ANALISIS URBAN SPRAWL di KECAMATAN BANYUURIP KABUPATEN PURWOREJO PADA TAHUN 2004 – 2014 (Sebagai Suplemen Bahan Ajar dalam Pembelajaran Geografi Sekolah Menengah Atas Kelas XII Kompetensi Dasar Menganalisis Pola Persebaran dan Interaksi Spasial Antara | A
URBAN SPRAWL di KECAMATAN BANYUURIP
KABUPATEN PURWOREJO PADA TAHUN 2004 – 2014
(Sebagai Suplemen Bahan Ajar dalam Pembelajaran Geografi Sekolah
Menengah Atas Kelas XII Kompetensi Dasar Menganalisis Pola Persebaran dan
Interaksi Spasial Antara Desa dan Kota untuk Pengembangan Ekonomi
Daerah)
2
Vikky Vidia Anggitirawati1 , Inna Prihartini 2 , Moh. Gamal Rindarjono
1
Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
2
Dosen Pendidikan Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
*Keperluan korespondensi, HP : 08976834585, e-mail : [email protected]
ABSTRACT
This research aimed (1) to find out the spatial transformation in urban sprawl
process in Banyuurip Sub District in 2004-2014; (2) to find out the development of
settlement existing in Banyuurip Sub District in 2004-2014; (3) to find out the social
transformation occurring in Banyuurip Sub District due to spatial transformation in
2004-2014; and (4) to find out the benefit of current research to geography subject in
the twelfth grade.
The approach used in this research was the spatial one. This study was a
qualitative research and the method used was case study method. Technique of
collecting data used included (1) interview, (2) observation/direct observation, and
(3) secondary data analysis. The data analysis was carried out using (1) observation
on spatial transformation with image interpretation, (2) settlement development, and
(3) societal social transformation process.
Considering the result of research conducted, it could be concluded that (1)
the fiscal spatial development occurring in Banyuurip is the centrifugal horizontal
process and the urban sprawl type occurring in this sub district is the jumping one;
(2) the settlement width in 2004 was 129,0499 Ha increasing by 1.293% in 2014 to
187,3633 Ha, (3) the social transformation occurring in Banyuurip Sub District
characterized by the increase in population number in 9 villages, the increase in the
constructed land width by 0.542%, the increase in the number of economic social
facility, and the modernization occurring in communication field. (4) The benefit of
current research was that it served as supplement to learning material of geography
subject for the twelfth grade particularly in the Basic Competency of analyzing the
distribution pattern and the spatial interaction between village and city for local
economic development.
Keywords: Urban Sprawl, Settlement Development, Spatial Transformation, Social Transformation
1
PENDAHULUAN
Manusia dan lingkungannya merupakan satu kesatuan utuh yang saling
berkaitan dan berinteraksi. Dengan kata lain, perilaku manusia akan membawa
pengaruh pada lingkungan disekitarnya. Sifat manusia yang selalu berkembang baik
dari sisi kualitas maupun kuantitas, membawa dampak bagi lingkungan tempat
tinggalnya. Dari segi kualitas misalnya, manusia selalu berusaha mendapatkan
kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya sehingga akan terjadi perubahanperubahan sedemikian rupa agar mereka dapat mencapai kesejahteraan, sedangkan
dari sisi kuantitasnya, seperti yang kita ketahui bahwa jumlah penduduk di Indonesia
selalu bertambah di setiap tahunnya.
Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh faktor alami dan faktor non
alami.Faktor alami terdiri dari kelahiran dan kematian, sedangkan faktor non
alaminya berupa migrasi atau perpindahan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk,
tentunya akan disertai dengan meningkatnya kebutuhan hidup dalam berbagai aspek
seperti sosial, politik, ekonomi, budaya dan teknologi, dengan demikian manusia
membutuhkan ruang yang lebih besar agar kebutuhan hidup mereka dapat tercukupi.
Inilah yang terjadi di daerah perkotaan.Kondisi daerah perkotaan yang dianggap
menjanjikan kesejahteraan hidup bagi manusia karena sarana prasarana yang lengkap
dan dinilai masih banyak peluang untuk mencari pekerjaan menjadi daya tarik
tersendiri bagi masyarakat di luar daerah perkotaan.Akibatnya, jumlah penduduk di
daerah perkotaan semakin meningkat. Meningkatnya jumlah penduduk di kota, tentu
saja akan disertai dengan peningkatan
kebutuhan manusia akan ruang untuk
melakukan segala aktivitasnya. Salah satu kebutuhan pokok manusia yang sangat
penting adalah rumah atau tempat tinggal
Pentingnya kebutuhan manusia akan tempat tinggal memicu adanya
pembangunan perumahan baik oleh pemerintah maupun oleh swasta, namun
keterbatasan ruang di kota membuat pembangunan perumahan merembet ke daerah
pinggiran kota yang sifatnya masih tergolong perdesaan dan lahannya didominasi
oleh lahan pertanian.
2
Fenomena ini menyebabkan terjadinya transformasi spasial atau alih fungsi
lahan dari lahan pertanian menjadi non-pertanian.Inilah yang disebut dengan urban
sprawl, yaitu proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar (Yunus,
1999). Urban sprawlmenjadi fenomena yang diakibatkan oleh berkembangnya
sebuah kota. Salah satu kota yang sedang berkembang dan mengalami fenomena
seperti ini adalah Kota Purworejo. Kota Purworejo memang bukan termasuk kota
besar
seperti
layaknya
Jakarta,
Bandung,
atau
Surabaya,
namun
karena
perkembangannya kota ini menjadi semakin ramai dan pusat kotanya menjadi
semakin padat sehingga sifat kekotaannya merembet ke daerah pinggiran kota, salah
satunya di Kecamatan Banyuurip. Seiring berjalannya waktu, dengan maraknya
pembangunan di daerah pinggiran akan menyebabkan sifat kedesaan di daerah
tersebut menjadi samar, sehingga akan terjadi transformasi sosial yaitu perubahan
sifat kedesaan menjadi sifat kekotaan. Penelitian ini, tidak semata-mata hanya
digunakan untuk menjawab berbagai permasalahan tentang urban sprawl yang terjadi
di Kecamatan Banyuurip, tetapi juga sangat berguna bagi dunia pendidikan
khususnya untuk mata pelajaran geografi kelas XII.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian
ini meliputi: (1) Mengetahui transformasi spasial dalam proses urban sprawl di
Kecamatan Banyuurip dari tahun 2004-2014; (2) Mengetahui perkembangan
permukiman yang ada di Kecamatan Banyuurip dari tahun 2004-2014; (3)
Mengetahui transformasi sosial yang terjadi di Kecamatan Banyuurip akibat adanya
transformasi spasial dari tahun 2004-2014; (4) Mengetahui manfaat penelitian ini
bagi mata pelajaran geografi kelas XII.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
dilakukan
di
Kecamatan
Banyuurip,
Kabupaten
Purworejo.Kecamatan Banyuurip terdiri dari 24 Desa dan 3 Kelurahan.Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan keruangan (spatial
approach).Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus,
3
yang berarti sebuah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan mengenai kondisi
lingkungan manusia dan atau lingkungan fisikal alami dalam kaitannya dengan gejala
geosfer di permukaan bumi yang berupa fenomena (kasus) dari suatu masa tertentu
dan aktivitas (bisa berupa program, kejadian, proses, institusi, atau kelompok sosial),
serta mengumpulkan detail informasi dengan menggunakan berbagai prosedur
pengumpulan data selama kasus itu terjadi. Kasus yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah fenomena urban sprawl yang terjadi di Kecamatan Banyuurip pada tahun
2004-2014.
Teknik
pengambilan
sampling.Teknik
purposive
sampel
yang
digunakan
samplingmerupakan
penentuan
adalah
sampel
purposive
dengan
pertimbangan tertentu yang dianggap dapat memberikan data secara benar, akurat dan
maksimal. Untuk mengetahui transformasi spasial dalam proses urban sprawl di
Kecamatan Banyuurip menggunakan teknik pengamatan dan interpretasi citra
IKONOS. Untuk mengetahui perkembangan permukiman, caranya dengan mengukur
luas permukiman pada tahun 2004 dan 2014 kemudian dihitung selisihnya. Untuk
mengetahui transformasi sosial, caranya dengan melakukan analisis data 6 variabel
yang meliputi: kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, prosentase penduduk
non petani, prosentase luas lahan terbangun, ketersediaan fasilitas sosial ekonomi,
dan modernisasi di bidang komunikasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan citra google earth daerah liputan sebagian Kota
Purworejo tahun 2004 dan 2014 serta pengamatan langsung di lapangan, maka dapat
diketahui bahwa perkembangan spasial fisikal Kota Purworejo merupakan proses
perkembangan yang horizontal sentrifugal karena pertambahan ruang kekotaannya
berjalan ke arah luar dari pusat Kota Purworejo yang sudah terbangun dan mengambil
tempat di daerah pinggiran kota.
Tipe perluasan kota(urban sprawl)yang terjadi di Kota Purworejo dapat
dilihat pada peta 1.
4
Peta 1. Citra Sebagaian Kabupaten Purworejo Tahun 2014
Berdasarkan citra diatas, maka dapat diketahui bahwa secara umum, tipe
perluasan Kota Purworejo termasuk ke dalam tipe perluasan memanjang (Ribbon
development / linear development / axial development)sedangkan secara khusus,
karena penelitian ini dibatasi oleh batas administrasi Kecamatan Banyuurip, maka
berdasarkan citra IKONOS dan observasi lapangan, tipe perluasan di Kecamatan
banyuurip termasuk ke dalam tipe perluasan kota yang meloncat (leap frog
development). Hal ini dibuktikan dengan keberadaan perumahan-perumahan yang
pembangunannya berada di tengah areal persawahan.Terdapat 10 perumahan yang
ada di Kecamatan Banyuurip. 10 perumahan tersebut meliputi: Perum Doplang,
Perum Medika Regency, Perum Kledungkradenan, Perum Kledungkradenan Blok
Tluwah, Perum Pagak Indah, Perum Banyuurip Asri, Perum Griya Boro Mukti
Permai, Perum PEPABRI, Perum Graha Sakinah Pogung Asri, dan Perum Pakisrejo.
Untuk mengetahui perkembangan permukiman di Kecamatan Banyuurip dari
tahun 2004-2014, dibutuhkan data luas lahan permukiman daerah penelitian tahun
5
2004 dan 2014.Data tersebut diperoleh dari interpretasi citra IKONOS, peta dan
perhitungan menggunakan aplikasi ArcView. Pada tahun 2004, lahan permukiman di
Kecamatana Banyuurip seluas 129.0499 Ha sedangkan pada tahun 2014, luas lahan
tersebut meningkat sebesar 1,293% menjadi 187, 3633 Ha. Penggunaan lahan
permukiman tahun 2004 dapat dilihat pada Peta 2 di bawah ini:
Peta 2. Peta Permukiman Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo Tahun
2004
Untuk penggunaan lahan permukiman di Kecamatan Banyuurip Tahun 2014
dapat dilihat pada Peta 3 berikut ini:
6
Peta 3. Peta Permukiman Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo Tahun
2014
Pertambahan luas lahan tersebut diakibatkan oleh pembangunan rumah
secara tunggal / perorangan serta maraknya pembangunan perumahan di beberapa
desa/kelurahan seperti Perumahan Banyuurip Asri, Perumahan Medika Regency,
Perumahan Graha Sakinah Pogung Asri, Perumahan Pagak Indah dan Perumahan
Pakisrejo yang pada tahun 2004 belum terbangun namun di tahun 2014 sudah
terbangun. Untuk mengetahui perbandingan luas lahan permukiman tahun 2004 dan
2014 dapat di lihat pada diagram di bawah ini:
7
Perbandingan Luas Penggunaan
Lahan Permukiman Kec. Banyuurip
200
180
160
140
Ha
120
Tahun 2004
100
Tahun 2014
80
60
40
20
0
Gambar 1. Diagram Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Permukiman Kecamatan
Banyuurip Tahun 2004-2014
Dengan demikian, perubahan lahan pertanian menjadi lahan permukiman
dapat dilihat pada Peta 4 berikut ini:
8
Peta 4. Peta Perubahan Permukiman Kecamatan Banyuurip Kabupaten
Purworejo Tahun 2004-2014
Untuk mengetahui terjadinya transformasi sosial yang diakibatkan oleh
adanya transformasi spasial caranya adalah dengan mengamati 6 variabel yang terdiri
dari: kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, prosentase penduduk non petani,
prosentase luas lahan terbangun, ketersediaan fasilitas sosial ekonomi, dan
modernisasi dalam bidang komunikasi yang dikerucutkan pada perkembangan
caramengundang warga setempat ketika memiliki hajat.Jika keenam variabel tersebut
mengalami peningkatan dan kemajuan, maka dapat dikatakan bahwa di Kecamatan
Banyuurip telah terjadi transformasi sosial yang arahnya menuju sifat-sifat kekotaan.
Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil perhitungan yang telah dilakukan
sebelumnya, dapat diketahui bahwa terdapat 9 desa / kelurahan yang mengalami
peningkatan pertumbuhan dan kepadatan penduduk. 9 desa / kelurahan tersebut terdiri
dari Desa Bencorejo, Kelurahan Borowetan, Desa Tegalrejo, Desa Kertosono, Desa
Sumbersari, Desa Candingasinan, Desa Candisari, Desa Condongsari, dan Kelurahan
9
Kledungkradenan. Secara umum, jumlah penduduk non petani pada tahun 2013
menurun sebesar 8,84 % namun secara lebih rinci, semua mata pencaharian non
petani kecuali mata pencaharian yang masuk dalam kategori lainnya, mengalami
peningkatan. Pada tahun 2004, luas lahan terbangun sebesar 416.898 Ha kemudian
pada tahun 2013 meningkat sebesar 0.542 % menjadi 441.346 Ha. Fasilitas sosial
ekonomi yang ada di kecamatan ini, yang terdiri dari sarana ekonomi, pendidikan,
kesehatan, keagamaan, dan komunikasi semakin bertambah dan semakin lengkap.
Ketersediaan / peningkatan kelengkapan fasilitas sosial ekonomi di Kecamatan
Banyuurip dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Ketersediaan Fasilitas Sosial Ekonomi di Kecamatan Banyuurip
Tahun 2004 dan Tahun 2013
Tahun
2004
2013
Sarana Ekonomi
Pasar Umum
9
7
Toko
33
63
Kios/ warung
474
556
Bank
2
3
Sarana Pendidikan
TK Swasta
27
27
SD Negeri
34
30
SD Swasta
0
1
SMP Negeri
4
4
SMP Swasta
0
1
SMA/SMK Negeri
3
3
SMA/SMK Swasta
3
3
Perguruan Tinggi
0
1
Sarana Kesehatan
Rumah sakit
0
1
Puskesmas
1
2
Puskesmas Pembantu
5
6
Pos KB
4
27
Dokter Praktik
7
9
Fasilitas Sosial
Ekonomi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
10
Keterangan
(-) 2
(+) 30
(+) 82
(+) 1
Tetap
(-) 4
(+) 1
Tetap
(+) 1
Tetap
Tetap
(+) 1
(+) 1
(+) 1
(+) 1
(+) 23
(+) 2
Tabel 2.LanjutanKetersediaan Fasilitas Sosial Ekonomi di Kecamatan
Banyuurip Tahun 2004 dan Tahun 2013
No
Tahun
2004
2013
Fasilitas Sosial
Ekonomi
Keterangan
Sarana Keagamaan
18 Masjid
58
66
(+) 8
19 Langgar / Mushola
108
125
(+) 17
20 Gereja
8
10
(+) 2
Sarana Komunikasi
21 Kantor Pos
1
1
Tetap
22 Radio
2148
2185
(+) 37
23 Televisi
6891
6996
(+) 105
24 Telepon
293
308
(+) 15
Sumber: Kecamatan Banyuurip Dalam Angka Tahun 2004 dan 2013
Untuk kehidupan sosial masyarakatnya, Kecamatan Banyuurip mengalami
modernisasi di bidang komunikasi.Hal ini ditandai dengan berubahnya tradisi
masyarakat ketika mereka memiliki hajat. Seiring berjalannya waktu, masyarakat
memilih cara yang lebih praktis dan modern untuk mengundang warga yaitu dengan
menggunakan kartu undangan atau sekotak roti bahkan untuk mengundang sanak
saudara yang jauh, cukup mengundang dengan telepon genggam.
Penelitian ini merupakan salah satu contoh studi kasus yang dapat digunakan
sebagai suplemen bahan ajar dalam mata pelajaran geografi khususnya pada kelas XII
KD 3.3 Menganalisis Pola Persebaran dan Interaksi Spasial Antara Desa dan Kota
untuk Pengembangan Ekonomi Daerah. Pada KD tersebut terdapat salah satu materi
pokok yaitu interaksi desa dengan kota dalam pembangunan daerah. Adapun
penelitian ini mengangkat topik mengenai urban sprawl di daerah pinggiran kota.
Seperti yang kita ketahui bahwa urban sprawlmerupakan proses perembetan fisik
kekotaan ke daerah luar kota. Berdasarkan tema tersebut dapat diketahui bahwa
urban sprawl merupakan salah satu bukti nyata adanya interaksi antara desa dengan
kota.
11
KESIMPULAN
1. Tipe perluasan kota yang terjadi di Kecamatan Banyuurip adalah leap frog
development atau meloncat.
2. Perkembangan permukiman tahun 2004-2014 meningkat sebesar 1.293% atau
dengan kata lain, peningkatan ini masih tergolong peningkatan yang kecil.
3. Terjadi transformasi sosial di Kecamatan Banyuurip yang ditandai dengan
meningkatnya kepadatan dan pertumbuhan penduduk di 9 desa / kelurahan,
meningkatnya luas lahan terbangun, semakin lengkapnya fasilitas sosial ekonomi,
dan terjadi modernisasi di bidang komunikasi.
4.Manfaat penelitian ini bagi mata pelajaran geografi kelas XII adalah sebagai
suplemen bahan ajar KD. 3.3 yaitu Menganalisis Pola Persebaran dan Interaksi
Spasial Antara Desa dan Kota untuk Pengembangan Ekonomi Daerah
DAFTAR PUSTAKA
Firdianti, Sri. (2010). Perkembangan Permukiman Penduduk di Kecamatan
Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 1997-2007.Skripsi. Surakarta: FKIP
Universitas Sebelas Maret
Giyarsih, Sri Rum. (2010). Pola Spasial Transformasi Wilayah di Koridor
Yogyakarta-Surakarta.
Diperoleh
19
Februari
2014
dari
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/1168/FG24-1-3-Sri%20Rum%20Giyarsih.pdf?sequence=1
Lubis, FL. (2011). Interaksi Desa Kota Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
di
Kabupaten
Deli
Serdang
(Studi
Kasus
di
Desa
Perbatasan).Tesis.Medan: Universitas Sumatera Utara
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun
2013 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Saravanan.P & Ilangovan.P. (2010).Identification of Urban Sprawl Pattern for
Madurai Region Using GIS.Journal. Tamil Nadu: Madurai Kamaraj
12
University (Diperoleh dari http://ipublishing.co.in/jggsvol1no12010/
EIJGGS1014.pdf pada tanggal 6 November 2014)
Simarmata, Jayadin. (2010). Kajian Proses Pemekaran Fisik Kota di Pinggiran Kota
Pematangsiantar (Studi Kasus Koridor Jalan Melanthon Siregar).Tesis.
Medan: Universitas Sumatera Utara
Yunus, Hadi Sabari. (2000). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
13
KABUPATEN PURWOREJO PADA TAHUN 2004 – 2014
(Sebagai Suplemen Bahan Ajar dalam Pembelajaran Geografi Sekolah
Menengah Atas Kelas XII Kompetensi Dasar Menganalisis Pola Persebaran dan
Interaksi Spasial Antara Desa dan Kota untuk Pengembangan Ekonomi
Daerah)
2
Vikky Vidia Anggitirawati1 , Inna Prihartini 2 , Moh. Gamal Rindarjono
1
Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
2
Dosen Pendidikan Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
*Keperluan korespondensi, HP : 08976834585, e-mail : [email protected]
ABSTRACT
This research aimed (1) to find out the spatial transformation in urban sprawl
process in Banyuurip Sub District in 2004-2014; (2) to find out the development of
settlement existing in Banyuurip Sub District in 2004-2014; (3) to find out the social
transformation occurring in Banyuurip Sub District due to spatial transformation in
2004-2014; and (4) to find out the benefit of current research to geography subject in
the twelfth grade.
The approach used in this research was the spatial one. This study was a
qualitative research and the method used was case study method. Technique of
collecting data used included (1) interview, (2) observation/direct observation, and
(3) secondary data analysis. The data analysis was carried out using (1) observation
on spatial transformation with image interpretation, (2) settlement development, and
(3) societal social transformation process.
Considering the result of research conducted, it could be concluded that (1)
the fiscal spatial development occurring in Banyuurip is the centrifugal horizontal
process and the urban sprawl type occurring in this sub district is the jumping one;
(2) the settlement width in 2004 was 129,0499 Ha increasing by 1.293% in 2014 to
187,3633 Ha, (3) the social transformation occurring in Banyuurip Sub District
characterized by the increase in population number in 9 villages, the increase in the
constructed land width by 0.542%, the increase in the number of economic social
facility, and the modernization occurring in communication field. (4) The benefit of
current research was that it served as supplement to learning material of geography
subject for the twelfth grade particularly in the Basic Competency of analyzing the
distribution pattern and the spatial interaction between village and city for local
economic development.
Keywords: Urban Sprawl, Settlement Development, Spatial Transformation, Social Transformation
1
PENDAHULUAN
Manusia dan lingkungannya merupakan satu kesatuan utuh yang saling
berkaitan dan berinteraksi. Dengan kata lain, perilaku manusia akan membawa
pengaruh pada lingkungan disekitarnya. Sifat manusia yang selalu berkembang baik
dari sisi kualitas maupun kuantitas, membawa dampak bagi lingkungan tempat
tinggalnya. Dari segi kualitas misalnya, manusia selalu berusaha mendapatkan
kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya sehingga akan terjadi perubahanperubahan sedemikian rupa agar mereka dapat mencapai kesejahteraan, sedangkan
dari sisi kuantitasnya, seperti yang kita ketahui bahwa jumlah penduduk di Indonesia
selalu bertambah di setiap tahunnya.
Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh faktor alami dan faktor non
alami.Faktor alami terdiri dari kelahiran dan kematian, sedangkan faktor non
alaminya berupa migrasi atau perpindahan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk,
tentunya akan disertai dengan meningkatnya kebutuhan hidup dalam berbagai aspek
seperti sosial, politik, ekonomi, budaya dan teknologi, dengan demikian manusia
membutuhkan ruang yang lebih besar agar kebutuhan hidup mereka dapat tercukupi.
Inilah yang terjadi di daerah perkotaan.Kondisi daerah perkotaan yang dianggap
menjanjikan kesejahteraan hidup bagi manusia karena sarana prasarana yang lengkap
dan dinilai masih banyak peluang untuk mencari pekerjaan menjadi daya tarik
tersendiri bagi masyarakat di luar daerah perkotaan.Akibatnya, jumlah penduduk di
daerah perkotaan semakin meningkat. Meningkatnya jumlah penduduk di kota, tentu
saja akan disertai dengan peningkatan
kebutuhan manusia akan ruang untuk
melakukan segala aktivitasnya. Salah satu kebutuhan pokok manusia yang sangat
penting adalah rumah atau tempat tinggal
Pentingnya kebutuhan manusia akan tempat tinggal memicu adanya
pembangunan perumahan baik oleh pemerintah maupun oleh swasta, namun
keterbatasan ruang di kota membuat pembangunan perumahan merembet ke daerah
pinggiran kota yang sifatnya masih tergolong perdesaan dan lahannya didominasi
oleh lahan pertanian.
2
Fenomena ini menyebabkan terjadinya transformasi spasial atau alih fungsi
lahan dari lahan pertanian menjadi non-pertanian.Inilah yang disebut dengan urban
sprawl, yaitu proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar (Yunus,
1999). Urban sprawlmenjadi fenomena yang diakibatkan oleh berkembangnya
sebuah kota. Salah satu kota yang sedang berkembang dan mengalami fenomena
seperti ini adalah Kota Purworejo. Kota Purworejo memang bukan termasuk kota
besar
seperti
layaknya
Jakarta,
Bandung,
atau
Surabaya,
namun
karena
perkembangannya kota ini menjadi semakin ramai dan pusat kotanya menjadi
semakin padat sehingga sifat kekotaannya merembet ke daerah pinggiran kota, salah
satunya di Kecamatan Banyuurip. Seiring berjalannya waktu, dengan maraknya
pembangunan di daerah pinggiran akan menyebabkan sifat kedesaan di daerah
tersebut menjadi samar, sehingga akan terjadi transformasi sosial yaitu perubahan
sifat kedesaan menjadi sifat kekotaan. Penelitian ini, tidak semata-mata hanya
digunakan untuk menjawab berbagai permasalahan tentang urban sprawl yang terjadi
di Kecamatan Banyuurip, tetapi juga sangat berguna bagi dunia pendidikan
khususnya untuk mata pelajaran geografi kelas XII.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian
ini meliputi: (1) Mengetahui transformasi spasial dalam proses urban sprawl di
Kecamatan Banyuurip dari tahun 2004-2014; (2) Mengetahui perkembangan
permukiman yang ada di Kecamatan Banyuurip dari tahun 2004-2014; (3)
Mengetahui transformasi sosial yang terjadi di Kecamatan Banyuurip akibat adanya
transformasi spasial dari tahun 2004-2014; (4) Mengetahui manfaat penelitian ini
bagi mata pelajaran geografi kelas XII.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
dilakukan
di
Kecamatan
Banyuurip,
Kabupaten
Purworejo.Kecamatan Banyuurip terdiri dari 24 Desa dan 3 Kelurahan.Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan keruangan (spatial
approach).Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus,
3
yang berarti sebuah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan mengenai kondisi
lingkungan manusia dan atau lingkungan fisikal alami dalam kaitannya dengan gejala
geosfer di permukaan bumi yang berupa fenomena (kasus) dari suatu masa tertentu
dan aktivitas (bisa berupa program, kejadian, proses, institusi, atau kelompok sosial),
serta mengumpulkan detail informasi dengan menggunakan berbagai prosedur
pengumpulan data selama kasus itu terjadi. Kasus yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah fenomena urban sprawl yang terjadi di Kecamatan Banyuurip pada tahun
2004-2014.
Teknik
pengambilan
sampling.Teknik
purposive
sampel
yang
digunakan
samplingmerupakan
penentuan
adalah
sampel
purposive
dengan
pertimbangan tertentu yang dianggap dapat memberikan data secara benar, akurat dan
maksimal. Untuk mengetahui transformasi spasial dalam proses urban sprawl di
Kecamatan Banyuurip menggunakan teknik pengamatan dan interpretasi citra
IKONOS. Untuk mengetahui perkembangan permukiman, caranya dengan mengukur
luas permukiman pada tahun 2004 dan 2014 kemudian dihitung selisihnya. Untuk
mengetahui transformasi sosial, caranya dengan melakukan analisis data 6 variabel
yang meliputi: kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, prosentase penduduk
non petani, prosentase luas lahan terbangun, ketersediaan fasilitas sosial ekonomi,
dan modernisasi di bidang komunikasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan citra google earth daerah liputan sebagian Kota
Purworejo tahun 2004 dan 2014 serta pengamatan langsung di lapangan, maka dapat
diketahui bahwa perkembangan spasial fisikal Kota Purworejo merupakan proses
perkembangan yang horizontal sentrifugal karena pertambahan ruang kekotaannya
berjalan ke arah luar dari pusat Kota Purworejo yang sudah terbangun dan mengambil
tempat di daerah pinggiran kota.
Tipe perluasan kota(urban sprawl)yang terjadi di Kota Purworejo dapat
dilihat pada peta 1.
4
Peta 1. Citra Sebagaian Kabupaten Purworejo Tahun 2014
Berdasarkan citra diatas, maka dapat diketahui bahwa secara umum, tipe
perluasan Kota Purworejo termasuk ke dalam tipe perluasan memanjang (Ribbon
development / linear development / axial development)sedangkan secara khusus,
karena penelitian ini dibatasi oleh batas administrasi Kecamatan Banyuurip, maka
berdasarkan citra IKONOS dan observasi lapangan, tipe perluasan di Kecamatan
banyuurip termasuk ke dalam tipe perluasan kota yang meloncat (leap frog
development). Hal ini dibuktikan dengan keberadaan perumahan-perumahan yang
pembangunannya berada di tengah areal persawahan.Terdapat 10 perumahan yang
ada di Kecamatan Banyuurip. 10 perumahan tersebut meliputi: Perum Doplang,
Perum Medika Regency, Perum Kledungkradenan, Perum Kledungkradenan Blok
Tluwah, Perum Pagak Indah, Perum Banyuurip Asri, Perum Griya Boro Mukti
Permai, Perum PEPABRI, Perum Graha Sakinah Pogung Asri, dan Perum Pakisrejo.
Untuk mengetahui perkembangan permukiman di Kecamatan Banyuurip dari
tahun 2004-2014, dibutuhkan data luas lahan permukiman daerah penelitian tahun
5
2004 dan 2014.Data tersebut diperoleh dari interpretasi citra IKONOS, peta dan
perhitungan menggunakan aplikasi ArcView. Pada tahun 2004, lahan permukiman di
Kecamatana Banyuurip seluas 129.0499 Ha sedangkan pada tahun 2014, luas lahan
tersebut meningkat sebesar 1,293% menjadi 187, 3633 Ha. Penggunaan lahan
permukiman tahun 2004 dapat dilihat pada Peta 2 di bawah ini:
Peta 2. Peta Permukiman Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo Tahun
2004
Untuk penggunaan lahan permukiman di Kecamatan Banyuurip Tahun 2014
dapat dilihat pada Peta 3 berikut ini:
6
Peta 3. Peta Permukiman Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo Tahun
2014
Pertambahan luas lahan tersebut diakibatkan oleh pembangunan rumah
secara tunggal / perorangan serta maraknya pembangunan perumahan di beberapa
desa/kelurahan seperti Perumahan Banyuurip Asri, Perumahan Medika Regency,
Perumahan Graha Sakinah Pogung Asri, Perumahan Pagak Indah dan Perumahan
Pakisrejo yang pada tahun 2004 belum terbangun namun di tahun 2014 sudah
terbangun. Untuk mengetahui perbandingan luas lahan permukiman tahun 2004 dan
2014 dapat di lihat pada diagram di bawah ini:
7
Perbandingan Luas Penggunaan
Lahan Permukiman Kec. Banyuurip
200
180
160
140
Ha
120
Tahun 2004
100
Tahun 2014
80
60
40
20
0
Gambar 1. Diagram Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Permukiman Kecamatan
Banyuurip Tahun 2004-2014
Dengan demikian, perubahan lahan pertanian menjadi lahan permukiman
dapat dilihat pada Peta 4 berikut ini:
8
Peta 4. Peta Perubahan Permukiman Kecamatan Banyuurip Kabupaten
Purworejo Tahun 2004-2014
Untuk mengetahui terjadinya transformasi sosial yang diakibatkan oleh
adanya transformasi spasial caranya adalah dengan mengamati 6 variabel yang terdiri
dari: kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, prosentase penduduk non petani,
prosentase luas lahan terbangun, ketersediaan fasilitas sosial ekonomi, dan
modernisasi dalam bidang komunikasi yang dikerucutkan pada perkembangan
caramengundang warga setempat ketika memiliki hajat.Jika keenam variabel tersebut
mengalami peningkatan dan kemajuan, maka dapat dikatakan bahwa di Kecamatan
Banyuurip telah terjadi transformasi sosial yang arahnya menuju sifat-sifat kekotaan.
Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil perhitungan yang telah dilakukan
sebelumnya, dapat diketahui bahwa terdapat 9 desa / kelurahan yang mengalami
peningkatan pertumbuhan dan kepadatan penduduk. 9 desa / kelurahan tersebut terdiri
dari Desa Bencorejo, Kelurahan Borowetan, Desa Tegalrejo, Desa Kertosono, Desa
Sumbersari, Desa Candingasinan, Desa Candisari, Desa Condongsari, dan Kelurahan
9
Kledungkradenan. Secara umum, jumlah penduduk non petani pada tahun 2013
menurun sebesar 8,84 % namun secara lebih rinci, semua mata pencaharian non
petani kecuali mata pencaharian yang masuk dalam kategori lainnya, mengalami
peningkatan. Pada tahun 2004, luas lahan terbangun sebesar 416.898 Ha kemudian
pada tahun 2013 meningkat sebesar 0.542 % menjadi 441.346 Ha. Fasilitas sosial
ekonomi yang ada di kecamatan ini, yang terdiri dari sarana ekonomi, pendidikan,
kesehatan, keagamaan, dan komunikasi semakin bertambah dan semakin lengkap.
Ketersediaan / peningkatan kelengkapan fasilitas sosial ekonomi di Kecamatan
Banyuurip dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Ketersediaan Fasilitas Sosial Ekonomi di Kecamatan Banyuurip
Tahun 2004 dan Tahun 2013
Tahun
2004
2013
Sarana Ekonomi
Pasar Umum
9
7
Toko
33
63
Kios/ warung
474
556
Bank
2
3
Sarana Pendidikan
TK Swasta
27
27
SD Negeri
34
30
SD Swasta
0
1
SMP Negeri
4
4
SMP Swasta
0
1
SMA/SMK Negeri
3
3
SMA/SMK Swasta
3
3
Perguruan Tinggi
0
1
Sarana Kesehatan
Rumah sakit
0
1
Puskesmas
1
2
Puskesmas Pembantu
5
6
Pos KB
4
27
Dokter Praktik
7
9
Fasilitas Sosial
Ekonomi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
10
Keterangan
(-) 2
(+) 30
(+) 82
(+) 1
Tetap
(-) 4
(+) 1
Tetap
(+) 1
Tetap
Tetap
(+) 1
(+) 1
(+) 1
(+) 1
(+) 23
(+) 2
Tabel 2.LanjutanKetersediaan Fasilitas Sosial Ekonomi di Kecamatan
Banyuurip Tahun 2004 dan Tahun 2013
No
Tahun
2004
2013
Fasilitas Sosial
Ekonomi
Keterangan
Sarana Keagamaan
18 Masjid
58
66
(+) 8
19 Langgar / Mushola
108
125
(+) 17
20 Gereja
8
10
(+) 2
Sarana Komunikasi
21 Kantor Pos
1
1
Tetap
22 Radio
2148
2185
(+) 37
23 Televisi
6891
6996
(+) 105
24 Telepon
293
308
(+) 15
Sumber: Kecamatan Banyuurip Dalam Angka Tahun 2004 dan 2013
Untuk kehidupan sosial masyarakatnya, Kecamatan Banyuurip mengalami
modernisasi di bidang komunikasi.Hal ini ditandai dengan berubahnya tradisi
masyarakat ketika mereka memiliki hajat. Seiring berjalannya waktu, masyarakat
memilih cara yang lebih praktis dan modern untuk mengundang warga yaitu dengan
menggunakan kartu undangan atau sekotak roti bahkan untuk mengundang sanak
saudara yang jauh, cukup mengundang dengan telepon genggam.
Penelitian ini merupakan salah satu contoh studi kasus yang dapat digunakan
sebagai suplemen bahan ajar dalam mata pelajaran geografi khususnya pada kelas XII
KD 3.3 Menganalisis Pola Persebaran dan Interaksi Spasial Antara Desa dan Kota
untuk Pengembangan Ekonomi Daerah. Pada KD tersebut terdapat salah satu materi
pokok yaitu interaksi desa dengan kota dalam pembangunan daerah. Adapun
penelitian ini mengangkat topik mengenai urban sprawl di daerah pinggiran kota.
Seperti yang kita ketahui bahwa urban sprawlmerupakan proses perembetan fisik
kekotaan ke daerah luar kota. Berdasarkan tema tersebut dapat diketahui bahwa
urban sprawl merupakan salah satu bukti nyata adanya interaksi antara desa dengan
kota.
11
KESIMPULAN
1. Tipe perluasan kota yang terjadi di Kecamatan Banyuurip adalah leap frog
development atau meloncat.
2. Perkembangan permukiman tahun 2004-2014 meningkat sebesar 1.293% atau
dengan kata lain, peningkatan ini masih tergolong peningkatan yang kecil.
3. Terjadi transformasi sosial di Kecamatan Banyuurip yang ditandai dengan
meningkatnya kepadatan dan pertumbuhan penduduk di 9 desa / kelurahan,
meningkatnya luas lahan terbangun, semakin lengkapnya fasilitas sosial ekonomi,
dan terjadi modernisasi di bidang komunikasi.
4.Manfaat penelitian ini bagi mata pelajaran geografi kelas XII adalah sebagai
suplemen bahan ajar KD. 3.3 yaitu Menganalisis Pola Persebaran dan Interaksi
Spasial Antara Desa dan Kota untuk Pengembangan Ekonomi Daerah
DAFTAR PUSTAKA
Firdianti, Sri. (2010). Perkembangan Permukiman Penduduk di Kecamatan
Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 1997-2007.Skripsi. Surakarta: FKIP
Universitas Sebelas Maret
Giyarsih, Sri Rum. (2010). Pola Spasial Transformasi Wilayah di Koridor
Yogyakarta-Surakarta.
Diperoleh
19
Februari
2014
dari
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/1168/FG24-1-3-Sri%20Rum%20Giyarsih.pdf?sequence=1
Lubis, FL. (2011). Interaksi Desa Kota Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
di
Kabupaten
Deli
Serdang
(Studi
Kasus
di
Desa
Perbatasan).Tesis.Medan: Universitas Sumatera Utara
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun
2013 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Saravanan.P & Ilangovan.P. (2010).Identification of Urban Sprawl Pattern for
Madurai Region Using GIS.Journal. Tamil Nadu: Madurai Kamaraj
12
University (Diperoleh dari http://ipublishing.co.in/jggsvol1no12010/
EIJGGS1014.pdf pada tanggal 6 November 2014)
Simarmata, Jayadin. (2010). Kajian Proses Pemekaran Fisik Kota di Pinggiran Kota
Pematangsiantar (Studi Kasus Koridor Jalan Melanthon Siregar).Tesis.
Medan: Universitas Sumatera Utara
Yunus, Hadi Sabari. (2000). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
13