Model Kelembagaan Partisipasi Masyarakat dalam Mitigasi Banjir di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Banjir merupakan fenomena global yang dapat menyebabkan penderitaan
yang meluas, kerusakan ekonomi dan hilangnya nyawa manusia. Banjir adalah
suatu keberadaan air melebihi batas normal di daerah-daerah yang biasanya kering,
yang mana bencana banjir yang secara signifikan akan mengganggu aktivitas
manusia dan masyarakat (Jonkman and Kelman, 2005). Banjir juga merupakan
peristiwa tergenang dan terendamnya daratan (yang biasanya kering) karena
volume air yang meningkat, banjir sebagai suatu peristiwa meluapnya air dari
sungai atau saluran drainase karena tidak mampu menampung besarnya debit air.
Menurut When dkk., (2015) banjir disebabkan oleh kombinasi hujan deras yang
menyebabkan sungai/laut mengalir ke rumah, yang dapat terjadi pada setiap saat
sepanjang tahun, bukan hanya di musim hujan. Banjir umumnya berkembang
selama beberapa hari, ketika ada terlalu banyak air hujan. Namun, banjir dapat
terjadi dengan cepat ketika hujan lebat turun selama periode waktu yang singkat.
Banjir akan muncul bila jumlah air yang masuk tidak sama dengan air yang
terserap oleh tanah. Banjir merupakan fenomena hidrologi yang terjadi karena
kapasitas sistem tidak mencukupi, dan menyebabkan : (a) Kuantitatif genangan :
luapan banjir dari saluran


yang ada (permukaan air maksimum) serta luas,

kedalaman, frekuensi dan durasi genangan air, (b) Kualitatif genangan : adanya
akibat dari air permukaan seperti dampak sosial, ekonomi dan budaya (Odum,
1992).

1
Universitas Sumatera Utara

Lebih lanjut, menurut Tingsanchali (2012) dampak banjir merupakan salah
satu bencana yang paling signifikan di dunia. Lebih dari setengah kerusakan banjir
global terjadi di Asia, khususnya di Indonesia. Banjir disebabkan oleh faktor alam
seperti hujan deras, dan pasang yang tinggi, yang disebabkan faktor manusia
seperti pemblokiran saluran atau buruknya saluran drainase, penggunaan lahan
yang tidak tepat, serta penebangan hutan di daerah hulu. Sementara itu, kawasan
rawan bencana banjir adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bencana banjir.
Faktor penyebab terjadinya banjir antara lain : (1) kondisi geomorfologis,
misalnya daerah yang rawan banjir, kondisi cekungan daerah dan daerah dataran

rendah., (2) kondisi iklim yang tidak bisa diprediksi, dan (3) aktivitas dan tindakan
manusia seperti pertambahan jumlah penduduk, moral hazard manusia seperti
membuang sampah di sungai, merubah berbagai tipe lahan untuk berbagai
kepentingan (BP DAS Wampu Sei Ular, 2013).
Faktor lain penyebab banjir karena faktor hujan, hancurnya retensi Daerah
Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai,
faktor pendangkalan sungai dan faktor kesalahan tata wilayah dan pembangunan
sarana dan prasarana (Maryono, 2005). Banjir perkotaan (yang biasanya
disebabkan oleh sistem drainase dan curah hujan yang luar biasa)merupakan suatu
permasalahan serius. Melihat fakta dan perkiraan itu jelas bahwa terjadi suatu
kebutuhan untuk mengembangkan metode yang lebih baik untuk mengidentifikasi
intervensi biaya yang paling efektif sebagai strategi yang terbaik mengurangi
kerusakan dari peristiwa banjir (Sayers et al., 2014).

2
Universitas Sumatera Utara

Banjir perkotaan merupakan tantangan serius untuk pembangunan dan
kehidupan manusia, terutama bagi para penduduk yang tinggal di wilayah
perkotaan negara-negara berkembang. Contohnya adalah pada Kota Medan. Kota

Medan dilalui oleh tiga DAS, yakni DAS Deli, DAS Percut dan DAS Belawan.
Kondisi fisik DAS secara garis besar terbagi ke dalam morfologi, kemiringan
lereng, jenis tanah, formasi batuan/geologi, penutupan lahan, sistem lahan,
kawasan hutan, erosivitas, iklim dan lahan kritis (BP DAS Wampu Sei Ular, 2013).
Kondisi lahan kritis di DAS Deli

ditentukan oleh 6 parameter yaitu Erosi,

Kemiringan lereng, Liputan Lahan, Kondisi Batuan, Produktivitas dan Manajemen.
Kondisi lahan kritis mencakup 1,395.88 Ha. DAS Deli terdiri atas Sub DAS Sei
Sikambing, Babura, Bekala, Deli, Paluh Besar, Petani dan Simai-mai, dengan luas
47,298.01 Ha. Secara adminitrasi DAS Deli berada pada 3 (tiga) Kabupaten yaitu
Kabupaten Karo seluas 1,417.65 Ha (3 %), Kabupaten Deli Serdang seluas
29,115.20 Ha (61.56 %) dan Kota Medan seluas 16,765.16 ha (35.45 %).
Sedangkan DAS Belawan yang terdiri atas Sub DAS Sei Tengah, Belawan Hulu,
Belawan Hilir, Belawan Tengah, Krio, Tuntungan, dengan total luas 40,789.98 Ha.
Secara administrasi DAS Belawan berada pada 2 (dua) Kabupaten/Kota yaitu
Kabupaten Deli Serdang seluas 38,029.30 Ha (93.23 %) dan Kota Medan Seluas
2,760.69 Ha (6.77 %). Kemudian DAS Percut. Secara administrasi DAS Percut
berada pada 3 (tiga) Kabupaten/ Kota


yaitu Kabupaten Deli

Serdang seluas

29,059.33 Ha (70.44 %), Kabupaten Karo seluas 2,898.94 Ha (7.03 %) dan Kota
Medan seluas 9,293.93 Ha (22.53 %) (BP DAS Wampu Sei Ular, 2013).
Permasalahan dampak banjir menjadi lebih kritis karena banjir lebih parah
dan adanya kemungkinan disebabkan oleh perubahan iklim, kerusakan sosial-

3
Universitas Sumatera Utara

ekonomi, penduduk yang terkena dampak, kemarahan publik dan penanganan
banjir yang tidak optimal. Haldar, dkk (2015) menyatakan bahwa banjir juga bisa
menjadi masalah serius untuk pemukiman dan lingkungannya.Pencegahan dan
mitigasi akibat kerugian banjir termasuk tindakan mitigasi banjir struktural
serta langkah pengendaliannya seperti pembangunan bendungan atau tanggul
sungai dan tindakan non-struktural yang dapat dilakukan seperti prakiraan banjir
dan peringatan, bahaya banjir, manajemen risiko, partisipasi publik dan penataan

kelembagaan (Tingsanchali, 2012).
Pengendalian banjir memiliki 2 (dua) metode, yaitu metode struktur dan
metode non struktur, seperti yang dijelaskan pada Tabel 1.1 :
Tabel 1.1 Metode Pengendalian Banjir di Medan
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Metode Struktur
Perbaikan dan

Bangunan Pengendali
pengaturan Sistem
Banjir
Sungai
Sistem jaringan sungai
Bendungan (Dam)
Normalisasi sungai
Kolam retensi
Perlindungan
Pembentukan
check
dan penangkap sedimen
Tanggul
Bangunan pengurang
kemiringan sungai
Tanggul banjir
Groundsill
Sudeta (By pass)
Retarding basin
Floodway

Pembuatan polder
Pumping station

12
13

Metode Non Struktur

Pengelolaan DAS
Pengaturan Tata Guna Jalan
Pengendalian erosi
Pengembangan daerah banjir
Penanganan kondisi darurat
Peramalan banjir
Peringatan bahaya banjir
Asuransi
Law Enforecement
Regulasi
Lembaga tetap, lengkap, handal dan
kuat

Partisipasi masyarakat
Konsep Zero Delta Q

Sumber : MMUDP, Hasibuan (2005)
Untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh banjir ini diperlukan
tindakan penanganan banjir (flood damage mitigation), baik yang bersifat phisik
(structural measures) karena bersifat memperbaiki alam dan tindakan yang bersifat

4
Universitas Sumatera Utara

non phisik (non-structural measures) karena bersifat pencegahan terjadinya
bencana/kerugian (Purbawijaya, 2011). Khusus dalam kebijakan penanggulangan
banjir alam, kebijakan saat ini lebih menekankan pada pencegahan/penghindaran
kawasan rentan banjir.
Salah satu bentuk mitigasi banjir non struktural adalah partisipasi
masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk
memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih luas kepada masyarakat secara
bersama memecahkan berbagai persoalan. Pembagian kewenangan ini dilakukan
berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of involvement) masyarakat dalam kegiatan

tersebut. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan yang
lebih baik dalam suatu komunitas dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi
masyarakat untuk ikut memberikan kontribusi sehingga implementasi kegiatan
berjalan lebih efektif, efesien, dan berkelanjutan. Bentuk partisipasi masyarakat
dan koordinasi dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Tindakan Mitigasi Banjir Oleh Masyarakat
No
1

PROGRAM
Pengisian air pada sumber air

2

Pengaturan daerah sempadan
sumber air
Pengendalian bahaya banjir
dengan cara berwujud fisik

3


4

Pengendalian bahaya banjir
dengan cara non fisik

5

Pengendalian kerusakan sumber
air

TINDAKAN
1.Membangun sumur resapan di halaman rumah.
2.Tidak membuang limbah pada sumber air.
1.Tidak mendirikan bangunan di sempadan sumber air.
2.Tidak mengurangi kapasitas tampung badan sungai.
1.Membangun bangunan pengendali banjir.
2. Pengaturan dan normalisasi alur sungai.
3.Pembuatan tanggul banjir.
4.Pembangunan banjir kanal.

5.Membangun tampungan banjir sementara.
1.Sistem peringatan dini banjir.
2.Memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang
membudidayakan dataran banjir.
3.Pengelolaan sampah
1. Berperan dalam mencegah masuknya pencemar pada sumber
air dan prasarana sumber air.
2. Melaporkan kepada yang berwenang tentang perilaku pihakpihak yang mencemari sumber air.

Sumber : Mawardi (2011)

5
Universitas Sumatera Utara

Sobirin,dkk,(2009) menyebutkan anggota masyarakat bertanggung jawab
untuk melaksanakan kegiatan dari program pemerintah,anggota masyarakat ikut
menghadiri pertemuan–pertemuan perencanaan, pelaksanaan dan pengkajian ulang
proyek walaupun sebatas sebagai peserta. Anggota masyarakat terlibat secara aktif
dalam pengambilan keputusan tentang cara melaksanakan sebuah proyek dan ikut
menyediakan bantuan serta bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proyek. Anggota
masyarakat terlibat secara aktif dalam semua tahapan proses pengambilan
keputusan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan pengawasan dan monitoring.
Sementara menurut Raungratanaamporn et al. (2014) koordinasi antara pemerintah
dan masyarakat merupakan faktor penting dalam penanggulangan bencana, yang
dapat diatasi sebagai pendekatan profesional sebagai tanggap darurat. Namun,
masalah seperti adanya keterlambatan dalam bentuk tanggapan, komunikasi,
perbedaan saling pengertian yang masih sering terjadi merupakan salah satu faktor
terlambatnya penanganan banjir.
Bentuk kelembagaan dalam mitigasi banjir oleh pemerintah sudah dibentuk
seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan SAR Nasional
(Basarnas). Bentuk kelembagaan masyarakat yaitu anggota Rencana Usaha
Keluarga (RUK) dan Rencana Kegiatan Kelompok (RKK). Bentuk kelembagaan
dalam mitigasi tersebut selama ini belum terkoordinasi dengan BNPB dan SAR
yang telah dibentuk oleh pemerintah. Kelembagaan peran masyarakat dalam
pengendalian daya rusak air seperti bahaya banjir telah mempunyai dukungan
peraturan perundangan yaitu Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air. Berikut kegiatan partisipasi masyarakat mitigasi banjir pada Tabel 1.3.

6
Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.3 Koordinasi Mitigasi Banjir Oleh Masyarakat
No
1

2

3

Masalah
Bencana banjir
sering terjadi

Program
Perbaikan tanggul
banjir Sungai

Sedimen dan
sampah
memenuhi
saluran
drainase di
jalan utama

Pembersihan
sampah dan
sedimen di
saluran drainase

Sampah rumah
tangga dibuang
ke bantaran
sungai.

Pembuatan
tempat kompos
sampah rumah
tangga.

Kegiatan
1.Survai tanggul yang rusak.
2. Menentukan jumlah lokasi tanggul yang akan
diperbaiki
3. Penyiapan material yang dibutuhkan untuk perbaikan
tanggul banjir.
4. Pelaksanaan kegiatan
1. Sosialisasi ke seluruh warga dalam Desa Sooko
2. Bersama masyarakat menentukan pembagian
kelompok tugas dan lokasi kegiatan.
3. Penyiapan material dan peralatan pendukung.
4. Pelaksanaan gotong royong
pembersihan saluran drainase
1. Pengenalan dan pelatihan pengomposan sampah
rumah tangga.
2. Pembuatan tempat kompos sampah.

Sumber : Mawardi (2011)
Kegiatan masyarakat mempunyai peran penting sebagai garis depan dalam
pengelolaan banjir. Karena pengelolaan banjir terpadu berusaha untuk secara aspek
praktis mengelola banjir, yang mana partisipasi masyarakat menjadi fundamental
dan esensial untuk setiap tahap manajemen, yaitu kesiapan dalam merespons dan
pemulihan dari bencana banjir (Masahiko et al., 2010). Partisipasi masyarakat yang
bisa dilakukan pada masa sebelum bencana banjir berupa pemberian peringatan
dini kepada komunitas sekitar, penanganan evakuasi korban banjir, pencarian dan
penyelamatan korban bajir, pertolongan pertama pada korban banjir, penyiapan
dapur umum. Pada masa selama banjir partisipasi masyarakat berupa: penyiapan
tenda darurat untuk penanganan korban banjir, kewaspadaan pada area banjir,
pengumpulan, pengelolaan, dan penyaluran berbagai bantuan dan pelaporan
kejadian banjir kepada pihak berwenang.
Bentuk paritisapasi masyrakat pada masa setelah bencana bisa dilakukan
dengan: pencatatan berapa jumlah korban dan kerugian akibat banjir, penguburan

7
Universitas Sumatera Utara

korban, pemberian trauma healing kepada komunitas, perbaikan infrastruktur,
pengobatan korban banjir di area rumah pertolongan, pelaporan penanganan banjir
ke pihak berwenang. Menurut Mawardi (2011) Partisipasi masyarakat dalam
menangani pengurangan resiko bencana banjir dilakukan dengan berbagai tindakan
melalui paparan lokasi bahaya dan identifikasi pola kerentanan fisik. Pengurangan
resiko bencana banjir merupakan seluruh rangkaian kegiatan dari awal sampai
akhir (satu siklus) yang meliputi: kesiagaan, bencana dan pemulihan. Pola
partisipasi masyarakat dalam menangani pengurangan resiko bencana banjir yang
bersifat intervensi top-down terkadang kurang mendukung aspirasi dan potensi
masyarakat melakukan kegiatan swadaya. Perlu dibentuk satu model koodinasi
kelembagaan yang melibatkan masyarakat dan pemerintah, dimana lembaga ini
bisa diperdakan untuk memperoleh dana operasional dari APBD dengan membuat
leading sector seperti Badan Lingkungan Hidup/Pemerintah Kota Medan atau
mendapatkan dana melalui CSR dari pihak swasta.
Pentingnya partisipasi masyarakat dalam mendukung mitigasi banjir juga
diterapkan dalam penelitian Mutaqin (2006) tentang kinerja sistem drainase yang
berkelanjutan berbasis partisipasi masyarakat di Perumahan Josroyo Kabupaten
Karanganyar, dimana tingkat kesadaran Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam
institusi pemerintah, serta masyarakat yang masih rendah dan acuh tak acuh
terhadap permasalahan yang dihadapi kota, khususnya kinerja drainasenya. Selain
partisipasi masyarakat juga perlu adanya koordinasi antara pemerintah dengan
masyarakat yang disebut koordininasi kelembagaan. Pada kajian yang dilakukan di
Carolina Utara menunjukkan bahwa pengalaman banjir dan faktor resikonya
meningkatkan kemungkinan adopsi mitigasi bahaya lokal. Pengaruh partisipasi

8
Universitas Sumatera Utara

masyarakat

khususnya

perusahaan

melalui

kegiatan

Corporate

Social

Responsibility (CSR) dan mitigasi dapat mengurangi bencana banjir (Craig E.
Landry and Jingyuan Li, 2006). Hasibuan (2008) menyatakan adanya koordinasi
kelembagaan pada peran pemerintah daerah dalam mengendalikan banjir,
sedangkan peran serta masyarakat kurang dioptimalkan. Partisipasi dan peran serta
masyarakat sangat penting dalam mendukung kebijakan pemerintah. Menurut
Daniel (2005) bahwa masyarakat harus terlibat langsung dalam setiap kegiatan.
Partisipasi masyarakat menekankan pada “partisipasi” langsung warga dalam
pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Kemudian
Astuti (2011) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat telah mengalihkan konsep
partisipasi menuju suatu kepedulian dengan berbagai bentuk keikut-sertaan warga
dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan di berbagai bidang yang
mempengaruhi kehidupan warga masyarakat.
Menurut Hasibuan (2008) pengelolaan banjir perkotaan terpadu adalah
terintegrasinya

subsistem

atau

domain

yang

mempengaruhi

tercapainya

pengelolaan banjir perkotaan dalam kerangka DAS, hal ini dipengaruhi oleh
koordinasi yang baik dan saling keterkaitan (pooled interdependency). Tingkat
koordinasi dapat dilakukan dalam penyusunan program, struktur organisasi, alokasi
dana dan cost sharing, implementasi law enforcement tata ruang dan garis
sempadan, serta pelibatan peran serta masyarakat. Hasil penelitian Unesco bekerja
sama dengan Pemda DKI Jakarta (2008) menunjukan adanya partisipasi
masyarakat yang masih rendah seperti sampah yang dibuang ke sungai dan
selokan, akan mengurangi kapasitas sungai untuk menampung air hujan. Sungai
atau selokan yang tersumbat oleh sampah dapat menyebabkan air melimpah keluar.

9
Universitas Sumatera Utara

Salah satu upaya untuk mengurangi dampak banjir selain partisipasi
masyarakat dan koordinasi kelembagaan adalah dengan pengembangan model
Computable Urban Economic (CUE) yang pertama kali ditemukan oleh Alonso
(1964) yang mengukur nilai ekonomi perkotaan dari permintaan masyarakat akan
pemukiman. Kemudian dikembangkan oleh Akiyoshi Takagi dan Taka Ueda
(2006) dengan judul penelitian Evaluation of flood mitigation countermeasures
considering the independence between flood risk and land use. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa penggunaan lahan dan perubahan resiko banjir mampu
memitigasi dampak dari banjir.
Diharapkan dengan adanya partisipasi masyarakat dan koordinasi
kelembagaan dan dukunganpengurangan dampak banjir serta penggunaan lahan
maka mitigasi banjir akan mudah dilakukan. Oleh karena itu perlunya
mengembangkan model Partisipasi masyarakat dan Koordinasi kelembangaan
dengan CUE model dan membuat model baru yang disebut dengan PK-CUE atau
disingkat Model Partisipasi dan Koordinasi Computable Urban Economic.
Model PK-CUE dikembangkan dari model CUE oleh Akiyoshi Takagi
(2006) yang menganalisis tentang Evaluasi Penanggulangan Pencegahan Banjir
Interdependensi Antara Risiko Banjir dan Penggunaan Lahan. Model CUE tersebut
menggunakan risiko banjir dan penggunaan lahan sebagai variabel dalam
mendukung pencegahan banjir. Sedangkan model PK-CUE memasukkan unsur
Partisipasi masyarakat (P) dan Koordinasi kelembagaan (K). Model PK-CUE
diyakini memiliki kelebihan yaitu adanya keterlibatan semua unsur dalam
memitigasi banjir, baik dari pemerintah, masyarakat, swasta dan terbentuknya
koordinasi dari semua elemen tersebut mampu membuat maksimal mitigasi banjir

10
Universitas Sumatera Utara

dapat berhasil dengan baik. Model partisipasi dan koordinasi menggambarkan
peran pemerintah dan masyarakat dalam memitigasi banjir secara langsung
sedangkan secara tidak langsung adanya dukungan pengelolaan resiko banjir dan
penataan penggunaan lahan yang sesuai (Yu and Qingyun, 2011) sehingga
diharapkan mampu memaksimalkan mitigasi banjir yang ada di Kota Medan, guna
mengurangi menurunnya kualitas lingkungan seperti semakin tingginya polusi
(Jiang, 2012., Lu et al., 2013). Kutipan tersebut menunjukkan adanya yang
diperlukan dalam membuat kebijakan guna mendukung terbentuknya kota yang
berkelanjutan, baik, asri, dan terbebas dari banjir.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah partisipasi masyarakat, koordinasi kelembagaan, pengurangan
dampak banjir dan penggunaan lahan berpengaruh terhadap mitigasi banjir
di Kota Medan?
2. Bagaimanakah model kelembagaan partisipasi masyarakat yang efektif
dalam memitigasi banjir di Kota Medan dengan pengembangan model
CUE?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat, koordinasi kelembagaan,
pengurangan dampak banjir dan penggunaan lahan terhadap mitigasi banjir
di Kota Medan.

11
Universitas Sumatera Utara

2. Membentuk model kelembagaan partisipasi masyarakat yang efektif dalam
memitigasi banjir di Kota Medan dengan pengembangan model CUE.

1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan kepada semua
stakeholder (pemangku amanah), dalam upaya mitigasi banjir di Kota Medan,
sehingga program pemerintah yang disusun dalam upaya mengurangi resiko banjir
akan memberikan dampak yang signifikan.

1.5. Hipotesis Penelitian
Untuk lebih memfokuskan arah pencapaian tujuan penelitian ini, maka
diberikan hipotesa sebagai berikut :
1. Partisipasi masyarakat, koordinasi kelembagaan, pengurangan dampak
banjir dan penggunaan lahan berpengaruh secara signifikan terhadap
mitigasi banjir di Kota Medan.
2. Model PK-CUE dalam kelembagaan partisipasi masyarakat mendukung
dalam memitigasi banjir di Kota Medan.

1.6. Kerangka Pemikiran
Banjir di Kota Medan selalu memiliki potensi kerawanan yang setiap tahun
terus berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dampak banjir bukan
hanya dirasakan oleh masyarakat Kota Medan namun juga disekitar kawasan yang
juga terkena dampak banjir.

12
Universitas Sumatera Utara

Dalam menghadapi potensi banjir yang terus meningkat tersebut ada dua
komponen yang terkait yaitu adanya partisipasi masyarakat dan koordinasi
kelembagaan. Dukungan kedua komponen tersebut akan lengkap jika ada
penambahan pengurangan resiko banjir dan penggunaan lahan. Kedua komponen
tersebut ikut dilibatkan dalam upaya mitigasi dan meminimalisasi dampak banjir.
Mitigasi banjir terdiri atas mitigasi struktural (pemerintah) dan mitigasi non
struktural (masyarakat). Efektivitas kebijakan pemerintah dan peran serta aktif
masyarakat akan berdampak pada suatu peran partisipatif masyarakat dalam
membentuk kelembagaan dan mitigasi banjir sehingga mampu bertindak dalam
pengendalian banjir di Kota Medan.

13
Universitas Sumatera Utara

Potensi Banjir
Wilayah Kota Medan

Kawasan wilayah
terjadinya banjir
Kerentanan Akibat Banjir di
Kota Medan
Wilayah
Kebijakan

Kapasitas Masyarakat Dalam
Menghadapi Banjir
Perilaku
Sosial ekonomi

Mitigasi Struktural
Oleh Instansi Terkait

[

Mitigasi Banjir

Banjir Masih Tetap
terjadi

Meminimalisasi
Dampak

Mitigasi Oleh
Masyarakat

-

Perencanaan
Pelaksanaan
Pengawasan

Mengurangi
Resiko Banjir

CUE
Penggunaan
Lahan

KOORDINASI DAN
PARTISIPASI MASYARAKAT

14
Universitas Sumatera Utara

KOORDINASI DAN
PARTISIPASI MASYARAKAT

Kesiapsiagaan
dan Mitigasi
Sebelum Banjir

Penanggulangan

Pemulihan

- Rehabilitasi
- Rekonstruksi

- Penanganan
- Evakuasi

Membentuk Tim Kerja
Gotong Royong

Menyatukan
Organisasi Masyarakat

KOORDINASI , PARTISIPASI
DAN KELEMBAGAAN (PK)

Organisasi masyarakat,
ormas, kelompok, PKK

Kelompok
Pemberdayaan
Masyarakat

Menerima Bantuan
fasilitas dalam
pengendalian banjir

Membentuk
pelatihan
pengetahuan banjir

Kebijakan mengurangi resiko dalam mendukung
pengendalian banjir (PK-CUE)

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran (Mitigasi Banjir Melalui Partisipasi
Masyarakat dan Koordinasi Kelembagaan di Kota Medan)

15
Universitas Sumatera Utara

1.7.

Hasil yang diharapkan / Novelty
Terbentuknya model Partisipasi dan Koordinasi - CUE (PK-CUE) dalam

mitigasi banjir di Kota Medan, yang dapat digunakan untuk membantu
implementasi kebijakan dalam mengurangi dampak banjir melalui koordinasi
kelembagaan dan partisipasi masyarakat dalam mendukung pengendalian banjir di
Kota Medan.

16
Universitas Sumatera Utara