Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Coffea arabica L. Setelah Erupsi Abu Vukanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kopi Arabika (Coffea Arabica L.)
Tanaman kopi termasuk dalam Kingdom Plantae, Sub Kingdom
Tracheobionta, Super

Divisi Spermatophyta, Divisi Magnoliophyta, Class

Magnoliopsida/Dicotyledons, Sub Class Asteridae, Ordo Rubiales, Famili
Rubiaceae, Genus Coffea, Spesies Coffea arabica L. (USDA, 2002).
Kopi adalah species tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam
family Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang.
Meskipun kopi merupakan tanaman tahunan, tetapi umumnya mempunyai
perakaran yang dangkal. Oleh karena itu tanaman ini mudah mengalami
kekeringan pada kemarau panjang bila di daerah perakarannya tidak di beri mulsa.
Secara alami tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah.
Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya
berupa bibit semaian atau bibit sambungan (okulasi) yang batang bawahnya
merupakan semaian. Tanaman kopi yang bibitnya berasal dari bibit stek,
cangkokan atau bibit okulasi yang batang bawahnya merupakan bibit stek tidak
memiliki


akar

tunggang

sehingga

relatif

mudah

rebah

(Badan Penelitian dan Pengembangan, 2008).
Daun

kopi berbentuk bulat, ujungnya agak meruncing sampai bulat

dengan bagian pinggir yang bergelombang. Daun tumbuh pada batang, cabang
dan ranting. Pada cabang Orthrotrop letak daun berselang seling, sedangkan pada
cabang Plagiotrop terletak pada satu bidang. Daun kopi robusta ukurannya lebih

besar dari arabika (Manurung, 2010).
Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun.

Mula- mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama
atau cabang reproduksi. Tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut
biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas, dan hanya
dihasilkan oleh tanaman- tanaman yang masih sangat muda. Bunga yang
jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer.
Bunga
yang

ini

berasal
berubah

dari

kuncup-kuncup


fungsinya

menjadi

sekunder

dan

kuncup

bunga.

reproduktif
Kuncup

bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol
(Badan Penelitian dan Pengembangan, 2008).

Gambar 1. Tanaman Kopi
(Situmorang, 2013)

Syarat Tumbuh
Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian
tempat di atas 700 m di atas permukaan laut beberapa klon saat ini dapat ditanam
mulai di atas ketinggian 500 m dpl, namun demikian yang terbaik seyogyanya
kopi ditanam di atas 700 m dpl, terutama jenis kopi robusta. Kopi arabika baik
tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas 1000 m dpl. Namun
demikian, lahan pertanaman kopi yang tersedia di Indonesia sampai saat ini
sebagian besar berada di ketinggian antara 700 sampai 900 m dpl. Mungkin hal ini

yang menyebabkan mengapa sebagian besar (sekitar 95%) jenis kopi di Indonesia
saat ini adalah kopi robusta (Prastowo dkk, 2010).
Umumnya dianggap bahwa jumlah curah hujan tahunan terbaik untuk
coffeeis arabika antara 1400 dan 2400 mm, meskipun kisaran antara 800 dan 4200
mm tetap diterima. adalah penting bahwa hujan didistribusikan lebih musim teh
atau terus-menerus selama sekitar 7-8 bulan. sifat musim hujan dari segi panjang
dan intensitas hujan merupakan faktor ekologi kunci yang menentukan dalam
interval antara berbunga dan pematangan biji. juga, ketika curah hujan tahunan
melebihi 3000 penyakit daun mm dari infeksi jamur mengembangkan lebih
mudah. Kopi arabika lebih rentan terhadap dideases daun dan hama dari robusta,
terutama ketika curah hujan melebihi 3000 mm per tahun. karena sistem akar

dangkal Robusta dapat mentolerir curah hujan dalam waktu lama dan kelembaban
tanah yang tinggi, tetapi membutuhkan musim kemarau pendek untuk berbunga
besar (Pohlan dan Jansen, 2011).
Status Serangga Pada Pertanaman Kopi
Interaksi antara tanaman dan hama dapat dilihat dari aspek ekologis dan
ekonomis. Dari sisi ekologi hubungan antara tanaman dan hama merupakan
interaksi yang saling mengendalikan antara tanaman yang autotroph dengan
binatang herbivora yang heterotroph dalam suatu sistem trofi yang berjalan secara
efisien dan berkesinambungan. Karena kemampuannya mengubah energi surya
menjadi energi biokimia melalui proses fotosistesis tanaman menempati aras trofi
pertama sebagai produsen. Energi pada tanaman digunakan oleh binatang yang
memakan tanaman (Untung, 2010).
Tanaman kopi dikenal sebagai salah satu tanaman yang disukai oleh

banyak jenis serangga hama. Di Indonesia terdapat beberapa jenis yang
merupakan hama utama kopi, yaitu hama penggerek buah kopi (PBKo)
Hypothenemus hampei, penggerek cabang hitam Xylosandrus compactus,
penggerek cabang coklat X. morigerus, kutu hijau Coccus viridis, dan penggerek
batang merah Zuezera coffea (Manurung, 2008). Hingga pada tahun 2014, hama
kopi yang terdapat di Kabupaten Karo adalah penggerek buah kopi (H. Hampei) ,

kutu dompolan (Pseudococcus citri), penggerek batang atau cabang kopi
(Zeuzera sp.), karat daun kopi (H.vastatrix) (Tabel 1).

Gambar 2. Penggerek Buah Kopi (PBKO)
(Departemen Pertanian, 2002)
PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering
mencapai populasi yang tinggi. Pada umumnya, hanya kumbang betina yang
sudah kawin yang akan menggerek buah kopi; biasanya masuk buah dengan buat
lubang kecil dari ujungnya. Kumbang betina menyerang buah kopi yang sedang
terbentuk, dari 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah yang sudah
tua paling disukai. Kumbang betina terbang dari pagi hingga sore. PBKo
mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang bernaungan,
lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat
menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah
panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo. Karena itu penting sekali
membersihkan

kebun

(Departemen Pertanian, 2002).


dari

semua

buah

yang

tertinggal

Tabel 1. Laporan Serangan OPT Penting Perkebunan UPPT Tiga Pancur
Luas Serangan (Ha)
Jenis Hama
No. Tahun
Berat
Ringan
H.vastatrix
Xyloborus sp.
H. hampei

1
175
1.
2011
Zeuzera sp.
Pseudococcus citri
133
Corticium salmonicolor
Antraknose
H.vastatrix
Xyloborus sp.
H. hampei
10
147,1
2.
2012
Zeuzera sp.
Pseudococcus citri
63,3
Corticium salmonicolor

Antraknose
H.vastatrix
5
110,5
Xyloborus sp.
H. hampei
409,95
1.267,25
3.
2013
Zeuzera sp.
2,5
41,25
Pseudococcus citri
201,50
772,15
Corticium salmonicolor
Antraknose
H.vastatrix
203,58

432,46
Xyloborus sp.
H. hampei
1037,10
1.761,50
4.
2014
Zeuzera sp.
105,70
295,45
Pseudococcus citri
427,20
1.183,62
Corticium salmonicolor
Antraknose
Sumber : BBPPTP Medan, 2015

Gambar 3. Penggerek Cabang Kopi
(Departemen Pertanian, 2002)
Penggerek ranting kopi (Xylosandrus compactus) merupakan hama utama

yang menyerang tanaman kopi dan menyebabkan penurunan hasil kopi secara

nyata. Proses pembuatan lubang yang dilakukan oleh X. compactus menyebabkan
ujung ranting layu, menguning dan mati. Serangan X. compactus dicirikan oleh
adanya lubang gerek berdiameter sekitar 1-2 mm pada permukaan ranting
tanaman kopi hingga mencapai panjang 20-50 mm. Lubang gerek dibuat oleh
X. compactus betina dewasa sebagai tempat tinggalnya. Setelah menggerek,
serangga betina meletakkan telur dalam lubang tersebut hingga menetas dan
sampai tumbuh dewasa. Larva yang berada di dalam lubang gerek tidak memakan
jaringan tanaman tetapi memakan jamur ambrosia (Fusarium solani) yang tumbuh
dan berkembang dalam lubang gerek. Spora jamur tersebut dibawa oleh X.
compactus betina dewasa sewaktu menggerek lubang. Aktivitas larva ketika
makan jamur tersebut menyebabkan rusaknya jaringan tanaman pada lubang,
sehingga

mengakibatkan

semakin

lebar

dan

panjangnya

lubang

gerek

(Rahayu dkk, 2006).

Gambar 4. Kutu Hijau
(Departemen Pertanian, 2002)
Kutu hijau adalah serangga yang tidak berpindah tempat dalam
kebanyakan fase hidupnya sehingga tetap tinggal di satu tempat untuk menghisap
cairan dari tanaman. Kutu hijau menyerang cabang, ranting dan daun pohon kopi
Arabica dan Robusta. Ada beberapa jenis semut yang menjaga dan mendukung
koloni kutu hijau ini karena kutu hijau ini mengeluarkan cairan manis. Ada juga
jenis semut yang tidak menjaganya. Kutu hijau lebih suka musim kemarau dan

juga lebih senang di dataran rendah daripada di dataran tinggi. Pengendaliannya
dilakukan dengan melestarikan kumbang helm dan larvanya yang merupakan
musuh alami kutu hijau yang ampuh (Departemen Pertanian, 2002).

Gambar 5. Ngengat Penggerek Batang/Cabang
(Departemen Pertanian, 2002)
Penggerek

batang/cabang

(Zeuzera

coffeae)

merusak

bagian

batang/cabang dengan cara menggerek empulur (xylem) batang/cabang,
selanjutnya gerekan membelok ke arah atas. Menyerang tanaman muda. Pada
permukaan lubang yang baru digerek sering terdapat campuran kotoran dengan
serpihan jaringan. Akibat gerekan ulat, bagian tanaman di atas lubang gerekan
akan merana, layu, kering dan mati (Departemen Pertanian, 2002).

Gambar 6. Imago Kutu Putih
(Departemen Pertanian, 2002)
Kutu putih mengisap cairan dari tanaman kopi dengan mulut yang seperti
jarum. Dia menyerang banyak jenis tanaman selain kopi, termasuk lamtoro, jambu
mete, kakao, jeruk, kapas, tomat, singkong, dll. Kotoran kutu putih mengandung
gula dari tanaman; jika kotoran dibuang pada daun kopi, jamur dapat tumbuh pada
kotoran tersebut dan merusak daun kopi. Jamur tersebut juga dapat mengurangi

sinar matahari yang diserap oleh daun, sehingga mengganggu fotosintesis (proses
daun mengambil tenaga matahari untuk tumbuh). Jamur ini biasanya berwarna
hitam, tetapi bisa warna lain juga. (Departemen Pertanian, 2002).
Keanekaragaman Serangga
Serangga merupakan bioindikator kesehatan hutan. Penggunaan serangga
sebagai bioindikator akhir-akhir ini dirasakan semakin penting dengan tujuan
utama untuk menggambarkan adanya keterkaitan dengan kondisi faktor biotik dan
abiotik lingkungan. Sejumlah kelompok serangga seperti kumbang (terutama
kumbang pupuk), semut, kupu-kupu dan rayap memberikan respons yang khas
terhadap tingkat kerusakan hutan sehingga memiliki potensi sebagai spesies
indicator untuk mendeteksi perubahan lingkungan akibat konversi hutan oleh
manusia yang sekaligus menjadi indikator kesehatan hutan (Subekti, 2013).
Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat
keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya (Krebs, 1978 dalam
Rosalyn, 2007). Untuk memperoleh keragaman jenis ini cukup diperlukan
kemampuan

mengenal

dan

membedakan

jenis

meskipun

tidak

dapat

mengidentifikasikan jenis hama (Odum, 1971 dalam Rosalyn, 2007).
Ada 7 faktor yang saling berkaitan menentukan derajat naik turunnya
keragaman jenis, yaitu:
a. Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas tua
yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organism daripada
komunitas muda yang belum berkembangan. Waktu dapat berjalan dalam
ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.
b. Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin

kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin
tinggi keragaman jenisnya.
c. Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang
sama yang ketersediaannya kurang atau walaupun ketersediaanya cukup,
namun persaingan tetap terjadi juga bila organism-organisme itu.
d. Memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau
sebaliknya.
e. Pemangsaan yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing
yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar
kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman,
apabila intensitas dari pemangsaan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
menurunkan keragaman jenis.
f. Kestabilan iklim, makin stabil keadaan suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam
suatu lingkungan, maka semakin banyak jenis dalam lingkungan tersebut.
Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan keberlangsungan evolusi.
g. Produktivitas juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman yang
tinggi (Krebs, 1978 dalam Rosalyn, 2007).
Ada 3 kriteria keanekaragaman jenis serangga yaitu bila H’ < 1 berarti
keanekaragaman jenis serangga rendah, dimana keberadaan serangga dan musuh
alami tidak seimbang yang dapat membuat kerusakan pada tanaman, bila H’ 1-3
berarti keanekaragaman serangga sedang yaitu mengarah hampir baik dimana
keberadaan hama dan musuh alami di lapangan hampir seimbang, bila H’ > 3
berarti keanekaragaman serangga tinggi, dimana keadaan ekosistem yang ada di
lapangan adalah seimbang yaitu antara hama dan musuh alaminya dalam keadaan

seimbang sehingga tidak perlu dilakukan perlakuan untuk membunuh serangga
hama (Michael, 1996 dalam Aryoudi, 2015).
Dampak Erupsi Abu Vulkanik Gunung Sinabung
Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan
yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik
terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar
biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang
berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer
(Barasa, 2013).
Erupsi Gunung Sinabung memberikan pengaruh yang sangat besar
terhadap

keberadaan sumberdaya petani kopi. Sumberdaya yang terpengaruh

langsung diantaranya adalah lahan usahatani dan tanaman kopi (Putri, 2011).
Kerusakan sumberdaya tersebut (lahan dan tanaman kopi) memberikan dampak
yang sangat besar terhadap proses produksi usahatani kopi (table 2).
Tabel 2. Data Pertanaman Terkena Bencana Alam Erupsi Gunung Sinabung
Kabupaten Karo Situasi Sampai Dengan Tanggal 7 Maret 2014

1. Tembakau - - 12 2.
Coklat
594 364 449 198
3.
Kopi
- - 180 103
4.
Tebu
- - - 5.
Kemiri
- - 36 6.
Cengkeh
- - 14 27
7.
Jahe
- - - 8.
Kelapa
- - 2 9. Kulit Manis - - 2 10.
Aren
- - 1 -

123,33
187,96
901,70
5,5
15,56
52,10
0,01
-

Barusjahe

Dolatrakyat

Merdeka
Kabanjahe
Berastagi
Tigapanah

Namanteran

Simpang Empat

Tiganderket

Payung

Kutabuluh

Munte

Tanaman

Juhar

No.

Tigabinanga

Luas Terkena (Ha) Kecamatan

Total

158,3
4
- - - 16 - 313,63
734,04 69,13
1
- - - - 2.597,13
477,11 761,86 874,75 - - - 184 146,5 70 3.498,92
26,64
- - - - 32,14
1,5
- - - - 53,06
1
2
- - - - 96,1
0,6
- - - 0,6
- - - - 2,01
- - - 2
- - - 1

11. Kelapa Sawit - - - 2
- - - 2
Total
594 364 696 328 1.286,16 1.374,54 861,63 677,75 - - - 200 146,5 70 6.598,58

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo tahun 2015
Setelah erupsi Gunung Sinabung terjadi penurunan yang sangat drastis
terhadap komponen panen yang mengakibatkan turunnya pendapatan menjadi
sebesar Rp 11.142.296 per ha per tahun (terjadi penurunan sebesar 83,66 %)
(Putri, 2011). Hal ini diakibatkan areal pertanaman kopi yang terkena erupsi
semakin meluas terutama pada daerah yang sentra tanaman kopi di Kabupaten
Karo

seperti

Namanteran

dan

Simpang

Empat

(Tabel

4)

(Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2015).
Tabel 3. Data Luas Tanaman Puso Dampak Erupsi Gunung Sinabung di 32
Desa dari 4 Kecamatan Kabupaten Karo Per Tanggal 7 Maret 2014
No.

Tanaman

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tembakau
Coklat
Kopi
Tebu
Kemiri
Cengkeh
Jahe
Kelapa
Total

Kecamatan Luas Tanaman Puso (Ha)
Simpang
Namanteran
Tiganderket
Empat
45,13
15,41
433,04
487,90
455,33
305,01
26,64
0,84
1,50
14,08
1
0,07
0,60
0,60
487,9
502,37
786,87

Payung
96,40
134,81
443,76
5,50
4,77
12,28
0,01
697,53

Jumlah
141,53
583,25
1.682
32,14
7,11
27,36
0,67
0,61
2.474,67

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2015
Komponen teknologi spesifik lokasi yang perlu diterapkan antara lain : a).
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yaitu dengan terlebih dahulu memantau
perkembangan hama/penyakit yang muncul akibat dampak erupsi gunung
sinabung. b). Teknologi pemangkasan untuk tanaman perkebunan, dimana
tanaman kopi terlihat kanopinya sangat padat dan perlu dilakukan pemangkasan
dalam upaya mengurangi tutupan abu yang masih ada pada tajuk tanaman
(BPTP, 2013).