Pengaruh Rasio Keuangan, Struktur Corporate Governance, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2014)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
LandasanTeori
2.1.1 TeoriKeagenan
Menurut Bodroastuti (2009) teori
merupakan
keagenan (agency theory)
“teori
yangmenjelaskan
tentangadanyapemisahankepentinganantarapemilikperusahaandan
pengelola perusahaan.”
Menurutteorikeagenan,pemisahanini dapat
menimbulkankonflik.Terjadinyaagency
conflict
disebabkanpihak-
pihakyang
terkaityaituprincipal(yangmemberikontrakataupemegangsaham)danage
n
(yangmenerimakontrakdan
mengeloladanaprincipal)mempunyaikepentingan
salingbertentangan.
Menurut
Jensen
dan
yang
Meckling
(1976)
“apabilaagen dan principalberupayamemaksimalkan utilitasnyamasingmasing,
sertamemilikikeinginandanmotivasiyangberbeda,
makaagen(manajemen)tidak selalubertindaksesuaikeinginanprincipal.”
Jensendan
Meckling(1976)menggambarkanhubungankeagenan(agency
relationship) sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak
yang ditetapkan antaraprincipal yangmenggunakan agent
melaksanakan
jasa
untuk
yangmenjadikepentinganprincipaldalamhal
16
Universitas Sumatera Utara
terjadipemisahankepemilikandan
kontrolperusahaan.Teorikeagenanmerupakandasaryang digunakanuntuk
memahamicorporategovernance.Triwahyuningtias
mengemukakan
“prinsiputamateori
(2012)
ini
menyatakanadanya
hubungankerjaantarapihakyangmemberiwewenang(principal)yaituinves
tordengan pihak yang menerima wewenang (agen) yaitu manajer, dalam
kontrakkerjasama. ”
bentuk
Permasalahanyangmunculakibat
adanyaperbedaankepentinganantaraagendanprincipaldisebutagencyprob
lem.
Salah
Asymmetric
satu
penyebab
agency
problem
Information.Menurut
adalah
Emirzon
adanya
(2007)
AsymmetricInformationadalah “informasiyang yangtidakseimbang yang
disebabkanadanyadistribusiinformasiyang tidaksamaantaraprinsipaldan
agen yangberakibat dapat menimbulkan dua
disebabkan
permasalahan yang
adanyakesulitanprincipaluntukmemonitordan
melakukankontrolterhadap tindakan-tindakan.”
JensendanMeckling(1976)menyatakanpermasalahantersebutadal
ah:
a.Moralhazard,yaitupermasalahanyang munculjika agentidak
melaksanakanhal-halyangdisepakatibersamadalamkontrakkerja.
b.
Adverseselection,yaitu suatu keadaandimanaprincipaltidak
dapat
mengetahuiapakahsuatukeputusandiambiloleh
agenbenar-benar
didasarkanatas
17
Universitas Sumatera Utara
informasiyangtelahdiperolehnya,atau
sebuahkelalaiandalamtugas.
terjadisebagai
Teorikeagenanmenekankanpada
pentingnyapendelegasianwewenangdari principal
agent,
kepada
dimana agent mempunyai kewajiban untuk mengelola perusahaan
sesuai
dengan
kepentingan
principal.Dengan
adanya
pendelegasian wewenang dari principal kepadaagent, maka berarti
bahwa agent yang mempunyai kekuasaan dan pemegang kendali
suatu
perusahaan
dalam
kelangsungan
hidupnya,
untuk
ituagentdituntutagarbisaselalutransparandalamkegiatanpengelolaannya
atassuatuperusahaan.Menurut
Wahyuningtyas
laporankeuanganagentdapatmenunjukkan
(2010)
“melalui
salah
satubentukpertanggungjawabannyaatas kinerjayangtelahdilakukannya
terhadap perusahaan.”
Akibat dari adanya perbedaan kepentingan antara pihak agent
dan principal dimana para manajer (agent) biasanya akan selalu
berusaha meningkatkan prestasinya melalui peningkatan kinerja
sedangkan untuk pemegang saham (principal) akan melakukan
pengawasan agar tidak terjadi penipuan yang dilakukan manajer, pada
akhirnya akan menyebabkan timbulnya konflik keagenan. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi konflik keagenan
adalah dengan menerapkan good corporate governance dalam
18
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Dengan berkurangnya konflik keagenan maka akan
tercipta suatu kesinambungan yang baik antara pemilik dengan
manajer perusahaan, keselarasan dalam tujuan, dan pada akhirnya
menjadikan perusahaan berada dalam kondisi yang kondusif sehingga
kondisi financial distress dapat dicegah.
2.1.2 Financial Distress
Financialdistressadalah
suatu
kondisidimanaperusahaanmenghadapi masalah
kesulitankeuangan.
Menurut PlattdanPlatt(2002)Financial distress didefinisikansebagai
“tahappenurunankondisikeuanganyang
terjadisebelum
terjadinya
kebangkrutan ataupunlikuidasi.” Kondisifinancial distresstergambar
dari ketidakmampuan atau tidak tersedianya dana untuk membayar
kewajiban yang telah jatuh tempo.
Elloumidan
Gueyie(2001)mengkategorikanperusahaandenganfinancial distressbila
“selamadua
tahunberturut-turutmengalamilababersihnegatif
.”Classenset
al.(1999)dalamwardhani(2006)mendefinisikan
perusahaan yang
“perusahaan
berada dalam kesulitan keuangan sebagai
yang
memilikiinterestcoverageratiokurangdari
satu.”Almiliadan Kristijadi(2003) menyatakan
yang
mengalami
financial
distress
selamabeberapatahunmengalamilaba
bahwa
perusahaan
adalah “perusahaanyang
bersihoperasi(net
19
Universitas Sumatera Utara
operationincome)negatifdan selamalebihdarisatutahuntidakmelakukan
pembayarandividen.”Menurut Fitdini (2009) pada
umumnyasinyal
terjadinya financial distress terlihat dari “pelanggaranperusahaanatau
perjanjianutangdenganpihakkreditorserta
penguranganatau
penghapusandalammembayardividen.”
Ketikaperusahaanmengalamidelistedyang diakibatkan karena
perusahaan
memperolehlababersihdan
nilaibukuekuitas
negatifberturut-turutatauperusahaantersebutsudahdi
dianggap
sebagaisalah
satuindikasi
bahwa
mergerjugadapat
perusahaan
telah
mengalamifinancialdistress.
2.1.2.1.DampakFinancialDistress
Salahsatudampakfinancialdistressadalahdapat
membawaperusahaan
mengalamikesulitandalam
membayarkankewajibanyangditanggung.Menurut
Anggarini(2010),perusahaanyang
mengalamifinancialdistress(kesulitan
keuangan)
akan
menghadapikondisi:
1.
Tidak mampumemenuhi jadwal atau kegagalan pembayaran
kembali hutang yangsudah jatuh tempo kepadakreditor.
2.
Perusahaan dalamkondisi tidaksolvable(insolvency).
20
Universitas Sumatera Utara
Pendapat lain
yang dikemukakan olehGitman (2002),
terdapattigahalyang
palingterlihatketikaperusahaan
mengalamifinancialdistress, yaitu:
1. BusinessFailure(kegagalan bisnis), dapatdiartikan sebagai:
a. Keadaan dimana realized rate of retrun dari modal
yang
diinvestasikansecarasignifikan
terus
menerus
lebihkecildarirateof returnpada investasisejenis.
b. Suatukeadaandimanapendapatanperusahaantidakdapatmenut
upi biayaperusahaan.
c. Perusahaan diklasifikasikan kepadafailure, perusahaan
mengalami kerugian operasional selama beberapa tahun atau
memiliki
retrun
yang
lebihkecildaripadabiayamodal(costofcapital)ataunegative
retrun
2.
Insolvency(tidak solvable), dapatdiartikan sebagai:
a.Technical insolvencytimbul apabilaperusahaan tidakdapat
memenuhi kewajibanpembayaran hutangnya pada saat jatuh
tempo.
b.Accounting
insolvency,
perusahaan
memilikinegativenetworth,
secaraakuntansimemilikikinerjaburuk(insolvent),haliniterjad
i
apabilanilaibuku
darikewajiban
perusahaan
melebihinilaibuku dari totalhartaperusahaantersebut.
3.Bankruptcy,yaitukesulitankeuanganyang mengakibatkanperusahaan
memilikinegativestockholders
equityataunilaipasivaperusahaanlebih
besar
darinilaiwajar
hartaperusahaan.
Dari tiga macamkategorifinancialdistressdi atas, penelitian ini
menggunakanpoinpertamauntuk
dianggap
mengkategorikanperusahaanyang
mengalamifinancialdistress,yaitu
ketikaperusahaan
mengalamikegagalan bisnis yang terlihatdaripendapatan perusahaanyang
tidakdapat
menutupibiaya
perusahaan
yangtimbul.
Kasus
ini
21
Universitas Sumatera Utara
mencerminkan bahwa saat kondisi perusahaan mengalamikerugian,
perusahaan akan cenderung mencari suntikan dana dari pihak lain yaitu
dapat dilakukan dengan menerbitkan surat hutang (obligasi) ataupun
berhutang dengan pihak ketiga untuk menutupi kekurangan biaya
tersebut.
2.1.2.2.Faktor PenyebabFinancialDistress
Financialdistressdapattimbulkarena
adanyapengaruhdaridalam
perusahaansendiri(internal)maupundari
luarperusahaan(eksternal).Damodaran
(2001)
menyatakan,
faktor
penyebabfinancialdistressdaridalamperusahan lebih bersifatmikro, faktorfaktor daridalamperusahaan tersebut adalah
1. Kesulitan aruskas
Terjadiketikapenerimaan pendapatan perusahaan darihasiloperasi
perusahaan tidak cukupuntuk menutupibebab-bebanusahayang timbul
atasaktivitasoperasiperusahaan.Kesulitanaruskas
jugadisebabkan
adanyakesalahanmanajemenketikamengelolaalirankas perusahanuntuk
pembayaranaktivitasperusahaan
yangmemperburuk
kondisi
keuangan perusahaan
2. Besarnya jumlahhutang
Kebijakanpengambilanhutang perusahaanuntuk menutupibiaya yang
timbulakibatoperasiperusahaan
akanmenimbulkankewajibanbagi
perusahaanuntukmengembalikanhutang dimasadepan.Ketika tagihan
jatuh
tempo
dan
perusahaan tidak
mempunyai cukup
danauntuk membayar tagihan-tagihan yang
terjadi maka
kemungkinan
yang
dilakukankreditur
adalahmengadakanpenyitaanhartaperusahaanuntuk
menutupikekurangan pembayaran tagihan tersebut.
3. Kerugian dalamkegiatan operasionalperusahaan selamabeberapa tahun
22
Universitas Sumatera Utara
Kerugianoperasionalperusahaan
menimbulkan
aruskasnegatif
dalamperusahaan.Halinidapatterjadi karenabebanoperasional lebih
besardaripendapatan yangditerimaperusahaan.
Apabilaperusahaan mampu menutupiatau menanggulangi tiga di
atas, belum tentu
perusahaantersebut dapatterhindardari financial
distress. Karena
masihterdapat faktor eksternal perusahaan yang
menyebabkan
financial distress. MenurutDamodaran (2001),
“faktoreksternalperusahaan lebih bersifatmakro, dan cakupannya lebih
luas.”Faktor
eksternaldapatberupakebijakan
pemerintah
dapatmenambahbebanusahayang
yang
ditanggung
perusahaan,misalnyatarifpajak yang meningkatyang dapatmenambah
bebanperusahaan.Selainitumasihada kebijakansukubungapinjamanyang
meningkat,menyebabkanbebanbungayang
ditanggungperusahaan
meningkat.
2.1.3 Laporan Keuangan
2.1.3.1. Pengertian Dan Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan suatu hal yang penting bagi
perusahaan publik khususnya karena laporan keuangan menjadi
sumber informasi untuk pertimbangan yang digunakan para investor
untuk berinvestasi dalam perusahaan tersebut yang akan dilaporkan
secara berkala. Adapun beberapa pengertian laporan keuangan adalah
sebagai berikut :
23
Universitas Sumatera Utara
1. Menurut Munawir (2004) laporan keuangan adalah “hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi
antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak
yang berkepentingan dengan data atau aktivitas dari perusahaan
tersebut”.
2. Menurut Harahap (2002) laporan keuangan merupakan “pokok atau
hasil akhir dari suatu proses akuntansi yang menjadi bahan
informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam
proses pengambilan keputusan dan juga dapat menggambarkan
indikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuannya”.
3. Menurut Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 1 (IAI:2004)
laporan keuangan merupakan “laporan periodik yang disusun
menurut prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum
tentang status keuangan dari individu, sosiasi atau organisasi bisnis
yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan merupakan seluruh ringkasan informasi dari semua kegiatan
perusahaan yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan yang
disusun sesuai standar akuntansi yang berlaku umum dan akan menjadi
alat untuk pengambilan keputusan serta terdiri atas laporan posisi
keuangan, laporan laba komprehensif, laporan perubahan posisi keuangan,
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.
24
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Pelaporan Keuangan menurut konsepsi FASB sebagai berikut.
1. Memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya dan
bermanfaat bagi investor dan kreditur untuk dasar pengambilan
keputusan investasi dan pemberian keputusan.
2. Memberikan informasi posisi keuangan perusahaan dengan
menunjukkan sumber-sumber ekonomi (kekayaan) perusahaan
serta asal kekayaan tersebut (siapa pihak yang mempunyai hak atas
atas kekayaan tersebut).
3. Memberikan informasi keuangan yang dapat menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (earning power).
4. Memberikan informasi yang dapat menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam melunasi hutang-hutangnya.
5. Memberikan informasi keuangan yang dapat menunjukkan sumbersumber pembiayaan perusahaan.
6. Memberikan informasi yang dapat membantu para pemakai dalam
meramalkan aliran kas masuk ke perusahaan.
Adapun beberapa karakteristik kualitas laporan keuangan
menurut PSAK adalah sebagai berikut:
1. Dapat dipahami
Laporan keuangan memiliki kualitas tinggi apabila dapat
dengan mudah dipahami oleh penggunanya dan yang akan
menjadi sumber informasi bagi pengambilan keputusan yang
tepat. Hal ini berarti bahwa para pengguna haruslah memiliki
pemahaman akan aktivitas ekonomi dan bisnis serta akuntansi.
2. Relevan
Laporan keuangan dikatakan relevan jika informasi itu
memiliki kualitas relevan apabila dapat mempengaruhi
keputusan ekonomi pengguna, dengan membantu mengevaluasi
peristiwa masa lalu, masa kini dan masa depan.
3. Keandalan
Laporan keuangan dikatakan handal jika memiliki daya
uji , ketepatan penyajian dan netraliti atau tidak memihak pada
pihak lain.
4. Dapat dibandingkan
Laporan keuangan dapat dibandingkan apabila informasi
tersebut dapat bermanfaat untuk mengidentifikasikan
kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan dengan
membandingkannya secara horizontal dan vertikal.
25
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Analisis Rasio Keuangan
Menurut Harahap (2010:297), rasio keuangan merupakan “angka
yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu akun laporan keuangan
dengan akun lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan
signifikan.” Menurut Simamora (2002:357), analisis rasio merupakan cara
penting untuk menyatakan hubungan-hubungan yang bermakna diantara
komponen-komponen
dari
laporan-laporan
keuangan.
Rasio
menggambarkan suatu hubungan antara suatu jumlah tertentu dengan
jumlah lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio yang akan
menjelaskan atau menggambarkan kepada penganalisa baik atau buruknya
keadaan posisi keuangan suatu perusahaan.
Menurut Margaretha (2004:22), penganalisaan rasio keuangan ada
beberapa cara, di antaranya :
a. Analisis horisontal/trend analysis, yaitu membandingkan rasiorasio keuangan perusahaan dari tahun-tahun yang lalu dengan
tujuan agar dapat dilihat trend dari rasio-rasio perusahaan selama
kurun waktu tertentu.
b. Analisis vertikal, yaitu membandingkan data rasio keuangan
perusahaan dengan rasio semacam dari perusahaan lain yang
sejenis atau standar industri untuk waktu yang sama.
Sedangkan menurut Riyanto (2010:329), dalam mengadakan
analisis rasio keuangan pada dasarnya dapat melakukannya dengan 2
macam cara pembandingan, yaitu :
a. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio
dari waktu-waktu yang lalu (rasio historis) atau dengan rasio-rasio
yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari
perusahaan yang sama. Dengan cara pembanding ini akan dapat
diketahui perubahan-perubahan dari rasio tersebut dari tahun ke
26
Universitas Sumatera Utara
tahun. Kalau diketahui perubahan dari angka rasio tersebut maka
dapatlah diambil kesimpulan mengenai tendensi atau
kecenderungan keadaan keuangan serta hasil operasi perusahaan
yang bersangkutan.
b. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan dengan rasiorasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri (rasio
industri/rasio standar) untuk waktu yang sama. Dengan cara ini
akan dapat diketahui apakah perusahaan yang bersangkutan dalam
aspek keuangan tertentu berada di atas rata-rata industri, berada
pada rata-rata atau terletak dibawah rata-rata industri.
Menurut
Riyanto
(2010:331),
umumnya
rasio
dapat
dikelompokkan dalam 4 (empat) tipe dasar, yaitu :
1. Rasio Likuiditas, adalah rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka
pendeknya.
2. Rasio Leverage, adalah rasio yang mengukur seberapa jauh
perusahaan dibelanjai dengan hutang.
3. Rasio Aktivitas, adalah rasio yang mengukur seberapa efektif
perusahaan menggunakan sumber dananya.
4. Rasio Profitabilitas, adalah rasio yang mengukur hasil akhir
dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan.
Prihadi (2008:8), mengemukakan beberapa hal mengenai penggunaan
rasio keuangan dengan variasinya:
1. Setiap peneliti berhak menentukan rasio yang digunakan.
2. Tidak ada regulasi tentang penggunaan rasio tertentu.
3. Setiap rasio mempunyai keterbatasan arti di samping
kelebihannya.
Dalam
penelitian
ini,
penulis
menggunakan
aspek
rasio
likuiditas, leverage, profitabilitas dan aktivitas.
27
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.1 Likuiditas
Analisis
likuiditasdigambarkansebagai
ataslaporankeuangan
manakemampuan
jangkapendek.Rasio
suatu
perusahaan
itu
untuk
lancarperusahaan
Currentratio
pendekperusahaan.
likuiditasyang
mengukur sejauh
memenuhikewajiban-kewajiban
inidihitungdengancurrent
membandingkan jumlahaset
jangka
perusahaan
analisa
ratio,
yaitu
dengan kewajiban
merupakanindikator
dipakaisecaraluas,denganalasanselisih
lebihasetlancardiatashutang
lancar
merupakansuatujaminanterhadapkemungkinanrugi
yangtimbuldariusaha dengan cara merealisasikan aset lancarnon kas
menjadi kas.
Semakin besar jumlah jaminan yang tersedia untuk
menutup kemungkinan rugi, kesulitankeuangan akan semakin terhindar.
2.1.4.2 Leverage
Leverage merupakan rasio
keuangan yang
menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka
pendek maupun jangka panjang. Menurut Tarjo (2008) “rasioleverage
menggambarkansumberdanaoperasiyang
digunakanperusahaan.”Rasioleverage
jugamenunjukkanrisikoyang
akan dihadapiperusahaan di masa depan.Semakinbesarrisikoyang
dihadapiperusahaan makaketidakpastian untuk menghasilkan labadi
masadepan
jugaakansemakinmeningkat.
Menurut
Widarjo
dan
28
Universitas Sumatera Utara
Setiawan (2009) analisisterhadap rasioinidiperlukan untukmengukur
kemampuan
perusahaan
dalammembayarutang(jangkapendekdanjangkapanjang)apabilapadasu
atu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan.
Salah satuindikator financial leverage yang akan digunakan
dalam
penelitianini
total
adalahrasiototalutangterhadaptotalaktiva(totalliabilitiesto
asset). Rasio ini
utang
menekankan pada peran penting pendanaan
bagi perusahaan denganmenunjukkan persentase aktiva
perusahaan yang didukung olehpendanaanutang.
2.1.4.3 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan rasio
mengukur
kemampuan
labaataukeuntungan.
yang
perusahaan
digunakan untuk
dalammemperoleh
Indikatorprofitabilitasyang
dalampenelitian
iniyaituReturn
digunakanuntuk
mengukur
onasset
efektivitas
menghasilkan
digunakan
(ROA).
perusahaan
ROA
didalam
keuntungan
denganmemanfaatkanaktivayangdimilikinya.
Husnan (2001) mengemukakan bahwa “semakin besarReturn
on
Asset
menunjukkan
kinerja
keuangan
yang
semakinbaik,karenatingkatkembalian(return)semakinbesar.”
29
Universitas Sumatera Utara
Menurut
Ardiyanto
(2011)
“apabilaReturnonAssetmeningkat,berartiprofitabilitasperusahaan
meningkat,
sehinggadampakakhirnyaadalahpeningkatanprofitabilitasyangdinik
matioleh pemegangsaham.”
2.1.4.4 Rasio Aktivitas
Menurut Kasmir (2011;172), rasio aktivitas adalah “rasio yang
digunakan
untuk
mengukur
efektivitas
perusahaan
dalam
menggunakan aktiva yang dimilikinya.” Dari hasil pengukuran
tersebut dapat terlihat apakah perusahaan lebih efisien dan efektif
dalam mengelola aset yang dimilikinya atau sebaliknya.Rasio
aktivitas dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja
manajemen dalam menjalankan perusahaan. Dari hasil pengukuran
ini dapat terlihat apakah manajer mampu atau tidak mampu
mencapai target yang telah ditentukan perusahaan.
Rasio aktivitas dapat diklasifikasikan menjadi rasio perputaran
kas (cash turnover) , rasio perputaran piutang usaha (account
receivable turnover), perputaran persediaan (inventory turnover),
perputaran modal kerja (working capital turnover), perputaran
aktiva tetap (fixed assets turnover), dan perputaran total aktiva
(total assets turnover). Dalam penelitian ini rasio yang digunakan
untuk
mengukur
pengaruh
kemampuan
perusahaan
dalam
30
Universitas Sumatera Utara
mengelolah sumber daya yang dimilikinya terhadap kemungkinan
terjadinya financial distress yaitu dengan menggunakan rasio
perputaran persediaan (inventory turnover).
Menurut Kasmir (2011;180) perputaran persediaan (inventory
turnover) adalah “rasio yang digunakan untuk mengukur berapa
kali dana yang ditanam dalam persediaan ini berputar dalam satu
periode.” Rasio ini menunjukkan berapa cepat perputaran
persediaan barang dalam siklus produksi normal.Semakin besar
rasio ini, semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan penjualan
berjalan lancar.
2.1.5 Corporate Governance
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002
mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh suatu organ BUMN untuk
meningkatkan
keberhasilan
akuntabilitas
perusahaan
guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan
tetap
memperhatikan
kepentingan
stakeholders
lainnya
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
FCGI
(Forum
Corporate
Governance
for
Indonesia)
mendefinisikan corporate governance sebagai :
31
Universitas Sumatera Utara
“seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, manajemen, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern maupun
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka dimana tujuan dari corporate governance
disini adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh
pihak yang berkepentingan (stakeholders) dari perusahaan.”
Pada perusahaan Indonesia pengawasan terhadap pelaksanaan
good corporate governance diawasi oleh Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG).KNKG mengeluarkan Pedoman
Umum Good Corporate Governance Indonesia yang dapat
digunakan oleh perusahaan sebagai acuan dalam pengelolaan
perusahaan yang baik, yang selanjutnya disebut Pedoman GCG.
Fungsi penerapan good corporate governance bagi perusahaan
menurut KNKG adalah:
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan
melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi
serta kewajaran dan kesetaraan
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian
masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komisaris,
Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris
dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang
tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian
lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham
dengan memperhatikan pemangku kepentingan lainnya
32
Universitas Sumatera Utara
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional
maupun
internasional,
sehingga
meningkatkan
kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi
dan
pertumbuhan
ekonomi
nasional
yang
berkesinambungan.
Menurut Radifan (2011), pada pelaksanaanya terdapat 5 prinsip
dasar dari corporate governance secara umum, yaitu:
1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
mengemukakan informasi yang materiil dan relevan
mengenai kondisi perusahaan
2. Accountabililty (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi,
sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif
3. Responsibility (pertanggung jawaban), yaitu kesesuaian
atau kepatuhan terhadap prinsip korporasi yang sehat dan
peraturan yang berlaku dalam pengelolaan perusahaan
4. Independensi (kemandirian), yaitu pengelolaan perusahaan
secara professional tanpa adanya benturan kepentingan dan
pengaruh atau tekanan dari pihak manajemen yang tidak
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip korporasi yang sehat
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang
adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan pada perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku
Dalam implementasi prinsip tersebut, perlu adanya sokongan
dari personel perusahaan untuk mengoptimalkan pelaksanaan good
corporate governance dengan baik. Oleh karena itu dibuatlah
Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor : Kep-305/BEJ/072004 Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di
33
Universitas Sumatera Utara
Bursa
yang
mewajibkan
perusahaan
yang
menyelenggarakan
pengelolaan yang baik (good corporate governance) memiliki:
1. Komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional
sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan
Pemegang Saham Pengendali dengan ketentuan jumlah
Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga
puluh persen) dari jumlah seluruh komisaris
2. Komite Audit
3. Sekretaris Perusahaan
Elemen-elemen yang digunakan dalam pengukuran struktur
corporate governance yaitu komisaris independen, kepemilikan
manajerial, dan kepemilikan institusional.
2.1.5.1 Komisaris Independen
Dalam perusahaan terdapat dewan komisaris yang bertugas
untuk
mengawasi
aktivitas
serta
perilaku
manajemen
dalam
menjalankan perusahaan.Dewan komisaris sebagai organ perusahaan
bertanggungjawab secara kolektif untuk mengawasi dan memberikan
nasihat
kepada
direksi
serta
memastikan
bahwa
perusahaan
melaksanakan good corporate governance.Namun dalam keputusan
operasional perusahaan sesuai dengan Pedoman Umum Good
Corporate Governance Indonesia, pelaksanaan dewan komisaris perlu
memenuhi prinsip-prinsip berikut :
1.
Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan
pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta
dapat bertindak independen.
34
Universitas Sumatera Utara
2.
Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu
berintegritas memiliki kemampuan sehingga dapat
menjalankan fungsinya dengan baik termaksud memastikan
bahwa direksi telah memperhatikan kepentingan semua
pemangku kepentingan.
3.
Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris
mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada
pemberhentian sementara.
Menurut KNKG (2006) komisaris independen adalah anggota
dewan komisaris yang tidak terafiliasi oleh pihak manajemen, anggota
dewan komisaris lainnya, pemegang saham pengendali, serta bebas
dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi
kemampuan
untuk
bertindak
independen
demi
kepentingan
perusahaan. Keberadaan dari komisaris independen telah di atur Bursa
Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000 yang kemudian
diubah menjadi peraturan BEJ tanggal 19 Juli 2004. Melalui peraturan
tersebut dijelaskan bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa harus
mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama
dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas.
Jumlah komisaris independen yang diatur dalam peraturan Bursa
adalah 30 % dari total komisaris perusahaan.
2.1.5.2 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah seluruh saham yang dimiliki
oleh manajemen atau pengelola perusahaan tersebut. Menurut
Christiawan dan Tarigan (2007) kepemilikan manajerial adalah
35
Universitas Sumatera Utara
“kepemilikan saham perusahaan oleh manajer atau dengan kata lain
manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham.”Dengan
demikian kepemilikan saham oleh manajer dalam perusahaan
membuat manajer memiliki fungsi ganda yaitu sebagai pemilik
sekaligus pengelola perusahaan.Manajer pemilik saham tersebut
memiliki hak untuk memberikan saran ataupun tekanan secara
langsung kepada perusahaan. Oleh karena itu dalam hubungannya
dengan kinerja perusahaan, kepemilikan manajerial yang semakin
tinggi akan semakin menambah usaha manajemen untuk membawa
perusahaan ke arah yang lebih baik yang lebih menguntungkan pemilik
dimana manajemen tersebut termasuk pemilik perusahaan yang
bersangkutan.
Hal diatas sejalan dengan pendapat Demsey & Laber (1993)
dalam Nuraeni (2010) yang menyatakan masalah keagenan banyak
dipengaruhi oleh insider ownership.Insider ownership adalah pemilik
perusahaan sekaligus pengelola perusahaan. Semakin besar insider
ownership maka perbedaan kepentingan antara pemegang saham
dengan pengelola perusahaan akan semakin kecil, karena manajer
sebagai pengelola perusahaan tersebut akan lebih berhati-hati atas
keputusan yang diambil karena juga ikut menanggung konsekuensi
dari keputusan yang dilakukan.
36
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.3 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah jumlah proporsi saham
perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau badan usaha atau
organisasi.Fungsi dari kepemilikan institusional dalam perusahaan
adalah monitoring, kepemilikan institusional diharapkan memiliki
kemampuan yang lebih baik daripada kepemilikan individu. Menurut
Nuraeni (2010) kepemilikan institusional merupakan “salah satu faktor
yang mempengaruhi kinerja perusahaan karena dengan adanya
kepemilikan oleh institusional dapat mendorong pengawasan yang
lebih optimal terhadap kinerja manajemen.”
Nuraeni (2010) menjelaskan “pengawasan terhadap perusahaan
tidak hanya terbatas dilakukan oleh pihak dalam perusahaan tetapi juga
dapat dilakukan dari pihak eksternal perusahaan yaitu dengan adanya
pengawasan melalui investor-investor institusional.” Dapat diartikan
semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin besar
suara dan dorongan institusi untuk melakukan monitoring dan
akibatnya
memberikan
dorongan
yang
lebih
besar
untuk
mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga
akan meningkat.
37
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Ukuran Perusahaan
Menurut Fitdini (2009) ukuran perusahaan adalah “skalayang
menunjukkanbesar
kecilnya
perusahaanyangdapatdiukurdenganberbagaicara,antaralaintotalaset,l
og
size,nilaipasarsaham,dan
lain.Namun,padadasarnyaukuranperusahaan
kategoriyaituperusahaanbesar
(large
lainhanyaterbagidalam3
firm),perusahaan
menengah(medium-size), perusahaan kecil(small firm).”Ukuran
perusahaan menggambarkan seberapa besar jumlah aset yang
dimiliki perusahaan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari total aset
perusahaan. Semakin banyaknya aset yang dimiliki perusahaan
menandakan
semakin
tersebut.Banyaknyaasetyang
besar
juga
ukuran
perusahaan
dimilikiperusahaan
membuat
kegiatanoperasiakanlebihkompleksdanbisa
jumlahproduksi
memaksimalkan
perusahaansecara
lebihefisien.Iniakanberakibatpadapeningkatanpenjualandan
akhirnya akanmeningkatkan laba yang diperoleh perusahaan.
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan financial
distress yang akan ditunjukan dalam tabel dibawah ini :
38
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
No
1.
Nama
Peneliti
Radifan
(2015)
Variabel Penelitian
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel Independen:
Kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
proporsi komisaris independen,
jumlah dewan direksi, ukuran
komite
audit,
komposisi
komisaris independen dalam
komite audit, jumlah pertemuan
komite audit, dan jumlah ahli
keuangan dalam komite audit
2.
Hadi
dan Variabel Dependen:
Andayani
Financial Distress
(2014)
Variabel Independen:
Kepemilikan
institusional.
Kepemilikan manajerial, dewan
direksi,
dewan
komisaris,
likuiditas,
leverage,
dan
operating capacity
3.
Hasil Penelitian
Kepemilikan
institusional,jumlah
dewan
direksi, komposisi komisaris
independen
dalam
komite
audit,jumlah pertemuan komite
audit, dan jumlah ahli keuangan
dalam komite auditberpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
kemungkinan
financial
distress,sedangkan
variabel
kepemilikan
manajerial,
proporsi komisaris independen,
danukuran komite audit tidak
berpengaruh secara signifikan
terhadap
terjadinyafinancial
distress.
Dewankomisaris berpengaruh
negatif
terhadap
financial
distress
dan
operating
capacityberpengaruh
positif
terhadap
financial
distress
.sedangkan
kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial,
dewan
direksi,
likuiditas dan leverage tidak
berpengaruh terhadap financial
distress.
Putri
dan Variabel Dependen:
Merkusiwati
Financial Distress
(2014)
Ukuran perusahaan memiliki
pengaruh negatif dan signifikan
pada
financial
distress.
Sedangkan
mekanisme
Variabel Independen:
corporate governance, likuiditas
Kepemilikan
institusional, dan leverage tidak memiliki
signifikan
pada
komisaris
independen, pengaruh
kompetensi
komite
audit, financial distress.
likuiditas, leverage, dan ukuran
perusahaan
39
Universitas Sumatera Utara
4.
Hastuti
(2014)
Kepemilikan manajerial, rasio
likuiditas dan rasio aktivitas
Financial Distress
berpengaruhterhadap financial
distress. Sedangkan kepemilikan
Variabel Independen:
institusional, rasio leverage dan
tidak
Kepemilikan
manajerial, ukuranperusahaan
kepemilikan institusional, rasio berpengaruh terhadap financial
perusahaan
likuiditas, rasio leverage, rasio distress
aktivitas dan ukuran perusahaan yangterdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2008 –
2012.
5.
Hanifah dan Variabel Dependen:
Purwanto
Financial Distress
(2013)
Variabel Dependen:
Variabel Independen:
Ukuran dewan direksi, ukuran
dewan komisaris, komisaris
independen,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional, ukuran komite
audit,
likuiditas,
leverage,
profitabilitas , dan operating
capacity
6.
Agusti
(2013)
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel Independen:
kepemilikan
intitusional,
kepemilikan
manajerial,
komisaris independen, ukuran
dewan
direksi,
likuiditas,
leverage, ukuran perusahaan,
dan direksi turnover.
7.
Jiming
Wei
(2011)
dan
Wei
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel
Ukuran
dewan
direksi,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
leverage, operating capacity
berpengaruh terhadap financial
distress. Sedangkan ukuran
dewan komisaris, komisaris
independen, ukuran komite
audit,
likuiditas
dan
profitabilitas tidak berpengaruh
terhadap financial distress.
Komisaris independen, jumlah
dewan
direksi,
ukuran
perusahaan,
leverage,
dan
jumlah
direktur
keluar
berpengaruh signifikan terhadap
terjadinya financial distress.
Sedangkan
kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial, dan likuiditas tidak
berpengaruh
terhadap
kemungkinan
terjadinya
financial distress.
Total Assets Turn over
berpengaruh negatif signifikan
terhadap kondisi
financialdistress. Sedangkan
40
Universitas Sumatera Utara
cash tocurrent liabilities ratio
dan debt assets ratio
berpengaruh positif signifikan
terhadap kondisi
financialdistress
Independen:
cash to current liabilities ratio,
debt equity ratio, debt assets
ratio, inventory turnover, total
assets turn over, board size,
independent director ratio,
position director ratio CR_5
indicator
8.
Mahdi dan Variabel Dependen:
Abedini
Financial Distress
(2009)
Likuiditas, profitabilitas dan
rasio utang dapat memprediksi
kasus
kesulitan
keuangan,
dengan tingkat klasifikasi yang
tinggi.
Variabel Independen:
Rasio keuangan (likuiditas,
profitabilitas, debt ratio dan
aktivitas)
Sumber : Diolah Penulis
Penelitian yang dilakukan Radifan (2015) bertujuan untuk menguji
pengaruh
karakteristik
good
corporate
governance
seperti
kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, jumlah
dewan direksi, ukuran komite audit, komposisi komisaris independen dalam
komite audit, jumlah pertemuan komite audit, dan jumlah ahli keuangan dalam
komite
audit
terhadap
kemungkinan
financial
distress.
Penelitian
ini
menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol.Populasi dalam
penelitian ini meliputi seluruh perusahaan yang terdaftar diBursa Efek Indonesia
(BEI) pada tahun 2013.Penentuan sampel dilakukandengan metode purposive
sampling.Teknik analisis yang digunakan adalah regresilogistik. Hasil analisis
menunjukan bahwa variabel kepemilikan institusional,jumlah dewan direksi,
komposisi komisaris independen dalam komite audit,jumlah pertemuan komite
audit, dan jumlah ahli keuangan dalam komite auditberpengaruh negatif dan
41
Universitas Sumatera Utara
signifikan
terhadap
kemungkinan
financial
distress,sedangkan
variabel
kepemilikan manajerial, proporsi komisaris independen, danukuran komite audit
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinyafinancial distress.
Penelitian yang dilakukan Hadi dan Andayani (2014) ingin menguji
pengaruh
mekanisme
corporate
governance
(Kepemilikan
Institusional,
Kepemilikan Manajerial, Dewan Direksi, Dewan Komisaris), Likuiditas,
Leverage, dan Operating capacity terhadap Financial Distress. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap
financial distress, kepemilikan manajerial tidak berpengaruhterhadap financial
distress,
dewan
direksi
tidak
berpengaruh
terhadap
financial
distress,
dewankomisaris berpengaruh negatif terhadap financial distress, likuiditas tidak
berpengaruh terhadapfinancial distress, leverage tidak berpengaruh terhadap
financial distress, dan operating capacityberpengaruh positif terhadap financial
distress.
Penelitian lain yang dilakukan Putri dan Merkusiwati (2014) bertujuan
untuk mengetahui pengaruh mekanisme corporate governance (kepemilikan
institusional, komisaris independen, dan kompetensi komite audit), likuiditas,
leverage, dan ukuran perusahaan pada kemungkinan terjadinya financial distress
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2012. Teknik
analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi logistik.Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh
negatif dan signifikan pada financial distress.Sedangkan mekanisme corporate
42
Universitas Sumatera Utara
governance, likuiditas, dan leverage tidak memiliki pengaruh signifikan pada
financial distress.
Penelitian lainnya yang dilakukan Hastuti (2014) bertujuan untuk
menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, rasio
likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan ukuran perusahaan terhadap kondidi
financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode
2008-2012. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwakepemilikan
manajerial berpengaruh terhadap financial distress perusahaan yangterdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada periode 2008 – 2012 (p 0,05). Sedangkan
rasio likuiditas dan rasio aktivitas berpengaruhterhadap financial distress
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesiapada periode 2008 – 2012 (p <
0,05). Rasio leverage dan ukuranperusahaan tidak berpengaruh terhadap financial
distress perusahaan yangterdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2008 –
2012(p > 0,05).
Penelitianyangtelahdilakukanoleh
Hanifah
mengujiseberapabesar
dan
Purwanto
(2013)
pengaruhcorporate
governancedanfinancialindicatorsterhadapfinancial
distress.Penelitian
inimenggunakansampelperusahaanmanufakturyang terdaftardiBEI periode20092011,
dengan
jumlah
sampel
perusahaan.Metodeanalisisyangdigunakanadalahuji
sebanyak
135
regresilogistik
(logistic
regression).Adapunvariabelindependennyaadalah ukuran dewan direksi,ukuran
43
Universitas Sumatera Utara
dewan
komisaris,
komisaris
independen,
kepemilikanmanajerial,kepemilikaninstitusional,ukurankomite audit, likuiditas,
leverage,profitabilitas,
danoperating
yangdigunakanberperanuntukditelitiseberapa
financialdistress.Kriteria
capacity.Variabel
besar
independen
pengaruhnyaterhadap
financialdistressdidasarkanpadainterestcoverage
ratio(EBIT/interestexpense).Hasilpenelitiannya
menunjukkanbahwa
ukuran
dewandireksi,kepemilikanmanajerial,kepemilikaninstitusional,leverage,dan
operating capacity memiliki pengaruh signifikan terhadap kondisi financial
distress.Sedangkan ukuran dewan komisaris, komisaris independen, ukuran
komite audit, likuiditas, dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap
financial distress.
Penelitian
yang dilakukan
Agusti
(2013)
menggunakan
variabel
independen seperti kepemilikan intitusional, kepemilikan manajerial, komisaris
independen, ukuran dewan direksi, likuiditas, leverage, ukuran perusahaan, dan
direksi turnover.Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang
terdaftar Bursa Efek Indonesia selama periode 2008-2011, dengan jumlah sampel
sebanyak 85 perusahaan yang memenuhi kriteria sampel yang ditentukan melalui
metode purposive sampling. Metode analisis data menggunakan model analisis
regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan tidak semua mekanisme corporate
governanceberpengaruh signifikan terhadap terjadinya financial distress. Hanya
variabel proporsi komisaris independen dan jumlah dewan direksi yang
berpengaruh signifikan terhadap terjadinya financial distress.Sementara variabel
44
Universitas Sumatera Utara
kondisi perusahaan yang signifikan terhadap terjadinya financial distress adalah
ukuran perusahaan, leverage, dan jumlah direktur keluar.
Jiming dan Wei Wei(2011) melakukan penelitian untuk memprediksi
kemungkinan
terjadinya
financial
distress.Penelitian
ini
menggunakan
beberapafinancial indicators dannon-financialindicatorspada 100 perusahaan
manufakturyangterdaftardiBursaEfekShanghaidanShenzhenpadatahun2005-2007.
Adapun
variabelindependennyaadalahcashtocurrentliabilities
ratio,debtequityratio,
over,boardsize,
debtassetsratio,inventoryturnover,totalassetsturn
independentdirectorratio,
position
directorratiodanCR_5
indicator.Metode penelitianyangdigunakanadalah analisisregresilogistik (logistic
regression).Hasilpenelitianmenyatakanbahwadebtassetsratiodan
cashtocurrentliabilitiesratiosignifikanberpengaruh
positif
terhadapfinancial
distress.Sedangkaninventory turnoverdan total assets turnoverberpengaruh negatif
signfikan terhadapfinancialdistress
Penelitian yang dilakukan Mahdi dan Abedini (2009) ini berusaha menguji
faktor- faktor yang dapat digunakan sebagai prediktor financial distress pada
BursaEfek Iran.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa data akuntansi
yangmencakup likuiditas, profitabilitas dan rasio utang dapat memprediksi kasus
kesulitan keuangan, dengan tingkat klasifikasi yang tinggi.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
45
Universitas Sumatera Utara
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh rasio keuangan,
strukturcorporate governance dan ukuran perusahaan terhadap kemungkinan
terjadinya financial distress. Berdasarkanteori yang telah diuraikan di
atas,maka dapat disajikan kerangka
hubungan
konseptualuntuk
dari variabelindependen,
menggambarkan
dalamhaliniadalahrasio keuangan
(likuiditas, leverage, profitabilitas, dan rasio aktivitas) , struktur corporate
governance (komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan
institusional)
dan
ukuran
perusahaan
terhadapvariabeldependenfinancialdistress adalah sebagai berikut:
Likuiditas
current ratio
(a.1)
H1
Leverage
DAR
(b.1)
Rasio Keuangan
(X1)
H1
(-)
(+)
Profitabilitas
ROA
(c.1)
H1
H1
(-)
H1
(-)
Rasio Aktivitas
Inventoryturnover
(d.1)
Komisaris Independen
(a.2)
Struktur
Corporate
Governance
0
(X2)
Kepemilikan
Manajerial
H2
H2
(-)
H2
(-)
H4
(-)
Financial
Distress
(Y)
H2
(b.2)
Kepemilikan
Institusional
(c.2)
46
Universitas Sumatera Utara
H3
Ukuran Perusahaan
Total Aset
(X3)
(-)
Gambar 2.1
Kerangka konseptual
Gambar diatas menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakan variabel
independen yaitu Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Komisaris
Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran
Perusahaan sedangkan variabel dependen yaitu Financial Distress. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori keagenan (agency theory).Hubungan
antara variabel-variabel tersebut dengan teori terkait yaitu permasalahan yang
muncul akibat adanya perbedaan kepentingan antara agent dan principal dapat
diatasi dengan menerapkan struktur corporate governance yang baik didalam
perusahaan atau yang dikenal dengan sebutan Good Corporate Governance
(GCG). Melalui penerapan GCG tersebut akan tercipta suatu keselarasan
kepentingan antara pihak agent dan pihak principal. Penerapan GCG dapat
membuat pihak agent lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan seperti
keputusan utang-piutang ataupun keputusan pendanaan/ permodalan. Untuk
mendapatkan laba yang tinggi, agent akan mengambil keputusan terbaik dalam
pengelolaan perusahaan tersebut. Pengelolaan perusahaan yang baik dapat
tercermin
dari
tingkat
keefektifan
dan
keefisienan
perusahaan
dalam
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya.Semakin efektif dan efisien
perusahaan mengelola sumber dayanya maka semakin besar pula keuntungan
yang diterima perusahaan. Keuntungan (laba) yang besar
akan membuat
perusahaan terhindar dari masalah financial distress.
47
Universitas Sumatera Utara
2.4
Hipotesis Penelitian
2.4.1
Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Financial Distress
Rasio keuangan dapat dijadikan dasar untuk mengukur kesehatan
suatu perusahaan. Rasio keuangan menggambarkan hubungan antara suatu
jumlah tertentu dengan jumlah lain yang dapat dijadikan alat untuk melihat
baik atau buruknya keadaan posisi keuangan suatu perusahaan. Indikasi
kesulitan keuangan (financial distress) dapat dilihat dari rasio-rasio keuangan
perusahaan tersebut. Pada saat rasio keuangan suatu perusahaan dibandingkan
dengan rasio perusahaan lain yang sejenis, rasio keuangan perusahaan yang
sehat akan berada diatas rata-rata industri. Sedangkan perusahaan yang
sedang mengalami financial distress cenderung memiliki rasio keuangan yang
berada dibawah rata-rata industri.
2.4.1.1 Pengaruh Likuiditas terhadap Financial Distress
Rasiolikuiditas
adalahrasiopembagianjumlahasetlancarperusahaan
dibagidengankewajiban
jangkapendek
ditanggungnya.Menurut
perusahaan
Ardiyanto
“setidaknyaperusahaanmempunyairasiolikuiditas
yang
sedang
(2011)
lebihdari2agardapat
dikatakanbahwa perusahaandalamkondisilikuid.”Hal ini mengindikasikan
bahwa
perusahaan
yang
mempunyaiasetlancar
48
Universitas Sumatera Utara
duakalilebihbesardaripadakewajiban lancarnya, dapat menyediakan
dana dengan cepat untuk membiayai kewajibannya pada saat jatuh
tempo. Apabila kondisiperusahaansepertiini, makaperusahaan dapat
terhindardari kemungkinan terjadinya financialdistress.Ardiyanto (2011)
mengemukakan bahwa “ketikaperusahaan mempunyaikewajiban jangka
pendekyang
lebihbesardaripadaasetlancarnya,
menyebabkanperusahaantidakdapat
lancarnya
hal
membayar
sewaktu-waktu,
ini
akan
tagihankewajiban
sehingga
perusahaan
dapatmengalamikesulitankeuanganyang
dapatmemicumunculnyahutangbaru untuk menutup kewajiban lancar
yangjatuh tempo.
Hasilpenelitian
AlmiliadanKristijadi(2003)
menunjukkanbahwasemakinbesar
rasio
likuiditasdalamsebuahperusahanmaka
semakinamanperusahaantersebutdari
ancaman
mengalami
financial
distress. Hasil yang sama jugadibuktikan dalam penelitian yang
dilakukan
oleh
Fitdini(2009),
penelitian
tersebut
berhasil
membuktikanbahwarasio
likuiditasberhubungannegatifterhadapkemungkinan
terjadinyakondisifinancialdistress.Semakin
besar
rasiolikuiditas
perusahaan makadapatdikatakan perusahan semakin dalamkeadaan
sehatdan semakinbaikdalam halpengelolaanya sehingga kemungkinan
terjadinya financial distress juga semakin kecil.
49
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2 Pengaruh Leverage terhadap Financial Distress
“rasio
leveragemenunjukkan
seberapabesarasetperusahaandibiayaiolehhutang
atauseberapa
Menurut
Ardiyanto
(2011),
besarhutangperusahaanberpengaruhterhadappengelolaanaktiva.” Hanifah
dan Purwanto (2013) menjelaskan bahwa “analisis leverage diperlukan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar utang (jangka pendek
dan jangka panjang).” Apabila suatu perusahaan pembiayaannya lebih banyak
menggunakan utang, hal ini berisiko akan terjadi kesulitan pembayaran di
masa yang akan datang akibat utang lebih besar dari aset yang dimiliki. Jika
keadaan ini tidak dapat diatasi dengan baik, potensi terjadinya financial
distress akan semakin besar. Disamping itu, tingkatutangyangsemakin
tinggimengakibatkan beban bungaakansemakin besarsehingga akan
mengurangi keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hal inikemungkinan
akan
memicu
terjadinyafinancialdistress.
Tingkatleverage
yang
kecilmenunjukkankinerjayangsemakinbaik,karenamenyebabkantingkat
pendapatanyang semakintinggi,dansebaliknya.
Penelitian
Jiming
dan
Wei
Wei
(2012)
membuktikan
bahwaleverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial
distress.
Semakin
besar
rasioleveragemakasemakin
kemungkinanperusahaan
besar
juga
mengalamikondisifinancial
distress.Penelitiandenganhasil yangsamajugatelahdibuktikanoleh Fitdini
(2009),
dimanadalampenelitianya
menjelaskan
bahwa
rasioleverageberhubunganpositifterhadapkemungkinanterjadinyafinanci
50
Universitas Sumatera Utara
al distress.Halinidapatterjadikarena pada saat hutang perusahaan
tersebut terlalu besar maka semakin tinggi pula bunga yang harus
dibayar perusahaan.
2.4.1.3
Pengaruh Profitabilitas terhadap Financial Distress
Profitabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan
telah
berhasil
dalammemasarkanproduknya,sehingga
akanmeningkatkanpenjualandanakhirnyajuga
labayangdiperolehperusahaan.Dengan
akanmeningkatkan
labayang
tinggi
maka
dapatmenarikminatinvestoruntukberinvestasidiperusahaantersebut,sehing
ga peluang perusahaan mengalamifinancialdistressakan semakin kecil.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur
profitabilitas perusahaan adalah dengan menggunakan ROA. ROA
menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai kemampuan
perusahaan memperoleh laba dengan menggunakan aktiva yang dimiliki
perusahaan. Menurut Ardiyanto (2011) semakin tinggi laba yang
dihasilkan perusahaan maka semakin tinggi pula ROA, hal itu berarti
menunjukan perusahaan semakin efektif dalam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
LandasanTeori
2.1.1 TeoriKeagenan
Menurut Bodroastuti (2009) teori
merupakan
keagenan (agency theory)
“teori
yangmenjelaskan
tentangadanyapemisahankepentinganantarapemilikperusahaandan
pengelola perusahaan.”
Menurutteorikeagenan,pemisahanini dapat
menimbulkankonflik.Terjadinyaagency
conflict
disebabkanpihak-
pihakyang
terkaityaituprincipal(yangmemberikontrakataupemegangsaham)danage
n
(yangmenerimakontrakdan
mengeloladanaprincipal)mempunyaikepentingan
salingbertentangan.
Menurut
Jensen
dan
yang
Meckling
(1976)
“apabilaagen dan principalberupayamemaksimalkan utilitasnyamasingmasing,
sertamemilikikeinginandanmotivasiyangberbeda,
makaagen(manajemen)tidak selalubertindaksesuaikeinginanprincipal.”
Jensendan
Meckling(1976)menggambarkanhubungankeagenan(agency
relationship) sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak
yang ditetapkan antaraprincipal yangmenggunakan agent
melaksanakan
jasa
untuk
yangmenjadikepentinganprincipaldalamhal
16
Universitas Sumatera Utara
terjadipemisahankepemilikandan
kontrolperusahaan.Teorikeagenanmerupakandasaryang digunakanuntuk
memahamicorporategovernance.Triwahyuningtias
mengemukakan
“prinsiputamateori
(2012)
ini
menyatakanadanya
hubungankerjaantarapihakyangmemberiwewenang(principal)yaituinves
tordengan pihak yang menerima wewenang (agen) yaitu manajer, dalam
kontrakkerjasama. ”
bentuk
Permasalahanyangmunculakibat
adanyaperbedaankepentinganantaraagendanprincipaldisebutagencyprob
lem.
Salah
Asymmetric
satu
penyebab
agency
problem
Information.Menurut
adalah
Emirzon
adanya
(2007)
AsymmetricInformationadalah “informasiyang yangtidakseimbang yang
disebabkanadanyadistribusiinformasiyang tidaksamaantaraprinsipaldan
agen yangberakibat dapat menimbulkan dua
disebabkan
permasalahan yang
adanyakesulitanprincipaluntukmemonitordan
melakukankontrolterhadap tindakan-tindakan.”
JensendanMeckling(1976)menyatakanpermasalahantersebutadal
ah:
a.Moralhazard,yaitupermasalahanyang munculjika agentidak
melaksanakanhal-halyangdisepakatibersamadalamkontrakkerja.
b.
Adverseselection,yaitu suatu keadaandimanaprincipaltidak
dapat
mengetahuiapakahsuatukeputusandiambiloleh
agenbenar-benar
didasarkanatas
17
Universitas Sumatera Utara
informasiyangtelahdiperolehnya,atau
sebuahkelalaiandalamtugas.
terjadisebagai
Teorikeagenanmenekankanpada
pentingnyapendelegasianwewenangdari principal
agent,
kepada
dimana agent mempunyai kewajiban untuk mengelola perusahaan
sesuai
dengan
kepentingan
principal.Dengan
adanya
pendelegasian wewenang dari principal kepadaagent, maka berarti
bahwa agent yang mempunyai kekuasaan dan pemegang kendali
suatu
perusahaan
dalam
kelangsungan
hidupnya,
untuk
ituagentdituntutagarbisaselalutransparandalamkegiatanpengelolaannya
atassuatuperusahaan.Menurut
Wahyuningtyas
laporankeuanganagentdapatmenunjukkan
(2010)
“melalui
salah
satubentukpertanggungjawabannyaatas kinerjayangtelahdilakukannya
terhadap perusahaan.”
Akibat dari adanya perbedaan kepentingan antara pihak agent
dan principal dimana para manajer (agent) biasanya akan selalu
berusaha meningkatkan prestasinya melalui peningkatan kinerja
sedangkan untuk pemegang saham (principal) akan melakukan
pengawasan agar tidak terjadi penipuan yang dilakukan manajer, pada
akhirnya akan menyebabkan timbulnya konflik keagenan. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi konflik keagenan
adalah dengan menerapkan good corporate governance dalam
18
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Dengan berkurangnya konflik keagenan maka akan
tercipta suatu kesinambungan yang baik antara pemilik dengan
manajer perusahaan, keselarasan dalam tujuan, dan pada akhirnya
menjadikan perusahaan berada dalam kondisi yang kondusif sehingga
kondisi financial distress dapat dicegah.
2.1.2 Financial Distress
Financialdistressadalah
suatu
kondisidimanaperusahaanmenghadapi masalah
kesulitankeuangan.
Menurut PlattdanPlatt(2002)Financial distress didefinisikansebagai
“tahappenurunankondisikeuanganyang
terjadisebelum
terjadinya
kebangkrutan ataupunlikuidasi.” Kondisifinancial distresstergambar
dari ketidakmampuan atau tidak tersedianya dana untuk membayar
kewajiban yang telah jatuh tempo.
Elloumidan
Gueyie(2001)mengkategorikanperusahaandenganfinancial distressbila
“selamadua
tahunberturut-turutmengalamilababersihnegatif
.”Classenset
al.(1999)dalamwardhani(2006)mendefinisikan
perusahaan yang
“perusahaan
berada dalam kesulitan keuangan sebagai
yang
memilikiinterestcoverageratiokurangdari
satu.”Almiliadan Kristijadi(2003) menyatakan
yang
mengalami
financial
distress
selamabeberapatahunmengalamilaba
bahwa
perusahaan
adalah “perusahaanyang
bersihoperasi(net
19
Universitas Sumatera Utara
operationincome)negatifdan selamalebihdarisatutahuntidakmelakukan
pembayarandividen.”Menurut Fitdini (2009) pada
umumnyasinyal
terjadinya financial distress terlihat dari “pelanggaranperusahaanatau
perjanjianutangdenganpihakkreditorserta
penguranganatau
penghapusandalammembayardividen.”
Ketikaperusahaanmengalamidelistedyang diakibatkan karena
perusahaan
memperolehlababersihdan
nilaibukuekuitas
negatifberturut-turutatauperusahaantersebutsudahdi
dianggap
sebagaisalah
satuindikasi
bahwa
mergerjugadapat
perusahaan
telah
mengalamifinancialdistress.
2.1.2.1.DampakFinancialDistress
Salahsatudampakfinancialdistressadalahdapat
membawaperusahaan
mengalamikesulitandalam
membayarkankewajibanyangditanggung.Menurut
Anggarini(2010),perusahaanyang
mengalamifinancialdistress(kesulitan
keuangan)
akan
menghadapikondisi:
1.
Tidak mampumemenuhi jadwal atau kegagalan pembayaran
kembali hutang yangsudah jatuh tempo kepadakreditor.
2.
Perusahaan dalamkondisi tidaksolvable(insolvency).
20
Universitas Sumatera Utara
Pendapat lain
yang dikemukakan olehGitman (2002),
terdapattigahalyang
palingterlihatketikaperusahaan
mengalamifinancialdistress, yaitu:
1. BusinessFailure(kegagalan bisnis), dapatdiartikan sebagai:
a. Keadaan dimana realized rate of retrun dari modal
yang
diinvestasikansecarasignifikan
terus
menerus
lebihkecildarirateof returnpada investasisejenis.
b. Suatukeadaandimanapendapatanperusahaantidakdapatmenut
upi biayaperusahaan.
c. Perusahaan diklasifikasikan kepadafailure, perusahaan
mengalami kerugian operasional selama beberapa tahun atau
memiliki
retrun
yang
lebihkecildaripadabiayamodal(costofcapital)ataunegative
retrun
2.
Insolvency(tidak solvable), dapatdiartikan sebagai:
a.Technical insolvencytimbul apabilaperusahaan tidakdapat
memenuhi kewajibanpembayaran hutangnya pada saat jatuh
tempo.
b.Accounting
insolvency,
perusahaan
memilikinegativenetworth,
secaraakuntansimemilikikinerjaburuk(insolvent),haliniterjad
i
apabilanilaibuku
darikewajiban
perusahaan
melebihinilaibuku dari totalhartaperusahaantersebut.
3.Bankruptcy,yaitukesulitankeuanganyang mengakibatkanperusahaan
memilikinegativestockholders
equityataunilaipasivaperusahaanlebih
besar
darinilaiwajar
hartaperusahaan.
Dari tiga macamkategorifinancialdistressdi atas, penelitian ini
menggunakanpoinpertamauntuk
dianggap
mengkategorikanperusahaanyang
mengalamifinancialdistress,yaitu
ketikaperusahaan
mengalamikegagalan bisnis yang terlihatdaripendapatan perusahaanyang
tidakdapat
menutupibiaya
perusahaan
yangtimbul.
Kasus
ini
21
Universitas Sumatera Utara
mencerminkan bahwa saat kondisi perusahaan mengalamikerugian,
perusahaan akan cenderung mencari suntikan dana dari pihak lain yaitu
dapat dilakukan dengan menerbitkan surat hutang (obligasi) ataupun
berhutang dengan pihak ketiga untuk menutupi kekurangan biaya
tersebut.
2.1.2.2.Faktor PenyebabFinancialDistress
Financialdistressdapattimbulkarena
adanyapengaruhdaridalam
perusahaansendiri(internal)maupundari
luarperusahaan(eksternal).Damodaran
(2001)
menyatakan,
faktor
penyebabfinancialdistressdaridalamperusahan lebih bersifatmikro, faktorfaktor daridalamperusahaan tersebut adalah
1. Kesulitan aruskas
Terjadiketikapenerimaan pendapatan perusahaan darihasiloperasi
perusahaan tidak cukupuntuk menutupibebab-bebanusahayang timbul
atasaktivitasoperasiperusahaan.Kesulitanaruskas
jugadisebabkan
adanyakesalahanmanajemenketikamengelolaalirankas perusahanuntuk
pembayaranaktivitasperusahaan
yangmemperburuk
kondisi
keuangan perusahaan
2. Besarnya jumlahhutang
Kebijakanpengambilanhutang perusahaanuntuk menutupibiaya yang
timbulakibatoperasiperusahaan
akanmenimbulkankewajibanbagi
perusahaanuntukmengembalikanhutang dimasadepan.Ketika tagihan
jatuh
tempo
dan
perusahaan tidak
mempunyai cukup
danauntuk membayar tagihan-tagihan yang
terjadi maka
kemungkinan
yang
dilakukankreditur
adalahmengadakanpenyitaanhartaperusahaanuntuk
menutupikekurangan pembayaran tagihan tersebut.
3. Kerugian dalamkegiatan operasionalperusahaan selamabeberapa tahun
22
Universitas Sumatera Utara
Kerugianoperasionalperusahaan
menimbulkan
aruskasnegatif
dalamperusahaan.Halinidapatterjadi karenabebanoperasional lebih
besardaripendapatan yangditerimaperusahaan.
Apabilaperusahaan mampu menutupiatau menanggulangi tiga di
atas, belum tentu
perusahaantersebut dapatterhindardari financial
distress. Karena
masihterdapat faktor eksternal perusahaan yang
menyebabkan
financial distress. MenurutDamodaran (2001),
“faktoreksternalperusahaan lebih bersifatmakro, dan cakupannya lebih
luas.”Faktor
eksternaldapatberupakebijakan
pemerintah
dapatmenambahbebanusahayang
yang
ditanggung
perusahaan,misalnyatarifpajak yang meningkatyang dapatmenambah
bebanperusahaan.Selainitumasihada kebijakansukubungapinjamanyang
meningkat,menyebabkanbebanbungayang
ditanggungperusahaan
meningkat.
2.1.3 Laporan Keuangan
2.1.3.1. Pengertian Dan Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan suatu hal yang penting bagi
perusahaan publik khususnya karena laporan keuangan menjadi
sumber informasi untuk pertimbangan yang digunakan para investor
untuk berinvestasi dalam perusahaan tersebut yang akan dilaporkan
secara berkala. Adapun beberapa pengertian laporan keuangan adalah
sebagai berikut :
23
Universitas Sumatera Utara
1. Menurut Munawir (2004) laporan keuangan adalah “hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi
antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak
yang berkepentingan dengan data atau aktivitas dari perusahaan
tersebut”.
2. Menurut Harahap (2002) laporan keuangan merupakan “pokok atau
hasil akhir dari suatu proses akuntansi yang menjadi bahan
informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam
proses pengambilan keputusan dan juga dapat menggambarkan
indikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuannya”.
3. Menurut Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 1 (IAI:2004)
laporan keuangan merupakan “laporan periodik yang disusun
menurut prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum
tentang status keuangan dari individu, sosiasi atau organisasi bisnis
yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan merupakan seluruh ringkasan informasi dari semua kegiatan
perusahaan yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan yang
disusun sesuai standar akuntansi yang berlaku umum dan akan menjadi
alat untuk pengambilan keputusan serta terdiri atas laporan posisi
keuangan, laporan laba komprehensif, laporan perubahan posisi keuangan,
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.
24
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Pelaporan Keuangan menurut konsepsi FASB sebagai berikut.
1. Memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya dan
bermanfaat bagi investor dan kreditur untuk dasar pengambilan
keputusan investasi dan pemberian keputusan.
2. Memberikan informasi posisi keuangan perusahaan dengan
menunjukkan sumber-sumber ekonomi (kekayaan) perusahaan
serta asal kekayaan tersebut (siapa pihak yang mempunyai hak atas
atas kekayaan tersebut).
3. Memberikan informasi keuangan yang dapat menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (earning power).
4. Memberikan informasi yang dapat menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam melunasi hutang-hutangnya.
5. Memberikan informasi keuangan yang dapat menunjukkan sumbersumber pembiayaan perusahaan.
6. Memberikan informasi yang dapat membantu para pemakai dalam
meramalkan aliran kas masuk ke perusahaan.
Adapun beberapa karakteristik kualitas laporan keuangan
menurut PSAK adalah sebagai berikut:
1. Dapat dipahami
Laporan keuangan memiliki kualitas tinggi apabila dapat
dengan mudah dipahami oleh penggunanya dan yang akan
menjadi sumber informasi bagi pengambilan keputusan yang
tepat. Hal ini berarti bahwa para pengguna haruslah memiliki
pemahaman akan aktivitas ekonomi dan bisnis serta akuntansi.
2. Relevan
Laporan keuangan dikatakan relevan jika informasi itu
memiliki kualitas relevan apabila dapat mempengaruhi
keputusan ekonomi pengguna, dengan membantu mengevaluasi
peristiwa masa lalu, masa kini dan masa depan.
3. Keandalan
Laporan keuangan dikatakan handal jika memiliki daya
uji , ketepatan penyajian dan netraliti atau tidak memihak pada
pihak lain.
4. Dapat dibandingkan
Laporan keuangan dapat dibandingkan apabila informasi
tersebut dapat bermanfaat untuk mengidentifikasikan
kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan dengan
membandingkannya secara horizontal dan vertikal.
25
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Analisis Rasio Keuangan
Menurut Harahap (2010:297), rasio keuangan merupakan “angka
yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu akun laporan keuangan
dengan akun lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan
signifikan.” Menurut Simamora (2002:357), analisis rasio merupakan cara
penting untuk menyatakan hubungan-hubungan yang bermakna diantara
komponen-komponen
dari
laporan-laporan
keuangan.
Rasio
menggambarkan suatu hubungan antara suatu jumlah tertentu dengan
jumlah lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio yang akan
menjelaskan atau menggambarkan kepada penganalisa baik atau buruknya
keadaan posisi keuangan suatu perusahaan.
Menurut Margaretha (2004:22), penganalisaan rasio keuangan ada
beberapa cara, di antaranya :
a. Analisis horisontal/trend analysis, yaitu membandingkan rasiorasio keuangan perusahaan dari tahun-tahun yang lalu dengan
tujuan agar dapat dilihat trend dari rasio-rasio perusahaan selama
kurun waktu tertentu.
b. Analisis vertikal, yaitu membandingkan data rasio keuangan
perusahaan dengan rasio semacam dari perusahaan lain yang
sejenis atau standar industri untuk waktu yang sama.
Sedangkan menurut Riyanto (2010:329), dalam mengadakan
analisis rasio keuangan pada dasarnya dapat melakukannya dengan 2
macam cara pembandingan, yaitu :
a. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio
dari waktu-waktu yang lalu (rasio historis) atau dengan rasio-rasio
yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari
perusahaan yang sama. Dengan cara pembanding ini akan dapat
diketahui perubahan-perubahan dari rasio tersebut dari tahun ke
26
Universitas Sumatera Utara
tahun. Kalau diketahui perubahan dari angka rasio tersebut maka
dapatlah diambil kesimpulan mengenai tendensi atau
kecenderungan keadaan keuangan serta hasil operasi perusahaan
yang bersangkutan.
b. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan dengan rasiorasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri (rasio
industri/rasio standar) untuk waktu yang sama. Dengan cara ini
akan dapat diketahui apakah perusahaan yang bersangkutan dalam
aspek keuangan tertentu berada di atas rata-rata industri, berada
pada rata-rata atau terletak dibawah rata-rata industri.
Menurut
Riyanto
(2010:331),
umumnya
rasio
dapat
dikelompokkan dalam 4 (empat) tipe dasar, yaitu :
1. Rasio Likuiditas, adalah rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka
pendeknya.
2. Rasio Leverage, adalah rasio yang mengukur seberapa jauh
perusahaan dibelanjai dengan hutang.
3. Rasio Aktivitas, adalah rasio yang mengukur seberapa efektif
perusahaan menggunakan sumber dananya.
4. Rasio Profitabilitas, adalah rasio yang mengukur hasil akhir
dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan.
Prihadi (2008:8), mengemukakan beberapa hal mengenai penggunaan
rasio keuangan dengan variasinya:
1. Setiap peneliti berhak menentukan rasio yang digunakan.
2. Tidak ada regulasi tentang penggunaan rasio tertentu.
3. Setiap rasio mempunyai keterbatasan arti di samping
kelebihannya.
Dalam
penelitian
ini,
penulis
menggunakan
aspek
rasio
likuiditas, leverage, profitabilitas dan aktivitas.
27
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.1 Likuiditas
Analisis
likuiditasdigambarkansebagai
ataslaporankeuangan
manakemampuan
jangkapendek.Rasio
suatu
perusahaan
itu
untuk
lancarperusahaan
Currentratio
pendekperusahaan.
likuiditasyang
mengukur sejauh
memenuhikewajiban-kewajiban
inidihitungdengancurrent
membandingkan jumlahaset
jangka
perusahaan
analisa
ratio,
yaitu
dengan kewajiban
merupakanindikator
dipakaisecaraluas,denganalasanselisih
lebihasetlancardiatashutang
lancar
merupakansuatujaminanterhadapkemungkinanrugi
yangtimbuldariusaha dengan cara merealisasikan aset lancarnon kas
menjadi kas.
Semakin besar jumlah jaminan yang tersedia untuk
menutup kemungkinan rugi, kesulitankeuangan akan semakin terhindar.
2.1.4.2 Leverage
Leverage merupakan rasio
keuangan yang
menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka
pendek maupun jangka panjang. Menurut Tarjo (2008) “rasioleverage
menggambarkansumberdanaoperasiyang
digunakanperusahaan.”Rasioleverage
jugamenunjukkanrisikoyang
akan dihadapiperusahaan di masa depan.Semakinbesarrisikoyang
dihadapiperusahaan makaketidakpastian untuk menghasilkan labadi
masadepan
jugaakansemakinmeningkat.
Menurut
Widarjo
dan
28
Universitas Sumatera Utara
Setiawan (2009) analisisterhadap rasioinidiperlukan untukmengukur
kemampuan
perusahaan
dalammembayarutang(jangkapendekdanjangkapanjang)apabilapadasu
atu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan.
Salah satuindikator financial leverage yang akan digunakan
dalam
penelitianini
total
adalahrasiototalutangterhadaptotalaktiva(totalliabilitiesto
asset). Rasio ini
utang
menekankan pada peran penting pendanaan
bagi perusahaan denganmenunjukkan persentase aktiva
perusahaan yang didukung olehpendanaanutang.
2.1.4.3 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan rasio
mengukur
kemampuan
labaataukeuntungan.
yang
perusahaan
digunakan untuk
dalammemperoleh
Indikatorprofitabilitasyang
dalampenelitian
iniyaituReturn
digunakanuntuk
mengukur
onasset
efektivitas
menghasilkan
digunakan
(ROA).
perusahaan
ROA
didalam
keuntungan
denganmemanfaatkanaktivayangdimilikinya.
Husnan (2001) mengemukakan bahwa “semakin besarReturn
on
Asset
menunjukkan
kinerja
keuangan
yang
semakinbaik,karenatingkatkembalian(return)semakinbesar.”
29
Universitas Sumatera Utara
Menurut
Ardiyanto
(2011)
“apabilaReturnonAssetmeningkat,berartiprofitabilitasperusahaan
meningkat,
sehinggadampakakhirnyaadalahpeningkatanprofitabilitasyangdinik
matioleh pemegangsaham.”
2.1.4.4 Rasio Aktivitas
Menurut Kasmir (2011;172), rasio aktivitas adalah “rasio yang
digunakan
untuk
mengukur
efektivitas
perusahaan
dalam
menggunakan aktiva yang dimilikinya.” Dari hasil pengukuran
tersebut dapat terlihat apakah perusahaan lebih efisien dan efektif
dalam mengelola aset yang dimilikinya atau sebaliknya.Rasio
aktivitas dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja
manajemen dalam menjalankan perusahaan. Dari hasil pengukuran
ini dapat terlihat apakah manajer mampu atau tidak mampu
mencapai target yang telah ditentukan perusahaan.
Rasio aktivitas dapat diklasifikasikan menjadi rasio perputaran
kas (cash turnover) , rasio perputaran piutang usaha (account
receivable turnover), perputaran persediaan (inventory turnover),
perputaran modal kerja (working capital turnover), perputaran
aktiva tetap (fixed assets turnover), dan perputaran total aktiva
(total assets turnover). Dalam penelitian ini rasio yang digunakan
untuk
mengukur
pengaruh
kemampuan
perusahaan
dalam
30
Universitas Sumatera Utara
mengelolah sumber daya yang dimilikinya terhadap kemungkinan
terjadinya financial distress yaitu dengan menggunakan rasio
perputaran persediaan (inventory turnover).
Menurut Kasmir (2011;180) perputaran persediaan (inventory
turnover) adalah “rasio yang digunakan untuk mengukur berapa
kali dana yang ditanam dalam persediaan ini berputar dalam satu
periode.” Rasio ini menunjukkan berapa cepat perputaran
persediaan barang dalam siklus produksi normal.Semakin besar
rasio ini, semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan penjualan
berjalan lancar.
2.1.5 Corporate Governance
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002
mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh suatu organ BUMN untuk
meningkatkan
keberhasilan
akuntabilitas
perusahaan
guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan
tetap
memperhatikan
kepentingan
stakeholders
lainnya
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
FCGI
(Forum
Corporate
Governance
for
Indonesia)
mendefinisikan corporate governance sebagai :
31
Universitas Sumatera Utara
“seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, manajemen, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern maupun
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka dimana tujuan dari corporate governance
disini adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh
pihak yang berkepentingan (stakeholders) dari perusahaan.”
Pada perusahaan Indonesia pengawasan terhadap pelaksanaan
good corporate governance diawasi oleh Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG).KNKG mengeluarkan Pedoman
Umum Good Corporate Governance Indonesia yang dapat
digunakan oleh perusahaan sebagai acuan dalam pengelolaan
perusahaan yang baik, yang selanjutnya disebut Pedoman GCG.
Fungsi penerapan good corporate governance bagi perusahaan
menurut KNKG adalah:
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan
melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi
serta kewajaran dan kesetaraan
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian
masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komisaris,
Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris
dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang
tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian
lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham
dengan memperhatikan pemangku kepentingan lainnya
32
Universitas Sumatera Utara
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional
maupun
internasional,
sehingga
meningkatkan
kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi
dan
pertumbuhan
ekonomi
nasional
yang
berkesinambungan.
Menurut Radifan (2011), pada pelaksanaanya terdapat 5 prinsip
dasar dari corporate governance secara umum, yaitu:
1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
mengemukakan informasi yang materiil dan relevan
mengenai kondisi perusahaan
2. Accountabililty (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi,
sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif
3. Responsibility (pertanggung jawaban), yaitu kesesuaian
atau kepatuhan terhadap prinsip korporasi yang sehat dan
peraturan yang berlaku dalam pengelolaan perusahaan
4. Independensi (kemandirian), yaitu pengelolaan perusahaan
secara professional tanpa adanya benturan kepentingan dan
pengaruh atau tekanan dari pihak manajemen yang tidak
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip korporasi yang sehat
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang
adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan pada perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku
Dalam implementasi prinsip tersebut, perlu adanya sokongan
dari personel perusahaan untuk mengoptimalkan pelaksanaan good
corporate governance dengan baik. Oleh karena itu dibuatlah
Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor : Kep-305/BEJ/072004 Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di
33
Universitas Sumatera Utara
Bursa
yang
mewajibkan
perusahaan
yang
menyelenggarakan
pengelolaan yang baik (good corporate governance) memiliki:
1. Komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional
sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan
Pemegang Saham Pengendali dengan ketentuan jumlah
Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga
puluh persen) dari jumlah seluruh komisaris
2. Komite Audit
3. Sekretaris Perusahaan
Elemen-elemen yang digunakan dalam pengukuran struktur
corporate governance yaitu komisaris independen, kepemilikan
manajerial, dan kepemilikan institusional.
2.1.5.1 Komisaris Independen
Dalam perusahaan terdapat dewan komisaris yang bertugas
untuk
mengawasi
aktivitas
serta
perilaku
manajemen
dalam
menjalankan perusahaan.Dewan komisaris sebagai organ perusahaan
bertanggungjawab secara kolektif untuk mengawasi dan memberikan
nasihat
kepada
direksi
serta
memastikan
bahwa
perusahaan
melaksanakan good corporate governance.Namun dalam keputusan
operasional perusahaan sesuai dengan Pedoman Umum Good
Corporate Governance Indonesia, pelaksanaan dewan komisaris perlu
memenuhi prinsip-prinsip berikut :
1.
Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan
pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta
dapat bertindak independen.
34
Universitas Sumatera Utara
2.
Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu
berintegritas memiliki kemampuan sehingga dapat
menjalankan fungsinya dengan baik termaksud memastikan
bahwa direksi telah memperhatikan kepentingan semua
pemangku kepentingan.
3.
Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris
mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada
pemberhentian sementara.
Menurut KNKG (2006) komisaris independen adalah anggota
dewan komisaris yang tidak terafiliasi oleh pihak manajemen, anggota
dewan komisaris lainnya, pemegang saham pengendali, serta bebas
dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi
kemampuan
untuk
bertindak
independen
demi
kepentingan
perusahaan. Keberadaan dari komisaris independen telah di atur Bursa
Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000 yang kemudian
diubah menjadi peraturan BEJ tanggal 19 Juli 2004. Melalui peraturan
tersebut dijelaskan bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa harus
mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama
dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas.
Jumlah komisaris independen yang diatur dalam peraturan Bursa
adalah 30 % dari total komisaris perusahaan.
2.1.5.2 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah seluruh saham yang dimiliki
oleh manajemen atau pengelola perusahaan tersebut. Menurut
Christiawan dan Tarigan (2007) kepemilikan manajerial adalah
35
Universitas Sumatera Utara
“kepemilikan saham perusahaan oleh manajer atau dengan kata lain
manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham.”Dengan
demikian kepemilikan saham oleh manajer dalam perusahaan
membuat manajer memiliki fungsi ganda yaitu sebagai pemilik
sekaligus pengelola perusahaan.Manajer pemilik saham tersebut
memiliki hak untuk memberikan saran ataupun tekanan secara
langsung kepada perusahaan. Oleh karena itu dalam hubungannya
dengan kinerja perusahaan, kepemilikan manajerial yang semakin
tinggi akan semakin menambah usaha manajemen untuk membawa
perusahaan ke arah yang lebih baik yang lebih menguntungkan pemilik
dimana manajemen tersebut termasuk pemilik perusahaan yang
bersangkutan.
Hal diatas sejalan dengan pendapat Demsey & Laber (1993)
dalam Nuraeni (2010) yang menyatakan masalah keagenan banyak
dipengaruhi oleh insider ownership.Insider ownership adalah pemilik
perusahaan sekaligus pengelola perusahaan. Semakin besar insider
ownership maka perbedaan kepentingan antara pemegang saham
dengan pengelola perusahaan akan semakin kecil, karena manajer
sebagai pengelola perusahaan tersebut akan lebih berhati-hati atas
keputusan yang diambil karena juga ikut menanggung konsekuensi
dari keputusan yang dilakukan.
36
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.3 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah jumlah proporsi saham
perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau badan usaha atau
organisasi.Fungsi dari kepemilikan institusional dalam perusahaan
adalah monitoring, kepemilikan institusional diharapkan memiliki
kemampuan yang lebih baik daripada kepemilikan individu. Menurut
Nuraeni (2010) kepemilikan institusional merupakan “salah satu faktor
yang mempengaruhi kinerja perusahaan karena dengan adanya
kepemilikan oleh institusional dapat mendorong pengawasan yang
lebih optimal terhadap kinerja manajemen.”
Nuraeni (2010) menjelaskan “pengawasan terhadap perusahaan
tidak hanya terbatas dilakukan oleh pihak dalam perusahaan tetapi juga
dapat dilakukan dari pihak eksternal perusahaan yaitu dengan adanya
pengawasan melalui investor-investor institusional.” Dapat diartikan
semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin besar
suara dan dorongan institusi untuk melakukan monitoring dan
akibatnya
memberikan
dorongan
yang
lebih
besar
untuk
mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga
akan meningkat.
37
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Ukuran Perusahaan
Menurut Fitdini (2009) ukuran perusahaan adalah “skalayang
menunjukkanbesar
kecilnya
perusahaanyangdapatdiukurdenganberbagaicara,antaralaintotalaset,l
og
size,nilaipasarsaham,dan
lain.Namun,padadasarnyaukuranperusahaan
kategoriyaituperusahaanbesar
(large
lainhanyaterbagidalam3
firm),perusahaan
menengah(medium-size), perusahaan kecil(small firm).”Ukuran
perusahaan menggambarkan seberapa besar jumlah aset yang
dimiliki perusahaan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari total aset
perusahaan. Semakin banyaknya aset yang dimiliki perusahaan
menandakan
semakin
tersebut.Banyaknyaasetyang
besar
juga
ukuran
perusahaan
dimilikiperusahaan
membuat
kegiatanoperasiakanlebihkompleksdanbisa
jumlahproduksi
memaksimalkan
perusahaansecara
lebihefisien.Iniakanberakibatpadapeningkatanpenjualandan
akhirnya akanmeningkatkan laba yang diperoleh perusahaan.
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan financial
distress yang akan ditunjukan dalam tabel dibawah ini :
38
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
No
1.
Nama
Peneliti
Radifan
(2015)
Variabel Penelitian
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel Independen:
Kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
proporsi komisaris independen,
jumlah dewan direksi, ukuran
komite
audit,
komposisi
komisaris independen dalam
komite audit, jumlah pertemuan
komite audit, dan jumlah ahli
keuangan dalam komite audit
2.
Hadi
dan Variabel Dependen:
Andayani
Financial Distress
(2014)
Variabel Independen:
Kepemilikan
institusional.
Kepemilikan manajerial, dewan
direksi,
dewan
komisaris,
likuiditas,
leverage,
dan
operating capacity
3.
Hasil Penelitian
Kepemilikan
institusional,jumlah
dewan
direksi, komposisi komisaris
independen
dalam
komite
audit,jumlah pertemuan komite
audit, dan jumlah ahli keuangan
dalam komite auditberpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
kemungkinan
financial
distress,sedangkan
variabel
kepemilikan
manajerial,
proporsi komisaris independen,
danukuran komite audit tidak
berpengaruh secara signifikan
terhadap
terjadinyafinancial
distress.
Dewankomisaris berpengaruh
negatif
terhadap
financial
distress
dan
operating
capacityberpengaruh
positif
terhadap
financial
distress
.sedangkan
kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial,
dewan
direksi,
likuiditas dan leverage tidak
berpengaruh terhadap financial
distress.
Putri
dan Variabel Dependen:
Merkusiwati
Financial Distress
(2014)
Ukuran perusahaan memiliki
pengaruh negatif dan signifikan
pada
financial
distress.
Sedangkan
mekanisme
Variabel Independen:
corporate governance, likuiditas
Kepemilikan
institusional, dan leverage tidak memiliki
signifikan
pada
komisaris
independen, pengaruh
kompetensi
komite
audit, financial distress.
likuiditas, leverage, dan ukuran
perusahaan
39
Universitas Sumatera Utara
4.
Hastuti
(2014)
Kepemilikan manajerial, rasio
likuiditas dan rasio aktivitas
Financial Distress
berpengaruhterhadap financial
distress. Sedangkan kepemilikan
Variabel Independen:
institusional, rasio leverage dan
tidak
Kepemilikan
manajerial, ukuranperusahaan
kepemilikan institusional, rasio berpengaruh terhadap financial
perusahaan
likuiditas, rasio leverage, rasio distress
aktivitas dan ukuran perusahaan yangterdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2008 –
2012.
5.
Hanifah dan Variabel Dependen:
Purwanto
Financial Distress
(2013)
Variabel Dependen:
Variabel Independen:
Ukuran dewan direksi, ukuran
dewan komisaris, komisaris
independen,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional, ukuran komite
audit,
likuiditas,
leverage,
profitabilitas , dan operating
capacity
6.
Agusti
(2013)
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel Independen:
kepemilikan
intitusional,
kepemilikan
manajerial,
komisaris independen, ukuran
dewan
direksi,
likuiditas,
leverage, ukuran perusahaan,
dan direksi turnover.
7.
Jiming
Wei
(2011)
dan
Wei
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel
Ukuran
dewan
direksi,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
leverage, operating capacity
berpengaruh terhadap financial
distress. Sedangkan ukuran
dewan komisaris, komisaris
independen, ukuran komite
audit,
likuiditas
dan
profitabilitas tidak berpengaruh
terhadap financial distress.
Komisaris independen, jumlah
dewan
direksi,
ukuran
perusahaan,
leverage,
dan
jumlah
direktur
keluar
berpengaruh signifikan terhadap
terjadinya financial distress.
Sedangkan
kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial, dan likuiditas tidak
berpengaruh
terhadap
kemungkinan
terjadinya
financial distress.
Total Assets Turn over
berpengaruh negatif signifikan
terhadap kondisi
financialdistress. Sedangkan
40
Universitas Sumatera Utara
cash tocurrent liabilities ratio
dan debt assets ratio
berpengaruh positif signifikan
terhadap kondisi
financialdistress
Independen:
cash to current liabilities ratio,
debt equity ratio, debt assets
ratio, inventory turnover, total
assets turn over, board size,
independent director ratio,
position director ratio CR_5
indicator
8.
Mahdi dan Variabel Dependen:
Abedini
Financial Distress
(2009)
Likuiditas, profitabilitas dan
rasio utang dapat memprediksi
kasus
kesulitan
keuangan,
dengan tingkat klasifikasi yang
tinggi.
Variabel Independen:
Rasio keuangan (likuiditas,
profitabilitas, debt ratio dan
aktivitas)
Sumber : Diolah Penulis
Penelitian yang dilakukan Radifan (2015) bertujuan untuk menguji
pengaruh
karakteristik
good
corporate
governance
seperti
kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, jumlah
dewan direksi, ukuran komite audit, komposisi komisaris independen dalam
komite audit, jumlah pertemuan komite audit, dan jumlah ahli keuangan dalam
komite
audit
terhadap
kemungkinan
financial
distress.
Penelitian
ini
menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol.Populasi dalam
penelitian ini meliputi seluruh perusahaan yang terdaftar diBursa Efek Indonesia
(BEI) pada tahun 2013.Penentuan sampel dilakukandengan metode purposive
sampling.Teknik analisis yang digunakan adalah regresilogistik. Hasil analisis
menunjukan bahwa variabel kepemilikan institusional,jumlah dewan direksi,
komposisi komisaris independen dalam komite audit,jumlah pertemuan komite
audit, dan jumlah ahli keuangan dalam komite auditberpengaruh negatif dan
41
Universitas Sumatera Utara
signifikan
terhadap
kemungkinan
financial
distress,sedangkan
variabel
kepemilikan manajerial, proporsi komisaris independen, danukuran komite audit
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinyafinancial distress.
Penelitian yang dilakukan Hadi dan Andayani (2014) ingin menguji
pengaruh
mekanisme
corporate
governance
(Kepemilikan
Institusional,
Kepemilikan Manajerial, Dewan Direksi, Dewan Komisaris), Likuiditas,
Leverage, dan Operating capacity terhadap Financial Distress. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap
financial distress, kepemilikan manajerial tidak berpengaruhterhadap financial
distress,
dewan
direksi
tidak
berpengaruh
terhadap
financial
distress,
dewankomisaris berpengaruh negatif terhadap financial distress, likuiditas tidak
berpengaruh terhadapfinancial distress, leverage tidak berpengaruh terhadap
financial distress, dan operating capacityberpengaruh positif terhadap financial
distress.
Penelitian lain yang dilakukan Putri dan Merkusiwati (2014) bertujuan
untuk mengetahui pengaruh mekanisme corporate governance (kepemilikan
institusional, komisaris independen, dan kompetensi komite audit), likuiditas,
leverage, dan ukuran perusahaan pada kemungkinan terjadinya financial distress
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2012. Teknik
analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi logistik.Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh
negatif dan signifikan pada financial distress.Sedangkan mekanisme corporate
42
Universitas Sumatera Utara
governance, likuiditas, dan leverage tidak memiliki pengaruh signifikan pada
financial distress.
Penelitian lainnya yang dilakukan Hastuti (2014) bertujuan untuk
menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, rasio
likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan ukuran perusahaan terhadap kondidi
financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode
2008-2012. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwakepemilikan
manajerial berpengaruh terhadap financial distress perusahaan yangterdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada periode 2008 – 2012 (p 0,05). Sedangkan
rasio likuiditas dan rasio aktivitas berpengaruhterhadap financial distress
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesiapada periode 2008 – 2012 (p <
0,05). Rasio leverage dan ukuranperusahaan tidak berpengaruh terhadap financial
distress perusahaan yangterdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2008 –
2012(p > 0,05).
Penelitianyangtelahdilakukanoleh
Hanifah
mengujiseberapabesar
dan
Purwanto
(2013)
pengaruhcorporate
governancedanfinancialindicatorsterhadapfinancial
distress.Penelitian
inimenggunakansampelperusahaanmanufakturyang terdaftardiBEI periode20092011,
dengan
jumlah
sampel
perusahaan.Metodeanalisisyangdigunakanadalahuji
sebanyak
135
regresilogistik
(logistic
regression).Adapunvariabelindependennyaadalah ukuran dewan direksi,ukuran
43
Universitas Sumatera Utara
dewan
komisaris,
komisaris
independen,
kepemilikanmanajerial,kepemilikaninstitusional,ukurankomite audit, likuiditas,
leverage,profitabilitas,
danoperating
yangdigunakanberperanuntukditelitiseberapa
financialdistress.Kriteria
capacity.Variabel
besar
independen
pengaruhnyaterhadap
financialdistressdidasarkanpadainterestcoverage
ratio(EBIT/interestexpense).Hasilpenelitiannya
menunjukkanbahwa
ukuran
dewandireksi,kepemilikanmanajerial,kepemilikaninstitusional,leverage,dan
operating capacity memiliki pengaruh signifikan terhadap kondisi financial
distress.Sedangkan ukuran dewan komisaris, komisaris independen, ukuran
komite audit, likuiditas, dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap
financial distress.
Penelitian
yang dilakukan
Agusti
(2013)
menggunakan
variabel
independen seperti kepemilikan intitusional, kepemilikan manajerial, komisaris
independen, ukuran dewan direksi, likuiditas, leverage, ukuran perusahaan, dan
direksi turnover.Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang
terdaftar Bursa Efek Indonesia selama periode 2008-2011, dengan jumlah sampel
sebanyak 85 perusahaan yang memenuhi kriteria sampel yang ditentukan melalui
metode purposive sampling. Metode analisis data menggunakan model analisis
regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan tidak semua mekanisme corporate
governanceberpengaruh signifikan terhadap terjadinya financial distress. Hanya
variabel proporsi komisaris independen dan jumlah dewan direksi yang
berpengaruh signifikan terhadap terjadinya financial distress.Sementara variabel
44
Universitas Sumatera Utara
kondisi perusahaan yang signifikan terhadap terjadinya financial distress adalah
ukuran perusahaan, leverage, dan jumlah direktur keluar.
Jiming dan Wei Wei(2011) melakukan penelitian untuk memprediksi
kemungkinan
terjadinya
financial
distress.Penelitian
ini
menggunakan
beberapafinancial indicators dannon-financialindicatorspada 100 perusahaan
manufakturyangterdaftardiBursaEfekShanghaidanShenzhenpadatahun2005-2007.
Adapun
variabelindependennyaadalahcashtocurrentliabilities
ratio,debtequityratio,
over,boardsize,
debtassetsratio,inventoryturnover,totalassetsturn
independentdirectorratio,
position
directorratiodanCR_5
indicator.Metode penelitianyangdigunakanadalah analisisregresilogistik (logistic
regression).Hasilpenelitianmenyatakanbahwadebtassetsratiodan
cashtocurrentliabilitiesratiosignifikanberpengaruh
positif
terhadapfinancial
distress.Sedangkaninventory turnoverdan total assets turnoverberpengaruh negatif
signfikan terhadapfinancialdistress
Penelitian yang dilakukan Mahdi dan Abedini (2009) ini berusaha menguji
faktor- faktor yang dapat digunakan sebagai prediktor financial distress pada
BursaEfek Iran.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa data akuntansi
yangmencakup likuiditas, profitabilitas dan rasio utang dapat memprediksi kasus
kesulitan keuangan, dengan tingkat klasifikasi yang tinggi.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
45
Universitas Sumatera Utara
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh rasio keuangan,
strukturcorporate governance dan ukuran perusahaan terhadap kemungkinan
terjadinya financial distress. Berdasarkanteori yang telah diuraikan di
atas,maka dapat disajikan kerangka
hubungan
konseptualuntuk
dari variabelindependen,
menggambarkan
dalamhaliniadalahrasio keuangan
(likuiditas, leverage, profitabilitas, dan rasio aktivitas) , struktur corporate
governance (komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan
institusional)
dan
ukuran
perusahaan
terhadapvariabeldependenfinancialdistress adalah sebagai berikut:
Likuiditas
current ratio
(a.1)
H1
Leverage
DAR
(b.1)
Rasio Keuangan
(X1)
H1
(-)
(+)
Profitabilitas
ROA
(c.1)
H1
H1
(-)
H1
(-)
Rasio Aktivitas
Inventoryturnover
(d.1)
Komisaris Independen
(a.2)
Struktur
Corporate
Governance
0
(X2)
Kepemilikan
Manajerial
H2
H2
(-)
H2
(-)
H4
(-)
Financial
Distress
(Y)
H2
(b.2)
Kepemilikan
Institusional
(c.2)
46
Universitas Sumatera Utara
H3
Ukuran Perusahaan
Total Aset
(X3)
(-)
Gambar 2.1
Kerangka konseptual
Gambar diatas menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakan variabel
independen yaitu Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Komisaris
Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran
Perusahaan sedangkan variabel dependen yaitu Financial Distress. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori keagenan (agency theory).Hubungan
antara variabel-variabel tersebut dengan teori terkait yaitu permasalahan yang
muncul akibat adanya perbedaan kepentingan antara agent dan principal dapat
diatasi dengan menerapkan struktur corporate governance yang baik didalam
perusahaan atau yang dikenal dengan sebutan Good Corporate Governance
(GCG). Melalui penerapan GCG tersebut akan tercipta suatu keselarasan
kepentingan antara pihak agent dan pihak principal. Penerapan GCG dapat
membuat pihak agent lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan seperti
keputusan utang-piutang ataupun keputusan pendanaan/ permodalan. Untuk
mendapatkan laba yang tinggi, agent akan mengambil keputusan terbaik dalam
pengelolaan perusahaan tersebut. Pengelolaan perusahaan yang baik dapat
tercermin
dari
tingkat
keefektifan
dan
keefisienan
perusahaan
dalam
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya.Semakin efektif dan efisien
perusahaan mengelola sumber dayanya maka semakin besar pula keuntungan
yang diterima perusahaan. Keuntungan (laba) yang besar
akan membuat
perusahaan terhindar dari masalah financial distress.
47
Universitas Sumatera Utara
2.4
Hipotesis Penelitian
2.4.1
Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Financial Distress
Rasio keuangan dapat dijadikan dasar untuk mengukur kesehatan
suatu perusahaan. Rasio keuangan menggambarkan hubungan antara suatu
jumlah tertentu dengan jumlah lain yang dapat dijadikan alat untuk melihat
baik atau buruknya keadaan posisi keuangan suatu perusahaan. Indikasi
kesulitan keuangan (financial distress) dapat dilihat dari rasio-rasio keuangan
perusahaan tersebut. Pada saat rasio keuangan suatu perusahaan dibandingkan
dengan rasio perusahaan lain yang sejenis, rasio keuangan perusahaan yang
sehat akan berada diatas rata-rata industri. Sedangkan perusahaan yang
sedang mengalami financial distress cenderung memiliki rasio keuangan yang
berada dibawah rata-rata industri.
2.4.1.1 Pengaruh Likuiditas terhadap Financial Distress
Rasiolikuiditas
adalahrasiopembagianjumlahasetlancarperusahaan
dibagidengankewajiban
jangkapendek
ditanggungnya.Menurut
perusahaan
Ardiyanto
“setidaknyaperusahaanmempunyairasiolikuiditas
yang
sedang
(2011)
lebihdari2agardapat
dikatakanbahwa perusahaandalamkondisilikuid.”Hal ini mengindikasikan
bahwa
perusahaan
yang
mempunyaiasetlancar
48
Universitas Sumatera Utara
duakalilebihbesardaripadakewajiban lancarnya, dapat menyediakan
dana dengan cepat untuk membiayai kewajibannya pada saat jatuh
tempo. Apabila kondisiperusahaansepertiini, makaperusahaan dapat
terhindardari kemungkinan terjadinya financialdistress.Ardiyanto (2011)
mengemukakan bahwa “ketikaperusahaan mempunyaikewajiban jangka
pendekyang
lebihbesardaripadaasetlancarnya,
menyebabkanperusahaantidakdapat
lancarnya
hal
membayar
sewaktu-waktu,
ini
akan
tagihankewajiban
sehingga
perusahaan
dapatmengalamikesulitankeuanganyang
dapatmemicumunculnyahutangbaru untuk menutup kewajiban lancar
yangjatuh tempo.
Hasilpenelitian
AlmiliadanKristijadi(2003)
menunjukkanbahwasemakinbesar
rasio
likuiditasdalamsebuahperusahanmaka
semakinamanperusahaantersebutdari
ancaman
mengalami
financial
distress. Hasil yang sama jugadibuktikan dalam penelitian yang
dilakukan
oleh
Fitdini(2009),
penelitian
tersebut
berhasil
membuktikanbahwarasio
likuiditasberhubungannegatifterhadapkemungkinan
terjadinyakondisifinancialdistress.Semakin
besar
rasiolikuiditas
perusahaan makadapatdikatakan perusahan semakin dalamkeadaan
sehatdan semakinbaikdalam halpengelolaanya sehingga kemungkinan
terjadinya financial distress juga semakin kecil.
49
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2 Pengaruh Leverage terhadap Financial Distress
“rasio
leveragemenunjukkan
seberapabesarasetperusahaandibiayaiolehhutang
atauseberapa
Menurut
Ardiyanto
(2011),
besarhutangperusahaanberpengaruhterhadappengelolaanaktiva.” Hanifah
dan Purwanto (2013) menjelaskan bahwa “analisis leverage diperlukan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar utang (jangka pendek
dan jangka panjang).” Apabila suatu perusahaan pembiayaannya lebih banyak
menggunakan utang, hal ini berisiko akan terjadi kesulitan pembayaran di
masa yang akan datang akibat utang lebih besar dari aset yang dimiliki. Jika
keadaan ini tidak dapat diatasi dengan baik, potensi terjadinya financial
distress akan semakin besar. Disamping itu, tingkatutangyangsemakin
tinggimengakibatkan beban bungaakansemakin besarsehingga akan
mengurangi keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hal inikemungkinan
akan
memicu
terjadinyafinancialdistress.
Tingkatleverage
yang
kecilmenunjukkankinerjayangsemakinbaik,karenamenyebabkantingkat
pendapatanyang semakintinggi,dansebaliknya.
Penelitian
Jiming
dan
Wei
Wei
(2012)
membuktikan
bahwaleverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial
distress.
Semakin
besar
rasioleveragemakasemakin
kemungkinanperusahaan
besar
juga
mengalamikondisifinancial
distress.Penelitiandenganhasil yangsamajugatelahdibuktikanoleh Fitdini
(2009),
dimanadalampenelitianya
menjelaskan
bahwa
rasioleverageberhubunganpositifterhadapkemungkinanterjadinyafinanci
50
Universitas Sumatera Utara
al distress.Halinidapatterjadikarena pada saat hutang perusahaan
tersebut terlalu besar maka semakin tinggi pula bunga yang harus
dibayar perusahaan.
2.4.1.3
Pengaruh Profitabilitas terhadap Financial Distress
Profitabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan
telah
berhasil
dalammemasarkanproduknya,sehingga
akanmeningkatkanpenjualandanakhirnyajuga
labayangdiperolehperusahaan.Dengan
akanmeningkatkan
labayang
tinggi
maka
dapatmenarikminatinvestoruntukberinvestasidiperusahaantersebut,sehing
ga peluang perusahaan mengalamifinancialdistressakan semakin kecil.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur
profitabilitas perusahaan adalah dengan menggunakan ROA. ROA
menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai kemampuan
perusahaan memperoleh laba dengan menggunakan aktiva yang dimiliki
perusahaan. Menurut Ardiyanto (2011) semakin tinggi laba yang
dihasilkan perusahaan maka semakin tinggi pula ROA, hal itu berarti
menunjukan perusahaan semakin efektif dalam