Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Oleh Peserta Jamkesmas di Puskesmas Medan Helvetia Tahun 2013

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja

2.1.1. Pengertian Kinerja

Hariandja (2002) kinerja adalah hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan peranannya dalam organisasi.

Ilyas (2001) menyatakanKinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.

Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich: 1996).

Kinerja adalah suatu perbuatan, prestasi, dan suatu pameran umum keterampilan, serta pelakasanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang. Kinerja menetapkan standard-standard tertinggi seseorang, standard yang melampaui apa yang diminta atau apa yang diharapkan orang lain pada dirinya (John Whitmore, 1997).

Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang


(2)

melakukan pekerjaan tersebut, apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi ( Wibowo, 2013).

Menurut Veithzal Rivai (2011) kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak menlanggar hokum, dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.

Pada dasarnya kinerja menekankan pada apa yang dihasilkan (output) dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan. Kinerja merupakan proses mengolah input menjadi output (Moeheriono, 2012).

Menurut Moeherino (2012) kinerja mengandung dua komponen, yaitu : 1. Kompetensi, yaitu individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk

mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.

2. Produktivitas kompetensi, yaitu tindakan atau kegiatan- kegiatan yang tepat untuk mencapai outcome.

Robbins (2006), Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = ƒ (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan.


(3)

Kemampuan, motivasi, dan kesempatan adalah faktor yang menentukan kinerja. Kesempatan kinerja adalah tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang menghambat karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat. Jadi sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

2.1.2.Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan bekerja dalam suatu lingkungan. Sebagai individu setiap orang mempunyai ciri dan karakteristik yang bersifat fisik maupun non fisik. Dan manusia yang berada dalam lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerjanya.

Menurut Gibson (1996), ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang secara tidak langsung memengaruhi kinerja individu.


(4)

Variabel individu dikelompokkan atas sub variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis.

2. Variabel psikologis

Variabel psikologis dikelompokkan atas sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel persepsi, sikap, dan kepribadian ini merupakan hal yang kompleks dan sulit untuk diukur.

3. Variabel Organisasi

Variabel organisasi dikelompokkan atas sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

Gambar 2.1 variabel yang memengaruhi perilaku

Variabel individu : • Kemampuan

dan

keterampilan • Latar

belakang • Demografis

Variabel psikologis :

• Persepsi • Sikap • Kepribadian • Belajar • Motivasi Perilaku individu (apa

yang dikerjakan)

Variabel organisasi

:

• Sumber daya • Kepemimpinan • Imbalan

• Struktur

• Desain pekerjaan Prestasi kerja


(5)

a. Variabel Individu

Variabel individu pada gambar 2.1 digolongkan atas kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan demografis.

a. Kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir atau yang dipelajari seseorang dari proses belajar yang memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya.

b. Keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan seseorang pada waktu yang tepat.

Kemampuan dan keterampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan prestasi individu.

b. Variabel Psikologis

Variabel psikologis pada gambar 2.1 digolongkan atas persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi.

a. Persepsi adalah proses kogintif yang dipergunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya. Menurut W.R. Nord dalam Gibson (1996) Setiap orang bisa memberi arti kepada stimulus, maka individu yang berbeda akan melihat hal yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh likert menunjukkan bahwa para manajer dan bawahannya sering mempunyai persepsi yang berbeda


(6)

tentang perilaku atasan dalam memberikan pengakuan dan penghargaan kepada bawahannya.

b. Sikap adalah kesiap-siagaan mental yang dipelajari melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap obyek disekitarnya.

c. Kepribadian adalah pola perilaku dan proses mental yang unik yang mencirikan seseorang.

d. Motivasi adalah dorongan dan kekuatan yang menimbulkan perilaku individu.

c. Variabel Organisasi

Variabel organisasi pada gambar 2.1 digolongkan atas sumber daya, kepemimpinan, imbalan, sturktur, dan desain pekerjan.

a. Sumber daya adalah manusia, sarana dan prasarana, peralatan, dan anggaran yang dimiliki oleh organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

b. Kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan pengaruh kekuasaan untuk memotivasi dan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.

c. Imbalan adalah balas jasa yang diberikan organisasi kepada pegawainya karena pegawainya telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan orgnisasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Imabalan


(7)

dapat berupa gaji, tunjangan, fasilitas, dan sebagainya yang dapat dinilai dengan uang.

d. Struktur adalah pola formal kegiatan dan hubungan diantara sub-unit dalam organisais. Struktur adalah tentang bagaimana orang dan pekerjaan dikelompokkan.

e. Desain pekerjaan mengacu pada proses yang digunakan para manajer merinci isi, metode, dan hubungan setiap pekerjaan untuk memenuhi tuntutan organisasi.

Menurut Mathis dan Jackson (2007) dalam Rivai (2011) ada beberapa faktor yang memengaruhi kinerja karyawan, antara lain : (1) kemampuan individu, (2) motivasi, (3) dukungan yang diterima, (4) keberadaan pekerjaan yang dilakukan, (5) hubungan individu dengan organisasi. Sedangkan menurut Mangkunegara (2000), faktor yang memengaruhi kinerja yaitu :

1. Faktor kemampuan secara psikologis

Kemampuan individu terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan sesuai keahliannya.

2. Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap seorang staf dalam menghadapi situasi kerja. Motiasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri staf agar terarah untuk mencapai tujuan kerja


(8)

2.1.3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manajemen atau penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja dengan uraian atau deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu (Sastrohadiwiryo, 2003).

Dalam mengembangkan organisasi, penilaian kerja menjadi suatu hal yang penting. Melalui penilaian kita dapat mengetahui apakah suatu pekerjaan sudah sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumnya. Dengan melakukan penilaian, seorang pimpinan akan menggunakan uraian pekerjaan yang telah disusun tersebut sebagai tolok ukur. Bila pelaksanaan sudah sesuai atau melebihi uraian pekerjan, berarti pekerjaan itu berhasil dilaksanakan dengan baik. Namun sebaliknya, jika pelaksanaan dibawah uraian pekerjaan, maka pelaksanaan pekerjaan tersebut dinilai masih kurang.

Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada dasarnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor sebagai berikut:

1. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan memiliki prilaku yang ditentukan oleh sistem pekerjaan.


(9)

2. Ukuran, yaitu untuk mengukur prestasi kerja seorang petugas dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personal tersebut.

3. Pengembangan, yaitu penilaian yang bertujuan untuk memotivasi personil mengatasi kekurangannya dan mendorong individu untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.

Ruky (2001) menjelaskan sistem penilaian kinerja melalui pendekatan “input-process-output.

1. Input ( person oriented performance management ) adalah apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang karyawan untuk dapat melaksanakan kerjanya dengan berhasil. Pendekatan input lebih menekankan pada penilaian ciri-ciri kepribadian karyawan, seperti : disiplin, kejujuran, pengetahuan, kemampuan, inisiatif, kreativitas, komitmen, dll.

2. Process ( process oriented performance management) merupakan metode menilai prestasi karyawan dengan cara menilai sikap dan perilaku karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pada metode ini penilaian tidak menekankan pada ciri-ciri kepribadian, tetapi pada baik buruknya pelaksanaan tugas oleh seorang karyawan.

3. Output (result oriented performance management) merupakan metode yang memfokuskan pada hasil yang diperoleh atau dicapai oleh karyawan.


(10)

Soedjono (2005) menyebutkan ada enam kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai secara individu yakni :

1. Kualitas hasil pekerjaan yang dikerjakan individu .

2. Kuantitas pekerjaan yang merupakan jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat diselesaikan individu.

3. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.

4. Efektivitas pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian. 5. Kemandirian dalam melaksanakan pekerjaan/

6. Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan organisasinya dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya.

Skema Penilaian Kinerja Menurut Mangkuprawira (2004) sebagai berikut :

Kinerja Karyawan

Keputusan SDM

Standard Kinerja Ukuran Kinerja

Penilaian Kinerja Umpan Balik

Karyawan

Catatan Karyawan


(11)

Penilaian kinerja erat kaitannya dengan pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja dalam Reference Guide yang dikutip dari Moeheriono (2012) merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan, sekaligus sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi. Selanjutnya untuk mengukur kinerja harus didasarkan pada indikator kinerja. Indikator kinerrja adalah ukuran kuantitatif dan/ atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan organisasi ( Moeheriono, 2012).

Adapun Jenis-jenis indikator terbagi atas :

1. Tolok ukur jangka pendek, terdiri dari input, output,outcome.

a. Indikator input mencakup identifikasi jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk menyediakan barang dan jasa, seperti jumlah dana yang dibutuhkan, tenaga, material, peralatan, dan perlengkapan

b. Indikator output menggambarkan jumlah barang atau jasa dan/ atau pelayanan yang akan disediakan

c. Indikator outcome menggambarkan tingkat pencapaian hasil atau keluaran dari indikator output.

2. Tolok ukur jangka panjang, terdiri dari manfaat dan dampak.

a. Indikator manfaat menggambarkan . yang diperoleh dari indikator outcome.


(12)

b. Indikator dampak memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan.

2.1.4. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian tentang kinerja individu semakin penitng ketika organisasi akan melakukan reposisi karyawan dan pengembangan organisasi. Hal ini berarti organisasi harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kinerja. Hasil penilaian kinerja akan bermanfaat untuk membuat program pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal yang nantinya akan berdampak pada optimalisasi pengembangan organisasi. Adapun, tujuan penilaian kinerja adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja individu (Rivai, 2011).

Tujuan dan manfaat penilaian kinerja menurut Hariandja (2002) sebagai berikut :

1. Perbaikan unjuk kerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui feedback yang diberikan oleh organisasi.

2. Penyesuaian gaji dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi pegawai secara layak sehingga dapat memotivasi mereka.

3. Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya.


(13)

4. Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan diketahui kelemahan-kelemahan dari pegawai sehingga dapat dilakukan program-program pelatihan dan pengembangan yang efektif.

5. Perencanaan karier, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan karier bagi pegawai dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi.

6. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu unjuk kerja yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga dapat dilakukan perbaikan.

7. Dapat mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu kekurangan kinerja akan menunjukkan adanya kekurangan dalam perancangan jabatan.

8. Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada pegawai, yaitu dengan dilakukannya penilaian yang obyektif berarti meningkatkan perlakuan yang adil bagi pegawai.

9. Dapat membantu pegawai mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu dengan penilaian unjuk kerja atasan akan mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya unjuk kerja yang jelek, sehingga atasan dapat membantu menyelesaikannya.

10. Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu dengan diketahuinya unjuk kerja pegawai secara keseluruhan, ini akan menjadi


(14)

informasi sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan dengan baik atau tidak.

2.2. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2.2.1.Sejarah BKKBN

1. Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dibentuk dengan tugas mencakup dua hal, yakni melembagakan KB dan mengelola segala jenis bantuan untuk KB. Setahun LKBN berdiri, proses pengenalan KB kepada masyarakat berlangsung memuaskan dan tidak menghadapi tantangan yang berarti, sehingga pemerintah memutuskan mengambil alih menjadi program pemerintah dan menetapkan program KB nasional merupakan bagian integral dari program pembangunan nasional dan masuk dalam program pembangunan lima tahunan.

2. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 1970 didirikan untuk melaksanakan dan mengelola program KB nasional dimaksud, pemerintah membentuk BKKBN dengan pertimbangan bahwa program perlu ditingkatkan dengan cara lebih memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber yang tersedia. Pelaksanaan program perlu mengikutsertakan seluruh masyarakat dan pemerintah secara maksimal serta diselenggarakan secara teratur, terencana dan terarah demi terwujudnya tujuan dan sasaran yang telah


(15)

ditetapkan. Dalam melaksanakan tugasnya, BKKBN bertanggung jawab kepada presiden, yang sehari-hari didampingi oleh Musyawarah Pertimbangan KB Nasional.Berdasarkan Keppres Nomor 8 Tahun 1970, wilayah program meliputi enam provinsi di Jawa Bali yakni : DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali.

3. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1972 menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung di bawah presiden dengan fungsi membantu presiden dalam menetapkan kebijaksanaan pemerintah di bidang program KB nasional dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional.Penanggung jawab umum penyelenggaraan program KB nasional berada di tangan presiden, sedangkan Ketua BKKBN bertanggung jawab langsung kepada presiden. Dalam Keppres ini, wilayah program diperluas dengan sepuluh provinsi di luar Jawa Bali I yakni : DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat. Disamping itu, Keppres ini menyatakan bahwa Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II adalah Penanggung Jawab Umum penyelenggaraan program KB nasional di daerahnya masing-masing.

4. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 38 Tahun 1978 dengan tugas utama untuk dapat melaksanakan pokok-pokok kebijaksanaan program KB nasional dan program kependudukan seperti tercantum dalam GBHN


(16)

1978 maka perlu penyesuaian dan peningkatan organisasi BKKBN dan wilayah program KB diperluas lagi ke sebelas provinsi lainnya di Luar Jawa Bali II, yakni : Riau, Jambi, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, Irian Jaya, Timor Timur.

5. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 64 Tahun 1983 dengan melihat pada GBHN 1983 dirumuskan bahwa program KB nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera, dengan cara mengendalikan kelahiran untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk Indonesia. Untuk itu dilakukan penyempurnaan organisasi BKKBN yang dilandasi pertimbangan bahwa penyelenggaraan program KB nasional sebagai bagian integral pembangunan nasional oleh karenanya perlu ditingkatkan dengan jalan lebih memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber daya yang tersedia dan untuk lebih menjamin tingkat kesejahteraan rakyat yang memadai, dengan mempercepat penurunan kelahiran.

6. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 109 Tahun 1993 dilandaskan pada pertimbangan bahwa untuk mempercepat terwujudnya keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera perlu lebih meningkatkan peran serta semua pihak, pemerintah dan masyarakat secara terkoordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan gerakan KB nasional dan pembangunan keluarga sejahtera.


(17)

7. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 20 Tahun 2000 penyempurnaan kembali organisasi BKKBN dilandaskan pada pertimbangan bahwa program KB harus seiring dengan perkembangan program KB, pembangunan nasional, era reformasi dan globalisasi. Dasar Pertimbangan keluarnya Keppres ini adalah untuk mempercepat terwujudnya keluarga berkualitas, maju, mandiri dan sejahtera, dipandang perlu untuk meningkatkan peran serta semua pihak secara terkoordinasi, terintegrasi dan tersinkronisasi dalam program KB nasional dan pembangunan KS serta pemberdayaan perempuan. Status BKKBN dalam Keppres ini merupakan lembaga pemerintah non departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden dan dipimpin oleh seorang kepala yang dijabat oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.

8. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 166 Tahun 2000 dengan mempertimbangkan tuntutan reformasi dalam bidang pemerintahan, dikeluarkan Keppres RI Nomor 166 Tahun 2000 yang diperbaharui dengan Keppres RI Nomor 178 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Lembaga Pemerintah Non Departemen yang di dalamnya termasuk BKKBN. Dalam Keppres ini BKKBN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang KB dan KS sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.BKKBN sebagai lembaga pemerintah non departemen berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada


(18)

presiden, dan dipimpin oleh seorang kepala yang dijabat dan dikoordinasikan oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.

9. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001 yang diikuti dengan Keputusan Presiden RI Nomor 110 Tahun 2001. Dalam Keppres ini dikukuhkan kembali bahwa BKKBN tetap mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BKKBN sebagai lembaga non departemen dipimpin oleh seorang kepala dan berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui koordinasi Menteri Kesehatan RI. Berdasarkan Keppres ini, sebagian kewenangan BKKBN diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Demikian pula kelembagaan BKKBN kabupaten/kota telah diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota per-Januari 2004. Dengan diserahkannya kelembagaan ini, maka lembaga yang menangani program KB di kabupaten/kota bentuknya bervariasi, ada yang berbentuk dinas/badan yang demerger dengan instansi lain, ada yang berbentuk kantor KB.

10. Terbitnya UU Nomor 52 tahun 2009 yang diikuti dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2010 mengubah nomeklatur BKKBN dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.


(19)

2.2.2. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) provinsi sumatera utara adalah perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala BKKBN pusat. Dalam melaksanakan kegiatannya, Perwakilan BkkbN Provinsi Sumatera Utara melayani 33 Kabupaten/Kota yang terdapat di provinsi Sumatera Utara.

BKKBN Provinsi Sumatera Utara mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang Kependudukan Keluarga Berencana di wilayah Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud, BKKBN Provinsi Sumatera Utara mempunyai fungsi:

1. Perumusan kebijakan teknis Kependudukan dan Keluarga Berencana;

2. Fasilitasi Kependudukan dan Keluarga Berencana;

3. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan Kependudukan dan Keluarga Berencana;

4. Penyuluhan, sosialisasi dan internalisasi norma keluarga berencana dan keluarga sejahtera;


(20)

5. Pengumpulan, pengolahan , penyajian data dan informasi permasalahan dan potensi Kependudukan dan Keluarga Berencana;

6. Penyelenggaraan kebijakan bina sosial dan bina fisik pemberdayaan masyarakat kelurahan;

7. Fasilitasi, pembinaan dan pengembangan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna;


(21)

2.2.3. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Medan

Badan pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana (BPPKB) merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah, yang dipimpin oleh kepala badan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui sekretaris daerah. Badan mepunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebiijakan urusan pemerintahan daerah dibidang pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan keluarga berencana.

Dalam melaksanakan tugas, badan menyelenggarakan fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan keluarga berencana.

b. Pemberian dukungan atas penyelanggaraan pemerintah daerah dibidang pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan keluarga berencana.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan keluarga berencana.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.


(22)

Badan pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana kota medan dibentuk pada tahun 2004 sebagai tindak lanjut pelaksanaan otonomi daerah, dimana Pemerintah daerah mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam urusan kependudukan dan keluarga berencana. BPPKB menjalankan tugas pokok dan fungsinya diatur oleh peraturan walikota Medan, namun dalam pelaksanannya masih dibawah naungan BKKBN provinsi.


(23)

2.2.4. Koordinasi Kerja BKKBN Provinsi Sumatera Utara dengan BPPKB Kota Medan

2.2.4.1 Perencanaan Kebutuhan Alat/Obat Kontrasepsi

Perencanaan kebutuhan alat/obat kontrasepsi telah tertuang di dalam Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan Kebutuhan Alat/Obat Kontrasepsi dan Nonkontrasepsi Program KB Nasional (BKKBN, 2008). Perencanaan kebutuhan alat/obat kontrasepsi setiap tahun dilaksanakan dengan cara perhitungan yang didasarkan pada data sasaran kesertaan ber‐KB meliputi permintaan partisipasi masyarakat (PPM) baik peserta KB baru maupun peserta KB aktif menggunakan rumusanrumusan tertentu serta data stock kontrasepsi di gudang pada bulan terakhir. Tugas masingmasing pihak yang terlibat perencanaan kebutuhan alokon, meliputi:

a. BKKBN Pusat

1. Kepala bagian perencanaan kebutuhan melakukan koordinasi dengan komponen dan bagian terkait untuk memperoleh data dan informasi mengenai angka PPM PA dan PPM PB tahun depan, data stock kontrasepsi di gudang bulan terakhir.

2. Kepala bagian perencanaan kebutuhan dan bagian terkait menyusun perkiraan kebutuhan kontrasepsi tahun depan dengann berbagai alternatif dan analisa kecukupan kontrasepsi saat ini dan yang akan datang.

3. Kepala bagian perencanaan dan kebutuhan mengajukan kepada kepala biro perlengkapan dan perbekalan beberapa alternatif prakiraan kebutuhan kontrasepsi tahun depan.


(24)

4. Kepalan bagian perencanaan kebutuhan mengajukan kepada kepala biro perlengkapan dan perbekalan, hasil analisa kecukupan kontrasepsi saat ini dan yang akan datang.

b. BKKBN provinsi

1. Sekretaris BKKBN provinsi bersama staf yang kompeten menyusun perencanaan kebutuhan kontrasepsi.

2. Sekretaris BKKBN provinsi bersama staf melakukan analisis kondisi stock kontrasepsi di wilayahnya.

3. Sekretaris BKKBN provinsi mengajukan hasil analisis dan rencana kebutuhan kontrasepsi kepada Kepala BKKBN Provinsi.

c. Satuan Kerja Perangkat Daerah/SKPD KB Kabupaten/Kota

1. Kepala bagian tata usaha SKPD/Organisasi Perangkat Daerah (OPD) KB bersama staf melakukan analisa kebutuhan kontrasepsi di wilayahnya.

2. Kepala bagian tata usaha SKPD/OPD KB bersama staf melakukan koordinasi untuk memperoleh angka stock alokon bulanan.

3. Kepala bagian tata usaha SKPD/OPD KB bersama staf menyusun rencana kebutuhan kontrasepsi di wilayahnya serta mengajukan kepada kepala SKPD KB di wilayahnya selanjutnya kepala SKPD KB kabupaten/kota mengirinkan usulan kebutuhan kontrasepsi kepada BKKBN provinsi yang bersangkutan.


(25)

Dalam merencanakan kebutuhan alokon, perlu mempertimbangkan 6 tepat sesuai prinsip manajemen logistik agar kebutuhan barang yang direncakan dapat semaksimal mungkin memenuhi permintaan sasaran. Keenam prinsip tersebut meliputi:

a. Tepat Kuantitas: perencanaan kebutuhan didasarkan pada jumlah yang tepat sesuai dengan permintaan klien yang menjadi sasaran program.

b. Tepat Jenis: perencanaan kebutuhan didasarkan pada jenis barang yang tepat sesuai dengan permintaan klien yang menjadi sasaran program.

c. Tepat Tempat: Perencanaan kebutuhan alokon didasarkan pada permintaan yang

tepat tempat sesuai dengan permintaan klien yang menjadi sasaran program di tempatnya sehingga alokon dapat bermanfaat.

d. Tepat waktu: Perencanaan kebutuhan alokon didasarkan pada permintaan yang tepat waktu artinya barang dapat disalurkan tepat pada waktu klien yang menjadi klien sasaran program membutuhkannya.

e. Tepat Kondisi: Perencanaan kebutuhan alokon didasarkan pada permintaan yang tepat kondisi sesuai dengan kondisi di tempat klien yang menjadi sasaran program.

f. Tepat biaya: Perencanaan kebutuhan alokon didasarkan pada penggunaan biaya yang tepat dan efisien.


(26)

2.2.4.2. Alur Distribusi Alat dan Obat Kontrasepsi

Mekanisme penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran alokon telah diatur di dalam Petunjuk Teknis Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyaluran Kontrasepsi Program KB Nasional di Kabupaten/Kota (BKKBN, 2009). Secara rinci, alur distribusi alokon dari BKKBN pusat sampai ke akseptor KB dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan gambar:

BKKBN Pusat

BKKBN Provinsi

SKPD KB Kab/kota

KKB Puskesmas • PPM PA

Pra S+KS 1

• PPM PB Pra S+KS1

• R/I/KS

• Stock Alokon

DBS KKB swt/org Profesi

RS/ LSM PKBRS

Pustu Polindes PPKBDP

Aks. Baru dan ulang

Aks. Baru dan ulang

Aks. ulang

Permintaan

Dropping


(27)

a. BKKBN pusat melaksanakan pengadaaan alokon kemudian mendistribusikannya ke BKKBN provinsi. Pengadaan alokon didasarkan pada besarnya perkiran permintaan masyarakat dan ketersediaan stock alokon;

b. BKKBN provinsi melanjutkan distribusi alokon ke setiap kabupaten/kota. Di era otonomi, kewenangan BKKBN berhenti sampai dengan distribusi alokon ke kabupaten/kota;

c. Kabupaten/kota menyalurkan kontrasepsi ke puskesmas di wilayah masing‐masing menggunakan pengangkutan ekspedisi;

d. Kabupaten/kota dapat pula menyalurkan alokon ke klinik, LSM/organisasi profesi, RS swasta, Bidan Praktek Swasta /BPS, Dokter Praktek Swasta/DPS khusus untuk IUD dan kondom, sedangkan kontrasepsi lainnya dapat diberikan apabila pelayanan ditujukan bagi KPS dan KS‐I;

e. Puskesmas menyalurkan ke puskesmas pembantu, puskesmas desa/polindes, dan Pos Pembina KB Desa (PPKBD). Untuk puskesmas pembantu dan polindes diberikan alokon IUD, suntik, implant, pil, dan kondom yang diberikan kepada akseptor KB baru dan aktif/ulang dari KPS dan KSI, sementara untuk PPKBD hanya diberikan alokon jenis pil dan kondom untuk peserta KB aktif dari KPS dan KS‐I;

f. Untuk distribusi alokon dari swasta, kabupaten/kota hanya mendistribusikan alokon ke RS, RS swasta, LSM, KB swasta, organisasi profesi, dan dokter/bidan


(28)

2.2.4.3. Alur Pencatatan dan Pelaporan Pendataan Keluarga

Bentuk koordinasi antara BKKBN provinsi dan BPPKB Kota Medan ditunjukkan dalam bagan berikut :

Keterangan Gambar :

Petugas lapangan KB adalah pegawai negeri sipil yang diberikan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi, dan pengembangan keluarga berencana nasional di lini lapangan. PLKB merupakan kelompok jabatan fungsional BPPKB Kota Medan. Tugas PLKB adalah melakukan penggerakkan kegiatan, pengelolaan dan


(29)

pelaksanaan, serta pengumpulan data basis melalui pendataan keluarga. Untuk melaksanakan tugas tersebut, PLKB dibantu oleh kader KB yaitu : PPKBD dan sub PPKBD. Hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh PPKBD dan sub PPKBD dicatat dalam R/1/PUS/10 kemudian disampaikan kepada PLKB. kemudian PLKB membuat laporan hasil kegiatan dan pencatatan data dari klinik KB selama satu bulan ke dalam C/1/Des-Dal/10 dan F/1/Dal/10. Laporan tersebut kemudian diserahkan kepada Pengawas petugas lapangan KB (PPLKB) di kecamatan.

PPLKB membuat laporan Rek.Kec.F/I/Dal/10 sesuai data yang dibuat oleh PLKB dari setiap kelurahan yang ada diwilayahnya dan diirimkan ke SKPD KB kab/kota (BPPKB). Kemudian BPPKB membuat laporan bulanan pengendalian lapangan tingkat kab/kota (Rek.Kab.F/I/Dal/10) sesuai data yang diperoeh dari seluruh kecamatan Kota Medan dan dikirimkan ke BKKBN Provinsi. BKKBN Provinsi membuat laporan pengendalian lapangan program kependudukan dan KB Nasional Provinsi Sumatera Utara ( Rek.Prov.F/I/Dal/10) yang diterima dari seluruh SKPD KB kab/kota yang ada di provinsi sumatera utara dan dikirimkan ke BKKBN Pusat setiap bulan.

Berbagai bentuk koordinasi kerja telah dilakukan, namun perlu ditingkatkan untuk hal–hal yang bersifat strategis seperti harmonisasi kebijakan sasaran pelayanan KB bagi masyarakat miskin (kriteria miskin), evaluasi bersama, pedoman pelayanan, dan dukungan anggaran. Bentuk dan macam koordinasi kerja perlu didata sebagai informasi sejauhmana upaya penguatan kelembagaan, pengembangan program dan kegiatan serta respon pihak terkait untuk mendukung program KB .


(30)

Dalam pelaksanaan program KB, BPPKB Kota Medan telah berupaya dengan intensif untuk melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, antara lain yaitu petugas lini lapangan, bidan, dokter, puskesmas, klinik, RS, Bappeda, BKKBN provinsi, dinas kesehatan, dan dinas sosial serta pemerintah kota/Kabupaten. Substansi koordinasi mencakup baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan serta evaluasinya. Koordinasi yang paling intensif dilakukan adalah dengan BKKBN provinsi, khususnya untuk pengadaan alokon dan pelaksanaan program KB.

BPPKB Kota Medan juga cukup intensif melakukan konsultasi dengan Pemko Medan terkait penyampaian pelaksanaan program KB. Upaya untuk meningkatkan dukungan pelaksanaan program melalui APBD juga telah cukup intensif dikoordinasikan dengan Bappeda. Tidak kalah pentingnya adalah penyusunan perencanaan program yang melibatkan partisipasi petugas lini lapangan. Di tingkat puskesmas koordinasi kerja yang dilakukan oleh puskesmas antara lain adalah safari KB dengan Muyan. Dilaksanakan melalui kerja sama antara BKKBN Provinsi Sumut dengan BPPKB Kota Medan. Dalam rangka pengumpulan akseptor, puskesmas bekerjasama dengan PLKB atau petugas KB serta dinas sosial.

2.2.4.4. Pengembangan Sumber Daya Manusia

BKKBN Pusat maupun BKKBN provinsi mempunyai peran sangat besar dalam pengembangan SDM di daerah dalam bidang KB. Berbagai perlatihan telah dilaksanakan oleh BKKBN Provinsi Sumut bekerjasama dengan SKPD KB, puskesmas, dan dinas kesehatan. Secara ringkas pelatihan tersebut mencakup sebagai berikut :


(31)

1) Pelatihan untuk petugas lini lapangan • Latihan dasar umum PKB,

• Refreshing bagi PKB, • Latihan KIP Konseling KB.

2) Pelatihan untuk bidang/ tenaga medis • Pelatihan insersi IUD dan implant, • vasektomi tanpa pisau,

• pelatihan contraceptive technology update/CPU, • Pelatihan KIP Konseling KB,

• Pelatihan konseling KB dengan alat bantu peraga,Kesehatan/ABPK, • Pelatihan Teknis Program KB–RS.

3) Pelatihan recording dan reporting/RR

Selain BKKBN, Pemda juga memberikan dukungan dalam pengembangan SDM, sebagaimana dukungannya kepada BPPKB Kota Medan untuk pelatihan komputer.

2.2.4.5. Sarana dan Prasarana Pelayanan KB

Dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah, komitmen daerah terhadap pembangunan kependudukan dan KB menurun. Hal ini antara lain ditandai dengan kurang tersedianya sarana dan prasarana untuk layanan KB. Oleh sebab itu, untuk kembali menggiatkan pembangunan kependudukan dan KB tersebut, sejak tahun 2008 dikeluarkanlah dana alokasi khusus (DAK) KB.


(32)

Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus, yang terkait dengan fisik (sarana dan prasarana layanan KB), dan merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional. Dengan adanya kebijakan DAK KB tersebut, ketidaktersediaan sarana dan prasarana layanan KB didaerah dapat diatasi. Sarana dan prasarana tersebut antara lain adalah Muyan, Mupen, sepeda motor, dan sarana KIE lainnya, seperti alat peraga penyuluhan, BKB Kit, KIE Kit.

2.3. Program KB Nasional

Program KB Nasional adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera menuju keluarga berkualitas (Kepmen No.120/M.PAN/9/2004).

Program KB mempunyai arti yang penting dalam upaya mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Saat ini, program KB Nasional diarahkan untuk mengendalikan angka kelahiran melalui upaya memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB, peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) bagi pasangan usia subur (PUS) tentang kesehatan reproduksi, melindungi peserta KB dari efek samping penggunaan alat KB dan obat kontrasepsi, peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan alat dan obat kontrasepsi, peningkatan pemakaian kontrasepsi yang lebih efektif da efisien untuk jangka panjang.


(33)

Arah program KB dalam jangka panjang adalah terwujudnya penduduk tumbuh seimbang (PTS) dan meningkatnya kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk. Untuk mewujudkan PTS dan meningkatkan kualitas penduduk, diupayakan pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk melalui peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi termasuk keluarga berencana yang bermutu, efektif, merata dam terjangkau, pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta peningkatan ketahanan keluarga menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas.

2.4. Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)

Petugas Lapangan Keluarga Berencana ( PLKB) atau disebut juga dengan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) adalah pegawai negeri sipil yang diberikan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi, dan pengembangan keluarga berencana nasional (Kepmen No.120/M.PAN/9/2004). Sebagai petugas lapangan KB Nasional, PLKB meyelenggarakan fungsi sebagai :

1. Penyuluhan KB, yaitu kegiatan penyampaian informasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku keluarga dan masyarakat untuk mewujudkan keluarga berkualitas.

2. Pelayanan KB, yaitu kegiatan pemberian fasilitasi kepada keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam mewujudkan keluarga kecil yang berkualitas.


(34)

Sasaran utama program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yakni suami istri di mana istri berusia 15-49 tahun karena mempunyai kemungkinan untuk hamil dan memiliki anak. Dengan demikian, PLKB harus mampu memberikan informasi kepada mereka agar menjadi tahu, mau dan mampu merencanakan dan membentuk keluarga kecil sejahtera.

2.4.1. Peran, fungsi, dan tugas PLKB

Petugas Lapangan KB (PLKB) berperan sebagai :

1. Pengelola pelaksanaan kegiatan Program KB Nasional di desa/kelurahan 2. Penggerak partisipasi masyarakat dalam program KB Nasional di

desa/kelurahan

3. Pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam pelaksanaan program KB Nasional di desa/kelurahan,

4. Menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan program KB Nasional di desa/kelurahan

PLKB mempunyai fungsi merencanakan, mengorganisasikan, mengembangkan, melaporkan dan mengevaluasi program KB Nasional dan program pembangunan lainnya di tingkat kecamatan/Kelurahan.

Tugas PLKB:

1. Perencanaan

PKB/PLKB dalam bidang perencanaan bertugas meliputi penguasaan potensi wilayah kerja sejak pengumpulan data, analisa penentuan masalah prioritas,


(35)

penyusunan rencana kerja dan memfasilitasi penyusunan jadwal kegiatan tingkat RT, RW dan Desa/Kelurahan

2. Pengorganisasian

Tugas PLKB dibidang pengorganisasian meliputi memperluas pengetahuan dan wawasan program, rekruitmen kader, mengembangkan kemampuan dan memerankan kader dan mitra kerja lainnya dalam program KB Nasional. Bila di wilayah kerjanya tidak ada kader, PLKB diharapkan dapat membentuk kader, memberikan pelatihan/orientasi untuk meningkatkan pengetahuna dan ketrampilan kader, memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada kader untuk berperan sampai dengan pengembangan kemitraan dan jaringan kerja dengan berbagai instansi yang ada.

3. Pelaksana dan Pengelola Program

Tugas PLKB/PKB sebagai pelaksana dan pengelola melakukan berbagai kegiatan mulai penyiapan IMP dan mitra kerja lainnya dalam melaksanakan program, memfasilitasi peran IMP dan mitra lainnya penyiapan dukungan untuk terselenggaranya program KB Nasional di kecamatan/kelurahan serta Advokasi, KIE/Konseling maupun pemberian pelayanan program KB (KB-KR) dan program KS-PK.

4. Pengembangan

Tugas PLKB/PKB melaksanakan pengembangan kemampuan teknis IMP dan mitra lainnya dalam penyelenggaraan program KB Nasional di desa/kelurahan


(36)

5. Evaluasi dan Pelaporan

Tugas PLKB/PKB dalam evaluasi dan pelaporan progam KB Nasional sesuai dengan sistem pelaporan yang telah ditentukan secara berkala.

Dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugas sehari-hari, PKB mengacu kepada 10 langkah PLKB, yaitu:

1. Pendekatan Tokoh Formal 2. Pendataan dan Pemetaan 3. Pendekatan Tokoh Informal 4. Pembentukan Kesepakatan 5. Penegasan Kesepakatan 6. Penerangan dan Motivasi 7. Pembentukan Grup Pelopor 8. Pelayanan KB

9. Pembinaan

10. Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi

Adapun tugas PLKB adalah:

1. Melakukan konsolidasi dengan semua pihak terkait untuk menyusun rencana pelaksanaan kegiatan program KB Nasional ditingkat lini lapangan.


(37)

2. Mengumpulkan dan mengolah data mengenai aspek-aspek demografis, sosial bidaya, geografis, tingkat peran serta masyarakat dan IMP sebagai bahan analisis dan evaluasi tingkat desa.

3. Melakukan kunjungan/pendekatan kepada tokoh formal/informal dalam rangka pendekatan untuk memperoleh kesepakatan operasional dalam program KB Nasional.

4. Melakukan penggerakan kepada masyarakat dan IMP agar lebih aktif berperan dalam program KB Nasional di wilayah kerjanya.

5. Mengumpulkan data dan informasi masalah serta melakukan pembahasan masalah bersama kader atau poktan dan pihak-pihak terkait dalam pertemuan berkala.

6. Melakukan hubungan kerjasama dengan pihak terkait ditingkat desa untuk memperoleh dukungan dalam kegiatan koordinasi pelaksanaan program KB ditingkat desa.

7. Menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas kerjanya.

8. Menyampaikan laporan kepada Camat dan PPLKB/Koordinator/ dengan tembusannya kepala desa mengenai tugas pekerjaan yang telah diselesaikan.


(38)

2.4.2. Penjenjangan Jabatan PLKB

Jenjang jabatan fungsional PLKB terdiri dari PLKB terampil dan PLKB ahli. PLKB terampil adalah PLKB yang mempunyai latar belakang pendidikan minimal SLTA atau D I. pangkat serendah-rendahya adalah pengatur muda (II/a) ditambah dengan kualifikasi pendidikan (bidang studi) disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jenjang jabatan PLKB terampil dari yang terendah sampai dengan tertinggi adalah (a)PLKB pelaksana Pemula, (b) PLKB Pelaksana, (c) PLKB Pelaksana Lanjutan, (d) PLKB Penyelia.

PLKB ahli adalah PLKB yang berpendidikan minimal sarjana (SI), pangkat/golongan (III/a) dengan kualifikasi pendidikan (bidang studi) sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jenjang jabatan PLKB ahli dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah (a) PLKB Pertama, (b)PLKB Muda, (c)PLKB Madya. 2.4.3. Hubungan Langkah Kerja PLKB Dengan Puskesmas

Keberhasilan program KB salah satunya sangat tergantung oleh berjalannya kegiatan langkah kerja PLKB dan hubungan kerja ditingkat lini lapangan dengan puskesmas. Langkah kerja PLKB sangat erat korelasinya dengan puskesmas dalam menunjang dan meningkatkan program KB nasional. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

Dalam melaksanakan fungsinya, puskesmas berkoordinasi dengan kantor kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat kecamatan.


(39)

Koordinasi tersebut mencakup perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam hal pelaksanaan fungsi penggalian sumber daya masyarakat oleh puskesmas, koordinasi dengan kantor kecamatan mencakup pula kegiatan fasilitasi.

Tanggungjawab puskesmas sebagai unit pelaksana teknis adalah menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk mendapat hasil yang optimal, penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut harus dapat dikoordinasikan dengan berbagai lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan. Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan.

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah :

a. Upaya Promosi Kesehatan b. Upaya Kesehatan Lingkungan


(40)

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d. Upaya Perbaikan Gizi

e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular f. Upaya Pengobatan

Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. azas penyelenggaran puskesmas terdiri dari :

1. Azas pertanggungjawaban wilayah

2. Azas pemberdayaan masyarakat 3. Azas keterpaduan

Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu. Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor puskemas dalam upaya kesehatan ibu dan anak adalah keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB. PLKB berperan dalam mendata PUS, membina, dan merekrut calon akspetor KB. Hal ini membantu puskesmas dalam menyelenggarakan upaya KIA dan KB dan meningkatkan cakupan kesehatan Ibu dan Anak. Puskesmas berfungsi memberikan pelayanan KB kepada PUS yang


(41)

telah didata dan dibina oleh PLKB. ini menunjukkan kerjasama lintas sektoral puskesmas dengan PLKB untuk memberikan pelayanan KB. Di Puskesmas pengusulan permintaan alokon gratis dilaksanakan setiap 3 bulan sekali dan apabila persediaan alokon habis maka dapat diajukan permintaan sewaktu – waktu. Sedangkan laporan dilakukan tiap bulan ke kecamatan dan kemudian diteruskan ke tingkat dua. Namun, di lapangan dinas kesehatan tidak tahu persis pencatatan distribusi alokon di puskesmas karena tidak pernah mendapat tembusan administrasi pendistribusiannya.

Biaya pendistribusian alokon dari SKPD KB ke puskesmas/klinik juga belum mendapat dukungan maksimal dari pemda sehingga terkadang beban biaya ini dibebankan kepada peserta KB sebagai bagian dari biaya administrasi. Kota Medan telah mendapat bantuan biaya pendistribusian alokon dari APBD.

Koordinasi kerja lainnya yang dilakukan oleh puskesmas antara lain adalah safari KB dengan Muyan. Dilaksanakan melalui kerja sama antara BKKBN Provinsi Sumut dengan BPPKB Kota Medan. Dalam rangka pengumpulan akseptor, puskesmas bekerjasama dengan PLKB atau petugas KB serta dinas sosial.

2.5. Kinerja Petugas Lapangan KB (PLKB)

Kinerja PLKB adalah hasil kerja dan tingkat keberhasilan PLKB dalam menjalankan tugas selaku petugas lapangan KB dalam melakukan penyuluhan dan pelayanan KB Nasional. Kinerja PLKB dapat dilihat dari kemampuan kerja PLKB yang tampak dalam situasi dan kondisi kerja sehari-hari.


(42)

Menurut Badan Kepegawaian Negara (2005), kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilihat dari aspek kuantitas kerja, kualitas kerja, ketepatan waktu, penggunaan tenaga sesuai dengan kemampuan, kemandirian, dan komitmen kerja. Dalam konteks penilaian kinerja PLKB dikukur melalui indikator sepuluh langkah kerja PLKB yaitu, pendekatan tokoh formal, pendekatan tokoh informal, pendataan dan pemetaan, pembentukan kesepakatan, pemantapan kesepakatan, Komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) pada masyarakat, pembentukan grup pelopor, pelayanan KB, pembinaan peserta, evaluasi, pencatatatan, dan pelaporan.

Berdasarkan penelitian oleh Joniwar dan Meyzi Heriyanto (2008) ditemukan beberapa gejala mengenai pelaksanaan kinerja PLKB, yaitu : (1) Dalam pelaksanaan kinerja PLKB belum sesuai dengan tugas yang diberikan, karena tidak semua PLKB terampil dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sehingga berdampak terhadap hasil kinerja PLKB. (2) Capaian program tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan, karena tidak semua Petugas Lapangan KB mempunyai kemampuan yang memadai (3) Petugas Lapangan KB masih terlihat setengah hati dalam menjalankan tugasnya, karena masih dipengaruhi oleh sifat-sifat individu yang diminta dahulu baru dikerjakan.

Ice Ratnalela Siregar (2008) juga membuktikan bahwa motivasi kerja PLKB Kota Medan mayoritas termasuk kategori rendah. Hal ini tentu pada akhirya berdampak pada kinerja PLKB Kota Medan


(43)

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

2.7. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh faktor individu (umur, pendiidkan, status perkawinan, kemampuan, dan keterampilan), psikologis (sikap dan motivasi), organisasi (sumber daya, imbalan, dan desain pekerjaan) terhadap

Variabel Individu • Umur • pendidikan

• Status perkawinan • keterampilan

Variabel Psikologis • Sikap

• motivasi

Variabel Organisasi • Sumber daya • Imbalan

• Desain pekerjaan

Kikinerja Petugas Lapangan KB


(1)

2.4.2. Penjenjangan Jabatan PLKB

Jenjang jabatan fungsional PLKB terdiri dari PLKB terampil dan PLKB ahli. PLKB terampil adalah PLKB yang mempunyai latar belakang pendidikan minimal SLTA atau D I. pangkat serendah-rendahya adalah pengatur muda (II/a) ditambah dengan kualifikasi pendidikan (bidang studi) disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jenjang jabatan PLKB terampil dari yang terendah sampai dengan tertinggi adalah (a)PLKB pelaksana Pemula, (b) PLKB Pelaksana, (c) PLKB Pelaksana Lanjutan, (d) PLKB Penyelia.

PLKB ahli adalah PLKB yang berpendidikan minimal sarjana (SI), pangkat/golongan (III/a) dengan kualifikasi pendidikan (bidang studi) sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jenjang jabatan PLKB ahli dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah (a) PLKB Pertama, (b)PLKB Muda, (c)PLKB Madya.

2.4.3. Hubungan Langkah Kerja PLKB Dengan Puskesmas

Keberhasilan program KB salah satunya sangat tergantung oleh berjalannya kegiatan langkah kerja PLKB dan hubungan kerja ditingkat lini lapangan dengan puskesmas. Langkah kerja PLKB sangat erat korelasinya dengan puskesmas dalam menunjang dan meningkatkan program KB nasional. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

Dalam melaksanakan fungsinya, puskesmas berkoordinasi dengan kantor kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat kecamatan.


(2)

Koordinasi tersebut mencakup perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam hal pelaksanaan fungsi penggalian sumber daya masyarakat oleh puskesmas, koordinasi dengan kantor kecamatan mencakup pula kegiatan fasilitasi.

Tanggungjawab puskesmas sebagai unit pelaksana teknis adalah menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk mendapat hasil yang optimal, penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut harus dapat dikoordinasikan dengan berbagai lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan. Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan.

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah :

a. Upaya Promosi Kesehatan b. Upaya Kesehatan Lingkungan


(3)

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d. Upaya Perbaikan Gizi

e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular f. Upaya Pengobatan

Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. azas penyelenggaran puskesmas terdiri dari :

1. Azas pertanggungjawaban wilayah

2. Azas pemberdayaan masyarakat 3. Azas keterpaduan

Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu. Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor puskemas dalam upaya kesehatan ibu dan anak adalah keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB. PLKB berperan dalam mendata PUS, membina, dan merekrut calon akspetor KB. Hal ini membantu puskesmas dalam menyelenggarakan upaya KIA dan KB dan meningkatkan cakupan kesehatan Ibu dan Anak. Puskesmas berfungsi memberikan pelayanan KB kepada PUS yang


(4)

telah didata dan dibina oleh PLKB. ini menunjukkan kerjasama lintas sektoral puskesmas dengan PLKB untuk memberikan pelayanan KB. Di Puskesmas pengusulan permintaan alokon gratis dilaksanakan setiap 3 bulan sekali dan apabila persediaan alokon habis maka dapat diajukan permintaan sewaktu – waktu. Sedangkan laporan dilakukan tiap bulan ke kecamatan dan kemudian diteruskan ke tingkat dua. Namun, di lapangan dinas kesehatan tidak tahu persis pencatatan distribusi alokon di puskesmas karena tidak pernah mendapat tembusan administrasi pendistribusiannya.

Biaya pendistribusian alokon dari SKPD KB ke puskesmas/klinik juga belum mendapat dukungan maksimal dari pemda sehingga terkadang beban biaya ini dibebankan kepada peserta KB sebagai bagian dari biaya administrasi. Kota Medan telah mendapat bantuan biaya pendistribusian alokon dari APBD.

Koordinasi kerja lainnya yang dilakukan oleh puskesmas antara lain adalah safari KB dengan Muyan. Dilaksanakan melalui kerja sama antara BKKBN Provinsi Sumut dengan BPPKB Kota Medan. Dalam rangka pengumpulan akseptor, puskesmas bekerjasama dengan PLKB atau petugas KB serta dinas sosial.

2.5. Kinerja Petugas Lapangan KB (PLKB)

Kinerja PLKB adalah hasil kerja dan tingkat keberhasilan PLKB dalam menjalankan tugas selaku petugas lapangan KB dalam melakukan penyuluhan dan pelayanan KB Nasional. Kinerja PLKB dapat dilihat dari kemampuan kerja PLKB yang tampak dalam situasi dan kondisi kerja sehari-hari.


(5)

Menurut Badan Kepegawaian Negara (2005), kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilihat dari aspek kuantitas kerja, kualitas kerja, ketepatan waktu, penggunaan tenaga sesuai dengan kemampuan, kemandirian, dan komitmen kerja. Dalam konteks penilaian kinerja PLKB dikukur melalui indikator sepuluh langkah kerja PLKB yaitu, pendekatan tokoh formal, pendekatan tokoh informal, pendataan dan pemetaan, pembentukan kesepakatan, pemantapan kesepakatan, Komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) pada masyarakat, pembentukan grup pelopor, pelayanan KB, pembinaan peserta, evaluasi, pencatatatan, dan pelaporan.

Berdasarkan penelitian oleh Joniwar dan Meyzi Heriyanto (2008) ditemukan beberapa gejala mengenai pelaksanaan kinerja PLKB, yaitu : (1) Dalam pelaksanaan kinerja PLKB belum sesuai dengan tugas yang diberikan, karena tidak semua PLKB terampil dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sehingga berdampak terhadap hasil kinerja PLKB. (2) Capaian program tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan, karena tidak semua Petugas Lapangan KB mempunyai kemampuan yang memadai (3) Petugas Lapangan KB masih terlihat setengah hati dalam menjalankan tugasnya, karena masih dipengaruhi oleh sifat-sifat individu yang diminta dahulu baru dikerjakan.

Ice Ratnalela Siregar (2008) juga membuktikan bahwa motivasi kerja PLKB Kota Medan mayoritas termasuk kategori rendah. Hal ini tentu pada akhirya berdampak pada kinerja PLKB Kota Medan


(6)

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

2.7. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh faktor individu (umur, pendiidkan, status perkawinan, kemampuan, dan keterampilan), psikologis (sikap dan motivasi), organisasi (sumber daya, imbalan, dan desain pekerjaan) terhadap

Variabel Individu

• Umur • pendidikan

• Status perkawinan • keterampilan

Variabel Psikologis

• Sikap • motivasi

Variabel Organisasi

• Sumber daya • Imbalan

• Desain pekerjaan

Kikinerja Petugas Lapangan KB