Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi kulit singkong dengan penyerasi alkanolamida Chapter III V

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Tempat Dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Sumatera
Utara dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia,
Universitas Sumatera Utara.

3.2

Bahan Dan Peralatan

3.2.1

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan yang

digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, pembuatan tepung kulit

singkong dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.1.1 Bahan Untuk Pembuatan Penyerasi Alkanolamida
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan penyerasi alkanolamida
adalah sebagai berikut:
1.

Dietanolamina (C 4 H 11 NO 2 )

2.

Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS)

3.

Natrium Metoksida (CH 3 ONa)

Universitas Sumatera Utara

4.


Metanol (CH 3 OH)

5.

Dietil eter ((C 2 H 5 ) 2 O)

6.

Natrium Sulfat Anhidrat (Na 2 SO 4 )

7.

Natrium Klorida (NaCl)

3.2.1.2 Bahan Untuk Pembuatan Tepung Kulit Singkong
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung kulit singkong adalah
sebagai berikut: 1. Kulit singkong
2. Aquadest (H 2 O)


3.2.1.3 Bahan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam
Bahan - bahan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam
adalah sebagai berikut:
1.

High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering

2.

Zinc Oksida (ZnO)

3.

Zinc Diethyl Dithiocarbamate (ZDEC)

4.

Kalium Hidroksida (KOH)

5.


Sulfur (S)

6.

Kloroform (CHCl 3 )

7.

Kalsium Karbonat (CaCO 3 )

8.

Kalsium Nitrat (Ca(NO 3 ) 2 )

9.

Tepung kulit singkong ukuran 100 mesh

10. Alkanolamida


Universitas Sumatera Utara

3.2.2

Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang

digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, pembuatan tepung kulit
singkong dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.2.1 Peralatan Untuk Pembuatan Penyerasi Alkanolamida
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan penyerasi alkanolamida adalah
sebagai berikut:
1.

Rotary Evaporator

2.


Oven

3.

Hot Plate

4.

Neraca Analitik

5.

Refluks Kondensor

6.

Termometer

7.


Selang

8.

Magnetic Stirer

9.

Labu Leher Tiga

10. Gelas Ukur
11. Beaker Glass
12. Corong Gelas
13. Kertas Saring

Universitas Sumatera Utara

14. Spatula

3.2.2.2 Peralatan Untuk Pembuatan Tepung Kulit Singkong

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tepung kulit singkong adalah
sebagai berikut:
1.

Neraca Analitik

2.

Oven

3.

Blender

4.

Ayakan 100 mesh

3.2.2.3 Peralatan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam

adalah sebagai berikut:
1.

Vessel Flask

2.

Cawan Penguap

3.

Stirrer

4.

Penangas Air

5.

Termometer


6.

Neraca Elektrik

7.

Plat Seng

8.

Oven

3.3

Formulasi Bahan
Formulasi bahan dalam penelitian ini terdiri dari formulasi lateks karet alam

dan bahan kuratif, serta formulasi dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida.


Universitas Sumatera Utara

3.3.1 Formulasi Lateks Karet Alam Dan Bahan Kuratif
Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif terdiri dari campuran lateks
karet alam dengan bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, pengaktif, penstabil,
antioksidan dan pengisi seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.1 dibawah ini.
Tabel 3.1 Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif
Bahan
Berat (gram)
High Ammonia Lateks 60% karet kering
166,7
Larutan Sulfur 50 %
3
Larutan ZDEC 50 %
3
Larutan ZnO 30 %
0,83
Larutan Antioksidan 50 %
2
Larutan KOH 10 %
3
Pengisi
0, 5, 10, 15, 20
3.3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Alkanolamida
Formulasi dispersi tepung kulit singkong dengan alkanolamida terdiri dari
campuran lateks karet alam, air dan alkanolamida seperti yang ditunjukkan pada tabel
3.2 dibawah ini.
Tabel 3.2 Komposisi Sistem Dispersi Alkanolamida Dan Tepung Kulit Singkong
Bahan
Persentase (gram)
Tepung Kulit Singkong
0
5
10
15
20
Alkanolamida
0
2,5
2,5
2,5
2,5
Air
100
92,5
87,5
82,5
77,5

Universitas Sumatera Utara

3.4
Prosedur Penelitian
3.4.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida
Flowchart pembuatan bahan penyerasi alkanolamida dalam pembuatan
biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong
dengan penyerasi alkanolamida dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Mulai

Dimasukkan 0,05 mol (50 gram) sampel Refined Bleached
Deodorized Palm Stearin (RBDPS) dalam labu leher tiga

Ditambahkan 0,24 mol (25,6 gram)
dietanolamina

Ditambahkan 0,093 mol (5 gram) katalis natrium
metoksida (dilarutkan dalam 20 ml metanol)

Dipanaskan pada suhu 60 - 70 °C sambil diaduk
dengan magnetic stirrer selama 5 jam

Hasil reaksi diuapkan dengan alat rotary
evaporator untuk menguapkan pelarutnya

Apakah semua pelarut
telah teruapkan ?

Tidak

Ya
A

Universitas Sumatera Utara

A

Residu yang diperoleh dilarutkan
dalam 100 ml dietil eter

Dicuci dengan larutan NaCl jenuh
sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml

Tidak

Apakah sudah terbentuk
dua lapisan ?

Ya
Diambil lapisan atas dan ditambahkan
natrium sulfat anhidrat, kemudian
didiamkan selama ± 45 menit

Filtrat disaring dengan menggunakan
kertas saring

Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan
alat rotary evaporator

Apakah semua pelarut
telah teruapkan?

Tidak

Ya
Residu yang diperoleh dianalisa
dengan analisa FTIR

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara

3.4.2

Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong

Flowchart pembuatan tepung kulit singkong dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Mulai
Kulit singkong dibersihkan dari kotoran
Kulit singkong yang telah bersih dipotong dengan
ukuran lebih kurang 1 cm2
Kulit singkong dikeringkan dalam oven hingga
beratnya konstan
Kulit singkong yang telah kering diblender hingga
halus dan diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh
Tepung kulit singkong yang lolos ayakan 100 mesh
disimpan dalam wadah kering dan ditutup

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong

Universitas Sumatera Utara

3.4.3

Flowchart Pendispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Alkanolamida
Flowchart pembuatan pendispersi tepung kulit singkong dengan penyerasi

alkanolamida dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Mulai
Tepung kulit singkong dimasukkan
ke dalam ball mill
Ditambahkan aquadest dan alkanolamida
dengan perbandingan formulasi yang
telah ditentukan
Ball mill dihidupkan dan campuran didispersi
selama beberapa waktu

Tidak
Apakah tepung kulit singkong
telah terdispersi semua ?

Ya
Ball mill dihentikan dan larutan dispersi
ditampung dalam wadah
Selesai

Gambar 3.3 Flowchart Pendispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara

3.4.4

Flowchart Analisis Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan Penyerasi
Alkanolamida
Flowchart Analisis Dispersi tepung kulit singkong dengan penyerasi

alkanolamida dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Mulai

Diambil beberapa tetes tepung kulit singkong yang
telah didispersikan

Ditambahkan ke dalam cawan yang telah berisi air
Didispersikan
kembali
Tidak

Apakah hasil dispersi langsung
menyebar dalam air?

Ya
Tepung kulit singkong telah terdispersi dengan baik

Selesai

Gambar 3.4 Flowchart Analisis Dispersi Tepung Kulit Singkong Dengan
Penyerasi Alkanolamida

Universitas Sumatera Utara

3.4.5

Flowchart Analisis Kandungan Padatan Total (TSC) Lateks Karet Alam
Flowchart Analisis kandungan padatan total (TSC) lateks karet alam dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

Mulai

Dimasukkan 5 gram lateks pekat dalam cawan
porselin

Dipanaskan dalam oven pada suhu 100 °C hingga
lateks pekat mengering

Didinginkan dalam desikator, ditimbang dan dicatat
massanya

Tidak

Apakah massa yang diperoleh
telah konstan ?

Ya
Dihitung kadar kandungan padatan total (TSC)

Selesai

Gambar 3.5 Flowchart Analisis Kandungan Padatan Total (TSC) Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara

3.4.6

Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam

Flowchart pra-vulkanisasi lateks karet alam dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Mulai
Seluruh bahan kuratif ditimbang dengan
formulasi tertentu
Bahan kuratif, lateks, dan dispersi tepung kulit
singkong dan alkanolamida dimasukan dalam
vessel flask dan ditutup rapat
Campuran diaduk selama ± 1 jam
Campuran diaduk di atas penangas air
pada suhu ± 70 °C
Setiap selang waktu 5 menit, campuran diuji
dengan tes kloroform

Tidak

Apakah tes kloroform telah
mencapai tingkat 3 ?

Ya
Pemanasan dan pengadukan dihentikan dan
didiamkan selama ± 24 jam

Ya

Apakah ada variasi dispersi
tepung kulit singkong dan
alkanolamida yang lain ?

Tidak
Selesai

Gambar 3.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara

3.4.7

Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi
Flowchart uji kloroform pada lateks karet alam pra-vulkanisasi dapat dilihat

pada gambar dibawah ini.

Mulai
Tiap 5 menit pemanasan, diambil
10 ml lateks karet alam pra-vulkanisasi

Lateks karet alam pra-vulkanisasi dimasukkan
dalam cawan yang berisi 10 ml kloroform

Campuran diaduk hingga terjadi penggumpalan
dan dibiarkan selama 2-3 menit

Apakah kematangan
campuran telah mencapai
tingkat 3 ?

Tidak

Ya
Lateks karet alam pra-vulkanisasi telah matang

Selesai

Gambar 3.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi

Universitas Sumatera Utara

3.4.8

Flowchart Vulkanisasi Pembuatan Produk Lateks Karet Alam
Flowchart vulkanisasi pembuatan produk lateks karet alam dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.
Mulai

Disiapkan larutan asam asetat 10 %, kalium
hidroksida 10 %, aquadest dan kalsium nitrat 10 %

Plat seng dicuci bersih lalu dicelupkan secara
berurutan ke dalam keempat larutan diatas

Dikeringkan dalam oven pada suhu ± 100 °C
selama 5 menit
Didinginkan sebentar lalu dicelupkan ke dalam
lateks karet alam pra-vulkanisasi
Divulkanisasi dalam oven pada suhu 100 °C
selama 20 menit
Plat seng didinginkan dan ditaburkan
kalsium karbonat

Apakah ada variasi suhu
yang lain ?

Ya

Tidak
Selesai

Gambar 3.8 Flowchart Vulkanisasi Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

Universitas Sumatera Utara

3.4.9 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Tanpa Pemupukan
Flowchart Analisis biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam
termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida

penanaman di dalam tanah

tanpa pemupukan dapat dilihat dibawah ini.
Mulai
Produk film lateks karet alam dipotong membentuk
spesimen berukuran 2 cm kemudian ditimbang

Produk film lateks karet alam ditanam dalam tanah dengan
kedalaman 20 cm dan dibiarkan selama 14 minggu dengan
pengamatan setiap 1 minggu

Produk film lateks karet alam diambil dari tanah, dibersihkan
dengan aquades dan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 24 jam

Apakah produk sudah
terdegradasi?

Tidak

ya
Produk film lateks karet alam ditimbang kembali

Selesai
Gambar 3.9 Flowchart Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Tanpa Pemupukan

Universitas Sumatera Utara

3.4.10 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Pemupukan
Flowchart Analisis biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam
termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida

dengan penanaman dengan

menggunakan pupuk dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Mulai
Produk film lateks karet alam dipotong membentuk
spesimen berukuran 2 cm kemudian ditimbang

Produk film lateks karet alam ditanam dalam tanah dengan pemberian
pupuk NPK dengan kedalaman 20 cm dan dibiarkan selama 14
minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu

Produk film lateks karet alam diambil dari tanah, dibersihkan
dengan aquades dan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 24 jam

Tidak
Apakah produk sudah
terdegradasi?
ya
Produk film lateks karet alam ditimbang kembali

Selesai
Gambar 3.10 Flowchart Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Pemupukan

Universitas Sumatera Utara

3.4.10 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penyerasi Alkanolamida Dengan Cara Digantung
Flowchart Analisis biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam
termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida dengan penggantungan film di bawah
terik matahari, dapat dilihat dibawah ini.

Mulai
Produk film lateks karet alam dipotong membentuk
spesimen berukuran 2 cm kemudian ditimbang

Produk film lateks karet alam digantung di bawah terik matahari dan
dibiarkan selama 14 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu

Produk film lateks karet alam diambil, dibersihkan dengan
aquades dan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 24 jam

Tidak
Apakah produk sudah
terdegradasi?
ya
Produk film lateks karet alam ditimbang kembali

Selesai

Gambar 3.11 Flowchart Analisis Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi Dengan Cara Digantung

Universitas Sumatera Utara

3.5 Pengujian Produk Lateks Karet Alam
3.5.1

Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Dengan ASTM D 412
Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan produk lateks karet

alam yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan produk
lateks karet alam. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban
maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi
dengan luas penampang awal (Ao).

Gambar 3.12 Sketsa Spesimen Uji Tarik ASTM D 412
Produk lateks karet alam dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk
pengujian kekuatan tarik (uji tarik) sesuai dengan standar ASTM D 412. Pengujian
kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen. Tensometer
terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 500 mm/menit,
kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan
spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan
maksimum dan regangannya.

Universitas Sumatera Utara

3.5.2

Uji Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Dengan ASTM D 471
Swelling

merupakan

sifat

non-mekanis,

tetapi

secara

luas

digunakan

untuk

mengkarakterisasi material elastomer. Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink
density) dilakukan sebagai berikut. Produk lateks karet alam dipotong sedemikian rupa hingga
massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) dihitung dengan
menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti persamaan 2.2 berikut ini.

(2M C−1 ) =

[− ln(1 − V ) − V

− χ .Vr2
2.ρ NRL .V0 (Vr1 / 3 )
r

r

] ......................................(3.1)

Dimana :
(2M C -1)

= densitas sambung silang

V 0 dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut
(untuk toluene, V 0 = 108,5 mol.cm-3 and χ = 0,39)
ρ NRL

= densitas karet = 0,932 [45]

V r adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari persamaan 2.3 berikut
ini [44].

Vr =

Wd / ρ d
Wd / ρ d + Wsol / ρ sol

.........................................(3.2)

Dimana :
Wd

= massa awal karet

ρd

= densitas karet (untuk karet vulkanisasi, ρ d = 0,9203 g.cm-3) [45]

W sol

= massa pelarut yang terserap dalam karet

ρsol

= densitas pelarut (untuk toluene, ρ sol = 0,87 g.cm-3)

Universitas Sumatera Utara

3.5.3

Karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
Sampel yang akan dianalisis dengan Fourier Transform Infra-Red (FTIR)

yaitu berupa :
1.

Produk lateks karet alam

2.

Produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong

3.

Produk lateks karet alam dengan penyerasi alkanolamida

4.

Produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi
alkanolamida

5.

Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan cara penggantungan

6.

Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit
singkong dan penyerasi alkanolamida dengan cara penggantungan

7.

Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi
tepung kulit singkong dengan cara penggantungan

8.

Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan penanaman tanpa
pemupukan

9.

Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit
singkong dan penyerasi alkanolamida 10 gram dengan penanaman tanpa
pemupukan

10. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan berpengisi tepung
kulit singkong dan penyerasi alkanolamida 15 gram dengan penanaman tanpa
pemupukan

Universitas Sumatera Utara

11. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dan penyerasi alkanolamida
tanpa pemupukan
12. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan penyerasi
alkanolamida dengan penanaman cara pemupukan
13. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dan penyerasi alkanolamida
dengan penanaman cara pemupukan
14. Biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam dengan cara pemupukan.
Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk melihat apakah ada atau tidak
terbentuknya gugus amida dalam bahan penyerasi alkanolamida dan gugus baru
dalam produk lateks karet alam tanpa biodegradasi dengan terbiodegradasi dengan
penambahan pengisi tepung kulit singkong dan bahan penyerasi alkanolamida.
Analisa Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) dilakukan di Laboratorium Penelitian
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan dan Laboratorium Kimia
Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada.

3.5.4

Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)
Sampel yang akan dianalisis dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

yaitu berupa :
1.

Tepung kulit singkong

2.

Produk lateks karet alam

3.

Produk lateks karet alam dan penyerasi alkanolamida

4.

Produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong 10 gram

Universitas Sumatera Utara

5.

Produk lateks karet alam dengan penambahan pembebanan 5 gram pengisi
tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida

6.

Produk lateks karet alam dengan penambahan pembebanan 10 gram pengisi
tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida

7.

Produk lateks karet alam dengan penambahan pembebanan 15 gram pengisi
tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida

8.

Produk lateks karet alam dengan penambahan pembebanan 20 gram pengisi
tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida
Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk melihat morfologi tepung kulit

singkong, morfologi penyebaran pengisi dalam lateks karet alam dengan dan tanpa
penambahan bahan penyerasi alkanolamida. Analisis Scanning Electron Microscope
(SEM) dilakukan di Laboratorium Scanning Electron Microscope (SEM),
Laboratorium Terpadu Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Fisika
Universitas Negeri Medan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Karakteristik FT-IR Bahan Penyerasi Alkanolamida
Karakterisasi FT-IR (Fourier Transform Infra Red) bahan penyerasi

alkanolamida ((RCN(CH 2 CH 2 OH) 2 ))

dilakukan untuk mengidentifikasi gugus

fungsi dari senyawa alkanolamida seperti Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Karakteristik FT-IR Bahan Penyerasi Alkanolamida
Alkanolamida
Dietanolamida

diperoleh

dari

hasil

esterifikasi

antara

RBDPS

dan

dalam pelarut natrium metoksida yang sudah dilarutkan dengan

metanol pada suhu 60 – 70 oC. Rendemen ester amida 84,7 %. Hasil yang diperoleh
kemudian dianalisa dengan spektrofotometer FT-IR, memberikan spektrum dengan
puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3417,86 cm-1, 2924,09 cm-1,
2854,65 cm-1, 1627,92 cm-1, 1558,48 cm-1, 1465,90 cm-1, 1373,32 cm-1, 1072,42 cm-1
dan 717,52 cm-1.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1 menunjukkan vibrasi stretching gugus (O-H) bebas yang
diperkuat oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1373,32 cm-1 merupakan
vibrasi bending (O-H). Hal ini didukung dengan munculnya pita serapan pada daerah
bilangan gelombang 1072,42 cm-1 merupakan vibrasi streaching (C-O) dari (C-C-O)
alkohol primer. Serapan khas dari gugus karbonil amida tersier yang terbentuk oleh
serapan kuat uluran (C=O) sebagai pita amida I dan serapan uluran (C-N) sebagai pita
amida II, masing – masing pada bilangan gelombang 1627,92 cm-1 dan 1558,48 cm-1.
Serapan pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 melebar pada bilangan gelombang
2854,65 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi streaching (C-H) sp3 yang
didukung dengan vibrasi bending pada daerah 1465,90 cm-1. Munculnya pita serapan
pada bilangan gelombang 717,52 cm-1 menunjukkan puncak vibrasi rocking (CH 2 ) n
(alkil) merupakan rantai hidrokarbon rantai panjang. Gambar 4.1.
Dari spektrum karakterisasi FT-IR (Fourier Transform Infra Red) senyawa
alkanolamida diperoleh dari proses sintesa amidasi dengan mereaksikan asam – asam
lemak yang berasal dari turunan dari minyak kelapa sawit seperti RBDPS (Refined
Bleached Deoderized Palm Stearin) dengan menggunakan pelarut CH 3 OH dan
katalis CH 3 ONa pada kondisi refluks, kemudian dipisahkan dengan mencuci larutan
NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter. Setelah tercapai reaksi
yang sempurna, pelarutnya diuapkan dengan rotari evaporator dan diperoleh 2 lapisan
antara gliserol (padatan) dan senyawa alkanolamida yang berwarna coklat dengan
menunjukkan mekanisme reaksi pada Gambar 4.2 berikut.

Universitas Sumatera Utara

O
H2C

HC

O

O

H2C

O

C
O

C15H11

C
O

R2

CH 3 -CH 2 -OH

Na+-OCH3

+3 H N

C

Katalis

CH 3 -CH 2 -OH

C15H11

RBDPS melepaskan karbonil
akibat adanya abstraksi oleh
atom nitrogen

Metoksi menyerang
Dietanolamida yang
terprotonasi menjadi
intermediet tetrahedral

RBDPS akan menerima
atom H+ terikat oleh
atom O

O

H2C OH

CH 3 -CH 2 -OH

3CH 3 -(CH 2 ) 14 -C-N

+
CH 3 -CH 2 -OH

(RCN(CH3CH2OH)2)
Alkanolamida

HC

OH

H2C

OH

(C3H8O3)
Gliserol

Gambar 4.2 Reaksi Amidasi Trigliserida Dengan Dietanolamina Menjadi
Alkanolamida (Surya et al., 2013)
Dietanolamida

merupakan

senyawa

organik

dengan

rumus

HN(CH 2 CH 2 OH) 2 . Molekul – molekul amida asam lemak tersebut memiliki sifat
gabungan yang unik, karena rantai hidrokarbonnya yang panjang dan bersifat non –
polar sedangkan amidanya bersifat sangat polar. Penggunaan penyerasi alkanolamida
ini untuk meningkatkan efek penguatan terhadap produk lateks karet alam
termodifikasi. Efek penguatan dari produk lateks karet alam termodifikasi dengan
cara mengurangi kepolarannya yaitu dengan menambahkan alkanolamida kedalam

Universitas Sumatera Utara

kompon lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong. Alkanolamida dapat
bertindak sebagai bahan aditif, untuk meningkatkan interaksi antara pengisi dengan
produk lateks karet alam.

4.2

Karakteristik FT-IR Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung
Kulit Singkong Dan Alkanolamida
Gambar 4.3 karakteristik FT-IR produk lateks karet alam, produk lateks karet

alam berpengisi tepung kulit singkong, produk lateks karet alam dengan penyerasi
alkanolamida dan produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan
penyerasi alkanolamida untuk mengidentifikasi gugus fungsi setiap senyawa.

Keterangan analisis gugus fungsi :
* 3942,50 - 3290,56 cm-1 : regang alkohol (O–H); * 1076,28 cm-1 : regang alkohol (C–O)
* 1666,50 cm-1 : regang amida (C=O)
* 3032,10 – 1593,20 cm-1 : regang C-H ;
-1
* 2360,87 – 2511,32 cm : regang C-H metil ; * 1076,28 cm-1 : regang alkohol (C–O)
* 1662,64 cm-1 : regang cincin aromatik (C=C)
* 3032,10 cm-1 : regang N-H;
-1
* 1076,28 cm-1 : regang alkana (CH 2 )
* 1581,63 cm : regang amina

Gambar 4.3 Karakteristik FT-IR Lateks Karet Alam Dan Lateks Karet Alam
Termodifikasi

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.3 karakteristik FT-IR produk lateks karet alam menunjukkan bahwa
terdapat perubahan pada gugus fungsi produk lateks karet alam. Terdapat puncak
serapan pada bilangan gelombang 3942,50 cm-1 menunjukkan keberadaan gugus OH. Puncak serapan O-H melebar pada bilangan gelombang 3290,56 cm-1 dan tumpang
tindih dengan gugus C-H pada bilangan gelombang 3032,10 cm-1 serta gugus C-H sp3
pada bilangan gelombang 2511,32 cm-1 merupakan gugus fungsi cis 1,4 isoprena. Hal
ini didukung dengan adanya bilangan gelombang 1662,64 cm-1 pada gugus C=C,
merupakan gugus lateks karet alam. Munculnya perubahan gugus C-H pada bilangan
gelombang 1593,20 cm-1, (CH 2 ) n alkena pada bilangan gelombang 837,11 cm-1 dan
CH sp3 alkana merupakan gugus fungsi cis 1,4 isoprena. Hal ini didukung adanya
serapan pada gugus C-O pada bilangan gelombang 1087,85 cm-1. Mekanisme reaksi
lateks karet alam dengan bahan – bahan kuratif, ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 menunjukkan kemungkinan mekanisme pembentukan ikatan
silang sulfur dengan polimer karet. Bahan pencepat dengan sulfur berinteraksi
terhadap panas untuk membentuk agen sulfur aktif (R-S x -S x -R). Rantai polimer karet
(RH) berinteraksi dengan sulfur aktif untuk membentuk group polisulfida terminal
oleh akselerator. Group polisulfida berinteraksi dengan rantai polimer lainnya untuk
membentuk ikatan sulfur dengan polimer karet. Pada penelitian ini menggunakan
kalium hidroksida (KOH), zinc diethyl dithiocarbamate (ZDEC) sebagai bahan
pencepat merupakan akselerator pada lateks karet alam. Penambahan bahan – bahan
pencepat untuk meningkatkan produk lateks karet alam yang dihasilkan lebih elastis
dan kuat.

Universitas Sumatera Utara

Mekanisme reaksi lateks karet alam dengan bahan – bahan kuratif.
S

S

S

S

S

S

S

+ KOH +

N

S
S

S
S
Sulfur

S
+ Zn=O

Zn

N

Accelerator (KOH dan ZDEC)
R Sx

Sx

R

CH 3
[ CH 2

CH C CH 2 ]

CH 3
[ CH 2

CH C CH 2 ]
K+OH+ NR
H2O

S x-1

H2O
[ CH 2

CH 3
CH C CH 2 ]

CH 3
[CH 2

C

CH CH 2 ]

H2O
S x-1 S x-1

S x-1 CH 3
[ CH 2
]
[ CH 2

CH

C

CH CH 2

C CH 2 ]
CH 3
CH 3

CH 3
[ CH 2 CH C
S x-1

CH CH 2

CH C CH ]

Gambar 4.4 Mekanisme Reaksi Lateks Karet Alam Dengan Bahan Kuratif
(Stelescu. M. D et al., 2010)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.3 karakteristik FT-IR produk lateks karet alam dengan pengisi
tepung kulit singkong menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada gugus fungsi
produk lateks karet alam. Puncak serapan pada bilangan gelombang 3938,64 cm-1
menunjukkan gugus OH merupakan rantai selulosa dan lignin pada kulit singkong.
Hal ini disebabkan gugus C-O (amida) pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1
bersifat polar dan telah berikatan dengan gugus O-H pada kulit singkong, sehingga
menghasilkan C=O (eter) pada bilangan gelombang 1666,50 cm-1. Munculnya vibrasi
C-H sp3 pada bilangan gelombang 2974,23 cm-1. Munculnya puncak serapan kuat
merupakan gugus (CH 2 ) n pada bilangan gelombang 840,96 cm-1 untuk tekukan
(bending).

Gambar 4.5 Mekanisme Reaksi Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Selulosa Dan
Bahan Kuratif (Abraham et al., 2013)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.5 menunjukkan kemungkinan reaksi antara lateks karet alam,
pengisi selulosa kulit singkong dan agen sambung silang (crosslinking agents) seperti
sulfur (S) dan zink oksida (ZnO). Reaksi antara sulfur dan lateks karet alam
membentuk ikatan sambung silang dan membuat putusnya ikatan rangkap C=C.
Selain pembentukan ikatan sambung silang tersebut, selulosa kulit singkong juga
membentuk ikatan yang baru dengan zink oksida (ZnO) membentuk Zn-cell complex.
Oleh karena adanya ikatan sambung silang dan ikatan Zn-cell complex tersebut,
bahan kuratif dan selulosa kulit singkong dapat terdispersi dalam lateks karet alam
dan membentuk interaksi kimia (chemical bonding) yang kuat satu sama lain. Selain
itu, bahan pencepat seperti zinc diethyldithiocarbamate (ZDEC) tidak hanya
mempercepat reaksi sambung silang dan mempercepat putusnya ikatan rangkap C=C
dalam lateks karet alam. Bahan pencepat berperan penting dalam mengikutsertakan
bahan pengisi selulosa kulit singkong dalam jaringan sambung silang (crosslink
network) produk lateks karet alam.
Gambar 4.3 hasil FT-IR produk lateks karet alam dengan penyerasi
alkanolamida, menunjukkan bahwa terdapat perubahan gugus fungsi produk lateks
karet alam dengan penyerasi alkanolamida. Munculnya puncak serapan gugus O-H
pada bilangan gelombang 3942,50 cm-1 dan melebar pada bilangan gelombang
3294,42 cm-1. Melebarnya gugus O-H sehingga munculnya keberadaan gugus N-H
pada bilangan gelombang 3032,10 cm-1. Hal ini karena adanya senyawa alkanolamida
yang menurunkan peptida (N-H) dalam protein produk lateks karet alam yang
diperkuat dengan gugus C-H sp3 pada bilangan gelombang 2511,32 cm-1. Munculnya

Universitas Sumatera Utara

perubahan gugus C-O pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1 yang menunjukkan
keberadaan lignin dan hemiselulosa. Munculnya perubahan gugus C=O amida pada
bilangan gelombang 1662,64 cm-1 dan tekukan C-N pada bilangan gelombang
1581,63 cm-1 merupakan pita amida I dan pita amida II pada lateks karet alam. Reaksi
membentuk senyawa eter (C-O-C) merupakan penyerasi tepung kulit singkong
dengan alkanolamida yang ditandai dengan munculnya gugus eter (CO) pada
bilangan gelombang 1087,85 cm-1. Munculnya puncak serapan yang kuat yang
menunjukkan keberadaan gugus (CH 2 ) n alkena untuk tekukan (bending) merupakan
rantai hidrokarbon alkil rantai panjang pada bilangan gelombang 833,25 cm-1.
Gambar 4.3 hasil FT-IR produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit
singkong dengan penyerasi alkanolamida, menunjukkan bahwa terdapat perubahan
gugus fungsi produk lateks karet alam termodifikasi. Munculnya puncak serapan
gugus O-H pada bilangan gelombang 3938,64 cm-1 merupakan gugus fungsi utama
selulosa pada kulit singkong. Munculnya gugus C-H sp3 pada bilangan gelombang
2360,87 cm-1 dan melebar pada bilangan gelombang 2974,23 cm-1 dimana pengisi
tepung kulit singkong telah terdispersi pada lateks karet alam. Hal ini disebabkan
gugus C-O (amida) pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1 dan senyawa alkohol
bersifat polar, yang berikatan dengan gugus O-H pada gugus kulit singkong sehingga
menghasilkan eter. Perubahan gugus C=O amida pada bilangan gelombang 1743,65
cm-1 merupakan adanya alkanolamida. Munculnya gugus eter (C-O-C) pada bilangan
gelombang 1666,50 cm-1 merupakan dispersi tepung kulit singkong dan modifikasi
penyerasi alkanolamida. Hal ini ditandai dengan munculnya gugus eter (CO) dan

Universitas Sumatera Utara

puncak serapan kuat yang menunjukkan keberadaan gugus (CH 2 ) n alkena untuk
tekukan (bending).

4.3

Karakteristik SEM Patahan Produk Tepung Kulit Singkong
Analisis SEM (Scanning Electron Microscope) patahan tepung kulit

singkong ditunjukkan pada Gambar 4.6 dibawah ini.

Gambar 4.6 Analisis Tepung Kulit Singkong
Gambar 4.6 menunjukkan analisis SEM pengisi tepung kulit singkong dengan
ayakan yang berukuran 100 mesh dan perbesaran 3000x. Hasil analisis SEM
menunjukkan bahwa terdapat partikel berukuran 4,02 µm, 5,01 µm dan 7,30 µm pada
struktur permukaan tepung kulit singkong. Struktur permukaan memiliki bentuk yang
tidak teratur dan ukuran partikel – partikel pengisi tepung kulit singkong yang
berbeda.

Universitas Sumatera Utara

4.4

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Berpengisi Tepung Kulit Singkong Dengan
Penyerasi Alkanolamida Terhadap Sifat-Sifat Mekanik Produk Lateks
Karet Alam Termodifikasi
Pengaruh suhu vulkanisasi produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit

singkong termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida terhadap sifat-sifat mekanik
produk lateks karet alam sebagai berikut :
4.4.1

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Terhadap Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)

Gambar 4.7 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Termodifikasi Terhadap Densitas Sambung
Silang (Crosslink Density) Produk Lateks Karet Alam
Gambar 4.7 menunjukkan hubungan suhu vulkanisasi dengan waktu
vulkanisasi 20 menit dan penambahan tepung kulit singkong pada densitas sambung
silang (crosslink density) produk lateks karet alam. Densitas sambung silang
(crosslink density) merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya ikatan sambung
silang (crosslinking) yang terjadi dalam produk lateks karet alam. Sambung silang

Universitas Sumatera Utara

(crosslinking) membuat produk lateks karet alam menjadi lebih elastis, keras dan
kuat.
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa nilai densitas sambung silang pada suhu
vulkanisasi 120 °C lebih besar dibandingkan pada suhu vulkanisasi 100 °C untuk
semua variasi penambahan pengisi tepung kulit singkong. Hal ini disebabkan karena
pada suhu vulkanisasi yang lebih tinggi, jumlah partikel-partikel seperti bahan
kuratif, pengisi dan alkanolamida akan lebih mudah berdifusi dalam produk lateks
karet alam dan meningkatkan terjadinya ikatan sambung silang. Nilai densitas
sambung silang (crosslink density) dengan penambahan pengisi 5 gram pada suhu
100 oC sebesar 6,582 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) namun tanpa pengisi (0 gram)
sebesar 5,101 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet), lebih kecil dibandingkan dengan
penambahan pengisi. Sedangkan pada suhu 120 oC sebesar 7,166 (Mc-1 x 10+5 g
mol/g karet) dan tanpa pengisi sebesar 5,892 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet).
Penambahan bahan pengisi juga meningkatkan nilai densitas sambung silang
hingga 10 gram tepung kulit singkong. Hal ini disebabkan alkanolamida merupakan
senyawa yang dapat bertindak sebagai agen vulkanisasi (co-curing agent). Nilai
densitas sambung silang (crosslink density) pada pengisi 10 gram pada suhu 120 oC
sebesar 7,847 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) dan pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar
7,374 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet). Namun penambahan pengisi lebih lanjut (diatas 10
gram pengisi) menurunkan nilai densitas sambung silang produk lateks karet alam.
Hal ini disebabkan karena alkanolamida dapat melarutkan bahan kuratif seperti sulfur
dan partikel pengisi sehingga sulit untuk berinteraksi dengan lateks karet alam. Nilai

Universitas Sumatera Utara

densitas sambung silang (crosslink density) dengan penambahan pengisi 15 gram
pada suhu 100 oC sebesar 7,374 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) dan suhu 120 oC sebesar
7,408 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet). Penambahan pengisi 20 gram pada suhu 100 oC
sebesar 6,587 (Mc-1 x 10+5 g mol/g karet) dan suhu 120 oC sebesar 7,056 ((Mc-1 x
10+5 g mol/g karet). Tepung kulit singkong memiliki sifat dapat menyerap jumlah
partikel bahan kuratif sehingga kemampuan pembentukan ikatan sambung silang
akan menurun yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Nilai Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Produk Lateks Karet
Alam Dan Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Pengisi
0
Gram
5,102

4.4.2

Suhu 100 (oC)
Pengisi Pengisi Pengisi
5
10
15
gram
gram
gram
6,583
7,447
7,374

Pengisi
20
gram
6,587

Pengisi
0
gram
5,891

Suhu 120 (oC)
Pengisi Pengisi Pengisi
5
10
15
gram
gram
gram
7,167
7,993
7,408

Pengisi
20
gram
7,056

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Gambar 4.8 menunjukkan hubungan suhu vulkanisasi terhadap kekuatan tarik

(tensile strength) produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan
penyerasi alkanolamida. Uji tarik dilakukan sesuai dengan ASTM D412. Kekuatan
tarik merupakan besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk
memutuskan sampel per luas penampang awal (Ao).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.8 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Termodifikasi Terhadap Kekuatan Tarik
(Tensile Strength) Produk Lateks Karet Alam
Gambar 4.8 menunjukkan pengaruh suhu vulkanisasi terhadap kekuatan tarik
(tensile strength) produk lateks karet alam termodifikasi dengan waktu vulkanisasi 20
menit. Kekuatan tarik akan mencapai nilai maksimum pada nilai densitas sambung
silang yang paling besar. Hal ini disebabkan karena reaksi sambung silang akan
menahan sebagian besar gaya yang diberikan pada produk lateks karet alam. Semakin
banyak reaksi sambung silang yang terjadi, maka semakin banyak gaya yang
diperlukan untuk memutuskan produk lateks karet alam. Hal ini dibuktikan dengan
nilai kekuatan tarik optimum terdapat pada penambahan 10 gram pengisi pada suhu
120 oC sebesar 19,983 MPa dan suhu vulkanisasi 100 oC sebesar 17,932 MPa.
Nilai kekuatan tarik dengan penambahan pengisi 5 gram pada suhu 100 oC
sebesar 16,941 MPa namun tanpa pengisi (0 gram) sebesar 15,584 MPa. Sedangkan
pada suhu 120 oC sebesar 18,538 MPa dan tanpa pengisi sebesar 16,836 MPa. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

disebabkan ketidakmampuan pengisi meregangkan lateks karet alam akibat kekakuan
produk lateks karet alam. Nilai kekuatan tarik juga menurun seiring dengan
bertambahnya bahan pengisi lebih lanjut pada 15 gram dan 20 gram yang ditunjukkan
dengan menurunnya nilai densitas sambung silang. Nilai kekuatan tarik dengan
penambahan pengisi 15 gram pada suhu 100 oC sebesar 16,826 MPa dan suhu 120 oC
sebesar 17,842 MPa. Penambahan pengisi 20 gram pada suhu 100 oC sebesar 14,732
MPa dan suhu 120 oC sebesar 15,723 MPa. Nilai kekuatan tarik dapat dipengaruhi
oleh jumlah partikel – partikel dalam fasa campuran lateks karet alam, pengisi dan
alkanolamida yang ditunjukkan pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Skema Fasa Di Dalam Campuran Lateks Karet Alam Dengan Bahan
Pengisi Dan Pendispersi (Boondamnoen et al, 2010)
Gambar 4.9 menunjukkan hubungan antar fasa di dalam campuran lateks karet
alam, fasa kompatibilitas berpengisi tepung kulit singkong dan fasa pendispersi
alkanolamida. Fasa kompatibilitas bergerak membentuk lapisan (layer) pada
permukaan fasa lateks karet alam dan fasa terdispersi. Hal ini untuk meningkatkan
adhesi antar fasa antara jumlah partikel pengisi dan lateks karet alam dengan

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan sifat uji tarik. Lapisan antarmuka yang tebal pada fasa terdispersi akan
menyebabkan cacat pada permukaan produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan
sifat kekerasan dan kekakuan lateks karet alam.

4.4.3

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Terhadap Pemanjangan Putus
Gambar 4.10 menunjukkan hubungan suhu vulkanisasi terhadap pemanjangan

putus (elongation at break), produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit
singkong dengan penyerasi alkanolamida. Pemanjangan putus merupakan besarnya
pertambahan panjang sampel yang diuji hingga sampel tepat putus.

Gambar 4.10 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Terhadap Pemanjangan Putus
Gambar 4.10 menunjukkan bahwa penambahan pengisi tepung kulit singkong
dalam produk lateks karet alam akan membuat nilai pemanjangan saat putus semakin
menurun. Hal ini disebabkan kulit singkong masih mengandung lignin yang dapat
memberikan kekakuan (stiffening effect) pada produk lateks karet alam. Penambahan

Universitas Sumatera Utara

5 gram pengisi pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar 941,358 % dan tanpa pengisi
sebesar 983,037 % sedangkan suhu vulkanisasi 120 oC 998,006 % dan tanpa pengisi
1004,74%. Nilai pemanjangan putus 10 gram pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar
875,934 % dan suhu vulkanisasi 120 oC sebesar 942,405 %.
Penambahan pengisi lebih lanjut menyebabkan mobilitas molekul menurun,
karena pembentukan ikatan fisik antara partikel pengisi dengan rantai lateks karet
alam menyebabkan kekakuan pada lateks karet alam dan dapat menurunkan
regangan. Nilai pemanjangan putus pada pengisi 15 gram pada suhu vulkanisasi 100
o

C sebesar 867,934 % dan suhu vulkanisasi 120 oC 934,834 % sedangkan pada

pengisi 20 gram pada suhu vulkanisasi 100 oC sebesar 783,374 % dan suhu
vulkanisasi 120 oC 824,884 %. Hal ini disebabkan kulit singkong mengandung
selulosa yang dapat memberikan efek kekakuan pada produk lateks karet alam. Nilai
densitas sambung silang pada suhu vulkanisat yang lebih tinggi akan meningkatkan
terjadinya reaksi sambung silang dan pembentukan ikatan sambung silang yang
menyebabkan pemanjangan putus menurun pada produk lateks karet alam
termodifikasi.

4.5

Morfologi Sampel Patahan Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Analisis SEM (Scanning Electron Microscope)
Patahan produk lateks karet alam dengan dan tanpa penambahan pengisi

tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida ditunjukkan pada Gambar 4.11
dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Partikel karet & alkanolamida

Partikel karet

2,73 µm

6,32 µm

Partikel karet & pengisi

Zona kosong

3,32 µm

2,02 µm
2,71 µm

3,90 µm

3,00 µm

4,30 µm

4,20 µm

1,90 µm

2,91 µm
4,50 µm

a. PLKA
TKS

b. PLKA&P

Partikel karet + pengisi + penyerasi

c. PLKA &

Partikel karet + pengisi +penyerasi

Partikel karet + pengisi +penyerasi

3,22 µm
1,00 µm

Zona kosong
6,70 µm
12,3 µm
4,42 µm

6,00 µm

4,20 µm

4,10 µm

5,92 µm

d. T 100 PLKA, TKS 5 Gram & P e. T 120 PLKA, TKS 5 Gram & P f. T 120 PLKA,
TKS 10 Gram & P
Partikel karet+pengisi+penyerasi
Partikel karet+pengisi+penyerasi
5,84 µm

7,04 µm

3,86 µm

4,10 µm
6,44 µm
3,70 µm

3,12 µm
5,96 µm

g. T 120 PLKA, TKS 15 Gram & P

2,94 µm
6,06 µm

h. T 120 PLKA, TKS 20 Gram & P

Gambar 4.11 (a,b,c,d,e,f,g,h) Morfologi SEM Patahan Produk Lateks Karet
Alam Termodifikasi
Gambar 4.11 (a) terlihat hasil analisis SEM produk lateks karet alam
menunjukkan ukuran partikel yang berbeda dengan perbesaran 3000x pada suhu 120

Universitas Sumatera Utara

o

C, pada permukaan produk lateks karet alam terdapat agregat pada produk lateks

karet alam hanya sedikit. Gambar 4.11 (b) terlihat morfologi produk lateks karet alam
dengan penyerasi alkanolamida dengan perbesaran 3000x pada suhu 120 oC, terdapat
ukuran partikel karet yang berbeda dan adanya zona kosong yang memperkecil luas
permukaan sehingga melemahkan interaksi antara penyerasi alkanolamida dan lateks
karet alam yang mengakibatkan penurunan sifat fisik dari produk lateks karet alam.
Gambar 4.11 (c) terlihat morfologi produk lateks karet alam dengan pengisi
tepung kulit singkong 10 gram pada suhu vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran
3000x, terlihat bahwa adanya partikel pengisi tepung kulit singkong pada lateks karet
alam. Namun pengisi tidak terdispersi dengan baik dan cenderung mengalami
aglomerasi. Hal ini disebabkan karena perbedaan sifat kepolaran antara pengisi dan
lateks karet alam. Gambar 4.11 (d) terlihat morfologi produk lateks karet alam
berpengisi tepung kulit singkong dengan penyerasi alkanolamida pada pembebanan
pengisi 5 gram dan suhu vulkanisasi 100 oC dengan perbesaran 3000x, terdapat
ukuran partikel hampir sama besar dan adanya zona kosong yang menyebabkan
pengisi tepung kulit singkong tidak terdispersi dalam lateks karet alam dengan
sempurna. Hal ini menyebabkan tingkat penguatan menurun dalam interaksi antara
lateks karet alam dengan pengisi karena tidak memiliki kekuatan antarfasa yang baik.
Gambar 4.11 (e) terlihat morfologi produk lateks karet alam berpengisi 5 gram
TKS dan penyerasi alkanolamida pada suhu vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran
3000x, menunjukkan bahwa terjadi aglomerasi (penggumpalan) pada lateks karet
alam dengan penambahan senyawa alkanolamida hingga 2,5%. Hal ini disebabkan

Universitas Sumatera Utara

alkanolamida dapat bertindak seperti lapisan yang dapat menyerap partikel bahan
kuratif dan pengisi sehingga sulit untuk berinteraksi dengan lateks karet alam.
Gambar 4.11 (f) terlihat morfologi produk lateks karet alam berpengisi 10 gram TKS
dan penyerasi alkanolamida, dengan ukuran yang sama besar pada pada suhu
vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran 3000x, terdispersi dengan baik sehingga
interaksi antara lateks karet alam dengan pengisi dapat meningkatkan permukaan
patahan yang mulus pada penguatan produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan
interaksi antara pengisi dan lateks karet alam dapat menembus masuk ke dalam
permukaan yang meningkatkan kekuatan antarfasa antara lateks karet alam dan
pengisi TKS. Gambar 4.11 (g) terlihat morfologi produk lateks karet alam berpengisi
15 gram dan penyerasi alkanolamida pada suhu vulkanisasi 120 oC dengan perbesaran
3000x, menunjukkan terjadi aglomerasi (penggumpalan) yang meningkat pada
permukaan produk lateks karet alam. Gambar 4.11 (h) terlihat morfologi produk
lateks karet alam berpengisi 20 gram dan penyerasi alkanolamida, pada suhu
vulkanisasi 120

o

C dengan perbesaran 3000x menunjukkan terjadi aglomerasi

(penggumpalan) yang meningkat pada produk lateks karet alam dan memperlihatkan
permukaan yang lebih kasar dan aglomerasi yang terbentuk lebih besar dibandingkan
dengan pembebanan pengisi 15 gram.

Universitas Sumatera Utara

4.6

Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung
Kulit Singkong Dengan Penyerasi Alkanolamida

4.6.1

Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penanaman Tanpa Pemupukan

Uji biodegradasi dilakukan dengan mengkaji pengaruh suhu vulkanisasi dan
dan pembebanan pengisi TKS terhadap waktu biodegradasi vulkanisat produk lateks
karet alam termodifikasi dengan proses tanpa pemupukan. Proses penanaman tanpa
pemupukan ditanam dengan kedalaman 20 cm dari permukaan tanah, selama 14
minggu dan ditimbang seminggu sekali untuk memperoleh produk akhir dari produk
lateks karet alam.

a. Suhu 100 oC Tanpa Pupuk

b. Suhu 120 oC Tanpa Pupuk

Gambar 4.12 (a,b) Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Proses Penanaman Tanpa Pemupukan

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.12 (a,b) dapat dilihat bahwa produk lateks karet alam
termodifikasi menunjukkan peningkatan persentase kehilangan berat dari penanaman
1 minggu hingga 14 minggu cenderung meningkat pada suhu 100 oC dan 120 oC.
Produk lateks karet alam tanpa pengisi menunjukkan kehilangan berat yang paling
kecil dibandingkan dengan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi. Hal
ini karena produk lateks karet alam tahan terhadap serangan mikroorganisme.
Penambahan pengisi 5 gram meningkatkan laju biodegradasi dibandingkan dengan
tanpa pengisi (0 gram). Hal ini disebabkan pengisi yang digunakan merupakan
pengisi organik yang dapat dibiodegradasi dengan mudah oleh mikroorganisme,
sehingga penambahan pengisi dapat meningkatkan laju biodegradasi produk lateks
karet alam.
Penambahan pengisi 10 gram menunjukkan peningkatan laju biodegradasi
yang signifikan dibandingkan penambahan pengisi 5 gram. Hal ini disebabkan
penambahan pengisi dapat meningkatkan laju biodegradasi. Penambahan pengisi
lebih lanjut pada 15 gram dan 20 gram justru mengurangi laju biodegradasi produk
lateks karet alam. Hal ini disebabkan tepung kulit singkong mudah berinteraksi
dengan sesamanya sehingga ketika dilakukan penambahan pembebanan pengisi,
tepung kulit singkong akan mengalami aglomerasi membentuk partikel yang
berukuran lebih besar, sehingga memperkecil luas permukaan untuk pertumbuhan
mikroba, sehingga biodegradasi akan menurun. Laju dan lama biodegradasi karet
dipengaruhi oleh kandungan pengisi tepung kulit singkong sebagai sumber karbon
dan energy bagi mikroba di dalam tanah dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

Proses penanaman tanpa menggunakan pupuk mengalami laju biodegradasi yang
lebih lambat dibandingkan dengan menggunakan pemupukan. Hal ini disebabkan
mikroba mendapatkan subsidi energy dari pupuk NPK.

4.6.2

Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penanaman Menggunakan Pemupukan

Gambar 4.13 (a,b) menunjukkan pengaruh suhu vulkanisasi dan pembebanan
pengisi TKS terhadap waktu biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam
termodifikasi dengan proses dengan menggunakan pemupukan NPK. Waktu
biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam termodifikasi 14 minggu dengan
kedalaman tanah 20 cm dari permukaan tanah dan ditimbang secara berkala selama
seminggu sekali, untuk memperoleh produk akhir dari produk lateks karet alam.

a. Suhu 100 oC Dengan Pemupukan

b. Suhu 120 oC Dengan Pemupukan

Gambar 4.13 (a.b) Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam Termodifikasi
Dengan Penanaman Menggunakan Pemupukan NPK

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.13 (a.b) menunjukkan waktu biodegradasi dari 1 minggu hingga 14
minggu terhadap persentase berat yang hilang. Secara keseluruhan produk lateks
karet alam dengan penambahan pengisi 10 gram memiliki persentase kehilangan
berat yang paling besar pada suhu 120 oC dibandingkan dengan suhu 100 oC. Hal ini
disebabkan pengaruh suhu vulkanisasi terhadap produk lateks karet alam
termodifikasi yang tahan terhadap serangan mikroba basilus sp, bakteri, jamur dan zat
yang tidak berbahaya di dalam tanah, sehingga berat yang hilang produk lateks karet
alam menurun. Degradasi produk lateks karet alam termodifikasi dengan penyerasi
alkanolamida yang dipupuk dengan menggunakan pupuk NPK didalam tanah dengan
terkoyaknya permukaan produk lateks karet alam termodifikasi dengan warna gelap
kehitaman.
Penambahan pengisi 5 gram meningkatkan laju biodegradasi dibandingkan
dengan penambahan pengisi 0 gram. Penambahan beban pengisi hingga 10 gram juga
meningkatkan laju biodegradasi. Hal ini karena penambahan pupuk NPK di dalam
tanah mengakibatkan jumlah nutrisi dalam tanah lebih banyak, sehingga jumlah
mikroba basillus sp yang membantu proses degradasi dalam tanah lebih cepat
menyerang permukaan produk lateks karet alam yang memutus rantai polimer. Hal
ini karena kemampuan pupuk NPK yang terurai di dalam tanah dengan air, sehingga
bakteri basillus sp, unsur hara mampu menyerang dan mendegradasi produk lateks
karet alam yang termodifikasi. Sedangkan produk karet alam yang tidak berpengisi
memiliki kehilangan berat yang paling kecil. Penguraian pupuk NPK dengan air di
dalam tanah sebelum diserang oleh bakteri ditunjukkan dengan Gambar 4.14.

Universitas Sumatera Utara

 NH 3 + H 2 O
NH 2 OH + ½ O 2

NH 4 + + OH2HNO

 P2O5 + H2O

H 3 PO 4

 K2O + H2O

2KOH

NH 4 + +O 2
NO 2 -

NH 2 OH

NO 2 - + O 2

2NO 3 -

Gambar 4.14 Mekanisme Penguraian Pupuk NPK Dengan Air Didalam Tanah
Peningkatan pengisi lebih lanjut pada 15 gram dan 20 gram justru mengurangi
laju biodegradasi vulkanisat produk lateks karet alam termodifikasi. Hal ini
disebabkan aktivitas mikroba basillus sp pada permukaan produk lateks karet alam
yang berongga dengan adanya celah kecil pada permukaan produk lateks karet alam
termodifikasi, maka memperkecil luas permukaan untuk pertumbuhan mikroba,
sehingga laju biodegradasi akan menurun.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.15 Mekanisme Biodegradasi Vulkanisat Produk Lateks Karet Alam
Termodifikasi Dengan Penanaman Menggunakan Pemupukan
(Trenkel, M.E, 2010)
Gambar 4.15 menunjukkan mekanisme biodegradasi vulkanisat produk lateks
karet alam termodifikasi di tanam dengan pemberian pupuk NPK yang sudah terurai
di dalam tanah dengan air. Penambahan pupuk di dalam tanah lebih disukai bakteri
basillus sp dan unsur hara karena mendapatkan nutrisi tambahan dibandingkan