Evaluasi Kesesuaian Lahan Kabupaten Dairi untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)

TINJAUAN PUSTAKA

Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)
Kopi Robusta (Coffea canephora) masuk ke Indonesia pada tahun 1900-an
(Gandul, 2010). Kopi ini ternyata tahan penyakit karat daun, dan memerlukan
syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedang produksinya jauh lebih
tinggi. Oleh karena itu kopi ini cepat berkembang, dan mendesak kopi-kopi
lainnya. Saat ini lebih dari 90 % dari areal pertanaman kopi Indonesia terdiri atas
kopi Robusta (Prastowo, dkk, 2010).
Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl., ex De Willd) termasuk dalam kelas
Dicotyledonae dan bergenus Coffea dari famili Rubiaceae. Jenis kopi ini memiliki
akar tunggang yang tumbuh tegak lurus sedalam hampir 45 cm dengan warna
kuning muda. Batang dan cabang-cabang kopi Robusta dapat tumbuh hingga
mencapai ketinggian 2 – 5 m dari permukaan tanah atau mungkin juga lebih,
tergantung didaerah mana kopi tersebut tumbuh. Benih Robusta berbentuk oval
dan biasanya lebih kecil daripada kopi arabika. Kopi tumbuh baik pada zona
20 °LU – 20 °LS pada Elevasi 400 – 800 m DPL dan dengan temperatur rata-rata
tahunan 24-30 °C. Pada umumnya ketinggian atau elevasi lokasi tumbuh tanaman
kopi sangat berpengaruh terhadap besarnya biji kopi, jika berada di tempat yang
lebih tinggi maka biji kopi akan menjadi lebih besar. Beberapa varietas yang
termasuk kopi robusta antara lain Quillou, Uganda, dan Chanephora, ketiga

varietas tersebut masing-masing memiliki karakter fisik dan sifat yang berbeda
(http://www.bironk.com/robusta-coffee, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta di Indonesia
adalah belum digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai dengan
agroekosistem

tempat

tumbuh

kopi

robusta.

Umumnya

petani


masih

menggunakan bahan tanam dari biji berasal dari pohon yang memiliki buah lebat
atau bahkan dari benih sapuan. Salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas kopi robusta adalah dengan perbaikan bahan tanam. Penggantian
bahan tanam anjuran dapat dilakukan secara bertahap, baik dengan metode
sambungan di lapangan pada tanaman kopi yang telah ada, maupun penanaman
baru dengan bahan tanaman asal setek. Adapun klon-klon kopi robusta yang
dianjurkan adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP 358, BP 409, dan SA 203. Oleh
karena kopi robusta bersifat menyerbuk silang, maka penanamannya harus
poliklonal, dapat 3-4 klon untuk tiap hamparan kebun. Demikian pula sifat kopi
robusta yang sering menunjukkan reaksi berbeda apabila ditanam pada kondisi
lingkungan berbeda, Komposisi klon kopi robusta untuk suatu lingkungan tertentu
harus berdasarkan pada stabilitas daya hasil, kompatibilitas (keserempakan saat
berbunga) antar klon untuk kondisi lingkungan tertentu serta keseragaman ukuran
biji (Prastowo, dkk, 2010).
Syarat Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)
Persyaratan tumbuh kopi robusta berdasarkan kriteria kesesuaian lahan
Djaenudin, dkk (2003) adalah kopi robusta tumbuh dan berproduksi pada kisaran

suhu 19-32 °C. Tanaman kopi robusta dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang
kedalamannya minimum 50 cm, tekstur liat sampai lempung berliat, konsistensi
gembur, permeabilitas sedang, drainase baik, subur, reaksi tanah (pH) berkisar
antara 4,5-7,0 yang optimum antara 4,3-6,0. Potensi produksi kopi robusta yang

Universitas Sumatera Utara

diusahakan pada berbagai kondisi lahan dan manajemen untuk skala komersial
adalah 1,0-2,0 Ton/Ha, sedangkan untuk perkebunan rakyat 0,5-1,2 Ton/Ha.
Tabel 1. Persyaratan
(Coffea robusta Lindl.)
Persyaratan
tumbuh/Karakteristik
lahan
Suhu (tc)
Suhu tahunan rata-rata
(ºC)

Tumbuh


Tanaman

Kopi

Robusta

Kelas Kesesuaian Lahan
S1

S2

S3

N

22 - 25

22 – 28

19 - 22

28 - 32

< 19
> 32

1750 – 2000
3000 – 3500
3–5

1500 – 1750
3500 – 4000
5–6

80 – 90;
35 – 45

> 90;
30 - 35

Baik


Sedang

Agak
terhambat, agak
cepat

Terhambat,
sangat
terhambat,
cepat

Keadaan perakaran
(rc)
Tekstur tanah
Fraksi kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)

Halus, agak
halus, sedang

< 15
> 100

15 – 35
75 – 100

Agak kasar,
sangat halus
35 – 60
50 – 75

Kasar, sangat
halus
> 60
< 50

Ketersediaan hara
( nr)
KTK liat (cmol/kg)
Kejenuhan basa (%)

pH H 2 O

> 16
> 20
5.3 – 6.0

Ketersediaan air (wa)
Curah hujan tahunan
rata-rata (mm)
Jumlah bulan kering
(month)
Kelembaban nisbi (%)
Ketersediaan oksigen
(oa)
Drainase

C-organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m)
Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)
Tingkat bahaya erosi
(eh)
Bahaya banjir (fh)
Banjir
Penyiapan tanah (lp)
Batuan permukaan (%)
Singkapan batuan (%)

2000 – 3000
2–3
45 - 80

< 1500
> 4000
>6
< 30

> 0.8


≤ 16
≤ 20
6.0 – 6.5
5.0 – 5.3
≤ 0.8

2

30; > 50
Sangat berat

F0

F0

F1

> F1

25


> 6.5
< 5.3

Sumber: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2011).

Universitas Sumatera Utara

Curah hujan yang sesuai untuk kopi seyogyanya adalah 1500 – 2500 mm
per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan suhu rata-rata 15-25 0C
dengan lahan kelas S1 atau S2 (Puslitkoka, 2006). Ketinggian tempat penanaman
akan berkaitan juga dengan citarasa kopi (Prastowo, dkk, 2010).
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk
tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah
teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan
penggunaan lahan sesuai dengan keperluan (Ritung, dkk, 2007).
Klasifikasi Kemampuan Lahan (Land Capabillity Classification) adalah
penilaian

lahan

(komponen-komponen

lahan)

secara

sistematik

dan

pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang
merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaanya secara lestari.
Klasifikasi Kesesuaian Lahan (Land Suitabillity Classification) adalah penilaian
dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian
absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Kemampuan lahan dipandang
sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan
umum, sedangkan kesesuaian lahan dipandang sebagai kenyataan adaptabilitas
(kemungkinan penyesuaian) sebidang lahan bagi suatu macam penggunaan
tertentu. Sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang essensial antara kemampuan
lahan dan kesesuaian lahan (Arsyad, 2010).
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat
dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit.
Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian

Universitas Sumatera Utara

lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang
tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam
tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing
skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan
tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang
tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai
(S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang
tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk
pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan
atas

Kelas

sesuai

(S),

sesuai

bersyarat

(CS)

dan

tidak

sesuai

(N)

(Ritung, dkk, 2007).
Struktur klasifikasi lahan menurut sistem FAO (1976) didasarkan pada
kelas- kelas kesesuaian lahan sebagai berikut :


Kelas S1: Sangat sesuai (Highly Suitable) yaitu lahan tidak mempunyai
faktor pembatas yang serius untuk menerapkan pengolahan yang di
berikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata
terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan yang biasa
dilakukan.



Kelas S2: Cukup sesuai (Moderatly Suitable) yaitu lahan mempunyai
pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya yang
harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dari keuntungan
dan perlu meningkatkan masukan yang diperlukan.



Kelas S3: Kurang sesuai (Marginally Suitable) yaitu lahan mempunyai
pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengolahannya yang

Universitas Sumatera Utara

harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan
atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.


Kelas N1: Tidak sesuai saat ini (Currently Suitable) yaitu lahan
mempunyai

pembatas

yang

sangat

serius,

tetapi

masih

dapat

memungkinkan untuk diatasi hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat
pengolahan model normal. Keadaan pembatas sedemikian seriusnya
sehingga mencegah kelangsungan penggunaan lahan.


Kelas N2: Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not Suitable) yaitu
lahan

mempunyai

pembatas

permanen

untuk

mencegah

segala

kemungkinan kelangsungan penggunaan lahan.
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat
biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh
tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian
lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang
dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau
lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih
memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan
tanaman yang lebih sesuai (Ritung, dkk, 2007).
Survei Tanah
Hasil pemetaan tanah tanpa diikuti oleh rekomendasinya tidak akan
memberikan informasi dan kontribusi yang berguna dan tepat guna untuk
mendukung program pembangunan pertanian. Oleh karena itu, data sumber daya

Universitas Sumatera Utara

lahan yang diperoleh dari kegiatan pemetaan tanah harus ditindaklanjuti dengan
interpretasinya melalui evaluasi lahan (Djaenudin, 2009).
Survei dan pemetaan tanah biasanya termasuk interpretasi untuk tujuan
perencanaan penggunaan lahan dalam bentuk klasifikasi kemampuan lahan dan
klasifikasi kesesuaian lahan. Tujuan klasifikasi tersebut adalah memberikan
arahan perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan yang
berkelanjutan. Pakar tanah mempunyai peranan dalam mengevaluasi kondisi
lingkungan fisik, walaupun hal ini harus memperhitungkan juga teknologi dan
konsekuensi sosial ekonomi masyarakat di wilayah tertentu (Sutanto, 2005).
Sebuah peta tanah dalam survei tanah adalah representasi dari pola tanah
di lanskap. Skala dari peta dan kompleksitas dari pola tanah menentukan apa yang
dapat ditampilkan pada peta tanah. Dalam merancang survei tanah, penggunaan
proyeksi survei dan kompleksitas pola tanah sangat menentukan skala peta tanah.
Bila menggunakan peta tanah, ingat bahwa skala, akurasi, dan detail yang tidak
sama. Skala adalah hubungan antara jarak yang sesuai pada peta dan aktual
jarak di tanah. Akurasi adalah derajat atau presisi dengan memetakan informasi
yang diperoleh, diukur, dan dicatat, dan detail sesuai jumlah informasi yang
ditampilkan. Peta skala, akurasi, dan detail yang saling terkait. Sebuah peta skala
besar belum tentu lebih akurat dibandingkan peta skala kecil, namun, peta
berskala besar umumnya menunjukkan lebih detail dibandingkan peta skala kecil.
Peta tanah yang dibuat dengan menggunakan metode penelitian lapangan.
Keakuratan peta ditentukan oleh banyak faktor, termasuk kompleksitas
tanah, desain unit tanah peta, intensitas pengamatan lapangan dan pengumpulan
data, dan keterampilan mapper (USDA, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Berbagai model evaluasi lahan yang telah dikembangkan menurut PPPTA
(2005), salah satu diantaranya adalah LECS (A Land Evaluation Computer System
Methodology and User Manual) (Wood and Dent, 1983). LECS dipakai oleh
Pusat Penelitian Tanah pada LREP-I (Land Resource Evaluation and Planning
Project), tahun 1987-1990. Hasil LREP-I adalah tersedianya data dan informasi
potensi sumber daya lahan nasional dalam bentuk Database Sumber Daya Lahan
dengan berbagai skala dan format, baik tabular maupun spasial (Arsyad, 2010).
Oleh Rossiter dan Van Wambekke (1997) dalam Ritung, dkk (2007)
menjelaskan berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan
parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan
karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman.
Prosedur

pengembangan

kelas

kemampuan

lahan

pertama

kali

dipublikasikan oleh Norton di dalam Soil Conservation Survey Handbook tahun
1939, meskipun ide mengenai kelas kemampuan lahan telah muncul jauh
sebelumnya (Helms, 2005). Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke dalam
tiga kategori utama yaitu Kelas, Subkelas, dan Satuan Kemampuan (capability
unit) atau Satuan Pengelolaan (management unit). Pengelompokan di dalam kelas
didasarkan atas intensitas faktor penghambat (Arsyad, 2010).
Pada dasarnya, sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan oleh
USDA dan dikemukakan dalam Agricultural Handbook No. 210 (Klingebiel dan
Montgomery, 1961). Sistem ini dibagi dalam tiga kategori, yaitu kelas, sub-kelas,
dan unit. Penggolongan kedalam kategori tersebut berdasarkan atas kemampuan

Universitas Sumatera Utara

lahan tersebut untuk produksi pertanian secara umum tanpa menimbulkan
kerusakan dalam jangka panjang (Sutanto, 2005).
Jika survey sumberdaya lahan telah dilaksanakan dan data telah dianalisis,
proses klasifikasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) metode parametrik
dan (2) metode faktor penghambat. Pada metode parametrik kualitas lahan atau
sifat-sifat lahan yang mempengaruhi kualitas lahan diberi nilai dari 10 sampai 100
atau 1 sampai 10. Kemudian setiap nilai digabungkan dengan penambahan atau
perkalian dan ditetapkan selang nilai untuk setiap kelas. Dengan nilai tertinggi
untuk kelas terbaik dan berkurang dengan semakin kecilnya selang nilai. Dengan
metode faktor penghambat, maka setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan
diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil
hambatan atau ancamannya sampai yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria
untuk setiap kelas. Penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan
berurutan semakin besar hambatan semakin rendah pula kelasnya.
(Arsyad, 2010).
Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian
Penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan dapat dioptimalkan
apabila didukung informasi karakteristik lahan yang lengkap. Informasi tersebut
dapat berupa cakupan areal efektif yang dapat diusahakan, kondisi biofisik
wilayah, dan pertumbuhan serta produksi tanaman (Karim, dkk, 2008).
Untuk memperoleh lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu
kriteria lahan yang dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan
digunakan kriteria klasifikasi lahan yang sudah dikenal, baik yang bersifat umum
maupun yang khusus. Tetapi pada umumnya disusun berdasarkan pada sifat-sifat

Universitas Sumatera Utara

yang dikandung lahan, artinya hanya pada sampai pada pembentukan kelas
kesesuaian lahan, sedangkan menyangkut produksi hanya berupa dugaan
berdasarkan potensial kelas kesesuaian lahan yang terbentuk (Karim, dkk, 1996).
Karakteristik lahan yang berhubungan erat dengan evaluasi kesesuaian
lahan adalah :
Iklim
1. Temperatur
Tidak seperti hewan yang bersifat homeothermic, tanaman tingkat tinggi
tidak mampu mempertahankan sel-sel dan jaringannya pada suhu temperatur
optimum yang konstan dan area itu daun, batang, dan akarnya biasanya berada
dalam kisaran beberapa derajat dari suhu udara dan tanah sekelilingnya. Karena
hal tersebut, pertumbuhan dan metabolisme tanaman sangat dipengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan (Hanum, 2011).
Tanaman kina dan kopi, misalnya, menyukai dataran tinggi atau suhu
rendah, sedangkan karet, kelapa sawit dan kelapa sesuai untuk dataran rendah.
Pada daerah yang data suhu udaranya tidak tersedia, suhu udara diperkirakan
berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat,
semakin rendah suhu udara rata-ratanya dan hubungan ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Braak (1928) :
26,3 C (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6 C)
(Ritung, dkk, 2007).
Untuk tanaman di daerah sedang, suhu optimum untuk fotosintesa lebih
rendah dibanding suhu optimum untuk respirasi, akibatnya tanaman penghasil
tepung seperti jagung dan kentang memberikan hasil lebih tinggi di daerah

Universitas Sumatera Utara

beriklim sejuk disbanding daerah yang lebih panas. Temperatur udara dipengaruhi
oleh letak tempat pada suatu lintang (latitude), tinggi tempat dari muka laut
(altitude), dan kandungan air (kelembaban) (Damanik, dkk, 2011).
2. Curah Hujan
Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting untuk pertanian
tropis, baik pada keadaan berlebih maupun kurang. Penyebaran curah hujan
merupakan kriteria utama yang digunakan untuk mengelompokkan iklim tropis,
seperti musim hujan atau musim kering. kelembaban merupakan faktor pembatas
pada sekitar ¾ lahan yang dapat di tanami di daerah tropis. Curah hujan semusim
bervariasi dari nol hingga 10.000 mm dan secara umum menurun dengan
menaiknya lintang, tetapi bentuk wilayah dan kondisi lainnya saling berhubungan
juga (Damanik, dkk, 2011).
Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam
jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah.
Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan
bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah
hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan 100 mm) dan bulan kering ( 90 cm (dalam), Ke-2 = 50-90 cm (sedang), Ke-3
= 25-50 cm (dangkal), dan Ke-4 = < 25 cm (sangat dangkal).
3. Permeabilitas
Permeabilitas adalah kualitas tanah untuk meloloskan air atau udara, yang
diukur berdasarkan besarnya aliran yang melalui satuan tanah yang telah dijenuhi
terlebih dahulu per satuan waktu tertentu. Permeabilitas sangat dipengaruhi oleh
tekstur, struktur, dan porositas. Permeabilitas diukur berdasarkan horizon tertentu
(Sutanto, 2005).
Air keluar dari suatu areal tertentu dapat melalui beberapa bentuk seperti
aliran permukaan (Surface runoff), aliran bawah permukaan (Subsurface flow),
aliran bawah tanah (Ground waterflow), dan aliran sungai (Stream flow)
(Arsyad, 2010).
4. Drainase
Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut; (d 0 ) berlebihan, air lebih
segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air yang ditahan oleh tanah sehingga
tanaman akan segera mengalami kekurangan air. (d 1 ) baik, tanah mempunyai
peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas samapai ke bawah (150 cm)
berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak kuning, coklat atau
kelabu. (d 2 ) agak baik, tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah
perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, cokelat, atau kelabu
pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah. (d 3 ) agak buruk, lapisan tanah
atas mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna
kuning, kelabu, atau coklat. Bercak-bercak ditemukan pada seluruh lapisan bagian

Universitas Sumatera Utara

bawah. (d 4 ) buruk, bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna
atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat, dan kekuningan. Dan (d 5 ) sangat
buruk, seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah
lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak berwarna kebiruan,
atau terdapat air yang menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama.
(Arsyad, 2010).
Aliran permukaan sangat tergantung pada kemiringan tanah dan tekstur.
Aliran permukaan pada tanah pasir lebih kecil daripada aliran permukaan pada
tanah lempung. Hasil aliran permukaan adalah terjadinya perkolasi. Pada
permukaan yang datar, perkolasi sama besarnya dengan presipitasi (evaporasi).
Pada permukaan yang miring, perkolasi lebih kecil daripada presipitasi
(evaporasi). Pada cekungan, perkolasi lebih besar daripada presipitasi (evaporasi)
(Sutanto, 2005).
Cara keluarnya atau cara mengeluarkan air lebih dari tanah dapat melalui
permukaan tanah berupa aliran permukaan atau melalui aliran ke bawah di dalam
profil tanah. Jika air lebih tersebut terdapat terutama di atas permukaan tanah dan
pembuangannya melalui permukaan tanah, maka proses pembuangannya dikenal
sebagai drainase permukaan (Arsyad, 2010).
5. Bahaya Erosi
Arsyad (2010) mengklasifikasikan kelas erosi sebagai sangat ringan
apabila < 0,15 % lapisan atas hilang, ringan apabila 0,15-0,9 % lapisan atas
hilang. Kelas sedang apabila 0,9-1,8 % lapisan atas dan bawah hilang, kelas berat
apabila 1,8-4,8 % lapisan bawah hilang, dan termasuk sangat berat apabila > 4,8
% lapisan bawah hilang.

Universitas Sumatera Utara

Konsekuensi terjadinya limpasan permukaan (run off) adalah partikel
tanah terangkut dalam bentuk suspensi dari tempat yang lebih tinggi ke tempat
yang lebih rendah. Bahan terangkut (sedimen) diendapkan di bagian cekungan
(lembah). Kebanyakan tanah-tanah pertanian di wilayah atasan mempunyai
kecenderungan mempercepat terjadinya erosi, karena pengolahan tanah yang
buruk, penebangan tanaman penutup tanah pada lahan miring, pengolahan tanah
menyilang kontur, dan penanaman tidak sejajar/menyilang kontur (Sutanto, 2005).
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga
mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memungkinkan
penyerapan

air

oleh

tanah.

Dengan

demikian

maka

erosi

berkurang

(Arsyad, 2010).
6. Bahaya Banjir
Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan
pertanian

karena

sangat

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan

tanaman.

(Hardjowigeno, 1995) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut; (f0)
apabila tidak ada banjir dalam periode satu tahun, (f1) apabila ringan yaitu dalam
periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak, (f2) sedang yaitu
selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir. (f3) apabila agak berat yaitu selama
2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir. (f4) apabila berat yaitu selama 6 bulan
lebih dalam setahun dilanda banjir.
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X)
dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara
dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y.

Universitas Sumatera Utara

(dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir)
(Ritung, dkk, 2007).
7. Topografi
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang paling
berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Unsur lain yang mungkin
berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng. Kemiringan lereng
dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak 100 m yang
mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100%
sama dengan kecuraman lereng 450 (Arsyad, 2010).
Ketinggian permukaan tanah, kemiringan, dan aspek kemiringan (utara,
selatan, timur, dan barat) berpengaruh terhadap hubungan permukaan tanah dan
kedalaman air tanah, ketahanan terhadap erosi, dan gerakan air lateral di dalam
tanah. Di samping itu, juga mempengaruhi iklim mikro dan sebaran tumbuhan
(Sutanto, 2005).
Pada lereng yang lebih curam dari 8% atau tanah yang lebih peka erosi,
guludan mungkin tidak akan mampu mengurangi erosi sampai batas laju erosi
yang masih dapat dibiarkan. Dalam keadaan ini dapat digunakan metode lain yaitu
guludan bersaluran. Guludan bersaluran juga dibuat memanjang menurutarah
garis kontur atau memotong lereng (Arsyad, 2010).
8. Batuan Permukaan
Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah
dan berdiameter lebih besar dari 25 cm berbentuk bulat atau bersumbu
memanjang lebih dari 40 cm berbentuk gepeng. (Arsyad, 2010) mengelompokkan
penyebaran batuan diatas permukaan tanah sebagai berikut: (b0) apabila kurang

Universitas Sumatera Utara

dari 0,01 % luas areal (tidak ada), (b1) apabila 0,01 – 3 % (sedikit), (b2) apabila 3
– 15 % (sedang). (b3) apabila 15 – 90 % (banyak), dan (b4) apabila besar dari
90 % (sangat banyak).
Batuan merupakan bahan dasar mineral tanah. Tanah yang belum
bekembang mempunyai karakteristik yang cukup dekat antara sifat batuan induk
dan sifat tanah (latosol). Sifat bahan induk tanah juga berpengaruh terhadap aras
perkembangan tanah dan kecepatan faktor lain dalam mempengaruhi proses
pembentukan tanah. Karakteristik batuan dapat dipilahkan menjadi beberapa
kelompok berdasarkan: kompisisi mineral dan kimiawi, sifat fisik batuan (struktur
dan tekstur), dan relief permukaan batuan (Sutanto, 2005).
Batuan singkapan adalah batuan terungkap diatas permukan tanah yang
merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam di dalam tanah.
(Arsyad, 2010) mengelompokkan penyebaran batuan singkapan sebagai berikut;
(b0) apabila kurang dari 2% (tidak ada), (b1) 2 - 10% (sedikit), (b2) apabila 10 50% (sedang), (b3) 50 - 90% (banyak), dan (b4) apabila lebih dari 90% (sangat
banyak).
Sifat Kimia Tanah
1. pH Tanah
Ada empat bentuk kemasaman tanah, berkaitan dengan mudah tidaknya
dinetralkan, yaitu kemasaman aktif atau kemasaman aktual adalah kemasaman
yang berhubungan dengan aktivitas ion H+ di larutan tanah. Kemasaman dapat
dipertukarkan atau kemasaman yang dapat digantikan garam adalah kemasaman
yang berhubungan dengan ion H+, Al3+, dan Fe3+ yang teradsorpsi di permukaan
koloid tanah. Kemasaman residual atau disebut juga kemasaman yang tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

dipertukarkan oleh kation Al3+, Fe3+, dan H+, tetapi kation-kation ini lebih kuat
terikat ditanah. Kemasaman potensial merupakan kemasaman dari hasil oksidasi
bahan induk yang tak terhancurkan, seperti Pyrit (Mukhlis dkk, 2011).
Tanah harus dapat dipertahankan pada kisaran pH optimum karena pH
tanah mempengaruhi ketersediaan hara dan terjadinya flokulasi lempung. Untuk
menanggulangi keasaman, pengelolaan tanah yang sering kali dilakukan adalah
pengapuran (kapur, kapur tohor, dolomit, kalsit). Cara ini tidak selalu berhasil
dengan baik, terutama untuk tanah-tanah yang mempunyai koloid bermuatan
terubahkan (variable charge coloid) di wilayah tropika basah (Sutanto, 2005).
pH rendah merupakan salah satu kendala apabila tanah tersebut
dipergunakan untuk usaha tani atau budidaya, sehingga tanah ini perlu ada upaya
pengapuran untuk meningkatkan pH. Dengan pH mendekati netral transfer kationkation akan lebih mudah, sehingga hara dalam keadaan tersedia untuk
pertumbuhan tanaman (Soewandita, 2008).
Dalam banyak kasus, kesuburan tanah diperbaiki dengan pengapuran
tanah-tanah masam ke pH 6-7. Kebanyakan tanaman tumbuh baik pada kisaran
pH tersebut. Pada reaksi tanah ini, konsentrasi Ca, Mg, dan P tersedia cukup
untuk pertumbuhan tanaman. Tingkat kadar hara mikro dalam larutan tanah juga
mencukupi. Terdapat juga kegiatan jamur dan bakteri (Tan, 1998).
Berdasarkan tingkat relatif kemasaman, tanah-tanah dipisahkan ke dalam
beberapa kelas kemasaman atau kebebasan. Biasanya tanah-tanah masam umum
dijumpai di daerah iklim basah. Dalam tanah-tanah tersebut, konsentrasi ion H+
melebihi konsentrasi ion OH-. Tanah-tanah ini dapat mengandung Al, Fe, dan Mn
terlarut dalam jumlah besar. Tanah-tanah alkalin kebanyakan terdapat di daerah-

Universitas Sumatera Utara

daerah beriklim agak kering hingga kering. akibat reaksi alkalinnya, tanah-tanah
tersebut hanya mengandung sedikit Al, Fe dan Mn terlarut (Tan, 1998).
Kemasaman tanah (pH) merupakan faktor penting untuk menentukan
kelarutan unsur yang cenderung seimbang dengan fase padat. Kelarutan oksida
dan hidroksida Al dan Fe langsung ditentukan oleh OH-. Semakin tinggi pH suatu
tanah semakin sukar pula senyawa itu terlarut. Ion H+ bersaing langsung dengan
kation penerima pasangan elektron seperti Cu dan Zn terhadap tempat yang sangat
rumpil, dan oleh karena itu kelarutan senyawa kompleks Cu dan Zn bertambah
dengan menurunnya pH tanah (Damanik dkk, 2011).
2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation tanah dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan
koloid tanah dalam menyerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya
dinyatakan dalam milliekuivalen per 100 gram. Kation-kation yang berbeda dapat
mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang diserap.
Jumlah ion yang diserap sering tidak setara dengan yang ditukarkan. Ion-ion
divalen biasanya diikat lebih kuat dari pada ion-ion monovalen, sehingga lebih
sulit untuk dipertukarkan (Tan, 1998).
Besarnya KTK suatu tanah ditentukan oleh faktor-faktor berikut: (1)
Tekstur tanah, tanah yang bertekstur liat akan memiliki nilai KTK yang lebih
besar dibandingkan tanah yang bertekstur pasir. Hal ini karena liat merupakan
koloid tanah. (2) Kadar bahan organik, oleh karena sebagian bahan organik
merupakan humus yang berperan sebagai koloid tanah, maka semakin banyak
bahan organik akan semakin besar nilai KTK tanah. (3) Jenis mineral liat yang

Universitas Sumatera Utara

terkandung

di

tanah

sangat

menentukan

besarnya

KTK

tanah

(Mukhlis, dkk, 2011).
Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubunganya
dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan
menyediakan unsur hara lebih baik dibandingkan tanah dengan KTK rendah.
Makin banyak kation-kation yang dapat dipertukarkan dalam tanah maka
kandungan hara tidak akan mudah tercuci oleh air (Hardjowigeno, 1995).
3. Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation
basa dengan jumlah semua kation-kation (kation basa dan kation asam) yang
terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat
diserap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut..
Kejenuhan basa (KB) merupakan sifat yang berhubungan dengan KTK, yang
dapat didefenisikan sebagai berikut: %KB = (Basa-basa tukar / KTK) x 100%
Kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan
tanaman. Disamping itu basa-basa umumnya mudah tercuci sehingga tanah
dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak
mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno, 1995).
Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah,
kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat
kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya >
80%, kesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50-80 %, dan tidak subur
jika kejenuhan basanya < 50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80%
akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah dari pada tanah

Universitas Sumatera Utara

dengan kejenuhan basa 50%. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk
meningkatkan persen kejenuhan basa (Tan, 1998).
4. C-organik
Kadar C organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral biasanya
mengandung C organik antara 1 hingga 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan
organik tanah hutan dapat mengandung 40 sampai 50% C organik dan biasanya
4 mmhos/cm pada 25 ̊C dan PNT < 15%. tanah salinalkali adalah tanah dengan DHL

> 4 mmhos/cm pada 25 ̊C dan PNT > 15%.

Tanah bukan salin alkali dicirikan dengan DHL < 4 mmhos/cm pada 25 ̊C dan
PNT > 15%. Pada DHL antara 2-4 mmhos/cm, hanya tanaman yang sangat rentan
akan terpengaruh, sedang pada nilai < 2 mmhos/cm pengaruh salinitas kecil dapat
diabaikan (Tan, 1998).
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Provinsi Sumatera Utara, selain dikenal karena keindahan alam dan
budayanya juga dikenal sebagai daerah penghasil kopi arabika dan robusta terbaik
di dunia, seperti: kopi Sidikalang yang berasal dari dataran tinggi Dairi dan kopi
Mandailing yang berasal dari Mandailing Natal. Adanya produksi kopi ini yang
telah memberikan kontribusi penting pada perekonomian masyarakat dan daerah.
Baik melalui perdagangan kopi secara langsung, produk olahan dan sektor jasa.
Keadaan ini tentunya didukung oleh letak geografis, suhu dan curah hujan yang

Universitas Sumatera Utara

sesuai untuk pertumbuhannya sehingga luas kebun kopi cenderung bertambah
(Arief, dkk, 2011).
Kabupaten Dairi mempunyai Luas 192.780 Ha atau sekitar 2,69 % dari
luas Propinsi Sumatera Utara (7.160.000 ha). Kabupaten Dairi terletak sebelah
Barat Daya Propinsi Sumatera Utara. Sebagian besar Kabupaten Dairi terdiri dari
dataran tinggi dan berbukit-bukit. Kabupaten tersebut terletak antara 98000'98030' BT dan 2015'00''- 3000'00" LU. Sebagian besar tanahnya berupa gununggunung dan bukit-bukit dengan kemiringan bervariasi sehingga terjadi iklim hujan
sub tropis. Kota Sidikalang adalah ibukota Kabupaten Dairi (BPS, 2012).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2012) yakni Luas Kecamatan
Sidikalang 70,67 Km2. Dari luas kecamatan tersebut terdapat luas tanah sawah
679 Ha. Rata-rata produksi padi sawah 3,68 ton/Ha. Tanaman palawija yang
paling dominan adalah jagung. Tanaman keras yang paling banyak adalah kopi
(kopi arabika) kemudian kemenyan, tingkat produktivitas kopi adalah 575 kg/Ha.

Universitas Sumatera Utara