Ekspresi Interleukin-5 pada Polip Hidung Chapter III VI
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif cross sectional
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Juli
2013 -Januari 2015.
3.3 Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah penderita polip hidung berdasarkan
hasil biopsi histopatologi dari Departeman Patologi Anatomi yang datang
berobat ke Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan selama
periode Juli 2013 – Januari 2015.
3.3.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian pada penelitian ini adalah penderita dengan
diagnosis polip hidung yang telah dilakukan tindakan biopsi jaringan polip
periode Juli 2013 sampai dengan Januari 2015. Jaringan polip diambil
sebagai sampel penelitian.
Kriteria Inklusi:
1. Penderita yang didiagnosis polip hidung yang telah dilakukan biopsi
hidung
2. Penderita yang
bebas kortikosteroid minimal 10 hari dan bebas
antihistamin minimal 1 minggu.
3. Penderita bersedia ikut serta dalam penelitian dan menandatangani
informed consent.
26
Universitas Sumatera Utara
27
Kriteria eksklusi:
1. Jaringan yang rusak dan tidak dapat diproses lebih lanjut
3.3.3 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara total sampling.
3.4 Variabel Penelitian
1. Polip hidung
2. Jenis kelamin
3. Umur
4. Stadium
5. Tipe histopatologi
6. Ekspresi Interleukin 5
3.5 Definisi Operasional
1. Polip hidung
Definisi
: massa lunak yang mengandung banyak cairan di
dalam rongga hidung, berwarna putih keabuabuan
dimana
histopatologi
diagnosa
oleh
dokter
ditegakkan
secara
spesialis
patologi
anatomi.
Cara ukur
: pemeriksaan
rinoskopi
anterior,
pemeriksaan
endoskopi
Alat ukur
: massa di kavum nasi
Hasil ukur
: terdapat polip atau tidak terdapat polip
Skala ukur
: nominal
2. Jenis kelamin
Definisi
: sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis
Cara ukur
: anamnesis
Alat ukur
: hasil wawancara langsung terhadap pasien
Hasil ukur
: laki-laki/perempuan
Skala ukur
: nominal
Universitas Sumatera Utara
28
3. Umur
Definisi
: usia
yang
dihitung
dalam
tahun
dan
perhitungannya berdasarkan kalender masehi.
Cara ukur
: anamnesis
Alat ukur
: hasil wawancara langsung terhadap pasien
Hasil ukur
: dalam tahun
Skala ukur
: ordinal ( 50% jumlah sel
Menurut persentase area pewarnaan positif dibandingkan dengan
keseluruhan area polip hidung pada 1-3 lapangan pandang yang
dinilai.
Skor intensitas dan skor luas dikalikan untuk memperoleh skor
akhir (skor imunoreaktif). Skor imunoreaktif 4 atau lebih dinilai
positif atau overexpression (Tan & Putti, 2005).
Hasil ukur skor immunoreaktif:
-
Ekspresi IL-5 negatif : 0 – 3
-
Ekspresi IL-5 positif / overekspresi : 4 – 9
Skala ukur
: ordinal
Universitas Sumatera Utara
31
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1 Alat penelitian
Penelitian ini membutuhkan beberapa peralatan sebagai berikut:
1. Status penelitian.
2. Alat untuk biopsi
Blakesley nasal foscep lurus/bengkok, endoskopi kaku, 4 mm, 00.
3. Sistem
visualisasi
immunohistokimia
(Envision
kit),
mesin
pemotong jaringan (microtome), silanized slide, mikroskop cahaya
(Olympus®).
3.6.2 Bahan penelitian
1. Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jaringan polip hidung dalam bentuk blok parafin. Bahan jaringan
diperiksa secara imunohistokimia dengan menilai imunoreaktifitas
IL-5.
2. Untuk pemeriksaan hispatologi
Formalin 10%, blok parafin, aqua destilata, hematoxyllin-eosin.
3. Untuk pemeriksaan immunohistokimia Xylol, alkohol absolut,
alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%,H202 0,5% dalam
methanol,Phosphat Buffer Saline (PBS), antibodi
IL-5 (The
Envision+Dual link system dari Santacruz®), antibodi sekunder,
Envision,
Choromogen
Diamino
Benzidine
(DAB),
Lathium
Carbonat jenuh, Tris EBTA, Hematoxylin, Aqua destillata.
3.6.3 Proses pewarnaan hematoksilin eosin
Masukkan sediaan ke dalam xylol sebanyak dua kali masing-masing
selama 5 menit, setelah itu dilakukan rehidrasi dengan alkohol berseri
(absolut, 96%, 80%, 70%, 50% dan 30%) masing-masing selama 5 menit,
kemudian bilas dalam dH2O selama 5 menit. Warnai sediaan dengan
Hemotoxilin selama 10 menit, setelah itu direndam dalam tap water
selama 10 menit lalu dibilas dengan dH2O. Sediaan selanjutnya diwarnai
kembali dengan larutan Eosin selama 3 menit lalu didehidrasi dengan
alkohol berseri 30% dan 50% masing-masing selama 5 menit, cuci dengan
Universitas Sumatera Utara
32
dH2O selama 5 menit dan dikering-anginkan. Inkubasi kembali dengan
xylol sebanyak dua kali masing-masing selama 2 menit kemudian
dilakukan mounting dengan entelan dan tutup dengan cover glass.
3.6.4 Prosedur kerja pewarnaan imunohistokimia IL-5
1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3)
@ 5menit
2. Rehidrasi (Alkohol absolute, Alkohol 96%,
@ 4menit
Alkohol 80%, Alkohol 70%)
3. Cuci dengan air mengalir
5 menit
4. Masukkan slide ke dalam PT Santa cruz
± 1 jam
Retrieval : set up Preheat 65°C, Running time
98°C selama 15 menit.
5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris Buffered 5 menit
Saline (TBS) pH 7,4
6. Blocking dengan peroxidase block
5-10 menit
7. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4
5 menit
8. Blocking dengan Normal Horse Serum (NHS)
15 menit
3%
9. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4
10. Inkubasi dengan Antibodi IL-5 dengan
5 menit
1 jam
pengenceran 1:40
11. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit
/Tween 20
12. Santacruz Real Envision Rabbit/Mouse
30 menit
13. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS)
5-10 menit
pH 7,4 /Tween 20
14. DAB+Substrat Chromogen solution dengan
5 menit
pengenceran 20 µL DAB : 1000 µL substrat
(tahan 5 hari di suhu 2-8°C setelah dicampur)
15. Cuci dengan air mengalir
10 menit
16. Counterstain dengan Hematoxylin
3 menit
17. Cuci dengan air mengalir
5 menit
Universitas Sumatera Utara
33
18. Lithium carbonat (5% dlm aqua)
2 menit
19. Cuci dengan air mengalir
5 menit
20. Dehidrasi (Alkohol 80%, Alkohol 96%, Alkohol
@5 menit
Absolute)
21. Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3)
@5 menit
22. Mounting + cover glass
3.7 Kerangka Kerja
Jaringan Polip Hidung
Histopatologi
Tipe I
Allergic Polyp
TipeII
Fibroinflammatory
Polyp
Tipe III
Polyp with
Hyperplasia of
Seromucinous
Glands
Tipe IV
Polyp with
StromalAtypia
Pemeriksaan Imunohistokimia untuk IL-5
Ekspresi
Positif
Ekspresi
negatif
Universitas Sumatera Utara
34
3.8 Cara Pengumpulan Data
Data diambil dari hasil pemeriksaan di DepartemenT.H.T.K.L. RSUP H.
Adam Malik Medan dan pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia di
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
3.9 Cara Analisis Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan dicari
persentase.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengambilan sampel
penelitian didapat dari rongga hidung penderita pada saat dilakukan biopsi
untuk menentukan diagnosis polip hidung. Data penelitiannya adalah
seluruh kasus polip hidung yang dilakukan tindakan biopsi di RSUP H.
Adam Malik Medan sejak Juli 2013 sampai Januari 2015 yaitu sebanyak
33 subjek. Dari 33 subjek tersebut semua memenuhi kriteria untuk subjek
penelitian dan dijumpai polip hidung unilateral sebanyak 4 penderita.
Gambaran
histopatologi
polip
hidung
diperiksa
dengan
teknik
pewarnaan hematoksilin eosin dan ekspresi IL-5 diperiksa dengan teknik
pewarnaan imunohistokimia yang dilakukan oleh seorang spesialis
patologi anatomi di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara (FK USU) Medan.
4.1 Hasil analisis
Berdasarkan pemeriksaan didapat gambaran umum subjek penelitian
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan jenis
kelamin.
Jenis Kelamin
N
%
Laki-laki
22
66,7
Perempuan
11
33,3
Total
33
100,0
Dari tabel 4.1 dapat dilihat jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki
sebanyak yaitu 22 (66,7%) penderita dan perempuan sebanyak 11
(33,3%) penderita.
35
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan umur
Kelompok Umur (Tahun)
N
%
< 40
12
36,4
≥ 40
21
63,6
Total
33
100,0
Dari tabel 4.2 dapat dilihat kelompok umur terbanyak adalah ≥ 40 yaitu
21 (63,6%) penderita. Usia termuda 18 tahun dan usia tertua 78 tahun.
Dimana usia rerata 46 tahun.
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan stadium.
Stadium
N
%
1
1
3,0
2
18
54,6
3
14
42,4
33
100,0
Total
Dari tabel 4.3 dapat dilihat ukuran polip hidung sesuai dengan
pembagian menurut Mackay and Lund terbanyak pada derajat 2 (54,6%),
derajat 3 (42,4%), dan derajat 1 (3,0%).
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan
histopatologi.
Histopatologi Polip Hidung
N
%
Tipe I
23
69,7
Tipe II
10
30,3
Tipe III
0
0
Tipe IV
0
0
Total
33
100,0
Universitas Sumatera Utara
37
Dari tabel 4.4 dapat dilihat tipe histopatologi terbanyak adalah tipe I
sebanyak 23 (69,7%) penderita, sementara tipe II sebanyak 10 (30,3%)
penderita. Tipe III dan tipe IV tidak dijumpai pada penderita polip hidung.
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan ekspresi
IL-5.
Ekpresi IL-5
N
%
Tidak overekspresi
11
33,3
Overekspresi
22
66,7
Total
33
100,0
Dari tabel 4.5 dapat dilihat ekspresi IL-5 terbanyak adalah overekspresi
sebanyak 22 (66,7%) penderita dan tidak overekspresi sebanyak 11
(33,3%) penderita.
A
B
Gambar 4.1 Pewarnaan imunohistokimia IL-5 dengan pembesaran 400x
A. Tidak overekspresi, B. Overekspresi
Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi ekspresi IL-5 berdasarkan histopatologi.
Ekspresi IL-5
(+)
Histopatologi
(-)
N
%
N
%
Tipe I
17
77,3
6
54,5
Tipe II
5
22,7
5
45,5
Tipe III
0
0
0
0
Tipe IV
0
0
0
0
Total
22
100,0
11
100,0
Dari tabel 4.5 dapat dilihat proporsi overekspresi IL-5 terbanyak
dijumpai pada tipe I sebanyak 17 (77,3%) penderita sementara
overekspresi pada tipe II sebanyak 5 (22,7%) penderita.
A
B
Gambar 4.2 Pewarnaan imunohistokimia IL-5 dengan pembesaran 400x
A. Overekspresi pada tipe I, B. Overekspresi pada tipe II
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi IL-5 pada polip
hidung di RSUP H. Adam Malik. Penelitian ini menggunakan sampel
penelitian sebanyak 33 polip hidung yang didapatkan dari biopsi terhadap
penderita polip hidung di poliklinik THT-KL RSUP.H. Adam Malik Medan.
Gambaran histopatologi polip diperiksa dengan tehnik pewarnaan
hematoksilin eosin dan ekspresi IL-5 diperiksa dengan pemeriksaan
imunohistokimia di laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
Jumlah subjek penelitian sebanyak 33 sampel menunjukkan lebih
banyak laki-laki dibanding perempuan dengan persentase 66,7% dan
33,3%. Pada kategori umur penderita polip hidung diperoleh paling
banyak pada kelompok umur ≥ 40 (63,6%). Pengelompokan penderita
menjadi dua kelompok didasarkan atas kecenderungan peningkatan
insiden polip hidung menurut penelitian – penelitian yang telah ada
sebelumnya. Haro et al (2009) di Brazil melaporkan dari 50 penderita polip
hidung dijumpai laki-laki 28 penderita dan perempuan 22 penderita
dengan usia rata-rata 40,8 tahun. Ahmad dan Ayeh (2012) di Iran
melaporkan dari 297 penderita polip hidung, laki-laki 118 penderita dan
perempuan 179 penderita dengan usia rata-rata 39,5 tahun. Syuhada et al
(2016) di Malaysia melaporkan dari 122 penderita polip hidung, laki-laki 85
penderita dan perempuan 37 penderita dengan usia rata-rata 55,3 tahun.
Arif et al (2014) di Makasar melaporkan dari 20 penderita polip hidung
dijumpai laki-laki 65% dan perempuan 35% dimana usia terbanyak 20-40
tahun dan 40-60 tahun. Tikaram dan Prepagerah di Malaysia melaporkan
dari 80 penderita polip hidung dijumpai laki-laki 48 penderita dan
perempuan 32 penderita dengan usia rata-rata 64 tahun. Munir (2005)
juga melaporkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita polip hidung
(65%) dibandingkan perempuan (35%). Dewi (2011) di RSUP.H. Adam
Malik Medan melaporkan laki-laki dan perempuan menderita polip hidung
39
Universitas Sumatera Utara
40
pada proporsi yang hampir sama, masing-masing 51,2% dan 48,8%.
Menurut penelitian Farrukh et al (2014) pada 55 penderita polip hidung,
dijumpai 35 penderita laki- laki, 20 penderita perempuan.
Ferguson dan Orlandi (2006) mengatakan bahwa insiden polip hidung
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan puncaknya pada usia
50 ke atas. Polip hidung jarang dijumpai pada usia kurang dari 20 tahun
dimana frekuensi laki-laki lebih banyak daripada perempuan (Bachert &
Robillard, 2005). Banerji et al (2010) melaporkan frekuensi penderita polip
laki-laki dan perempuan hampir sama dimana umur terbanyak adalah 4060 tahun dimana 30% dari penderita polip adalah perokok. Secara umum
laki - laki lebih sering terpapar polusi atau oleh zat- zat yang berisiko dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas, seperti rokok,
lingkungan kerja. Faktor inilah yang mungkin berhubungan dengan
kejadian lebih banyaknya penderita polip laki – laki dibandingkan
perempuan (Mudassir, 2012).
Pada penelitian yang kami lakukan dijumpai laki-laki lebih banyak
daripada perempuan karena pada saat penelitian ini dilakukan terbanyak
penderita yang datang adalah jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Dimana pekerjaannya bekerja di luar rumah sehingga lebih
banyak terpapar debu dan polusi.
Penderita polip hidung juga sering dihubungkan dengan asma dimana
terjadi peningkatan resiko empat kali lebih besar pasien asma yang
berusia lebih dari 40 tahun untuk menderita polip hidung dibandingkan
usia dibawah 40 tahun. Polip ini dapat terjadi setelah 10 tahun menderita
asma (Ahmad & Ayeh, 2012).
Ukuran polip hidung sesuai dengan pembagian menurut Mackay and
Lund lebih banyak pada derajat 2 (54,6%), derajat 3 (42,4%), dan derajat
1 (3,0%). Hal Ini berbeda dengan penelitian Delagranda et al (2008) yang
melaporkan ukuran polip hidung terbanyak pada stadium 3 diikuti oleh
stadium 2 dan stadium 1. Lacroix et al (2002) melaporkan ukuran polip
stadium 3 terbanyak dijumpai pada penderita polip ras Afrika sebesar 92%
sedangkan ras Cina dan Kaukasian memiliki distribusi yang sama. Arif et
Universitas Sumatera Utara
41
al (2014) melaporkan ukuran polip terbanyak derajat 3 (60%) diikuti
derajat 2 sebanyak 40%. Stadium ini sudah mulai timbul keluhan pada
pasien seperti hidung tersumbat dan hidung berair.
Pada penelitian ini berdasarkan tipe histopatologi dijumpai penderita
polip hidung terbanyak tipe I (69,7%) diikuti polip tipe II (30,3%). Tidak
dijumpai polip tipe adenomatosa dan tipe atipik. Hellquist (1996)
mengatakan bahwa polip tipe IV oleh dokter spesialis patologi anatomi
disimpulkan sebagai suatu karsinoma sinonasal.
Temuan pada penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian
sebelumnya. Couto et al (2008) mendapatkan polip hidung terbanyak tipe
I sebanyak 56 kasus (73%) diikuti tipe II sebanyak 16 kasus (18%) dan
tipe III sebanyak 6 kasus (6,77%) sedangkan tipe IV sebanyak 2 kasus
(2,3%). Tikaram et al tahun 2012 di Medical Center Universitas Malaya
yang mendapatkan polip tipe eosinofilik sebanyak 51,25% dan tipe
neutrofilik sebanyak 48,5%. Arif et al (2014) mendapatkan polip hidung
terbanyak tipe II sebanyak 50% diikuti tipe I sebanyak 40% dan tipe III
sebanyak 10% sedangkan tipe IV sebanyak 0%. Penelitian Munir di
Rumah sakit Adam Malik Medan pada tahun 2005 melaporkan hasil polip
hidung tipe I sebanyak 62%, tipe II sebanyak 23%, tipe III sebanyak 12%,
dan tipe IV sebanyak 3%. Hal ini berbeda dengan penelitian Jareonscharsi
et al di Thailand 2002 melaporkan penderita polip tipe I sebanyak 17
(11,7%), 118 penderita (81,4%) yang Tipe II, 9 penderita (6,2%) yang Tipe
III, dan 1 penderita (0,7%) adalah tipe IV. Syuhada et al melaporkan polip
hidung dominan eosinofil sebanyak 32,8 % dan noneosinofil sebanyak
67,2%. Hasil ini berbeda dengan etnik Kaukasian dengan polip hidung tipe
eosinofilik mencapai 63-95%. Mekanisme patogenetik yang mendasari
perbedaan ini masih belum diketahui. Apakah perbedaan ini karena faktor
ras, genetik, atau perbedaan geografis (Valera, et al., 2011). Lacroix et al
(2002) melaporkan tidak ada perbedaan yang besar dari tipe histopatologi
pada penderita polip hidung di Afrika, Cina dan Kaukasian.
Dalam dekade terakhir, telah terjadi kecenderungan peningkatan polip
hidung eosinofilik di penduduk Asia (Mahdavinia, et al., 2015). Penelitian
Universitas Sumatera Utara
42
di Korea menunjukkan bahwa polip hidung eosinofilik telah meningkat dari
24% dari total polip hidung pada tahun 1993-1994 menjadi 50,9% di20102.012 (Kim, et al., 2013). Ini menimbulkan kemungkinan bahwa jenis polip
hidung dipengaruhi oleh unsur-unsur patogenesis yang berbeda yang
lebih umum di daerah itu dan faktor genetik berperan dalam terbentuknya
polip eosinofil pada penduduk Asia (Mahdavinia, et al., 2015). Hal ini juga
menjelaskan variasi dari patofisiologi terjadinya polip hidung berbeda pada
populasi asia dan caucasian, namun penelitian mengenai etnik dan ras
masih sangat terbatas (Pearman, et al., 2010).
Dari
penelitian
ini
dijumpai
penderita
polip
yang
mengalami
overekspresi sebanyak 22 (66,7%). Menurut penelitian Rui et al (2002)
dijumpai konsentrasi IL-5 yang meningkat signifikan dari pada jaringan
polip hidung dibandingkan dengan mukosa konka penderita polip hidung.
Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dari konsentrasi IL-5 pada
mukosa konka penderita polip hidung dan kontrol (penderita yang tidak
menderita polip hidung). Bechert et al (1997) melaporkan dijumpai
peningkatan yang bermakna dari ekspresi IL-5 dari jaringan polip hidung
dibandingkan mukosa, tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna dari
sitokin lain. Hirschberg et al (2003) juga melaporkan dijumpai peningkatan
yang
bermakna
dari
ekspresi
IL-5
pada
jaringan
polip
hidung
dibandingkan dengan mukosa normal dan tidak ada perbedaan yang
bermakna antara polip atopik dan nonatopik. Dijumpai juga ekpresi IL-5
yang positif pada eosinofil di lamina propria polip hidung tetapi tidak
dijumpai pada mukosa normal. Penelitian Wang (2008) tentang beberapa
ekspresi gen yang dijumpai pada polip hidung selama 10-20 tahun. IL-5
adalah salah satu gen inflamasi yang memiliki ekspresi positif (over
ekspresi).
Dari
penelitian
ini
dijumpai
penderita
polip
yang
mengalami
overekspresi pada tipe I sebanyak 17 (77,3%). Baba et al (2015)
mendapatkan peningkatan bermakna dari ekspresi IL-5 pada polip hidung
eosinofil dibandingkan kontrol sedangkan pada polip noneosinofil ekspresi
IL-5 tidak signifikan meningkat dibandingkan kontrol. Rui et al (2002)
Universitas Sumatera Utara
43
melaporkan ekspresi IL-5 dominan dijumpai pada eosinofil, sedikit
terekspresi pada netrofil dan limfosit dan tidak dijumpai ekspresinya pada
sel epitel. Akumulasi eosinofil pada polip hidung melalui beberapa
mekanisme seperti meningkatnya migrasi ke jaringan atau lamanya usia
hidup eosinofil. IL-5 merupakan sitokin yang penting untuk migrasi dan
mempengaruhi lamanya usia hidup eosinofil.
Peric et al (2013) melaporkan dijumpainya peningkatan yang bermakna
ekspresi IL-5, IL-6, dan IL-10 dari sekret hidung penderita polip hidung
dengan asma dibandingkan dengan penderita polip hidung tanpa asma.
Peric juga menemukan bahwa polip hidung atopi memiliki jumlah eosinofil
lebih tinggi secara bermakna daripada polip non atopi dan rinitis alergi.
Ekspresi IL-5 pada sekret hidung penderita polip dengan alergi lebih tinggi
secara bermakna dibandingkan dengan penderita polip hidung nonatopik.
Ini menunjukkan bahwa IL-5 mempunyai peran penting dalam patofisiologi
polip hidung terutama polip hidung alergi (Peric, et al., 2011).
Peran
IL-5
dibuktikan
dengan
terapi
terhadap
eosinofil
yang
mengilfiltrasi polip hidung dengan cara netralisasi dengan anti IL-5
monoclonal antibody (mAb) menyebabkan apoptosis eosinofil dan
berkurangnya eosinofil di jaringan pada in vitro (Bachert, et al., 2005).
Gevaert et al (2006) melaporkan penurunan ukuran polip hidung pada
setengah pasien yang ditelitinya setelah pemberian anti IL-5 mAb
Reslizumab injeksi intravena selama 4 minggu. Level IL-5 mengalami
penurunan pada responden dan meningkat pada nonresponden. Terapi
anti IL-5 menunjukkan penurunan ukuran polip pada pasien yang
mengalami peningkatan level IL-5. Gevaert et al (2011) melaporkan
bahwa Mepolizumab mengurangi ukuran polip hidung secara signifikan
setelah pemakaian selama 1 bulan pada 12 dari 20 pasien. IL-5 antagonis
merupakan terapi baru pada pasien polip hidung eosinofilik. Eosinofil di
sumsum tulang dan di darah memberi respon yang baik terhadap terapi
anti IL-5 mAb. Anti IL-5 mAb menahan pematangan eosinofil di sumsum
tulang dan merangsang apoptosis eosinofil (Bachert, et al., 2005).
Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :
1. Pada penelitian ini dijumpai penderita polip hidung berjenis kelamin
laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan persentase
66,7% dan 33,3%. Secara umum laki - laki lebih sering terpapar
polusi atau oleh zat- zat yang berisiko dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan radikal bebas, seperti rokok, lingkungan
kerja.
2.
Penderita dengan usia ≥ 40 tahun dua kali lebih banyak
dibandingkan penderita yang berusia < 40 tahun. Penderita polip
hidung juga sering dihubungkan dengan asma dimana terjadi
peningkatan resiko empat kali lebih besar pasien asma yang
berusia lebih dari 40 tahun untuk menderita polip hidung
dibandingkan usia dibawah 40 tahun.
3. Dijumpai ukuran polip hidung
stadium 2 sebesar 54,6%. Pada
stadium 2 telah mulai timbul keluhan pada pasien seperti hidung
tersumbat dan hidung berair.
4. Tipe histopatologi terbanyak adalah tipe I sebanyak 23 (69,7%)
penderita.
5. Pasien yang mengalami overekspresi (positif) IL-5 sebanyak 22
(66,7%) penderita. IL-5 merupakan salah satu sitokin yang
meningkat pada polip hidung.
6. Penelitian ini mendapatkan overekspresi terbanyak pada tipe I
(alergi) sebanyak 17 (77,3%) penderita. Ini menunjukkan bahwa
IL-5 mempunyai peran penting dalam patofisiologi polip hidung
terutama polip hidung alergi.
44
Universitas Sumatera Utara
45
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dengan pemeriksaan imunohistokimia
terhadap sitokin lainnya untuk menentukan peran sitokin lain dan
interaksi biologi molekuler pada polip hidung.
2. Diperlukan penelitian terhadap penggunaan antibodi anti IL-5 pada
pasien polip hidung tipe eosinofil.
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif cross sectional
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Juli
2013 -Januari 2015.
3.3 Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah penderita polip hidung berdasarkan
hasil biopsi histopatologi dari Departeman Patologi Anatomi yang datang
berobat ke Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan selama
periode Juli 2013 – Januari 2015.
3.3.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian pada penelitian ini adalah penderita dengan
diagnosis polip hidung yang telah dilakukan tindakan biopsi jaringan polip
periode Juli 2013 sampai dengan Januari 2015. Jaringan polip diambil
sebagai sampel penelitian.
Kriteria Inklusi:
1. Penderita yang didiagnosis polip hidung yang telah dilakukan biopsi
hidung
2. Penderita yang
bebas kortikosteroid minimal 10 hari dan bebas
antihistamin minimal 1 minggu.
3. Penderita bersedia ikut serta dalam penelitian dan menandatangani
informed consent.
26
Universitas Sumatera Utara
27
Kriteria eksklusi:
1. Jaringan yang rusak dan tidak dapat diproses lebih lanjut
3.3.3 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara total sampling.
3.4 Variabel Penelitian
1. Polip hidung
2. Jenis kelamin
3. Umur
4. Stadium
5. Tipe histopatologi
6. Ekspresi Interleukin 5
3.5 Definisi Operasional
1. Polip hidung
Definisi
: massa lunak yang mengandung banyak cairan di
dalam rongga hidung, berwarna putih keabuabuan
dimana
histopatologi
diagnosa
oleh
dokter
ditegakkan
secara
spesialis
patologi
anatomi.
Cara ukur
: pemeriksaan
rinoskopi
anterior,
pemeriksaan
endoskopi
Alat ukur
: massa di kavum nasi
Hasil ukur
: terdapat polip atau tidak terdapat polip
Skala ukur
: nominal
2. Jenis kelamin
Definisi
: sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis
Cara ukur
: anamnesis
Alat ukur
: hasil wawancara langsung terhadap pasien
Hasil ukur
: laki-laki/perempuan
Skala ukur
: nominal
Universitas Sumatera Utara
28
3. Umur
Definisi
: usia
yang
dihitung
dalam
tahun
dan
perhitungannya berdasarkan kalender masehi.
Cara ukur
: anamnesis
Alat ukur
: hasil wawancara langsung terhadap pasien
Hasil ukur
: dalam tahun
Skala ukur
: ordinal ( 50% jumlah sel
Menurut persentase area pewarnaan positif dibandingkan dengan
keseluruhan area polip hidung pada 1-3 lapangan pandang yang
dinilai.
Skor intensitas dan skor luas dikalikan untuk memperoleh skor
akhir (skor imunoreaktif). Skor imunoreaktif 4 atau lebih dinilai
positif atau overexpression (Tan & Putti, 2005).
Hasil ukur skor immunoreaktif:
-
Ekspresi IL-5 negatif : 0 – 3
-
Ekspresi IL-5 positif / overekspresi : 4 – 9
Skala ukur
: ordinal
Universitas Sumatera Utara
31
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1 Alat penelitian
Penelitian ini membutuhkan beberapa peralatan sebagai berikut:
1. Status penelitian.
2. Alat untuk biopsi
Blakesley nasal foscep lurus/bengkok, endoskopi kaku, 4 mm, 00.
3. Sistem
visualisasi
immunohistokimia
(Envision
kit),
mesin
pemotong jaringan (microtome), silanized slide, mikroskop cahaya
(Olympus®).
3.6.2 Bahan penelitian
1. Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jaringan polip hidung dalam bentuk blok parafin. Bahan jaringan
diperiksa secara imunohistokimia dengan menilai imunoreaktifitas
IL-5.
2. Untuk pemeriksaan hispatologi
Formalin 10%, blok parafin, aqua destilata, hematoxyllin-eosin.
3. Untuk pemeriksaan immunohistokimia Xylol, alkohol absolut,
alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%,H202 0,5% dalam
methanol,Phosphat Buffer Saline (PBS), antibodi
IL-5 (The
Envision+Dual link system dari Santacruz®), antibodi sekunder,
Envision,
Choromogen
Diamino
Benzidine
(DAB),
Lathium
Carbonat jenuh, Tris EBTA, Hematoxylin, Aqua destillata.
3.6.3 Proses pewarnaan hematoksilin eosin
Masukkan sediaan ke dalam xylol sebanyak dua kali masing-masing
selama 5 menit, setelah itu dilakukan rehidrasi dengan alkohol berseri
(absolut, 96%, 80%, 70%, 50% dan 30%) masing-masing selama 5 menit,
kemudian bilas dalam dH2O selama 5 menit. Warnai sediaan dengan
Hemotoxilin selama 10 menit, setelah itu direndam dalam tap water
selama 10 menit lalu dibilas dengan dH2O. Sediaan selanjutnya diwarnai
kembali dengan larutan Eosin selama 3 menit lalu didehidrasi dengan
alkohol berseri 30% dan 50% masing-masing selama 5 menit, cuci dengan
Universitas Sumatera Utara
32
dH2O selama 5 menit dan dikering-anginkan. Inkubasi kembali dengan
xylol sebanyak dua kali masing-masing selama 2 menit kemudian
dilakukan mounting dengan entelan dan tutup dengan cover glass.
3.6.4 Prosedur kerja pewarnaan imunohistokimia IL-5
1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3)
@ 5menit
2. Rehidrasi (Alkohol absolute, Alkohol 96%,
@ 4menit
Alkohol 80%, Alkohol 70%)
3. Cuci dengan air mengalir
5 menit
4. Masukkan slide ke dalam PT Santa cruz
± 1 jam
Retrieval : set up Preheat 65°C, Running time
98°C selama 15 menit.
5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris Buffered 5 menit
Saline (TBS) pH 7,4
6. Blocking dengan peroxidase block
5-10 menit
7. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4
5 menit
8. Blocking dengan Normal Horse Serum (NHS)
15 menit
3%
9. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4
10. Inkubasi dengan Antibodi IL-5 dengan
5 menit
1 jam
pengenceran 1:40
11. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit
/Tween 20
12. Santacruz Real Envision Rabbit/Mouse
30 menit
13. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS)
5-10 menit
pH 7,4 /Tween 20
14. DAB+Substrat Chromogen solution dengan
5 menit
pengenceran 20 µL DAB : 1000 µL substrat
(tahan 5 hari di suhu 2-8°C setelah dicampur)
15. Cuci dengan air mengalir
10 menit
16. Counterstain dengan Hematoxylin
3 menit
17. Cuci dengan air mengalir
5 menit
Universitas Sumatera Utara
33
18. Lithium carbonat (5% dlm aqua)
2 menit
19. Cuci dengan air mengalir
5 menit
20. Dehidrasi (Alkohol 80%, Alkohol 96%, Alkohol
@5 menit
Absolute)
21. Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3)
@5 menit
22. Mounting + cover glass
3.7 Kerangka Kerja
Jaringan Polip Hidung
Histopatologi
Tipe I
Allergic Polyp
TipeII
Fibroinflammatory
Polyp
Tipe III
Polyp with
Hyperplasia of
Seromucinous
Glands
Tipe IV
Polyp with
StromalAtypia
Pemeriksaan Imunohistokimia untuk IL-5
Ekspresi
Positif
Ekspresi
negatif
Universitas Sumatera Utara
34
3.8 Cara Pengumpulan Data
Data diambil dari hasil pemeriksaan di DepartemenT.H.T.K.L. RSUP H.
Adam Malik Medan dan pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia di
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
3.9 Cara Analisis Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan dicari
persentase.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengambilan sampel
penelitian didapat dari rongga hidung penderita pada saat dilakukan biopsi
untuk menentukan diagnosis polip hidung. Data penelitiannya adalah
seluruh kasus polip hidung yang dilakukan tindakan biopsi di RSUP H.
Adam Malik Medan sejak Juli 2013 sampai Januari 2015 yaitu sebanyak
33 subjek. Dari 33 subjek tersebut semua memenuhi kriteria untuk subjek
penelitian dan dijumpai polip hidung unilateral sebanyak 4 penderita.
Gambaran
histopatologi
polip
hidung
diperiksa
dengan
teknik
pewarnaan hematoksilin eosin dan ekspresi IL-5 diperiksa dengan teknik
pewarnaan imunohistokimia yang dilakukan oleh seorang spesialis
patologi anatomi di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara (FK USU) Medan.
4.1 Hasil analisis
Berdasarkan pemeriksaan didapat gambaran umum subjek penelitian
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan jenis
kelamin.
Jenis Kelamin
N
%
Laki-laki
22
66,7
Perempuan
11
33,3
Total
33
100,0
Dari tabel 4.1 dapat dilihat jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki
sebanyak yaitu 22 (66,7%) penderita dan perempuan sebanyak 11
(33,3%) penderita.
35
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan umur
Kelompok Umur (Tahun)
N
%
< 40
12
36,4
≥ 40
21
63,6
Total
33
100,0
Dari tabel 4.2 dapat dilihat kelompok umur terbanyak adalah ≥ 40 yaitu
21 (63,6%) penderita. Usia termuda 18 tahun dan usia tertua 78 tahun.
Dimana usia rerata 46 tahun.
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan stadium.
Stadium
N
%
1
1
3,0
2
18
54,6
3
14
42,4
33
100,0
Total
Dari tabel 4.3 dapat dilihat ukuran polip hidung sesuai dengan
pembagian menurut Mackay and Lund terbanyak pada derajat 2 (54,6%),
derajat 3 (42,4%), dan derajat 1 (3,0%).
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan
histopatologi.
Histopatologi Polip Hidung
N
%
Tipe I
23
69,7
Tipe II
10
30,3
Tipe III
0
0
Tipe IV
0
0
Total
33
100,0
Universitas Sumatera Utara
37
Dari tabel 4.4 dapat dilihat tipe histopatologi terbanyak adalah tipe I
sebanyak 23 (69,7%) penderita, sementara tipe II sebanyak 10 (30,3%)
penderita. Tipe III dan tipe IV tidak dijumpai pada penderita polip hidung.
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan ekspresi
IL-5.
Ekpresi IL-5
N
%
Tidak overekspresi
11
33,3
Overekspresi
22
66,7
Total
33
100,0
Dari tabel 4.5 dapat dilihat ekspresi IL-5 terbanyak adalah overekspresi
sebanyak 22 (66,7%) penderita dan tidak overekspresi sebanyak 11
(33,3%) penderita.
A
B
Gambar 4.1 Pewarnaan imunohistokimia IL-5 dengan pembesaran 400x
A. Tidak overekspresi, B. Overekspresi
Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi ekspresi IL-5 berdasarkan histopatologi.
Ekspresi IL-5
(+)
Histopatologi
(-)
N
%
N
%
Tipe I
17
77,3
6
54,5
Tipe II
5
22,7
5
45,5
Tipe III
0
0
0
0
Tipe IV
0
0
0
0
Total
22
100,0
11
100,0
Dari tabel 4.5 dapat dilihat proporsi overekspresi IL-5 terbanyak
dijumpai pada tipe I sebanyak 17 (77,3%) penderita sementara
overekspresi pada tipe II sebanyak 5 (22,7%) penderita.
A
B
Gambar 4.2 Pewarnaan imunohistokimia IL-5 dengan pembesaran 400x
A. Overekspresi pada tipe I, B. Overekspresi pada tipe II
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi IL-5 pada polip
hidung di RSUP H. Adam Malik. Penelitian ini menggunakan sampel
penelitian sebanyak 33 polip hidung yang didapatkan dari biopsi terhadap
penderita polip hidung di poliklinik THT-KL RSUP.H. Adam Malik Medan.
Gambaran histopatologi polip diperiksa dengan tehnik pewarnaan
hematoksilin eosin dan ekspresi IL-5 diperiksa dengan pemeriksaan
imunohistokimia di laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
Jumlah subjek penelitian sebanyak 33 sampel menunjukkan lebih
banyak laki-laki dibanding perempuan dengan persentase 66,7% dan
33,3%. Pada kategori umur penderita polip hidung diperoleh paling
banyak pada kelompok umur ≥ 40 (63,6%). Pengelompokan penderita
menjadi dua kelompok didasarkan atas kecenderungan peningkatan
insiden polip hidung menurut penelitian – penelitian yang telah ada
sebelumnya. Haro et al (2009) di Brazil melaporkan dari 50 penderita polip
hidung dijumpai laki-laki 28 penderita dan perempuan 22 penderita
dengan usia rata-rata 40,8 tahun. Ahmad dan Ayeh (2012) di Iran
melaporkan dari 297 penderita polip hidung, laki-laki 118 penderita dan
perempuan 179 penderita dengan usia rata-rata 39,5 tahun. Syuhada et al
(2016) di Malaysia melaporkan dari 122 penderita polip hidung, laki-laki 85
penderita dan perempuan 37 penderita dengan usia rata-rata 55,3 tahun.
Arif et al (2014) di Makasar melaporkan dari 20 penderita polip hidung
dijumpai laki-laki 65% dan perempuan 35% dimana usia terbanyak 20-40
tahun dan 40-60 tahun. Tikaram dan Prepagerah di Malaysia melaporkan
dari 80 penderita polip hidung dijumpai laki-laki 48 penderita dan
perempuan 32 penderita dengan usia rata-rata 64 tahun. Munir (2005)
juga melaporkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita polip hidung
(65%) dibandingkan perempuan (35%). Dewi (2011) di RSUP.H. Adam
Malik Medan melaporkan laki-laki dan perempuan menderita polip hidung
39
Universitas Sumatera Utara
40
pada proporsi yang hampir sama, masing-masing 51,2% dan 48,8%.
Menurut penelitian Farrukh et al (2014) pada 55 penderita polip hidung,
dijumpai 35 penderita laki- laki, 20 penderita perempuan.
Ferguson dan Orlandi (2006) mengatakan bahwa insiden polip hidung
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan puncaknya pada usia
50 ke atas. Polip hidung jarang dijumpai pada usia kurang dari 20 tahun
dimana frekuensi laki-laki lebih banyak daripada perempuan (Bachert &
Robillard, 2005). Banerji et al (2010) melaporkan frekuensi penderita polip
laki-laki dan perempuan hampir sama dimana umur terbanyak adalah 4060 tahun dimana 30% dari penderita polip adalah perokok. Secara umum
laki - laki lebih sering terpapar polusi atau oleh zat- zat yang berisiko dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas, seperti rokok,
lingkungan kerja. Faktor inilah yang mungkin berhubungan dengan
kejadian lebih banyaknya penderita polip laki – laki dibandingkan
perempuan (Mudassir, 2012).
Pada penelitian yang kami lakukan dijumpai laki-laki lebih banyak
daripada perempuan karena pada saat penelitian ini dilakukan terbanyak
penderita yang datang adalah jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Dimana pekerjaannya bekerja di luar rumah sehingga lebih
banyak terpapar debu dan polusi.
Penderita polip hidung juga sering dihubungkan dengan asma dimana
terjadi peningkatan resiko empat kali lebih besar pasien asma yang
berusia lebih dari 40 tahun untuk menderita polip hidung dibandingkan
usia dibawah 40 tahun. Polip ini dapat terjadi setelah 10 tahun menderita
asma (Ahmad & Ayeh, 2012).
Ukuran polip hidung sesuai dengan pembagian menurut Mackay and
Lund lebih banyak pada derajat 2 (54,6%), derajat 3 (42,4%), dan derajat
1 (3,0%). Hal Ini berbeda dengan penelitian Delagranda et al (2008) yang
melaporkan ukuran polip hidung terbanyak pada stadium 3 diikuti oleh
stadium 2 dan stadium 1. Lacroix et al (2002) melaporkan ukuran polip
stadium 3 terbanyak dijumpai pada penderita polip ras Afrika sebesar 92%
sedangkan ras Cina dan Kaukasian memiliki distribusi yang sama. Arif et
Universitas Sumatera Utara
41
al (2014) melaporkan ukuran polip terbanyak derajat 3 (60%) diikuti
derajat 2 sebanyak 40%. Stadium ini sudah mulai timbul keluhan pada
pasien seperti hidung tersumbat dan hidung berair.
Pada penelitian ini berdasarkan tipe histopatologi dijumpai penderita
polip hidung terbanyak tipe I (69,7%) diikuti polip tipe II (30,3%). Tidak
dijumpai polip tipe adenomatosa dan tipe atipik. Hellquist (1996)
mengatakan bahwa polip tipe IV oleh dokter spesialis patologi anatomi
disimpulkan sebagai suatu karsinoma sinonasal.
Temuan pada penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian
sebelumnya. Couto et al (2008) mendapatkan polip hidung terbanyak tipe
I sebanyak 56 kasus (73%) diikuti tipe II sebanyak 16 kasus (18%) dan
tipe III sebanyak 6 kasus (6,77%) sedangkan tipe IV sebanyak 2 kasus
(2,3%). Tikaram et al tahun 2012 di Medical Center Universitas Malaya
yang mendapatkan polip tipe eosinofilik sebanyak 51,25% dan tipe
neutrofilik sebanyak 48,5%. Arif et al (2014) mendapatkan polip hidung
terbanyak tipe II sebanyak 50% diikuti tipe I sebanyak 40% dan tipe III
sebanyak 10% sedangkan tipe IV sebanyak 0%. Penelitian Munir di
Rumah sakit Adam Malik Medan pada tahun 2005 melaporkan hasil polip
hidung tipe I sebanyak 62%, tipe II sebanyak 23%, tipe III sebanyak 12%,
dan tipe IV sebanyak 3%. Hal ini berbeda dengan penelitian Jareonscharsi
et al di Thailand 2002 melaporkan penderita polip tipe I sebanyak 17
(11,7%), 118 penderita (81,4%) yang Tipe II, 9 penderita (6,2%) yang Tipe
III, dan 1 penderita (0,7%) adalah tipe IV. Syuhada et al melaporkan polip
hidung dominan eosinofil sebanyak 32,8 % dan noneosinofil sebanyak
67,2%. Hasil ini berbeda dengan etnik Kaukasian dengan polip hidung tipe
eosinofilik mencapai 63-95%. Mekanisme patogenetik yang mendasari
perbedaan ini masih belum diketahui. Apakah perbedaan ini karena faktor
ras, genetik, atau perbedaan geografis (Valera, et al., 2011). Lacroix et al
(2002) melaporkan tidak ada perbedaan yang besar dari tipe histopatologi
pada penderita polip hidung di Afrika, Cina dan Kaukasian.
Dalam dekade terakhir, telah terjadi kecenderungan peningkatan polip
hidung eosinofilik di penduduk Asia (Mahdavinia, et al., 2015). Penelitian
Universitas Sumatera Utara
42
di Korea menunjukkan bahwa polip hidung eosinofilik telah meningkat dari
24% dari total polip hidung pada tahun 1993-1994 menjadi 50,9% di20102.012 (Kim, et al., 2013). Ini menimbulkan kemungkinan bahwa jenis polip
hidung dipengaruhi oleh unsur-unsur patogenesis yang berbeda yang
lebih umum di daerah itu dan faktor genetik berperan dalam terbentuknya
polip eosinofil pada penduduk Asia (Mahdavinia, et al., 2015). Hal ini juga
menjelaskan variasi dari patofisiologi terjadinya polip hidung berbeda pada
populasi asia dan caucasian, namun penelitian mengenai etnik dan ras
masih sangat terbatas (Pearman, et al., 2010).
Dari
penelitian
ini
dijumpai
penderita
polip
yang
mengalami
overekspresi sebanyak 22 (66,7%). Menurut penelitian Rui et al (2002)
dijumpai konsentrasi IL-5 yang meningkat signifikan dari pada jaringan
polip hidung dibandingkan dengan mukosa konka penderita polip hidung.
Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dari konsentrasi IL-5 pada
mukosa konka penderita polip hidung dan kontrol (penderita yang tidak
menderita polip hidung). Bechert et al (1997) melaporkan dijumpai
peningkatan yang bermakna dari ekspresi IL-5 dari jaringan polip hidung
dibandingkan mukosa, tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna dari
sitokin lain. Hirschberg et al (2003) juga melaporkan dijumpai peningkatan
yang
bermakna
dari
ekspresi
IL-5
pada
jaringan
polip
hidung
dibandingkan dengan mukosa normal dan tidak ada perbedaan yang
bermakna antara polip atopik dan nonatopik. Dijumpai juga ekpresi IL-5
yang positif pada eosinofil di lamina propria polip hidung tetapi tidak
dijumpai pada mukosa normal. Penelitian Wang (2008) tentang beberapa
ekspresi gen yang dijumpai pada polip hidung selama 10-20 tahun. IL-5
adalah salah satu gen inflamasi yang memiliki ekspresi positif (over
ekspresi).
Dari
penelitian
ini
dijumpai
penderita
polip
yang
mengalami
overekspresi pada tipe I sebanyak 17 (77,3%). Baba et al (2015)
mendapatkan peningkatan bermakna dari ekspresi IL-5 pada polip hidung
eosinofil dibandingkan kontrol sedangkan pada polip noneosinofil ekspresi
IL-5 tidak signifikan meningkat dibandingkan kontrol. Rui et al (2002)
Universitas Sumatera Utara
43
melaporkan ekspresi IL-5 dominan dijumpai pada eosinofil, sedikit
terekspresi pada netrofil dan limfosit dan tidak dijumpai ekspresinya pada
sel epitel. Akumulasi eosinofil pada polip hidung melalui beberapa
mekanisme seperti meningkatnya migrasi ke jaringan atau lamanya usia
hidup eosinofil. IL-5 merupakan sitokin yang penting untuk migrasi dan
mempengaruhi lamanya usia hidup eosinofil.
Peric et al (2013) melaporkan dijumpainya peningkatan yang bermakna
ekspresi IL-5, IL-6, dan IL-10 dari sekret hidung penderita polip hidung
dengan asma dibandingkan dengan penderita polip hidung tanpa asma.
Peric juga menemukan bahwa polip hidung atopi memiliki jumlah eosinofil
lebih tinggi secara bermakna daripada polip non atopi dan rinitis alergi.
Ekspresi IL-5 pada sekret hidung penderita polip dengan alergi lebih tinggi
secara bermakna dibandingkan dengan penderita polip hidung nonatopik.
Ini menunjukkan bahwa IL-5 mempunyai peran penting dalam patofisiologi
polip hidung terutama polip hidung alergi (Peric, et al., 2011).
Peran
IL-5
dibuktikan
dengan
terapi
terhadap
eosinofil
yang
mengilfiltrasi polip hidung dengan cara netralisasi dengan anti IL-5
monoclonal antibody (mAb) menyebabkan apoptosis eosinofil dan
berkurangnya eosinofil di jaringan pada in vitro (Bachert, et al., 2005).
Gevaert et al (2006) melaporkan penurunan ukuran polip hidung pada
setengah pasien yang ditelitinya setelah pemberian anti IL-5 mAb
Reslizumab injeksi intravena selama 4 minggu. Level IL-5 mengalami
penurunan pada responden dan meningkat pada nonresponden. Terapi
anti IL-5 menunjukkan penurunan ukuran polip pada pasien yang
mengalami peningkatan level IL-5. Gevaert et al (2011) melaporkan
bahwa Mepolizumab mengurangi ukuran polip hidung secara signifikan
setelah pemakaian selama 1 bulan pada 12 dari 20 pasien. IL-5 antagonis
merupakan terapi baru pada pasien polip hidung eosinofilik. Eosinofil di
sumsum tulang dan di darah memberi respon yang baik terhadap terapi
anti IL-5 mAb. Anti IL-5 mAb menahan pematangan eosinofil di sumsum
tulang dan merangsang apoptosis eosinofil (Bachert, et al., 2005).
Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :
1. Pada penelitian ini dijumpai penderita polip hidung berjenis kelamin
laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan persentase
66,7% dan 33,3%. Secara umum laki - laki lebih sering terpapar
polusi atau oleh zat- zat yang berisiko dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan radikal bebas, seperti rokok, lingkungan
kerja.
2.
Penderita dengan usia ≥ 40 tahun dua kali lebih banyak
dibandingkan penderita yang berusia < 40 tahun. Penderita polip
hidung juga sering dihubungkan dengan asma dimana terjadi
peningkatan resiko empat kali lebih besar pasien asma yang
berusia lebih dari 40 tahun untuk menderita polip hidung
dibandingkan usia dibawah 40 tahun.
3. Dijumpai ukuran polip hidung
stadium 2 sebesar 54,6%. Pada
stadium 2 telah mulai timbul keluhan pada pasien seperti hidung
tersumbat dan hidung berair.
4. Tipe histopatologi terbanyak adalah tipe I sebanyak 23 (69,7%)
penderita.
5. Pasien yang mengalami overekspresi (positif) IL-5 sebanyak 22
(66,7%) penderita. IL-5 merupakan salah satu sitokin yang
meningkat pada polip hidung.
6. Penelitian ini mendapatkan overekspresi terbanyak pada tipe I
(alergi) sebanyak 17 (77,3%) penderita. Ini menunjukkan bahwa
IL-5 mempunyai peran penting dalam patofisiologi polip hidung
terutama polip hidung alergi.
44
Universitas Sumatera Utara
45
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dengan pemeriksaan imunohistokimia
terhadap sitokin lainnya untuk menentukan peran sitokin lain dan
interaksi biologi molekuler pada polip hidung.
2. Diperlukan penelitian terhadap penggunaan antibodi anti IL-5 pada
pasien polip hidung tipe eosinofil.
Universitas Sumatera Utara