Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara
ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya,
sehingga memicu kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang menginginkan
mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman
industri, perkebunan kelapa sawit, karet, kopi, coklat, dan lain-lain. Secara legal
konversi lahan hutan sering dilakukan melalui revisi tata guna lahan tingkat
kabupaten dan propinsi. Akibat kebijakan tersebut luas hutan alam di Sumatera
Utara terus menyusut dari tahun 1985 sampai tahun 1997, yaitu dari 23.323.500 ha
menjadi 16.632.143 ha (Manurung, 2000). Luas Kawasan hutan di Provinsi
Sumatera Utara sesuai SK Menhut Nomor : 44/Menhut-II/2005 tanggal 16
Februari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi
Sumatera Utara adalah seluas 3.742.120 ha.
Jika lahan dikonversi dan dikelola dengan benar, maka kapasitas serapan
karbonnya dapat meningkat. Namun demikian, hutan ketika dikonversi menjadi
bentuk penggunaan lain dan mengalami gangguan akan berubah menjadi sumber
emisi. Saat ini sejumlah hutan tropika mengalami degradasi hebat, diantaranya
disebabkan konversi hutan menjadi areal pertanian, perkebunan dan pemukiman.
Dalam rangka menjawab kebutuhan kebijakan alternatif, diperlukan kajian
tentang pola penggunaan lahan yang sesuai dengan upaya mitigasi perubahan

iklim. Seberapa besar relevansi perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan sebagai
penyedia jasa lingkungan yang menghasilkan penerimaan ekonomi, tanpa harus
mengubahnya menjadi penggunaan lahan tertentu yang menurunkan simpanan

Universitas Sumatera Utara

karbon dan seberapa besar serapan karbon kelapa sawit dibandingkan pohon
dalam hal konversi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Jasa lingkungan yang dimaksud adalah REDD (Reducing Emissions from
Deforestation and Forest Degradation), yaitu sebuah mekanisme pembayaran
kompensasi atas pengalihan alokasi penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit
sehingga mampu menghindarkan terjadinya deforestasi atau degradasi hutan.
Salah satu mekanisme pengurangan emisi yang masih dikembangkan adalah
mekanisme REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Degradation
Plus). Mekanisme ini diharapkan dapat diimplementasikan penuh sesudah tahun
2012 atau berakhirnya periode Protokol Kyoto. Agar hasil penurunan emisi
mekanime REDD+ dapat diperjualbelikan melalui mekanisme pasar, monitoring
penurunan emisi haruslah dilakukan dengan cara-cara yang memenuhi kaidah
internasional, dan bersifat MRV (Measurable, Reportable dan Verifiable)
(Wibowo dkk, 2010).

Menurut studi Indonesia Forest Climate Alliance (IFCA, 2007), Indonesia
memiliki kapasitas dan sumberdaya yang harus terus ditingkatkan untk
implementasi REDD. Hasil studinya menyebutkan bahwa REDD berpotensi
diimplementasikan pada kawasan hutan produksi, hutan konservasi dan hutan
tanaman. Untuk memperkuat potensinya maka studi IFCA juga diarahkan pada
aspek yang berkaitan dengan metodologi, mekanisme pembayaran, pasar, serta
strategi yang menyangkut hutan produksi, kawasan konservasi, lahan untuk hutan
tanaman, serta lahan untuk kelapa sawit.
Gas CO2 sebagai salah satu penyusun gas rumah kaca terbesar di udara
mampu diserap oleh pohon-pohon melalui proses fotosintesis dan diubah menjadi

Universitas Sumatera Utara

C-Organik dalam bentuk biomassa. Informasi tentang kandungan karbon suatu
vegetasi atau tegakan hutan dapat diperoleh dengan menduga biomasa vegetasi
tersebut. Menurut Brown (1997), hampir 50% dari biomasa suatu vegetasi hutan
tersusun atas unsur karbon. Oleh karena itu, perlu diketahui teknik pendugaan
biomasa.
Salah satu upaya pengurangan gas rumah kaca adalah adanya pohon atau
tanaman penyerap karbon. Di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Langkat

memiliki potensi yang sangat besar terutama perkebunan kelapa sawit. Kabupaten
Langkat merupakan salah satu wilayah yang memiliki komoditi sawit yang cukup
tinggi. Seiring dengan berkembangnya dan makin luasnya perkebunan di
Kabupaten ini maka diperlukan suatu informasi teknis tentang cadangan karbon
pada perkebunan di kelapa sawit, dimana diketahui bahwa tanaman kelapa sawit
merupakan penyerap CO2 sama dengan tumbuhan lain seperti tanaman kayu
hutan.
Pendugaan cadangan karbon adalah paradigma baru ,sehingga dalam hal
ini teknik dan penilaian informasi kandungan karbon perlu dimiliki. Oleh sebab
itu, diperlukan penelitian mengenai pendugaan cadangan karbon hingga
menghasilkan informasi C-stok dan seberapa besar jumlah C ton/ha yang
tersimpan pada tegakan sawit di wilayah Kabupaten Langkat.

Universitas Sumatera Utara

Alur Penelitian
Berikut adalah alur penelitian yang dirancang untuk mendapatkan hasil
sesuai dengan yang sebenarnya di lapangan dan laboratorium :
Peninjauan Lokasi (Perkebunan Kelapa Sawit
Putri Hijau, Besitang, Sumatera Utara)


Perancangan Petak Ukur

Pembuatan Petak Ukur Ukuran 20 m x 20 m

Pengukuran dimensi tegakan kelapa sawit,
mencakup diameter batang, tinggi total, dan
tinggi bebas cabang

Penebangan tegakan sebagai sample untuk
ditimbang berat basah dan memisahkan ke
dalam bagian-bagian tegakan untuk dijadikan
sebagai sample yang akan dianalisis di
laboratorium

Mengukur dan menimbang bagian-bagian
Tegakan. Batang dibagi kedalam sortimen
pendek 2 m dan diukur diameter ujungnya.
Seluruh batang dan daun ditimbang untuk
memperoleh bobot basah


Analisis contoh uji dilaboratorium untuk
mendapatkan nilai berat jenis, kadar zat
terbang, kadar abu dan kadar karbon dalam
biomassa pohon

Penggunaan model alometrik terbaik untuk
penaksiran biomassa dan karbon tegakan

Gambar 1. Alur Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui perbedaan kandungan karbon pada setiap bagian tanaman kelapa
sawit umur 15 tahun di Sumatera Utara.
2. Mendapatkan model alometrik pendugaan potensi cadangan karbon pada
vegetasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
3. Mendapatkan potensi kandungan karbon pada konversi hutan menjadi

perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
Hipotesis
Terdapat perbedaan kandungan massa karbon pada setiap bagian tanaman
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian yang dilakukan adalah memberikan informasi
mengenai kandungan karbon pada perkebunan kelapa sawit umur 15 tahun di
Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

5 61 75

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

0 0 13

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

0 0 2

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

0 0 22

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

0 0 3

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

0 0 8

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

0 0 6

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

0 0 29