Gangguan Identitas Disosiatif Tokoh Utama Dalam Novel Khokkiri Karya Lia Indra Andriana: Analisis Psikosastra

(1)

GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF TOKOH UTAMA

DALAM NOVEL KHOKKIRI KARYA LIA INDRA INDRIANA:

ANALISIS PSIKOSASTRA

SKRIPSI

OLEH:

MUTIARA REZEKY ANDINI DAMANIK

110701040

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGESAHAN

GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

KHOKKIRI KARYA LIA INDRA ANDRIANA: ANALISIS PSIKOSASTRA

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memeroleh gelar sarjana ilmu budaya dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Isma Tantawi, M.A. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P.

NIP. 19600207 198601 1 001 NIP. 19590907 198702 1 002

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. NIP. 19620925 198903 1 017


(3)

GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KHOKKIRI KARYA LIA INDRA ANDRIANA: ANALISIS

PSIKOSASTRA

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Gangguan Identitas Disosiatif Tokoh Utama Dalam Novel Khokkiri Karya Lia Indra Andriana: Analisis Psikosastra” adalah benar hasil karya peneliti dan belum pernah dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain untuk memeroleh gelar kesarjanaan. Dalam penelitian skripsi ini, semua sumber data yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar sesuai dengan aslinya. Apabila dikemudian hari pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Medan, September 2015 Peneliti,

Mutiara Rezeky Andini Damanik NIM. 110701040


(4)

GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KHOKKIRI KARYA LIA INDRA ANDRIANA: ANALISIS

PSIKOSASTRA

Abstrak

Gangguan mental sudah banyak dijadikan objek permasalahan oleh para penulis. Oleh karena itu, saya ingin meneliti salah satu di antara gangguan mental tersebut. Penelitian yang berjudul ”Gangguan Identitas Disosiatif Tokoh Utama Dalam Novel Khokkiri Karya Lia Indra Andriana: Analisis Psikosastra” dianalisis menggunakan teori psikosastra dan psikologi abnormal mengenai gangguan identitas disosiatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk dan penyebab gangguan identias disosiatif pada tokoh utama dalam novel Khokkiri. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deksriptif. Data dikumpulkan dengan teknik baca, simak, dan catat dilanjutkan dengan identifikasi gangguan identitas dan penyebabnya. Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat kepribadian dalam tokoh utama, yaitu Lucie, Becca, Della dan Lady Vampir. Lucie adalah kepribadian yang menyukai seks dan dunia malam. Becca adalah kepribadian dari saudara kembar Della yang sudah meninggal. Becca adalah seorang yang cengeng dan sulit untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Della adalah kepribadian yang sebenarnya dimiliki tubuh. Della adalah seorang penerjemah dan ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Lady Vampir adalah vampir yang takut pada cahaya matahari. Penyebab gangguan identitas yang dialami tokoh Della yaitu pelecehan seksual semasa kecil yang dilakukan oleh ayahnya sendiri.

Kata kunci: novel, tokoh, dan gangguan identitas disosiatif.


(5)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada peneliti, sehingga skripsi yang berjudul ”Gangguan Identitas Disosiatif Tokoh Utama Dalam Novel Khokkiri Karya Lia Indra Andriana: Analisis Psikosastra” dapat terselesaikan.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis juga banyak mendapat bantuan berupa doa, dukungan dan materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. M. Husnah Lubis, M.A. selaku wakil Dekan I, Drs. Syamsul Tarigan selaku wakil Dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku wakil Dekan III.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai ketua Departemen Sastra Indonesia dan Drs. Haris Sultan Lubis, M.SP., selaku sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra Indonesia.

3. Drs. Isma Tantawi, M.A. dan Drs. Haris Sultan Lubis, M.SP, selaku Dosen Pembimbing I dan II, yang meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dra. Mascahaya, M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan pengarahan dan masukan bagi peneliti selama masa perkuliahan.


(6)

5. Seluruh Staf Pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama peneliti menjalani masa perkuliahan, serta pegawai Administrasi Bapak Slamet yang membantu peneliti dalam menyelesaikan segala urusan administrasi selama perkuliahan.

6. Kedua orang tua yang sangat saya cintai Ayahanda Andi Fahrizal Damanik dan Ibunda tercinta Siti Khairani Sitorus, yang selalu hadir dalam setiap kehidupan, mengajari berbagai hal, motivasi setiap waktu, mendukung baik dari segi moril, materi dan doa, dan kasih sayang kepada peneliti dan ketiga saudara kandung peneliti.

7. Kepada saudara kandung saya yang sangat saya sayangi. Abangda M. Randy Suhada Damanik, kedua Adik saya Siti Adella Permata dan Muhammad Falgi Atthariq Damanik, terima kasih banyak atas doa dan dukungan kepada peneliti selama perkuliahan.

8. Kepada sahabat saya Muhammad Rozy Rizkyansyah, S.S., Adha Devika Yolish, Andriansyah, terima kasih atas semua perhatian, kasih sayang, dan cerita selama masa perkuliahan yang kita bangun bersama. Terima kasih juga saya ucapkan kepada sahabat saya Hastari di Tangerang, terima kasih sudah menjadi teman berbagi di dunia maya, memberi dukungan dan motivasi kepada peneliti selama peneliti jenuh dalam pengerjaan skripsi.

9. Kepada seluruh Teman-teman stambuk 2011 di departemen sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara, serta teman-teman lain yang tidak dapat


(7)

disebutkan namanya satu persatu, terima kasih sudah menjadi tempat berbagi cerita dan ilmu, kebersamaan ini akan selalu diingat.

10.Kepada seluruh pihak yang membantu selesainya skripsi ini saya ucapkan terima kasih.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan dan wawasan kita semua.

Medan, September 2015 Peneliti,

Mutiara Rezeky Andini Damanik NIM. 110701040


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENYATAAN... i

ABSTRAK... ii

PRAKATA... iii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1

1.2Perumusan Masalah... 5

1.3Batasan Masalah... 6

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

1.4.1Tujuan Penelitian... 6

1.4.2Manfaat Penelitian... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA...8

2.1 Konsep... 8

2.1.1 Novel... 8

2.1.2 Psikosastra... 9

2.1.3 Tokoh Utama... 10

2.1.4 Gangguan Identitas Disosiatif... 11

2.2 Landasan Teori... 11

2.2.1 Psikosastra... 12

2.2.2 Gangguan Identitas Disosiatif... 12

2.3 Tinjauan Pustaka... 16

BAB III METODE PENELITIAN... 18

3.1 Metode Penelitian... 18

3.2 Sumber Data... 18

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 19


(9)

BAB IV GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF YANG DIALAMI

TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KHOKKIRI... 21

4.1 Kehadiran Dua Kepribadian yang Berbeda... 21

4.1.1 Kepribadian Tokoh Lucie... 22

4.1.2 Kepribadian Tokoh Becca... 34

4.1.3 Kepribadian Tokoh Della... 45

4.1.4 Kepribadian Tokoh Lady Vampir... 49

4.2 Dua Identitas atau Keadaan Ini Berulang Mengendalikan Perilaku Seseorang... 51

4.3 Ketidakmampuan Untuk Mengingat Informasi Penting Yang Berkenaan Dengan Dirinya Yang Terlalu Luar Biasa Untuk Dianggap Sebagai Lupa Biasa... 58

4.4 Gangguan Ini bukan Karena Efek Psikologis Langsung dari Suatu Zat... 61

BAB V PENYEBAB GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KHOKKIRI... 63

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 66

6.1. Simpulan... 66

6.2 Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA... 68

LAMPIRAN I... 70


(10)

GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KHOKKIRI KARYA LIA INDRA ANDRIANA: ANALISIS

PSIKOSASTRA

Abstrak

Gangguan mental sudah banyak dijadikan objek permasalahan oleh para penulis. Oleh karena itu, saya ingin meneliti salah satu di antara gangguan mental tersebut. Penelitian yang berjudul ”Gangguan Identitas Disosiatif Tokoh Utama Dalam Novel Khokkiri Karya Lia Indra Andriana: Analisis Psikosastra” dianalisis menggunakan teori psikosastra dan psikologi abnormal mengenai gangguan identitas disosiatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk dan penyebab gangguan identias disosiatif pada tokoh utama dalam novel Khokkiri. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deksriptif. Data dikumpulkan dengan teknik baca, simak, dan catat dilanjutkan dengan identifikasi gangguan identitas dan penyebabnya. Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat kepribadian dalam tokoh utama, yaitu Lucie, Becca, Della dan Lady Vampir. Lucie adalah kepribadian yang menyukai seks dan dunia malam. Becca adalah kepribadian dari saudara kembar Della yang sudah meninggal. Becca adalah seorang yang cengeng dan sulit untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Della adalah kepribadian yang sebenarnya dimiliki tubuh. Della adalah seorang penerjemah dan ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Lady Vampir adalah vampir yang takut pada cahaya matahari. Penyebab gangguan identitas yang dialami tokoh Della yaitu pelecehan seksual semasa kecil yang dilakukan oleh ayahnya sendiri.

Kata kunci: novel, tokoh, dan gangguan identitas disosiatif.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sastra adalah media dari kehidupan masyarakat yang tergambar dalam sebuah tulisan-tulisan fiksi. Sastra sangat dekat dengan masyarakat. Sastra bukan hanya sekadar penyampaian imajinasi oleh seorang penulis tapi juga penyampaian fakta yang didasari oleh penelitian terhadap sebuah objek. Karya sastra tidak sepenuhnya adalah hasil imajinasi semata, namun juga hasil dari peristiwa nyata yang dialami oleh penulis sendiri. Peristiwa tersebut ada yang disampaikan secara tersurat, ada juga yang disampaikan secara tersirat dengan perpaduan antara imajinasi dan kenyataan kehidupan penulis untuk memperindah dan mempertajam cerita.

Karya sastra merupakan hasil dari gambaran kehidupan manusia dan alam yang dirangkai sedemikian rupa. Karya sastra terdiri atas tiga bentuk, yaitu puisi, drama, dan prosa. Prosa yang di dalamnya terdapat cerpen, novel, dan roman. Pada kajian ini, karya sastra yang dibahas peneliti adalah novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana. Novel Khokkiri ini menggambarkan seorang tokoh Della yang mengalami gangguan identitas disosiatif atau kepribadian ganda.

Tokoh dalam sebuah karya sastra memunyai peran yang sangat penting. Tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Pada kajian ini, peneliti akan membahas gangguan identitas disosiatif atau gangguan kepribadian ganda yang


(12)

terjadi pada tokoh utama yaitu tokoh Della. Pada diri Della terdapat empat kepribadian yang terus bergantian mengendalikan tubuh dan pikiran Della.

Novel ini akan dikaji berdasarkan teori psikologi sastra dan psikologi abnormal mengenai gangguan identitas disosiatif atau gangguan kepribadian ganda. Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu sastra yang mengkaji karya sastra dengan bantuan ilmu psikologi. Secara sederhana, psikologi sastra dapat diartikan sebagai gabungan disiplin psikologi dan sastra. Psikologi sastra adalah ilmu yang mempelajari sastra dari sisi psikologi. Tuntutan sastra sulit ditawar-tawar lagi karena di dalamnya juga mengisahkan kondisi psikologis, terkait dengan tiga kutub sastra, yaitu teks, pengarang, dan pembaca. (Endraswara, 2008:70).

Pernyataan menarik yang disampaikan Fokkema dalam Endraswara, (2008:68) patut dicermati dalam fokus psikologi sastra. Beliau menyatakan bahwa sastra adalah sebuah dokumen, monumen, dan tanda (stuktur indah). Ketiga hal ini dalam studi psikologi sastra perlu dipegang teguh agar fokus penelitian tidak meleset. Fokus penelitian semestinya tetap memerhatikan tiga hal itu, lalu dikaitkan dengan dokumen, monumen, dan struktur kejiwaan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa fokus penelitian psikologi sastra adalah aspek kejiwaan.

Gangguan identitas disosiatif dalam novel Khokkiri ini sangat jelas tergambar pada tokoh Della. Gangguan identitas disosiatif (GID) atau dalam istilah psikologi disebut dissociatice identity disorder (DID) merupakan gangguan


(13)

Gangguan identitas disosiatif ini dahulu disebut dengan gangguan kepribadian ganda. Gangguan kepribadian ganda adalah gangguan yang jarang ditemukan. Kasus kepribadian ganda yang paling fenomenal dalam dunia psikologi adalah kasus yang dialami oleh Chris Seizemore, wanita dalam kasus tiga wajah Eve. Wanita itu memiliki tiga kepribadian yaitu Eve White, Eve Black, dan Jane. Ada juga versi film yang diangkat dari sebuah buku pada tahun 1973 dengan judul Sybil. Film ini menggambarkan tokoh Sybil yang mengalami gangguan identias disosiatif yang ditulis oleh Schreiber. Kasus Sybil ini adalah kasus nyata yang dibukukan tetapi semua nama dan tempat diubah dari kenyataan dengan tujuan untuk melindungi identitas Sybil yang sebenarnya. Sybil memiliki enam belas kepribadian dalam dirinya. Kasus lain yaitu dalam novel 24 Wajah

Billy yang ditulis oleh Daniel Keyes. Billy memiliki 24 kepribadian dalam

dirinya. Satu kasus lain yang saya ketahui adalah dalam sebuah drama Korea yang berjudul Hyde, Jekyll and I yang menggambar tokoh utama memiliki tiga kepribadian dalam dirinya.

Novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana merupakan salah satu contoh kasus novel yang mengangkat kepribadian ganda selain dari kasus yang disebutkan tadi. Novel ini menceritakan tokoh utama yang memiliki belasan kepribadian di dalam dirinya, namun kepribadian yang diceritakan penulis hanyalah empat kepribadian sedangkan kepribadian yang lain hanya disinggung dalam sebuah percakapan antara kepribadian tokoh Lucie dengan psikiatri yang menangani terapi tokoh utama yang sebenarnya yaitu tokoh Della.


(14)

Novel Khokkiri ini sangat menarik untuk dikaji, karena novel ini merupakan salah satu novel dengan konflik paling rumit. Novel ini menceritakan kisah kepribadian ganda tokoh Della dengan begitu jelas dan mudah dipahami pembaca. Della dan Becca adalah saudara kembar dalam novel ini. Kecelakaan yang dialami tokoh Della dan Becca menyebabkan Becca meninggal dunia dan Della mengalami gangguan kepribadian ganda dengan menjadi kepribadian Becca dan beberapa kepribadian lain yang juga disebabkan berbagai hal. Cerita yang membuat tiap pembaca selalu penasaran bagaimana kisah pada lembaran berikutnya dan cerita yang bagus untuk dibaca. Selain menawarkan kisah percintaan antara Della dan Richard, Becca dan Adriel, penulis juga menceritakan informasi mengenai ilmu pengetahuan di bidang psikologi terkait dengan kepribadian ganda.

Novel Khokkiri ini bersampul warna hitam dengan tagline ”Kusimpan seuntai kenangan abadi tentangmu” dengan gambar gajah biru kecil di sudut bawah sebelah kanan sambil memegang sebuah kamera dan lembaran foto yang berantakkan di lantai. Khokkiri dalam bahasa Korea berarti gajah. Penulis menggambarkan gajah sebagai hewan yang mampu mengingat dengan baik. Penulis menyinggung tentang gajah ini dalam percakapan antara Adriel dan Becca. Percakapan itu sebagai berikut:

”Bagaimana kalau aku tiba-tiba lupa, Oppa? Kalau aku lupa malam ini? Kau tahu aku tidak pandai mengingat,” tanya Becca gundah. Ia berbaring miring, menatap Adriel.

”Kamu adalah khokkiri. Gajah selalu ingat,” ucap Adriel membesarkan hati gadisnya. (Lia, 2011:260).


(15)

Novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana yang menjadi objek penelitian ini diterbitkan tahun 2011. Lia Indra Andriana lahir di Ponorogo, 19 Desember 1986, dan menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga pada tahun 2004-2009. Penulis mulai masuk ke dunia tulis-menulis awal tahun 2006 saat novel pertamanya yang berjudul My Cousin is Gay terbit. Penulis sudah menuliskan sebanyak dua belas novel dan novel Khokkiri ini adalah novel yang keduabelasnya sekaligus novel keempatnya yang ber-setting di Korea, selain Seoul Cinderella, Marrying AIDS, dan SoulMate. Kecintaanya akan budaya Korea muncul sejak Lia menonton drama serial Korea berjudul MyGirl pada tahun 2004. Sejak itu Lia mulai serius mempelajari budaya Korea, termasuk bahasanya. Di kesehariannya, Lia aktif membagi pengetahuannya akan budaya Korea, terlebih bahasanya, melalui situs jejaring sosial dengan teman-teman lain yang juga tertarik akan budaya Korea.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan peneliti, rumusan masalah yang menjadi arahan pokok peneliti adalah sebagai berikut:

1) Bagaimanakah gangguan identitas disosiatif yang dialami tokoh utama dalam novel Khokkiri?

2) Apakah penyebab gangguan identitas disosiatif yang dialami tokoh utama dalam novel Khokkiri?


(16)

1.3Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam sebuah penelitian diperlukan agar penelitian ini dapat mengarah dan mengena pada sasaran penelitian. Sebuah penelitian perlu dibatasi ruang lingkupnya agar wilayah kajiannya tidak terlalu luas. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah hanya kepada gangguan identitas disosiatif, yaitu bentuk dan penyebab terjadinya gangguan identitas disosiatif yang dialami oleh Della, tokoh utama novel Khokkiri.

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis gangguan identitas disosiatif pada tokoh utama dalam novel

Khokkiri karya Lia Indra Andriana.

2. Menganalisis penyebab gangguan identitas disosiatif pada tokoh utama dalam novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah mampu memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis, yaitu:

a) Manfaat Teoretis

1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat terhadap perkembangan pengkajian karya sastra Indonesia.

2. Hasil penelitian ini juga diharapkan menambah sumbangan pemikiran atau memperkaya konsep-konsep, teori-teori terhadap ilmu pengetahuan dari penelitian yang sesuai dengan bidang ilmu dalam suatu penelitian.


(17)

b) Manfaat Praktis

1. Secara praktis penelitian diharapkan menyadarkan pembaca mengenai gangguan identitas disosiatif yang terefleksi dalam novel-novel Indonesia, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai sarana penyadaran gangguan identitas disosiatif yang memang sudah banyak diteliti.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan gangguan identitas disosiatif atau gangguan kepribadian ganda.


(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep adalah suatu gambaran yang menghubungkan antara subjek dan objek dalam suatu penelitian. Konsep bersifat umum, kata-kata kunci yang perlu diberi penjelasan dalam sebuah karya ilmiah. Pradopo (2001:38), menjelaskan bahwa konsep diartikan sebagai unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti, karena menentukan penetapan variabel. Dalam karya sastra konsep misalnya berupa ide, gagasan, keindahan, fungsi dalam masyarakat. Dengan demikian, beberapa definisi dari istilah-istilah terkait sebagai referensi fokus penelitian ini, sebagai berikut:

2.1.1 Novel

Sebutan novel dalam bahasa Inggris (novel) kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman: no-velle). Secara harfiah novella berarti ’sebuah barang baru yang kecil’ dan kemudian diartikan sebagai ’cerita pendek dalam bentuk prosa’. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris:

Novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak


(19)

Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya tentu saja juga bersifat imajinatif. Semuanya bersifat noneksistensial, karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip, diimitasikan dan dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan peritiwa-peristiwa dan latar aktualnya, sehingga tampak seperti sungguh ada dan terjadi, berjalan dengan sistem koherensinya sendiri. (Nurgiyantoro, 1995:4).

2.1.2Psikosastra

Istilah ”psikologi sastra” memunyai empat istilah kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). (Wellek dan Waren, 1989:90).

Berbeda Scot dalam Endraswara (2008:64) yang berpendapat bahwa pengertian psikologi sastra yang otentik meliputi tiga kemungkinan. Tiga sasaran analisis termasuk dapat disejajarkan dengan empat kemungkinan kajian di atas. Menurut Scot, yang penting adalah psikologi sastra mencakup tiga hal, yaitu (1) penelitian hubungan ketidaksengajaan antara pengarang dan pembaca, (2)


(20)

penelitian kehidupan pengarang untuk memahami karyanya, dan (3) penelitian karakter pada tokoh yang ada dalam karya yang diteliti.

2.1.3Tokoh Utama

Tokoh cerita (character), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Tokoh dalam karya fiksi dapat dibedakan dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus. Tokoh utama dalam analisis ini berdasarkan pada pendapat Nurgiyantoro (1995:176), tokoh utama terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan.

Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character,

main character), sedang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan.Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis, sedang tokoh tambahan biasanya diabaikan.


(21)

2.1.4Gangguan Identitas Disosiatif (GID)

Davison dan Neale dalam Fausiah, fitri, dan Julianti (2008:39) mengatakan bahwa gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan individu tentang identitas, memori, atau kesadarannya. Individu yang mengalami gangguan ini memperoleh kesulitan untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada dirinya, melupakan identitas dirinya bahkan membentuk identitas baru.

Menurut DSM-IV-TR (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders, 4th edition text revision) dalam Davison, Gerald dkk, (2006:258)

gangguan identitas disosiatif (GID) sebelumnya disebut gangguan kepribadian ganda (GKG) adalah gangguan disosiatif yang dramatis yaitu penderita memanifestasikan dua atau lebih identitas berbeda. Ada juga ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang penting yang tidak dapat dijelaskan.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra untuk menganalis karakter tokoh Della dalam novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana sehingga akan ditemukan suatu gejala psikologis tokoh untuk mendiagnosis termasuk ke dalam bentuk apakah gangguan yang dialami tokoh tersebut. Setelah didapatkan gejala psikologis yang ada pada tokoh utama, yaitu dalam penelitian ini ditemukan kriteria-kriteria psikologis yang mengacu pada diagnosa klinis penderita gangguan identitas disosiatif, maka digunakanlah teori gangguan identitas disosiatif untuk menganalis hal tersebut.


(22)

2.2.1Psikosastra

Menurut Jatman dan Roekhan dalam Endraswara, (2008:87-88) sastra sebagai ”gejala kejiwaan”. Di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra dapat didekati dengan menggunakan pendekaan psikologi. Sastra dan psikologi sangat dekat hubungannya. Meskipun sastrawan jarang berpikiran psikologis, namun karyanya tetap bisa bernuansa kejiwaan. Hal ini dapat diterima karena antara sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tidak langsung, dan fungsional.

2.2.2Gangguan Identitas Disosiatif

Gangguan identitas disosiatif adalah salah satu gangguan disosiatif yang paling serius. Gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan individu tentang identitas, memori, atau kesadarannya. Individu yang mengalami gangguan ini memperoleh kesulitan untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada dirinya, melupakan identitas dirinya bahkan membentuk identitas baru. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:39).

Gangguan disosiatif dibagi atas empat macam gangguan, yaitu amnesia disosiatif, fugue disosiatif, gangguan depersonalia dan gangguan identitas disosiatif (dahulu dikenal dengan multiple personality disorder). Berdasarkan pandangan Davidson dan Neale maupun Kaplan, Sadock dan Grebb, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai keempat macam gangguan disosiatif tersebut.


(23)

1. Amnesia Disosiatif (Dissociative Amnesia)

Gejala amnesia merupakan gejalah yang umum terjadi pada amnesia disosiatif, fugue disosiatif, dan gangguan identitas disosiatif. Diagnosa amnesia disosiatif tepat apabila diberikan pada gangguan disosiatif yang hanya menunjukkan gejala amnesia saja. Individu yang mengalami amnesia disosiatif dapat secara mendadak kehilangan kemampuan untuk mengingat kembali informasi tentang dirinya sendiri ataupun berbagai informasi yang sebelumnya telah ada dalam memori mereka. Biasanya hal ini terjadi sesudah peristiwa yang menekan (stressful event) seperti misalnya menyaksikan kematian seseorang yang dicintai.

2. Fugue Disosiatif (Dissociative Fugue)

Pada fugue disosiatif, memori yang hilang jauh lebih luas daripada amnesia disosiatif. Individu tidak hanya kehilangan seluruh ingatannya (misalnya nama, keluarga, atau pekerjaanya), mereka juga secara mendadak meninggalkan rumah dan pekerjan mereka serta memiliki identitas yang baru. Individu dengan gangguan ini secara tiba-tiba dapat memiliki nama yang baru, rumah serta pekerjaan baru, bahkan membentuk karakteristik kepribadian yang baru.

3. Gangguan Depersonalisasi (Depersonalization Disorder)

Gangguan ini ditandai dengan adanya perubahan persepsi yang terjadi secara berulang atau menetap tentang diri (self) sendiri, mereka untuk sementara waktu merasakan hilangnya keyakinan bahwa mereka merupakan individu yang nyata.


(24)

Pada gangguan ini memori atau daya ingat individu tidak mengalami gangguan. Individu dengan gangguan depersonalisasi dapat berpikir bahwa dirinya adalah robot, merasa bahwa dirinya sedang bermimpi atau terpisah dari tubuh mereka, merasa melihat diri mereka dari kejauhan atau menonton diri mereka sendiri dalam suara film.

4. Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder)

Gangguan identitas disosiatif kemunculannya biasanya berkaitan dengan adanya pengalaman traumatik dalam kehidupan individu, pada umumnya penyiksaan seksual atau fisik semasa kanak-kanak. Individu dengan gangguan ini memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda, tingkah laku dan sikap yang ditunjukkan oleh individu sangat bergantung pada kepribadian mana yang paling dominan pada saat itu serta berbeda antara satu kepribadian dengan kepribadian yang lain. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:41-50).

Dari keempat jenis gangguan disosiatif diatas, hanya bagian ketiga yang menjadi acuan peneliti dalam menganalisis novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana. Gangguan identitas disosiatif memliki empat diagnosa kriteria yang menyatakan bahwa seseorang menderita gangguan ini.

Menurut DSM-IV-TR (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders, 4th edition text revision) dalam Davison, Gerald dkk, (2006:258)

diagnosis gangguan identitas disosiatif (GID) dapat ditegakkan apabila seseorang memiliki sekurang kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah yang berbeda dalam keberadaan, perasaan, dan tindakan yang satu sama lain tidak


(25)

saling memengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang berbeda. Kadang terdapat satu kepribadian primer, dan penanganan biasanya diperuntukkan bagi kepribadian primer. Umumnya terdapat dua hingga empat kepribadian pada saat diagnosis ditegakkan, namun selama berlangsungnya terapi seringkali muncul beberapa kepribadian baru atau disebut dengan alter.

Menurut DSM-IV kriteria untuk gangguan identitas disosiatif diantaranya: 1. Kehadiran dua keadaan kepribadian yang berbeda (masing-masing dengan

pola yang relatif abadi sendiri mencerap, yang berkaitan, dan berpikir tentang lingkungan dan diri).

2. Dua identitas atau keadaan kepribadian ini berulang mengendalikan perilaku seseorang.

3. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting yang berkenaan dengan dirinya yang terlalu luar biasa untuk dianggap hanya sebagai lupa biasa.

4. Gangguan ini bukan karena efek psikologis langsung dari suatu zat. (misalnya, pemadaman atau perilaku kacau selama mabuk alkohol) atau kondisi medis umum (misalnya, kejang parsial kompleks). (DSM-IV, 2000:240-241)

Penyebab dari gangguan identitas disosiatif sejauh ini belum diketahui pasti, namun berdasarkan riwayat kehidupan para pasien, hampir 100% dari para pasien memiliki peristiwa traumatik, terutama pada masa kanak-kanaknya. Peristiwa traumatik pada masa kanak-kanak biasanya meliputi penyiksaan fisik atau seksual. Peristiwa traumatik lainnya misalnya kematian saudara atau teman


(26)

dan menyaksikan kematian tersebut ketika individu masih anak-anak. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:52).

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, novel Khokkiri belum pernah dianalisis oleh mahasiswa Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara dan di seluruh universitas di Indonesia. Namun, analisis dengan teori gangguan identitas disosiatif sudah pernah digunakan dalam menganalisis karya sastra, di antaranya sebagai berikut:

”Kepribadian Ganda Tokoh Kartika Dalam Naskah Drama Kartini Berdarah Karya Amanatia Junda Solikhah”, oleh Dwi Hidayati, skripsi, Universitas Jember (2011). Penelitian ini menganalisis unsur struktural naskah drama Kartini Berdarah dan menganalisis kepribadian ganda tokoh Kartika dalam naskah drama Kartini Berdarah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural, teori psikoanalisis, dan teori psikologi abnormal (kepribadian ganda). Hasil pembahasan berupa unsur struktural mencakup tema, penokohan, perwatakan, latar, alur, konflik, wawancang, dan kramagung. Faktor penyebab kepribadian ganda yaitu seringnya penggunaan mekanisme pertahanan diri berupa represi, fiksasi, menarik diri, dan fantasi akibat kondisi eksternal individu yang tidak mendukung dan bentuk kepribadian ganda tokoh berupa munculnya pribadi Kartini dalam diri Kartika.

Selanjutnya dengan teori yang sama diteliti oleh Sinta Fajaria Noni Hendarti dalam tesisnya yang berjudul ”An Analysis Of Multiple Personality Of


(27)

Penelitian ini menganalisis kepribadian ganda tokoh utama dan menganalisis penyebab yang dialami tokoh utama yaitu Ashley Patterson. Hasil penelitiannya yaitu Ashley memiliki tiga identitas berbeda yaitu: selain menjadi Ashley, juga sebagai Allete dan Toni. Kondisi Ahley muncul karena trauma masa kecil yang dialaminya. Tujuan penulisan Sinta adalah untuk lebih memahami kepribadian ganda yang dialami karakter Ashley dan identitasnya yang lain.

Selain kedua penelitian di atas, saya menemukan satu kajian lagi dengan teori yang sama, ditulis oleh Asep Sundana dalam jurnalnya yang berjudul ”Kepribadian Ganda Tokoh Nawai dalam Rumah Lebah Karya Ruwi Meita: Tinjauan Psikologi Sastra”. Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra, teori despersonalisasi, dan teori DSM-IV mengenai Dissociative Identity Disorder (DID) atau disebut juga dengan gangguan kepribadian ganda. Penelitian ini menganalisis gangguan kepribadian ganda tokoh Nawai dan menganalisis penyebabnya. Hasil penelitian ini adalah tokoh Nawai memiliki lima identitas dalam dirinya yaitu, dirinya sebagai Nawai, Ana Manaya, Abuela, Si kembar, dan Wilis. Penyebab Nawai mengalami gangguan kepribadian ganda dikarenakan adanya traumatik masa kecil yang begitu mendalam.

Pada kesempatan ini, saya akan meneliti novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana berdasarkan teori psikologi sastra dengan bantuan ilmu psikologi abnormal mengenai gangguan identitas disosiatif atau gangguan kepribadian ganda.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Menurut Whitney dalam Kaelan (2005:58), metode deskriptif adalah pencarian makna dengan interpretasi yang tepat dan sistematis. Misalnya dalam hubungannya dengan penelitian masyarakat, serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-hubungan kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian dipaparkan sebagai berikut:

3.2 Sumber Data

Sumber data yang akan dianalisis dalam penelitian ini menggunakan Sumber data Primer dan Sumber data sekunder. Sumber data primer yaitu sumber data utama yang dipakai peneliti yaitu novel Khokkiri. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah:

Judul novel : Khokkiri

Pengarang : Lia Indra Andriana Penerbit : Haru


(29)

Ukuran buku : 20 cm Cetakan : Pertama Tahun terbit : 2011

Warna Sampul : Berwarna hitam gelap dengan judul berwarna putih.

Gambar Sampul : Gambar dinding dengan seekor gajah di sudut kanan sambil memegang kamera dan lembaran foto yang berantakan di lantai.

Desain Sampul : Saiful Rohman

Sumber data sekunder yang digunakan peneliti yaitu beberapa buku pendukung diluar objek yang digunakan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah teknik baca, simak, dan catat. Membaca keseluruhan isi novel, menyimak setiap peristiwa, dan mencatat hal-hal penting untuk kemudian diolah menjadi data. Dalam penelitian ini penulis mengungkapkan data-data yang berupa kata, frasa, kalimat, dan paragraf yang ada dalam novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana sesuai kebutuhan peneliti.

3.4 Metode dan Teknik Pengkajian Data

1) Mengidentifikasi gangguan identitas disosiatif tokoh utama dalam novel Khokkiri.


(30)

2) Mengidentifikasi penyebab timbulnya gangguan identitas disosiatif tokoh utama dalam novel Khokkiri.


(31)

BAB IV

GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF YANG DIALAMI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KHOKKIRI

4.1 Kehadiran Dua Keadaan Kepribadian yang Berbeda

Dalam diri Della terdapat empat kepribadian yang berbeda, masing-masing kepribadian dapat mengendalikan dirinya. Keempat kepribadian itu adalah Lucie, Becca, Della dan Lady Vampir. Della adalah seorang penerjemah. Becca adalah seorang design web, Lucie adalah seorang penerjemah tanpa sertifikat, dan Lady Vampir adalah vampir yang haus darah dan takut pada sinar matahari. Lucie lahir di Indonesia. Ia muncul saat Becca dan Della masih di Indonesia sebelum berangkat ke Korea. Hal ini diceritakan dalam sesi terapi yang dilakukan Laura dengan Lucie. Seperti dalam kutipan berikut:

”Lucie terkikik. ”Pernah mengunjungi beberapa kali. Tapi, tidak. Della dan Becca tinggal di sana. Aku tidak, aku lahir di Indonesia. Aku orang Indonesia.”

Satu petunjuk, jadi alter yang ini muncul saat di Indonesia. Itu berarti sebelum pindah ke Korea atau setelah kembali dari Korea....” (Lia, 2011:212).

Alter dalam kutipan diatas berasal dari bahasa Latin yang berarti ”aku

yang lain” merupakan diri kedua yang dipercaya berbeda daripada orang kebanyakan atau kepribadian yang sebenarnya. Istilah ini dipakai pada awal abad kesembilan belas ketika gangguan oleh


(32)

Seseorang yang memiliki Alter ego dikatakan menjalani kehidupan ganda. 2015).

4.1.1 Kepribadian Tokoh Lucie

Lucie adalah seorang wanita penggoda yang menyukai seks dan dunia malam. Sifatnya ini dia dapat dari peristiwa yang terjadi di masa lalu Della, ketika Della mendapat pelecehan seksual dari ayahnya. Sifatnya itu tergambar dalam kutipan berikut:

”Ya ‘kan Pak?” Suara Lucie pelan, namun mengintimidasi. Ia mulai memamerkan senjata hebatnya. Pakaiannya mendukung usahanya. Rok mini warna hitam dan kemeja yang kini kancingnya terbuka dua, memperlihatkan kematangannya sebagai seorang wanita. Sepatu berhak dua belas cm-nya terasa menyakitkan, tetapi ia menyukai sensasi rasa itu. Ia terlihat seksi dan bergairah. Wajahnya berbinar dalam rona cerah meski mereka berada dalam pub remang-remang.” (Lia, 2011:12).

Dari kutipan di atas menggambarkan Lucie sedang menggoda atasannya untuk mendapatkan yang dia inginkan. Dia akan menggunakan segala cara demi mendapatkan keinginannya meskipun cara yang ditempuhnya salah. Ia tidak peduli. Rayuan-rayuan dan taktik ia mainkan dengan terampil. Seperti kutipan di bawah ini:

”Tentu saja. Akan saya pastikan.” Bibir pria itu mulai terbuka. Wajah Lucie yang penuh riasan tebal semakin mendekat. Kecantikannya tertutup berlapis-lapis produk kecantikan. Sekarang pria itu bisa merasakan mulutnya ditempeli sesuatu yang lengket. Lengket dan panas. Lucie sudah menggunakan senjatanya. Pria itu bergetar senang, sudah lama ia tidak merasakan ini. Istrinya selalu sibuk bekerja, ia juga sama sibuknya.

Kalau temannya tahu rencana yang telah disusunnya ini, Lucie yakin temannya itu akan sangat kecewa padanya. Namun, apa boleh buat. Ia sendirilah yang menentukan langkah untuk menggapai yang ia mau.


(33)

Hanya dirinya sendiri yang bisa ia andalkan dan ia yakin dengan kemampuannya.

”Jadi, saya boleh ke Korea?” Lucie menarik senjatanya menjauh, membuat si pria buta oleh keinginan tubuhnya. Lucie tau mengulur waktu bisa membuat pria itu bisa menyetujui apapun yang ia inginkan.

”Pasti! Pasti! Istri saya selalu nurut, kok.” Napas pria itu pendek-pendek. Tangannya sibuk mencari kenikmatan yang tadi ia rasakan. ”Akan saya cari alasan yang cocok supaya istri saya mau mengirimmu ke sana. Gampang. Sekarang, kamu kembali ke sini.” (Lia, 2011:13).

Ia merelakan tubuhnya demi mendapatkan kepuasan seksual dan apa yang ia inginkan. Ia merayu atasannya demi pergi jalan-jalan ke Korea secara cuma-cuma. Dengan wajah yang cantik dan ketrampilannya dalam memikat lelaki, ia pun dengan mudah mendapatkan apa yang ia mau. Selain menggoda atasannya, Lucie pernah menggoda tunangan Della sewaktu ia bertansformasi kepribadian. Seperti dalam kutipan di bawah ini:

”Sekamar saja, ya?” Lucie mulai mengeluarkan suaranya yang kata orang sangat menggoda.

Pria itu terlihat terperanjat, tetapi berhasil menguasai diri dengan cepat. ”Kau yakin?” Si pria terlihat memikirkan respon yang tepat.

”Lebih enak sekamar berdua.” Lucie memberi alasan. ”Aku tidak terbiasa di penginapan asing seperti ini. Lebih enak kalau ada yang dikenal. Seorang teman.”

Si pria tertegun. Belum pernah ia mendapatkan permintaan seperti itu. Setidaknya, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

”Teman dekat,” lanjut Lucie sambil mendekati pria itu. Tubuh mereka hanya berjarak beberapa senti. Lucie bisa merasakan napas pria itu menyentuh kepalanya. Pria itu tinggi. Cocok sekali dengan selera Lucie. Cowok tinggi terasa nyaman sekali dipeluk. Iya, itu kriteria sempurna bagi Lucie. Pria yang enak dipeluk. Tinggi badan berbodi bagus, itu syarat penting.

Lucie mendesah. ”Teman tidur,” bisiknya, melanjutkan kalimatnya yang sengaja dipotong.

Mata pria itu membulat dan jakunnya naik-turun. Lucie tersenyum lebar. Ia tahu hari ini ia akan mendapatkan apa yang ia mau. Ah, jadi wanita itu enak sekali. Sangat gampang meminta orang mengabulkan permintannya.” (Lia, 2011:46).


(34)

Lucie menyiasati Richard untuk tidur dengannya. Ia memberikan isyarat untuk memesan satu kamar. Richard yang mendengarkan alasan Lucie dan ingin menemani kekasihnya (Lucie berpura-pura sebagai Della). Lucie sebagai wanita yang menyukai seks melakukan cara apa saja untuk mendapatkan kepuasan seksual. Ia suka sekali menggoda Richard, tidak hanya sekali, hal itu terjadi beberapa kali. Seperti dalam kutipan berikut:

”Gadis itu mengeluarkan tawa kemenangan. ”Tidak tahu siapa aku?” Ia mendekat pada Richard. Kepalanya mendongak ketika kepala mereka hanya berjarak beberapa sentimeter. Ia mulai melingkarkan lengannya pada leher Richard. Dijinjitkan kakinya. ”Kita sudah beberapa kali bertemu, Dok. Tidak ingat? Di penginapan jelek itu?”

Richard tertegun. Benar. Sekarang semuanya menjadi masuk akal. Gadis inilah yang ia hadapi saat mereka berdua menginap di penginapan sepulang dari Semarang. Gadis yang menggodanya dan meminta sekamar dengannya. Ya, Tuhan... berapa alter lagi dalam diri Della? Kasihan sekali kekasihnya. Tubuhnya yang kecil harus ditempati begitu banyak orang... juga luka bakar itu. Apa penjelasan logis tentang ini? Sinar lampu yang dapat membakar tubuh seseorang?

”Well... wajahmu menunjukkan kau ingat.” Gadis itu tersenyum menggoda. ”Aku juga memberitahumu tentang Korea. Aku sangat berjasa ‘kan? Membantumu menyelesaikan misteri ini? Hahaha.... Tidak kusangka bakal secepat itu kau mendapatkan informasi tentang kami.” (Lia, 2011:208).

Paparan di atas menggambarkan Lucie sedang menggoda Richard. Ia ingin mendapatkan hal lebih dari Richard, namun Richard tidak pernah memberikannya. Di sela-sela percakapannya dengan Richard, Lucie selalu mengeluarkan senyum dan tawa menggodanya. Seperti dalam kutipan berikut:

”Hm...hm...” Gadis itu bergumam pelan.

”Siapa namamu?” bisik Richard pelan. Ia mulai mengangkat gadis itu supaya gadis itu tidak perlu berjinjit. Gadis itu tersenyum senang. Ini baru namanya pelukan mesra. Richard sudah berhasil mengambil hatinya. ”Lucie,” jawabnya sambil mengeluarkan tawa menggoda. ”I’m Lucie. No

last name, just Lucie.” (Lia, 2011:208).


(35)

Selain sifatnya yang menyukai seks dan menggoda lelaki, Lucie juga merupakan wanita yang berani mengemukakan pendapat secara langsung dan bertindak semaunya. Hal ini ditunjukkan penulis dalam beberapa ucapan Lucie dan tindakan Lucie seperti dalam kutipan berikut ini:

”Gelar sialan!” Ia sering mengumpat dan tidak hanya dalam hati. Ia ingin orang yang menetapkan tarif baginya itu mendengar dan tahu kemarahannya. Mana mau ia menyimpan kata-kata makian dalam hatinya sendiri? Menyimpan sumpah serapah dalam hati sama saja dengan menimbun sampah dalam diri sendiri.

Temannya mengatakan ia terlalu berani, tetapi Lucie tidak peduli. Memang itu yang ia rasakan, tidak perlu membohongi diri sendiri dan orang lain. Lagi pula, bosnya tidak pernah ambil pusing dengan sikapnya yang seenaknya sendiri itu. Selama bayarannya murah, umpatan Lucie pun diterima sebagai angin lalu.” (Lia, 2011:10).

Lucie sering sekali mengumpat dalam setiap ucapannya seperti dalam kutipan di atas. Ia mengatakan ”sialan” sebagai ungkapan kekesalannya pada bosnya. Tidak hanya itu, kutipan di bawah ini, ia juga mengungkapkan kekesalannya dengan mengatakan ”sialan” lagi.

”Lamarannya ditolak. Impiannya terlalu tinggi. Biro-biro perjalanan itu sudah memiliki nama besar. Standard mereka tingi dalam merekrut pegawai. Mereka mensyaratkan minimal lulusan S1 untuk bisa bergabung dengan mereka. Ijazah sialan! Lucie mengumpat dalam hati....” (Lia, 2011:11).

Lucie tidak suka menyimpan kekesalannya sendiri, ia lebih suka mengeluarkan sumpah serapahnya agar hatinya tenang. Pada kutipan di bawah ini, Lucie mengeluarkan semua emosi dan kekesalannya pada Richard:

”Apa maksudmu?” Kini Richard berteriak tidak sabar

”Hah!” Gadis itu mendengus. ”Seakan kau tidak tahu saja. Kau mencoba menghilangkan siapa? Becca? Aku? Dasar Bodoh! Ambang batas kesabaran kami sudah cukup tinggi! Siapa yang kau inginkan? Della? Egois... Egois... kau tahu Adriel juga memiliki hak yang sama denganmu!” Richard semakin bingung. Satu yang pasti, gadis di depannya bukanlah Della, bukan Becca, dan juga bukan si Vampir. Ia tidak terlihat akrab


(36)

dengan adiknya juga. Gadis itu memanggil nama Adriel bukan dengan nama Koreanya. Sekarang, Richard memilih mendengarkan dalam diam. ”Salah perhitungan, heh?” Gadis itu kembali meyunggingkan senyum mengejek. ”Lady itu shadow. Dia tidak cukup kuat. Tetapi gara-gara obat brengsekmu yang menekan kelompok ligth dan storm, si shadow kecil bisa keluar. Dia hanya keluar semalam, dan lihat apa yang terjadi! Wajahku terbakar! Dasar Vampir! Mengapa dia harus keluar? Memang benar-benar tidak punya otak! Tidak bisa membedakan mana lampu dan matahari! Mana ada vampir yang kalah dengan lampu!? Lady jelas tidak boleh keluar lagi!” (Lia, 2011:217).

Lucie terus mengungkapkan kekesalan dan amarahnya dengan sumpah serapahnya seperti kata ”brengsek”, ”bodoh” dan ”tidak punya otak” yang ia katakan untuk Richard. Ia marah karena obat penenang yang diberikan oleh dokter Freddy membuat vampir keluar dan wajahnya terbakar. Lucie tidak segan- segan mengungkapkan apa yang ia rasakan ketika mengeluarkan pendapat. Ia mengungkapkannya dengan lantang tanpa basa-basi. Seperti dalam kutipan berikut ini:

”... Seumur-umur Lady hanya keluar dua kali. Pertama kali karena melihat darah, yang kedua..., ehm... lupa. Intinya Lady tidak pernah keluar. Obat bodoh itu yang bikin Lady keluar. Dasar nyusahin! Aku yakin si dokter tidak percaya kalau kami ini punya kepribadian ganda. Dia sedang mencoba-coba memberikan terapi untuk kasus lain. Obat penenang... bah! Emangnya kami apaan? Psikopat gila?” (Lia, 2011:215).

Psikopat secara harfiah berarti sakit jiwa. Psikopat berasal dari

kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Pengidapnya juga sering disebut sebagai sosiopat, karena perilakunya yang antisosial dan merugikan orang-orang terdekatnya.

Psikopat tidak sama dengan psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut


(37)

mental. Menurut penelitian sekitar 1% dari total populasi dunia mengidap

psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena sebanyak 80% lebih banyak yang

berkeliaran daripada yang mendekam di pengidapnya juga sukar disembuhka Diakses pada tanggal 17 Agustus 2015).

Lucie tidak suka dianggap seperti psikopat gila. Psikopat lebih parah dari penyakit skizofrenia. Pada kutipan di bawah ini, Lucie masih saja mengatakan sesuatu sesuka hatinya, ”tolol”, ”bodoh”.

”Tolol!” Suara Della tiba-tiba berubah menjadi kasar. ”Sudah kuberi kesempatan malah bertindak bodoh!”

Lucie. Richard mundur kebelakang saat Lucie menuding dengan foto

masih di tangannya. ”Gelarmu dokter tapi kau bertindak seperti tidak berpendidikan!” (Lia, 2011:241).

Lucie yang memberikan kesempatan kepada Richard dengan membangunkan Della, merasa kesal dengan tindakan Richard yang menunjukkan foto Della dalam foto kecelakaan yang dialaminya dengan kakaknya, Becca. Lucie mengatakan ”Kalian semua sialan!!” sebagai ungkapan kemarahannya pada Richard dan Adriel yang terus bertanya siapa pemilik tubuh Della yang asli, seperti kutipan berikut:

”Kau pikir aku akan memberi tahu kalian?” Lucie mencemooh.

Tidak ada yang bersuara. Richard dan Adriel menatap Lucie dengan ekspresi kehausan akan informasi. Lucie membuka mulut, hendak bersuara. Tidak jadi. Kedua pria iu menatapnya dengan penuh harap. ”Kalian semua sialan!” Ia berkata dengan kasar, tetapi tidak ada nada marah dari ucapannya. Ia mengangkat bahunya cuek. ”Oke, bawa aku ke Laura. Aku juga sudah capek. Lebih baik semuanya diselesaikan.” (Lia, 2011:244).


(38)

Lucie juga memunyai sifat positif. Ia adalah teman bercerita yang menyenangkan. Hal ini membuat Laura merasa sedang mengobrol dengan seorang teman, bukan pasien. Laura adalah mantan pacar Richard yang berprofesi sebagai psikiater di Australia. Laura lah yang membantu Richard dan Adriel untuk menyembuhkan Della. Berikut dalam teks:

”You know, I can keep your secret from Richard. You have my promise. As a friend.” Lucie menunjukkan kelingkingnya, berjanji kepada Laura. Se’s lonely. Laura memutuskan. Dia hanya menginginkan teman. Laura

menyilangkan kelingkingnya sambil tersenyum. Ia mulai bercerita dengan antusias dan Lucie mendengarkan dengan sama antusias dengannya. Dalam sesi ini, Laura belum bisa menjadi dokter, ia menyadari kegagalannya. Namun ia cukup puas. Ia mendapatkan seorang teman. Lucie adalah gadis yang sangat menyenangkan.” (Lia, 2011:214).

Penggalan kutipan di atas, menggambarkan sifat Lucie. Ia adalah teman yang menyenangkan. Ia menyukai Laura, sebagai teman, bukan sebagai seorang dokter, dan Laura juga sebaliknya ia menyukai Lucie. Di sesi terapi yang pertama ini Laura dan Lucie hanya saling mengobrol untuk saling memahami antara pasien dan dokter.

”Lucie tersenyum. ”Mudah sekali membuatmu senang,” ucapnya. ”Becca tidak pernah memanggilmu begitu ‘kan? Tahu tidak, dalam hati dia ingin sekali memanggilmu Oppa, tapi dia tahu diri. Dia lebih tua darimu... berapa? Tiga tahun? Dia pikir rasanya aneh sekali kalau memanggilmu, yang jelas-jelas lebih muda, dengan sebutan Oppa. Gadis itu... terlalu banyak khawatir. Kau harus menjaganya.”

Lucie membicarakan Becca seakan-akan Becca adalah temannya, bukan satu tubuh dengannya. Ekspresi wajahnya tenang sekali saat membicarakannya, seperti seseorang yang sangat nyata—bukan sebuah kepribadian yang tercipta karena pribadi yang asli melarikan diri dari keadaan yang tidak mampu ia tangani.” (Lia, 2011:220).

Berdasarkan penggalan teks di atas, Lucie menceritakan Becca kepada Adriel dengan tenang dan riang. Seolah-olah Becca adalah temannya sendiri.


(39)

Adriel mendengarkannya dengan senang hati, seolah-olah ia mendapatkan narasumber yang pas untuk mencari informasi tentang wanita yang ia cintai.

Lucie juga menyukai travelling ia memunyai pekerjaan impian, menjadi sebuah guide, tapi pekerjaan itu belum bisa ia capai. Ia ingin bekerja sambil melampiaskan hobinya ke tempat-tempat wisata. Hal ini ia ungkapkan dalam kutipan berikut ini:

”... Pekerjaan impiannya adalah guide di sebuah agen perjalanan. Sambil bekerja, ia bisa melampiaskan hobinya. Mengunjungi daerah-daerah wisata sekaligus mencari teman baru sebanyak-banyaknya....” (Lia, Haru 11).

Penulis, dalam hal ini lebih banyak menceritakan secara langsung apa yang disukai dan tidak disukai oleh tokohnya. Dalam beberapa teks penulis menceritakan watak tokoh secara tersurat. Seperti dalam kutipan berikut ini juga, alasan Lucie untuk datang ke Australia selain untuk terapi: ”... Aku bersedia datang ke Australia karena aku tahu dokter tua itu tidak percaya pada kami. Dan lagi... Australia... siapa yang menolak perjalanan gratis kemari?...” (Lia, 2011:226).

Penggalan kutipan sebelumnya menggambarkan Lucie yang menyukai jalan-jalan. Ia ingin ke Australia untuk berwisata sekaligus alasan utamanya untuk melakukan terapi dengan Laura. Lucie menginginkan perjalanan gratis dan perjalanan itu ia dapatkan dengan ikut bersama Richard dan Ardriel.

Selain kedua sifatnya itu, Lucie juga suka menari. Ia suka menari dalam pub-pub yang ia singgahi pada saat malam hari. Dunia malam memang dunianya, menari juga dunianya. Seperti dalam kutipan berikut:


(40)

”Malam ini, Lucie siap masuk ke dunianya yang sudah ia bangun sejak ia masih remaja. Musik yang memekakkan telinga membuat debaran jantung Lucie meningkat. Dipejamkan matanya dan mulai mengikuti irama musik. Lantai dansa yang ia injak terasa mengundang sekali. Ia mulai menggoyangkan tubuhnya. Lucie menari.

Tariannya bagus. Ah, bukan, kurang tepat. Tariannya memesona. Tarian dengan gerakan menggoda. Lucie tahu yang ia lakukan. Ia sudah mempelajari tarian-tarian seksi tersebut sejak lama. Ia mempelajarinya diam-diam, seorang diri di dalam kamar. Tidak ada yang mengajarinya. Tidak juga lahir dari bakat. Ia berlatih setiap malam dari beberapa video yang ia download di internet. Malam-malam penantiannya menunggu ayahnya tidur terbayar sudah.

Gerakkannya menghipnotis sebagian besar pria di kelab malam itu. Ia tahu ia akan mendapat banyak pujian begitu tariannya selesai. Ia menikmatinya....” (Lia, 2011:31).

Kutipan yang diambil dari bab empat tersebut menggambarkan bahwa Lucie memang sangat menyukai menari. Tarian-tariannya bagus dan memesona. Menghipnotis beberapa pria di kelab. Ia menyukai pujian dan menikmatinya. Selain di balik sifat negatifnya itu, Lucie sangat menyayangi Becca, namun membenci Della. Lucie sangat menyukai Becca, ia melindungi dan menyayangi Becca, tetapi tidak pada Della.

Ia membenci Della, membenci semua kesempurnaan Della yang tanpa cacat. Seperti dalam kutipan di bawah ini:

”Aku Lucie. Aku sudah memberitahumu ‘kan?” Ia tersenyum samar. ”Lalu ada Della—aku tidak suka dia—dan Becca. Aku storm, Becca

shadow, dan Della light. Itu nama yang aku ciptakan. Kami tiga besar.”

Laura mengangguk, ada kelompok dengan klasifikasi masing-masing. Ia perlu menanyakan hal itu dengan lebih detail, namun tidak sekarang. ”Mengapa kau tidak suka Della?”

Lucie tertawa mengejek. ”Wanita itu... huh! Dia jenis wanita yang tidak bisa bersenang-senang! Pekerjaannya mulus tanpa cela, kehidupannya bagus, bahkan tunangannya juga sangat tampan. Ah, untuk bagian ini aku harus bilang Becca lebih beruntung.” (Lia, 2011:213).

Ketidaksukaan Lucie kepada Becca tergambar dalam kutipan di atas. Lucie tidak menyukai Della dengan segala kesempurnaannya. Ia mengkritik


(41)

kehidupan Della. Ia lebih menyayangi dan melindungi Becca. Kebencian Lucie pada Della tergambar lagi dalam kutipan di bawah ini:

”... Della, di lain pihak, adalah light. Percaya diri, sukses, pusat perhatian, dan menyebalkan. Itulah dia, si gadis bersinar. Sorry, Richie, tapi aku benci kekasihmu. Dia tidak terjangkau. Kehidupannya sempurna. Aku tidak suka wanita itu. Tidak bercacat dan penuh kemunafikan. Ah, tepat sekali... munafik.” Lucie tersenyum samar.” (Lia, 2011:227).

Richie adalah panggilang untuk Richard, tunangan Della. Lucie memberikan kesempatan untuk Richard bersama Della, namun Richard menyia-nyiakan hal tersebut dengan menunjukkan foto yang dimenangkan ayahnya oleh sebuah ajang penghargaan fotografi. Foto tersebut menggambarkan seorang gadis yang berada di bawah bus dengan kemiringan bus yang akan menimpa gadis tersebut. Gadis tersebut adalah Becca, saudara kembar Della.

Ketakutan Della melihat gambar itu membuat dirinya menghilang dan bersembunyi, lalu digantikan oleh Lucie. Seperti dalam kutipan berikut: ”Menunjukkan foto itu memang tindakan yang bodoh... bagi Della. Tapi bagiku, itu tidak masalah. Itu membuktikan kalau Della wanita pengecut. Tidak salah lagi....” (Lia, 2011:242).

Komentar Lucie di atas, memperlihatkan kebenciannya lagi. Ia mengatakan bahwa Della adalah pengecut karena tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Della berlindung padanya, maka Lucielah yang keluar menggantikannya. Perlindungan dan sayang Lucie pada Della, terlihat pada kutipan berikut:

”Lucie terlihat lebih tenang. ”Becca tidak tahu apa-apa. Secara kasar, kau bisa dibilang tidak becus. Dia seharusnya bergantung kepada orang lain, tetapi ia tidak mau. Kau harus melihatnya berjuang. Di hari pertamanya


(42)

bekerja di tempat Oppa, dia bertanya padaku, apa yang harus dia lakukan. Sepanjang hari itu detak jantungnya meningkat. Kalau aku tidak mendorongnya tetap keluar, dia pasti sudah pergi. Dia tidak takut sakit, kau pasti menyukainya. Dia menyukai hal-hal kecil yang bahkan tidak kita sadari. Dia bisa menangis saat seseorang membencinya padahal ia tidak bersalah. Dia merasakan luapan bersalah itu dan ingin memperbaikinya meski tidak tahu caranya. (Lia, 2011:250-251).

Lucie menceritakan Becca kepada Adriel dengan sangat hati-hati. Ia menceritakan Becca seolah-olah Becca adalah orang lain, sahabatnya yang sangat ia sayangi. Oppa adalah panggilan Lucie kepada Adriel untuk menyenangkan hati Adriel.

Ia menyampaikan panggilan ini karena Becca sangat ingin memanggil Adriel dengan sebutan Oppa, namun ia tidak bisa karena dalam aturan bahasa Korea, Oppa adalah panggilan untuk wanita yang lebih muda kepada laki-laki yang lebih tua. Rasa sayang Lucie kepada Becca digambarkan lagi pada teks berikut, saat Lucie akan meninggalkan Becca:

”<Kau sudah mengerti, Sayang?> Suara Lucie begitu lembut. Sebuah bisikan yang semakin menggali dada Becca, menimbulkan semakin banyak lagi kekosongan.

Becca membuka mulutnya, bibirnya berkedut. Ia mencoba menahan tangisnya lagi. Ia tidak mau menangis. Sudah cukup ia menangis. Ia ingin Lucie pergi dan tidak membahas ini lagi. Ia tidak mau.

<Becca...? Hanya itu yang Lucie katakan. Hanya satu kata itu dan Becca, dengan badan yang lemas, bangkit dari kursinya, beranjak keluar dari kamar. Becca berhasil keluar, mendominasi tubuh mereka. Lucie yang menyuruhnya keluar hanya dengan memanggil namanya.” (Lia, 2011:255-256).

Percakapan di atas adalah percakapan Becca dan Lucie. Hal ini memang sulit untuk dibayangkan. Dalam proses fusi atau penyatuan semua kepribadian menjadi satu, penderita gangguan identitas disosiatif akan dihadapkan pada sebuah cermin untuk berinteraksi pada kepribadian mereka yang lain.


(43)

Kepribadian yang sepakat untuk melakukan hipnotis akan mulai melakukan terapi dengan prosedur yang sudah ditentukan. Lucie yang berbicara pada Becca dan menunjukkan lembaran demi lembaran ingatan yang ada dalam ingatannya dan ingatan Della. Lucie menunjukkan kepada Becca beberapa lembaran ingatan untuk mengatakan kepada Becca bahwa diri mereka tidak nyata. Namun, Becca menolak dan mencoba untuk keluar. Lucie memberikan kesempatan kepada Becca untuk keluar dan menyelesaikan apa yang harus ia selesaikan. Setelah menyelesaikan urusannya. Lucie kembali memutarkan memori-memori yang dimiliki Della kepada Becca. Ia menunjukkannya kepada Becca dengan tujuan Becca mau menerima kenyataan.

Pada saat terapi terakhir, Lucie memutuskan untuk pergi dan memperlihatkan semua rekaman ingatannya pada masa lalu. Seperti dalam kutipan berikut:

”Aku sudah menunjukkannya padamu, Becca. Aku tercipta karena sebuah kekeliruan. Pelecehan seksual atas diriku sendiri. Aku jijik dengan diriku sendiri.>

<Kau tercipta untuk membantu kami, aku dan Della. Kau mengurus surat-surat kami. Identitas kami tetap ada karenamu, Lucie.> balas Becca.

<Aku tidak suka diriku yang seperti itu. Aku tidak membantu kalian, Sayang. Itu untukku sendiri. Aku memang suka melakukannya.>

<Tapi kalau bukan untuk kami, kau pasti memilih pria yang lebih muda dan lebih tampan dari para petinggi ganjen itu.>

Lucie tertawa. <Kau benar. Aku memang mengorbankan diriku untuk membantu kalian, tapi aku ihklas karena aku sayang padamu.>

<Dan juga Della?>

Meski enggan, Lucie menambahkan, <Dan juga Della. Tapi aku tetap harus pergi.>

<Ayolah, Luce. Kau bisa berubah.>

Suara tawa Lucie. <Kau begitu lugu, Sayang. Aku tidak bisa berubah. Inilah aku. Satu bagian dari Della yang menciptakan gadis maniak seks. Aku sudah mengenalnya sejak aku masih kecil. Tidak bisa diubah.>


(44)

<Aku menghilang, Becca. Kalau itu yang kau maksud. Aku memang tidak nyata. Aku tidak bisa meninggal.>

<Tapi kau harus bersamaku.>

<Tidak, Sayang. Aku percaya kau bisa melakukannya sendiri. Aku tahu kau bisa. Kau mampu, Becca. Bergabunglah dengan Della. Aku tahu kau sayang padanya.>

<Bagaimana kalau aku tidak mau bergabung?>

<Jangan membohongi dirimu sendiri. Aku tahu kau sudah berpamitan pada Ji Ho. Dia pemuda yang baik.>

<Benar. Tapi... > Becca tetap memprotes. <Ini selamat tinggal, Becca.>

<Aku akan merindukanmu, Lucie.>

<Aku tahu. Aku tahu. Aku juga akan merindukanmu.>” (Lia, 2011:271).

Lucie sudah memutuskan untuk pergi dan mengajak Becca untuk bersatu dengan Della. Kutipan di atas, menceritakan alasan Lucie tercipta. Lucie sangat menyayangi Becca, hingga saat terakhirnya pun ia meminta dan membujuk Becca untuk bergabung bersama Della agar proses terapi berhasil. Ia memberikan dukungan kepada Becca untuk melakukan hal yang benar. Ia tahu sebenarnya Becca juga akan menurutinya.

4.1.2 Kepribadian Tokoh Becca

Becca seorang penulis di dunia maya untuk sebuah perusahaan Hallam

Advertising. Ia moderator web resmi, blog, facebook, myspace, dan twitter milik

Hallam Advertising. Becca adalah gadis cengeng, tidak suka menjadi pusat perhatian, namun dia bisa mengekspresikan dirinya lewat tulisan-tulisannya di

blog pribadinya. Sifat cengeng Becca tergambar dalam kutipan berikut:

”... Sepertinya mereka bertengkar hebat. Itu pemikiranku pada awalnya, tetapi ternyata tidak. Della lah yang bertengkar dengan ayahnya dan malah Becca yang menangis. Konyol sekali kelihatannya. Tapi itulah Becca, dia anak yang..., hm... cengeng....” (Lia, 2011:131).


(45)

Lontaran yang digambarkan Sang Hee pada halaman sebelumnya, adalah sisi cengeng Becca. Ketika Della bertengkar dengan ayahnya, Becca yang menangis. Ia tidak sanggup melihat orang yang ia sayangi bertengkar di hadapannya. Berbeda dengan Della yang lebih tegar dari Becca. Sisi cengeng Becca tergambar lagi dalam kutipan berikut:

”... Begitu tenang, seiring dan seirama dengan detak jantungnya. Oh Tuhan, bisakah Kau hentikan saat ini? Aku ingin di sini. Aku tidak mau hari ini berakhir. Becca bisa merasakan air matanya mengalir lagi. Ia benci dirinya yang cengeng. Mengapa ia harus mengangis? Ini adalah saat yang paling membahagiakan dalam hidupnya...” (Lia, 2011:260).

Dalam kutipan tersebut, Becca menangis karena ia takut kehilangan Adriel, kekasihnya. Saat itu adalah saat ia memutuskan untuk mengikuti apa kata Lucie untuk bergabung dengan Della. Ia ingin menghentikan waktu dan tidak ingin berpisah dengan Adriel, namun Becca bukan orang yang egois, ia melakukan apa yang dikatakan Lucie dan akhirnya bersatu dengan Della.

Becca juga orang yang tertutup. Ia tidak mampu mengungkapkan isi dan pikirannya secara langsung kepada orang-orang. Ia lebih sering menuliskan pengalaman dan apa yang ia rasakan di dalam sebuah blog pribadi miliknya. Selain karena ia tidak memunyai saudara kandung, ia juga tertutup di kantor. Ini adalah postingan pertamanya saat ia pertama kali bekerja fulltime di Hallam

Advertising. Ia menumpahkan segala kekesalan yang ia rasakan dalam sebuah

tulisan. Seperti dalam kutipan berikut:

”Jurnal 250 My Young Boss He’s Young


(46)

Tadi siang dia ’memberikan’ sebuah kamera padaku. Diberikan begitu saja, tanpa kata pembuka maupun kata penutup. Aku tahu seharusnya aku langsung mengembalikan kamera itu karena sepertinya dia nggak sadar saat memberikan kameranya.

Then, why I didn’t?

Pertanyaan bagus.

Awalnya, aku nggak tahu jawabannya. Tapi, setelah kurenungkan, inilah alasannya: meski dia muda dan berbakat, tapi dia bener-bener payah! Dia bilang karyaku jelek dan tidak layak tampil. Sial!

Memangnya siapa yang memutuskan karyaku menang kompetisi? Aku tahu benar dia adalah salah satu jurinya.

Ah, lama-lama postingan kali ini isinya cercaan semua. Untung aja dia tidak akan membuka blog-ku. Aku tahu dia anti bahasa Indonesia. Sepanjang pengetahuanku, dia selalu menggunakan bahasa Inggris di kantor.

Jadi, kembali pada alasanku tidak mengembalikan kamera itu... mungkin karena aku masih emosi dan nggak rela mengembalikan kamera itu. Lagi pula, foto-foto yang dia ambil sangat indah. Aku sudah berusaha membaca teknik fotografi di internet tapi tetap saja istilah-istilahnya membuatku pusing: shutter, apperture, iso.

Well, sepertinya fotografi memang bukan duniaku. So, that’s all for today.

Becca mengklik tombol untuk memasukkan tulisannya ke blog-nya. Sesaat kemudian, ia mengedit tulisannya kembali.

NB: Dia orang Korea. Dia mengejek karyaku menggunakan bahasa Korea. Sial baginya, aku lulusan Sastra Korea Kyung Hee University. Dia terlihat kaget sekali waktu aku menjawab bahwa akulah yang membuat tulisan itu. Becca puas dengan tambahan tulisannya dan kembali menekan tombol

posting untuk menyimpannya di dunia maya. Perasaannya sedikit lebih

baik. Keputusannya untuk tidak mengejar Adriel memang tepat. Becca tahu dia punya sejarah kurang bisa mengendalikan emosi. Meski sering kali emosi itu tak tampak dari luar, tetapi ia bisa merasakan amarah itu mengikat tubuhnya dan menyiksanya habis-habisan. Ia butuh waktu menenangkan diri. Membalas dendam di dunia maya cukup bisa memberikan ketenangan baginya...” (Lia, 2011:8-9).

Paparan teks di atas adalah salah satu isi dari posting-an di blog miliknya. Becca mengungkapkan kekesalannya karena atasannya yang lebih muda mengejek karyanya dengan menggunakan bahasa Korea, dan Becca sebagai mahasiswi S1 lulusan Universitas Kyung Hee yang sangat memahami bahasa Korea langsung menjawab ejekannya juga dengan bahasa Korea dan itu membuat


(47)

bosnya terkejut. Setiap peristiwa yang ia hadapi, selalu ia tulis di blog. Berikut kutipan tulisannya yang lain:

”Jurnal 263, What Should I Do Next?

He gave me a book. Tentang fotografi tidak tahu apa maksudnya. Dan

yang aku maksud dengan dia adalah pemuda yang aku ceritakan beberapa hari ini—my boss.

Saat ini, buku itu masih ada ditanganku dan aku sama sekali tidak tahu harus diapakan buku itu. He just said, ”you can find shutter, aperture, all

things that you need in this book.”

Dan seperti biasa, aku sama sekali nggak bertanya. Aku menerimanya saja tanpa berkomentar sedikit pun. Tolol, ya?

Sekarang, apa yang harus aku lakukan?

Membaca buku itu? Jelas! Setelah itu?” (Lia, 2011:40)

Jurnal Becca tersebut menceritakan keadaannya yang sedang bingung. Setelah diberikan sebuah kamera yang sama sekali tidak tahu harus ia apakan, sekarang bosnya malah memberikan sebuah buku fotografi. Setiap tulisan Becca ditandai dengan nomor agar ia bisa mengingat urutan dari cerita-ceritanya. Selanjutnya dalam teks berikut:

”Jurnal 268 Tangga Naik

Sebelum membaca jurnal ini, baca peringatan ini: JANGAN TERTAWA! Oke, jadi aku memutuskan untuk menanyakan tentang buku itu padanya. Maksudku, aku sudah memutuskan tapi aku belum melakukannya. Dan itu disebabkan karena suasana yang canggung.

Ugh! Kenapa aku selalu grogi di depan orang? Aku kan nggak naksir dia. Ya Tuhan, dia jauh lebih muda dari aku. Kalau aku grogi karena aku suka, itu lebih masuk akal. Aku nggak akan bingung kenapa aku merasa grogi. Karena aku merasakan sesuatu.

Sedangkan ini? Aku tahu ini cuma sifat burukku yang susah berinteraksi dengan orang lain. Padahal aku sudah menyiapkan kalimat yang akan aku ucapkan, tapi yang keluar dari mulutku malah, ”Kan sudah jelas tangga itu untuk naik, kenapa harus diberi tulisan lagi?”

Dan tebak, apa responnya? Hah! Benar sekali!

Nothing!

Dia hanya melihatku seakan aku ini gajah (kenapa tiba-tiba muncul gajah?) yang tiba-tiba bisa bicara bahasa manusia. Ugh! Benci... benci... benci...


(48)

Berapakah umurmu? Terlihat masih muda. 24?

Becca wrote

Kamu tertawa? *penasaran*

Haha! Mencoba menghina? lebih tua lagi *shy*

TOP wrote

Aku tidak melakukannya. Cukup senang mendengar kamu mengambil keputusan itu.

Hm... mungkin dia heran mengapa gajah ada yang lupa. Tangga... ada buat naik... juga ada buat turun.” (Lia, 2011:57).

Paparan di atas menceritakan perasaan Becca yang menyesali kebodohannya. Ia bermaksud ingin mengembalikan buku dan kamera yang diberikan bosnya. Namun, karena ia sulit berinteraksi dengan orang lain, ia akhirnya terlihat bodoh dengan reaksi bosnya setelah ia mengatakan bahwa ”Kan sudah jelas tangga itu untuk naik, kenapa harus diberi tulisan lagi?” bosnya hanya diam tanpa respon. Tulisannya mendapat respon dari seorang pembaca blog miliknya dan mengomentari bahwa tangga bisa untuk naik, juga bisa untuk turun. Pada tulisan Becca berikutnya, Becca menceritakan tentang pengalamannya yang tersesat. Seperti dalam kutipan berikut:

”Jurnal 270 Tersesat

Ini minggu keempatku bekerja dan aku masih saja tidak bisa menghafal jalan menuju kantorku! As you know, kosku dengan dengan kantor. Hm... tidak bisa dibilang tetangga, tapi masuk dalam kategori dekat. Bisa ditempuh dengan berjalan kaki, kurang lebih 15-20 menit, dan akan meningkat menjadi 30 menit jika aku tersesat. Sungguh! Aku ini penghafal yang buruk sekali.

Ah, aku jadi merasa tidak pantas memakai kata gajah di posting-anku yang lama. Ha! Kenapa juga si gajah masuk ke otakku? Aku bukan penggemar gajah, jelas sekali. I don’t like animal. Any kind of it.

Kembali pada diriku yang suka tersesat. Apakah ada obat yang bisa aku minum supaya bisa cepat menghafal jalan? Segala sesuatu yang berhubungan dengan jalan raya, aku angkat tangan. Menghafal jalan, menghafal plat dan nomor mobil, serta mengendarai kendaraan (dalam bentuk apapun) adalah kelemahanku.


(49)

NB: Tugas proyek pertamaku sedang di-layout. Sudah tidak sabar melihat bayi pertamaku lahir.” (Lia, 2011:61)

Dalam jurnal Becca tersebut, Becca menceritakan bahwa ia adalah penghafal yang buruk. Sebenarnya bukan ia penghafal yang buruk, hal ini karena dampak negatif dari gangguan identitas disosiatif yang menyebabkan penderita merasa kehilangan waktu dan memori sehingga ia tidak bisa mengingat dengan jelas informasi penting mengenai dirinya. Dalam kutipan selanjutnya, Becca menceritakan pengalaman pribadinya mengenai kisah cintanya:

”Jurnal 275 Time

Hari ini seseorang mengirimkan sesuatu padaku. Sebuah kalimat yang rasanya tidak cocok kalau dia yang mengucapkan. Karena... ah, sebaiknya kalian baca tulisanya. Jika dibahasa-inggriskan secara bebas, artinya adalah:

The time you enjoy wasting time is not a wasted time And why he sent me that? Because of my last post? Hm...

maybe, maybe not. Aku tidak tahu yang mana karena hanya dia yang bisa

menjawabnya dan dia saat ini sedang berada di luar kota.

Lucunya, waktu yang aku buang adalah waktu kerjaku dan itu berarti sekarang ini aku memakan gaji buta dan dia mendukungnya. Haha! Padahal dia adalah salah satu orang dalam jajaran orang penting yang menggajiku.

Top wrote

Aku juga seorang karyawan, sama sepertimu. Kalau memang masih bisa mengerjakan tepat waktu, kenapa tidak menikmati masa-masa luang seperti itu?

Becca wrote

Haha. Jangan sampai ada atasan yang membaca ini. Hm...

How are you? It’s kinda quite here. Where are you now? I miss you.

Becca membaca balasannya sekali lagi, kemudian menekan satu tombol. Edit.

Becca wrote at 10.11

Haha. Jangan sampai ada atasan yang membaca ini. Save.” (Lia, 2011:92).

Becca menceritakan seseorang yang mengirim sebuah kalimat yang ia rasa tidak pantas dikirimkan untuknya, karena seseorang itu adalah bosnya sendiri,


(50)

Adriel. Dalam kutipan di atas, Top adalah Adriel. Ia sudah mengaku pada Becca bahwa ia adalah Adriel, bosnya. Adriel jujur pada Becca setelah ia memberikan foto-foto yang menuntun Becca sampai ke kosnya hingga ia tidak tersesat lagi. Becca secara rutin menulis jurnal, berikut isi jurnal selanjutnya:

”Jurnal 279 i’m pregnant!

I am

Sebelum kalian memandangku sebelah mata karena hamil di luar nikah (meski kalian tidak mengenalku, kalian pasti tahu dengan pasti aku tidak punya pacar karena well... I never mention it), aku harus menambahkan kata-kata ini.

Dalam mimpiku. Iya, cuma dalam mimpi.

Tapi rasanya nyata sekali. Aku bisa merasakan perutku yang besar dan kenyal. Aku bisa merasakan tendangan dari si bayi. Aku bisa merasakan belaian suamiku. Hm... untuk bagian terakhir aku tidak yakin apakah dia suamiku. Maksudku, mimpi itu tidak menunjukkan surat nikah. (lain kali aku bakal minta sutradara mimpi supaya mempekerjakan penata cahaya ;p).

Aku yakin pria itu suamiku. Maksudku, meskipun itu cuma mimpi, tapi kata orang, mimpi merefleksikan keinginan kan? Bukan berarti aku sudah ingin berkeluarga, tapi suatu saat aku memang merencanakan seperti itu, jika kadaan lancar. Haha. Dan aku tidak pernah mau melangkah lebih jauh tanpa ikatan nikah. Tahu maksudku, kan? Semua agama melarangnya, budaya kita juga.

Aku dibesarkan dengan dua budaya: Indonesia dan Korea. Dan keduanya tidak begitu mendukung sex before married (secara sembunyi-sembunyi sih banyak sekali yang melakukannya, tidak bisa disangkal kan?)

Aku tidak pernah membayangkan seperti apa suamiku nantinya. Is he an

Indonesian? Or Korean? Or (fell free to tell me what nationality might he has).

Tangan Becca berhenti mengetik. Ia membaca kalimat terakhirnya.

Indonesia, Korea. Adriel orang Korea. Setidaknya, itu yang ia tahu. Becca

tidak bisa meneruskan tulisanya lagi. Otaknya berputar menayangkan wajah Adriel. Sial! Becca mengumpat. Dengan segera ia menghadap komputernya lagi.” (Lia, 2011:93-94).

Dalam kutipan di atas, Becca menceritakan bahwa ia merasakan hamil dan memiliki seorang suami yang menjaganya. Itulah mimpi yang ia alami. Suami yang ia kira-kira apa kewarganegaraannya dan ia menyebut-nyebutkan Indonesia-Korea dan membayangkan wajah Adriel. Adriel seseorang berkebangsaan


(51)

Indonesia-Korea. Ia mendapatkan kewargangaraan Indonesia dari ayahnya dan kewarganegaraan Korea dari Ibunya. Pada jurnal berikutnya, Becca menceritakan tentang pria Korea. Seperti dalam kutipan berikut:

”Jurnal 283 Korean Man

Oke. Jadi, beberapa hari ini aku googling tentang kebudayaan Korea karena diminta teman. Aku tidak tahu apa maksud dibalik permintaannya, tapi aku menemukan sesuatu yang menurutku lucu.

Ini tentang cowok Korea. Hm... setelah film dan drama dari negeri ginseng itu banyak menginvasi negara-negara di Asia dan Amerika, tiba-tiba banyak sekali gadis-gadis yang jatuh cinta dan menginginkan cowok Korea sebagai kekasih mereka. Di sebuah blog milik orang Korea ini (silakan kirim massage kalu ingin tahu website-nya) kamu bisa menanyakan apapun tentang Korea.

Ada satu pertanyaan tentang bagaimana cara menarik hati pria Korea. Menarik, ternyata bule-bule juga lumayan melirik orang Korea sekarang. Haha!

Jadi, inilah jawabannya: ingat, walau mereka punya embel-embel ’Korea’, bagaimana juga mereka adalah seorang pria. Pria, pada

dasarnya suka wanita. So kalo kamu wanita... yep! Satu poin untukmu.

Intinya, dari negara apapun mereka, kalo kamu memang bisa menguasai hati pria, maka begitulah. Intinya lagi (haha, kebanyakan inti ya?), cowok itu ya cowok. Tapi, di sini ada satu tips: belajarlah memasak. The easiest

way to make them love you is by their stomach!

Ada yang setuju dengan kalimat di atas?” (Lia, 2011:94-95).

Penjelesan Becca di atas, menceritakan tentang hasil pencariannya yang berhubungan dengan Korea. Salah satunya adalah cowok Korea. Ia menyebutkan bahwa cara menarik pria adalah dengan belajar memasak dan buat perut mereka kenyang dengan masakanmu. Dalam kutipan selanjutnya, Becca menceritakan mengenai pengalamannya sewaktu SMA. Seperti dalam kutipan berikut ini:

”Jurnal 306 makan (Memakan)

Ingat tidak, dulu waktu sama kalau naksir-naksiran gimana?

Waktu aku SMA, ada satu cowok yang suka aku kemudian menyatakan cintanya. Hm, tahu tidak satu kalimat ”women always know”? itu juga yang aku rasakan. Entah apa karena budaya Indonesia yang menunjukkan kalau cowok lagi naksir, dia akan sering mengirim SMS atau telepon tidak penting dan bahkan ngenggombal seputar makan-memakan (maksudnya


(52)

variasi kalimat dengan kata makan): ”Udah makan belum?”, ”Makan dulu, lho”, ”Ayo makan dulu, nanti sakit”, ”Jangan lupa makan, ya”.

Nah, setelah dia menyatakan perasaanya, aku minta waktu. Beberapa teman cewekku yang aku tanya juga selalu minta waktu untuk memberikan jawaban. Sepertinya ini sudah menjadi tradisi anak-anak SMA-ku.

Tapi, kalau boleh jujur, sebagian dari kami (wanita), tidak butuh waktu untuk berpikir sebelum menjawab. Seperti yang udah aku sebut di atas,

women always know. Jadi, sebenarnya kami (setidaknya aku sendiri),

sudah tahu apa yang akan menjadi jawabanku, bahkan sebelum pertanyaan itu terlontar.

Jadi, permintaan ”waktu” itu bisa berarti dua hal: 1. Supaya lebih sopan kalau jawabnnya ’tidak’.

2. Supaya tidak terlihat cewek gampangan kalau jawabannya ’iya’. Aku tidak tahu dengan budaya lain, tetapi budaya Indonesia memang tidak suka to the point. Aku tidak tahu apakah ini sesuatu yang positif atau negatif.

Tapi, mungkin kalau semua cewek bisa menerapkan jawaban langsung para cowok itu tidak akan tersiksa menanti jawaban kami. Apalagi sebenarnya cewek Indonesia adalah jenis cewek yang pasif yang lebih suka dikejar ketimbang mengejar.

Jadi, menurutku, paling tidak para cowok yang sudah mengeluarkan tenaga dan usaha (termasuk pulsa handphone juga), bisa diberi reward dengan mendapatkan jawaban yang cepat. Untungnya, para cowok tidak pernah komplain karena pada dasarnya cowok suka tantangan, ya kan? Dan menanti jawaban adalah salah satu dari tantangan.” (Lia, 2011:97-98). Paparan Becca di atas menceritakan tentang kehidupan masa SMA-nya. Makan-memakan berarti pertanyaan yang kita tanyakan pada calon pacar ketika pendekatan. Pertanyaan seputar sudah makan, makan gih, dan lain sebagainya. Ia menceritakan pada dasarnya perempuan Indonesia senang dikejar bukan mengejar. Juga pendapatnya mengenai permintaan waktu jika seorang lelaki menyatakan cinta. Pada jurnal berikutnya, Becca menceritakan tentang kehidupan percintannya. Seperti dalam kutipan di bawah ini:

”Jurnal 323 (My) Love Life

Peringatan: kali ini aku akan membahas kehidupan cintaku (lagi). Kalau ada yang merasa bosan dan terganggu dengan isinya yang terlalu kecewek-cewekan, silakan meninggalkan blog ini. Aku tidak mau menerima komplain apapun.


(53)

Aku sudah menggenggam si gajah yang artinya aku sudah memberikan sebuah jawaban padanya. Tapi, kata saranghae yang ia ucapkan benar-benar mengganggu, seakan aku punya kewajiban untuk membalas ucapannya.

Suatu saat aku harus mengatakannya juga, kan? Aku harus mengungkapkan isi hatiku. Saat ini, meski secara tidak langsung aku sudah menjawabnya, namun rasanya seperti belum resmi karena satu kata ajaib itu belum terlontar dari mulutku.

Menjalin suatu hubungan itu selalu berisiko. Bagaimana kalau tidak berjalan dengan lancar? Bagaimana kalau kata sedahsyat itu justru membawa kami semakin jauh? Bagaimana jika hubungan ini tidak berhasil?” (Lia, 2011:104).

Saranghae adalah bahasa Korea yang artinya aku cinta kamu. Becca

menceritakan kisah cintanya dengan Adriel. Adriel menyatakan cintanya pada Becca dan Becca menerimanya namun belum membalas ungkapan cinta Adriel. Becca ingin bergerak cepat, ia ingin seperti gadis lain, ia ingin seperti mereka yang melakukan sesuatu tanpa pikir panjang dan selalu mengungkapkan apa yang dipikirkan. Namun, ia tidak bisa. Keterbukaannya hanya ia sampaikan dalam

blog-nya. Selain sebagai pribadi yang tidak mudah bergaul, Becca juga pribadi

yang suka bingung sendiri, pemikirannya terlalu rumit untuk dicerna orang lain. Seperti dalam kutipan berikut:

”Becca memegang kamera ditangannya. Sejak kemarin, ia sudah memiliki rencana untuk mengembalikan kamera itu. Sayangnya, ia tidak memberikan detail rencana kepada dirinya sendiri. Bagaimana caranya? Ia bertanya dengan bimbang.

”Maaf, ini kameranya. Kemarin kamu..., eh... Anda memberikannya pada saya. Saya tidak tahu harus diapakan kamera ini.”

Bukan!

”Maaf, saya harus taruh di mana kamera ini?”

”Permisi, ingat saya ‘kan? Kameranya....” (Lia, 2011:36).

Penggalan teks di atas, menggambarkan pola pikir Becca yang terlalu rumit untuk melakukan sesuatu. Ia ingin mengembalikan kamera yang diberikan


(1)

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic Criteria. Washington DC: Book Promotion and service LTD.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: MedPress.

Davidson, C Gerald, John dan Ann. 2006. Psikologi Abnormal (Edisi ke-9). Terjemahan Noermalasari Fajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Fausiah, Fitri dan Julianti Widury. 2008. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Hendarti, Sinta Fajaria Noni. 2010. ”An Analysis Of Multiple Personality Of The Main Character In Sidney Sheldon’s Novel Tell Me Your Dreams” (Tesis). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.

Hidayati, Dwi. 2011. ”Kepribadian Ganda Tokoh Kartika Dalam Naskah Drama ”Kartini Berdarah” Karya Amanatia Junda Solikhah” (Skripsi). Jember: Fakultas dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.

Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Paradigma.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Slamet, Suprapti dan Sumarno Markam. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Sundana, Asep. Tanpa Tahun. ”Kepribadian Ganda Tokoh Nawai dalam Rumah Lebah Karya Ruwi Meita: Tinjauan Psikologi Sastra”.Skriptorium.Vol 1. No 3.


(2)

Internet


(3)

LAMPIRAN I

SINOPSIS NOVEL KHOKKIRI KARYA LIA INDRA ANDRIANA

Cerita ini bermula dari kedatangan Adriel Jo ( Jo Ji ho) seorang pemuda Korea yang bekerja di sebuah perusahaan periklanan di Indonesia. Adriel bekerja sebagai bos di perusahaan tersebut dan mempertemukannya pada seorang wanita bernama Rebecca Linaryo atau biasa dipanggil Becca, seorang wanita pendiam dan penakut yang bekerja sebagai penulis di dunia maya untuk Hallam. Ia moderator web resmi, blog, facebook, myspace, dan twitter milik Hallam. Melalui hubungan rekan sebagai teman chatting di dunia maya, Adriel dan Becca akhirnya saling mengenal satu sama lain dan saling mencintai.

Di sisi lain, seorang pasangan kekasih yaitu Idella Linaryo atau Della dan tunangannya Richard adalah pasangan kekasih yang dipertemukan di acara seminar bertaraf internasional. Della bekerja sebagai penerjemah. Dengan kemampuan bahasa Inggris dan Korea yang ia miliki, ia sering dipanggil sebagai penerjemah untuk seminar lokal, nasional, dan internasional.

Selain Becca dan Della ada wanita lain yang bernama Lucie, seorang wanita malam yang menyukai seks, mampu melakukan segala cara demi mencapai yang diinginkannya. Pada suatu hari, Della mengakui penyakit yang ia derita kepada tunangannya. Ia mengaku bahwa ia mengidap penyakit sleepwalking atau berjalan pada saat tidur Namun Richard tidak memercayainya


(4)

Dengan segala keputusasaan dan keberanian, Richard memutuskan untuk pergi ke Korea menemui dokter yang merawat Della di rumah sakit untuk mencari Della. Di sana ia menemukan sahabat Della dan Becca. Sang-hee yang bekerja sebagai dokter di rumah sakit itu adalah anak dari dokter yang merawat Della dulu. Sang-hee menjelaskan kepada Richard apa yang terjadi kepada Della. Della mengalami DID (Dissociative Identity Disorders) atau gangguan kepribadian ganda.

Adriel ingin mempertemukan Becca dengan Richard. Becca yang dimaksud Adriel adalah kepribadian Della yang lain. Hal ini membuat Richard terkejut, begitu juga Becca. Pada suatu hari, Becca dan Adriel berjalan-jalan di daerah pusat perbelanjaan. Sebuah acara hipnotis. Saat pembaca acara akan memulai acara, ia menunjuk Becca untuk dihipnotis dan Becca menyetujuinya dengan ragu. Selama dihipnotis, Becca mengaku bahwa ia adalah Della dan ia tidak mengenal Adriel lelaki yang bersamanya.

Richard yang sudah mengetahui apa yang terjadi menjelaskan semuanya kepada Adriel. Mereka berdua sepakat untuk membawa Della/Becca menjalani perawatan. Dokter Freddy, nama dokter yang merawat Della memberikan obat. Selama menjalani perawatan dengan dokter Freddy, Becca mengalami tekanan yang mengakibatkan kepribadian lain muncul dalam dirinya. Becca dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa, ia dihipnotis, dan kali ini kepribadian Lucie yang mengendalikan diri Della.


(5)

Lucie tidak ingin dirawat oleh dokter Freddy lagi, akhirnya Richard memutuskan membawa Della ke Australia. Richard memunyai seorang teman. Laura. Laura berprofesi sebagai seorang psikiatri. Della dibawa ke Australia untuk menjalani terapi. Selama menjalani terapi di Australia, Della berhasil disembuhkan dan itu membuat Adriel memutuskan untuk kembali ke Korea.

Pada malam menjelang hari pernikahan Della dan Richard, Adriel kembali dari Korea dan menginap di sebuah hotel di Jakarta. Della bermimpi Becca sedang menyampaikan sesuatu. Ia terbangun dengan wajah yang dipenuhi keringat. Tiba-tiba ia mengingat sebuah nomor. Ia menekan nomor tersebut. Sebuah nomor telepon yang sebenarnya adalah nomor Adriel. Ia sangat terkejut mendengar apa yang dikatakan Adriel di pesan suara yang ia buat dua tahun lalu. Ia membuka blog milik Becca dan membaca semua tulisan dan pesan yang dikirimkan Adriel. Ia menangis, histeris. Tangisannya berhenti saat ia mendengar suara televisi ruang tamu, kak Lara, kakanya Richard sedang menonton. Sebuah kecelakaan bom yang meledak di hotel tempat Adriel menginap.

Dengan segala kemampuan yang dimiliki Richard, ia meneliti semua korban yang tewas maupun luka serius. Akhirnya ia menemukan Adriel, ia masih hidup dengan luka bakar yang cukup serius. Della menjenguk Adriel, ia menangis melihat keadaan Adriel. Ia memegang tangannya, lega melihat Adriel masih selamat. Becca sudah mempercayakan tubuh itu padanya. Ia menyampaikan kalimat yang diteriakkan Becca waktu masa perawatan akan berakhir kepada


(6)

LAMPIRAN II

Biografi Pengarang

Lia Indra Andriana lahir di Ponorogo, 19 Desember 1986, dan menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga pada tahun 2004-2009. Penulis mulai masuk ke dunia tulis-menulis awal tahun 2006 saat novel pertamanya yang berjudul My Cousin is Gay terbit. Kecintaanya akan budaya Korea muncul sejak Lia menonton drama serial Korea berjudul MyGirl pada tahun 2004. Sejak itu Lia mulai serius mempelajari budaya Korea, termasuk bahasanya. Di kesehariannya, Lia aktif membagi pengetahuannya akan budaya Korea, terlebih bahasanya, melalui situs jejaring sosial dengan teman-teman lain yang juga tertarik akan budaya Korea. Daftar Karya Lia Indra Andriana:

1. Novel My Cousin is Gay, Depok: Puspa Swara. Tahun 2006. 2. Novel Pretend to be Nice , Depok: Puspa Swara. Tahun 2007. 3. Novel Sven, Jakarta: Andi. Tahun 2008.

4. Novel Seoul Cinderella, Jakarta: Andi. Tahun 2008. 5. Novel Marrying AIDS, Jakarta: Andi. Tahun 2009.

6. Novel

7. Novel

8. Novel SeoulMate is You, Jakarta: Haru. Tahun 2012. 9. Novel Paper Romance, Jakarta: Haru. Tahun 2013. 10. Novel Good Memories, Jakarta: Haru. Tahun 2013.