PERANAN MEDIA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KO

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Belajar, Pembelajaran, dan Mengajar
1.

Belajar
Belajar merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh setiap manusia,
karena belajar adalah salah satu faktor yang memengaruhi dan berperan
penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sebagian besar
perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Menurut Surya (dalam Rusman, dkk., 2011) belajar dapat diartikan
sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Lebih jauh
James O. Whitaker (dalam Rusman, dkk., 2011:8) mengungkapkan bahwa
“Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan dan pengalaman.” Kata “diubah” merupakan kata kunci pendapatnya
Whitaker, sehingga dari kata tersebut mengandung makna bahwa belajar
adalah sebuah perubahan yang direncanakan secara sadar melalui suatu
program yang disusun untuk menghasilkan perubahan perilaku positif tertentu.

Selain itu Rusman, dkk (2011:7) menjelaskan bahwa,
Belajar merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis
maupun secara fisiologis. Aktivitas yang bersifat psikologis, yaitu aktivitas
yang merupakan proses mental, misalnya aktivitas berpikir, memahami,
menyimpulkan, menyimak, menelaah, membandingkan, membedakan,
mengungkapkan, menganalisis dan sebagainya. Sedangkan aktivitas yang

5

6

bersifat fisiologis yaitu aktivitas yang merupakan proses penerapan atau
praktik, misalnya melakukan eksperimen atau percobaan, latihan, kegiatan
praktik, membuat karya (produk), apresiasi dan sebagainya.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut, intinya bahwa belajar adalah
perubahan perilaku siswa.
Selanjutnya Rusman, dkk mengungkapkan secara keseluruhan biasanya
hasil belajar akan tampak berupa:
a. Kebiasaan; misalnya peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari
kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga

akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
b. Keterampilan; seperti menulis dan berolahraga yang meskipun sifatnya
motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak
yang tinggi dan kesadaran yang tinggi.
c. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan dan memberi arti
rangsangan yang masuk melalui indra-indra secara objektif sehingga
peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
d. Berpikir asosiatif; yakni berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu
dengan menggunakan daya ingat.
e. Berpikir rasional dan kritis; yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasardasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana”
(how) dan “mengapa” (why).
f. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk
memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap
adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan
bertindak dalam menghadapi objek atau peristiwa, di dalamnya terdapat
unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk
bertindak.

7


g. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
h. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu).
i. Perilaku afektif; yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut,
marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
j. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan
yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Menurut Bloom (Rusman, dkk., 2011:12), “Perubahan perilaku yang
terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam ranah/domain kognitif,
afektif, dan psikomotorik, beserta tingkatan aspek-aspeknya.”

Tingkatan

tingkah laku tertentu merupakan akumulasi tingkatan tingkah laku yang ada
sebelumnya, baik pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) maupun psikomotor.
Artinya seorang telah mencapai tingkah laku tertentu (jenjang aplikasi), maka
siswa tersebut harus menguasai tingkatan tingkah laku jenjang sebelumnya
yaitu pengetahuan dan pemahaman. Sebagai contoh, siswa tidak mungkin
dapat mengoperasikan komputer (aplikasi), tanpa menguasai pengetahuan
dasar-dasar komputer dan pemahaman tentang komputer itu sendiri.
2. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses dasar dari pendidikan, dari sanalah
lingkup terkecil secara formal yang menentukan dunia pendidikan berjalan
baik atau tidak. Pembelajaran merupakan suatu proses menciptakan kondisi
yang kondusif agar terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar antara guru,
peserta didik, dan komponen pembelajaran lainnya untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Sudjana (dalam Rusman,
dkk., 2011) yang mengatakan bahwa “Pembelajaran dapat diartikan sebagai

8

setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi
kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga
belajar)

dan

pendidik

(sumber


belajar)

yang

melakukan

kegiatan

pembelajaran”. Lebih lanjut Rusman (2011:15) mengungkapkan bahwa:
Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari berbagai
komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen
tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat
komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam
memilih dan menentukan media, metode, strategi dan pendekatan apa yang
akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Dari pernyataan di atas, pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu
proses interaksi komunikasi antara sumber belajar, guru, dan siswa. Interaksi
komunikasi itu dilakukan baik secara langsung dalam kegiatan tatap muka
maupun secara tidak langsung dengan menggunakan media, di mana
sebelumnya telah menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan

tentunya. Hakikat pembelajaran di atas haruslah terdapat di dalam setiap
komponen pembelajaran termasuk pembelajaran berbasis TIK yang akan
diimplementasikan. Siswa jangan selalu dianggap sebagai objek belajar yang
tidak tahu apa-apa. Ia memiliki latar belakang, minat, kebutuhan, serta
kemampuan yang berbeda. Peranan guru tidak hanya terbatas sebagai pengajar
(transfer of knowledge), tetapi juga sebagai pembimbing, pelatih, pengembang,
dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar
siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Mengajar
Secara sederhana mengajar dapat diartikan sebagai interaksi antara siswa
dengan guru. Dalam paradigma baru mengajar lebih ditekankan pada

9

penciptaan suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan efektif
dan efisien (Rusman, dkk., 2011). Artinya dalam mengajar guru harus berusaha
mengetahui kemampuan awal siswa, memberikan motivasi yang kuat,
mengajak siswa untuk berpikir dan melakukan aktivitas umpan balik, dan
menempatkan siswa sebagai subjek yang memiliki kemampuan untuk
dikembangkan. Iklim yang mendukung dan menyenangkan untuk belajar, akan

membuat siswa merasa aman, nyaman, dan fun dalam belajar, sehingga lebih
memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan kebutuhannya.
Kemudian menurut Howard & Alvin W (dalam Rusman, dkk., 2011:18)
“Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing
seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill, attitude,
ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge.”
Dari pengertian tentang mengajar di atas terdapat kata kunci, yaitu
aktivitas dan penyampaian. Dari kata kunci tersebut menunjukkan adanya
sesuatu yang diberikan atau disampaikan dari guru kepada siswa. Makna
penyampaian (transfer) dalam konteks pembelajaran tidaklah sama dengan
transfer dalam konteks ekonomi atau lainnya yang berarti pindah dari satu
keadaan ke keadaan yang lain yang menyebabkan hilangnya dari suatu keadaan
atau suatu tempat. Karena secara faktual, jika seorang guru semakin banyak
mengajar justru semakin banyak dan mantap pula pengetahuannya. Arti
transfer dalam konteks pembelajaran adalah transfer pengaruh atau transfer
pengalaman atau disebut dengan istilah transfer belajar (Rusman, dkk., 2011).
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka inti dari mengajar ialah suatu
proses menambahkan pengetahuan atau pengaruh kepada seseorang dengan

10


tidak mengurangi pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa hakikat mengajar adalah proses transfer pengetahuan dan
pengalaman dari pendidik kepada peserta didik.
B. Pembelajaran di Sekolah
1. Aktivitas Siswa dalam Belajar
Banyak orang yang berharap akan terwujudnya siswa aktif dalam proses
pembelajaran. Paul Suparno, dkk (2001:42) mencirikan siswa yang secara aktif
terlibat dalam proses pembelajaran menjadi dua aktivitas yakni aktif dalam
berpikir (minds-on) dan aktif dalam berbuat (hands-on). Kedua bentuk aktif ini
saling terkait. Perbuatan nyata siswa dalam pembelajaran merupakan hasil
keterlibatan berpikir terhadap objek belajarnya. Pengalaman sebagai hasil
perbuatan siswa, selanjutnya diolah dengan menggunakan kerangka berpikir
dan pengetahuan yang dimilikinya untuk membangun pengetahuan. Dengan
cara ini siswa dapat mengembangkan pemahaman bahkan mengubah
pemahaman sebelumnya menjadi semakin baik (ilmiah). Pemahaman baru ini,
yang melalui pengolahan dan refleksi, dapat melahirkan tindakan yang lain
sebagai perwujudan keingintahuannya. Dengan demikian, proses siswa aktif
merupakan proses yang tiada henti.
Agar siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran diperlukan

adanya proses pembiasaan. Untuk itu, perlu diidentifikasi beberapa kecakapan
dasar penunjang yang harus menjadi kemampuan yang melekat pada diri siswa.
Beberapa kemampuan dasar tersebut menurut Paul Suparno, SJ, dkk (2001:43)
antara lain:
a. Kemampuan bertanya.
Kemampuan ini tidak lain adalah kemampuan siswa untuk mempersoalkan
(problem solving). Dimulai dengan persoalan dalam wujud pertanyaan,

11

maka dalam diri siswa terdapat keinginan untuk mengetahui melalui
proses belajarnya.
b. Kemampuan pemecahan masalah (problem solving).
Permasalahan yang muncul di dalam pembelajaran harus diselesaikan
(dicari jawabannya) oleh siswa selama proses belajarnya. Tidak cukup
kalau siswa mahir mempersoalkan sesuatu tetapi miskin dalam pencarian
pemecahannya. Penyelesaian masalah sendiri dapat dilakukan secara
mandiri (self-independence learning) maupun secara kelompok (group
learning).
c. Kemampuan berkomunikasi.

Dalam konteks pemahaman, kemampuan berkomunikasi baik verbal
maupun nonverbal merupakan sarana agar terjadi pemahaman yang benar
(yang baik dan punya kadar keilmuan), dari hasil proses berpikir dan
berbuat, terhadap gagasan siswa yang ditemukan dan ingin dikembangkan.
Pembelajaran siswa aktif

dapat dikembangkan ke arah reflektif

(paradigma pedagogi reflektif). Pengalaman belajar siswa disamping dapat
diolah untuk memperoleh pengetahuan ilmiah, harus dapat pula dijadikan
bahan refleksi kritis. Melalui refleksi, siswa diajak untuk menyadari dampak
yang timbul dari ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat,
mengasah hati nurani, meningkatkan kepedulian sosial, dan menumbuhkan rasa
tanggung jawab dalam kariernya kelak. Buah kesadaran sebagai hasil refleksi
dijadikan titik tolak untuk melakukan aksi (seperti menyatakan keprihatinan
dan perhatian) yang hasilnya harus dievaluasi. Dengan cara ini, maka aktivitas

12

siswa dalam belajar telah mengintegrasikan pengembangan intelektual dan

nilai-nilai kemanusiaan.
2. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan dalam pembelajaran secara umum dibagi menjadi dua,
seperti yang dikemukakan oleh Killen & Roy dalam bukunya yang berjudul
Effective Teaching Strategies (dalam Rusman, dkk., 2011:45-46) yaitu:
a. Pendekatan Pembelajaran Berorientasi pada Guru (teacher centered
approaches)
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran yang
menempatakan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar
bersifat klasik atau konvensional dengan hanya menggunakan metode
ceramah dan hafalan. Dalam pendekatan ini guru menempatkan diri
sebagai orang yang serba bisa dan sebagai satu-satunya sumber belajar.
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru memiliki ciri bahwa pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru baik dalam
pilihan materi pelajaran maupun penentuan proses pembelajaran. Peran
siswa pada pendekatan ini hanya melakukan aktivitas sesuai dengan minat
dan keinginannya.
b. Pendekatan Pembelajaran Berorientasi pada Siswa (student centered
approaches)
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah pendekatan
pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan
kegiatan belajar bersifat modern. Pendekatan pembelajaran yang
berorientasi pada siswa, manajemen dan pengelolaannya ditentukan oleh
siswa. Pada pendekatan ini siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk

13

melakukan kreativitas dan mengembangkan potensinya melalui aktivitas
secara langsung sesuai dengan minat dan keinginannya. Sedangkan peran
guru lebih menempatkan diri sebagai fasilitator, pembimbing, sehingga
kegiatan belajar siswa menjadi lebih terarah.
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa inilah yang akan
digunakan dalam pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi nantinya. Yang mana cara ini dapat menjadi salah satu upaya
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, seperti yang diungkapkan
oleh Rusman, dkk (2001:7),
Dari berbagai kondisi dan potensi yang ada, upaya yang dapat
dilakukan berkenaan dengan peningkatan kualitas di sekolah adalah
mengembangkan sistem pembelajaran yang berorientasi pada peserta
didik (children center) dan memfasilitasi kebutuhan siswa akan
kebutuhan belajar yang menantang, aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan
dengan
mengembangkan
dan
menerapkan
pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
3. Pembelajaran yang Konstruktivis
Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan merupakan bentukan
(konstruksi) orang yang sedang belajar. Paul Suparno, SJ, dkk. (2001)
mengungkapkan bahwa,
Dalam konteks sekolah, pengetahuan yang diperoleh siswa selama proses
pembelajaran merupakan hasil bentukan siswa sendiri. Pengalaman
bersentuhan langsung dengan objek belajarnya menjadi penting. Dengan
cara ini siswa dapat menjalani proses mengkonstruksi pengetahuan baik
berupa konsep, ide maupun pengertian tentang sesuatu yang sedang
dipelajarinya. Agar proses pembentukan pengetahuan dapat berkembang,
maka kehadiran pengalaman baru menjadi penting bila tidak membatasi
pengetahuan siswa.
Pengetahuan yang dibentuk dengan sendirinya harus memunculkan
dorongan untuk mencari atau menemukan pengalaman baru. Pembelajaran

14

yang menekankan proses pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri
dinamakan pembelajaran yang konstruktivis. Dalam konteks belajar seperti ini,
aktivitas siswa menjadi syarat mutlak agar siswa mampu, bukan untuk
“mengumpulkan” banyak fakta melainkan dapat “menemukan” sesuatu
(pengetahuan) dan mengalami perkembangan pemikiran.
Agar terjadi proses yang demikian diperlukan pergeseran paradigma
dalam pembelajaran kepada hal-hal yang utama menurut (Paul Suparno, SJ,
dkk., 2001), yakni:
Dari

Menjadi

Mengajar

Belajar

Indoktrinasi
Guru sebagai subjek
Mengumpulkan pengetahuan

Partisipatif sebagai mediator dan fasilitator
Siswa sebagai subjek
Menemukan pengetahuan dan
mengembangkan kerangka berpikir

4. Tipe Gaya Belajar
Ada beberapa tipe gaya belajar yang harus dicermati oleh guru, yaitu:
gaya belajar visual (visual learner), gaya belajar autitif (auditory learner) dan
gaya belajar kinestetik (tactual learner). Gaya belajar tersebut memiliki
penekanan-penekanan masing-masing, meskipun perpaduan dari ketiganya
sangatlah baik, tetapi pada saat tertentu siswa akan menggunakan salah satu
saja dari ketiga gaya belajar tersebut (Rusman, dkk., 2011).
a. Tipe Belajar Visual (Visual Learner)

15

Visual learner adalah gaya belajar dimana gagasan, konsep, data dan
informasi lainnya dikemas dalam bentuk gambar dan teknik. Siswa yang
memiliki tipe belajar visual memiliki keterkaitan yang tinggi ketika
diperlihatkan gambar, grafik, grafis organisatoris, seperti jaring, peta konsep
dan ide peta, plot, dan ilustrasi visual lainnya.

Beberapa teknik yang

digunakan dalam belajar visual untuk meningkatkan keterampilan berpikir
dan belajar, lebih mengedepankan peran penting mata sebagai penglihatan
(visual). Pada gaya belajar ini dibutuhkan banyak model dan metode
pembelajaran yang digunakan dengan menitikberatkan pada peragaan.
Media pembelajarannya adalah objek-objek yang berkaitan dengan
pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung
pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Bahasa tubuh dan
ekspresi wajah guru juga sangat penting peranannya ketika menyampaikan
materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat
melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak
dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual,
seperti diagram, buku pelajaran bergambar, CD interaktif, digital content
dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detaildetailnya untuk mendapatkan informasi.
b. Tipe Belajar Auditif (Auditory Learner)
Auditory learner adalah suatu gaya belajar dimana siswa belajar
melalui mendengarkan. Siswa yang memiliki gaya belajar auditori akan
mengandalkan kesuksesan dalam belajarnya melalui telinga, oleh sebab itu
guru sebaiknya memerhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya.

16

Anak yang mempunyai

gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat

dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan penjelasan apa
yang dikatakan guru. Anak dengan belajar tipe auditori dapat mencerna
makna yang disampaikan oleh guru melalui simbol atau suara, tinggi
rendahnya, kecepatan berbicara, dan hal-hal auditori lainnya. Anak-anak
seperti ini dapat menghapal lebih cepat melalui membaca teks dengan keras
atau mendengarkan media audio.
c. Tipe Belajar Kinestetik (Tactual Learner)
Tactual learner adalah suatu gaya belajar di mana siswa belajar
dengan cara melakukan, menyentuh, merasa, bergerak dan mengalami. Anak
yang mempunyai gaya belajar kinestetik mengandalkan belajar melalui
bergerak, menyentuh, dan melakukan tindakan. Anak seperti ini sulit untuk
duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktivitas dan
eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar seperti ini belajarnya
melalui gerak dan sentuhan. Oleh karena itu, pembelajaran yang dibutuhkan
adalah pembelajaran yang lebih bersifat kontekstual dan praktik.
Berdasarkan uraian di atas bahwa dalam pembelajaran perlu suatu proses
yang melibatkan potensi siswa secara keseluruhan, yaitu potensi pendengaran,
penglihatan, dan gerak motorik. Dari kolaborasi ketiga potensi tersebut siswa
lebih mampu menguasai suatu kecakapan tertentu, karena ketiga potensi
tersebut terlibat aktif baik secara fisik maupun secara psikologis. Guru harus
dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam belajar, sehingga belajar menjadi
sesuatu yang menarik dan menyenangkan serta tidak membosankan.
Kreativitas guru sangat dibutuhkan untuk megkolaborasikan berbagai metode
atau multimetode, multistrategi, multimodel, multimedia dan aktivitas belajar

17

sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga memiliki kesempatan yang luas
untuk

beraktivitas

dalam

kegiatan

pembelajaran.

Pembelajaran

yang

mengakses ketiga tipe gaya belajar tersebut adalah pembelajaran yang
berorientasi aktivitas siswa dengan menggunakan berbagai macam pendekatan
dan media pembelajaran. Jadi pembelajaran boleh saja dilakukan secara
klasikal tapi sentuhannya harus individual, artinya guru harus menyentuh siswa
yang auditif dengan ceramah dan penjelasan guru, bagi siswa yang visual, guru
menggunakan berbagai alat dan media pembelajaran seperti media gambar,
poster, OHP, LCD, CD interaktif, digital content dan media visual lainnya,
sedangkan yang tipenya kinestetik guru harus menyentuhnya dengan
pengalaman langsung seperti praktik, laboratorium, eksperimen, role playing,
peragaan, observasi, dan unsur kinestetik lainnya.

C. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
Perkembangan teknologi yang sangat pesat telah memiliki peranan yang
dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya untuk
pendidikan atau pengajaran. Komputer sebagai hasil dari perkembangan teknologi
tentunya memiliki pengaruh dalam dunia pendidikan. Penggunaan komputer
dalam pembelajaran memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran secara
individual (individual learning) dengan menumbuhkan kemandirian dalam proses
belajar, sehingga siswa akan mengalami proses yang jauh lebih bermakna

18

dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Manfaat komputer untuk tujuan
pendidikan menurut Arsyad (dalam Rusman, dkk., 2011:47) yaitu:
1. Komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran
karena ia dapat memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan cara
yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar
dalam menjalankan instruksi seperti yang diinginkan program yang
2.

digunakan.
Komputer dapat merangsang siswa untuk mengerjakan latihan, melakukan
kegiatan laboratorium atau simulasi karena tersedianya animasi grafik, warna,

3.

dan musik yang dapat menambah realisme.
Kendali berada di tangan siswa, sehingga tingkat kecepatan belajar siswa
dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya. Dengan kata lain, komputer
dapat berinteraksi dengan siswa secara individual misalnya dengan bertanya

4.

dan menilai jawaban.
Kemampuan merekam aktivitas siswa selama menggunakan program
pembelajaran, memberikan kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara

5.

perorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau.
Dapat berhubungan dengan, dan mengendalikan peralatan lain seperti CD
interaktif, video, dan lain-lain dengan program pengendali dari komputer.
Peranan komputer sebagai media pembelajaran adalah menjadi sumber

utama (major resource) dalam mengimplementasikan program pembelajaran di
sekolah, melalui komputer siswa dapat menjalankan aplikasi program yang
didukung juga dengan fasilitas penunjang lain yang saat ini berkembang yaitu
internet.
Internet adalah sarana yang sangat efisien dan efektif untuk melakukan
pertukaran informasi jarak jauh (Rusman, dkk., 2011: 48). Kelebihannya dalam

19

akses global itulah yang menjadikan internet memiliki peranan tersendiri, karena
internet dapat memfasilitasi beragam sumber belajar yang dibutuhkan siswa.
Manfaat internet menurut Hardjito (dalam Rusman, dkk., 2011:51) yaitu:
Manfaat internet lebih banyak disebabkan oleh kecepatan, kemudahan,
murah, dan canggih. Bila saat ini berbicara internet, pemakai lebih cenderung
menggunakannya untuk kebutuhan e-mail dan browsing, padahal kemampuan
dan fasilitas dari internet adalah lebih dari itu. Transfer pengetahuan yang
dimungkinkan melalui internet justru bisa jauh lebih efektif sekaligus lebih
efisien untuk membentuk intelektual manusia muda dan masa depan.
Beberapa keuntungan atau manfaat pembelajaran melalui internet menurut
Siahaan (dalam Rusman, dkk., 2011:54) sebagai berikut:
1. Menjadi alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2. Melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian peserta didik.
3. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran mutu
belajar mengajar.
4. Membantu peserta dalam memahami materi pelajaran.
Dari pernyataan di atas bagi siswa internet dapat dimanfaatkan secara
positif, namun manfaat internet dalam pembelajaran bukan hanya sebagai alat
pembelajaran bagi peserta didik saja, tetapi juga bermanfaat bagi para pengajar
untuk meningkatkan keilmuan mereka ke arah profesionalitas. Menurut hasil
penelitian Honey & Henriquez pada tahun 1993 di Amerika Serikat (dalam
Rusman, dkk., 2011:55) tentang penggunaan internet menyatakan bahwa “... bagi
kalangan pendidikan (guru, dosen, peneliti, pengembang), internet membuat
mereka lebih terbuka wawasannya, terlepas dari keterasingannya, serta
meningkatkan profsionalisme dan kemandiriannya.”
Apabila dilihat dari interaksi guru dan siswa, internet juga memungkinkan
terselenggaranya pembelajaran jarak jauh, artinya segala proses pembelajaran
dilakukan secara online dan real-time. Pembelajaran semacam ini kita kenal
dengan istilah e-learning. Melalui pembelajaran online, iklim pembelajaran dan
perasaan peserta didik dinilai lebih kondusif dan akan dapat mendorong peserta

20

didik untuk meningkatkan kadar interaksinya dalam kegiatan pembelajaran,
karena dalam pembelajaran semacam ini siswa belajar secara mandiri.
Jika dibandingkan, e-learning memiliki manfaat yang lebih dibandingkan
dengan

pembelajaran

konvensional,

hal

tersebut

sejalan

dengan

yang

dikemukakan lembaga P3AILP3 UNEJ (Rusman, dkk., 2011:57), diantaranya
adalah:
1. Fleksibilitas dari sisi waktu dan tempat. Dengan e-learning mahasiswa dapat
belajar lebih fleksibel sesuai waktu yang dimiliki. Demikian juga dia dapat
mengakses kuliah dari tempat yang lebih fleksibel, tidak seperti kuliah
konvensional yang harus dilakukan pada ruangan dan jam tertentu. Termasuk
juga mahasiswa dapat meluangkan waktu lebih fleksibel sesuai kondisi
masing-masing.
2. Fleksibel dari fasilitas dan lingkungan belajar. Mahasiswa dapat mengakses
e-learning dengan fasilitas yang bervariasi.
3. Suasana tidak menegangkan. Dengan e-learning suasana belajar tidak
menegangkan seperti tatap muka langsung. Mahasiswa lebih berani
melakukan latihan online karena tidak takut malu atau dibentak jika
melakukan kesalahan.
4. Mudah meremajakan materi. Berbeda dengan meremajakan materi kuliah
yang tersusun dalam bentuk buku cetak, materi online dapat diremajakan
setiap saat.
Berdasarkan yang diutarakan, perubahan dari konvensional ke e-learning
maka hal itu telah mengubah peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran
guru telah berubah dari sebagai penyampai pengetahuan sumber utama informasi,
ahli materi, dan sumber segala jawaban menjadi sebagai fasilitator pembelajaran,
pelatih,

kolaborator,

navigator

pengetahuan,

dan

mitra

belajar;

dari

21

mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih
banyak memberikan alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam
proses pembelajaran. Sementara itu, peran siswa dalam pembelajaran telah
mengalami perubahan, yaitu dari penerima informasi yang pasif menjadi
partisipan aktif dalam proses pembelajaran, dari mengungkapkan kembali
pengetahuan menjadi menghasilkan berbagai pengetahuan, dari pembelajaran
sebagai aktivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan
siswa lain.
Keuntungan lainnya dalam menggunakan e-learning menurut Wahono
(Rusman, dkk., 2011:58) diantaranya sebagai berikut:
1. Fleksibel karena siswa dapat belajar kapan saja, di mana saja, dan dengan tipe
pembelajaran yang berbeda-beda.
2. Menghemat waktu proses belajar mengajar.
3. Mengurangi biaya perjalanan.
4. Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan,
buku-buku)
5. Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas.
6. Melatih pembelajaran lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.
D. Pembelajaran Berbasis Multimedia
Media berasal dari kata “medius” yang berarti tengah, perantara atau
pengantar. Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan
pesan (Bovee, 1997). Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara
peserta didik, guru dan bahan ajar (Rusman , dkk., 2011). Media yang digunakan
dalam pembelajaran disebut media pembelajaran, yang mempunyai fungsi sebagai
perantara pesan – dalam hal ini adalah materi pelajaran – kepada peserta didik.
Jadi, media pembelajaran adalah alat atau bentuk stimulus yang berfungsi untuk
menyampaikan pesan pembelajaran.

22

Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya
adalah hubungan atau interaksi manusia; realita; gambar bergerak atau tidak;
tulisan, dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu
peserta didik mempelajari bahasa asing (Rusman, dkk., 2011). Namun demikian,
tidaklah mudah mendapatkan kelima bentuk itu dalam satu waktu atau tempat.
Teknologi komputer adalah sebuah penemuan yang memungkinkan
menghadirkan beberapa atau semua bentuk stimulus di atas sehingga
pembelajaran akan lebih optimal. Namun demikian, masalah yang timbul tidak
semudah yang dibayangkan. Guru adalah orang yang mempunyai kemampuan
untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran.
Namun, kebanyakan guru tidak mempunyai kemampuan untuk menghadirkan
kelima stimulus itu dengan program komputer.
merealisasikan

stimulus-stimulus

itu

dalam

Jalan keluarnya adalah

program

komputer

dengan

menggunakan piranti lunak yang mudah dipelajari. Dengan demikian, para guru
akan dengan mudah merealisasikan ide-ide pembelajarannya.
Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa kriteria (Rusman,
dkk., 2011). Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi peserta didik.
Selain itu media juga harus merangsang peserta didik mengingat apa yang sudah
dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan
mengaktifkan peserta didik dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga
mendorong peserta didik untuk melakukan praktik-praktik dengan benar. Untuk
menarik minat peserta didik program harus mempunyai tampilan yang artistik,
maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian terakhir adalah
fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan

23

pembelajaran yang diinginkan oleh peserta didik. Sehingga pada waktu seseorang
selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
Dalam proses belajar mengajar, hal utama yang harus diperhatikan oleh
seorang guru dalam penggunaan media adalah berkaitan dengan analisis manfaat
dari penggunaan media tersebut. Ada beberapa alasan yang harus diperhatikan
dalam penggunaan media pembelajaran berkaitan dengan analisis manfaat yang
akan diperoleh, sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana dan Rivai (dalam
Rusman, dkk., 2011: 62) yaitu:
1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat
2.

menumbuhkan motivasi belajar.
Metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga peserta didik tidak
bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru harus mengajar

3.

untuk setiap jam pelajaran.
Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh para peserta didik dan memungkinkan peserta didik menguasai

4.

tujuan pembelajaran lebih baik.
Peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.
Ada lima jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menurut

Rusman (2011:63) yaitu:
1. Media Visual
Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan
indra penglihatan yang terdiri atas media yang dapat diproyeksikan dan media
yang tidak dapat diproyeksikan yang biasanya berupa gambar diam atau
gambar bergerak.
2. Media Audio

24

Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif
yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan para
peserta didik untuk mempelajari bahan ajar. Contoh dari media audio ini
adalah program kaset suara dan program radio.
3. Media Audio-Visual
Media ini merupakan kombinasi audio dan visual atau biasa disebut media
pandang-dengar. Contoh dari media ini adalah program video/televisi
pendidikan, video/televisi instruksional, dan program slide suara (sound
slide).
4. Kelompok Media Penyaji
Media kelompok penyaji ini sebagaimana diungkapkan Donald T. Tosti dan
John R. Ball (dalam Rusman, dkk., 2011) dikelompokkan dalam tujuh jenis,
yaitu:
a. kelompok kesatu: grafis, bahan cetak, dan gambar diam;
b. kelompok kedua: media proyeksi diam;
c. kelompok ketiga: media audio;
d. kelompok keempat: media video;
e. kelompok kelima: media gambar hidup/film;
f. kelompok keenam: media televisi; dan
g. kelompok ketujuh: multimedia.
5. Media Objek dan Media Interaktif Berbasis Komputer
Media objek merupakan media tiga dimensi yang menyampaikan informasi
tidak dalam bentuk penyajian, melainkan melalui ciri fisiknya sendiri, seperti
ukurannya, bentuknya, beratnya, susunannya, warnanya, fungsinya, dan
sebagainya. Media ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu media objek
sebenarnya dan media objek pengganti. Sedangkan media interaktif berbasis
komputer adalah media yang menuntut peserta didik untuk berinteraksi selain
melihat maupun mendengarkan. Contoh media interaktif berbasis komputer
adalah program interaktif dalam pembelajaran berbasis komputer.

25

Dari kelima bentuk media tersebut, media yang terakhir merupakan media
dan sumber terbaik yang dapat digunakan sebagai sumber media komunikasi.
Karakteristik terpenting kelompok media ini adalah bahwa peserta didik tidak
hanya memerhatikan media atau objek, melainkan juga dituntut untuk berinteraksi
selama mengikuti pembelajaran. Sedikitnya ada tiga macam interaksi menurut
Rusman (2011:64).
Interaksi yang pertama ialah yang menunjukkan peserta didik
berinteraksi dengan sebuah program, misalnya peserta didik diminta
mengisi blanko pada bahan belajar terprogram. Bentuk interaksi yang
kedua ialah peserta didik berinteraksi dengan media komputer, misalnya
CD interaktif, simulator, laboratorium bahasa, laboratorium komputer,
atau kombinasi diantaranya yang berbentuk video interaktif. Bentuk
interaksi ketiga ialah mengatur interaksi antara peserta didik secara
teratur, tetapi tidak terprogram. Sebagai contoh dapat dilihat pada
berbagai permainan pendidikan atau simulasi yang melibatkan peserta
didik dalam kegiatan atau masalah yang mengharuskan mereka untuk
membalas serangan lawan atau kerja sama dengan teman sekelompok
dalam memecahkan masalah. Dalam hal ini peserta didik harus dapat
menyesuaikan diri dengan situasi yang timbul karena tidak ada batasan
yang kaku mengenai jawaban yang benar.
Jadi, permainan pendidikan dan simulasi yang berorientasikan pada masalah
memiliki potensi untuk memberikan pengalaman belajar yang merangsang minat
dan realistis. Oleh karena itu, guru menganggapnya sebagai sumber terbaik dalam
masalah media komunikasi.