Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Konsentrasi Hidrogen Peroksida (H2O2) Serum Dan Ekspresi Malondialdehid (MDA) Fibroblas Koklea Pada Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) sudah menjadi masalah kesehatan global.
Berbagai studi epidemiologis menunjukkan adanya kecenderungan bahwa
angka prevalensi penderita DM semakin bertambah diseluruh dunia.
World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi global DM
akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta
tahun 2030. Negara- Negara Asia menyumbang lebih dari 60% populasi
penyandang DM diseluruh dunia. Indonesia sendiri termasuk kedalam 10
besar negara yang paling banyak menderita DM, setelah China, India,
Amerika Serikat, Brazil dan Rusia pada tahun 2013. Diperkirakan jumlah
penyandang DM di Indonesia akan meningkat dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes
Federation (IDF) dalam atlas diabetes tahun 2012 menunjukkan bahwa di
Indonesia prevalensi penderita DM diperkirakan akan mengalami
peningkatan sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Perkeni, 2011; IDF,
2013, Ramachandran et al., 2012).
Diabetes

mellitus


merupakan

suatu

penyakit

metabolik

kronik

degeneratif yang disebabkan oleh defisiensi insulin absolut akibat
kerusakan sel β pankreas (DM tipe 1) atau defisiensi relatif akibat
penggunaan insulin yang tidak efektif (DM tipe 2) (Perkeni, 2011; ADA,
2014).
Diabetes dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi akibat
proses angiopati dan neuropati. Komplikasi angiopati dan neuropati
tersebut dapat terjadi pada berbagai organ tubuh seperti jantung, ginjal,
otak, mata, telinga, saraf tepi dan saraf pusat. Pada sistem auditori, DM
menyebabkan terjadinya atrofi ganglion spiralis, degenerasi selubung

myelin saraf vestibulokoklearis, berkurangnya jumlah serat-serat saraf
pada lamina spiralis dan penebalan dinding kapiler pada stria vaskularis
(Malucelli et al., 2012).

1
Universitas Sumatera Utara

14

Kakarlapudi et.al (2003) mendapatkan bahwa prevalensi DM pada grup
dengan tuli sensorineural sebanyak 23%, sedangkan pada grup tanpa
gangguan pendengaran sebanyak 19%. Prevalensi tuli sensorineural pada
grup dengan DM sebanyak 13,1% sedangkan pada grup non DM sebesar
10,3%, dimana hal ini bermakna secara statistik. Di RS H. Adam Malik
Medan, penelitian oleh Yarisman (2014) juga mendapatkan perbedaan
yang bermakna secara statistik terjadinya gangguan pendengaran pada
penderita DM dibandingkan dengan subjek normal.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat adanya gangguan
pendengaran pada penderita DM dan menunjukkan adanya korelasi
positif. Penderita DM dengan komplikasi mikroangiopati mengalami

gangguan pendengaran yang memiliki ciri progresif lambat, bilateral
simetris, sensorineural (lesi koklear) terutama pada frekuensi tinggi
(Cullen & Cinnamond, 1993). Selain itu penelitian lebih lanjut pada hewan
coba menunjukkan hubungan yang signifikan antara DM dengan
kerusakan telinga bagian dalam dan kerusakan struktur sel rambut luar
yang diakibatkan oleh keadaan hiperglikemia (Rust et al., 1991).
Penelitian lain memperlihatkan adanya abnormalitas histologis berupa
degenerasi organ korti dan sel – sel ganglion spiralis yang berkaitan
dengan hiperglikemia dan obesitas (Lee et al., 2008). Penelitian
histopatologis tulang temporal manusia dari pasien penderita diabetes
menunjukkan adanya penebalan membrana basalis kapiler, hilangnya sel
rambut luar dan sel rambut dalam, atrofi sel-sel ganglion spiralis, edema
serta atrofi sel intermediet dan sel marginal pada stria vaskularis
(Fukushima et al., 2006).
Gangguan pendengaran akibat DM bersifat sensorineural, yang
menunjukkan bahwa lesi terutama berada di koklea atau saraf
vestibulokoklear, akan tetapi bukti yang cukup mengenai mekanisme
kerusakan tersebut belum memadai dan masih bersifat kontradiktif. Salah
satu kemungkinannya adalah bahwa perubahan mikrovaskuler, yang
seringkali menyebabkan nefropati dan retinopati juga mempengaruhi


Universitas Sumatera Utara

15

vaskularisasi koklea. Penebalan membran basilaris dan kapiler pada stria
vaskularis serta aterosklerosis arteri auditori interna ditemukan pada
koklea penderita DM tetapi tidak dijumpai pada non penderita DM
(Bainridge, Cheng & Cowie, 2010).
Hiperglikemia dipercaya merupakan faktor risiko utama yang berperan
dalam perkembangan dan progresivitas komplikasi mikrovaskuler pada
DM. Kontrol intensif terhadap terhadap kadar glukosa darah terbukti
memperlambat onset dan perkembangan komplikasi mikrovaskuler
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa faktor metabolik yang berkaitan
dengan hiperglikemia memicu terjadinya komplikasi mikrovaskuler.
Beberapa jalur biokimia telah diteliti untuk melihat efek hiperglikemia, yaitu
jalur aktivasi diacylglycerol (DAG), protein kinase C (PKC), peningkatan
polyol, peningkatan stress oksidatif dan overproduksi advanced glycation
end products (AGEP). Jalur-jalur biokimia tersebut berkaitan erat dengan
stress oksidatif, yang mengakibatkan kerusakan vaskuler


Beberapa

penelitian membuktikan bahwa semua jalur tersebut diaktivasi oleh
overproduksi ROS oleh mitokondria. (Noh & King, 2007; Aronson, 2008;
Giacco & Brownlee, 2010).
Gangguan pendengaran yang berkaitan dengan DM dapat berupa
kerusakan metabolisme glukosa dan berhubungan dengan hiperaktivitas
oksigen radikal bebas dan menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Stress
oksidatif ini berhubungan dengan terjadinya apoptosis pada sel neuron,
yang mendasari terjadinya komplikasi neuropati akibat DM. Pada DM
neuron tidak hanya rusak, tetapi juga mengalami gangguan dalam proses
regenerasi, terutama neuron serat kecil. Stress oksidatif meningkat pada
keadaan dimana terjadi peningkatan produksi radikal bebas dan/atau
mekanisme kerusakan antioksidan (Aladag et al., 2009).
Reactive oxygen species (ROS) merupakan spesies radikal dan nonradikal yang merupakan senyawa oksigen intermediet. ROS terdiri dari
radikal bebas (superoksida, radikal hidroksil, alkoksil, dan peroksil) dan
non-radikal (hidrogen peroksida dan hipoklorida). Radikal bebas adalah
suatu molekul atau atom yang mengandung satu atau lebih elektron yang


Universitas Sumatera Utara

16

tidak berpasangan pada orbit terluar sehingga bersifat tidak stabil. Radikal
bebas berusaha menstabilkan diri dengan mengambil elektron dari
molekul lain. Pada keadaan normal terjadi keseimbangan antara
pembentukan ROS dan aktivitas antioksidan di dalam. Jika keseimbangan
tersebut terganggu akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat
menyebabkan kerusakan komponen komponen sel (Chong, Low &
Pervaiz, 2014).
Superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), dan nitrit oksida (NO)
merupakan tiga spesies radikal bebas reaktif oksigen (ROS) yang penting
dalam keadaan fisiologis, tetapi dipercaya dapat mempercepat proses
penuaan dan memperantarai degenerasi seluler akibat berbagai penyakit
tertentu. Zat-zat tersebut dapat merusak protein, lipid dan DNA yang
berakibat pada kerusakan makromolekul seluler (Chong, Low & Pervaiz,
2014).
ROS dianggap sebagai salah satu penyebab utama di dalam proses
kematian


sel

koklea

akibat

hiperglikemia.

Stres

jaringan

akibat

hiperglikemia menyebabkan pembentukan ROS berlebih sebagai produk
sampingan

aktivitas


kerusakan jaringan.

metabolik

yang

pada

akhirnya

menimbulkan

Penelitian oleh Aladag et.al (2010) yang meneliti

status stres oksidatif dalam serum pasien DM tipe 2 mendapatkan hasil
bahwa stres oksidatif kemungkinan berperan dalam proses terjadinya
gangguan pendengaran pada pasien DM.
Mekanisme

pertahanan


lini

pertama

terhadap

ROS

adalah

menghilangkan ROS atau mengubahnya menjadi radikal bebas yang
kurang toksik. Hal ini diperankan oleh enzim SOD yang mampu mengubah
radikal anion superoksida (O2•-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2)
dengan proses dismutasi. Dismutasi merupakan istilah yang mengacu
kepada tipe reaksi khusus dimana 2 reaksi yang sama namun berlawanan
terjadi pada 2 molekul yang terpisah. Enzim SOD mampu mengambil 2
molekul radikal anion superoksida (O 2•-) lalu melepaskan elektron ekstra
pada salah 1 molekul dan menempatkannya pada molekul lainnya,
sehingga jumlah elektron yang dimiliki oleh salah 1 molekul menjadi


Universitas Sumatera Utara

17

berkurang lalu membentuk molekul oksigen normal, sedangkan molekul
lainnya memiliki elektron ekstra. Molekul yang memiliki elektron ekstra
kemudian secara cepat mengambil 2 ion hidrogen untuk membentuk
hidrogen peroksida (H2O2) (Evans & Halliwell, 1999; Goodsell, 2007).
Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan produk produk reduksi parsial
dari O2, yang dihasilkan sebagai produk sampingan dari berbagai proses
biologis

(D'Autreaux dan Toledano, 2007;. Giorgio et al, 2007; Rhee,

2006). Sebagai contoh, reduksi satu elektron O2 yang terjadi sebagai
akibat dari kebocoran elektron dari mitokondria atau oksigenasi molekul
organik dengan enzim sitokrom P450 pada awalnya menghasilkan anion
superoksida (O2-•), yang kemudian secara spontan atau enzimatik
(melalui superoxide dismutase) dikonversi ke H2O2. Hidrogen peroksida

kemudian direduksi lebih lanjut menjadi radikal hidroksil (OH•) melalui
reaksi Fenton dengan adanya ion Cu2+ atau Fe2+. Hidrogen peroksida,
merupakan anion superoksida dan radikal hidroksil yang secara umum
dikenal sebagai spesies oksigen reaktif (ROS). Secara umum, ROS
beracun bagi sel-sel karena kecenderungannya untuk menyebabkan
kerusakan makromolekul. Meskipun H2O2 adalah oksidan ringan dan
paling kurang reaktif dibandingkan ROS yang lainnya, semua sel aerob
dilengkapi dengan berbagai enzim untuk mengeliminasi H2O2 karena H2O2
sangat mudah dikonversi menjadi radikal hidroksil yang sangat reaktif
radikal melalui reaksi Fenton (Rhee et al., 2010).
Target dari kerusakan ROS adalah protein, lipid dan DNA. Membran
plasma merupakan tempat utama reaksi radikal bebas, karena memiliki
struktur yang terdiri dari polyunsaturated fatty acids (PUFA) yang sangat
mudah teroksidasi, dimana peristiwa yang terjadi disebut sebagai
peroksidasi lipid, yang ditandai dengan terbentuknya hidrogen peroksida
(H2O2), epoksida, malondialdehid (MDA) dan lain sebagainya (Henderson,
Hu & Bielefeld, 2008).
Malondialdehid merupakan produk alami endogen yang dihasilkan
akibat

proses

peroksidasi

lipid

dan

biosintesis

prostaglandin.

Malondialdehid turut serta dalam berbagai reaksi kimia dan biologi

Universitas Sumatera Utara

18

termasuk ikatan kovalen terhadap protein, RNA dan DNA. MDA
merupakan produk peroksidasi lipid yang relatif konstan terhadap proporsi
peroksidasi lipid, oleh karena itu merupakan indikator yang tepat untuk
mengetahui tingkat proses peroksidasi lipid in vivo, sebagai penanda
biologik stres oksidatif (Zhang et al., 2002; Ayala, Munoz & Arguelles,
2014).
Curcumin merupakan zat pigmen kuning yang diekstrak dari rimpang
yang umumnya berasal dari spesies Curcuma longa L. (kunyit) dan
Curcuma xanthorrhiza Roxb (temulawak) (Lao, et al., 2006). Salah satu
komponen kimia dalam kunyit yang berkhasiat sebagai obat adalah
curcuminoid

(Sidik,

Mulyono

&

Ahmad,

1995).

Curcumin

(diferuloylmethane) berupa senyawa fenolik alami yang biasa digunakan
sebagai bumbu, aditif, dan pewarna makanan. Curcumin tercatat
merupakan obat tradisional India. Senyawa ini telah dilaporkan memiliki
sifat antioksidan, anti-inflamasi, antimikroba, dan antikanker dan dengan
demikian memiliki efek perlindungan yang potensial terhadap berbagai
macam penyakit. Curcumin telah terbukti menjadi scavenger yang dapat
menetralisir berbagai spesies ROS termasuk anion superoksida, radikal
hidroksil, dan nitrogen dioksida radikal. Berbagai enzim, termasuk
glutathione S-transferase (GST), heme oxygenase 1 (HO-1), superoxide
dismutase (SOD), glutathione reduktase (GR), glutathione peroxidase
(GPx), catalase (CAT), dan nikotinamida adenin dinukleotida fosfat
tereduksi (NADPH), melindungi sel dari stres oksidatif oleh detoksifikasi
karsinogen atau mengurangi stres oksidan, dan curcumin telah terbukti
meningkatkan ekspresi enzim ini dengan menginduksi translokasi faktorfaktor yang berhubungan dengan nuclear factor E-2 related factor (Nrf2)
(Molina-Jijón, et al., 2011).
Efek curcumin dapat disebabkan oleh sifat antioksidan secara
langsung (melalui sifat scavenger ((pemulung)) dan/atau tidak langsung
melalui aktivasi Nrf2. Beberapa penelitian telah menunjukkan curcumin
mampu mengurangi produksi ROS yang diinduksi oleh mitokondria dan
peroksidasi lipid pada berbagai model kerusakan oksidatif. Disimpulkan

Universitas Sumatera Utara

19

bahwa curcumin memiliki potensi untuk melindungi mitokondria dari ROS
akibat disfungsi mitokondria (Molina-Jijón, et al., 2011; Wongeakin,
Bhattarakosol & Patumraj, 2014).
Penelitian sebelumnya mengenai penggunaan curcumin sebagai
antioksidan oleh Khan & Mahboob (2014) mendapatkan bahwa curcumin
dengan dosis 200 mg/kgbb tikus mampu memperbaiki status enzim
antioksidan endogen dan sekaligus menurunkan kadar MDA tikus yang
diinduksi dislipidemia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika
Serikat (US FDA) melalui berbagai penelitian terhadap hewan coba telah
menyatakan bahwa penggunaan curcumin sampai dengan 12 g/hari aman
dan tidak menimbulkan efek samping, meskipun efikasi penggunaan dosis
besar masih dipertanyakan (Malik & Mukherjee, 2014). Oleh sebab itu
maka pada penelitian ini digunakan dosis 200 mg/kgbb dan dosis 2x
lipatnya yaitu 400 mg/kgbb untuk melihat dosis optimal curcumin sebagai
antioksidan.
Menurut penelitian sebelumnya, curcuminoid telah terbukti dapat
mencegah dan mengobati kerusakan fibroblas koklea akibat pajanan
bising frekuensi 1-10 kHZ pada intensitas 100 dB SPL selama 2 jam
berdasarkan penurunan ekspresi MDA dan konsentrasi H2O2 (Haryuna et
al., 2015a) serta melalui modulasi SOD dan CAT (Haryuna et al., 2015b).
Pada penelitian ini, tikus digunakan sebagai hewan coba. karena
prosedur perlakuan dan pemeriksaan akhir berakibat fatal. Tikus juga
memiliki kemiripan struktur telinga dalam dengan manusia dan telah
digunakan sebagai model hewan coba untuk penelitian penyakit ketulian
genetik

manusia

dan

terbukti

bermanfaat

dalam

membantu

mengidentifikasi gen yang sesuai pada manusia yang berperan dalam
perkembangan

sistem

auditorius

melalui

identifikasi

genetik

dan

sekuensnya (Gravel & Ruben, 1996).
Sampai saat ini belum ada obat yang telah terbukti dapat digunakan
untuk mencegah maupun mengobati kerusakan koklea yang disebabkan
oleh DM melalui mekanisme yang melibatkan ROS. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh

Universitas Sumatera Utara

20

curcuminoid terhadap kerusakan fibroblas koklea akibat ROS pada Rattus
norvegicus model diabetes mellitus yang dilihat melalui aktivitas H2O2 dan
ekspresi MDA.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas,
dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah curcuminoid dapat
mencegah kerusakan fibroblas koklea Rattus norvegicus model DM
berdasarkan penurunan konsentrasi H2O2 dan ekspresi MDA?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Membuktikan curcuminoid sebagai herbal yang efektif dan aman untuk
memperbaiki kerusakan fibroblas koklea pada penderita DM ditinjau dari
penurunan konsentrasi H2O2 serum dan ekspresi MDA fibroblas koklea.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Membuktikan curcuminoid dapat menurunkan konsentrasi H2O2
serum pada Rattus norvegicus model diabetes mellitus.
2. Membuktikan curcuminoid dapat menurunkan ekspresi MDA
fibroblas koklea pada Rattus norvegicus model diabetes mellitus.
3. Membuktikan curcuminoid dosis 400 mg/kgbb/ekor/hari lebih baik
dibandingkan dosis 200 mg/kgbb/ekor/hari dalam menurunkan
konsentrasi H2O2 serum pada Rattus norvegicus model diabetes
mellitus.
4. Membuktikan curcuminoid dosis 400 mg/kgbb/ekor/hari lebih baik
dibandingkan dosis 200 mg/kgbb/ekor/hari dalam menurunkan
ekspresi MDA fibroblas koklea pada Rattus norvegicus model
diabetes mellitus.
5. Membuktikan curcuminoid 200 mg/kgbb/ekor/hari yang diberikan
selama 10 hari lebih baik dibandingkan dengan curcuminoid 200
mg/kgbb/ekor/hari yang diberikan selama 5 hari dalam menurunkan
konsentrasi H2O2 serum pada Rattus norvegicus model diabetes
mellitus.

Universitas Sumatera Utara

21

6. Membuktikan curcuminoid 200 mg/kgbb/ekor/hari yang diberikan
selama 10 hari lebih baik dibandingkan dengan curcuminoid 200
mg/kgbb/ekor/hari yang diberikan selama 5 hari dalam menurunkan
ekspresi MDA fibroblas koklea pada Rattus norvegicus model
diabetes mellitus.
7. Membuktikan curcuminoid 400 mg/kgbb/ekor/hari diberikan selama
10 hari lebih baik

dibandingkan

dengan

curcuminoid

400

mg/kgbb/ekor/hari yang diberikan selama 5 hari dalam menurunkan
konsentrasi H2O2 serum pada Rattus norvegicus model diabetes
mellitus.
8. Membuktikan curcuminoid 400 mg/kgbb/ekor/hari yang diberikan
selama 10 hari lebih baik dibandingkan dengan curcuminoid 400
mg/kgbb/ekor/hari yang diberikan selama 5 hari dalam menurunkan
ekspresi MDA fibroblas koklea pada Rattus norvegicus model
diabetes mellitus.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Mendapatkan penjelasan tentang perubahan molekuler berupa
ekspresi dan aktivitas oksidan pada fibroblas koklea akibat
hiperglikemia.
1.4.2 Mendapatkan penjelasan tentang perubahan molekuler berupa
ekspresi dan aktivitas oksidan pada fibroblas koklea akibat
hiperglikemia yang diterapi dengan curcuminoid.
1.4.3 Jika pada hewan percobaan dapat dibuktikan bahwa curcuminoid
mampu mencegah dan / atau mengobati kerusakan fibroblas koklea
akibat diabetes, diharapkan curcuminoid dapat dimanfaatkan untuk
mencegah dan atau mengobati gangguan pendengaran pada
penderita diabetes setelah melalui uji klinis.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Konsentrasi Hidrogen Peroksida (H2O2) Serum Dan Ekspresi Malondialdehid (MDA) Fibroblas Koklea Pada Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus

1 1 16

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Konsentrasi Hidrogen Peroksida (H2O2) Serum Dan Ekspresi Malondialdehid (MDA) Fibroblas Koklea Pada Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus

0 0 2

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Konsentrasi Hidrogen Peroksida (H2O2) Serum Dan Ekspresi Malondialdehid (MDA) Fibroblas Koklea Pada Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus

1 3 48

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Konsentrasi Hidrogen Peroksida (H2O2) Serum Dan Ekspresi Malondialdehid (MDA) Fibroblas Koklea Pada Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus Chapter III VI

0 0 39

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Konsentrasi Hidrogen Peroksida (H2O2) Serum Dan Ekspresi Malondialdehid (MDA) Fibroblas Koklea Pada Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus

0 0 9

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Konsentrasi Hidrogen Peroksida (H2O2) Serum Dan Ekspresi Malondialdehid (MDA) Fibroblas Koklea Pada Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus

0 0 12

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Ekspresi Super Oxide Dismutase (SOD) pada Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus

0 0 16

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Ekspresi Super Oxide Dismutase (SOD) pada Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus

0 0 2

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Ekspresi Super Oxide Dismutase (SOD) pada Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus

0 0 8

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Ekspresi Super Oxide Dismutase (SOD) pada Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus

0 0 35