Novel Rojak Karya Fira Basuki : Analsis Psikosastra

(1)

NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI : ANALISIS PSIKOSASTRA

SKRIPSI

OLEH

LISSA ERNAWATY NIM 030701034

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juni 2009


(3)

NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI : ANALISIS PSIKOSASTRA

Oleh Lissa Ernawaty NIM 030701034

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dan telah disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. D. Syahrial Isa, S.U. Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum. NIP 130517487 NIP 131676481

Departemen Sastra Indonesia Ketua

Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. NIP 131676481


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Novel Rojak karya Fira Basuki : Analisis Psikosastra.” Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra, di Departemen Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil pengumpulan data dari Perpustakaan Umum Sumatera Utara dan berbagai sumber.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:.

1. Bapak Drs. Syaifudin, M.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dan Pembantu Dekan I, II, dan III.

2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. Selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia dan sebagai dosen pembimbing II yang telah begitu sabar dalam membimbing penulis dan memberikan semangat dan membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Mascahaya, M. Hum. Selaku seketaris jurusan, yang juga telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Syahrial Isa, S.U. selaku dosen pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak prof. H. Ahmad Samin Siregar, SS. Selaku dosen wali penulis yang telah banyak memberi nasehat selama ini kepada penulis.


(5)

7. Orang tua penulis, Ayahanda Erianto dan Ibunda Ismaliyah tercinta yang tak pernah letih mendoakan penulis dan memberikan dukungan baik secara moril maupun secara materil. Skripsi ini ananda persembahkan sebagai bakti dan janji penulis kepada mereka.

8. Adik-adik penulis, Lina Ersayanti, Lenny Sri Nurfalah dan Islah Hakim, yang semakin membuat hidup penulis menjadi lebih berwarna dengan perhatian, cinta, dan dukungannya selama ini.

9. Dedy dan keluarga, yang telah banyak memberi arti kesabaran kepada penulis. Terima kasih untuk waktu dan segenap perhatiannya selama ini.

10. Teman-teman penulis stambuk 2003 yang selalu berbagi waktu dan pengalaman selama ini kepada penulis.

Skripsi ini belum sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan, 2009


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI………...iii

ABSTRAK………...v

BAB I PENDAHULUAN………..1

1.1 Latar Belakang………...1

1.2 Rumusan Masalah………...6

1.3 Batasan Masalah………..7

1.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian………...7

1.4.1 Tujuan Penelitian………...7

1.4.2 Manfaat Penelitian………...7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA……9

2.1 Konsep……….9

2.2 Landasan Teori………...13

2.3 Tinjauan Pustaka………16

BAB III METODE PENELITIAN………..17

3.1 Metode Penelitian……… ..17

3.2 Teknik Penelitian………18

3.3 Bahan Analisis………....18

BAB IV HASIL PENELITIAN……….19

4.1 Unsur-unsur Intrinsik dalam Novel Rojak ……….19


(7)

4.3 Hubungan Sastra dengan Psikologi…….. ……….40

BAB V SIMPULAN DAN SARAN………..44

5.1 Simpulan……….44

5.2 Saran………...44

DAFTAR PUSTAKA……….45


(8)

NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI : ANALISIS PSIKOSASTRA

OLEH

LISSA ERNAWATI ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “ Novel Rojak Karya Fira Basuki : Analisis Psikosastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan memaparkan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak dan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel tersebut. Untuk mencapai tujuan itu telah dikumpulkan data dari novel Rojak dengan menggunakan metode membaca heuristik dan juga hermeneutik. Dari analisis data, diperoleh hasil sebagai berikut:

Dalam novel Rojak tergambar keadaan psikologis tokoh-tokohnya, ditinjau dari segi kesepian, frustasi, dan kepribadian.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa karakter manusia suatu saat dapat berubah apabila berada dalam keadaan emosi yang tidak stabil. Di mana perubahan karakter itu dapat membuat kita menjadi lebih baik atau buruk, tergantung bagaimana kita menyikapinya.


(9)

NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI : ANALISIS PSIKOSASTRA

OLEH

LISSA ERNAWATI ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “ Novel Rojak Karya Fira Basuki : Analisis Psikosastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan memaparkan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak dan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel tersebut. Untuk mencapai tujuan itu telah dikumpulkan data dari novel Rojak dengan menggunakan metode membaca heuristik dan juga hermeneutik. Dari analisis data, diperoleh hasil sebagai berikut:

Dalam novel Rojak tergambar keadaan psikologis tokoh-tokohnya, ditinjau dari segi kesepian, frustasi, dan kepribadian.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa karakter manusia suatu saat dapat berubah apabila berada dalam keadaan emosi yang tidak stabil. Di mana perubahan karakter itu dapat membuat kita menjadi lebih baik atau buruk, tergantung bagaimana kita menyikapinya.


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakan-pergolakan di dalam masyarakat tersebut.

Unsur imajinasi dalam sebuah karya sastra mutlak perlu di samping yang tidak kurang pentingnya pengalaman pengarang. Unsur imajinasi ini dapat membedakan karya sastra dengan buku-buku lain. Misalnya sejarah, pembaca dapat menerima kebenarannya sebagai kenyataan yang benar-benar pernah terjadi. Namun, bukan pula berarti bahwa sastra hanya khayalan yang tidak menentu dan semena-mena. Unsur imajinasi digunakan pengarang untuk mencapai keindahan karyanya.

Apa yang disampaikan pengarang terkandung di dalam struktur namun kehadiran struktur ini bukan dipaksakan atau disadari oleh pengarang. Pengarang hanya berusaha menyampaikan ide dan emosi yang dikreasikannya melalui bahasa. Bahasa sastra tidak bersifat umum. Pengarang telah memberikan makna tertentu terhadap suatu kata di samping makna sehari-hari. Kata-kata yang dipilih oleh pengarang mempunyai makna berjiwa, bukan bersifat semantik saja. Hal tersebut dapat menimbulkan struktur dan semantiknya antara bahasa sastra dengan bahasa umum. Pengarang biasanya menambah unsur imajinasi dan estetis dalam karyanya. Pengarang bebas menggunakan bahasa demi mencapai estetika karyanya (lisensia puitika).


(11)

Dengan tulisan pengarang lebih dapat mengembangkan dan memperbaiki karyanya, sebab karyanya dapat dibaca secara berulang-ulang dengan bentuk yang sama. Namun, pada sastra tulisan peran masyarakat tidak terlalu aktif karena masyarakat lebih sering tidak menemukan gambaran diri dan tradisi kebudayaannya di dalam karya. Komunikasi pengarang dengan pembaca semakin jauh dan karya tidak lagi dianggap mempunyai kekuatan magis sebagaimana ditemukan di dalam karya sastra Angkatan Balai Pustaka.

Dalam kehidupan, karya sastra tumbuh berkembang sebagai keseimbangan yang mempunyai fungsi mengimbangi perkembangan atau laju kemampuan berbagai aspek kehidupan. Hal ini dapat diterima karena sastra berbicara tentang seluruh kehidupan lahiriah dan batiniah seperti masalah suka-duka, kecewa-hampa, marah-benci, dengan segala sifat yang merangkuminya,baik tentang kejahatan, kebaikan, keberanian, kelemahan, kelembutan, dan lain-lain. Pada umumnya, hal-hal yang dibicarakan dalam pernovelan Indonesia lebih banyak menganalisa tentang kegelisahan batin, kegelisahan sosial, kemelut hati manusia, warna daerah, kemanusiaan dan kekuatan gaib.

Secara umum, sastra Indonesia adalah gambaran dari proses pertemuan antara nilai-nilai tradisional dengan nilai-nilai baru dari kebudayaan lain (Barat). Pertemuan nilai-nilai itu lebih banyak terlihat dalam bentuk-bentuk konflik. Perkembangan tema roman atau novel Indonesia memperlihatkan tendensi suatu perubahan dari tema-tema yang kolektifisme ke arah individulisme. Di dalam roman-roman Balai Pustaka masih bisa kita rasakan ciri kolektifisme tersebut, kemudian pada roman-roman Pujangga Baru berangsur-angsur longgar, dan pada novel-novel Angkatan 45 tema-temanya menjadi lebih personal. Begitu juga pada perkembangan novel-novel pada saat ini,


(12)

pengarang lebih bebas berekspresi untuk menuangkan pikirannya ke dalam karya yang akan dihasilkannya sehingga tidak lagi terikat kepada tema yang menjadi ciri pada saat karya itu dihasilkan. Sastra di Indonesia telah banyak mengalami perkembangan, Pengaruh kebudayaan Barat telah memasuki kehidupan sastra di Indonesia baik di masa penjajahan Indonesia maupun pada saat ini. Tradisi sastra tulisan sedikit demi sedikit mendesak kehidupan sastra lisan. Tema-tema yang muncul juga tidak lagi monoton sebagaimana yang ditemukan di dalam kehidupan sastra sebelum abad XIX. Dengan tulisan pengarang lebih dapat mengembangkan dan memperbaiki karyanya, sebab karyanya dapat dibaca secara berulang-ulang dengan bentuk yang sama. Namun, pada sastra tulisan peran masyarakat tidak terlalu aktif karena masyarakat lebih sering tidak menemukan gambaran diri dari tradisi di dalam kebudayaan karya sastra tersebut.Sastra lisan dan sastra tulisan sebenarnya bertujuan mendidik masyarakat. Dengan keterampilannya pengarang dapat menyampaikan ajaran moral baik itu perbuatan atau moral yang baik maupun yang buruk. Hal ini sesuai dengan pengertian sastra itu sendiri berdasarkan etimologinya sebagaimana A. Teew, 1984: 23) mengatakan:

“Sebagai bahan banding, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanskerta; akar karta sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi. Akhiran –tra biasanya menunjukkan alat, sarana.”

Berdasarkan keterangan ini ada tersirat pengertian bahwa sastra berusaha mencerdaskan masyarakatnya. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kesusastraan adalah karya fiksi yang medianya bahasa, mempunyai bentuk tertentu yang berfungsi untuk memberi pola ajaran serta pendidikan bagi pembacanya. Unsur imajinasi yang membedakannya dengan buku-buku ilmu pengetahuan yang lain, namun imajinasi memberi estetik dan keindahan karyanya. Sebuah karya sastra tercipta berdasarkan


(13)

imijinasi pengarang. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah suatu kenyataan bahwa seorang pengarang itu senantiasa hidup dalam suatu ruang dan waktu tertentu.

Manusia merupakan makhluk dinamis dan selalu berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungannya, baik secara fisik maupun psikis. Lingkungan tempat seseorang itu hidup adalah faktor yang terpenting yang dapat membentuk kepribadiannya, misalnya yang menyangkut status sosial, ekonomi, atau segala sesuatu yang mengelilingi seseorang sepanjang hidupnya. Hubungan antara seseorang dengan lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal balik yaitu lingkungan dapat mempengaruhi psikologis seseorang, begitu juga sebaliknya psikologis seseorang juga dapat mempengaruhi lingkungannya.

Sebuah karya sastra merupakan proses kreatif dari seorang pengarang terhadap kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik apabila karya sastra tersebut dapat mencerminkan zaman serta situasi yang berlaku dalam lingkungan masyarakatnya. Sumardjo (1999:19) berkata, “Karya sastra yang baik juga biasanya memiliki sifat-sifat yang abadi dengan memuat kebenaran-kebenaran hakiki yang selalu ada selama manusia masih ada”.

Damono (1984:1) menyatakan bahwa “karya sastra diciptakan sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Seluruh peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang, akan berdampak pada psikologinya”.

Yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak karya Fira Basuki. Penulis merasa tertarik untuk meneliti novel ini karena sepanjang pengetahuan penulis belum ada satu pun penulis yang meneliti masalah ini Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera


(14)

Utara. Fira Basuki termasuk seorang novelis perempuan Indonesia yang berbakat sekarang ini selain Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Dewi Lestari, dan lain-lain. Fira Basuki dalam karya-karyanya yang saat ini diantaranya 1 novel trilogi, 1 kumpulan cerpen dan 4 cerpen lainnya. penulis biasanya sangat peka dalam melukiskan secara halus dan teliti setiap konflik psikologis tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh dalam karya-karya Fira Basuki adalah sosok kejiwaan yang sangat kompleks.Objek penelitian ini adalah novel Rojak yang pertama kali terbit pada tahun 2004. Novel Rojak mengandung nilai-nilai psikologis tokoh-tokoh yang terdapat di dalam novel tersebut.,khususnya penggambaran masyarakat yang menikah dengan orang yang berbeda budaya atau dengan kata lain pernikahan campuran. Pengarang mengangkat masalah-masalah yang terjadi dalam rumah tangga tersebut. Penggambaran keadaan tokoh utama terurai secara lengkap, jelas dan mendalam oleh pengarang karena pengarang sendiri menikah dengan suaminya yang tak lain adalah warga negara asing.

Seperti yang kita ketahui sastra dalam pertumbuhannya turut dibantu oleh beberapa faktor seperti: lingkungan sosial, adat istiadat, corak kebangsaan, agama, keadaan ekonomi, pendidikan faktor gangguan politik bangsa, bahkan iklim geografi. Demikian juga dengan manusia yang mempunyai tingkah laku yang berbeda-beda dan ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang melingkupi dirinya. Lingkungan tempat seseorang itu hidup adalah faktor yang terpenting yang membentuk kepribadiannya, misalnya yang menyangkut status sosial, ekonomi atau segala sesuatu yang mengelilingi seseorang sepanjang hidupnya. Hubungan antara seseorang dengan lingkungan terdapat hubungan yang timbal balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi seseorang, dan seseorang juga dapat mempengaruhi lingkungannya.


(15)

Penulis lebih tertarik untuk menelaah dan menjadikan Rojak sebagai objek kajian dalan penelitian sastra karena menurut penulis novel ini memiliki keunikan tersendiri. Sehingga menggugah penulis untuk meneliti novel ini lebih jauh dari aspek struktural dan aspek psikologisnya. Ada banyak unsur yang membangun struktur Rojak, seperti alur, penokohan, gaya bahasa, amanat, dan tema.

1.2 Rumusan Masalah

Karya sastra merupakan dunia kemungkinan. Atau dengan kata lain pembaca akan berhadapan dengan karya sastra, dan karya sastra tersebut akan berhadapan dengan kemungkinan penafsiran. Setiap pembaca akan memiliki penafsiran dan pendapat yang berbeda terhadap karya sastra yang telah dibacanya. Hal ini dapat menyebabkan lahirnya beragam teori dan pendekatan terhadap karya sastra tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis akan menganalisis tentang unsur-unsur yang membangun karya sastra, yaitu:

a. alur

b. perwatakan c. latar d. tema

Selain struktur novel tersebut, penelitian ini juga memaparkan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak , seperti:

a. kesepian b. frustasi c. kepribadian


(16)

1.3 Batasan Masalah

Karya sastra mengandung berbagai persoalan hidup dan kehidupan manusia. Dengan kata lain, karya sastra merupakan kompleksitas dalam kehidupan manusia. Di dalamnya tertuang berbagai bentuk kehidupan manusia. Untuk membahas permasalahan yang bersifat kompleks dalam sebuah karya sastra, diperlukan batasan masalah agar penelitian tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai.

Berdasarkan judul penelitian ini, masalah penelitian dibatasi dengan hanya menggambarkan unsur intrinsik dan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak seperti kesepian, frustasi dan kepribadian.

Pada akhirnya, semua ruang lingkup pembahasan ini merupakan sebuah deskripsi yang disertai analisis untuk memberikan pemahaman kepada pembaca terhadap novel Rojak.

1.4 Tujuan dan Manfaat 1.4.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menguraikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Rojak.

2. Menguraikan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk :


(17)

2. Menambah pengetahuan bagi mahasiswa Sastra Indonesia tentang nilai dan makna karya sastra.

3. Memperkaya bidang ilmu sastra dan mengembangkan lebih lanjut dengan mengkaji aspek lain dari sastra Indonesia.


(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu: a. psikosastra

b. kesepian c. frustasi d. kepribadian

a. Psikologi Sastra

Psikologi secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Selanjutnya kalaulah kita perhatikan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli psikologi, ternyata psikologi mendasarkan suatu pendapat tentang adanya hubungan perbuatan dengan jiwa manusia. Jadi, psikologi itu merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan seseorang. Untuk memahami kehidupan manusia itu diperlukan suatu pemahaman khusus tentang eksistensi manusia tersebut, berarti mengetahui pula aspirasi, perasaan, cita-cita dan gejolak-gejolak jiwa manusia.

Psikologi berdasarkan objeknya masih terbagi lagi menjadi psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, dan psikologi umum, atau psikologi sosial.


(19)

Namun karena pembahasan ini bukan maksudnya mengetengahkan psikologi secara mendalam, maka segenap aspek yang menyangkut psikologi tersebut tidak disinggung lebih jauh. Yang perlu dibahas adalah kaitan psikologi dengan sastra.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa psikologi akan memperhatikan dan mempelajari pengaruh lingkungan dan proses waktu terhadap pembentukan watak dan tingkah laku manusia. Psikologi dan sastra keduanya berfungsi untuk memperkaya pengalaman manusia dan keduanya juga berusaha menyadarkan manusia untuk dapat mengenal dirinya sendiri.

Fenomena Sastra sebagai Cermin Kepribadian

Sastra merupakan karya kreatif dari sebuah proses pemikiran untuk menyampaikan ide, pengalaman dan sistem berpikir atau teori. Hal ini sejalan dengan Hardjana (1981:10) bahwa sastra sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan, dialami, dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan.

Pada hakikatnya, sastra itu menggambarkan keadaan manusia dalam lingkungan masyarakatnya. Sebuah karya sastra dengan kedalaman pemikiran sang penulis akan mampu menggambarkan tentang karekteristik suatu bangsa di samping cerita yang ditampilkannya. Namun tidak selamanya suatu peristiwa yang terjadi selalu diikuti dengan lahirnya sebuah karya sastra. Ada kalanya suatu karya sastra tidak dapat menggambarkan kehidupan ataupun keadaan psikis masyarakat yang sesuai lagi dengan keadaan masyarakatnya pada saat itu.

Kita harusnya ingat bahwa karya sastra adalah dunia di dalam karya sastra yang berarti imajinasi sastrawan sangat berperan dalam menghasilkan karya sastra tersebut.


(20)

Dengan demikian jelaslah bahwa sastra merupakan penggabungan antara kenyataan dengan imajinasi.

Pengertian Strukturalisme

Dalam sebuah novel terdapat pengelompokan-pengelompokan yang didasarkan atas keterkaitan atau hubungan keteraturan urutan-urutan hubungan tersebut menunjukkan bahwa karya sastra itu mempunyai stuktur. Hubungan yang saling terkait itu bersifat tetap, artinya tidak bergantung atas sebuah novel tertentu saja. Menurut Luxemburg (1992), struktur atau strukturalisme adalah sesuatu yang saling terkait dan teratur, kaitan-kaitan itu dilakukan oleh seorang peneliti berdasarkan observasinya. Di dalam keterkaitan dan keterpaduan struktur akan terkandung keseluruhan makna yang ada.

Maren-grisebach (dalam Junus, 1981:17) menyatakan bahwa strukturalisme memiliki tiga pengertian. Pertama, saling berhubungan dengan unsur-unsur dalam sebuah karya sastra atau adanya suatu sistem interaksi antara unsur-unsur pembentukannya. Pengertian kedua, strukturalisme yang abstrak menyatukan hal-hal yang berbeda. Biasanya bertujuan untuk mendapatkan suatu hukum universal. Yang ketiga, strukturalisme adalah sesuatu yang tidak mengenal sejarah karena perkara tersebut akan berlaku selama-lamanya.


(21)

b. Kesepian

Kesepian adalah salah satu perbuatan atau keadaan tertutup yang dapat dilihat dari tingkah laku secara tidak langsung seperti cara berpikir, berkhayal, bermimpi, takut, sedih, dan sebagainya.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kesepian itu adalah 1. kesunyian; kelengangan. 2. merasa sunyi (lengang); tidak berteman, tidak beruang dan sebagainya.

Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwa kesepian itu adalah kesunyian atau seseorang yang merasa kesunyian akibat tidak mempunyai teman, ditinggal oleh orang tua dan keluarga atau ditinggal kekasih yang dicintainya, dan sebagainya.

c. Frustasi

Setiap orang, dalam mengarungi hidup ini, acap kali menemui berbagai aral, masalah atau rintangan, dan tak selamanya bisa berjalan mulus. Terutama dalam segi finansial, sering dihadapkan pada adanya kompetisi, persaingan yang tak jarang berlari ke arah yang kurang sehat, sampai akhirnya akan muncul sebuah konflik.

Pada kenyataan ini, manusia dihadapkan kepada beragam masalah, dan masalah itu sendiri merupakan pertanda adanya suatu kehidupan. Adanya masalah itu merupakan tantangan bagi manusia untuk mempergunakan pikiran, dan hanya orang-orang bodohlah yang tidak mau mempergunakan pikiran, orang-0rang seperti itu lebih ekstrim bisa dikatakan orang gila.


(22)

d. Kepribadian

Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari kata persona (bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain sandiwara, yang maksudnya untuk menggambarkan pelaku, watak dan pribadi seseorang. Hal ini dilakukan karena terdapat ciri-ciri yang khas yang dimiliki oleh seseorang baik dalam arti kepribadian yang baik atau pun yang kurang baik. Jadi kepribadian adalah merupakan gambaran total dari diri individu.

Kepribadian seseorang tumbuh dan berkembang disebabkan atau dipengaruhi oleh faktor tertentu antara lain : kemampuan, kebudayaan, keluarga, sikap orang tua, dan sebagainya.

2.2 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Hubungan yang terjadi antara pengarang, karya sastra, dan masyarakatnya memungkinkan analisis ini bertolak dari dua sisi pendekatan yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik karya sastra tersebut.

Dalam membahas sebuah karya sastra ada dua macam pendekatan, yaitu pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Pendekatan intrinsik bertolak dari karya itu sendiri. Pendekatan seperti ini disebut pendekatan struktural. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan ekstrinsik yaitu pendekatan yang membahas tentang hubungan karya sastra dengan psikologi, sosiologi, antropologi, dan lain-lain. Penelitian ini akan


(23)

menerapkan pendekatan intrinsik dengan menggunakan teori struktural dan teori psikologi sastra.

Landasan teori yang dipergunakan dalam pembahasan ini adalah pendekatan struktural, yaitu meneliti karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada karya itu, misalnya: tema, alur,plot, perwatakan, latar, dan sudut pandang.

Pendekatan struktural dapat dijadikan titik tumpu proses penelitian. Selanjutnya pendekatan struktural merupakan penelitian yang menganalisis suatu karya sastra secara keseluruhan, baik unsur-unsur di dalam karya sastra maupun unsur-unsur di luar karya sastra tersebut. A. Teew (1988:154) berpendapat bahwa analisis struktural merupakan langkah awal dalam proses pemberian makna, tetapi tidak boleh dimutlakkan dan juga tidak boleh ditiadakan. Teori dan dan metode dalam penelitian sastra disesuaikan dengan bahan yang ada.

Pendekatan struktural itu terdiri atas beberapa macam teori, tetapi dalam hal ini dipergunakan teori menurut A.Teeuw dalam bukunya Sastra dan Ilmu Sastra.

Menurut A.Teeuw ( 1984: 135 ), pendekatan struktural mempunyai tujuan yaitu“Analisis Struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin, keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.”

Selanjutnya A.Teeuw ( 1984: 137) mengatakan bahwa:

“ Analisis struktur tidak dapat tidak diarahkan oleh ciri khas karya sastra yang hendak dianalisis.”


(24)

Batasan ini menunjukkan bahwa pendekatan struktural akan tergantung kepada karya sastra yang hendak dianalisis.

Lebih lanjut A.Teeuw (1984: 139) mengatakan bahwa pendekatan struktural ini mempunyai kelebihan-kelebihan di samping juga kelemahan-kelemahannya sebagai berikut:

“ Keuntungan pendekatan ini bukan main besarnya: lain dari pada masa sebelumnya, ketika seorang peneliti atau pengkritik sastra dianggap atau diwajibkan mempunyai pengetahuan yang seluas mungkin mengenai latar belakang sejarah, kebudayaan, psikologi, sosiologi dan lain-lain, yang sukar diperoleh oleh pembaca awam, murid sekolah atau mahasiswa, sebaliknya bagi metode close reading hanya satu saja yang perlu : kemampuan bahasa, kepekaan sastra dan minat yang intensif, yang pada prinsipnya dapat dimiliki oleh siapa saja yang perlu; setiap pembaca sanggup dan dapat bersedia mencoba menggali struktur karya sedalam-dalamnya, dan sampai pada keterjalinannya yang terhalus dan terumit.” Kelebihan pendekatan struktural ini akan menyangkut pada si peneliti. Para peneliti hanya membicarakan karya yang hendak dibahasnya sebagai karya sastra. Peneliti tidak perlu membicarakan riwayat hidup si pengarang, latar belakang sosialnya, atau proses kejiwaannya dalam mencipta karya-karya yang dihasilkannya, dan lain-lain.

Selanjutnya A.Teeuw (1984: 61), menyatakan kelemahan pendekatan struktural ini terlihat dalam dua hal, seperti

“ Strukturalisme yang hanya menekankan otonomi karya sastra mempunyai dua pokok: a. melepaskan karya sastra dari rangka sejarah sastra; b. mengasingkan karya sastra dari rangka sosial budayanya.”

Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut bukan berarti pendekatan struktural ini tidak perlu. Pendekatan struktural ini sangat perlu untuk menganalisis suatu karya


(25)

sastra, sehingga tetap akan terlihat bahwa yang dianalisis adalah karya sastra, bukan sejarah atau sosial atau juga bukan psikologi si pengarang.

Selanjutnya penelitian ini diteruskan dengan analisis psikologi sastra. Penulis memilih analisis psikologi sastra karena karya sastra dilihat dari hubungannya dengan kenyataan yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan dalam hal ini mempunyai arti yang sangat luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Pendekatan psikologi identik dengan pendekatan ekspresif, yang menekankan pengekspresian ide-ide ke dalam karya sastra. Objek penelitian pendekatan melalui jiwa pengarangnya dan melalui tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam karya sastra itu.

Kejiwaan para tokoh dalam karya itu sekaligus merupakan implementasi jiwa pengarangnya dan sekaligus merupakan gejala psikologis sosial dari masyarakatnya. Kejiwaan para tokoh dalam karya sastra itu sekaligus merupakan cerminan jiwa pengarangnya. Melalui pendekatan ekspresif akan tergambar atau tercermin kejiwaan pengarang. Hal ini dapat dilihat melalui seorang tokoh atau lebih ataupun melalui bahasa pengarang.

2.3 Tinjauan Pustaka

Novel Rojak karya Fira Basuki ini sebenarnya adalah novel yang sangat menarik untuk diresensi, diteliti,dan untuk di ulas di dalam beberapa forum diskusi. Sepanjang pengetahuan dan pengamatan penulis, novel Rojak ini belum pernah diteliti oleh mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia. Sedangkan di lain tempat, novel ini sudah pernah diteliti oleh Dedy dengan judul Penelitian tentang sosiologis Novel Rojak


(26)

(www. Dalammihrabcintaabadi.com).


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam setiap karya ilmiah sudah tentu memerlukan data-data yang dapat dipercaya untuk membantu pembahasan dan pengambilan suatu keputusan. Tanpa data-data yang dapat dipercaya maka sangat disangsikan kebenaran argumentasi yang diambil dalam penulisan tersebut. Dasar titik tolak untuk memulai suatu pekerjaan yang bermanfaat adalah dengan terlebih dahulu mengadakan penelitian pada obyek yang telah ditentukan. Penelitian tersebut mementingkan pendekatan atau metode yang tepat agar permasalahan tersebut dapat diatasi.

Metode penelitian yang akan dilakukan pada novel Rojak adalah dengan membaca heuristik dan hermeneutik. Menurut Pradopo (2001:84) :

Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan stuktur kebahasaannya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi tingkat pertama. Pembacaan heuristik adalah pembacaan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan dari awal sampai akhir secara berurutan. Hasilnya adalah sinopsis cerita. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang atau retroaktif sesudah pembacaan heuristik dengan memberikan konvensi sastranya. Konvensi sastra yang dimaksud adalah memberikan makna dan cerita.

Pradopo (2001:84) juga menjelaskan, “ Metode membaca heuristik pada cerita rekaan atau novel merupakan metode pembacaan berdasarkan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan novel dari awal sampai akhir dengan cara berurutan”. Pembacaan heuristik itu adalah penerangan kepada bagian-bagian cerita secara berurutan.


(28)

3.2 Teknik Penelitian

Teknik penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research) yaitu mencari dan menemukan bahan-bahan yang relevan dengan objek penelitian dalam mendukung teori-teori yang digunakan dalam analisis (Semi, 1988:8).

Dalam menganalisis data dan objek yang akan diteliti terlebih dahulu dirumuskan masalah, kemudian diadakan studi kepustakaan. Setelah berbagai informasi diperoleh, selanjutnya dilakukan pengumpulan data, penyusunan data dan penganalisisan data. Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam penyusunan penelitian.

3.3 Bahan Analisis

Data dikumpulkan dari novel Rojak , yaitu:

Judul : Rojak

Karya : Fira Basuki Penerbit : Grasindo Tebal buku : 174 halaman Ukuran buku : 20 cm

Cetakan : III

Tahun : 2004

Jenis : Novel

Warna sampul : Perpaduan warna putih, oranye, merah, dan hitam.

Gambar sampul :Gambar seorang perempuan tanpa wajah, berambut hitam panjang, bersayap,bertangan empat dengan memegang sebuah

daun di salah satu tangannya dengan posisi seperti berbaring di atas sebuah lemper.


(29)

SINOPSIS

Janice dan Setyo adalah sepasang suami istri yang menikah dengan kebudayaan yang berbeda. Atau dengan kata lain mereka melakukan pernikahan campuran karena berasal dari negara yang berbeda. Janice yang berdarah asli Cina Malaka yang berdomisili di Singapore sementara Setyo suaminya berdarah Jawa asli dan masih keturunan ningrat. Kisah mereka yang unik, dan sering terjadi perbedaan pendapat dalam menjalani kehidupan berumah tangga dan dalam membesarkan anak tergambar pada karakter mereka yang ditulis oleh Fira Basuki sehingga tampak jelas pada pribadi mereka.

Kisah novel ini diawali dengan keluarga Janice yang tinggal di apartemen dengan kedua anak mereka dan mereka hidup sebagai keluarga yang harmonis. Sampai akhirnya ibu mertua Janice yang tak lain adalah ibu kandung Setyo memutuskan untuk tinggal bersama mereka di Singapore sepeninggal suaminya. Keadaan keluarganya yang dulu begitu harmonis berubah bagai api neraka buat Janice sejak ibu mertua tinggal bersama mereka. Suaminya juga yang dulu bertanggung jawab pada keluarga menjadi berubah mengikuti semua perintah ibunya. Karena pengaruh ibunya Setyo menjadi ragu dalam menjalani rumah tangganya dan dalam hal mendidik anak-anaknya. Sebenarnya Setyo ingin kehidupan rumah tangga yang ia jalani dengan keputusannya sendiri, tetapi dilain sisi ia merasa tidak mungkin membantah perintah ibunya. Dan pada akhirnya ia benar-benar menuruti semua keinginan ibunya tanpa memikirkan perasan Janice sendiri. Ibu mertua Janice sebenarnya tidak bisa sepenuh hati tinggal bersama mereka karena ia merasa kehidupan mereka yang pas-pasan dan tinggal di apartemen yang menurutnya


(30)

sangat sempit untuk ia tinggali. Padahal kehidupan keluarga Janice tidaklah kekurangan tetapi tidaklah juga berlebihan.

Janice ingin membesarkan dan mendidik anaknya dengan kebiasaan dan budaya Singapore yang cenderung kebarat-baratan sementara ibu mertuanya ingin cucunya dididik dengan budaya Jawa yang mengalir ditubuhnya.

Janice membunuh kekecewaannya dengan bekerja. Sebelum menikah Janice adalah seorang wanita karir. Ia juga merasa kecewa dengan suaminya yang telah berubah menuruti semua keinginan ibunya dan Setyo juga menjadi dingin dalam mengahadapi Janice baik dalam hal rumah tangga juga dalam hubungan suami istri. Hal inilah yang membuat Janice akhirnya berselingkuh dengan Eric Tan yang tak lain tanpa disadarinya adalah suami sahabatnya sendiri yaitu Bernice. Eric Tan adalah guru yoga yang dikenalnya pada saat ia sedang berolah raga sepulang ia kerja. Seiring berjalannya waktu hubungan mereka semakin akrab dan intim. Hubungan perselingkuhan itu mereka jalani tanpa sepengetahuan siapapun.

Janice akhirnya memutuskan mencari pembantu untuk mengurusi keperluan dalam rumah tangganya juga untuk membantu ibunya menjaga kedua anaknya yaitu Boy dan Mei-Mei. Ipah, demikian nama pembantunya yang berasal dari Parung yaitu desa yang terletak antara Jakarta dan Bogor. Sebenarnya Ipah adalah pembantu yang baik sampai akhirnya ia bertemu dengan Raja. Mereka memutuskan untuk menjalin hubungan. Tanpa disadari Ipah, Raja mempunyai ambisi untuk menghabisi harta keluarga Janice dengan cara menguasai Ipah. Raja bukanlah orang baik-baik. Ia menyuruh Ipah mengeruk harta majikannya dan agar Ipah juga tidak terlalu menurut dengan perintah majikannya. Sampai pada akhirnya Ipah hamil dan Janice menyadari bahwa selama ini


(31)

Ipah telah mengguna-gunai ia dan suaminya. Janice tidak bisa terima dan pada saat itu pikirannya sedang kalut karena masalah dengan suaminya, dengan ibu mertuanya dan selingkuhannya Erik yang menghilang tiba-tiba akhirnya ia menganiaya Ipah.

Pada saat Janice menganiaya Ipah, suaminya dan ibu mertuanya pulang ke Indonesia membawa anak-anaknya dengan alasan ingin berziarah ke makam ayah Setyo padahal itu hanyalah sekedar alasan ibu mertuanya untuk menjauhkan Setyo dan anak-anaknya agar jauh dari kehidupan Janice. Janice tidak dapat mengendalikan emosinya karena ia merasa dihadapkan pada masalah yang membuat ia frustasi.ibu kandungnya yang terjangkit penyakit SARS, Ipah yang hamil, Erik yang menghilang tiba-tiba tanpa kabar, suami dan anak-anaknya pergi meninggalkannya dengan pulang ke Indonesia.Akhirnya Janice dipenjara akibat ia telah menganiaya Ipah sampai sekarat di rumah sakit.


(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI

4.1 Unsur-unsur Intrinsik yang Terdapat dalam Novel Rojak a. Tema

Tema merupakan dasar cerita. Dari keseluruhan cerita akan tergambar apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang. Tema dalam suatu karya sastra baik roman maupun cerpen adalah pokok persoalan yang sangat penting, karena karya sastra tanpa tema tidak ada artinya sama sekali. Tema biasanya tidak diuraikan secara jelas dan terang tanpa tersirat di dalam keseluruhan cerita.

Tema biasanya bersifat netral, tidak memihak pada suatu dogma tertentu.mungkin saja dalam pemecahannya seorang pengarang akan bersifat lebih individualistis. Novel yang lebih luas dari cerita pendek sudah tentu tidak hanya membicarakan satu persoalan saja. Namun dari persoalan itu secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan mengenai tema apa yang diungkapkan oleh pengarang.

Secara umum, para pengkritik sastra dan peneliti sastra melihat tema sebuah karya sastra berdasarkan motif. Motif tersebut ialah suatu kejadian-kejadian dan sesuatu yang sering diulang-ulang pengarang. Dalam sebuah karya sastra, banyak persoalan yang muncul, tetapi tidak semua persoalan itu bisa dianggap sebagai tema.

Mursal Esten (1982:92)mengatakan bahwa:

“Untuk menentukan persoalan mana yang merupakan tema, pertama tentulah dilihat persoalan mana yang paling menonjol. Kedua ,secara kuantitatif persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik, konflik yang melahirkan peristiwa-peristiwa. Cara yang ketiga ialah menentukan (menghitung) waktu penceritaan, yaitu yang diperlukan


(33)

untuk menceritakan peristiwa-peristiwa ataupun tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra.”

Dari seluruh keterangan mengenai tema di atas dapat dikemukakan bahwa tema adalah pokok pikiran suatu karangan yang biasanya dikhususkan kepada suatu karya sastra. Pokok pikiran tersebut terselip dalam setiap penceritaan baik yang berbentuk rentetan peristiwa maupun melalui dialog-dialog yang terjadi dan dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita itu.

Tema dalam novel ini Rojak ini adalah tentang kegalauan hati seorang isteri yang bernama Janice yang sering berselisih paham dengan suaminya dan mertuanya karena perbedaan budaya di dalam pernikahan mereka. Di mana Janice adalah seorang wanita yang berasal dari kelurga Cina Malaka dan suaminya Setyo yang berasal dari keluarga Jawa ningrat yang masih sangat kental dengan budayanya walaupun mereka tinggal di Singapore. Janice juga merasa ibu mertuanya terlalu ikut campur dalam urusan rumah tangganya. Sehingga suaminya juga tidak perduli lagi dengan perasaan Janice dan malah membela ibunya yang ia juga sepenuhnya menyadari bahwa apa yang dilakukan ibunya itu salah.

b. Alur

Plot atau alur cerita adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam novel atau karya sastra lainnya. Menarik tidaknya suatu karya sastra umumnya bergantung kepada tema dan plot. Untuk menentukan plot dalam suatu cerita, tidaklah cukup dengan membaca karya itu sekali saja, tetapi pembaca harus membaca berulang-ulang, karena


(34)

plot adalah benang halus yang menghubungkan dan mengikat tiap-tiap kejadian yang berhubungan satu sama lain dan merupakan hubungan sebab akibat.

Alur sebuah cerita, baik berbentuk novel ataupun berbentuk cerita pendek pada umumnya dapat dibagi-bagi. Secara umum alur dimulai dari suatu perkenalan, peristiwa mulai bergerak, peristiwa memuncak, puncak, dan diakhiri dengan peleraian atau penyelesaian. Secara ringkas dapatlah dikatakan bahwa alur adalah kesinambungan peristiwa-peristiwa yang dijalin di dalam suatu cerita fiksi yang utuh.

Kusdiratin dkk (1978:85) mengatakan bahwa:

“ Struktur karangan berupa naskah, cerita atau novel secara tradisional dinamakan plot.”

Dick Hartoko (ed), (1984: 149) :

“ Yang dinamakan alur ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logic dan kronologik saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.”

Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa yang menyangkut alur tersebut terutama sekali struktur atau konstruksi yang terdapat di dalam sebuah cerita, terutama sekali di dalam menyusun peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita tersebut.

Pada keterangan Hartoko mengenai alur disebutkan deretan peristiwa secara logik dan kronologik. Peristiwa secara logik artinya peristiwa yang berderet secara logika, satu peristiwa merupakan lanjutan peristiwa yang lain dalam hubungan kausalitas atau sebab akibat. Sedangkan deretan peristiwa secara kronologik berarti peristiwa-peristiwa yang terjadi disusun berdasarkan urutan waktu kejadian, bersifat temporal dan dapat saja tidak bersifat kausalitas. Hartoko tidak mengutamakan sifat kausalitas tersebut.dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa alur adalah struktur atau deretan peristiwa dan


(35)

kejadian yang dialami oleh para pelaku cerita fiksi, baik bersifat temporal maupun bersifat kausalitas.

Alur dalam novel Rojak ini menggunakan alur mundur (flash back). Di mana pengarang melukiskan kejadian- kejadian yang terjadi pada awal cerita. Tetapi di akhir cerita, pengarang menjawab penyelesaian konflik yang terjadi di dalam novel Rojak.

c. Perwatakan

Setiap manusia mempunyai watak atau karakter yang berbeda-beda, atau dapat dikatakan bahwa semua manusia tidak sama wataknya. Membicarakan perwatakan sebuah karya sastra berarti membicarakan tokoh-tokoh yang ada di dalam novel tersebut. Tokoh-tokoh yang dibicarakan ialah tokoh-tokoh yang sangat penting kedudukannya sebagai pembawa ide cerita secara keseluruhan. Tokoh-tokoh tersebut dapat dilihat sebagai seorang yang yang benar-benar hadir melalui bahasa pengarang, dengan demikian pengarang tidak semena-mena memperlakukan tokoh-tokoh dalam karyanya. Tokoh-tokoh tersebut harus mempunyai karakter tersendiri yang dapat diterima oleh pembaca. Tokoh dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok pejuang dan kelompok penentang. Di dalam pembicaraan sastra hal ini sering dikaitkan dengan tokoh protagonis dan antagonis. Di samping kedua kelompok ini ada satu kelompok lagi yang disebut kelompok penengah atau tokoh yang tidak memihak kepada salah satu kelompok antara protagonis dan antagonis.

Di dalam pembicaraan tokoh dan perwatakan, yang perlu diperhatikan ialah yang menyangkut :


(36)

b. pengaruh watak terhadap kejadian

c. tokoh protagonis dan perjuangannya serta hubungannya dengan tema.

Berdasarkan pembicaraan di atas secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tokoh dan perwatakan adalah hal-hal yang menyangkut tokoh dalam sebuah karya sastra, yakni bagaimana gambarannya secara menyeluruh dan kaitannya dengan kejadian.

Dengan melihat keterangan mengenai perwatakan dan tokoh di atas, maka hal yang perlu diperhatikan dalam uraiannya adalah hubngan tokoh, latar, dan kejadian. Semua unsur ini akan membentuk struktur cerita yang menggunakan media bahasa.

Kusdiratin dkk ( 1978 : 75 ) mengatakan :

“ Kata penokohan merupakan kata jadian dari kata dasar tokoh yang berarti pelaku. Pembicaraan mengenai cara-cara pengarang

menampilkan pelaku melalui sifat, sikap, dan tingkah laku pelaku.”

Keterangan yang diberikan oleh Kusdiratin dkk memang umum, karena bagaimanapun seorang pembaca ingin melihat bentuk rupa tokoh cerita yang dibacanya. Untuk melukiskan rupa, watak dan kepribadian tokoh pengarang menggunakan berbagai cara.

Pada novel Rojak, pengarang menempatkan tokoh utama yaitu Janice. Dari keseluruhan tokoh yang dijumpai pada novel Rojak ini, kiranya tokoh-tokoh yang penting saja yang akan dibicarakan dalam pembahasan novel ini.

Janice Wong

Janice, adalah tokoh utama dalam novel Rojak ini. Dari sejak awal cerita hingga akhir cerita,tokoh Janice tetap dominan mewarnai jalan cerita. Dari segi fisik, tokoh Janice tidak dijelaskan secara lengkap. Pengarang menceritakan bahwa Janice adalah


(37)

seorang wanita keturunan Cina Malaka yang berdomisili di Singapore. Di samping menjadi ibu rumah tangga Janice juga seorang wanita karier. Di dalam rumah tangganya ia mengalami konflik dengan suaminya karena perbedaan kebudayaan. Dalam novel ini diceritakan Janice juga berselingkuh dengan Eric yang tak lain adalah suami sahabatnya sendiri. Pada akhir cerita Janice menganiaya pembantunya yaitu Ipah karena ia tahu Ipah hamil. Perasaannya begitu kalut karena suaminya pulang ke Indonesia bersama ibu mertuanya dan membawa anak-anaknya. Eric juga meninggalkannya sehingga ia merasa dirinya benar-benar sendiri. Keadaan jiwa Janice tidak terkendali lagi dan inilah yang menjadi konflik dalam novel ini.

Raden Mas Setyo Putra Hadiningrat

Setyo adalah suami Janice yang berasal dari Indonesia dan masih keturunan ningrat. Sebenarnya Setyo adalah seorang suami yang baik dan bertanggung jawab tetapi karena pengaruh ibunya ia menjadi ragu dalam menjalani rumah tangganya bersama Janice dan dalam mendidik anak-anaknya. Setyo ingin kehidupan rumah tangga yang ia jalani dengan keputusannya sendiri, tetapi di lain sisi ia merasa tidak mungkin membantah ibunya. Dan akhirnya ia benar-benar menuruti semua keinginan ibunya tanpa memikirkan perasaan Janice sendiri.

Sunami Hadiningrat

Sunami adalah ibu mertua Janice, seorang wanita yang berasal dari suku Jawa yang masih sangat kental dengan budayanya. Sepeninggal suaminya ia memilih ikui anaknya Setyo untuk pindah ke Singapore. Suami Nami dulunya adalah seorang


(38)

penguasaha kaya dan berasal dari keturunan ningrat, sehingga pada akhirnya ia ikut dengan Setyo ia merasa kaget dengan kehidupan anaknya yang hidup sederhana di apartemen. Ia ingin Setyo tidak bersikap menurut dengan apa yang dikatakan istrinya, ia ingin setyo bersikap tegas dan menuruti semua yang diperintahkannya. Ia ingin mendidik cucunya dengan budaya Jawa yang kental bukan dengan budaya Janice yang tak lain berasal dari Cina Malaka. Nami diceritakan pengarang termasuk wanita yang egois. Ia ingin semua orang menuruti perintahnya, apa pun bentuknya.

Ipah dan Raja

Ipah adalah pembantu Janice yang berasal dari Parung, yaitu desa yang terletak antara Jakarta dan Bogor. Pada awalnya Ipah adalah pembantu yang baik sampai ia bertemu dengan Raja, kekasihnya. Raja bukanlah orang baik-baik. Ia menyuruh Ipah untuk mengeruk harta majikannya dan agar Ipah juga tidak terlalu menurut dengan majikan. Akhirnya Ipah hamil dan Janice menyadari bahwa selama ini ia dan suaminya diguna-gunai. Janice tidak terima dan akhirnya ia menganiaya ipah.

Eric Tan

Eric Tan adalah seorang laki-laki yang dikenal Janice ketika ia jogging di sore hari ketika ia pulang bekerja.. Janice dan Eric berselingkuh, tanpa sepengetahuan siapapun termasuk Setyo. Dengan Eric, Janice merasa menemukan semangat hidupnya kembali. Janice tahu ia telah berbuat salah, tetapi Eric benar-benar menarik perhatiannya.


(39)

Bernice

Bernice adalah sahabat Janice yang akhirnya menikah dengan Eric. Bernice dan Eric menikah karena dijodohkan dengan orang tua mereka. Janice memberikan buku harian tentang kehidupannya yang ditulisnya kepada Bernice. Buku harian itu membuka semua kisah yang dialami Janice. Pada akhir cerita Eric ditahan oleh polisi karena Janice mengatakan ia berselingkuh dengan Eric. Bernice sama sekali tidak tahu bahwa yang selama ini Eric yang dimaksud Janice adalah Eric suami Bernice sendiri.

d. Latar

Latar merupakan salah satu unsur intrinsik yang mendukung struktur fiksi atau novel secara keseluruhan. Latar menyangkut ruang dan waktu. Namun dalam pembicaraan latar secara keseluruhan tidak akan hanya membicarakan tentang kedua hal di atas. Dalam pembicaraan latar yang dikaitkan dengan struktur maka pembicaraan akan dikaitkan dengan tokoh.

Latar akan dihubungkan dengan tokoh. Berdasarkan kaitan kedua unsur intrinsik karya sastra ini maka hal-hal yang perlu dibicarakan adalah menyangkut latar belakang sosial (lingkungan) tokoh utama, tempat, waktu dan suasana peristiwa.

Dari keterangan dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar adalah hal yang menyangkut tempat, waktu, dan suasana sebagai titik tumpu dari setiap peristiwa dan kejadian yang terdapat di dalam karya fiksi, baik karya fiksi yang berbentuk cerita pendek ataupun novel. Sebagai salah satu unsur intrinsik, latar akan mendukung kelogisan kejadian-kejadian yang dilakukan para tokoh dan menentukan keberhasilan dan


(40)

kegagalan tokoh utama dalam perjuangan cita-cita hidupnya. Latar akan mempengaruhi karakter tokoh. Latar sebuah cerita sangat erat hubungannya dengan pembentukan karakter tokoh utama adalah latar belakang sosial tokoh, di dalamnya termasuk lingkungan keluarga, pekerjaan dan pendidikan.

Latar atau setting memegang peranan penting dalam sebuah karya sastra. Dalam penampilan suatu peristiwa latar dalam sebuah cerita harus ada dan jelas, karena latar itu menerangkan sebuah kejadian yang berlangsung dalam cerita.

Seorang pengarang yang terlibat di dalam latar, ceritanya tentu akan lebih hidup bila dibandingkan dengan cerita yang pengarangnya tidak terlibat di dalam kejadian tersebut.

Gorys Keraf ( 1982: 148 ) mengatakan :

“ Latar adalah tempat atau pentas, dapat digambarkan secara hidup-hidup dan terpencil, dapat juga digambarkan dengan sketsa sesuai dengan fungsi dan perannya pada tindak-tanduk yang berlangsung.”

Dari kutipan di atas maka latar dapat diungkapkan dengan jelas di mana tempat terjadinya suatu cerita dan bagaimana hubungan penggambaran jika dihubungkan dengan lokasi tempat terjadinya cerita.

Dalam novel Rojak latarnya berlangsung di Negara Singapore. Di mana Singapore ini adalah tempat tinggal Janice yang tak lain adalah seorang` wanita yang berasal dari keturunan Cina Malaka. Janice sang tokoh utama memang lahir dan besar di Singapore.


(41)

4.2 Analisis Novel Rojak Ditinjau dari Segi Psikologis 4.2.1 Kesepian

Manusia dalam kehidupannya selalu mengalami kesepian. Bermacam-macam kesepian yang dialami manusia, antara lain kesepian karena orang tuanya meninggal, ditinggal kekasih dan sebagainya. Kadang-kadang kesepian itu dapat membuat seseorang itu menjadi ketakutan yang sangat dalam sehingga dapat merusak jiwanya.

Demikian kuatnya kesepian itu merasuk jiwa seseorang sehingga hidupnya selalu tidak tenang, gelisah, cemas,ketegangan-ketegangan batin yang hebat, membuat dia dapat menjadi frustasi, dan sebagainya.

Demikian juga halnya dengan kesepian yang dialami Janice yang disebabkan oleh kegalauan hatinya sejak ditinggal suami dan anak-anaknya ketika pulang ke Indonesia. Kesepian yang dialami Janice dapat dilihat pada kutipan berikut,

“ Ibu jadi ke Jakarta dengan Mas Set dan anak-anak. Mereka pergi dengan banyak alasan. Hatiku gundah gulana. Mereka seperti pindah dan meninggalkanku. Kalau tidak, mengapa Ibu mengepak hamper semua barang-barangnya? Yang tertinggal hanya beberapa handuk dan kain seprai yang dibawanya dulu. Aku rasanya seperti dilempar ke laut. Aku penuh kemelut” ( Rojak: 154).

Kutipan di atas adalah penggambaran hati Janice pada hari pertama saat Ibu mertua, suami dan anak-anaknya pulang ke Indonesia. Di apartemennya hanya ia dan Ipah pembantunya saja yang tinggal. Pada awalnya ia juga ingin ikut ke Indonesia tetapi karena pekerjaan mengurungkan niatnya untuk ikut.

Kesepian Janice juga terlihat pada kutipan berikut,

“ Tapi ada yang tidak klop dan tidak benar. Mengapa ketika memeluk Boy dan Mei-Mei aku seperti akan berpisah lama. Begitu berat rasanya.Mengapa ketika mencium Mas Set seperti aku akan


(42)

kehilangannya. Begitu menyesakkan rasanya.. mengapa ketika Ibu pergi aku justru ingin ia kembali? Mengapa?.” (Rojak:155).

Selama ini Janice memang tidak begitu akur dengan Ibu Mertuanya. Tetapi pada saat Ibu pergi ia justru merasa kehilangan. Apalagi ia juga baru ditinggal pergi oleh Ibu kandungnya karena penyakit SARS. Ia benar-benar merasa sangat kesepian.

Jiwa manusia saat lahir adalah putih bersih, bagaikan kertas yang belum ditulisi atau bagaikan tabula rasa, akan menjadi apakah orang itu kelak, sepenuhnya tergantung kepada pengalaman-pengalaman apakah yang mengisi tabula rasa tersebut. Pengalamanlah yang penting untuk menentukan faktor-faktor kejiwaan seseorang. Misalnya seseorang itu akan menjadi orang baik atau jahat sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperolehnya.

Lingkungan tempat seseorang itu berada ( hidup) juga faktor yang penting untuk membangun kepribadiannya, misalnya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau lingkungan kerja, masyarakat, dan juga menyangkut status sosial, ekonomi, atau segala sesuatu yang mengelilingi seseorang itu sepanjang hidupnya, baik dengan keadaan alam di mana ia berada. Tanpa lingkungan yang mempengaruhinya seseorang tidak ada artinya, sebab manusia tidak akan pernah lepas dari lingkungannya.

Kesepian yang dirasakan Janice juga terlihat pada kutipan berikut,

“ Duh. . . kepalaku. Belum pernah seperti ini. Seperti semen-semen yang dibor dan palu-palu yang dipaku. Aku mendadak sedih, aku seperti ditinggal sendiri. Aku keledai, yang akan ditembak karena kakiku patah dan sudah tidak bisa mengangkat beban. Aku seperti menunggu mati. zRasa sedih, sakit dikhianati, dan ketakutan tak terperi. Sepi..”

(Rojak:160).

Dari kutipan di atas jelas sangat terlihat kesepian yang dirasakan Janice benar-benar menyiksa batinnya. ia sampai tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dengan


(43)

kepulangan suaminya ke Indonesia yang sepertinya tidak akan kembali ke Singapore lagi semakin membuatnya merasa kesepian. Janice merasa tidak siap untuk kehilangan suami dan anak-anaknya.

4.2.2 Frustasi

Adanya kesulitan atau masalah, akan membuat seseorang bisa menjadi ambruk atau lebih maju. Ini tergantung pada seseorang yang menghadapinya, sebab masalah itu ibarat pisau atau pedang yang bisa bermanfaat bagi manusia, atau bisa juga melukainya.

Saat ini kita sering menemui orang mengalami suatu kegagalan. Kegagalan ini biasa disebut orang dengan frustasi. Adapun penyebab frustasi itu disebabkan oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berasal dari lingkungan luar orang itu sendiri, sedangkan faktor dalam adalah faktor yang berasal dari diri seseorang itu sendiri.

Bermacam-macam penyebab timbulnya frustasi, diantaranya ialah kegagalan dalam pekerjaan, kegagalan dalam bercinta, kegagalan dalam studi, perceraian orang tua, atau kurangnya kasih saying orang tua terhadap anak dan sebagainya.

Sebelum penulis melangkah pada permasalan selanjutnya, maka di sini akan diuraikan terlebih dahulu apa pengertian dari frustasi itu.

Menurut Taufik Hadi (1990: 123), pengertian frustasi sebagai berikut,

“ Frustasi merupakan suatu keadaan di mana satu kebutuhan tidak dapat terpenuhi dan tujuan tidak tercapai. Sehingga seseorang dapat mengalami hambatan atau hambatan dalam usahanya untuk mencapai satu tujuan.”

Dari pengertian di atas seseorang akan mengalami suatu frustasi, apabila obyek dan tujuan tidak tercapai karena satu atau beberapa hal yang menghalanginya. Namun perlu diketahui bahwa frustasi dapat mengambil reaksi yang positif bila seseorang


(44)

mengalami frustasi itu menyadari sepenuh hati, bahwa sebenarnya frustasi bukan merupakan jawaban dari kegagalan, dan reaksi yang negatif jika sikap orang yang frustasi mengalami penyimpangan dari sikap manusia normal.

Menurut Rosi ( 1996:87),

“Frustasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau tujuan akibat adanya halangan atau rintangan dalam mencapai usaha atau tujuan tersebut.”

Dari penjelasan di atas maka frustasi yang dialami Janice terlihat pada kutipan berikut,

“ Aku membantu ibu menghilangkan kulit ayam ketika makan siang, serta mengisi gelasnya dengan air putih. Sebagaimanapun aku melayaninya, aku tetap dianggapnya bodoh dan ceroboh. Tidak benar dan tidak berkenan. Aku, pemelik apartemen ini, adalah pembantunya.” ( Rojak:23).

Janice merasa semua pekerjaan yang dilakukannya tetap salah dimata ibu mertuanya. Tidak pernah berkenan di hatinya, padahal ia merasa telah melakukannya dengan maksimal. Pada saat itu, ia merasa suaminya dapat membelanya, tetapi itu hanya harapan karena Setyo sangatlah patuh dan tidak pernah membantah ibunya.

Berikut ini kutipan di mana Janice juga merasa frustasi dan hatinya yang tak menentu akibat suaminya yang sedang mengalami masalah dalam pekerjaannya,

“ Tidak ada pemecatan kok, Jan. Cuma aku harus bekerja lebih keras`lagi dan aku terpaksa sering ke luar negeri untuk mencoba menarik klien dari sana. Perusahaanku akan mengirimku ke Bintan, Batam, hingga ke Hongkong dan Beijing. Tetapi aku punya firasat tidak enak Jan. aku dan beberapa karyawan asing yakin benar, jika perekonomian Singapura terus memburuk, entah apa yang terjadi. Tidak mungkin kami akan di- phk…”

Aku memeluk Mas Set. Aku takut berkata-kata dan menanggapi. Bukankah pria sangat sensitif seputar pekerjaan? Aku tidak mau berkeluh kesah, itu cuma akan membuatnya , semakin hilang semangat dan kepercayaan padaku. Biarlah, toh aku juga bekerja, pikirku. Aku lebih khawatir akan keadaan jiwa Mas Set. Kian hari wajahnya kian muram. Kian hari pula Ibu seperti menyalahkan diriku atas perubahan wajah


(45)

anaknya. Sering kudengar ia mengomel-ngomel sendiri dengan bahasa daerahnya. Aku tahu pasti, dari nadanya, ia menyindirku.

“Wong omah kuwi mestine seneng, bahagia. Mestine isteri nyenengna bojo. Iki kok ora. Kowe kok lesu kaya ngono ‘to le. Ana apa?”. ( orang menikah mestinya seneng, bahagia. Mestinya sang isteri menyenangkan suami. Ini kok tidak. Wajahmu kok lesu seperti itu anakku, ada apa?). (Rojak:60).

Dari kutipan di atas terlihat Janice mengalami frustasi dalam hidupnya. Di mana ia sangat mengerti keadaan suaminya yang sedang mengalami masalah dalam pekerjaannya. Ia tidak mengerti mengapa ia yang disalahkan oleh ibu mertuanya. Sebenarnya Janice juga merasa ragu untuk mendukung dan mengijinkan suaminya untuk pergi bekerja ke luar negeri, karena hatinya merasa kepergian suaminya ke luar negeri bukanlah semata hanya untuk urusan pekerjaan saja, tetapi juga untuk main gila dengan perempuan lain. Tetapi ia masih berusaha untuk meredam pikiran buruk itu, karena ia masih mencintai dan ingin sepenuhnya untuk percaya dengan suaminya. Dalam keadaan seperti ini, Janice merasa bingung dan frustasi untuk menghadapi masalah dalam rumah tangganya.

Janice juga semakin merasa dirinya selalu salah dimata Ibu mertuanya, ini terlihat pada kutipan berikut,

“ Mas Set seperti pijar lampu yang meredup, terus meredup. Ia juga tidak pernah membelaku. Bukannya dari dulu ia selalu membelaku, tetapi paling tidak sebelum pekerjaannya memburuk, Mas Set sering

menghiburku jika ibunya menyindir. Kini Mas Set mirip mainan mobil- mobilan Boy yang baterainya soak. Diam tak mau, tapi bergerak setengah-setengah dan pelan.” (Rojak:61).

Dalam keadaan dirinya yang tidak stabil karena masalah dalam rumah tangganya, ibu mertuanya juga semakin menambah masalah dan semakin ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka.


(46)

Kekalutan hati Janice juga terlihat pada kutipan berikut,

“ Aku memejamkan mata dan membungkukkan tubuhku,

mengistirahatkan kepalaku dipangkuanku sendiri. Setelah ini, aku harus mengecek apakah Ipah sudah mempersiapkan makan malam, apakah Boy sudah mengerjakan pekerjaan rumahnya, apakah Mei-Meri sudah makan, dan apakah ibu baik-baik saja. Aku tidak perlu bertanya-tanya lagi

bagaimana kabar Mas Set, karena sudah berbulan-bulan wajahnya masih suram. Pulang dari Malaysia, Bintan, dan Thailand, wajahnya tetap suram, katanya di sana perekonomian juga jelek. Aku ingin menjadi tiang penyangganya, tapi ia lebih senanang dengan kakinya sendiri. Ketika kuajak jogging, ia lebih memilih tidur.” ( Rojak:62).

Dari kutipan di atas, Janice merasa serba salah. Ia mengijinkan suaminya untuk pergi ke luar negeri untuk menyelesaikan pekerjaannya di sana. Tetapi ketika kembali pulang wajah suaminya tetap suram. Ia semakin heran, untuk apa pergi kalau ternyata tidak membawa kemajuan dalam hal pekerjaannya. Dengan tugas Ipah yang tak lain adalah pembantunya juga ia semakin tak habis pikir. Ipah tetap saja tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Padahal ia telah hampir setahun bekerja bersama Janice. Hal itu juga yang membuat ibu mertuanya dari pertama bertemu dengan ipah sampai sekarang tidak pernah simpati dengannya.

Dilain waktu Janice merasa ibu mertuanya semakin ingin menguasai rumah tangganya. Berikut ini kutipannya,

“Ma bertanya padaku ketika ia melihat mengapa wajahku muram. Kukatakan bahwa ibu di rumah selalu mengajari anak-anakku menyanyi Jawa. Aku bilang, sebagai balasannya aku sering bernyanyi lagu-lagu Cina yang kukenal ketika taman kanak-kanak dulu. Ma malah tersenyum dan berkata, Rojak rasanya macam-macam.” Ma bilang, jangan merusak ‘rasa’ rojak dengan memberi terlalu bumbu pedas. Kata Ma, sebaiknya aku mencoba menggapai hati ibu, daripada menentangnya. Ma

menyarankan aku berdendang dan berpantun di depan anak-anak dengan bahasa Melayu bercampur Cina atau bahkan Indonesia.” ( Rojak: 83). Ibu Janice selalu memberi semangat kepadanya agar ia juga tidak terlalu memikirkan dengan masalah yang dihadirkan oleh ibu mertuanya. Dukungan seperti


(47)

inilah yang sebenarnya ia perlukan dari suaminya, tetapi Setyo tidak pernah mau mengerti apa isi hati Janice.

Berikut ini kutipan tentang penyesalan dan perasaan bersalah ketika Janice mendengar bahwa ibunya terkena penyakit SARS,

“Karma. Susan berbicara seperti Ma. Keluargaku percaya karma, sebab akibat. Sebagai penganut aliran Taoisme dan segala paham tradisional Cina lainnya, Ma percaya jika orang berbuat di luar norma manusia yang terhormat maka bentuk balasan akan berbalik ke dirinya atau ke

keluarganya. Aku takut Ma sakit karena perbuatanku. Aku egois dan tidak jujur pada Mas Set, suamiku. Kakiku rasanya gemetar. Kurasakan bumi mengguncangku, memberiku karma.” ( Rojak: 118-119).

Janice teringat akan kesalahan yang telah dilakukannya. Ia teringat karena ia telah berselingkuh dan mengkhianati suaminya.

Di dalam penelitian ini, penulis tidak hanya membicarakan keadaan frustasi yang dialami oleh tokoh utama saja. Tetapi tokoh yang lain juga walaupun tidak semua tokoh dan tidak banyak masalah yang diuraikan oleh penulis.

Seperti kutipan di bawah ini, di mana pengarang menceritakan keadaan Setyo yang frustasi karena mengetahui bahwa ia bukanlah anak kandung ibunya,

“ Setyo tidak percaya apa yang didengarnya. Apa? Bukan anak kandung? Bagaimana bisa? Dari kecil ia tidak pernah mengingat perempuan lain yang disebutnya ibu, selain ibu ini. Perempuan Jawa yang anggun dan menyayanginya.”(Rojak:149).

Setyo benar-benar tidak percaya bahwa ia bukanlah anak kandung ibunya. Ia juga tidak percaya bahwa ibunya menyimpan rahasia sampai selama ini. Di saat ia sedang mengalami masalah dalam pekerjaannya, sampai akhirnya ia berhenti dari pekerjaannya. Belum lagi masalah dalam rumah tangganya. Setyo sebenarnya merasa kasihan dengan isterinya, tetapi ia merasa tak punya kuasa untuk membantah perintah ibunya untuk pulang ke Indonesia dan meninggalkan isteri yang dicintainya di Singapore.


(48)

Dari kutipan dan uraian di atas, dapat dilihat bahwa factor penyebab frustasi adalah keadaan jiwa kita yang tidak stabil. Semuanya tergantung diri kita sendiri, bagaimana menyikapi masalah yang sedang kita hadapi. Jika kita menghadapi masalah dengan positif, kita pasti dapat melalui dan menyelesaikan masalah itu. Jika kita menghadapi masalah itu dengan negatif, kita akan tenggelam dan terjerumus dalam masalah itu.

4.2.3 Kepribadian

Sigmund Freud ( Agus Sujanto, dkk, 1980: 59-62) mengatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat tiga system kepribadian, yaitu:

1. Das Es ( the id), yaitu aspek biologis 2. Das Ich ( the ego ), yaitu aspek psikologis

3. Das Uber Ich ( the super ego ), yaitu aspek sosiologis. 1. Das Es ( Aspek Biologis)

Das`Es dalam bahasa Inggris the id, disebut juga Freud system der unbewusten. Aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan system yang orisinil di dalam kepribadian. Dari aspek inilah kedua aspek yang lain tumbuh. Das Es itu merupakan dunia batin atau dunia subyektif. Das Es berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir (unsur-unsur biologis ), termasuk insting-insting. Das Es adalah energi psikis yang menggerakkan Das Ich dan Das Uber Ich, energi psikis di dalam Das Es itu merupakan perangsang dari luar maupun dari dalam. Apabila energi meningkat, maka akan menimbulkan ketegangan-ketegangan dan menimbulkan pengalaman tidak menyenangkan yang oleh Das Es tidak dapat dibiarkan, karena itu apabila energi


(49)

meningkat yang berarti ada tegangan, segeralah Das Es mereduksi energi itu untuk menghilangkan rasa tidak enak itu. Jadi yang menjadi pedoman dalam fungsinya Das Es ialah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan atau disebut prinsip kenikmatan.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sikap suami Janice yang tidak menghargai dirinya dan lebih cenderung membela ibunya membuat timbulnya ketegangan-ketegangan atau konflik-konflik dalam dirinya. Semula Janice bertanya-tanya dengan sikap suaminya yang wajahnya semakin terlihat muram setelah pulang bekerja dari luar negeri. Janice mencoba untuk bersabar, tapi lama-kelaman sikap suaminya semakin menyakitkan hati, demikian juga dengan sikap ibu mertuanya yang semakin ikut campur dalam semua urusan rumah tangganya sehingga menimbulkan ketegangan dan pengalaman yang tidak menyenangkan itu dengan sikap berontaknya. Das Es ( batin Janice ) mengambil tindakan untuk membalas dengan jalan mengkhianatinya. Tindakan Rina itu untuk mendapatkan kepuasan batinnya sendiri. Ia berfikir bukan hanya suaminya saja yang bisa mengkhianati, ia juga bisa.

“Aku rela melakukan apa saj untuknya. Aku mencandunya. Sepertinya getaran hebat di dalam dadaku terlepas dan energiku bertambah setiap bertemu dan bercinta dengannya. Aku harus menemuinya, kalau tidak aku akan kehilangan oksigen dan napasku akan satu-satu dan mungkin

berhenti. Aku mungkin sudah gila. Aku ini perempuan bersuami, mana punya dua anak pula. Apa yang kupikirkan? Menemuinya…di Jepang. Aku gila kali ya? Tapi kami tidak lagi rutin bertemu. Aku merindukannya. Setelah hampir setahun rutin bertemu, lalu tiba-tiba tidak bertemu. Aku harus bertemu. Sepertinya aku memang gila. Bukan karena meninggalkan suami, toh aku tahu di luar negeri sana Mas Set juga main gila dengan perempuan lain, untuk apa aku harus susah-susah menjaga kesetiaan sementara suamiku mencampakkan kesetian itu. Rasanya tidak ada pengaruhnya. Tetapi yang kumaksud, meninggalkan anak-anakku? Lalu rumah ini siapa yang mengatur? Ah, biarkan saja ka nada si ibu ningrat itu yang tahu segala-galanya. Rumah ini akan baik-baik saja. Aku harus


(50)

menemui jantungku, yang memompa oksigen bagi kehidupanku. Aku berteguh, harus menemuinya, harus.” ( Rojak: 89-90).

2. Das Ich ( Aspek Psikologis )

Das Ich dalam bahasa Inggrisnya disebut juga system des bewussten verbewusten. Aspek ini adalah aspek psikologis dan timbul karena kebudayaan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan ( realitas ). Sebagai contoh orang yang merasa lapar harus makan untuk menghilangkan ketegangan yang ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan pokok antara das es dan das ich yaitu kalau das es itu hanya subyektif ( dunia Batin ) maka das ich dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di luar dunia batin ( dunia obyektif , dunia realita ). Di dalam fungsinya, das ich berpegang pada prinsip kenyataan atau prinsip realita dan bereaksi dengan proses sekunder. Tujuan realitas prinsip itu adalah mencari obyek yang tepat ( serasi ), untuk mereduksi tegangan yang timbul dalam organisme. Proses sekunder itu adalah berpikir realistis dengan mempergunakan proses sekunder das ich merumuskan suatu rencana untuk perumusan kebutuhan dan mengujinya ( biasanya suatu tindakan ) untuk mengetahui apakah rrencana itu berhasil atau tidak.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses das ich yang timbul dalam diri Janice adalah ketika Janice mulai berhubungan dengan seorang laki-laki yang bernama Eric Tan yang sangat mencintainya dan juga sangat dicintainya, padahal ia masih mempunyai Setyo suaminya. Eric Tan yang tak lain adalah pelatih yoga Janice. Tetapi karena Eric dijodohkan oleh orang tuanya mereka berpisah. Eric tiba-tiba menghilang begitu saja bagai ditelan bumi akhirnya mereka berpisah.


(51)

Akibat perpisahan itu Janice mengalami ketegangan-ketegangan yang timbul dalam dirinya, sehingga membuat ia uring-uringan dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Belum lagi masalah ia dan suaminya, masalah yang ditimbulkan oleh ibu mertuanya, masalah anak-anak yang terbengkalai, pembantunya yang semakin hari semakin membuat ulah dengan hamil tanpa ia tahu siapa yang menghamilinya.

Banyak konflik yang dialami Janice antara das es dan das ich. Akhirnya Janice hanyut dalam semua masalah yang tidak bisa ia kendalikan. Pada saat ia mengetahui suami dan anak-anaknya tidak akan kembali ke Jakarta lagi, Eric yang tak lain selingkuhannya, menghilang tiba-tiba, ibu kandung yang selama ini memberi semangat padanya meninggal dunia akhirnya Janice menganiaya pembantunya dengan cara menyiram air panas ke seluruh badan Ipah. Padahal Janice adalah seorang wanita yang sabar dan lemah lembut. Tetapi karena masalah-masalah yang menghampirinya datang secara bersamaan, ia tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Akibat perbuatannya itu, akhirnya Janice harus dipenjara.

“ Seorang monster tinggalnya di ruang bawah tanah, pengap berdebu dan tidak berbantal. Ia bisa berubah wujud kapan saja dan menggetarkan bumi, karena siapa yang mendengar dan peduli? Salah sendiri jadi monster ketika darah meninggali. Salah sendiri menyiram air panas ke tubuh bersisik perempuan ular berkali-kali. Bisa jadi ular kehilangan perut buncit dan menggeliat-geliat dengan tangan menggapai. Yang jelas kini monster mengerang. Sepi. Sendiri. Alam tenang, monster menghilang. Kini aku kembali ke bumi. Tapi pusing bukan kepayang karena si monster merusak masa gemilang. Aku mendekap meratap diri. Hu hu..huhuhuhu… mana suamiku, mana anakku? Mana gumpalan darah dan daging yang disebut manusia, makhluk lain serupaku? Ke mana mereka? Jangan tinggalkan aku, jangan tinggalkan aku. Ingat, perempuan itu bukan hanya pembantuku bisa jadi ia memukul mereka, anak-anakku. Bukan Cuma membersihkan ttemapt tidurku, tapi mungkin juga menidurinya saat aku tidak tahu. Bisa jadi ia berhubungan badan dengan pria-pria. Mungkin Boy tahu, mungkin Mak Cik Mirah tetanggaku juga tahu. Bukankah ia pernah bertanya soal Ipah. Mungkin yang dimaksud tamu-tamu pria Ipah. Astaga ! jangan-jangan salah satu


(52)

pria itu suamiku…ayah Boy! Bukankah ia perempuan ular yang membawa bola-bola rambutnya bercampur, mungkin rambut suamiku? Apakah aku perempuan yang berhati rupawan. Mendatangkannya baik- baik dari desa entah apa. Memberinya kasur dan bantal tinggi, mungkin tidur terenak selama hidupnya. Makanan yang masuk sama dengan yang masuk ke mulutku. Membiarkannya lepas bersenang-senang dengan segala gaya yang ia suka. Lalu, ia membawa bola rambut kusut dan foto suamiku. Bros Ma tak kurang dicurinya pula. Ulahnya menenung keluargaku membuatku menjadi monster. Ketika buruk rupanya terlihat ular, aku dipaksanya menjadi monster yang tak kutahu. Ia tidak mati. Menggelepar di ruang putih di rumah sakit. Kehilangan isi perutnya, kehilangan wajah dan kulit mulusnya, terkelupas karena air yang mendidih yang disiramkan monster. Paling tidak ia tidur berbantal. Sedangakan aku? Kehilangan bantal karena ia. Siapa tahu selelah ini orang masih melihatku seperti monster dan memukuliku hingga akhirnya membiarkanku mendekam di satu ruangan untuk bertahun-tahun sampai membusuk. Menggelambir, tua. Mati. Di sini. Mana suami dan anak-anakku? Apakah mereka telahteracuni? Kemana mereka pergi? Tidakkah mereka percaya padaku? Bukankah ibu suamiku yang memberi tahu bhwa perempuan yang kusimpan dirumahku bisa jadi sundal dan membawa petaka? Mengapa aku di sini? Kemana suami dan anak-anakku? Jika mereka tidak menginginkanku, ke mana belahan hatiku yang lain? Mana Eric? percayakah ia padaku? Bukankah kami pernah berbagi tubuh,ia menyimpan secuil apa yang kurasa? Bukankah kami yin tang, pasangan sempurna? Apakah Eric percaya padahal mungkin suami, anak-anak dan yang lain tidak? Apa ia sendiri berbohong padaku?.” (Rojak:169-171)

3. Das Uber Ich ( Aspek Sosiologis )

Das uber ich adalah aspek sosiologis dari kepribadian yang merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua terhadap anak-anaknya, yang diajarkan dengan berbagai perintah dan larangan. Das uber ich lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan. Karena itu das uber ich dapat pula dianggap sebagai aspek moral dari kepribadian. Fungsinya yang pokok ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.


(53)

Apa yang dilakukan Janice dengan berselingkuh dengan Eric adalah perbuatan yang melanggar norma-norma sosial yang tidak sesuai dengan moral agama dan masyarakat. Karena Janice masih sah menjadi isteri setyo.

Apabila kita memandang dari segi budaya atau kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang Barat dengan orang Timur jelas sangat jauh berbeda. Di mana yang membedakan pemikiran orang Barat dengan orang Timur itu dapat kita lihat dari empat segi, yaitu:

1. Culture ( kebudayaan ) 2. Nature ( alam )

3. Human right ( hubungan masyarakat ) 4. Way of life ( cara hidup ).

Sebagai wanita Timur seharusnya Janice dapat menjaga dan membatasi diri dari pandangan-pandangan dunia Barat yang tidak sesuai dengan norma-norma Timur.

4.3 Hubungan Sastra dengan Psikologi

Psikologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata yaitu “psyches” yang berarti jiwa dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu tentang jiwa. Seperti yang kita ketahui bahwasannya jiwa itu tidak dapat dilihat dengan panca indera kita. Yang dapat kita observasi adalah peristiwa-peristiwa yang merupakan penjelmaan kehidupan kejiwaan itu. Psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan seseorang.

Psikologi sangat berguna dan dapat membantu ilmu-ilmu yang lain., terutama terhadap ilmu yang berkaitan langsung dengan manusia. Misalnya terhadap


(54)

ilmu-ilmu sosial. Di samping berperan dalam ilmu-ilmu sosial, psikologi juga membantu ilmu-ilmu-ilmu-ilmu eksakta seperti terhadap ilmu kedokteran. Berdasarkan obyeknya psikologi terbagi lagi menjadi psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, dan psikologi umum. Namun, karena pembicaraan ini tidak bermaksud mengetengahkan psikologi secara mendalam, maka segenap aspek yang menyangkut psikologis tersebut tidak akan disinggung atau dibahas lebih jauh, yang dibahas di sini adalah kaitan psikologi dengan sastra.

Sastra selalu membicarakan kejiwaan-kejiwaan yang digambarkan pengarang melalui tokoh-tokoh dalam karyanya. Bila kita hubungkan antara karya dengan pengarang, hal-hal yang sangat perlu diperhatikan adalah latar belakang sosial budaya dan pengalaman pengarang, semua ini dapat mempengaruhi pribadi dan pandangan pengarang terhadap segala sesuatu yang sedang dihadapinya, atau dengan kata lain pengarang akan memperhatikan tingkah laku manusia serta sekelilingnya serta lingkungannya. Pada saat itulah pengarang akan menghasilkan karyanya. Di sinilah letak psikologi dengan sastra. Dalam pembicaraan terhadap sastra dengan pengarang sangat dibutuhkan suatu pendekatan yang menyangkut kejiwaan. Psikologi dan sastra, keduanya berfungsi untuk memperkaya pengalaman manusia dan keduanya berfungsi untuk memperkaya pengalaman manusia dan keduanya juga berusaha menyadarkan manusia untuk dapat mengenal dirinya sendiri.

Meluasnya hubungan psikologi dengan sastra disebabkan berkembangnya ajaran Sigmund Freud tentang tafsiran mimpi ( the interpretation of dream ). Sebagaimana seperti yang kita ketahui bagaimana eratnya hubungan jiwa pengarang dengan karya sastra yang diciptakannya, karena karya yang diciptakannya itu adalah cetusan perasaannya yang dalam dan menimbulkan dorongan pada jiwanya. Hubungan antara


(55)

karya sastra dengan diri pengarang dipertegas oleh Freud, yang memandang seorang pengarang tak lebih dari seorang pelamun yang lari dari kenyataan hidup, baginya kreatifitas seorang pengarang tidak lain dari pelarian.

Andre Harjana ( 1981:60 ), mengatakan,

“Psikologi memasuki bidang kritik sastra lewat beberapa jalan: 1. pembahasan tentang proses penciptaan sastra, 2. pembahasan psikologi terhadap pengarangnya (baik sebagai suatu tipe maupun sebagai seorang pribadi), 3. pembicaraan tentang ajaran dan kaidah psikologi yang dapat ditimba dari karya sastra, dan 4. pengaruh karya sastra terhadap pembacanya.”

Untuk menulis suatu karya sastra yang baik, pengarang harus berada dalam keadaan jiwa tertentu. Jika seorang pengarang dalam keadaan sedih dan putus asa, maka ia akan selalu menunjukkan kesedihan serta keputusannya dalam karyanya.

Pada dasarnya sastra dan psikologi memang mempunyai hubungan yang sangat erat. Seperti yang dikatakan oleh Budi Darma ( 1983:52),

“ Bahwa sastra sebenarnya pengungkapan masalah hidup, filsafat dan ilmu jiwa. Pengarang adalah ahli ilmu jiwa dan filsafat yang mengungkapkan masalah hidup, kejiwaan dan filsafat melalui ilmu sastra.”

Dari pendapat di atas jelaslah kita ketahui bahwa sastra diciptakan dan dikembangakan dari psikologi. Hal inilah yang merupakan alas an bahwa psikologi sangat erat hubungannya dengan teks sastra, karena pergolakan jiwa itulah yang dipindahkannya menjadi suatu karya sastra dengan alat bahasa.

Psikologi dan sastra mendekati manusia sebagai obyeknya. Psikologi membicarakan manusia dari segi raga dan jiwanya serta lingkungan yang mempengaruhinya. Psikologi memperhatikan gejala-gejala dari tingkah laku manusia dan berusaha memberi suatu rumusan dan gambaran tentang manusia secara obyektif. Sedangkan sastra tidak demikian. Apa yang tergamabar dalam sebuah karya sastra tidak


(56)

ditemukan pada psikologi. Banyak pengarang besar yang malah berpengaruh terhadap lahirnya suatu pandangan baru tentang psikologi.


(57)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

Dengan menggunakan teori psikologi sastra dapat kita ketahui dengan jelas penggambaran keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak karya Fira Basuki. Pengarang menggambarkan Janice sang tokoh utama yang pada awalnya mempunyai karakter sebaga wanita yang sabar akhirnya bisa berubah karakter menjadi seorang penganiaya yang menyebabkan akhirnya ia dipenjara. Ia melakukan hal itu karena ia merasa frustasi dan tidak dapat mengendalikan emosinya karena ditinggal oleh suami dan anak-anaknya, pembantunya yang hamil tanpa suami, dan selingkuhannya yang menghilang tiba-tiba tanpa ia tahu kemana perginya.

Penelitian ini membahas nilai-nilai psikologis yang terdapat dalam novel ini yakni kesepian, frustasi, dan kepribadian.

5.2 Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi mahasiswa Sastra Indonesia dapat mengembangkan lebih lanjut pengkajian sastra dari aspek lain, tidak hanya dari segi unsur intrinsik saja seperti mengkaji alur, penokohan, tema, dan sudut pandang.

2. Bagi peneliti berikutnya dapat menganalisis faktor-faktor lain atau teori lain selain teori psikologi sastra.


(58)

DAFTAR PUSTAKA Basuki, Fira. 2004. Rojak. Jakarta: Grasindo.

Darma, Budi. 1983. Solilokui, Kumpulan Esei Sastra. Jakarta : Gramedia.

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra : Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Darmanto. Jt. 1985. Sastra, Psikologi, dan Masyarakat. Bandung: alumni.

Effendi, S. 1979. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Esten, Mursal. 1984. Kritik Sastra Indonesia : Padang Angkasa Raya. Hardjana, Andre. 1981. Krtik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta:Gramedia. Hartoko, Dick. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.

Junus, Umar. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Sinar Harapan. Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Kurnia Esa.

Kusdiratin, dkk. 1978. Memahami Novel Atheis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Luxemburg, Jan Van, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : Gramedia.

Pradopo, Rachmad Djoko. 2001. “ Penelitian Sastra Dengan Pendekatan Semiotik” dalam Jabrohim dan Ari Wulandari. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Semi, Atar. 1988. Kritik Sastra. Bandung : Angkasa.

Sumardjo, Yacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung : Alumni. Taufik, Hadi. 1999. Psikologi Sastra. Bandung : Indonesia Tera.


(59)

Rosi, Wirawan. 1966. Dimensi-dimensi Psikologi Sastra. Jakarta: Angkasa Wira.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan (Terjemahan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.


(1)

ilmu sosial. Di samping berperan dalam ilmu sosial, psikologi juga membantu ilmu-ilmu eksakta seperti terhadap ilmu kedokteran. Berdasarkan obyeknya psikologi terbagi lagi menjadi psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, dan psikologi umum. Namun, karena pembicaraan ini tidak bermaksud mengetengahkan psikologi secara mendalam, maka segenap aspek yang menyangkut psikologis tersebut tidak akan disinggung atau dibahas lebih jauh, yang dibahas di sini adalah kaitan psikologi dengan sastra.

Sastra selalu membicarakan kejiwaan-kejiwaan yang digambarkan pengarang melalui tokoh-tokoh dalam karyanya. Bila kita hubungkan antara karya dengan pengarang, hal-hal yang sangat perlu diperhatikan adalah latar belakang sosial budaya dan pengalaman pengarang, semua ini dapat mempengaruhi pribadi dan pandangan pengarang terhadap segala sesuatu yang sedang dihadapinya, atau dengan kata lain pengarang akan memperhatikan tingkah laku manusia serta sekelilingnya serta lingkungannya. Pada saat itulah pengarang akan menghasilkan karyanya. Di sinilah letak psikologi dengan sastra. Dalam pembicaraan terhadap sastra dengan pengarang sangat dibutuhkan suatu pendekatan yang menyangkut kejiwaan. Psikologi dan sastra, keduanya berfungsi untuk memperkaya pengalaman manusia dan keduanya berfungsi untuk memperkaya pengalaman manusia dan keduanya juga berusaha menyadarkan manusia untuk dapat mengenal dirinya sendiri.

Meluasnya hubungan psikologi dengan sastra disebabkan berkembangnya ajaran Sigmund Freud tentang tafsiran mimpi ( the interpretation of dream ). Sebagaimana seperti yang kita ketahui bagaimana eratnya hubungan jiwa pengarang dengan karya sastra yang diciptakannya, karena karya yang diciptakannya itu adalah cetusan perasaannya yang dalam dan menimbulkan dorongan pada jiwanya. Hubungan antara


(2)

karya sastra dengan diri pengarang dipertegas oleh Freud, yang memandang seorang pengarang tak lebih dari seorang pelamun yang lari dari kenyataan hidup, baginya kreatifitas seorang pengarang tidak lain dari pelarian.

Andre Harjana ( 1981:60 ), mengatakan,

“Psikologi memasuki bidang kritik sastra lewat beberapa jalan: 1. pembahasan tentang proses penciptaan sastra, 2. pembahasan psikologi terhadap pengarangnya (baik sebagai suatu tipe maupun sebagai seorang pribadi), 3. pembicaraan tentang ajaran dan kaidah psikologi yang dapat ditimba dari karya sastra, dan 4. pengaruh karya sastra terhadap pembacanya.”

Untuk menulis suatu karya sastra yang baik, pengarang harus berada dalam keadaan jiwa tertentu. Jika seorang pengarang dalam keadaan sedih dan putus asa, maka ia akan selalu menunjukkan kesedihan serta keputusannya dalam karyanya.

Pada dasarnya sastra dan psikologi memang mempunyai hubungan yang sangat erat. Seperti yang dikatakan oleh Budi Darma ( 1983:52),

“ Bahwa sastra sebenarnya pengungkapan masalah hidup, filsafat dan ilmu jiwa. Pengarang adalah ahli ilmu jiwa dan filsafat yang mengungkapkan masalah hidup, kejiwaan dan filsafat melalui ilmu sastra.”

Dari pendapat di atas jelaslah kita ketahui bahwa sastra diciptakan dan dikembangakan dari psikologi. Hal inilah yang merupakan alas an bahwa psikologi sangat erat hubungannya dengan teks sastra, karena pergolakan jiwa itulah yang dipindahkannya menjadi suatu karya sastra dengan alat bahasa.

Psikologi dan sastra mendekati manusia sebagai obyeknya. Psikologi membicarakan manusia dari segi raga dan jiwanya serta lingkungan yang mempengaruhinya. Psikologi memperhatikan gejala-gejala dari tingkah laku manusia dan berusaha memberi suatu rumusan dan gambaran tentang manusia secara obyektif. Sedangkan sastra tidak demikian. Apa yang tergamabar dalam sebuah karya sastra tidak


(3)

ditemukan pada psikologi. Banyak pengarang besar yang malah berpengaruh terhadap lahirnya suatu pandangan baru tentang psikologi.


(4)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

Dengan menggunakan teori psikologi sastra dapat kita ketahui dengan jelas penggambaran keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak karya Fira Basuki. Pengarang menggambarkan Janice sang tokoh utama yang pada awalnya mempunyai karakter sebaga wanita yang sabar akhirnya bisa berubah karakter menjadi seorang penganiaya yang menyebabkan akhirnya ia dipenjara. Ia melakukan hal itu karena ia merasa frustasi dan tidak dapat mengendalikan emosinya karena ditinggal oleh suami dan anak-anaknya, pembantunya yang hamil tanpa suami, dan selingkuhannya yang menghilang tiba-tiba tanpa ia tahu kemana perginya.

Penelitian ini membahas nilai-nilai psikologis yang terdapat dalam novel ini yakni kesepian, frustasi, dan kepribadian.

5.2 Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi mahasiswa Sastra Indonesia dapat mengembangkan lebih lanjut pengkajian sastra dari aspek lain, tidak hanya dari segi unsur intrinsik saja seperti mengkaji alur, penokohan, tema, dan sudut pandang.

2. Bagi peneliti berikutnya dapat menganalisis faktor-faktor lain atau teori lain selain teori psikologi sastra.


(5)

DAFTAR PUSTAKA Basuki, Fira. 2004. Rojak. Jakarta: Grasindo.

Darma, Budi. 1983. Solilokui, Kumpulan Esei Sastra. Jakarta : Gramedia.

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra : Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Darmanto. Jt. 1985. Sastra, Psikologi, dan Masyarakat. Bandung: alumni.

Effendi, S. 1979. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Esten, Mursal. 1984. Kritik Sastra Indonesia : Padang Angkasa Raya. Hardjana, Andre. 1981. Krtik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta:Gramedia. Hartoko, Dick. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.

Junus, Umar. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Sinar Harapan. Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Kurnia Esa.

Kusdiratin, dkk. 1978. Memahami Novel Atheis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Luxemburg, Jan Van, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : Gramedia.

Pradopo, Rachmad Djoko. 2001. “ Penelitian Sastra Dengan Pendekatan Semiotik” dalam Jabrohim dan Ari Wulandari. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Semi, Atar. 1988. Kritik Sastra. Bandung : Angkasa.

Sumardjo, Yacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung : Alumni. Taufik, Hadi. 1999. Psikologi Sastra. Bandung : Indonesia Tera.


(6)

Rosi, Wirawan. 1966. Dimensi-dimensi Psikologi Sastra. Jakarta: Angkasa Wira.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan (Terjemahan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.