Evaluasi Kesesuaian Lahan Kabupaten Dairi untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)

(1)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Lokasi Pengambilan Titik Sampel Titik

Sampel Koordinat Desa Kecamatan Jenis Kopi

1 Lat. 2.867 Desa

Sumungun

Siempat Nempu

Hilir Robusta

Long. 98.083

2 Lat. 2.854 Desa Bakal Gajah

Silima

Pungga-Pungga Robusta

Long. 98.114

3 Lat. 2.860 Desa Janji Siempat Nempu

Hilir Robusta

Long. 98.130

4 Lat. 2.857 Desa Pulu Parongging

Siempat Nempu

Hilir Robusta

Long. 98.133

5 Lat. 2.837 Desa Siboras Silima

Pungga-Pungga Robusta

Long. 98.134

6 Lat. 2.828 Desa Parongil Silima

Pungga-Pungga Robusta

Long. 98.144

7 Lat. 2.832 Desa Kuta Limbaru

Siempat Nempu

Induk Robusta

Long. 98.171

8 Lat. 2.811 Desa Juma Siulok

Siempat Nempu

Induk Robusta

Long. 98.212

9 Lat. 2.741 Desa Lae

Nuaha

Siempat Nempu

Hulu Robusta

Long. 98.242

10 Lat. 2.829 Desa Pasi Berampu Robusta

Long. 98.267

11 Lat. 2.765 Desa Lae Pangoaran

Siempat Nempu

Hilir Robusta

Long. 98.276

12 Lat. 2.822 Desa Tiga Baru Pegagan Hilir Robusta

Long. 98.374 Arabika

13 Lat. 2.826 Desa Juma

Ramba Sumbul Robusta

Long. 98.374

14 Lat. 2.731 Desa Sitinjo Sitinjo Robusta Long. 98.372

15 Lat. 2.777 Desa

Silamboya

Siempat Nempu

Hulu Robusta

Long. 98.298

16 Lat. 2.750 Desa Lingga

Tengah Pegagan Hilir

Robusta


(2)

Lampiran 2. Data Curah Hujan (mm) Kabupaten Dairi Tahun 2006 – 2010

Bulan 2006 2007 2008 2009 2010

Januari 140 65 245 195 280

Februari 141 65 179 82 124

Maret 178 62 113 335 101

April 183 62 321 299 287

Mei 152 68 372 90 247

Juni 123 114 303 137 251

Juli 112 114 193 72 97

Agustus 145 66 268 195 74

September 129 66 235 262 138

Oktober 182 254 204 269 57

November 250 150 365 246 190

Desember 212 123 308 298 231

TOTAL 1.947 1.209 3.106 2.480 2.077

Rata-Rata

Bulanan 162,25 100,75 258,83 206,66 173,08 Lampiran 3. Data Suhu Udara (°C) Kabupaten Dairi Tahun 2006 – 2010

Bulan 2006 2007 2008 2009 2010

Januari 20,5 21,4 21,8 20,3 19,7

Februari 20,1 21,1 20,4 19,6 18,9

Maret 21,1 21,3 22,0 21,2 20,7

April 21,1 22,1 22,1 21,3 20,8

Mei 21,9 22,1 20,3 21,5 21,1

Juni 21,4 22,4 22,1 21,1 20,8

Juli 20,9 21,6 21,4 20,7 20,5

Agustus 21,1 21,9 21,4 21,0 21,0

September 21,2 22,1 21,3 21,1 20,6

Oktober 21,1 22,2 21,8 21,3 19,1

November 21,2 22,2 21,3 23,1 20,7

Desember 21,1 21,9 21,7 21,4 19,2

TOTAL 252,7 262,3 257,6 253,6 243,1


(3)

Lampiran 4. Data Persyaratan Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)

Persyaratan tumbuh/Karakteristik

lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Suhu (tc) Suhu tahunan rata-rata

(ºC) 22 - 25

- 22 – 28

19 - 22 28 - 32

< 19 > 32 Ketersediaan air (wa)

Curah hujan tahunan rata-rata (mm) Jumlah bulan kering

(month) Kelembaban nisbi (%)

2000 – 3000 2 – 3 45 - 80

1750 – 2000 3000 – 3500

3 – 5 80 – 90;

35 – 45

1500 – 1750 3500 – 4000

5 – 6 > 90; 30 - 35

< 1500 > 4000 > 6 < 30 Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik Sedang

Agak terhambat, agak cepat Terhambat, sangat terhambat, cepat Keadaan perakaran (rc) Tekstur tanah Fraksi kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Halus, agak halus, sedang

< 15 > 100

- 15 – 35 75 – 100

Agak kasar, sangat halus 35 – 60 50 – 75

Kasar, sangat halus > 60 < 50 Ketersediaan hara ( nr) KTK liat (cmol/kg) Kejenuhan basa (%)

pH H2O

C-organik (%)

> 16 > 20 5.3 – 6.0

> 0.8

≤ 16 ≤ 20 6.0 – 6.5 5.0 – 5.3 ≤ 0.8

> 6.5 < 5.3 Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) < 1 - 1 - 2 > 2

Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Tingkat bahaya erosi

(eh)

< 8 Sangat rendah

8 – 16 Rendah –

sedang

16 – 30;16 – 50 Berat

> 30; > 50 Sangat berat Bahaya banjir (fh)

Banjir F0 F0 F1 > F1

Penyiapan tanah (lp) Batuan permukaan (%)

Singkapan batuan (%)

< 5 < 5

5 – 15 5 – 15

15 – 40 15 – 25

> 40 > 25


(4)

DAFTAR GAMBAR


(5)

(6)

Gambar 3. Peta Kelas Kesesuaian Lahan S3 (Kurang Sesuai) Untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta L.)

Gambar 4. Peta Kelas Kesesuaian Lahan N (Tidak Sesuai) Untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta L.)


(7)

Gambar 5. Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta L.)

Gambar 6. Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L.)


(8)

Gambar 7. Pencatatan Koordinat Pengambilan Titik Sampel

Gambar 8. Pengambilan Sampel


(9)

Gambar 9. Persiapan Sampel

Gambar 10. Pengerjaan Analisis Laboratorium


(10)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, M. C. W., M. Tarigan, R. Saragih, I. Lubis, dan F. Rahmadani. 2011. Panduan Sekolah Lapangan: Budidaya Kopi Konservasi, Berbagi Pengalaman dari Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Conservation International Indonesia. Jakarta.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bandung.

Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Dairi Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi. Sidikalang.

Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Sidikalang Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi. Sidikalang.

Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Djaenudin, U. D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-9474-25-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.

Djaenudin, U. D. Prospek Penelitian Potensi Sumberdaya Lahan di Wilayah Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(4). 2009: 243-257. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya lahan Pertanian. Bogor. Ernawati, Rr., R. W. Arief, dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Kopi

Poliklonal. Seri Buku Inovasi: BUN/14/2008. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.

FAO. 1976. A Framework of Land Evaluation. FAO Soil Bull. No. 32/I/ILRI Publ. No. 22. Rome, Italy. 30h.

Foth, H. D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Edisi Keenam. University Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Hanafiah, A. S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. USU Press. Medan.

Hanum, C. 2011. Ekologi Tanaman. USU Press. Medan.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. hal; 6, 48, 219.


(11)

http://www.bironk.com/robusta-coffee (2012). Referensi Kopi Indonesia. Diakses pada tanggal 18 Februari 2013.

Karim, A. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan Kopi Arabika Tinjauan Ketersediaan dan Pengelolaan Hara di Bener Meuriah. Makalah Pelatihan Penyuluh Pertanian Lapangan Kabupaten Bener Meuriah, Pondok Gajah, 10 – 12 Desember 2007. Banda Aceh.

Karim, A., U. S. Wiradisastra, Sudarsono, dan Yahya, S. 1996. Evaluasi Kesesuaian Lahan Kopi Arabika Catimor di Aceh Tengah. J. Tanah Trop. No. 3.

Karim, A., Sugianto, dan S. Hajar. 2008. Penilaian Karakteristik Lahan untuk Kedelai di Kabupaten Bireuen. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Mukhlis, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2011. Kimia Tanah: Teori dan Aplikasi. USU Press. Medan.

Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto, dan S. J. Munarso. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan. Bogor.

Ritung, S., Wahyunto, F. Agus, dan H. Hidayat. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan

Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Soewandita, H. 2008. Studi Kesuburan Tanah dan Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Bengkalis. J. Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 10. No. 2 Agustus 2008. Hlm. 128 – 133. Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Penerbit

Kanisius. Yogyakarta.

Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia, 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Tan, K. H. 1998. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

USDA Soil Conservation Service, Soil Survey Staff (1960). Soil Classification, a comprehensive system, 7th approximation. U.S. Government Printing Office, Washington, D.C.

USDA Natural Resources Conservation Service (1995). Soil Survey Geographic (SSURGO) Data Base: Data Use Information. National Cartography and GIS Center, Washington D.C.


(12)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kopi rakyat, Kabupaten Dairi dengan ketinggian tempat 400-1700 meter diatas permukaan laut (dpl). Daerah yang diamati adalah kecamatan penghasil kopi di Kabupaten Dairi. Disamping itu penelitian juga dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah yang diambil dari lokasi penelitian, bahan-bahan kimia untuk menganalisa tanah, dan bahan lainnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran untuk mengukur kedalaman tanah, cangkul untuk menggali lubang profil tanah, kriteria kesesuaian lahan tanaman kopi, peta lokasi penelitian, peta administrasi, peta jenis tanah, kertas label, kamera untuk mendokumentasikan profil tanah, kantong plastik sebagai tempat sampel, pisau untuk menentukan batas horizon dan GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui titik koordinat dan ketinggian tempat, dan alat lainnya.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pencocokan (Matching) antara Equipment (kebutuhan lahan untuk tanaman) dengan Land


(13)

Characteristic (sifat atau ciri yang dimiliki oleh lahan) yang didasarkan pada faktor pembatas utama dari berbagai SPT di lokasi penelitian.

Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan tiga tahap kegiatan berupa : Tahap Persiapan, Tahap Evaluasi yaitu pengamatan dilapangan dan analisis laboratorium, dan Tahap Akhir.

Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah telaah pustaka, diskusi dengan dosen pembimbing, penyajian peta dasar, kegiatan pra survei yaitu mengevaluasi penyebaran jenis tanah, pengamatan curah hujan yang diambil dari BMG Sampali medan, melihat kondisi wilayah seperti kondisi jalan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, menentukan lokasi titik pengamatan sampel, dan pembuatan satuan peta tanah.

Tahap Evaluasi

Daerah penelitian ditetapkan berdasarkan peta lokasi penelitian dan peta jenis tanah yakni pada kecamatan penghasil kopi diwilayah Kabupaten Dairi, diantaranya yang memiliki luas lahan kopi terbesar berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi (BPS, 2012) yaitu Sumbul (1.380 Ha), Silima Pungga-Pungga (1.315 Ha), Siempat Nempu Hulu (1.255 Ha), Lae Parira (978 Ha), dan Siempat Nempu (945 Ha), kemudian ditentukan lokasi dan jumlah titik pengambilan sampel yang mewakili kecamatan/ kabupaten tersebut.

Pengamatan di Lapangan


(14)

• Melaksanakan evaluasi lahan pada setiap Satuan Peta Tanah (SPT) di lokasi penelitian berdasarkan kriteria kesesuaian lahan tanaman kopi.

• Pengambilan sampel tanah untuk analisa dilaboratorium dari setiap satuan peta tanah (SPT) pada lapisan top soil dalam keadaan terganggu.

Analisis Laboratorium

Sampel tanah yang berasal dari lapangan kemudian diteliti di laboratorium yang meliputi sifat fisik dan kimia berdasarkan kriteria kelas kesesuaian lahan menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor (2000) yang berhubungan dengan faktor pembatas, karakteristik lahan dan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kopi.

Tahap Akhir

Berdasarkan data karakteristik lahan yang diperoleh dari hasil evaluasi lahan di lapangan dan analisis di laboratorium maka dilakukan penilaian kelas kesesuaian lahan pada setiap satuan peta tanah untuk tanaman kopi.

Parameter yang diukur

Parameter yang diukur ditentukan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Kopi (Coffea robusta Lindl.)dalam buku Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor oleh Djaenudin, dkk, (2000) yaitu :

1. Suhu (Rata-rata (celsius) suhu tahunan yang diambil dari BMG Sampali Medan untuk Kabupaten Dairi dan sekitarnya)

2. Ketersediaan air (Curah hujan (mm) per tahun yaitu besar curah hujan dalam setahun)

3. Keadaan perakaran


(15)

• Kedalaman Tanah (cm) 4. Ketersediaan Hara

• Kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode NH4

• pH H

OAC pH 7

2

• Kejenuhan Basa (%) dengan metode NH O dengan metode Elektrometri

4

• C-organik (%) dengan metode Walkley and Black OAC pH 7

5. Toksisitas

• Salinitas (ds/m) 6. Bahaya Erosi

• Lereng (%)

• Tingkat bahaya erosi (%) 7. Bahaya Banjir

• Genangan 8. Penyiapan Lahan

• Batuan di permukaan (%)

• Singkapan batuan (%) Analisis Kesesuaian Lahan

Untuk kesesuaian lahan tanaman kopi robusta (Coffea robusta Lindl.) disusun oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor oleh (Djaenuddin,dkk, 2000), yang mengacu pada Framework of Land Evaluation

sampai pada tingkat sub-kelas.

1. Ordo : Menunjukan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan lahan tertentu, terdiri dari :


(16)

• S : Sesuai digunakan untuk penggunaan tertentu dalam jangka waktu yang tidak terbatas.

• N : Tidak sesuai digunakan untuk penggunaan lahan tertentu. 2. Kelas : Menunjukan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada 3

kelas dari S dan 2 kelas untuk N yaitu :

• S1 : Sangat sesuai (Highly Suitable) yaitu lahan yang tidak mempunyai faktor pembatas yang tidak serius untuk menerapkan pengelolaan yang akan diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan atas yang telah biasa di lakukan.

• S2 : Cukup sesuai (Moderately Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius terhadap tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang akan diperlukan.

• S3 : Sesuai marginal (Marginally Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang diperlukan.

• N1 : Tidak sesuai saat ini (Currently Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius, tetapi masih dapat memungkinkan untuk diatasi hanya tidak diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan model normal. Keadaan pembatas sedemikian


(17)

seriusnya sehingga mencegah penggunaan kelangsungaan dari lahan.

• N2 : Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas permanen untuk mencegah segala kemungkinan kelangsungan dari lahan tersebut.

3. Sub-kelas : Menyatakan jenis faktor pembatas pada masing-masing kelas. Dalam satu sub kelas dapat mempunyai lebih dari satu faktor pembatas, untuk itu faktor pembatas yang paling dominan dituliskan di depan.


(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Satuan Peta Lahan

Hasil pengamatan data satuan lahan dan ordo tanah satuan peta lahan berdasarkan FAO (1976) untuk wilayah Kabupaten Dairi pada 16 titik sampel dapat diketahui dan dilihat pada Tabel 2. sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Data Satuan Peta Lahan (SPL).

SPL Sampel Satuan Lahan Ordo Tanah

I

1

Dystrandepts, Andaquepts Inceptisols 2 3 4 5 6 7 8 9 II 10 Hydrandepts, Dystrandepts, Troporthods Inceptisols, Spodosols 11 12 13 III 14 Humitropepts, Hapludults, Dystropepts Inceptisols, Ultisols 15 16

Berdasarkan hasil pengamatan data satuan lahan dan ordo tanah dari FAO (1976) untuk wilayah Kabupaten Dairi pada 16 titik sampel, maka diperoleh 3 (tiga) SPL untuk tanaman kopi robusta yang didasarkan pada great groups yang paling dominan. Adapun SPL I yang terdiri atas 9 (sembilan) sampel memiliki

great groups yang dominan yaitu Dystrandepts dan kemudian Andaquepts dengan ordo tanahnya Inceptisols. Secara umum tanah Dystrandepts mempunyai wilayah penyebaran paling luas dan dominan dari bentuk wilayah datar sampai bergunung,


(19)

memiliki regim kelembaban (udik), selain itu mempunyai kejenuhan basa (KB < 60%) pada satu atau lebih horizon di dalam kedalaman 25-75cm, bersolum agak tebal sampai tebal (75-150cm) dengan drainase baik. Tekstur tanah pada umumnya agak halus sampai halus, mempunyai tingkat kesuburan tanah yang rendah yang ditunjukkan oleh reaksi tanah yang berkisar dari masam sampai agak masam (pH 4.5-5.6), kandungan C-organik dan KTK sangat bervariasi, sedangkan KB sangat rendah. Tanah Andaquepts secara umum mempunyai kondisi akuik, mempunyai tingkat perkembangan yang masih muda, hal ini ditunjukkan oleh horizon bawah penciri kambik. Tanah mempunyai solum tebal (>100cm), drainase sangat terhambat, dan permeabilitas sangat lambat, tekstur tanah tergolong agak halus sampai halus, dan KTK tergolong tinggi.

SPL II yang terdiri atas 4 (empat) sampel memiliki great groups yang paling dominan yaitu Hydrandepts, kemudian Dystrandepts, dan Troporthods dengan ordo tanahnya Inceptisols dan Spodosols. Secara umum tanah Hydrandepts yang dominan memiliki kesuburan yang agak rendah dengan kandungan air yang tinggi, berada di abu vulkanik dan biasanya bersifat lapuk. Biasanya terdiri dari lapisan nabati yang berwarna hitam (10-20cm) kemudian diikuti oleh lapisan tengah yang berwarna lebih terang (30cm). Tanah Dystrandepts memiliki regim kelembaban (udik), bersolum agak tebal sampai tebal (75-150cm) dengan drainase baik. Tekstur tanah pada umumnya agak halus sampai halus, tingkat kesuburan tanah yang, reaksi tanah yang berkisar dari masam sampai agak masam (pH 4.5-5.6), kandungan C-organik dan KTK sangat bervariasi, sedangkan KB sangat rendah. Tanah Troporthods juga memiliki tekstur tanah halus, bahan organik tinggi, namun dengan kadar kapur yang rendah.


(20)

SPL III yang terdiri atas 3 (tiga) sampel memiliki great groups yang paling dominan yaitu Humitropepts, kemudian Hapludults, dan Dystropepts, dengan ordo tanahnya juga Inceptisols dan Ultisols. Secara umum tanah Humitropepts memiliki bahan organik tinggi, warna tanahnya kehitaman di lapisan atas, memiliki tekstur halus sampai sedang, reaksi tanahmya agak masam sampai netral, dan tergolong subur. Kemudian tanah Hapludults adalah jenis tanah yang termasuk ke dalam ordo Ultisols, mempunyai tingkat pelapukan lanjut yang ditunjukkan oleh horizon bawah penciri argilik / horizon akumulasi liat, mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, bersolum dalam (>100cm), memiliki drainase baik, tekstur tanah atas berkisar dari sedang sampai agak halus, sedangkan lapisan bawahnya halus. Tanah bereaksi masam sampai sangat masam (pH 4.0-5.4), dengan kandungan C-organik, KB, dan KTK berkisar rendah sampai sedang. Selain itu tanah juga memiliki regim kelembaban tanah (udik) dan dikenal pula dengan tanah Podsolik Merah Kuning. Tanah Dystropepts merupakan tanah yang mempunyai KB < 50%, kedalaman tanah sedang sampai sangat dalam, bertekstur halus sampai dengan sedang, reaksi tanah masam sampai sangat masam, dan miskin unsur hara atau tingkat kesuburan tanahnya rendah.


(21)

Data Iklim dan Data Lapangan

Hasil pengamatan data iklim selama 5 tahun (2006-2010) pada 3 SPL dapat diketahui dan dilihat pada Tabel 3. sebagai berikut.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Data Iklim Pada 3 SPL.

SPL Sampel

Curah Hujan Tahunan Rata-Rata

(mm/tahun)

Suhu Udara Tahunan Rata-Rata

(̊C)

Jumlah Bulan Kering Rata-Rata

(bulan)

I

1

2163,8 21,15 2,6

2 3 4 5 6 7 8 9 II 10

2163,8 21,15 2,6

11 12 13 III

14

2163,8 21,15 2,6

15 16

Berdasarkan hasil pengamatan data iklim selama 5 tahun (2006-2010) yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi kelas I Sampali, Medan meliputi data-data curah hujan, suhu, dan jumlah bulan kering dianggap mewakili data-data iklim di Kabupaten Dairi. Adapun data-data iklim yang diperoleh dengan rata-rata sebagai berikut, yakni pada SPL I, SPL II, dan SPL III sama-sama memiliki curah hujan tahunan rata -rata 2163,8 mm/tahun, suhu udara tahunan rata -rata 21,15 ̊C, dan jumlah bulan kering rata-rata 2,6 bulan.


(22)

Hasil pengamatan data lapangan pada 3 SPL dapat diketahui dan dilihat pada Tabel 4. sebagai berikut.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Data Lapangan Pada 3 SPL.

SPL Sampel Drainase

Kedalaman Efektif (cm) Kemiringan Lereng (%) Bahaya Erosi Bahaya Banjir Batuan permukaan I

1 d1 97 3-8% f0 f0 b0

2 d1 85 8-15% f0 f0 b0

3 d2 87 8-15% f0 f0 b0

4 d2 92 15-30% f0 f0 b0

5 d1 89 0-3% f0 f0 b0

6 d1 95 3-8% f0 f0 b0

7 d2 87 8-15% f0 f0 b0

8 d2 93 8-15% f0 f0 b0

9 d2 85 0-3% f0 f0 b0

II

10 d1 97 3-8% f0 f0 b0

11 d2 75 3-8% f0 f0 b0

12 d3 85 0-3% f0 f0 b0

13 d2 120 8-15% f0 f0 b0

III

14 d2 121 0-3% f0 f0 b0

15 d1 95 15-30% f0 f0 b0

16 d3 90 0-3% f0 f0 b0

Berdasarkan hasil pengamatan data lapangan pada 3 SPL diatas dapat diketahui bahwasanya, pada SPL I memiliki tingkat drainase d1 (baik) sampai dengan d2 (agak baik). Memiliki kedalaman efektif perakaran paling tinggi 97 cm (dalam) dan paling rendah 85 cm (sedang). Tingkat kemiringan lereng paling tinggi 15-30% (berbukit) dan paling rendah 0-3% (datar). Dengan tingkat bahaya erosi f0 (tidak ada), tingkat bahaya banjir f0 (tidak ada), dan batuan permukaan b0 (tidak ada).

Dari hasil pengamatan data lapangan, diketahui pada SPL II memiliki tingkat drainase d1 (baik), d2 (agak baik), dan d3 (agak buruk). Memiliki kedalaman efektif perakaran paling tinggi 120 cm (dalam) dan paling rendah 75


(23)

cm (sedang). Tingkat kemiringan lereng paling tinggi 8-15% (bergelombang) dan paling rendah 0-3% (datar). Dengan tingkat bahaya erosi f0 (tidak ada), tingkat bahaya banjir f0 (tidak ada), dan batuan permukaan b0 (tidak ada).

Berdasarkan hasil pengamatan data lapangan, diketahui pula pada SPL III memiliki tingkat drainase d1 (baik), d2 (agak baik), dan d3 (agak buruk). Memiliki kedalaman efektif perakaran paling tinggi 121 cm (dalam) dan paling rendah 90 cm (dalam). Tingkat kemiringan lereng paling tinggi 15-30% (berbukit) dan paling rendah 0-30% (datar). Dengan tingkat bahaya erosi f0 (tidak ada), tingkat bahaya banjir f0 (tidak ada), dan batuan permukaan juga b0 (tidak ada). Sifat Kimia Tanah

Hasil analisa laboratorium untuk sifat kimia tanah pada 3 SPL dapat diketahui dan dilihat pada Tabel 5. sebagai berikut.

Tabel 5. Hasil Analisa Laboratorium Untuk Sifat Kimia Tanah Pada 3 SPL. SPL Sampel pH

(H2

C-Organik (%) O)

KTK

(Cmol/Kg) KB (%)

DHL (ds/m)

I

1 5.2 1.47 10.7 67.75 0.17

2 4.17 0.92 15.2 6.52 0.1

3 5.13 1.04 12.9 38.82 0.1

4 4.51 1.16 14.8 15.89 0.1

5 4.16 0.96 16.6 3.54 0.094

6 3.97 1.16 15.1 3.69 0.13

7 4.8 1.43 21.6 7.66 0.064

8 4.97 1.74 16.2 15.13 0.046

9 4.26 3.28 29 1.81 0.092

II

10 5.32 3.48 27.2 28.05 0.05

11 4.67 1.16 13.1 10.87 0.041

12 4.64 2.43 9.5 28.34 0.086

13 4.08 1.7 18 12.46 0.14

III

14 5.12 3.79 22.1 18.53 0.086

15 4.2 1.08 13 5.1 0.083


(24)

Berdasarkan hasil analisa laboratorium untuk sifat kimia tanah pada 3 SPL diatas diketahui bahwasanya, pada SPL I memiliki nilai pH (H2

Dari hasil analisa laboratorium, diketahui bahwasanya pada SPL II memiliki nilai pH (H

O) tertinggi yaitu 5,2 dan nilai yang terendah 3,97. Kadar C-organik tertinggi yaitu 3,28% dan kadar yang terendah 0,92%. Nilai KTK tertinggi yaitu 29 Cmol/Kg dan nilai yang terendah 10,7 Cmol/Kg. Nilai KB tertinggi yaitu 67,75% dan nilai yang terendah 1,81%. Dengan nilai DHL tertinggi yaitu 0,17 ds/m dan nilai yang terendah 0,046 ds/m.

2

Berdasarkan hasil analisa laboratorium, dapat pula diketahui bahwasanya pada SPL III memiliki nilai pH (H

O) tertinggi yaitu 5,32 dan nilai yang terendah 4,08. Kadar C-organik tertinggi yaitu 3,48% dan kadar yang terendah 1,16%. Nilai KTK tertinggi yaitu 27,2 Cmol/Kg dan nilai yang terendah 9,5 Cmol/Kg. Nilai KB tertinggi yaitu 28,34% dan nilai yang terendah 10,87%. Dengan nilai DHL tertinggi yaitu 0,14 ds/m dan nilai yang terendah 0,041 ds/m.

2O) tertinggi yaitu 5,12 dan nilai yang terendah

4,2. Kadar C-organik tertinggi yaitu 3,79% dan kadar yang terendah 1,08%. Nilai KTK tertinggi yaitu 22,1 Cmol/Kg dan nilai yang terendah 13 Cmol/Kg. Nilai KB tertinggi yaitu 18,53% dan nilai yang terendah 5,1%. Dengan nilai DHL tertinggi yaitu 0,086 ds/m dan nilai yang terendah 0,053 ds/m.


(25)

Sifat Fisika Tanah

Hasil analisa laboratorium untuk sifat fisika tanah pada 3 SPL dapat diketahui dan dilihat pada Tabel 6. sebagai berikut.

Tabel 6. Hasil Analisa Laboratorium Untuk Sifat Fisika Tanah Pada 3 SPL.

SPL Sampel (%) Tekstur

Pasir Debu Liat

I

1 44 32 24 lempung

2 16 44 40 liat berdebu

3 44 36 70 lempung

4 32 40 28 lempung berliat

5 12 40 48 liat berdebu

6 20 48 32 lempung berliat

7 60 28 12 pasir berlempung

8 20 48 32 lempung berliat

9 60 32 8 lempung berpasir

II

10 48 36 16 lempung

11 48 40 12 lempung

12 60 24 16 lempung berpasir

13 20 44 36 lempung liat berdebu III

14 72 16 12 lempung berpasir

15 12 32 56 liat berdebu

16 80 12 8 pasir berlempung

Berdasarkan hasil analisa laboratorium untuk sifat fisika tanah pada 3 SPL dapat diketahui bahwasanya pada SPL I memiliki persentase pasir tertinggi yaitu 60% dan yang terendah yaitu 12%, persentase debu tertinggi yaitu 48% dan yang terendah 28%, persentase liat tertinggi yaitu 70% dan terendah yaitu 8%. Dengan tekstur tanah pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berliat, dan liat berdebu.

Berdasarkan hasil analisa laboratorium diketahui pula bahwa pada SPL II memiliki persentase pasir tertinggi yaitu 60% dan yang terendah yaitu 20%, persentase debu tertinggi yaitu 44% dan yang terendah yaitu 24%, persentase liat


(26)

tertinggi yaitu 36% dan yang terendah yaitu 12%. Dengan tekstur tanah lempung, lempung berpasir, dan lempung liat berdebu.

Dari hasil analisa laboratorium dapat diketahui pula bahwa pada SPL III memiliki persentase pasir tertinggi yaitu 80% dan yang terendah yaitu 12%, persentase debu tertinggi yaitu 32% dan yang terendah yaitu 12%, persentase liat tertinggi yaitu 56% dan yang terendah yaitu 8%. Dengan tekstur tanah pasir berlempung, lempung berpasir, dan liat berdebu.


(27)

Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta

Setelah membandingkan hasil pengamatan lapangan dan analisa laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman kopi robusta diperoleh nilai kelas kesesuaian lahan aktual areal penelitian untuk SPL I terlihat pada Tabel 7. berikut. Tabel 7. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta

Pada SPL I.

Karakteristik Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Suhu (tc)

Suhu tahunan rata-rata

(̊C) S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3

Ketersediaan Air (wa)

Curah hujan tahunan

rata-rata (mm) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Jumlah bulan kering

(month) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Kelembaban nisbi (%)

Ketersediaan Oksigen

(oa)

Drainase S1 S1 S2 S2 S1 S1 S2 S2 S2

Keadaan Perakaran

(rc)

Tekstur tanah S1 S1 S1 S1 S1 S1 N S1 S3

Fraksi kasar (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Kedalaman Tanah (cm) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2

Ketersediaan Hara

(nr)

KTK liat (cmol/kg) S2 S2 S2 S2 S1 S2 S1 S1 S1 Kejenuhan basa (%) S1 S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 S2

pH H2O S2 S3 S2 S3 S3 S3 S3 S3 S3

C-organik (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) S1 S2 S2 S3 S1 S1 S2 S2 S1

Tingkat bahaya erosi

(eh) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Bahaya Banjir (fh)

Banjir S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Penyiapan Tanah (lp)

Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Singkapan batuan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Kelas Kesesuaian


(28)

Berdasarkan penilaian kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi robusta pada SPL I diatas dapat diketahui bahwasanya pada titik sampel 1 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 2 adalah kurang sesuai / S3tc,nr yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan ketersediaan hara yaitu pH tanah. Pada titik sampel 3 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 4 adalah kurang sesuai / S3tc,nr,eh yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata, ketersediaan hara yaitu pH tanah, dan bahaya erosi yaitu kemiringan lereng. Pada titik sampel 5 adalah kurang sesuai / S3tc,nr yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan ketersediaan hara yaitu pH tanah.

Dari penilaian kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi robusta pada SPL I diatas diketahui pula pada titik sampel 6 adalah kurang sesuai / S3tc,nr yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan ketersediaan hara yaitu pH tanah. Pada titik sampel 7 adalah tidak sesuai / Nrc yakni dengan faktor pembatas keadaan perakaran yaitu tekstur tanah. Pada titik sampel 8 adalah kurang sesuai / S3tc,nr yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan ketersediaan hara yaitu pH tanah. Dan pada titik sampel 9 adalah kurang sesuai / S3tc,rc,nr yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata, keadaan perakaran yaitu tekstur tanah, dan ketersediaan hara yaitu pH tanah.


(29)

Dari data pengamatan lapangan dan laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman, maka kelas kesesuaian lahan aktual SPL II terlihat pada Tabel 8. berikut. Tabel 8. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta

Pada SPL II.

Karakteristik Lahan 10 11 12 13

Suhu (tc)

Suhu tahunan rata-rata (̊C) S3 S3 S3 S3

Ketersediaan Air (wa)

Curah hujan tahunan rata-rata (mm) S1 S1 S1 S1

Jumlah bulan kering (month) S1 S1 S1 S1

Kelembaban nisbi (%) Ketersediaan Oksigen (oa)

Drainase S1 S2 S3 S2

Keadaan Perakaran (rc)

Tekstur tanah S1 S1 S3 S1

Fraksi kasar (%) S1 S1 S1 S1

Kedalaman Tanah (cm) S2 S2 S2 S1

Ketersediaan Hara (nr)

KTK liat (cmol/kg) S1 S2 S2 S1

Kejenuhan basa (%) S1 S2 S1 S2

pH H2O S1 S3 S3 S3

C-organik (%) S1 S1 S1 S1

Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) S1 S1 S1 S1

Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) S1 S1 S1 S2

Tingkat bahaya erosi (eh) S1 S1 S1 S1

Bahaya Banjir (fh)

Banjir S1 S1 S1 S1

Penyiapan Tanah (lp)

Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1

Singkapan batuan (%) S1 S1 S1 S1


(30)

Berdasarkan penilaian kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi robusta pada SPL II diatas dapat diketahui bahwasanya pada titik sampel 10 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 11 adalah kurang sesuai / S3tc,nr yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan ketersediaan hara yaitu pH tanah. Pada titik sampel 12 adalah kurang sesuai / S3tc,oa,rc,nr yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata, ketersediaan oksigen yaitu drainase, keadaan perakaran yaitu tekstur tanah, dan ketersediaan hara yaitu pH tanah. Dan pada titik sampel 13 adalah kurang sesuai / S3tc,nr yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan ketersediaan hara yaitu pH tanah.


(31)

Berdasarkan data pengamatan lapangan dan analisa laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman, maka diperoleh nilai kelas kesesuaian lahan aktual areal penelitian untuk SPL III terlihat pada Tabel 9. berikut.

Tabel 9. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPL III.

Karakteristik Lahan 14 15 16

Suhu (tc)

Suhu tahunan rata-rata (̊C) S3 S3 S3

Ketersediaan Air (wa)

Curah hujan tahunan rata-rata (mm) S1 S1 S1

Jumlah bulan kering (month) S1 S1 S1

Kelembaban nisbi (%) Ketersediaan Oksigen (oa)

Drainase S2 S1 S3

Keadaan Perakaran (rc)

Tekstur tanah S3 S1 N

Fraksi kasar (%) S1 S1 S1

Kedalaman Tanah (cm) S1 S2 S2

Ketersediaan Hara (nr)

KTK liat (cmol/kg) S1 S2 S2

Kejenuhan basa (%) S2 S2 S2

pH H2O S2 S3 S3

C-organik (%) S1 S1 S1

Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) S1 S1 S1

Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) S1 S3 S1

Tingkat bahaya erosi (eh) S1 S1 S1

Bahaya Banjir (fh)

Banjir S1 S1 S1

Penyiapan Tanah (lp)

Batuan permukaan (%) S1 S1 S1

Singkapan batuan (%) S1 S1 S1


(32)

Dari penilaian kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi robusta pada SPL III diatas dapat diketahui bahwasanya pada titik sampel 14 adalah kurang sesuai / S3tc,rc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan keadaan perakaran yaitu tekstur tanah. Pada titik sampel 15 adalah kurang sesuai / S3tc,nr,eh yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata, ketersediaan hara yaitu pH tanah, dan bahaya erosi yaitu kemiringan lereng. Dan pada titik sampel 16 adalah tidak sesuai / Nrc yakni dengan faktor pembatas keadaan perakaran yaitu tekstur tanah.

Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta

Setelah memperoleh nilai kelas kesesuaian lahan aktual dari areal penelitian maka dapat pula dilakukan usaha-usaha perbaikan untuk faktor-faktor pembatas yang ada sehingga diperoleh nilai kesesuaian lahan potensial pada areal penelitian tersebut seperti terlihat pada Tabel 10. berikut.


(33)

Tabel 10. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPL I.

Karakteristik Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Suhu (tc)

Suhu tahunan rata-rata

(̊C) S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3

Ketersediaan Air (wa)

Curah hujan tahunan

rata-rata (mm) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Jumlah bulan kering

(month) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Kelembaban nisbi (%)

Ketersediaan Oksigen

(oa)

Drainase S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Keadaan Perakaran

(rc)

Tekstur tanah S1 S1 S1 S1 S1 S1 N S1 S3

Fraksi kasar (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Kedalaman Tanah (cm) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2

Ketersediaan Hara

(nr)

KTK liat (cmol/kg) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Kejenuhan basa (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

pH H2O S1 S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 S2

C-organik (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) S1 S1 S1 S2 S1 S1 S1 S1 S1

Tingkat bahaya erosi

(eh) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Bahaya Banjir (fh)

Banjir S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Penyiapan Tanah (lp)

Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Singkapan batuan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1

Kelas Kesesuaian


(34)

Berdasarkan penilaian dengan usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk faktor-faktor pembatas yang ada, maka didapatlah kelas kesesuaian lahan potensial tanaman kopi robusta pada SPL I seperti diatas yaitu pada titik sampel 1 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 2 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 3 adalah kurang sesuai / S3tc yakni juga dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 4 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 5 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata pula.

Dari penilaian kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman kopi robusta pada SPL I diatas diketahui pula pada titik sampel 6 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 7 adalah tetap tidak sesuai / Nrc yakni dengan faktor pembatas keadaan perakaran yaitu tekstur tanah. Pada titik sampel 8 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Dan pada titik sampel 9 adalah kurang sesuai / S3tc,rc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan keadaan perakaran yaitu tekstur tanah.


(35)

Dari data pengamatan lapangan dan laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman, maka kelas kesesuaian lahan potensial SPL II pada Tabel 11. berikut. Tabel 11. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta

Pada SPL II.

Karakteristik Lahan 10 11 12 13

Suhu (tc)

Suhu tahunan rata-rata (̊C) S3 S3 S3 S3

Ketersediaan Air (wa)

Curah hujan tahunan rata-rata (mm) S1 S1 S1 S1

Jumlah bulan kering (month) S1 S1 S1 S1

Kelembaban nisbi (%) Ketersediaan Oksigen (oa)

Drainase S1 S1 S2 S1

Keadaan Perakaran (rc)

Tekstur tanah S1 S1 S3 S1

Fraksi kasar (%) S1 S1 S1 S1

Kedalaman Tanah (cm) S2 S2 S2 S1

Ketersediaan Hara (nr)

KTK liat (cmol/kg) S1 S1 S1 S1

Kejenuhan basa (%) S1 S1 S1 S1

pH H2O S1 S2 S2 S2

C-organik (%) S1 S1 S1 S1

Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) S1 S1 S1 S1

Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) S1 S1 S1 S1

Tingkat bahaya erosi (eh) S1 S1 S1 S1

Bahaya Banjir (fh)

Banjir S1 S1 S1 S1

Penyiapan Tanah (lp)

Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1

Singkapan batuan (%) S1 S1 S1 S1


(36)

Berdasarkan penilaian dengan usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk faktor-faktor pembatas yang ada, maka didapatlah kelas kesesuaian lahan potensial tanaman kopi robusta pada SPL II seperti diatas yaitu pada titik sampel 10 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 11 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 12 adalah kurang sesuai / S3tc,rc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan keadaan perakaran yaitu tekstur tanah. Dan pada titik sampel 13 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata.


(37)

Berdasarkan data pengamatan lapangan dan analisa laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman, maka diperoleh nilai kelas kesesuaian lahan potensial areal penelitian untuk SPL III terlihat pada Tabel 12. berikut.

Tabel 12. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPL III.

Karakteristik Lahan 14 15 16

Suhu (tc)

Suhu tahunan rata-rata (̊C) S3 S3 S3

Ketersediaan Air (wa)

Curah hujan tahunan rata-rata (mm) S1 S1 S1

Jumlah bulan kering (month) S1 S1 S1

Kelembaban nisbi (%) Ketersediaan Oksigen (oa)

Drainase S1 S1 S2

Keadaan Perakaran (rc)

Tekstur tanah S3 S1 N

Fraksi kasar (%) S1 S1 S1

Kedalaman Tanah (cm) S1 S2 S2

Ketersediaan Hara (nr)

KTK liat (cmol/kg) S1 S1 S1

Kejenuhan basa (%) S1 S1 S1

pH H2O S1 S2 S2

C-organik (%) S1 S1 S1

Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) S1 S1 S1

Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) S1 S2 S1

Tingkat bahaya erosi (eh) S1 S1 S1

Bahaya Banjir (fh)

Banjir S1 S1 S1

Penyiapan Tanah (lp)

Batuan permukaan (%) S1 S1 S1

Singkapan batuan (%) S1 S1 S1


(38)

Dari penilaian dengan usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk faktor-faktor pembatas yang ada, maka didapatlah kelas kesesuaian lahan potensial tanaman kopi robusta pada SPL III seperti diatas yaitu pada titik sampel 14 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 15 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Dan pada titik sampel 16 adalah tetap tidak sesuai / Nrc yakni dengan faktor pembatas keadaan perakaran yaitu tekstur tanah. Pembahasan

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman pada Tabel 7. diatas maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL I adalah kurang sesuai / S3 dan tidak sesuai / N. Adapun nilai kelas kesesuaian lahan aktual S3 terdapat pada sampel 1, sampel 2, sampel 3, sampel 4, sampel 5, sampel 6, sampel 8, dan sampel 9, sedangkan untuk nilai kesesuaian lahan aktual N terdapat pada sampel 7. Pada sampel 1 dan sampel 3 diketahui memiliki faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata / S3tc. Berdasarkan literatur Damanik, dkk (2011) dijelaskan bahwa temperatur udara dipengaruhi oleh letak tempat pada suatu lintang (latitude), tinggi tempat dari muka laut (altitude), dan kandungan air (kelembaban). Sehingga dalam hal ini faktor cuaca dan iklim tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensialnya.

Berdasarkan Tabel 7. diatas dapat diketahui pula pada sampel 2, sampel 5, sampel 6, dan sampel 8 diketahui memiliki faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata, dan ketersediaan hara yaitu pH tanah / S3tc,nr. Faktor cuaca dan iklim tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan untuk meningkatkan kelas


(39)

kesesuaian lahan potensialnya, namun faktor ketersediaan hara yaitu pH tanah yang terlalu masam dapatlah dilakukan usaha perbaikan dengan cara menaikkan pH tanahnya menggunakan kapur atau tambahan bahan organik. Hal ini sesuai dengan literatur Sutanto (2005) yang menjelaskan bahwa tanah harus dapat dipertahankan pada kisaran pH optimum karena pH tanah mempengaruhi ketersediaan hara dan terjadinya flokulasi lempung. Untuk menanggulangi keasaman, pengelolaan tanah yang sering kali dilakukan adalah pengapuran (kapur, kapur tohor, dolomit, kalsit). Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya menjadi S3tc dan dapat dilihat pada Tabel 10.

Dari Tabel 7. diatas dapat pula diketahui bahwa pada sampel 4 memiliki faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata, ketersediaan hara yaitu pH tanah, dan bahaya erosi yaitu kemiringan lereng / S3tc,nr,eh. Faktor cuaca dan iklim tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensialnya, namun faktor ketersediaan hara yaitu pH tanah yang terlalu masam dapat diperbaiki dengan cara menaikkan pH tanahnya menggunakan kapur atau dengan penambahan bahan organik melalui humus dan bahan-bahan humat. Sesuai dengan literatur dari Tan (1998) yang menjelaskan bahwa bersama dengan lempung tanah, bahan-bahan humat bertanggung jawab atas sejumlah aktivitas kimia dalam tanah. Mereka terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, mereka diketahui memperbaiki kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah. Untuk faktor pembatas bahaya erosi yaitu kemiringan lereng dapatlah diperbaiki dengan usaha pengurangan laju erosi melalui pembuatan teras, penanaman sejajar kontur,


(40)

pembuatan parit, atau penanaman mulsa tanah. Hal ini sesuai dengan literature Arsyad (2010) yang menjelaskan bahwa teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian maka erosi berkurang. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya dapat menjadi S3tc dan terdapat pada Tabel 10.

Berdasarkan Tabel 7. diatas dapat diketahui pula bahwasanya pada sampel 9 memiliki faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata, keadaan perakaran yaitu tekstur tanah, dan ketersediaan hara yaitu pH tanah / S3tc,rc,nr. Faktor cuaca dan iklim tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensialnya. Begitu juga untuk faktor keadaan perakaran yaitu tekstur tanah tidak dapat pula dilakukan perbaikan karena menyangkut distribusi ukuran partikel tanah yang bergantung pada macam batuan induk dan aras pelapukannya. Hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah, dkk (2009) yang menjelaskan bahwa tanah terdiri dari partikel mineral yang berasal dari pengikisan batuan, dan bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan atau tanaman, fauna dan mikrobia tanah. Partikel mineral dan organik bercampur membentuk berbagai jenis agregat tanah. Tanah merupakan suatu ekosistem yang hidup dan diklasifikasikan menurut teksturnya yaitu berdasarkan kandungan pasir, debu, dan liat yang terkandung didalamnya. Untuk faktor ketersediaan hara yaitu pH tanah yang terlalu rendah dapat dinaiki dengan cara pemberian kapur atau dengan penambahan bahan organik. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya dapat dilihat pada Tabel 10. menjadi S3tc,rc.


(41)

Dari Tabel 7. diatas dapat dilihat dan diketahui bahwa pada sampel 7 yang memiliki nilai kelas kesesuaian lahan aktualnya tidak sesuai dengan faktor pembatas pada keadaan perakaran yaitu tekstur tanah / Nrc. Dalam hal ini tekstur tanah bersifat alami, tidak dapat diubah maupun dilakukan usaha perbaikan karena sesuai dengan literatur dari Sutanto (2005) yang menyatakan bahwasanya tekstur tanah bersifat permanen / tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lain seperti struktur, konsistensi, kelengasan tanah,

run off, daya infiltrasi, dan lain-lain. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya tidak berubah dan tetap.

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman pada Tabel 8. diatas maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL II adalah kurang sesuai / S3. Nilai kelas kesesuaian lahan aktual S3 terdapat pada sampel 10, sampel 11, sampel 12, dan sampel 13. Pada sampel 10 memiliki nilai kelas kesesuaian lahan aktualnya adalah kurang sesuai dengan faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata / S3tc. Berdasarkan literatur Damanik, dkk (2011) dijelaskan bahwasanya temperatur udara dipengaruhi oleh letak tempat pada suatu lintang (latitude), tinggi tempat dari muka laut (altitude), dan kandungan air (kelembaban). Sehingga dalam hal ini faktor cuaca dan iklim tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensialnya. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya tetap S3tc dan dapat dilihat pada Tabel 11. diatas.

Dari Tabel 8. diatas dapat diketahui bahwasanya pada sampel 11 dan sampel 13 memiliki nilai kelas kesesuaian lahan aktual adalah kurang sesuai dengan faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata, dan ketersediaan hara


(42)

yaitu pH tanah / S3tc,nr. Faktor cuaca dan iklim tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensialnya karena hal ini dipengaruhi oleh letak tempat, tinggi tempat, dan kandungan air. Namun untuk faktor ketersediaan hara yaitu pH tanah yang terlalu masam dapatlah dilakukan usaha perbaikan dengan cara pengolahan tanah, pemupukan, dan pengapuran. Hal ini sesuai dengan literatur Soewandita (2008) yang menjelaskan bahwa pH rendah merupakan salah satu kendala apabila tanah tersebut dipergunakan untuk usaha tani atau budidaya, sehingga tanah ini perlu ada upaya pengapuran untuk meningkatkan pH. Dengan pH mendekati netral transfer kation-kation akan lebih mudah, sehingga hara dalam keadaan tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Maka dari itu kelas kesesuaian lahan potensialnya menjadi S3tc dan dapat dilihat pada Tabel 11. diatas.

Berdasarkan Tabel 8. diatas dapat diketahui bahwa pada sampel 12 memiliki nilai kelas kesesuaian lahan aktual adalah kurang sesuai dengan faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata, ketersediaan oksigen yaitu drainase, keadaan perakaran yaitu tekstur tanah, dan ketersediaan hara yaitu pH tanah. Faktor cuaca dan iklim tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan karena menyangkut dengan letak dan ketinggian suatu tempat, hal ini seperti yang dijelaskan oleh literatur Damanik, dkk (2011). Begitu pula dengan keadaan perakaran yaitu tekstur tanah tidaklah dapat dengan mudah diperbaiki atau diubah karena tekstur tanah bersifat alami dan permanen dari proses pelapukan batuan induk. Hal ini kembali didukung literatur dari Sutanto (2005) yang menyatakan bahwasanya tekstur tanah bersifat permanen / tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lain seperti struktur,


(43)

konsistensi, kelengasan tanah, run off, daya infiltrasi, dan lain-lain. Namun untuk faktor ketersediaan hara yaitu pH tanah yang masam dapat diperbaiki dengan cara pengapuran dengan kapur pertanian. Hal ini dijelaskan dan didukung oleh literatur Tan (1998) yang menyatakan bahwa dalam banyak kasus, kesuburan tanah diperbaiki dengan pengapuran tanah-tanah masam ke pH 6-7. Kebanyakan tanaman tumbuh baik pada kisaran pH tersebut. Pada reaksi tanah ini, konsentrasi Ca, Mg, dan P tersedia cukup untuk pertumbuhan tanaman. Begitu pula untuk faktor ketersediaan air yaitu drainase yang buruk dapat dilakukan pengelolaan tanah dan usaha perbaikan dengan pembuatan guludan, pembuatan saluran terbuka, atau dengan perataan tanah sehingga air bisa lebih segera keluar dari tanah dan tidak menjenuhi area perakaran. Hal ini sesuai dengan literatur dari Arsyad (2010) yang menjelaskan cara keluarnya atau cara mengeluarkan air lebih dari tanah dapat melalui permukaan tanah berupa aliran permukaan atau melalui aliran ke bawah di dalam profil tanah. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya dapat dilihat pada Tabel 11. menjadi S3tc,rc.

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman pada Tabel 9. diatas maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL III adalah kurang sesuai / S3 dan tidak sesuai / N. Adapun nilai kelas kesesuaian lahan aktual S3 terdapat pada sampel 14 dan sampel 15. Sedangkan untuk nilai kesesuaian lahan aktual N terdapat pada sampel 16. Pada sampel 14 diketahui memiliki faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata dan keadaan perakaran yaitu tekstur tanah / S3tc,rc. Untuk kedua faktor pembatas ini tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan untuk memperbaiki kelas kesesuaian lahan potensialnya. Ini dikarenakan suhu tahunan rata-rata bersifat alami dan permanen


(44)

tergantung dari letak dan ketinggian tempat. Sedangkan tekstur tanah berasal dari proses pelapukan batuan induk sehingga tidak mungkin diubah. Hal ini sesuai dengan literatur dari Karim (2007) yang menjelaskan bahwa pada taksa subkelas dapat dilakukan perbaikan terhadap faktor pembatas / penghambat yang dijumpai. Perbaikan faktor tersebut sangat bergantung kepada faktor pembatas, apakah faktor pembatas permanen seperti elemen-elemen iklim (curah hujan, suhu, kelembaban, penyinaran, dll) atau pembatas tidak permanen seperti elemen-elemen tanah (unsur hara, bahan organik, pH, dll). Sehingga dengan perbaikan faktor pembatas tersebut dapat meningkatkan kelas, tergantung tingkat perbaikan atau tingkat asumsi perbaikan faktor pembatas yang dilakukan. Dan didukung pula oleh literatur dari Hanafiah, dkk (2009) yang menjelaskan bahwa tanah terdiri dari partikel mineral yang berasal dari pengikisan batuan, dan bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan atau tanaman, fauna dan mikrobia tanah. Partikel mineral dan organik bercampur membentuk berbagai jenis agregat tanah. Tanah merupakan suatu ekosistem yang hidup dan diklasifikasikan menurut teksturnya yaitu berdasarkan kandungan pasir, debu, dan liat yang terkandung didalamnya. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya akan tetap S3tc,rc dan dapat dilihat pada Tabel 12.

Dari Tabel 9. diatas dapat diketahui bahwasanya pada sampel 15 memiliki nilai kelas kesesuaian lahan aktual adalah kurang sesuai dengan faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata, ketersediaan hara yaitu pH tanah, dan bahaya erosi yaitu kemiringan lereng / S3tc,nr,eh. Untuk faktor pembatas suhu tahunan rata-rata telah diketahui tidaklah dapat dilakukan perbaikan, ini didukung pula oleh literatur dari Damanik, dkk (2011). Sedangkan faktor ketersediaan hara yaitu


(45)

pH tanah dapat diperbaiki dengan pengolahan tanah, pemupukan, dan pengapuran. Hal ini sesuai dengan literatur Soewandita (2008) yang menjelaskan bahwa pH rendah merupakan salah satu kendala apabila tanah tersebut dipergunakan untuk usaha tani atau budidaya, sehingga tanah ini perlu ada upaya pengapuran untuk meningkatkan pH. Dengan pH mendekati netral transfer kation-kation akan lebih mudah, sehingga hara dalam keadaan tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Faktor pembatas bahaya erosi yaitu kemiringan lereng yang terlalu curam juga dapat dilakukan perbaikan dengan pengolahan tanah konservasi bisa dengan menurut kontur, pembuatan teras, ataupun dengan pembuatan guludan. Usaha perbaikan ini dimaksudkan untuk memperlambat aliran permukaan, memperbaiki infiltrasi air kedalam tanah, dan menampung aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak. Hal ini dijelaskan pula dalam literatur Arsyad (2010) bahwasanya pada lereng yang lebih curam dari 8% atau tanah yang lebih peka erosi, guludan mungkin tidak akan mampu mengurangi erosi sampai batas laju erosi yang masih dapat dibiarkan. Dalam keadaan ini dapat digunakan metode lain yaitu guludan bersaluran. Guludan bersaluran juga dibuat memanjang menurutarah garis kontur atau memotong lereng. Maka dari itu nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya dapat dilihat pada Tabel 12. menjadi S3tc.

Dari Tabel 9. diatas dapat diketahui bahwasanya pada sampel 16 memiliki nilai kelas kesesuaian lahan aktual adalah tidak sesuai dengan faktor pembatas yakni pada keadaan perakaran yaitu tekstur tanah / Nrc. Untuk faktor pembatas tekstur tanah ini tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan dengan mudah untuk merubahnya sehingga tekstur bersifat alami dan permanen dari proses pelapukan batuan induk yang berlangsung sangat lama. Hal ini didukung pula dengan


(46)

literatur dari Sutanto (2005) yang menyatakan bahwasanya tekstur tanah bersifat permanen / tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lain seperti struktur, konsistensi, kelengasan tanah, run off, daya infiltrasi, dan lain-lain. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya tidak berubah dan tetap Nrc seperti pada Tabel 12. diatas.


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Kopi Robusta pada SPL I, sampel 1 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 2 adalah kurang sesuai (S3tc,nr), sampel 3 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 4 adalah kurang sesuai (S3tc,nr,eh), sampel 5 adalah kurang sesuai (S3tc,nr), sampel 6 adalah kurang sesuai (S3tc,nr), sampel 7 adalah tidak sesuai (Nrc), sampel 8 adalah kurang sesuai (S3tc,nr), dan sampel 9 adalah kurang sesuai (S3tc,rc,nr).

2. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Kopi robusta pada SPL II, sampel 10 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 11 adalah kurang sesuai (S3tc,nr), sampel 12 adalah kurang sesuai (S3tc,oa,rc,nr), dan sampel 13 adalah kurang sesuai (S3tc,nr).

3. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Kopi Robusta pada SPL III, sampel 14 adalah kurang sesuai (S3tc,rc), sampel 15 adalah kurang sesuai (S3tc,nr,eh), dan sampel 16 adalah tidak sesuai (Nrc).

4. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman Kopi Robusta pada SPL I, sampel 1 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 2 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 3 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 4 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 5 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 6 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 7 adalah tidak sesuai (Nrc), sampel 8 adalah kurang sesuai (S3tc), dan sampel 9 adalah kurang sesuai (S3tc,rc).


(48)

5. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman Kopi Robusta pada SPL II, sampel 10 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 11 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 12 adalah kurang sesuai (S3tc,rc), dan sampel 13 adalah kurang sesuai (S3tc).

6. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman Kopi Robusta pada SPL III, sampel 14 adalah kurang sesuai (S3tc,rc), sampel 15 adalah kurang sesuai (S3tc), dan sampel 16 adalah tidak sesuai (Nrc).

Saran

Lahan di Kabupaten Dairi kurang sesuai jika ditanami kopi robusta, akan tetapi dapat menjadi sesuai jika dilakukan pengolahan tanah dengan pembuatan guludan atau teras pada lereng yang curam, pembuatan parit, pemupukan, pengapuran, dan penambahan bahan organik atau amelioran bagi tanah.


(49)

TINJAUAN PUSTAKA

Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)

Kopi Robusta (Coffea canephora) masuk ke Indonesia pada tahun 1900-an (Gandul, 2010). Kopi ini ternyata tahan penyakit karat daun, dan memerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedang produksinya jauh lebih tinggi. Oleh karena itu kopi ini cepat berkembang, dan mendesak kopi-kopi lainnya. Saat ini lebih dari 90 % dari areal pertanaman kopi Indonesia terdiri atas kopi Robusta (Prastowo, dkk, 2010).

Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl., ex De Willd) termasuk dalam kelas Dicotyledonae dan bergenus Coffea dari famili Rubiaceae. Jenis kopi ini memiliki akar tunggang yang tumbuh tegak lurus sedalam hampir 45 cm dengan warna kuning muda. Batang dan cabang-cabang kopi Robusta dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 2 – 5 m dari permukaan tanah atau mungkin juga lebih, tergantung didaerah mana kopi tersebut tumbuh. Benih Robusta berbentuk oval dan biasanya lebih kecil daripada kopi arabika. Kopi tumbuh baik pada zona 20 °LU – 20 °LS pada Elevasi 400 – 800 m DPL dan dengan temperatur rata-rata tahunan 24-30 °C. Pada umumnya ketinggian atau elevasi lokasi tumbuh tanaman kopi sangat berpengaruh terhadap besarnya biji kopi, jika berada di tempat yang lebih tinggi maka biji kopi akan menjadi lebih besar. Beberapa varietas yang termasuk kopi robusta antara lain Quillou, Uganda, dan Chanephora, ketiga varietas tersebut masing-masing memiliki karakter fisik dan sifat yang berbeda (http://www.bironk.com/robusta-coffee, 2012).


(50)

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta di Indonesia adalah belum digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai dengan agroekosistem tempat tumbuh kopi robusta. Umumnya petani masih menggunakan bahan tanam dari biji berasal dari pohon yang memiliki buah lebat atau bahkan dari benih sapuan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas kopi robusta adalah dengan perbaikan bahan tanam. Penggantian bahan tanam anjuran dapat dilakukan secara bertahap, baik dengan metode sambungan di lapangan pada tanaman kopi yang telah ada, maupun penanaman baru dengan bahan tanaman asal setek. Adapun klon-klon kopi robusta yang dianjurkan adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP 358, BP 409, dan SA 203. Oleh karena kopi robusta bersifat menyerbuk silang, maka penanamannya harus poliklonal, dapat 3-4 klon untuk tiap hamparan kebun. Demikian pula sifat kopi robusta yang sering menunjukkan reaksi berbeda apabila ditanam pada kondisi lingkungan berbeda, Komposisi klon kopi robusta untuk suatu lingkungan tertentu harus berdasarkan pada stabilitas daya hasil, kompatibilitas (keserempakan saat berbunga) antar klon untuk kondisi lingkungan tertentu serta keseragaman ukuran biji (Prastowo, dkk, 2010).

Syarat Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)

Persyaratan tumbuh kopi robusta berdasarkan kriteria kesesuaian lahan Djaenudin, dkk (2003) adalah kopi robusta tumbuh dan berproduksi pada kisaran suhu 19-32 °C. Tanaman kopi robusta dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kedalamannya minimum 50 cm, tekstur liat sampai lempung berliat, konsistensi gembur, permeabilitas sedang, drainase baik, subur, reaksi tanah (pH) berkisar antara 4,5-7,0 yang optimum antara 4,3-6,0. Potensi produksi kopi robusta yang


(51)

diusahakan pada berbagai kondisi lahan dan manajemen untuk skala komersial adalah 1,0-2,0 Ton/Ha, sedangkan untuk perkebunan rakyat 0,5-1,2 Ton/Ha.

Tabel 1. Persyaratan Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)

Persyaratan tumbuh/Karakteristik

lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Suhu (tc) Suhu tahunan rata-rata

(ºC) 22 - 25

- 22 – 28

19 - 22 28 - 32

< 19 > 32 Ketersediaan air (wa)

Curah hujan tahunan rata-rata (mm) Jumlah bulan kering

(month) Kelembaban nisbi (%)

2000 – 3000 2 – 3 45 - 80

1750 – 2000 3000 – 3500

3 – 5 80 – 90;

35 – 45

1500 – 1750 3500 – 4000

5 – 6 > 90; 30 - 35

< 1500 > 4000 > 6 < 30 Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik Sedang

Agak terhambat, agak cepat Terhambat, sangat terhambat, cepat Keadaan perakaran (rc) Tekstur tanah Fraksi kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Halus, agak halus, sedang

< 15 > 100

- 15 – 35 75 – 100

Agak kasar, sangat halus 35 – 60 50 – 75

Kasar, sangat halus > 60 < 50 Ketersediaan hara ( nr) KTK liat (cmol/kg) Kejenuhan basa (%)

pH H2O

C-organik (%)

> 16 > 20 5.3 – 6.0

> 0.8

≤ 16 ≤ 20

6.0 – 6.5 5.0 – 5.3

≤ 0.8

> 6.5 < 5.3 Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) < 1 - 1 - 2 > 2

Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Tingkat bahaya erosi

(eh)

< 8 Sangat rendah

8 – 16 Rendah –

sedang

16 – 30;16 – 50 Berat

> 30; > 50 Sangat berat Bahaya banjir (fh)

Banjir F0 F0 F1 > F1

Penyiapan tanah (lp) Batuan permukaan (%)

Singkapan batuan (%)

< 5 < 5

5 – 15 5 – 15

15 – 40 15 – 25

> 40 > 25


(52)

Curah hujan yang sesuai untuk kopi seyogyanya adalah 1500 – 2500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan suhu rata-rata 15-25 0

Evaluasi Lahan

C dengan lahan kelas S1 atau S2 (Puslitkoka, 2006). Ketinggian tempat penanaman akan berkaitan juga dengan citarasa kopi (Prastowo, dkk, 2010).

Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan (Ritung, dkk, 2007).

Klasifikasi Kemampuan Lahan (Land Capabillity Classification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaanya secara lestari. Klasifikasi Kesesuaian Lahan (Land Suitabillity Classification) adalah penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian

absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum, sedangkan kesesuaian lahan dipandang sebagai kenyataan adaptabilitas

(kemungkinan penyesuaian) sebidang lahan bagi suatu macam penggunaan tertentu. Sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang essensial antara kemampuan lahan dan kesesuaian lahan (Arsyad, 2010).

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian


(53)

lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan

atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N) (Ritung, dkk, 2007).

Struktur klasifikasi lahan menurut sistem FAO (1976) didasarkan pada kelas- kelas kesesuaian lahan sebagai berikut :

• Kelas S1: Sangat sesuai (Highly Suitable) yaitu lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang serius untuk menerapkan pengolahan yang di berikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan yang biasa dilakukan.

• Kelas S2: Cukup sesuai (Moderatly Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dari keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang diperlukan.

• Kelas S3: Kurang sesuai (Marginally Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengolahannya yang


(54)

harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.

• Kelas N1: Tidak sesuai saat ini (Currently Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang sangat serius, tetapi masih dapat memungkinkan untuk diatasi hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengolahan model normal. Keadaan pembatas sedemikian seriusnya sehingga mencegah kelangsungan penggunaan lahan.

• Kelas N2: Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas permanen untuk mencegah segala kemungkinan kelangsungan penggunaan lahan.

Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai (Ritung, dkk, 2007).

Survei Tanah

Hasil pemetaan tanah tanpa diikuti oleh rekomendasinya tidak akan memberikan informasi dan kontribusi yang berguna dan tepat guna untuk mendukung program pembangunan pertanian. Oleh karena itu, data sumber daya


(55)

lahan yang diperoleh dari kegiatan pemetaan tanah harus ditindaklanjuti dengan interpretasinya melalui evaluasi lahan (Djaenudin, 2009).

Survei dan pemetaan tanah biasanya termasuk interpretasi untuk tujuan perencanaan penggunaan lahan dalam bentuk klasifikasi kemampuan lahan dan klasifikasi kesesuaian lahan. Tujuan klasifikasi tersebut adalah memberikan arahan perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan yang berkelanjutan. Pakar tanah mempunyai peranan dalam mengevaluasi kondisi lingkungan fisik, walaupun hal ini harus memperhitungkan juga teknologi dan konsekuensi sosial ekonomi masyarakat di wilayah tertentu (Sutanto, 2005).

Sebuah peta tanah dalam survei tanah adalah representasi dari pola tanah di lanskap. Skala dari peta dan kompleksitas dari pola tanah menentukan apa yang dapat ditampilkan pada peta tanah. Dalam merancang survei tanah, penggunaan proyeksi survei dan kompleksitas pola tanah sangat menentukan skala peta tanah. Bila menggunakan peta tanah, ingat bahwa skala, akurasi, dan detail yang tidak sama. Skala adalah hubungan antara jarak yang sesuai pada peta dan aktual jarak di tanah. Akurasi adalah derajat atau presisi dengan memetakan informasi yang diperoleh, diukur, dan dicatat, dan detail sesuai jumlah informasi yang ditampilkan. Peta skala, akurasi, dan detail yang saling terkait. Sebuah peta skala besar belum tentu lebih akurat dibandingkan peta skala kecil, namun, peta berskala besar umumnya menunjukkan lebih detail dibandingkan peta skala kecil. Peta tanah yang dibuat dengan menggunakan metode penelitian lapangan. Keakuratan peta ditentukan oleh banyak faktor, termasuk kompleksitas tanah, desain unit tanah peta, intensitas pengamatan lapangan dan pengumpulan data, dan keterampilan mapper (USDA, 1995).


(56)

Berbagai model evaluasi lahan yang telah dikembangkan menurut PPPTA (2005), salah satu diantaranya adalah LECS (A Land Evaluation Computer System Methodology and User Manual) (Wood and Dent, 1983). LECS dipakai oleh Pusat Penelitian Tanah pada LREP-I (Land Resource Evaluation and Planning Project), tahun 1987-1990. Hasil LREP-I adalah tersedianya data dan informasi potensi sumber daya lahan nasional dalam bentuk Database Sumber Daya Lahan dengan berbagai skala dan format, baik tabular maupun spasial (Arsyad, 2010).

Oleh Rossiter dan Van Wambekke (1997) dalam Ritung, dkk (2007) menjelaskan berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan

parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan

karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman.

Prosedur pengembangan kelas kemampuan lahan pertama kali dipublikasikan oleh Norton di dalam Soil Conservation Survey Handbook tahun 1939, meskipun ide mengenai kelas kemampuan lahan telah muncul jauh sebelumnya (Helms, 2005). Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke dalam

tiga kategori utama yaitu Kelas, Subkelas, dan Satuan Kemampuan (capability

unit) atau Satuan Pengelolaan (management unit). Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat (Arsyad, 2010).

Pada dasarnya, sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan oleh

USDA dan dikemukakan dalam Agricultural Handbook No. 210 (Klingebiel dan

Montgomery, 1961). Sistem ini dibagi dalam tiga kategori, yaitu kelas, sub-kelas, dan unit. Penggolongan kedalam kategori tersebut berdasarkan atas kemampuan


(57)

lahan tersebut untuk produksi pertanian secara umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang (Sutanto, 2005).

Jika survey sumberdaya lahan telah dilaksanakan dan data telah dianalisis, proses klasifikasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) metode parametrik dan (2) metode faktor penghambat. Pada metode parametrik kualitas lahan atau sifat-sifat lahan yang mempengaruhi kualitas lahan diberi nilai dari 10 sampai 100 atau 1 sampai 10. Kemudian setiap nilai digabungkan dengan penambahan atau perkalian dan ditetapkan selang nilai untuk setiap kelas. Dengan nilai tertinggi untuk kelas terbaik dan berkurang dengan semakin kecilnya selang nilai. Dengan metode faktor penghambat, maka setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamannya sampai yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas. Penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin rendah pula kelasnya.

(Arsyad, 2010).

Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian

Penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan dapat dioptimalkan apabila didukung informasi karakteristik lahan yang lengkap. Informasi tersebut dapat berupa cakupan areal efektif yang dapat diusahakan, kondisi biofisik wilayah, dan pertumbuhan serta produksi tanaman (Karim, dkk, 2008).

Untuk memperoleh lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu kriteria lahan yang dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan digunakan kriteria klasifikasi lahan yang sudah dikenal, baik yang bersifat umum maupun yang khusus. Tetapi pada umumnya disusun berdasarkan pada sifat-sifat


(58)

yang dikandung lahan, artinya hanya pada sampai pada pembentukan kelas kesesuaian lahan, sedangkan menyangkut produksi hanya berupa dugaan berdasarkan potensial kelas kesesuaian lahan yang terbentuk (Karim, dkk, 1996).

Karakteristik lahan yang berhubungan erat dengan evaluasi kesesuaian lahan adalah :

Iklim

1. Temperatur

Tidak seperti hewan yang bersifat homeothermic, tanaman tingkat tinggi tidak mampu mempertahankan sel-sel dan jaringannya pada suhu temperatur optimum yang konstan dan area itu daun, batang, dan akarnya biasanya berada dalam kisaran beberapa derajat dari suhu udara dan tanah sekelilingnya. Karena hal tersebut, pertumbuhan dan metabolisme tanaman sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan (Hanum, 2011).

Tanaman kina dan kopi, misalnya, menyukai dataran tinggi atau suhu rendah, sedangkan karet, kelapa sawit dan kelapa sesuai untuk dataran rendah. Pada daerah yang data suhu udaranya tidak tersedia, suhu udara diperkirakan berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat, semakin rendah suhu udara rata-ratanya dan hubungan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Braak (1928) :

26,3 C (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6 C)

(Ritung, dkk, 2007).

Untuk tanaman di daerah sedang, suhu optimum untuk fotosintesa lebih rendah dibanding suhu optimum untuk respirasi, akibatnya tanaman penghasil tepung seperti jagung dan kentang memberikan hasil lebih tinggi di daerah


(59)

beriklim sejuk disbanding daerah yang lebih panas. Temperatur udara dipengaruhi oleh letak tempat pada suatu lintang (latitude), tinggi tempat dari muka laut (altitude), dan kandungan air (kelembaban) (Damanik, dkk, 2011).

2. Curah Hujan

Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting untuk pertanian tropis, baik pada keadaan berlebih maupun kurang. Penyebaran curah hujan merupakan kriteria utama yang digunakan untuk mengelompokkan iklim tropis, seperti musim hujan atau musim kering. kelembaban merupakan faktor pembatas pada sekitar ¾ lahan yang dapat di tanami di daerah tropis. Curah hujan semusim bervariasi dari nol hingga 10.000 mm dan secara umum menurun dengan menaiknya lintang, tetapi bentuk wilayah dan kondisi lainnya saling berhubungan juga (Damanik, dkk, 2011).

Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah. Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan, terutama untuk padi. Berdasarkan kriteria tersebut Oldeman (1975) membagi zone agroklimat kedalam 5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt & Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda, yakni bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang terakhir lebih bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk penilaian tanaman tahunan (Ritung, dkk, 2007).


(60)

Pada curah hujan rata-rata 90 mm per bulannya dengan kondisi suhu panas akan menghasilkan komunitas hujan tropis, sedangkan curah hujan yang sama tetapi kondisi suhu rata-rata sedang komunitas yang hidup diatasnya adalah hutan temperate, penurunan curah hujan antara 30-60 mm pada suhu lingkungan sejuk komunitasnya adalah hutan gugur. Dan pada suhu panas dengan curah hujan lebih kecil dari 30 mm maka komunitas yang ditemui adalah padang rumput, akan tetapi jika curah hujan lebih kecil dari 10 mm komunitasnya berubah menjadi padang pasir (Hanum, 2011).

Pada taksa subkelas dapat dilakukan perbaikan terhadap faktor pembatas / penghambat yang dijumpai. Perbaikan faktor tersebut sangat bergantung kepada faktor pembatas, apakah faktor pembatas permanen seperti elemen-elemen iklim (curah hujan, suhu, kelembaban, penyinaran, dll) atau pembatas tidak permanen seperti elemen-elemen tanah (unsur hara, bahan organik, pH, dll). Sehingga dengan perbaikan faktor pembatas tersebut dapat meningkatkan kelas, tergantung tingkat perbaikan atau tingkat asumsi perbaikan faktor pembatas yang dilakukan (Karim, 2007).

Sifat Fisik Tanah 1. Tekstur

Definisi tekstur menurut USDA adalah perbandingan relatif antara partikel tanah yang terdiri atas fraksi lempung, debu, dan pasir. Tekstur tanah bersifat permanen/tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lain seperti struktur, konsistensi, kelengasan tanah, permeabilitas tanah, run off, daya infiltrasi, dan lain-lain (Sutanto, 2005).


(61)

Tanah terdiri dari partikel mineral yang berasal dari pengikisan batuan, dan bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan atau tanaman, fauna dan mikrobia tanah. Partikel mineral dan organik bercampur membentuk berbagai jenis agregat tanah. Tanah merupakan suatu ekosistem yang hidup dan diklasifikasikan menurut teksturnya yaitu berdasarkan kandungan pasir, debu, dan liat yang terkandung didalamnya (Hanafiah, dkk, 2009).

Untuk penentuan klasifikasi kemampuan lahan, tekstur lapisan atas tanah

(0-30 cm) dan lapisan bawah (30-60 cm) dikelompokkan sebagai berikut; (t1)

tanah bertekstur halus meliputi liat berpasir, liat berdebu, liat. (t2) tanah bertekstur agak halus meliputi lempung liat berpasir, lempung berliat, dan lempung liat berdebu. (t3) tanah bertekstur sedang meliputi lempung, lempung berdebu, dan berdebu. (t4) tanah bertekstur agak kasar meliputi lempung berpasir, lempung berpasir halus, dan lempung berpasir sangat halus. (t5

2. Kedalaman Efektif

) tanah bertekstur kasar meliputi pasir berlempung dan pasir (Arsyad, 2010).

Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu kedalaman sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa lapisan padas keras (hard pan), padas liat (clay pan), padas rapuh (Fragi-pan) atau lapisan phlintite (Arsyad, 2010).

Cara praktis penetapan bawah (kedalaman efektif) suatu solum tanah adalah melalui penyidikan pada kedalaman penetrasi perakaran tanaman yang tidak mempunyai lapisan padat yang dapat menghambat penetrasi akar, maka perakaran tanaman akan berpeluang menembus sampai perbatasan mineral tanah


(62)

dan bahan geologis atau bukan tanah. (Foth, 1998) mengklasifikasikan kedalaman efektif sebagai berikut; Ke-1 = > 90 cm (dalam), Ke-2 = 50-90 cm (sedang), Ke-3 = 25-50 cm (dangkal), dan Ke-4 = < 25 cm (sangat dangkal).

3. Permeabilitas

Permeabilitas adalah kualitas tanah untuk meloloskan air atau udara, yang diukur berdasarkan besarnya aliran yang melalui satuan tanah yang telah dijenuhi terlebih dahulu per satuan waktu tertentu. Permeabilitas sangat dipengaruhi oleh tekstur, struktur, dan porositas. Permeabilitas diukur berdasarkan horizon tertentu (Sutanto, 2005).

Air keluar dari suatu areal tertentu dapat melalui beberapa bentuk seperti aliran permukaan (Surface runoff), aliran bawah permukaan (Subsurface flow),

aliran bawah tanah (Ground waterflow), dan aliran sungai (Stream flow) (Arsyad, 2010).

4. Drainase

Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut; (d0) berlebihan, air lebih segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air yang ditahan oleh tanah sehingga

tanaman akan segera mengalami kekurangan air. (d1) baik, tanah mempunyai

peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas samapai ke bawah (150 cm) berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak kuning, coklat atau

kelabu. (d2) agak baik, tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah

perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, cokelat, atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah. (d3) agak buruk, lapisan tanah atas mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu, atau coklat. Bercak-bercak ditemukan pada seluruh lapisan bagian


(1)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kesesuaian Lahan Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)”, dan merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Muhammad Saleh Silam dan Ibunda Elvi Endri Yetti yang selalu memberikan bantuan baik moril maupun materil. Bapak Ir. Hardy Guchi, MP. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Mariani Sembiring, SP. MP. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan berharga kepada penulis.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga, teman-teman AET 2009, 2010, 2011, dan 2012 juga kepada teman-teman-teman-teman IMILTA 2008 dan 2009 yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2014


(2)

DAFTAR ISI

RIWAYAT HIDUP ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.) ... 4

Syarat Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.) ... 5

Kondisi Umum Wilayah Penelitian ... 7

Evaluasi Lahan ... 8

Survei Tanah ... 10

Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian ... 13

Iklim ... 14

Sifat Fisik Tanah ... 16

Sifat Kimia Tanah... 21

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

Bahan dan Alat ... 27

Metode Penelitian ... 27

Pelaksanaan Penelitian ... 28

Parameter yang diukur ... 29

Analisis Kesesuaian Lahan ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 35

Satuan Peta Lahan ... 35

Data Iklim dan Data Lapangan ... 36

Data Analisa laboratorium Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 38

Sifat Kimia Tanah... 38

Sifat Fisika Tanah ... 40


(3)

Kelas Kesesuaian lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta ... 47 Pembahasan ... 53

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 63 Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR


(4)

DAFTAR TABEL

No. Nama

1. Persyaratan Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.) ... 6

Hal. 2. Hasil Pengamatan Data Satuan Peta Lahan (SPL) ... 35

3. Hasil Pengamatan Data Iklim Pada 3 SPL ... 38

4. Hasil Pengamatan Data Lapangan Pada 3 SPL ... 39

5. Hasil Analisa Laboratorium Untuk Sifat Kimia Tanah Pada 3 SPL ... 40

6. Hasil Analisa Laboratorium Untuk Sifat Fisika Tanah Pada 3 SPL ... 42

7. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPT I ... 44

8. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPT II ... 46

9. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPT III ... 48

10. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPT I ... 50

11. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPT II ... 52

12. Kelas Kesesuaian lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPT III ... 54


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Nama

1. Peta Titik Pengambilan Contoh Tanah ... 71

Hal. 2. Peta Satuan Lahan Daerah Penelitian ... 72

3. Peta Kelas Kesesuaian Lahan S3 (Kurang Sesuai) Untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta L.) ... 73

4. Peta Kelas Kesesuaian Lahan N (Tidak Sesuai) untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta L.) ... 73

5. Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta L.) ... 74

6. Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L.) ... 74

7. Pencatatan Koordinat Pengambilan Titik Sampel ... 75

8. Pengambilan Sampel ... 75

9. Persiapan Sampel ... 76


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Nama

1. Data Lokasi Pengambilan Titik Sampel ... 67 Hal.

2. Data Curah Hujan (mm) Kabupaten Dairi Tahun 2006-2010 ... 68 3. Data Suhu Udara (ºC) Kabupaten Dairi Tahun 2006-2010 ... 68 4. Data Persyaratan Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.) . 69 5. Data Kriteria Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kopi Arabika Organik ... 70