Gangguan Identitas Disosiatif Tokoh Utama Dalam Novel Khokkiri Karya Lia Indra Andriana: Analisis Psikosastra

(1)

8 BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep adalah suatu gambaran yang menghubungkan antara subjek dan objek dalam suatu penelitian. Konsep bersifat umum, kata-kata kunci yang perlu diberi penjelasan dalam sebuah karya ilmiah. Pradopo (2001:38), menjelaskan bahwa konsep diartikan sebagai unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti, karena menentukan penetapan variabel. Dalam karya sastra konsep misalnya berupa ide, gagasan, keindahan, fungsi dalam masyarakat. Dengan demikian, beberapa definisi dari istilah-istilah terkait sebagai referensi fokus penelitian ini, sebagai berikut:

2.1.1 Novel

Sebutan novel dalam bahasa Inggris (novel) kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman: no-velle). Secara harfiah novella berarti ’sebuah barang baru yang kecil’ dan kemudian diartikan sebagai ’cerita pendek dalam bentuk prosa’. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: Novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. (Nurgiyantoro, 1995:9-10).


(2)

9

Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya tentu saja juga bersifat imajinatif. Semuanya bersifat noneksistensial, karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip, diimitasikan dan dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan peritiwa-peristiwa dan latar aktualnya, sehingga tampak seperti sungguh ada dan terjadi, berjalan dengan sistem koherensinya sendiri. (Nurgiyantoro, 1995:4).

2.1.2Psikosastra

Istilah ”psikologi sastra” memunyai empat istilah kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). (Wellek dan Waren, 1989:90).

Berbeda Scot dalam Endraswara (2008:64) yang berpendapat bahwa pengertian psikologi sastra yang otentik meliputi tiga kemungkinan. Tiga sasaran analisis termasuk dapat disejajarkan dengan empat kemungkinan kajian di atas. Menurut Scot, yang penting adalah psikologi sastra mencakup tiga hal, yaitu (1) penelitian hubungan ketidaksengajaan antara pengarang dan pembaca, (2)


(3)

10

penelitian kehidupan pengarang untuk memahami karyanya, dan (3) penelitian karakter pada tokoh yang ada dalam karya yang diteliti.

2.1.3Tokoh Utama

Tokoh cerita (character), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Tokoh dalam karya fiksi dapat dibedakan dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus. Tokoh utama dalam analisis ini berdasarkan pada pendapat Nurgiyantoro (1995:176), tokoh utama terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan.

Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan.Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis, sedang tokoh tambahan biasanya diabaikan.


(4)

11 2.1.4Gangguan Identitas Disosiatif (GID)

Davison dan Neale dalam Fausiah, fitri, dan Julianti (2008:39) mengatakan bahwa gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan individu tentang identitas, memori, atau kesadarannya. Individu yang mengalami gangguan ini memperoleh kesulitan untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada dirinya, melupakan identitas dirinya bahkan membentuk identitas baru.

Menurut DSM-IV-TR (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition text revision) dalam Davison, Gerald dkk, (2006:258) gangguan identitas disosiatif (GID) sebelumnya disebut gangguan kepribadian ganda (GKG) adalah gangguan disosiatif yang dramatis yaitu penderita memanifestasikan dua atau lebih identitas berbeda. Ada juga ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang penting yang tidak dapat dijelaskan.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra untuk menganalis karakter tokoh Della dalam novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana sehingga akan ditemukan suatu gejala psikologis tokoh untuk mendiagnosis termasuk ke dalam bentuk apakah gangguan yang dialami tokoh tersebut. Setelah didapatkan gejala psikologis yang ada pada tokoh utama, yaitu dalam penelitian ini ditemukan kriteria-kriteria psikologis yang mengacu pada diagnosa klinis penderita gangguan identitas disosiatif, maka digunakanlah teori gangguan identitas disosiatif untuk menganalis hal tersebut.


(5)

12 2.2.1Psikosastra

Menurut Jatman dan Roekhan dalam Endraswara, (2008:87-88) sastra sebagai ”gejala kejiwaan”. Di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra dapat didekati dengan menggunakan pendekaan psikologi. Sastra dan psikologi sangat dekat hubungannya. Meskipun sastrawan jarang berpikiran psikologis, namun karyanya tetap bisa bernuansa kejiwaan. Hal ini dapat diterima karena antara sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tidak langsung, dan fungsional.

2.2.2Gangguan Identitas Disosiatif

Gangguan identitas disosiatif adalah salah satu gangguan disosiatif yang paling serius. Gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan individu tentang identitas, memori, atau kesadarannya. Individu yang mengalami gangguan ini memperoleh kesulitan untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada dirinya, melupakan identitas dirinya bahkan membentuk identitas baru. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:39).

Gangguan disosiatif dibagi atas empat macam gangguan, yaitu amnesia disosiatif, fugue disosiatif, gangguan depersonalia dan gangguan identitas disosiatif (dahulu dikenal dengan multiple personality disorder). Berdasarkan pandangan Davidson dan Neale maupun Kaplan, Sadock dan Grebb, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai keempat macam gangguan disosiatif tersebut.


(6)

13 1. Amnesia Disosiatif (Dissociative Amnesia)

Gejala amnesia merupakan gejalah yang umum terjadi pada amnesia disosiatif, fugue disosiatif, dan gangguan identitas disosiatif. Diagnosa amnesia disosiatif tepat apabila diberikan pada gangguan disosiatif yang hanya menunjukkan gejala amnesia saja. Individu yang mengalami amnesia disosiatif dapat secara mendadak kehilangan kemampuan untuk mengingat kembali informasi tentang dirinya sendiri ataupun berbagai informasi yang sebelumnya telah ada dalam memori mereka. Biasanya hal ini terjadi sesudah peristiwa yang menekan (stressful event) seperti misalnya menyaksikan kematian seseorang yang dicintai.

2. Fugue Disosiatif (Dissociative Fugue)

Pada fugue disosiatif, memori yang hilang jauh lebih luas daripada amnesia disosiatif. Individu tidak hanya kehilangan seluruh ingatannya (misalnya nama, keluarga, atau pekerjaanya), mereka juga secara mendadak meninggalkan rumah dan pekerjan mereka serta memiliki identitas yang baru. Individu dengan gangguan ini secara tiba-tiba dapat memiliki nama yang baru, rumah serta pekerjaan baru, bahkan membentuk karakteristik kepribadian yang baru.

3. Gangguan Depersonalisasi (Depersonalization Disorder)

Gangguan ini ditandai dengan adanya perubahan persepsi yang terjadi secara berulang atau menetap tentang diri (self) sendiri, mereka untuk sementara waktu merasakan hilangnya keyakinan bahwa mereka merupakan individu yang nyata.


(7)

14

Pada gangguan ini memori atau daya ingat individu tidak mengalami gangguan. Individu dengan gangguan depersonalisasi dapat berpikir bahwa dirinya adalah robot, merasa bahwa dirinya sedang bermimpi atau terpisah dari tubuh mereka, merasa melihat diri mereka dari kejauhan atau menonton diri mereka sendiri dalam suara film.

4. Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder)

Gangguan identitas disosiatif kemunculannya biasanya berkaitan dengan adanya pengalaman traumatik dalam kehidupan individu, pada umumnya penyiksaan seksual atau fisik semasa kanak-kanak. Individu dengan gangguan ini memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda, tingkah laku dan sikap yang ditunjukkan oleh individu sangat bergantung pada kepribadian mana yang paling dominan pada saat itu serta berbeda antara satu kepribadian dengan kepribadian yang lain. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:41-50).

Dari keempat jenis gangguan disosiatif diatas, hanya bagian ketiga yang menjadi acuan peneliti dalam menganalisis novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana. Gangguan identitas disosiatif memliki empat diagnosa kriteria yang menyatakan bahwa seseorang menderita gangguan ini.

Menurut DSM-IV-TR (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition text revision) dalam Davison, Gerald dkk, (2006:258) diagnosis gangguan identitas disosiatif (GID) dapat ditegakkan apabila seseorang memiliki sekurang kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah yang berbeda dalam keberadaan, perasaan, dan tindakan yang satu sama lain tidak


(8)

15

saling memengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang berbeda. Kadang terdapat satu kepribadian primer, dan penanganan biasanya diperuntukkan bagi kepribadian primer. Umumnya terdapat dua hingga empat kepribadian pada saat diagnosis ditegakkan, namun selama berlangsungnya terapi seringkali muncul beberapa kepribadian baru atau disebut dengan alter.

Menurut DSM-IV kriteria untuk gangguan identitas disosiatif diantaranya: 1. Kehadiran dua keadaan kepribadian yang berbeda (masing-masing dengan

pola yang relatif abadi sendiri mencerap, yang berkaitan, dan berpikir tentang lingkungan dan diri).

2. Dua identitas atau keadaan kepribadian ini berulang mengendalikan perilaku seseorang.

3. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting yang berkenaan dengan dirinya yang terlalu luar biasa untuk dianggap hanya sebagai lupa biasa.

4. Gangguan ini bukan karena efek psikologis langsung dari suatu zat. (misalnya, pemadaman atau perilaku kacau selama mabuk alkohol) atau kondisi medis umum (misalnya, kejang parsial kompleks). (DSM-IV, 2000:240-241)

Penyebab dari gangguan identitas disosiatif sejauh ini belum diketahui pasti, namun berdasarkan riwayat kehidupan para pasien, hampir 100% dari para pasien memiliki peristiwa traumatik, terutama pada masa kanak-kanaknya. Peristiwa traumatik pada masa kanak-kanak biasanya meliputi penyiksaan fisik atau seksual. Peristiwa traumatik lainnya misalnya kematian saudara atau teman


(9)

16

dan menyaksikan kematian tersebut ketika individu masih anak-anak. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:52).

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, novel Khokkiri belum pernah dianalisis oleh mahasiswa Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara dan di seluruh universitas di Indonesia. Namun, analisis dengan teori gangguan identitas disosiatif sudah pernah digunakan dalam menganalisis karya sastra, di antaranya sebagai berikut:

”Kepribadian Ganda Tokoh Kartika Dalam Naskah Drama Kartini Berdarah Karya Amanatia Junda Solikhah”, oleh Dwi Hidayati, skripsi, Universitas Jember (2011). Penelitian ini menganalisis unsur struktural naskah drama Kartini Berdarah dan menganalisis kepribadian ganda tokoh Kartika dalam naskah drama Kartini Berdarah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural, teori psikoanalisis, dan teori psikologi abnormal (kepribadian ganda). Hasil pembahasan berupa unsur struktural mencakup tema, penokohan, perwatakan, latar, alur, konflik, wawancang, dan kramagung. Faktor penyebab kepribadian ganda yaitu seringnya penggunaan mekanisme pertahanan diri berupa represi, fiksasi, menarik diri, dan fantasi akibat kondisi eksternal individu yang tidak mendukung dan bentuk kepribadian ganda tokoh berupa munculnya pribadi Kartini dalam diri Kartika.

Selanjutnya dengan teori yang sama diteliti oleh Sinta Fajaria Noni Hendarti dalam tesisnya yang berjudul ”An Analysis Of Multiple Personality Of The Main Character In Sidney Sheldon’s Novel Tell Me Your Dreams” (2010).


(10)

17

Penelitian ini menganalisis kepribadian ganda tokoh utama dan menganalisis penyebab yang dialami tokoh utama yaitu Ashley Patterson. Hasil penelitiannya yaitu Ashley memiliki tiga identitas berbeda yaitu: selain menjadi Ashley, juga sebagai Allete dan Toni. Kondisi Ahley muncul karena trauma masa kecil yang dialaminya. Tujuan penulisan Sinta adalah untuk lebih memahami kepribadian ganda yang dialami karakter Ashley dan identitasnya yang lain.

Selain kedua penelitian di atas, saya menemukan satu kajian lagi dengan teori yang sama, ditulis oleh Asep Sundana dalam jurnalnya yang berjudul ”Kepribadian Ganda Tokoh Nawai dalam Rumah Lebah Karya Ruwi Meita: Tinjauan Psikologi Sastra”. Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra, teori despersonalisasi, dan teori DSM-IV mengenai Dissociative Identity Disorder (DID) atau disebut juga dengan gangguan kepribadian ganda. Penelitian ini menganalisis gangguan kepribadian ganda tokoh Nawai dan menganalisis penyebabnya. Hasil penelitian ini adalah tokoh Nawai memiliki lima identitas dalam dirinya yaitu, dirinya sebagai Nawai, Ana Manaya, Abuela, Si kembar, dan Wilis. Penyebab Nawai mengalami gangguan kepribadian ganda dikarenakan adanya traumatik masa kecil yang begitu mendalam.

Pada kesempatan ini, saya akan meneliti novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana berdasarkan teori psikologi sastra dengan bantuan ilmu psikologi abnormal mengenai gangguan identitas disosiatif atau gangguan kepribadian ganda.


(1)

12 2.2.1Psikosastra

Menurut Jatman dan Roekhan dalam Endraswara, (2008:87-88) sastra sebagai ”gejala kejiwaan”. Di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra dapat didekati dengan menggunakan pendekaan psikologi. Sastra dan psikologi sangat dekat hubungannya. Meskipun sastrawan jarang berpikiran psikologis, namun karyanya tetap bisa bernuansa kejiwaan. Hal ini dapat diterima karena antara sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tidak langsung, dan fungsional.

2.2.2Gangguan Identitas Disosiatif

Gangguan identitas disosiatif adalah salah satu gangguan disosiatif yang paling serius. Gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan individu tentang identitas, memori, atau kesadarannya. Individu yang mengalami gangguan ini memperoleh kesulitan untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada dirinya, melupakan identitas dirinya bahkan membentuk identitas baru. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:39).

Gangguan disosiatif dibagi atas empat macam gangguan, yaitu amnesia disosiatif, fugue disosiatif, gangguan depersonalia dan gangguan identitas disosiatif (dahulu dikenal dengan multiple personality disorder). Berdasarkan pandangan Davidson dan Neale maupun Kaplan, Sadock dan Grebb, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai keempat macam gangguan disosiatif tersebut.


(2)

13 1. Amnesia Disosiatif (Dissociative Amnesia)

Gejala amnesia merupakan gejalah yang umum terjadi pada amnesia disosiatif, fugue disosiatif, dan gangguan identitas disosiatif. Diagnosa amnesia disosiatif tepat apabila diberikan pada gangguan disosiatif yang hanya menunjukkan gejala amnesia saja. Individu yang mengalami amnesia disosiatif dapat secara mendadak kehilangan kemampuan untuk mengingat kembali informasi tentang dirinya sendiri ataupun berbagai informasi yang sebelumnya telah ada dalam memori mereka. Biasanya hal ini terjadi sesudah peristiwa yang menekan (stressful event) seperti misalnya menyaksikan kematian seseorang yang dicintai.

2. Fugue Disosiatif (Dissociative Fugue)

Pada fugue disosiatif, memori yang hilang jauh lebih luas daripada amnesia disosiatif. Individu tidak hanya kehilangan seluruh ingatannya (misalnya nama, keluarga, atau pekerjaanya), mereka juga secara mendadak meninggalkan rumah dan pekerjan mereka serta memiliki identitas yang baru. Individu dengan gangguan ini secara tiba-tiba dapat memiliki nama yang baru, rumah serta pekerjaan baru, bahkan membentuk karakteristik kepribadian yang baru.

3. Gangguan Depersonalisasi (Depersonalization Disorder)

Gangguan ini ditandai dengan adanya perubahan persepsi yang terjadi secara berulang atau menetap tentang diri (self) sendiri, mereka untuk sementara waktu merasakan hilangnya keyakinan bahwa mereka merupakan individu yang nyata.


(3)

14

Pada gangguan ini memori atau daya ingat individu tidak mengalami gangguan. Individu dengan gangguan depersonalisasi dapat berpikir bahwa dirinya adalah robot, merasa bahwa dirinya sedang bermimpi atau terpisah dari tubuh mereka, merasa melihat diri mereka dari kejauhan atau menonton diri mereka sendiri dalam suara film.

4. Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder)

Gangguan identitas disosiatif kemunculannya biasanya berkaitan dengan adanya pengalaman traumatik dalam kehidupan individu, pada umumnya penyiksaan seksual atau fisik semasa kanak-kanak. Individu dengan gangguan ini memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda, tingkah laku dan sikap yang ditunjukkan oleh individu sangat bergantung pada kepribadian mana yang paling dominan pada saat itu serta berbeda antara satu kepribadian dengan kepribadian yang lain. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:41-50).

Dari keempat jenis gangguan disosiatif diatas, hanya bagian ketiga yang menjadi acuan peneliti dalam menganalisis novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana. Gangguan identitas disosiatif memliki empat diagnosa kriteria yang menyatakan bahwa seseorang menderita gangguan ini.

Menurut DSM-IV-TR (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition text revision) dalam Davison, Gerald dkk, (2006:258) diagnosis gangguan identitas disosiatif (GID) dapat ditegakkan apabila seseorang memiliki sekurang kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah yang berbeda dalam keberadaan, perasaan, dan tindakan yang satu sama lain tidak


(4)

15

saling memengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang berbeda. Kadang terdapat satu kepribadian primer, dan penanganan biasanya diperuntukkan bagi kepribadian primer. Umumnya terdapat dua hingga empat kepribadian pada saat diagnosis ditegakkan, namun selama berlangsungnya terapi seringkali muncul beberapa kepribadian baru atau disebut dengan alter.

Menurut DSM-IV kriteria untuk gangguan identitas disosiatif diantaranya: 1. Kehadiran dua keadaan kepribadian yang berbeda (masing-masing dengan

pola yang relatif abadi sendiri mencerap, yang berkaitan, dan berpikir tentang lingkungan dan diri).

2. Dua identitas atau keadaan kepribadian ini berulang mengendalikan perilaku seseorang.

3. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting yang berkenaan dengan dirinya yang terlalu luar biasa untuk dianggap hanya sebagai lupa biasa.

4. Gangguan ini bukan karena efek psikologis langsung dari suatu zat. (misalnya, pemadaman atau perilaku kacau selama mabuk alkohol) atau kondisi medis umum (misalnya, kejang parsial kompleks). (DSM-IV, 2000:240-241)

Penyebab dari gangguan identitas disosiatif sejauh ini belum diketahui pasti, namun berdasarkan riwayat kehidupan para pasien, hampir 100% dari para pasien memiliki peristiwa traumatik, terutama pada masa kanak-kanaknya. Peristiwa traumatik pada masa kanak-kanak biasanya meliputi penyiksaan fisik atau seksual. Peristiwa traumatik lainnya misalnya kematian saudara atau teman


(5)

16

dan menyaksikan kematian tersebut ketika individu masih anak-anak. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:52).

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, novel Khokkiri belum pernah dianalisis oleh mahasiswa Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara dan di seluruh universitas di Indonesia. Namun, analisis dengan teori gangguan identitas disosiatif sudah pernah digunakan dalam menganalisis karya sastra, di antaranya sebagai berikut:

”Kepribadian Ganda Tokoh Kartika Dalam Naskah Drama Kartini Berdarah Karya Amanatia Junda Solikhah”, oleh Dwi Hidayati, skripsi, Universitas Jember (2011). Penelitian ini menganalisis unsur struktural naskah drama Kartini Berdarah dan menganalisis kepribadian ganda tokoh Kartika dalam naskah drama Kartini Berdarah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural, teori psikoanalisis, dan teori psikologi abnormal (kepribadian ganda). Hasil pembahasan berupa unsur struktural mencakup tema, penokohan, perwatakan, latar, alur, konflik, wawancang, dan kramagung. Faktor penyebab kepribadian ganda yaitu seringnya penggunaan mekanisme pertahanan diri berupa represi, fiksasi, menarik diri, dan fantasi akibat kondisi eksternal individu yang tidak mendukung dan bentuk kepribadian ganda tokoh berupa munculnya pribadi Kartini dalam diri Kartika.

Selanjutnya dengan teori yang sama diteliti oleh Sinta Fajaria Noni Hendarti dalam tesisnya yang berjudul ”An Analysis Of Multiple Personality Of The Main Character In Sidney Sheldon’s Novel Tell Me Your Dreams” (2010).


(6)

17

Penelitian ini menganalisis kepribadian ganda tokoh utama dan menganalisis penyebab yang dialami tokoh utama yaitu Ashley Patterson. Hasil penelitiannya yaitu Ashley memiliki tiga identitas berbeda yaitu: selain menjadi Ashley, juga sebagai Allete dan Toni. Kondisi Ahley muncul karena trauma masa kecil yang dialaminya. Tujuan penulisan Sinta adalah untuk lebih memahami kepribadian ganda yang dialami karakter Ashley dan identitasnya yang lain.

Selain kedua penelitian di atas, saya menemukan satu kajian lagi dengan teori yang sama, ditulis oleh Asep Sundana dalam jurnalnya yang berjudul ”Kepribadian Ganda Tokoh Nawai dalam Rumah Lebah Karya Ruwi Meita: Tinjauan Psikologi Sastra”. Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra, teori despersonalisasi, dan teori DSM-IV mengenai Dissociative Identity Disorder (DID) atau disebut juga dengan gangguan kepribadian ganda. Penelitian ini menganalisis gangguan kepribadian ganda tokoh Nawai dan menganalisis penyebabnya. Hasil penelitian ini adalah tokoh Nawai memiliki lima identitas dalam dirinya yaitu, dirinya sebagai Nawai, Ana Manaya, Abuela, Si kembar, dan Wilis. Penyebab Nawai mengalami gangguan kepribadian ganda dikarenakan adanya traumatik masa kecil yang begitu mendalam.

Pada kesempatan ini, saya akan meneliti novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana berdasarkan teori psikologi sastra dengan bantuan ilmu psikologi abnormal mengenai gangguan identitas disosiatif atau gangguan kepribadian ganda.