Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Ekstrak Etanol Gulma Siam (Chromolaena odorata (L.) King & H. Robins)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Gulma Siam

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, morfologi tumbuhan, khasiat tumbuhan dan kandungan kimia.

2.1.1 Sistematika tumbuhan gulma siam

Menurut Laboratorium Herbarium Medanense (2015), sistematika tumbuhan gulma siam diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Chromolaena

Spesies : Chromolaena odorata (L.) King & H. E. Robins 2.1.2 Nama daerah

Nama daerah Sumatera Utara: lenga-lenga; Sunda: kirinyuh, babanjaran, darismin; Makassar: laruna, lahuna, kopasanda (Hadiroseyani, dkk., 2005). Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Siam Weed, Christmas Bush, dan Common Floss Flower (Chakraborty, dkk., 2010).

Chromolaena odorata (L.) King & H. E. Robins memiliki nama lain: Eupatorium odoratum L., Eupatorium affine Hook & Arn., Eupatorium brachiatum Wikstrom, Osmiaodorata (L.) Schultz-Bip, Osmia floribunda (Kunth) Schultz-Bip (Chakraborty, dkk., 2010).


(2)

2.1.3 Morfologi tumbuhan gulma siam

Tumbuhan ini tumbuh tegak dengan tinggi 1 - 2 m, batang tegak, berkayu, ditumbuhi rambut-rambut halus, bercorak garis-garis membujur yang paralel. Helai daun berbentuk segitiga/bulat panjang dengan pangkal agak membulat dan ujung tumpul atau agak runcing, tepinya bergigi, mempunyai tulang daun tiga sampai lima, permukaannya berbulu pendek, dan bila diremas terasa bau yang menyengat. Perbungaan majemuk berbentuk malai rata (corymbus) yaitu kepala bunga kira-kira berada pada satu bidang, lebarnya 6 - 15 cm, berbentuk bongkolan, warnanya lembayung kebiru-biruan (Nasution, 1986).

2.1.4 Khasiat tumbuhan gulma siam

Khasiat dari daun gulma siam adalah untuk menangani gigitan lintah, luka jaringan lunak, luka bakar, dan infeksi kulit. Secara tradisional daun gulma siam digunakan sebagai obat dalam penyembuhan luka, obat kumur untuk pengobatan sakit pada tenggorokan, obat batuk, obat malaria, antimikroba, sakit kepala, antidiare, astringen, antispasmodik, antihipertensi, antiinflamasi dan diuretik (Vital dan Rivera, 2009). Daun gulma siam juga telah diaplikasikan pada manusia untuk membantu pembekuan darah akibat luka bisul atau borok (Hadiroseyani, dkk., 2005).

2.1.5 Kandungan kimia daun gulma siam

Senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada daun gulma siam adalah alkaloid pyrolizidine, glikosida kardiak, tanin, terpenoid, saponin avenacin, senyawa fenol seperti protokatecin, p-kuumarin, ferulik, p-hidroksibenzoat, asam vanilik, flavonoid jenis quersetagetin, naringenin, kaempferol, sinensetin, skutelareintetrametil eter, skutellarein, luteolin, eriodiktiol, aromadendrin,


(3)

apigenin, skutellarein, taxifolin, quersetagetin, minyak essensial seperti α-pinen, β-pinen, germakren D, β-kopaen-4-alpa-ol, β-kariopilen, geigeren, pregeijeren, kadinen, kamphor, dan limonen (Omokhua, dkk., 2015).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, RI., 1995).

Menurut Depkes, RI. (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu:

a. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.


(4)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh perkolat. b. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel. 4. Infudasi

Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.


(5)

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Uraian Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Ukuran bakteri bervariasi, baik penampang maupun panjang, tetapi pada umumnya diameter bakteri adalah sekitar 0,2 - 2,0 mm dan panjang berkisar 2 - 8 mm (Pratiwi, 2008).

Menurut Pratiwi (2008), berdasarkan bentuknya bakteri dibagi atas 3 kelompok besar, yaitu:

a. Coccus, berbentuk bulat. b. Bacillus, berbentuk batang. c. Spirillae, berbentuk spiral. 2.3.1 Perkembangbiakan bakteri

Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dipengaruhi oleh: 1. Suhu

Suhu merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Setiap spesies bakteri dapat tumbuh pada kisaran suhu tertentu. Menurut Dwidjoseputro (1978), klasifikasi bakteri berdasarkan suhu hidupnya yaitu:

a. Bakteri psikofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup antara suhu 0 - 30oC, sedangkan suhu optimumnya antara 10 - 20oC.

b. Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 5 - 60oC, sedangkan suhu optimumnya 25 - 40oC.


(6)

c. Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik pada suhu 50 - 60oC, meskipun demikian bakteri ini juga dapat berkembangbiak pada temperatur lebih rendah atau lebih tinggi dari itu, yaitu dengan batas 40 - 80oC.

2. pH

Bakteri dapat hidup paling baik pada pH optimal, yakni 6,5 - 7,5. Beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkali. Bila bakteri dibiakkan dalam suatu medium yang semula pHnya tertentu, maka kemungkinan pH ini akan berubah oleh adanya senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama masa pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1986).

3. Oksigen

Menurut Volk dan Wheeler (1993), berdasarkan kebutuhan oksigen bakteri dikelompokkan menjadi:

a. Bakteri anaerob, yaitu bakteri yang tidak hanya tak dapat tumbuh di tempat yang ada oksigennya bahkan mati dengan adanya oksigen.

b. Bakteri mikroaerofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan baik dengan oksigen kurang dari 20%. Oksigen dengan konsentrasi tinggi dapat menjadi toksik bagi bakteri ini.

c. Bakteri aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen bebas dalam hidupnya. d. Bakteri aerotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup dengan adanya oksigen,

namun bakteri ini tidak menggunakan oksigen untuk metabolismenya. 4. Tekanan osmosis

Osmosis merupakan perpindahan air melewati suatu membran semipermeabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media (Pratiwi,


(7)

2008). Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada media yang isotonis dengan isi sel bakteri. Media pertumbuhan bakteri harus mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan bakteri (Pelczar dan Chan, 1986).

5. Nutrisi

Sumber zat makanan (nutrisi) bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya (Brooks, dkk., 2005).

2.3.2 Fase pertumbuhan bakteri

Pertumbuhan bakteri meliputi empat fase, yaitu: 1. Fase lag

Fase lag merupakan fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Pada fase ini tidak ada peningkatan jumlah sel, namun ada peningkatan ukuran sel (Pratiwi, 2008).

2. Fase eksponensial (fase log)

Fase ini merupakan fase dimana bakteri tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika bakteri, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial (Pratiwi, 2008).

3. Fase stasioner

Pertumbuhan bakteri berhenti pada fase ini dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Karena pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik (Pratiwi, 2008).


(8)

4. Fase kematian

Pada fase ini terjadi penurunan nutrisi yang diperlukan oleh bakteri sehingga bakteri memasuki fase kematian. Laju kematian melampaui dari laju pertumbuhan, dan pada akhirnya pertumbuhan bakteri menjadi terhenti (Volk dan Wheeler, 1993).

2.4 Bakteri Propionibacterium acne

Sistematika bakteri Propionibacterium acne adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria

Divisi : Actinobacteria Kelas : Actinobacteridae Ordo : Actinomycetales Familia : Propionibacteriaceae Genus : Propionibacterium Species : Propionibacterium acne

Propionibacterium acne adalah termasuk bakteri gram positif berbentuk batang, tidak berspora, bersifat aerotoleran terhadap udara dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan asam propionat, sebagaimana ia mendapatkan namanya (Brooks, dkk., 2005).

Bakteri ini termasuk flora normal kulit. Propionibacterium acne berperan pada patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya acne (Brooks, dkk.,2005).


(9)

2.5 Bakteri Staphylococcus epidermidis

Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria

Divisi : Schizophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus epidermidis membentuk koloni berupa abu-abu sampai putih, non patogen, koagulasi negatif, tidak memfermentasi manitol, dapat bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit. Infeksi lokal bakteri ini tampak sebagai jerawat dan infeksi folikel rambut atau abses (Brooks, dkk., 2005).

2.6 Bakteri Staphylococcus aureus

Sistematika bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria

Divisi : Schizophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus


(10)

Spesies : Staphylococcus aureus

Infeksi oleh jenis kuman ini menimbulkan penyakit pada manusia yang menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis, dan pembentukan abses. Infeksinya dapat berupa furunkel yang ringan pada kulit sampai berupa suatu piemia yang fatal (Warsa, 1994).

Kuman ini berbentuk menggerombol yang tidak teratur, tidak bergerak, gram positif, batas pertumbuhannya 15oC – 40oC, warna khasnya kuning keemasan, bersifat anaerob fakultatif, pH optimum untuk pertumbuhan 7,4 (Warsa, 1994).

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus pada permukaan kulit tampak sebagai jerawat dan abses. Acne/jerawat terjadi sebagian besar pada usia remaja (Dzen, dkk., 2003).

2.7 Bakteri Pseudomonas aeroginosa

Sistematika bakteri Pseudomonas aeroginosa adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria

Divisi : Protobacteria

Kelas : Gamma Protobacteria Ordo : Pseudomonadales Familia : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas

Species : Pseudomonas aeroginosa

Kuman ini sering diisolasi dari penderita neoplastik, luka dan luka bakar yang berat, termasuk gram negatif aerob obligat, berbentuk batang, mempunyai


(11)

flagel polar. Suhu pertumbuhan optimum ialah 35oC, tetapi dapat juga tumbuh 42oC. Bakteri ini menghasilkan pigmen nonfluoresen berwarna kebiruan.

Bakteri gram negatif mempunyai struktur dinding sel yang tipis (10–15 nm) dan berlapis tiga (multi). Dinding sel meliputi peptidoglikan dan selaput luar yang mengandung tiga polimer yaitu lipoprotein, fosfolipida dan lipopolisakarida (Pelczar dan Chan, 1986).

2.8 Pengujian Aktivitas Antibakteri

Penentuan kepekaan bakteri terhadap antibakteri tertentu dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu dilusi atau difusi. Penting sekali menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba.

a. Metode dilusi

Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan diinkubasi. Tahap akhir dimasukkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz, dkk., 2001).

b. Metode difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan kimia (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi,


(12)

ukuran molekular dan stabilitas obat), selain faktor antara obat dan organisme. Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan menghasilkan uji kepekaan dengan baik (Jawetz, dkk., 2001).

c. Turbidimetri

Bakteri yang memperbanyak diri pada media cair akan menyebabkan media menjadi keruh. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah spektrofotometer atau kolorimeter dengan cara membandingkan densitas optic (optical density, OD) antara media tanpa pertumbuhan bakteri dan media dengan pertumbuhan bakteri (Pratiwi, 2008).

2.9 Uraian Gel

Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel mempunyai massa terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem fase tunggal dan dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar homogen dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dalam cairan (misalnya karbomer dan tragakan). Gel sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit) (Ditjen, POM., 1995).

Keunggulan gel pada formulasi sediaan: 1. Waktu kontak lama

Kulit mempunyai barrier yang cukup tebal, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk zat aktif dapat berpenetrasi.


(13)

2. Kadar air dalam gel tinggi

Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan permeasi zat aktif.

3. Resiko timbulnya peradangan ditekan

Kandungan air yang banyak pada gel dapat mengurangi resiko peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya lipida pada pori-pori, karena lipida tersebut merupakan makanan bakteri jerawat (Lieberman, 1997).

2.9.1 Hidroksipropil metilselulosa (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metil selulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa, sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton, dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe, dkk., 2006).

2.9.2 Propilen glikol

Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen glikol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental, hampir tidak berbau dan memiliki rasa manis sedikit tajam. Propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dalam kondisi biasa, serta merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air atau alkohol (Rowe, dkk., 2006).


(14)

2.9.3 Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Ditjen, POM., 1979). Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Metil paraben adalah pengawet yang paling sering digunakan pada kosmetik,. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat (Rowe, dkk., 2006).

2.9.4 Propil paraben

Propil Paraben Propil paraben merupakan serbuk kristalin putih, tidak berbau, dan tidak berasa serta berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi propil paraben yang digunakan pada sediaan topikal adalah 0,01 - 0,6 %. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada rentang pH 4 - 8, peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas antimikrobanya. Propil paraben sangat larut dalam aseton dan etanol, larut dalam 250 bagian gliserin dan sukar larut di dalam air. Larutan propil paraben dalam air dengan pH 3 - 6, stabil dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan pada pH lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis. Propil paraben inkompatibel dengan surfaktan nonionik. Plastik, magnesium silikat, magnesium trisilikat, dan pewarna ultramarine blue dapat mengabsorpsi propil paraben sehingga mengurangi efek antimikrobanya. Propil paraben akan berubah warna apabila terjadi kontak dengan besi dan hidrolisis terjadi apabila ada basa lemah dan asam kuat (Rowe, dkk., 2006).


(1)

2.5 Bakteri Staphylococcus epidermidis

Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria

Divisi : Schizophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus epidermidis membentuk koloni berupa abu-abu sampai putih, non patogen, koagulasi negatif, tidak memfermentasi manitol, dapat bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit. Infeksi lokal bakteri ini tampak sebagai jerawat dan infeksi folikel rambut atau abses (Brooks, dkk., 2005).

2.6 Bakteri Staphylococcus aureus

Sistematika bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria

Divisi : Schizophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus


(2)

Spesies : Staphylococcus aureus

Infeksi oleh jenis kuman ini menimbulkan penyakit pada manusia yang menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis, dan pembentukan abses. Infeksinya dapat berupa furunkel yang ringan pada kulit sampai berupa suatu piemia yang fatal (Warsa, 1994).

Kuman ini berbentuk menggerombol yang tidak teratur, tidak bergerak, gram positif, batas pertumbuhannya 15oC – 40oC, warna khasnya kuning keemasan, bersifat anaerob fakultatif, pH optimum untuk pertumbuhan 7,4 (Warsa, 1994).

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus pada permukaan kulit tampak sebagai jerawat dan abses. Acne/jerawat terjadi sebagian besar pada usia remaja (Dzen, dkk., 2003).

2.7 Bakteri Pseudomonas aeroginosa

Sistematika bakteri Pseudomonas aeroginosa adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria

Divisi : Protobacteria

Kelas : Gamma Protobacteria Ordo : Pseudomonadales Familia : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas

Species : Pseudomonas aeroginosa

Kuman ini sering diisolasi dari penderita neoplastik, luka dan luka bakar yang berat, termasuk gram negatif aerob obligat, berbentuk batang, mempunyai


(3)

flagel polar. Suhu pertumbuhan optimum ialah 35oC, tetapi dapat juga tumbuh 42oC. Bakteri ini menghasilkan pigmen nonfluoresen berwarna kebiruan.

Bakteri gram negatif mempunyai struktur dinding sel yang tipis (10–15 nm) dan berlapis tiga (multi). Dinding sel meliputi peptidoglikan dan selaput luar yang mengandung tiga polimer yaitu lipoprotein, fosfolipida dan lipopolisakarida (Pelczar dan Chan, 1986).

2.8 Pengujian Aktivitas Antibakteri

Penentuan kepekaan bakteri terhadap antibakteri tertentu dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu dilusi atau difusi. Penting sekali menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba.

a. Metode dilusi

Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan diinkubasi. Tahap akhir dimasukkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz, dkk., 2001).

b. Metode difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan kimia (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi,


(4)

ukuran molekular dan stabilitas obat), selain faktor antara obat dan organisme. Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan menghasilkan uji kepekaan dengan baik (Jawetz, dkk., 2001).

c. Turbidimetri

Bakteri yang memperbanyak diri pada media cair akan menyebabkan media menjadi keruh. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah spektrofotometer atau kolorimeter dengan cara membandingkan densitas optic (optical density, OD) antara media tanpa pertumbuhan bakteri dan media dengan pertumbuhan bakteri (Pratiwi, 2008).

2.9 Uraian Gel

Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel mempunyai massa terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem fase tunggal dan dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar homogen dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dalam cairan (misalnya karbomer dan tragakan). Gel sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit) (Ditjen, POM., 1995).

Keunggulan gel pada formulasi sediaan: 1. Waktu kontak lama

Kulit mempunyai barrier yang cukup tebal, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk zat aktif dapat berpenetrasi.


(5)

2. Kadar air dalam gel tinggi

Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan permeasi zat aktif.

3. Resiko timbulnya peradangan ditekan

Kandungan air yang banyak pada gel dapat mengurangi resiko peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya lipida pada pori-pori, karena lipida tersebut merupakan makanan bakteri jerawat (Lieberman, 1997).

2.9.1 Hidroksipropil metilselulosa (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metil selulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa, sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton, dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe, dkk., 2006).

2.9.2 Propilen glikol

Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen glikol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental, hampir tidak berbau dan memiliki rasa manis sedikit tajam. Propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dalam kondisi biasa, serta merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air atau alkohol (Rowe, dkk., 2006).


(6)

2.9.3 Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Ditjen, POM., 1979). Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Metil paraben adalah pengawet yang paling sering digunakan pada kosmetik,. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat (Rowe, dkk., 2006).

2.9.4 Propil paraben

Propil Paraben Propil paraben merupakan serbuk kristalin putih, tidak berbau, dan tidak berasa serta berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi propil paraben yang digunakan pada sediaan topikal adalah 0,01 - 0,6 %. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada rentang pH 4 - 8, peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas antimikrobanya. Propil paraben sangat larut dalam aseton dan etanol, larut dalam 250 bagian gliserin dan sukar larut di dalam air. Larutan propil paraben dalam air dengan pH 3 - 6, stabil dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan pada pH lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis. Propil paraben inkompatibel dengan surfaktan nonionik. Plastik, magnesium silikat, magnesium trisilikat, dan pewarna ultramarine blue dapat mengabsorpsi propil paraben sehingga mengurangi efek antimikrobanya. Propil paraben akan berubah warna apabila terjadi kontak dengan besi dan hidrolisis terjadi apabila ada basa lemah dan asam kuat (Rowe, dkk., 2006).