalah saudara laki-laki ibu

6. Perkawinan bersifat matrilokal yag berarti suami mengunjungi rumah isteri.


(36)

Masyarakat adat yang mempertahankan garis keturunan dari pihak perempuan/ibu (matrilineal), yang berhak menjadi ahli waris adalah perempuan bukan laki-laki, dan hal tersebut berbeda dengan masyarakat yang menganut sistem patrilineal, yang mana laki-laki yang dianggap sebagai ahli waris (Thaher, 2006).

D. Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Beda Etnis (Batak-Minang)

Masa remaja merupakan masa di mana seorang individu mulai mencari identitas diri mereka. Remaja yang berasal dari orang tua beda etnis (Batak-Minang) akan memiliki lebih dari satu etnis atau bahkan tidak memiliki etnis. Seorang remaja dari keluarga beda etnis (Batak-Minang) dikatakan memiliki lebih dari satu etnis ketika Ibu dari remaja tersebut adalah orang Minang dan Ayah dari remaja tersebut adalah Orang Batak, sedangkan remaja dikatakan tidak memiliki etnis ketika Ibu dari remaja tersebut adalah orang Batak dan Ayah dari remaja tersebut adalah orang Minang. Hal tersebut terjadi, karena adanya perbedaan penentuan garis keturunan dari masing-masing etnis tersebut yaitu etnis Batak dengan etnis Minang, yang mana etnis Minang menganut sistem garis keturunan Matrilineal, yaitu garis keturunan ditentukan dari pihak ibu, sedangkan etnis Batak menganut sistem garis keturunan patrilineal yaitu garis keturunan ditentukan dari pihak ibu, dengan demikian seorang remaja akan menentukan idenitas etnis mereka.


(37)

Remaja yang memiliki lebih dari satu etnis dengan remaja yang tidak memiliki etnis akan mengalami krisis dalam identitas etnis mereka, hal ini dikarenakan remaja yang memiliki lebih dari satu etnis, yaitu ayah berasal dari etnis Batak dan ibu dari etnis Minang, masing-masing etnis orang tua dari remaja tersebut menganggap bahwa remaja tersebut adalah pewaris garis keturunan untuk masing-masing etnis yaitu etnis Batak dan etnis Minang. Remaja yang tidak memiliki etnis, yaitu ayah berasal dari etnis Minang dan ibu dari etnis Batak, mengalami krisis dalam identitas etnis mereka disebabkan karena etnis dari masing-masing orang tua remaja tersebut tidak menganggap bahwa remaja tersebut merupakan pewaris garis keturunan mereka, dalam artian, saat remaja tersebut berinteraksi dengan keluarga sang ayah yang berasal dari etnis Minang, etnis tersebut menganggap bahwa remaja tersebut berasal dari etnis batak, begitu pula sebaliknya saat remaja tersebut berinteraksi dengan keluarga dari pihak ibunya. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari perbedaan penentuan garis keturunan yang dianut oleh masing-masing etnis yaitu Batak dan Minang.

Menurut Kroger & Marcia (2011) ada dua status yang memiliki komitmen yang tinggi, yaitu identitas achievement yaitu individu mengalami periode eksplorasi dan komitmen, dan yang kedua identitas foreclosure yaitu individu tidak mengalami periode eksplorasi namun sudah memiliki komitmen. Dua status yang memiliki komitmen yang rendah yaitu, identitas moratorium yang mana individu sedang berusaha untuk mencapai komitmen, dan sedang melakukan eksplorasi, sedangkan identitas diffusion yaitu individu tidak memiliki komitmen dan hanya melakukan sedikit eksplorasi (Kroger & Marcia, 2011)


(38)

Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat bagaimana gambaran identitas etnis pada remaja yang memiliki orang tua beda etnis (Batak-Minang) di kota Medan.


(39)

E. KERANGKA BERPIKIR

Dampak identitas etnis

Self-esteem Adjustment &

well-being

Krisis identitas Pernikahan beda etnis

(Batak-Minang)

Tidak memiliki etnis Memiliki 2 etnis

Mengidentifikasi etnis (identitas etnis)

Status identitas

1. Identity diffuse (1, 2 rendah)

2. Identity foreclosure (1rendah, 2 tinggi)

3. Identity moratorium (1 tinggi, 2 sedang berproses)

4. Identity achievement ( 1 tinggi, 2 tinggi) Faktor yang mempengaruhi

identitas etnis: 1. Bahasa

2. Peer

3. Tempat tinggal 4. Kelompok sosial

5. Familiy cohesion

6. etnisitas

Dimensi identitas etnis

1. Ethnic exploration 2. Ethnic belonging,

affirmatio, commitment


(40)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Menurut Azwar (2012) penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu, dalam hal ini peneliti ingin melihat gambaran identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis (Batak-Minang, baik itu ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang, maupun ayah bersuku Minang dan ibu bersuku Batak.

B. Identifikasi Variabel

Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian dan sebagai faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Variabel dalam penelitian ini adalah: identitas etnis.

D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Subjek penelitian

a. Populasi

Populasi adalah kelompok subjek yang sesuai dengan karakter penelitian yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2011). Populasi dari penelitian ini adalah remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis (Batak-Minang) yaitu ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang, maupun ayah bersuku Minang dan ibu bersuku Batak.


(41)

ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya (Azwar, 2011). Dalam penelitian ini sampel adalah remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis (Batak-Minang), yaitu ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang, maupun ayah bersuku Minang dan ibu bersuku Batak.

2. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling, yaitu setiap subjek dalam populasi memiliki peluang

yang tidak sama besar untuk terpilih menjadi sampel. Teknik nonprobability sampling yang digunakan peneliti ialah accidental sampling (Azwar, 2011),

dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Remaja

2. Memiliki orangtua berbeda etnis (Minang) baik yang ayah Batak-ibu Minang (dominan), maupun ayah Minang - Batak-ibu Batak (tidak dominan).

3. Jumlah Sampel Penelitian

Menurut Siegel (1994) dalam menentukan jumlah sampel penelitian tidak ada batasan yang pasti mengenai jumlah ideal dari sampel penelitian. Kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Azwar (2011) menyatakan tidak ada angka yang pasti dalam menentukannya,berdasarkan statistik tradisional, jumlah sampel lebih dari 60 orang dianggap sudah cukup banyak. Jumlah total sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 72 orang remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis (Batak-Minang).


(42)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala psikologis atau disebut dengan metode skala. Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2011).

Dalam penelitian ini peneliti menggumpulkan data dengan menggunakan alat ukur yang diadaptasi, yaitu skala The Multigroup Ethnic Identity Measure. Skala The Multigroup Ethnic Identity Measure merupakan skala pengukuran identitas

etnis yang diciptakan oleh Phinney (1992). The Multigroup Ethnic Identity Measure dikembangkan untuk mengukur proses perkembangan identitas etnis

pada remaja dan dewasa awal.

MEIM dapat digunakan mulai dari usia 12 tahun hingga dewasa. MEIM terdiri dari 12 pernyataan yang mengukur ethnic exploration dan ethnic belonging.

The Multigroup Ethnic Identity Measure terdiri dari dua dimensi yang berbeda yaitu:

1. Ehnic idenitity exploration ( berorientasi pada proses pengembangan dan komponen kognitif)

2. Ethnic belonging, affirmation (komponen afektif dan sikap)

Selain mengadaptasi alat ukur the MEIM, peneliti juga akan merancang atau menambah aitem berdasarkan dimensi dari identitas etnis agar lebih dapat mengukur identitas etnis para partisipan dalam hal ini remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis (Batak-Minang)


(43)

dengan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-4, bobot penilaian untuk pernyataan yaitu SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Terdiri dari pernyataan yang dibuat berdasarkan dua dimensi yaitu exploration dan commitment, seperti berikut:

Tabel 3. Skala identitas Etnis

Dimensi Nomor aitem

Ethnic exploration 1,2,4,8,10 Committment 3,5,6,7,9,11,12

1. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian sangat menentukan keakuratan dan keobjektifan hasil penelitian yang dilakukan.

a. Validitas alat ukur

Pengujian validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur dalam mengukur variabel yang ingin diukur. Validitas isi adalah sejauh mana suatu tes yang merupakan seperangkat soal, yang dilihat dari isinya benar-benar mengukur apa yang ingin diukur (Hadi, 2000). Validitas isi juga merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional dari professional judgement (Azwar, 2005). Dalam penelitian ini, peneliti meminta professional judgement dari seorang profesional dalam hal linguistik dan


(44)

Identity Measure (MEIM) sehingga peneliti membutuhkan profesional dalam

bidang bahasa untuk menyesuaikan bahasa hasil adaptasi dengan bahasa asal, agar ada kesetaraan makna dari bahasa asal sesuai dengan bahasa adaptasi.

b. Reliabilitas alat ukur

Reliabilitas alat ukur merupakan derajat keajegan atau kekonsistensian alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama.

Koefisien reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini sebelum diadaptasi ialah diatas 0.8, hal tersebu menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu The Multi Ethnic Idetity Measure sangat reliabe dalam mengukur identitas etnis. Koefisien reliabilitas dalam penelitian ini berkisar antara 0 sampai sengan 1,00, akan tetapi pada kenyataannya koefisien sebesar 1,00 tidak pernah dicapai dalam pengukuran nonfisik.

2. Hasil Uji Coba Penelitian

Uji coba alat uku penelitian ini dilakukan kepada 70 orang subjek yang dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. uji coba tersebut dilakukan untuk mendapatkan nilai reliabilitas, validitas, dan juga untuk melihat jumlah aitem yang gugur saat dilakukan uji coba. Dari hasil uji coba di dapatkan nilai reliabilitas sebesar r = 0.907, sedangkan untuk jumlah aitem yang gugur, hasil uji coba terhadap 70 orang subjek tersebut menunjukkan tidak ada aitem yang gugur, hal tersebut menunjukkan bahwa alat ukur ini mampu


(45)

remaja dari orangtua Batak-Minang di kota Medan.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan

Ada beberapa tahapan yang perlu dipersiapkan peneliti sebelum melakukan penelitian, antara lain :

a. Rancangan alat dan instrumen

Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil adaptasi dari Phinney (1992) yaitu The Multigroup Ethnic Identity Measure (The MEIM) yang terdiri dari 12 aitem pernyataan seputar identitas etnis.

Sebelum mengambil data, peneliti terlebih dahulu melakukan professional judgement untuk menyesuaikan bahasa asli alat ukur tersebut dengan bahasa

adaptasinya, proses pengadaptasian dilakukan dengan cara interrater judgement yaitu peneliti mengadaptasi bahasa asli ke dalam bahasa adaptasi, kemudian mengembalikan ke bahasa aslinya kembali dengan professinal judgement yang berbeda.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti memperoleh data dengan cara membuat kuesioner secara online guna untuk lebih mudah dalam mendapatkan subjek penelitian, selain dengan cara online peneliti juga mencari subjek secara langsung dengan cara mengambil sampel ke beberapa sekolah di sekitar kota Medan.


(46)

Pengolahan data dilakukan setelah skala identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis (Batak-Minang) terkumpul seluruhnya. Kemudian data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS versi 16.

G. Metode Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif yang bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang ingin diteliti (Azwar, 2012).

Untuk mendapatkan gambaran skor identitas etnis digunakan statistik deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, standar deviasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa kesimpulan dalam penelitian deskriptif didasari oleh angka yang tidak terlalu mendalam. Sebelum melakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas yang dilakukan dengan teknik explore, untuk melihat sebaran normalitas dari data yang didapatkan.

Dalam penelitian ini, juga dilakukan kategorisasi terhadap identitas etnis para remaja, kategorisasi dilakukan dengan melihat nilai mean pada masing-masing dimensi, kemudian berdasarkan mean tersebut dapat dilihat “tinggi” dan

“rendah” nya identitas etnis para remaja tersebut. Kategorisasi dilakukan dengan cara berikut:


(47)

Rumus Kategorisasi

X ≥ M Tinggi

X ≤ M Rendah

Dari kategorisasi yang dilakukan juga didapatkan hasil mengenai status identitas para remaja tersebut. Status remaja ditentukan dengan melihat tinggi dan rendahnya skor kedua dimensi exploration dan commitement. Status identitas para

remaja dalam penelitian ini digolongkan ke dalam empat jenis yaitu achievement, foreclosure diffusion, dan moratorium. Tabel berikut menjelaskan mengenai cara


(48)

BAB IV ANALISA DATA

A. Uji Normalitas

Penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan menggunakan teknik explore pada variabel identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis Batak (ayah)-Minang (ibu), yaitu ayah Batak dan ibu Minang, dan Minang (ayah) -Batak (Ibu) yaitu ayah Minang dan ibu Batak. Uji normalitas dilakukan untuk melihat kesesuaian sampel penelitian terhadap populasinya. Pada variabel identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis menunjukkan skor sebaran normalitas dengan nilai 0.011, dan hal tersebut menunjukkan bahwa data sebaran data tersebut adalah tidak normal dengan p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini hanya dapat digeneralisasi pada subjek penelitian saja.

B. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang memiliki orangtua dengan suku Batak dan Minang, baik Ayah yang bersuku Batak, dan Ibu yang bersuku Minang, atau sebaliknya. Total subjek dalam penelitian ini adalah sebanyak 72 orang remaja.


(49)

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku Orangtua

Berdasarkan suku kedua orangtua yaitu Batak (ayah)-Minang (ibu) (ayah bersuku Batak, ibu bersuku Minang) dan Minang (ayah) -Batak (Ibu) (ayahh bersuku Minang, dan ibu bersuku Batak), maka dapat digambarkan penyebaran subjek seperti yang tertera pada tabel 4 berikut :

Tabel 5: Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Identitas Etnis Orangtua

Suku Orangtua Frekuensi Persentase %

Batak (ayah) – Minang (ibu) 41 56.9%

Minang (ayah) – Batak (ibu) 31 43.1%

TOTAL 72 100%

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa remaja dengan orangtua, Ayah bersuku Batak dan Ibu bersuku Minang (56.16%), yang berarti bahwa remaja tersebut memiliki dua etnis dominan, dan Ayah bersuku Minang dan Ibu bersuku Batak (43.84%), yaitu remaja yang tidak memiliki suku dominan.

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin dari subjek penelitian, maka dapat digambarkan penyebaran subjek remaja dari orangtua suku Batak (ayah) – Minang (ibu) dan Minang (ayah)-Batak (ibu) seperti pada tabel 6 berikut :

Tabel 6: Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase %

Laki – laki 31 43%

Perempuan 41 57%


(50)

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa, sebagian besar subjek dalam penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 41 orang (57%), sedangkan laki-laki berjumlah 31 orang (43%). Dari data tersebut juga nantinya akan ditemukan mengenai eksplorasi dan komitmen remaja perempuan maupun remaja laki-laki, dan bagaimana mengenai status identitasnya.

Tabel 7: Skala identitas etnis berdasarkan dimensi eksplorasi dan komitmen

Berdasarkan tabel 7, dapat dilihat bahwa nilai empirik dari dimensi eksplorasi lebih tinggi daripada nilai hipotetik, hal tersebut menunjukkan bahwa remaja yang memiliki orangtua Batak (ayah)-Minang (ibu), dan Minang (ayah) -Batak (Ibu) secara keseluruhan memiliki identitas etnis yang tinggi. Selain itu, nilai empirik pada dimensi komitmen juga lebih tinggi daripada nilai hipotetiknya, hal tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan, remaja dari orangtua Batak (ayah)-Minang (ibu) dan juga (ayah)-Minang (ayah) -Batak (Ibu) memilki komitmen yang tinggi terhadap identitas etnis mereka.

Skala identitas

etnis N

Nilai empirik Nilai hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

eksplorasi 72 8 18 12.86 2.24 5 20 12.5 2.5


(51)

1. Remaja Dengan Orangtua Batak-Minang dan Minang-Batak Tabel 8: Kategorisasi Remaja berdasarkan dimensi eksplorasi Dimensi Kategorisasi Rentang nilai Frekuensi

%

Eksplorasi

Rendah X< 12.5 34 47.2%

Tinggi X≥12.5 38 52.7%

Tabel 8 menunjukkan mengenai eksplorasi pada remaja Batak (ayah)-Minang (ibu) dan remaja dari orangtua Minang (ayah)- Batak (ibu). Dari tabel tersebut terlihat bahwa remaja dari kedua suku tersebut memiliki eksplorasi yang tinggi terhadap identitas etnis mereka, meskipun pada remaja yang non dominan, lebih banyak yang rendah terhadap eksplorasi namun tidak terlalu berbeda jauh.

Tabel 9: Kategorisasi remaja berdasarkan dimensi komitmen

Pada dimensi komitmen terlihat bahwa remaja dominan, yaitu remaja dari Batak (ayah)- Minang (ibu) memiliki komitmen yang sama baiknya dengan remaja non dominan yaitu remaja yang memiliki ayah (Minang) dan ibu (Batak) memiliki komitmen yang tinggi secara umum.

Dimensi Kategorisasi Rentang nilai Frekuensi

Persentase

Komitmen

Rendah X < 17,5 11 15.3%


(52)

2. Status Identitas Remaja

Tabel 10: Status Identitas Remaja

Keterangan :

Remaja dominan

1. Perempuan : Achieved (11), foreclosure (10), diffusion (3), moratorium (-) 2. Laki-laki : Acheved (12), foreclosure (-), diffusion (1), moratorium (3) Remaja non-dominan

1. Perempuan : Achieved (3), foreclosure (6), diffusion (5), moratorium (2)

2. Laki-laki : Acheved (6), foreclosure (5), diffusion (1), moratorium (2)

Tabel 10 di atas menunjukkan status identitas para remaja laki-laki dan perempuan secara keseluruhan baik dari suku dominan yaitu ayah bersuku Batak dan Ibu bersuku Minang maupun suku non dominan yaitu ayah bersuku Minang


(53)

dan ibu bersuku Batak. Pada remaja dominan terlihat bahwa untuk remaja perempuan sebanyak 45,8% memiliki status achieved identity, sebanyak 41,7% memiliki status foreclosure dan hanya 12,5% yang memiliki status diffusion, sedangkan untuk moratorium tidak ada satu remaja perempuan dominan yang berada pada status tersebut. Sejalan dengan remaja laki-laki dominan, terlihat bahwa remaja tersebut memiliki skor paling tinggi pada status achieved identity sebesar 75%, sedangkan foreclosure tidak ada satu remaja laki-laki pun yang berada pada status tersebut, dan hanya sedikit dari mereka yang berada pada status diffusion dan moratorium, yaitu sebanyak 6,25% dan 18,75%.

Scatter plot di atas juga menjelaskan mengenai status identitas untuk para remaja non dominan, baik yang perempuan maupun laki-laki. Dari scatter plot di

atas dapat dilihat bahwa untuk remaja perempuan non dominan hanya sedikit dari mereka yang berada pada status achieved identity yaitu sebesar 18,75%, dan sebagian besar dari mereka berada pada status foreclosure sebesar 37,5% dan diffusion sebesar 31,25%, dan sisanya berada pada moratorium 12,5%. Berbeda

dengan remaja perempuan dominan, untuk remaja laki-laki non dominan sebagian besar dari mereka berada pada status achieved identity yaitu sebesar 42,9% dan untuk foreclosure sebesar 35,7%, dan hanya sedikit dari remaja laki-laki ini yang berada pada diffusion yaitu 7,1% dan moratorium yaitu 14,3%.


(54)

3. Analisa Tambahan

Tabel 11: latar belakang/ alasan remaja dalam memilih suku

Berdasarkan tabel 11, dapat dilihat bahwa secara umum, remaja memilih suku mereka berdasarkan pemahaman mereka sendiri terhadap identitas etnis tersebut, hal tersebut mengindikasikan bahwa para remaja secara umum baik yang dominan maupun yang non dominan, sebelum memilih suku tersebut, mereka terlebih dahulu memahami nilai-nilai yang ada pada suku tersebut.

Alasan Remaja Memilih Suku

mengikuti orang tua

lingkungan

memahami sendiri


(55)

A. PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis (Batak-Minang) yaitu remaja yang memiliki ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang, maupun sebaliknya yaitu ayah bersuku Minang dan ibu bersuku Batak. Berdasarkan data penelitian yang dianalisis kemudian dilakukan pembahasan tentang hasil penelitian tersebut.

Secara umum remaja dominan yaitu remaja yang memiliki orangtua ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang, maupun remaja non dominan yaitu remaja yang memiliki orangtua ayah bersuku Minang dan ibu bersuku Batak, secara keseluruhan memiliki eksplorasi dan komitmen yang tinggi. Hal tersebut juga didukung dengan status identitas dari remaja kedua suku tersebut. Remaja yang dominan maupun yang non dominan sebagian besar memiliki status achieved identity, dan foreclosure. Sesuai dengan tabel 11, yaitu sebagian besar remaja

memilih suku mereka, karena mereka mencari tahu sendiri terlebih dahulu mengenai suku mereka sebelum akhirnya memilih suku tersebut, walaupun ada juga remaja yang memilih suku tersebut karena mengikuti orangtua dan lingkungannya.

Hanya sedikit remaja yang memiliki status diffusion, hal tersebut juga didukung oleh tabel 11, pada tabel tersebut terlihat bahwa hanya sedikit remaja

yang memilih “tidak memilih” dalam hal ini berarti bahwa mereka tidak memilh

identitas etnis mereka. Bahkan ada remaja yang non dominan memiliki status moratorium, hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun mereka tidak memiliki


(56)

suku yang jelas, namun mereka memiliki keinginan untuk lebih mengetahui etnis dan memilih etnis mereka.

Berbeda dengan hasil penelitian Asri (2011) yang menyatakan bahwa remaja dari suku Minang-Batak, yaitu remaja yang memiliki ayah bersuku Minang dan ibu bersuku Batak, mengalami krisis identitas, namun dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa secara keseluruhan remaja dari dua suku yaitu remaja dari orangtua Batak-Minang yaitu ayah Batak dan ibu Minang, maupun remaja dari orangtua Minang-Batak yaitu ayah Minang dan ibu Batak tersebut sebagian besar memiliki eksplorasi dan komitmen yang tinggi, yang mengindikasikan sebagian besar dari mereka memiliki identitas yang jelas. Hal tersebut terjadi disebabkan kota Medan merupakan kota yang multikultural, sehingga identitas merupakan hal yang penting, identitas yang dimaksud dalam hal ini adalah identitas etnis. Sejalan dengan Berghe (dalam Moies,2008) masyarakat multikultural memiliki beberapa karakteristik, salah satunya yaitu terdapat segmentasi kedalam beberapa subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.

Remaja laki-laki yang dominan yaitu remaja laki-laki yang memiliki ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang, maupun remaja laki-laki non dominan yaitu remaja yang memiliki ayah Minang dan ibu bersuku Batak, remaja dari kedua suku tersebut memiliki eksplorasi dan komitmen yang tinggi terhadap identitas etnis mereka. hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun remaja laki-laki non dominan tidak memiliki suku yang pasti sebagai akibat dari perbedaan garis keturunan namun hal tersebut tidak mempengaruhi mereka dalam hal memilih suku. Berdasarkan data tambahan juga ditemukan bahwa kebanyakan remaja


(57)

laki-laki tersebut memilih suku yang sesuai dengan suku ayah mereka baik yang dominan maupun non dominan, hal tersebut mengindikasikan bahwa remaja laki-laki lebih meyakini bahwa pewarisan keturunan berasal dari patrilineal.

Berdasarkan status identitas, baik remaja laki-laki dominan yaitu ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang maupun non dominan yaitu ayah bersuku Minang dan ibu bersuku Batak, remaja kedua suku tersebut lebih banyak memiliki status achieved identity yang berarti bahwa remaja-remaja tersebut telah mengeksplor suku tersebut sebelum akhirnya memilih untuk berkomitmen dengan suku tersbut.

Hanya sedikit remaja laki-laki yang dominan maupun non dominan yang memiliki status moratorium dan diffusion, hal tersebut menunjukkan bahwa dalam

memilih suku mereka, hanya sedikit dari remaja tersebut yang masih mencari tahu mengenai identitas etnis mereka, dan masih belum memutuskan untuk menjadi bagian dari suku tersebut, dan hanya sedikit remaja yang tidak memilih suku sebagai identitas mereka, hal ini juga didukung oleh tabel 11. Untuk status foreclosure, pada remaja dominan tidak ada seorang pun yang memiliki status

tersebut, namun untuk remaja laki-laki yang non dominan ada beberapa dari remaja tersebut yang memiliki status tersebut, hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam menentukan suku, para remaja tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, seperti orangtua, teman, atau bahkan lingkungan tempat tinggal.

Berbeda dengan remaja laki-laki, terjadi perbedaan pada remaja perempuan baik remaja perempuan dominan yaitu ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang maupun remaja perempuan non dominan yaitu ayah bersuku Minang dan


(58)

ibu bersuku Batak. Kedua remaja perempuan tersebut memiliki eksplorasi yang rendah terhadap identitas etnis, namun memiliki komitmen yang tinggi terhadap identitas etnis mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa, para remaja perempuan dalam menentukan suku mereka, ada faktor- faktor lain yang mempengaruhi mereka, seperti orangtua, maupun lingkungan. Selain itu, faktor jenis kelamin, kemungkinan juga berpenagruh dalam hal ini, karena kota Medan didominasi oleh masyarakat patrilineal, hal tersebut membuat posisi para wanita kurang menonjol dalam penentuan keturunan, untuk perempuan yang non dominan hal tersebut semakin mengecilkan posisi mereka, dan mungkin menyebabkan ketidakpedulian mereka terhadap identitas etnis merka, hal ini juga bisa dilihat melalui status identitas para remaja tersebut.

Jika dilihat berdasarkan status identitas, remaja perempuan dominan, lebih banyak berada pada status achieved identity dan foreclosure hal ini menunjukkan

bahwa remaja perempuan dominan dalam memilih suku mereka sebagai latar belakang, juga dipengaruhi oleh orangtua dan lingkungan, hal ini juga sesuai dengan pernyataan Pahl & Way (2006) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi identitas etnis adalah lingkungan tempat tinggal dan juga family cohesion.

Untuk remaja perempuan non dominan, kebanyakan remaja perempuan dari suku tersebut memiliki status diffusion dan foreclosure. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh suku remaja perempuan non dominan yang tidak kuat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa remaja non dominan tidak memiliki suku yang pasti sebagai akibat dari perbedaan pewarisan keturunan, selain itu faktor


(59)

lingkungan seperti tempat tinggal juga menjadi faktor yang penting dalam menentukan identitas seseorang, ketika remaja perempuan tinggal dilingkungan dengan mayoritas budaya patrilineal, hal tersebut semakin menunjukkan posisi lemah perempuan, karena mereka dianggap tidak terlalu memberikan posisi dalam pewarisan keturunan, hal tersebut juga semakin membuat remaja perempuan non dominan tidak terlalu peduli dengan suku mereka.


(60)

disimpulkan bahwa:

1. Secara umum, baik remaja Batak-Minang yaitu ayah Batak dan ibu Minang, maupun remaja Minang-batak yaitu ayah Minang dan ibu Batak, remaja dari kedua suku tersebut memiliki eksplorasi dan komitmen yang tinggi terhadap identitas etnis mereka, dan hanya sedikit dari remaja tersebut yang memiliki nilai yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa baik remaja dengan suku yang dominan maupun non dominan, mereka sangat peduli dengan identitas etnis mereka. 2. Status identitas untuk remaja secara umum, yaitu remaja

Batak-Minang, yang mana ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Batak-Minang, maupun remaja Minang-Batak, yaitu ayah bersuku Minang dan ibu bersuku Batak, sebagian besar dari para remaja tersebut memiliki status achieved identity, foreclosure identity, dan hanya sedikit dari mereka yang memiliki diffusion identity dan moratorium identity.

3. Berdasarkan jenis kelamin, remaja laki-laki yang dominan yaitu ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang, maupun yang non dominan yaitu ayah bersuku Minang dan ibu bersuku Batak, sebagian besar dari mereka memiliki eksplorasi dan komitmen yang tinggi terhadap identitas etnis mereka, dan sebagian besar dari mereka juga memiliki status Achieved identity dan hanya sedikit dari mereka yang memiliki


(61)

status foreclosure, diffusion maupun moratorium identity. Hal tersebut

menunjukkan jika remaja laki-laki baik yang dominan maupun yang non dominan, lebih peduli tehadap identitas etnis mereka dari pada remaja perempuan.

4. Terdapat perbedaan antara remaja perempuan dominan, yaitu ayah Batak dan ibu Minang, dengan remaja non dominan yaitu ayah Minang dan ibu Batak. Pada remaja perempuan yang dominan sebagian besar dari mereka memiliki ekslporasi dan komitmen yang tinggi, sedangkan untuk yang non dominan memiliki eksplorasi yang rendah namun komitmen yang tinggi. Berdasarkan status identitas untuk remaja perempuan dominan sebagian besar memiliki status achieved identity, sedangkan untuk remaja perempuan non dominan lebih kepada diffusion dan foreclosure, dan hal tersebut menunjukkan bahwa remaja perempuan yang non dominan tidak terlalu mementingkan identitas etnis mereka.

B. SARAN

1. Saran Metodologis

a. Untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai identitas etnis, dan menggunakan alat ukur adaptasi, sebaiknya lebih memperhatikan budaya di tempat penelitian akan dilakukan, karena identitas etnis sangat dipengaruhi oleh lingkungan subjek.


(62)

b. Untuk peneliti selanjutnya coba untuk mengaitkan usia dengan variabel identitas etnis, karena usia dan tugs perkembnagan juga berpnagruh terhadap identitas etnis.

c. Untuk peneliti selanjutnya yang ingin menggunakan etnis campuran Batak-Minang sebaiknya mengaitkannya dengan self-esteem dan persepsi subjek terhadap etnis mereka.

d. Untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai perbedaan identitas etnis, sebaiknya juga mengaitkan dengan agama yang dianut oleh para subjek yang dijadikan subjek penelitian.

2. Saran Praktis

a. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya, sebelum melakukan penelitian mengenai etnis campuran Batak-Minang, sebaiknya terlebih dahulu mencari lokasi atau sampel, sehingga ketika ingin mengambil data tidak kesulitan dalam mencari sampel.

b. Untuk peneliti selajutnya sebaiknya lebih banyak mengajukan pertanyaan terbuka, sehingga data yang didapat semakin lebih bervariasi.


(63)

Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

Azwar, S. (2012 (edisi 2)). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

BLHSU. (2011). sistem informasi keanekaragaman hayati provinsi Sumatera Utara. Dipetik 2014, dari blh.sumutprov.go.id:

http://blh.sumutprov.go.id/sim_keanekaragaman_hayati/kabupaten/1.html Boumester, R. F., & Jeremy P Shapiro, D. M. (1985). Two Kinds of Identity

Crisis. Journal of Personality , 408-409.

Brouillard, P., & Hartlaub, M. G. (2005). Ethnic identity, academic achievement, and self-esteem among Mexican-American university students. Review of Psychology , 155-160.

Chriost, D. M. (2003). Language, Identity and Conflict. Dalam D. M. Chriost, Language, Identity and Conflict: a comparative study of language in ethnic conflict in Europe and Eurasia (hal. 1-26). New York: Routledge.

Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.

Haluan. (2011, Oktober Minggu). Problem Eksistensi Lelaki Minang , hal. 1-4.

Hovey, J. D., Kim, S. E., & Seligman, L. D. (2006). The Influence of Cultural Values, Ethnic Identity, and Language Use on The Mental Health of Korean American College Student. The Journal of Psychology , 500-501.


(64)

Kiang, L., R.Witkow, M., Baldemar, O. A., & Fuligni, A. J. (2003). Change in Ethnic Identity Across the High School Years Among Adolescents with Latin American, Asian, and European Backgrounds. J Youth Adolescence , 683-685; 693-691.

Kiang, L., Witkow, M. R., Baldelomar, O. A., & Fulligni, A. J. (2010). Change in Ethnic Identity Across the High School Years Among Adolescents with Latin American, Asian, and European Backgrounds. J Youth Adolescence .

Malau, R. J. (2012). Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Pada Pasangan Pernikahan Beda etnis (Batak Toba-Tamil) (Skripsi). Universitas Sumatera Utara .

Moeis, S. (2008). PERSPEKTIF KEANEKARAGAMAN SOSIAL: Analisis keanekaragaman kelompok sosial dalam masyarakat multikultural. 1-18. Nainggolan, T. E. (2005). Kedudukan Anak Perempuan Dalam Hukum Waris

Adat Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Pontianak Kota Di Kota Pontianak (Tesis). Universitas Diponegoro .

Oliveira, D. R. (2012). Ethnic Identity as predictor for the well-being: An exploratory transcultural study in Brazil and Europe. SUMMA psicolÓgica UST , 33-42.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2008). Human Development (Terjemahan). Salemba Humanika: Jakarta.


(1)

IDENTITAS DIRI

Nama/inisial :

Jenis kelamin : L/P

Usia :

Sekolah/ Univ. :

Dengan hormat,

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan saya peroleh dengan adanya kerjasama dengan anda dalam mengisi alat ukur ini.

Saya mohon kesediaan anda meluangkan waktu sejenak untuk mengisi alat ukur ini. Alat ukur ini terdiri dari beberapa aitem. Saya sangat mengharapkan anda memberikan jawaban yang terbuka dan apa adanya.

Tidak ada jawaban yang benar dan salah dalam pengisian skala ini. Anda dapat memberikan jawaban yang menurut anda sesuai dengan diri anda. Semua jawaban dan identitas anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Cara menjawab skala ini akan dijelaskan didalam petunjuk pengisian skala, kemudian periksalah kembali jawaban anda.

Akhirnya atas partisipasi dan ketulusan, saya mengucapkan terima kasih atas kerjasamanya.

Medan, Mei 2015 Hormat Saya


(2)

SKALA I

Petunjuk pengisian

1. Isilah identitas anda dengan benar pada kolom yang telah disediakan diatas (identitas diri dijaga kerahasiannya)

2. Jawablah semua pernyataan dalam skala ini sesuai dengan diri anda (jangan sampai ada nomor yang terlewatkan )

3. Skala ini terdiri dari 12 aitem. Anda diminta untuk memilih satu jawaban yang ada disamping pernyataan dengan cara menyilang jawaban yang Anda pilih. Pilihan jawabannya adalah :

SS = Jika pernyataan Sangat Sesuai dengan diri Anda S = Jika pernyataan Sesuai dengan diri Anda

TS = Jika pernyataan Tidak Sesuai dengan diri Anda

STS = Jika pernyataan Sangat Tidak Sesuai dengan diri Anda.

4. Setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang benar atau salah.

Contoh Pengisian :

No Pernyataan STS TS S SS

1 saya memahami tradisi-tradisi dari

suku saya X

Jika Anda ingin mengganti jawaban :

No Pernyataan STS TS S SS

1 saya memahami tradisi-tradisi dari


(3)

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saya meluangkan waktu untuk mengetahui lebih banyak tentang kelompok suku saya, seperti sejarahnya, tradisinya, dan adat-istiadatnya.

2 Saya aktif dalam organisasi atau kelompok sosial yang kebanyakan anggotanya berasal dari kelompok suku saya.

3 Saya memiliki latar belakang suku yang jelas dan hal tersebut penting untuk saya.

4 Saya telah memikirkan banyak hal mengenai bagaimana hidup saya dipengaruhi oleh suku saya. 5 Saya senang menjadi bagian dari anggota kelompok

suku saya.

6 Saya merasa menjadi bagian dari kelompok suku saya

7 Saya benar-benar memahami arti keanggotaan kelompok suku bagi saya.

8 Dalam mempelajari latar belakang suku, saya sering membicarakan/berdiskusi tentang kelompok suku saya dengan orang lain.

9 Saya sangat bangga dengan kelompok suku saya. 10 Saya berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan budaya


(4)

11 Saya memiliki kedekatan yang kuat dengan kelompok suku saya

12 Saya merasa nyaman/yakin dengan latar belakang budaya atau suku saya.


(5)

SKALA II

Pada skala ini anda akan diberikan beberapa pertanyaan terbuka mengenai suku anda. Anda diminta untuk mengisi setiap pertanyaan sesuai dengan diri anda, dalam pertanyaan ini tidak ada jawaban yang benar maupun salah. Jawablah setiap pertanyaan sesuai dengan diri anda.

1. suku orang tua : Ayah : Ibu :

2. suku anda (menurut anda):

3. Mengapa anda merasa menjadi bagian suku tersebut? a.

b. c. d. dst

4. Hal positif mengenai suku anda tersebut: a.

b. c. d. dst

5. Hal negatif mengenai suku anda tersebut: a.

b. c. d. dst

6. Pada saat kegiatan apa saja anda menggunakan identitas suku anda tersebut : a. berinteraksi dengan teman

b. mengikuti kegiatan tertentu di sekolah c. adm. pendaftaran


(6)

7. Suku yang mendominasi tempat tinggal anda: a.

b. c. d. dst