Kepribadian dan Trauma Tokoh dalam Novel Simfoni Bulan karya Feby Indirani Analisis Psikosastra.

(1)

KEPRIBADIAN DAN TRAUMA TOKOH DALAM NOVEL

SIMFONI BULAN KARYA FEBY INDIRANI :

ANALISIS PSIKOSASTRA

SKRIPSI Oleh :

JULI ARTATY HUTABARAT NIM : 050701043

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

LembarPersetujuan

KEPRIBADIAN DAN TRAUMA TOKOH DALAM NOVEL

SIMFONI BULAN KARYA FEBY INDIRANI :

ANALISIS PSIKOSASTRA

Oleh :

JULI ARTATY HUTABARAT NIM : 050701043

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra disetujui oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. H. Ahmad Samin Siregar, S.S. Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum. NIP 130365337 NIP 131676481

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum. NIP 131676481


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa penghambatan gelar kesarjanaan yang saya peroleh

Medan, September 2009


(4)

INTISARI (ABSTRAK)

KEPRIBADIAN DAN TRAUMA TOKOH DALAM NOVEL

SIMFONI BULAN KARYA FEBY INDIRANI : ANALISIS PSIKOSASTRA

Oleh :

Juli Artaty Hutabarat Departemen Sastra Indonesia

Skripsi ini berjudul “Kepribadian dan Trauma Tokoh dalam Novel Simfoni Bulan karya Feby Indirani Analisis Psikosastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi kepribadian tokoh-tokoh dan bagaimana dampak trauma terhadap kepribadian anak dalam novel Simfoni Bulan.

Untuk mengetahui tujuan itu akan dikumpulkan data dari novel Simfoni Bulan dengan menggunakan metode pembacaan heuristik dan hermeneutik degan teknik catat pada kartu data. Setelah data terkumpul, data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori psikologi sastra yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.

Dari analisis diperoleh hasil bahwa dalam novel Simfoni Bulan terdapat berbagai macam kepribadian para tokoh dan dampak trauma terhadap tokoh anak. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam novel Simfoni Bulan terdapat kepribadian dan trauma pada tokoh-tokohnya.


(5)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudu l “Kepribadian dan Trauma Tokoh dalam Novel Simfoni Bulan karya Feby Indirani Analisis Psikosastra”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian pada novel Simfoni Bulan karya Feby Indirani dengan menggunakan metode membaca dan tekhnik mencatat pada kartu data.

Penulisan skripsi ini tidaklah terlepas dari perlindungan dan penyertaan Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga, penulis merasa sangat bersyukur atas pertolongan dari Tuhan. Penulis juga memperoleh bantuan dari banyak pihak yang iklas membantu penulis seperti pegawai perpustakaan Universitas Sumatera Utara, pegawai perpustakaan Jurusan Sastra Indonesia, Bapak/Ibu Dosen Pembimbing, dan pihak-pihak lain yang juga mendukung.

Oleh sebab itu, selayaknyalah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1) Orang tua penulis yang selalu mendukung penulis lewat saran- saran dan dana, kakak-kakak serta adik-adikku yang selalu menyemangati dan setia selalu mendoakan penulis.

2) Bapak Prof. H. Ahmad Samin Siregar, S.S. selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum selaku pembimbing II dan Ketua Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara yang selalu memberi masukan dan evaluasi yang membangun penulis.


(6)

3) Seluruh staff pengajar Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Medan yang telah mendidik penulis selama perkuliahan. 4) Pegawai Perpustakaan Pusat USU dan pegawai Jurusan Sastra Indonesia yang

membantu lewat peminjaman buku- buku.

5) Bapak Drs. Syaifuddin, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

6) Sahabat-sahabatku di Paduan Suara El-Shaddai USU, b’Jhoni Chalvin Pinem, dan b’Haposan Hutapea yang juga memberi semangat dan setia mendukungan dalam doa yang tulus dan iklas.

7) Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Sastra Indonsia USU stambuk 2005 yang selalu bersedia bertukar pikiran dalam diskusi “lesehan”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna baik dari segi teknik pengkajian kalimat, penguraian materi, dan pembahasan masalah. Oleh sebab itu, demi penyempurnaan skripsi ini, kritik dan saran para pembaca sangat penulis harapkan.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2009


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

INTISARI (ABSTRAK) ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Pembatasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 3

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 3

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Konsep ... 5

2.2 Landasan Teori ... 6

2.3 Tinjauan Pustaka ...10

BAB III METODE PENELITIAN ...11

3.1 Teknik Pengumpulan Data ...11

3.2 Teknik Analisis Data ...12

3.3 Sinopsis Novel Simfoni Bulan ...13

BAB IV HASIL PENELITIAN ...16

4.1 Unsur-Unsur Intrinsik dalam Novel Simfoni Bulan ...16


(8)

4.1.2 Plot ...21

4.1.3 Tokoh dan Perwatakan ...27

4.1.4 Latar ...36

4.2 Kepribadian Tokoh dalam Novel Simfoni Bulan ...39

4.3 Trauma Pada Anak ...48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...54

1.1 Simpulan ...54

1.2 Saran ...55

DAFTAR PUSTAKA ...56


(9)

INTISARI (ABSTRAK)

KEPRIBADIAN DAN TRAUMA TOKOH DALAM NOVEL

SIMFONI BULAN KARYA FEBY INDIRANI : ANALISIS PSIKOSASTRA

Oleh :

Juli Artaty Hutabarat Departemen Sastra Indonesia

Skripsi ini berjudul “Kepribadian dan Trauma Tokoh dalam Novel Simfoni Bulan karya Feby Indirani Analisis Psikosastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi kepribadian tokoh-tokoh dan bagaimana dampak trauma terhadap kepribadian anak dalam novel Simfoni Bulan.

Untuk mengetahui tujuan itu akan dikumpulkan data dari novel Simfoni Bulan dengan menggunakan metode pembacaan heuristik dan hermeneutik degan teknik catat pada kartu data. Setelah data terkumpul, data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori psikologi sastra yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.

Dari analisis diperoleh hasil bahwa dalam novel Simfoni Bulan terdapat berbagai macam kepribadian para tokoh dan dampak trauma terhadap tokoh anak. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam novel Simfoni Bulan terdapat kepribadian dan trauma pada tokoh-tokohnya.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra adalah ungkapan kesadaran penulisnya. Jadi, karya sastra bersifat subjektif. Karya sastra mengandung penilaian kehidupan nyata dalam bentuk pikiran tertentu. Karya sastra adalah refleksi kesadaran pengarangnya tentang apa yang dialaminya, diketahuinya, sehingga realitas kehidupan menjadi realitas keadaan pengarangnya. Sastra merupakan cerminan zamannya (Damono, 1978 : 8-9).

Karya sastra harus bersifat menarik. Sastra harus memiliki struktur dan tujuan estetis, koherensi, keseluruhan, dan efek tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Wellek dan Austin Warren (1995 : 276). Sastra harus mempunyai kaitan yang jelas dengan kehidupan, tetapi hubungan itu sangat beragam. Kehidupan dalam karya sastra dapat diperindah, diejek, atau digambarkan bertolak belakang dengan kenyataan. Karya sastra adalah suatu seleksi kehidupan yang direncanakan dengan tujuan tertentu. Kita harus mempunyai pengetahuan di luar sastra untuk mengetahui hubungan antara suatu karya tertentu dengan “kehidupan”.

Sesuai dengan uraian di atas, seperti yang terjadi pada dunia sastra beberapa tahun belakangan ini, muncullah banyak pengarang yang mencoba menghasilkan karya sesuai dengan refleksi keadaan tentang hal-hal yang dialaminya dan diketahuinya. Pengarang mencoba menciptakan karya sastra sesuai dengan tujuan yang ingin disampaikanya kepada pembaca. Tujuan itu adalah pemahaman kehidupan


(11)

yang tidak selamanya manis dan indah, tetapi ada hal-hal yang bertolak belakang dengan itu.

Novel Simfoni Bulan karya Feby Indirani adalah salah satu novel yang berisi tentang kehidupan tokoh-tokoh dengan kondisi kepribadian yang beragam. Kondisi kepribadian ini adalah sebagai akibat dari kehidupan yang dialaminya, keinginan-keinginan yang ingin diwujudkan, dan kehidupan masa lalu yang tidak dapat dilupakan.

Banyak hal menarik dari novel Simfoni Bulan. Pertama, pengarangnya tidak bercerita secara linier. Ia meletakkan beberapa kilas balik yang berfungsi untuk saling menjelaskan. Kedua, novel Simfoni Bulan tidak menciptakan tokoh hitam dan putih, melainkan abu-abu, manusiawi, dan realistis. Bahkan, tokoh Bulan yang selayaknya dibela karena serangkaian beban penderitaannya itu pun bukan orang suci di mata Tuhan. Ketiga, tokoh novel Simfoni Bulan mengalami perubahan hidup yang luar biasa. Keempat, ada banyak kejutan dalam novel Simfoni Bulan yang tidak terasa sengaja diletakkan, namun menunjukkan bahwa setiap kejadian di belakang memiliki musabab. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga novel ini menarik untuk diteliti.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang disampaikan pada bagian latar belakang, penulis mengkaji novel Simfoni Bulan dari unsur intrinsiknya dan dilanjutkan dengan pendekatan psikosastra. Adapun masalah yang akan dikaji adalah :


(12)

1) Bagaimanakah kondisi kepribadian tokoh–tokoh dalam novel Simfoni Bulan? 2) Bagaimanakah dampak trauma terhadap tokoh anak dalam novel Simfoni

Bulan?

1.3 Pembatasan Masalah

Sebuah karya sastra akan sulit diteliti tanpa adanya batasan masalah karena dikhawatirkan penelitian akan menyimpang dari tujuan yang akan dicapai. Suatu penelitian akan lebih mudah dianalisis dan dimengerti dengan membatasi masalah pada ruang lingkup penelitian yang akan dibahas.

Pada dasarnya, tokoh dalam novel ini memiliki kepribadian yang berbeda, tetapi pembahasan ini hanya dibatasi pada tokoh Bulan, Gangga, Visya, dan Bayu. Kemudian dibahas pula dampak trauma tersebut pada tokoh Bayu saja. Apabila ternyata dalam uraian ini terdapat hal-hal di luar masalah yang telah ditetapkan, bukan berarti penulis berkeinginan menganalisis secara luas, melainkan suatu hubungan yang tidak dapat dihindari untuk penyempurnaan analisis.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Menganalisis kondisi kepribadian tokoh-tokoh dalam novel Simfoni Bulan.

2) Menganalisis dampak trauma terhadap kepribadian anak dalam novel Simfoni Bulan.


(13)

1.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1) Membantu penikmat sastra memahami kepribadian dan trauma tokoh-tokoh novel Simfoni Bulan.

2) Memperkaya pengkajian sastra Indonesia, dan


(14)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Alwi dkk. (2003 : 895) menerangkan tentang pengertian kepribadian yaitu sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakannya dari orang atau bangsa lain. Kemudian Alwi dkk. (2003 : 1210) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan trauma adalah 1) keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani; 2) luka berat: tropisme pertumbuhan sebagai reaksi terhadap luka.

Kata kepribadian berasal dari bahasa Latin yaitu personalitiy (bahasa Inggris) yang berasal pula dari kata persona (bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng, yaitu tutup buka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Hal ini dilakukan oleh karena terdapat cirri-ciri yang khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik, ataupun yang kurag baik.

G.W. Allport (dalam Suryabrata, 2007 : 11) berpendapat bahwa kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman, pendidikan, dan sebagainya. Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya


(15)

dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam.

Berdasarkan pengertian di atas, corak perilaku individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan akan berbeda-beda. Kepribadian adalah ciri, karakteristik, gaya, atau sifat-sifat yang memang khas dikaitkan dengan diri kita. Kepribadian itu bersumber dari bentukan-bentukan yang kita terima dari lingkungan.

Pengertian di atas merujuk pada ciri-ciri perilaku yang kompleks terdiri atas temperamen (reaksi emosi yang cenderung menetap dalam merespon situasi atau stimulus lingkungan secara spontan) dan emosi yang bersifat unik dari individu. Reaksi yang berbeda dari masing-masing individu menunjukkan perbedaan kepribadian.

2.2 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian perlu adanya landasan teori yang mendasarinya. Landasan teori merupakan kerangka dasar dalam sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mempergunakan teori psikosastra.

Menurut Hardjana (1991 : 60) pendekatan psikologi sastra dapat diartikan sebagai suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati dan menyikapi kehidupan. Di sini fungsi psikologi itu sendiri adalah melakukan penjelajahan ke dalam batin jiwa yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra dan untuk


(16)

mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk tindakan manusia dan responnya terhadap tindakan lainnya.

Ada beberapa tokoh terkemuka dalam psikologi seperti Sigmund Freud, Carl Jung, dan Mortimer Adler, yang telah memberikan inspirasi tentang misteri tingkah laku manusia melalui teori-teori psikologi. Namun, Freudlah yang paling banyak memberi sumbangan pemikiran dalam psikologi sastra. Dia secara langsung berbicara tentang proses penciptaan seni sebagai akibat tekanan dan timbunan masalah di alam bawah sadar yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk penciptaan karya seni. Teori pendekatan psikologi sastra yang dikembangkan oleh Freud ini dikenal dengan nama psikoanalisis.

Psikoanalisis dalam sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada pembaca.

Pada dasarnya, psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang ketiga yaitu pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya. Sebagai dunia dalam kata, karya sastra memasukkan berbagai aspek kehidupan di dalamnya, khususnya manusia. Pada umumnya, aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi


(17)

sastra sebab semata–mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh-tokoh, aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan.

Psikoanalisis dapat mengklasifikasikan pengarang berdasarkan tipe psikologi dan tipe fisiologisnya. Psikoanalasis dapat pula menguraikan kelainan jiwa bahkan alam bawah sadarnya. Bukti-bukt i itu diambil dari fakta-fakta di luar karya sastra atau dari karya sastra itu sendiri. Untuk menginteprestasikan karya sastra sebagai bukti psikologis, psikolog perlu mencocokkannya dengan dokumen-dokumen di luar karya sastra.

Psikoanalisis dapat digunakan untuk menilai karya sastra karena psikoanalisis dapat menjelaskan proses kreatif. Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya. Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya. Hal itu berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat membantu kita melihat keretakan (fissure), ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra. Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam drama dan novel. Terkadang pengarang secara tidak sadar maupun secara sadar dapat memasukan teori psikologi yang dianutnya. Psikoanalisis juga dapat menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya.

Teori psikologi yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Sigmund Freud (1856 – 1939). Dia membedakan kepribadian menjadi tiga macam yaitu id, ego, dan superego.


(18)

Id adalah sistem kepribadian bawaan yang paling asli dari manusia. Pada saat dilahirkan, seseorang hanya memiliki id saja. Unsur kepribadian ini merupakan tempat bersemayamnya naluri-naluri yang sifatnya buta dan tidak terkendali. Ia hanya menuntut dan mendesak dipuaskannya naluri-naluri tersebut. Asas yang mengatur pekerjaan id ini adalah asas kesenangan yang diarahkan bagi pengurangan ketegangan atau ketidaknyamanan guna mencapai kepuasan atau kebahagiaan naluriah. Karena bekerjanya hanya didorong oleh asas kesenangan semata, id bersifat tidak logis, amoral, dan hanya memiliki satu tujuan semata yaitu memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan tersebut. Id tidak pernah menjadi dewasa dan selalu menjadi unsur anak manja dalam kepribadian manusia. Id ini bersifat tidak sadar.

Ego merupakan unsur kepribadian yang timbul setelah terjadi kontak dengan dunia nyata yang realistis. Ego berfungsi untuk mengendalikan serta mengatur segenap tindakan yang dilakukan dengan berlandaskan pada asas kenyataan. Ego merupakan tempat bersemayamnya intelegensi serta pola pikir rasional dari id.

Superego merupakan unsur moral atau hukum kepribadian manusia. Ia merupakan aspek-aspek moral dari seseorang yang menentukan benar dan salahnya perbuatan yang dilakukan itu. Ia menampilkan hal-hal yang ideal dan bukannya riil. Berbeda dengan id yang digerakkan oleh asas kesenangan, superego digerakkan oleh asas kesempurnaan. Superego terdiri dari nilai-nilai tradisional serta norma-norma ideal dalam masyarakat yang diajarkan orang tua terhadap anaknya. Fungsi superego ini menghambat dorongan-dorongan pemuasan yang berasal dari id (Taniputera, 2005 : 44-46).


(19)

2.3 Tinjauan Pustaka

Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kepribadian dan trauma dalam novel Simfoni Bulan ini belum pernah dibahas, khususnya bagi penelitian bidang sastra yang dilakukan di Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Akan tetapi, penelitian mengenai kepribadian dan trauma sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti terdahulu dengan mempergunakan sumber data yang berbeda-beda. Tinjauan pustaka dalam hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penelitian mengenai kepribadian dan trauma sudah pernah dilakukan sehingga penelitian ini mampu untuk memperdalam penelitian mengenai kepribadian dan trauma.

Adapun penelitian yang pernah membahas mengenai trauma adalah skripsi sarjana yang berjudul “Nilai-Nilai Psikologi Novel Senandung Tengah Malam karya V. Lestari” oleh Zulham Hasibuan pada 1989. Sedangkan penelitian yang pernah membahas mengenai trauma adalah skripsi sarjana yang bejudul “Skandal Karya Shusaku Endo : Sebuah Tinjauan Psikologis” oleh Himsar S. Simatupang.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Jenis penelitian yang dapakai adalah library research atau penelitian kepustakaan. Oleh karena penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan, jenis data yang dipakai adalah data primer dan data sekunder. Data dikumpulkan dari novel Simfoni Bulan dengan menggunakan metode pembacaan heuristik dan hermeneutik dengan teknik catat pada kartu data.

Menurut Pradopo (2001 : 84),

Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaannya atau semiotik adalah berdasarkan konvensi tingkat pertama. Pembacaan heuristik adalah pembacaan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan dari awal sampai akhir secara berurutan. Hasilnya adalah sinopsis cerita. Pembacaan heuristik adalah pembacaan ulang atau retroakktif sesudah pembacaan heurisrik dengan memberikan konvensi sastranya. Konvensi sastra yang dimaksud adalah memberikan makna dari cerita.

Sebenarnya, pembacaan heuristik itu adalah pembacaan mulai dari awal hingga akhir cerita secara berurutan yang dilakukan secara berulang-ulang. Pembacaan ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman terhadap bagian-bagian cerita secara beraturan.


(21)

Menurut Nasution (2003 : 312),

Hermeneutik adalah metode yang lebih menekankan keterlibatan seorang penafsir terhadap objek yang diteliti dan lebih dipentingkan daripada mengambil jarak dari objeknya. Penghayatan, pemahaman, dan penafsiran terhadap objek merupakan ciri khas metode ini. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan objektivitas yang sebaik-baiknya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hermeneutik adalah pemberian tafsiran oleh seorang penafsir terhadap suatu objek (karya sastra). Hal ini jelas sangat membutuhkan keahlian penafsir untuk melakukan tafsiran. Jadi, peran aktif penafsir sangat dipentingkan dalam hermeneutik ini.

Teknik catat pada kartu data dibedakan menurut masalah yang dibahas. Kartu data ini akan dipakai untuk mencatat kepribadian setiap tokoh dan dampak trauma. Hal ini akan berbeda warna dari setiap kartu data yang dipakai. Kartu biru dipakai untuk mencatat kepribadian setiap tokoh dan kartu merah untuk mencatat dampak trauma pada tokohnya.

3.2 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul lalu dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu memerikan (melukiskan) kembali data yang telah dikumpulkan. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Pendeskripsian dilakukan berdasarkan data dari kartu data.

Langkah-langkah penganalisisan data dilakukan dengan menganalisis data kartu biru untuk mencari kepribadian setiap tokoh dan menganalisis data kartu merah untuk mencari dampak trauma pada tokohnya. Setelah selesai dianalisis lalu


(22)

dideskripsikan hasil dari analisis tersebut. Kemudian dari hasil analisis ditarik kesimpulan.

Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data primer yang akan dianalisis adalah :

Judul : Simfoni Bulan Karya : Feby Indirani Penerbit : mediakita, Jakarta Tebal buku : 200 halaman + viii Ukuran : X + 206 hlm, : 19 cm Cetakan : Pertama : Januari 2006

Warna Sampul : Perpaduan antara coklat dengan kuning muda Gambar Sampul : Gambar wanita dan sebuah silet

Desain Sampul : Iksaka Banu

Sebagai sumber data sekunder, penulis akan membaca buku-buku dan artikel yang berhubungan dengan kepribadian dan trauma.

3.3 Sinopsis Novel Simfoni Bulan

Novel ini berkisah tentang seorang mantan wartawan yang ingin menulis novel dengan cara mengalaminya. Untuk itu, Bulan Rahmatulayla bertekad menjadi pelacur. Dengan mengalami atau terlibat dalam kehidupan nyata yang hendak


(23)

ditulisnya, Bulan berharap novelnya tidak hadir sebagai omong-kosong belaka. Keyakinan itu muncul atas pengaruh Visya Yudhistira, novelis muda yang dikaguminya karena selalu menuliskan pengalamannya. Rasa sakit yang dimaksud dalam setiap novel Visya adalah luka yang secara fisik maupun psikis telah dialami oleh pengarangnya. Visya selalu memandang sinis pada kehidupan sementara dia sendiri menjalani hidup secara unik. Perkenalannya dengan Visya telah membuat Bulan senantiasa terbayang-bayang akan wajah dan harum cendana yang mengambang dari tubuh lelaki itu.

Bulan lahir dari keluarga yang berantakan. Berbekal hubungan buruk dengan ibunya, ia pun membenci kata 'pulang'. Ketika bekerja pada sebuah tabloid berita dan dipercaya sebagai asisten pemegang rubrik, ia dianggap tidak mampu menulis. Sifat keras kepala sang pengarang agaknya menurun kepada tokoh novelnya, ditandai dengan pengambilan keputusan untuk keluar dari pekerjaannya hanya lantaran perbedaan pendapat dengan atasannya. Pengalamannya meliput daerah prostitusi di Kramat Tunggak membuatnya ingin mengangkat tokoh pelacur turun-temurun dalam sebuah novel. Namun ternyata tidak semudah yang diharapkan karena selama ini dia biasa menulis berdasarkan fakta dan data. Bekal imajinasinya tidak sanggup menjangkau atmosfir yang hendak dituangkan. Sementara itu, warisan yang diperoleh dari pergaulannya dengan para penghuni lokalisasi sebetulnya tidak sekadar gagasan fiksi. Namun juga, anak seorang pelacur yang diasuh setelah ibunya tewas terbunuh. Artinya, ada kebutuhan lain yang bersifat finansial untuk dapat bertahan hidup yang tidak bisa bergantung semata atas hasil honor cerita pendeknya selama ini.


(24)

Menjadi pelacur adalah keputusan besar berikutnya, yang sempat mengagetkan Steve, sahabatnya, yang kemudian menjadi manajernya. Ternyata menjalani kehidupan pelacur secara profesional tidak hanya sulit saat awalnya bahkan beberapa pengalaman menerima tamu berikutnya menunjukkan betapa tidak berharganya seorang pelacur di mata laki-laki. Ia harus mengorbankan harga diri sekaligus menyaksikan berlangsungnya kemunafikan kaum lelaki yang kadang-kadang menjadi idola di tengah masyarakat. Namun dari dunia mesum yang ditelusurinya itu, ia mendapatkan seorang 'ahli anak' yang sanggup mencairkan hati Bayu, anak asuhnya, yaitu Gangga.

Gangga merupakan lelaki yang lembut terhadap wanita dan kepada anak-anak. Pengalamannya menjadi ahli anak membuat Bayu sedikit demi sedikit mau membuka diri dengan kehidupan luar. Namun, kesan Bulan terhadap Gangga yang pada awalnya adalah baik ternyata berubah. Gangga mencampakkan Bulan begitu saja dengan alasan yang tidak jelas.


(25)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Unsur-Unsur Intrinsik dalam Novel Simfoni Bulan

Unsur-unsur pembentuk sebuah novel yang membentuk sebuah totalitas di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya. Namun, secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur ini turut serta membangun sebuah cerita. Kepaduan antarunsur inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Sementara yang dimaksud dengan analisis intrinsik adalah analisis yang mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang terdapat dalam karya sastra. Karya sastra tentu dapat dipahami berdasarkan apa yang ada atau secara eksplisit tertulis dalam teks tersebut.

Karya sastra sebagai hasil imajinasi seseorang tidak akan terlepas dari latar kehidupan dan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan sekelilingnya. Penciptaan sebuah karya sastra selalu mengandung ide, harapan, dan nilai kehidupan atau norma-norma dari sebuah permasalahan yang ingin disampaikan kepada pembaca. Untuk itu, penulis akan menguraikan unsur-unsur intrinsik dalam karya sastra terhadap novel Simfoni Bulan.


(26)

4.1.1 Tema

Setelah selesai membaca sebuah karya sastra, misalnya novel Saman, bagi orang yang membaca novel tidak hanya bertujuan semata-mata mencari dan menikmati kehebatan cerita. Biasanya, pembaca akan segera menghadapi pertanyaan : apa sebenarnya yang ingin disampaikan pengarang lewat cerita itu? Atau makna apakah yang dikandung sebuah novel di balik cerita yang disajikan itu? Hal-hal yang dipertanyakan itu memang pada umumnya tidak diiungkapkan secara eksplisit sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu penafsiran.

Mempertanyakan makna sebuah karya sastra sebenarnya juga mempertanyakan tema. Setiap karya sastra tentulah mengandung atau menawarkan tema. Namun apa isi tema itu sendiri tidak mudah ditunjukkan. Ia haruslah dipahami dan ditafsirkan melalui cerita dalam data-data yang lain dan itu merupakan kegiatan yang sering tidak mudah dilakukan.

Istilah tema berasal dari bahasa Yunani yaitu tithema yang berarti ‘menempatkan’ atau ‘meletakkan’. Dalam karya sastra tema diartikan sebagai dasar cerita yang ditempatkan di berbagai aspek cerita.

Sumardjo dan Saini K.M (1997 :56) memberikan difinisi tema,

Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya tidak bukan sekedar mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang ingin dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan ini. Kejadian atau perbuatan tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut. Sebuah cerpen selalu harus mengatakan sesuatu, yaitu pendapat pengarang tentang hidup ini sehingga orang lain dapat mengerti hidup ini lebih baik.


(27)

Pendapat lain mengenai tema juga dinyatakan oleh Keraf (1970 : 107) adalah,

Tema adalah suatu amanat yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Amanat utama ini diketahui misalnya bila seseorang membaca roman, atau karangan lainnya. Selesai membaca karangan tersebut, akan meresaplan ke dalam pikiran pembaca suatu sari atau makna dari seluruh karangan itu.

Pendapat lain mengenai tema juga dinyatakan oleh Lukman (1967 : 118),

Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran, sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang. Di dalamnya terbanyang pandangan hidup atau cinta pengarang bagaimana dia melihat persoalan itu. Persoalan inilah yang dihidangkan pengarang seiring juga dengan pemecahan sekaligus.

Dari kutipan-kutipan di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang tema. Tema adalah pokok persoalan yang paling mendasar dari suatu cerita yang timbul dengan sendirinya melalui proses kreatif pengarang. Tema adalah inti cerita yang terkandung di dalam keseluruhan cerita. Tema merupakan gagasan atau ide yang mendasari karya sastra dari awal hingga akhir cerita serta yang menjiwai seluruh isi cerita. Oleh karena tema merupakan ide pokok, tema akan terkandung dalam seluruh karya sastra tersebut.

Dengan demikian, untuk menentukan tema sebuah karya sastra haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita. Penafsiran tema diprasyarati oleh pemahaman cerita secara keseluruhan. Namun, adakalanya dapat juga ditemukan adanya kalimat-kalimat tertentu yang ditafsirkan sebagai sesuatu yang mengandung tema pokok.


(28)

Persoalan-persoalan hakiki manusia biasanya selalu diulang dalam berbagai karya sastra. Persoalah-persoalan hakiki ini merupakan sebuah ciri tersendiri dari setiap tema yang disampaikana penulis lewat karya-karyanya.

Pada novel Simfoni Bulan ini tema yang diperlihatkan menyangkut kehidupan manusia yang dapat dikatakan mendasar atau juga menyangkut kehidupan yang jarang terjadi. Manusia sebagai mahluk yang terbatas banyak menghadapi persoalan di dalam kehidupannya. Persoalan yang paling utama adalah persoalan yang menyangkut diri karena masalah keberadaan diri merupakan suatu masalah hakiki yang harus dipertahankan setiap individu.

Dalam kehidupannya, manusia banyak mendapat tantangan dan hambatan dari berbagai faktor yang ada di luar dirinya. Tantangan dan hambatan yang mengancam keberadaan diri ini bisa terjadi karena adanya faktor finansial yang sangat minim. Artinya, faktor ekonomi yang kurang mendukung dapat mengancam keberadaan individu. Faktor ekonomi seperti ini dapat menjadikan seseorang melakukan suatu hal di luar kehendak pribadinya sendiri.

Berawal dari kebingungan dan segudang pertanyaan yang tidak terjawab oleh hidup, Bulan sang tokoh utama dalam novel ini menerjunkan diri dalam kekacauan yang menurutnya sepertinya akan membantu. Bulan memilih menjadi pelacur karena frustasi dengan hidupnya yang berantakan dan karena rasa ingin tahunya yang mendesak. Bulan adalah perempuan frustrasi. Ia tercerabut dari keluarga besarnya, tersepak dari karirnya sebagai wartawan, putus asa dengan bukunya yang tidak


(29)

kunjung selesai, dan mengalami permasalahan pula dalam percintaan. Maka cukuplah sudah alasan yang dimilikinya untuk menerjunkan diri dalam kehidupan remang-remang pekerja seks komersial.

Selain alasan materi, alasan lain bagi tokoh Bulan yang menjadikannya seorang pelacur adalah novel yang sedang ditulisnya. Novel tersebut berkisah tentang profesi pelacur yang turun-temurun dalam sebuah keluarga. Tidak ada pemahaman yang bisa memberikan penghayatan paling baik selain pengalaman. Demi sebuah proses mengalami, Bulan menjadikan dirinya pelacur.

Bulan memang melakukannya tidak semata karena uang. Tapi saat ini pun kondisinya memang tak dapat dikatakan berkecukupan. Pengangguran tanpa banyak tabungan. Merawat anak angkat yang butuh makan. Pembantu rumah tangga yang butuh gaji. Tunggakan sewa rumah. Bulan merasakan kondisi perasaannya sudah cukup lengkap untuk mengalami proses ini : seorang perempuan yang akan menukar tubuh dan jasa demi uang. Ia sedang memerankannya kini. Sedang mengalami. (Simfoni Bulan : 7-8)

Hidup gue berantakan, Steve. Simpanan gue menipis. Gue perlu segera menyelesaikan novel ini. Jadi, gue pikir ini solusi yang memecahkan dua persoalan sekaligus. Gue juga butuh uang lah. Jadi, mix and match lah dengan kebutuhan gue. (Simfoni Bulan : 14)

Tokoh Bulan juga mengalami kegagalan dalam berkarir. Ketika bekerja pada sebuah tabloid berita dan dipercaya sebagai asisten pemegang rubrik, ia dianggap tidak mampu menulis. Bulan merasa tidak terima dengan anggapan tersebut dan ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari tabloid tersebut.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tema novel ini adalah kehidupan dengan masalah keuangan yang menjadikan tokohnya seorang pelacur.


(30)

Kehidupan yang serba gagal dan sulit. Tokoh yang gagal dalam karir wartawannya, gagal sebagai pelacur, gagal sebagai penulis novel, dan gagal pula dalam percintaannya.

4.1.2 Plot

Plot atau alur di dalam cerita rekaan diartikan sebagai jalan cerita yaitu jalur tempat melintasnya peristiwa-peristiwa tokoh. Pada alur peristiwa dirangkai dengan seksama dengan memperhitungkan faktor kualitas. Kualitas ini merupakan ciri khas dari sebuah alur untuk mencapai suatu pengertian wajar tentang peristiwa-peristiwa yang diciptakan. Rangkaian peristiwa tersebut juga mempunyai hubungan sebab akibat dalam suatu cerita. Jalinan kejadian atau peristiwa-peristiwa yang membentuk konflik akan membangun suatu cerita. Peristiwa pertama akan memberntuk peristiwa selanjutnya. Dengan demikian akan terjadi konflik dan suatu konflik akan mengakibatkan konflik baru yang mempunyai jalinan cerita.

Sumardjo dan Saini K.M. (1997 : 139) memberikan defenisi plot sebagai berikut,

Plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum sebab-akibat. Artinya, peristiwa pertama menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan terjadinya peristiwa ketiga, dan demikian selanjutnya, sehingga pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan terjadi oleh peristiwa pertama.


(31)

Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1998 : 143) memberikan defenisi alur sebagai berikut,

Alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya petistiwa yang lain.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa plot atau alur adalah suatu rangkaian peristiwa yang mengandung konflik dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Plot merupakan garis dasar atau benang halus yang menghubungkan struktur sebuah cerita.

Plot atau alur di dalam cerita rekaan disusun menurut tingkatan dari awal hingga akhir. Seperti kata Sudjiman (ed, 1989 : 4) alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesai. Sumardjo dan Saini K.M. (1997 : 49) mengatakan lagi bahwa suautu konflik dalam cerita rekaan tidak bisa dipaparka begitu saja. Harus ada dasarnya. Oleh karena itu, plot sering dikupas menjadi elemen-elemen berikut ini.

1) Pengenalan 2) Timbul konflik 3) Konflik memuncak 4) Klimaks


(32)

Dalam novel Simfoni Bulan ini susunan alur atau plot sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sumardjo dan Saini K.M. Dengan demikian, di bawah ini akan dikemukakan analisis susunan alur tersebut.

Pelukisan awal atau pengenalan biasanya merupakan gambaran awal sebuah cerita. Pada novel Simfoni Bulan ini pengenalan dilukiskan dengan memperkenalkan tokoh Bulan ketika menjalani profesi pertamanya sebagai pelacur. Bulan diperkenalkan sebagai wanita yang pada awalnya sangat gugup dengan profesi barunya tersebut. Tetapi pada bagian ini digambarkan juga pola pikir Bulan yang mengatakan bahwa ternyata menjadi seorang pelacur tidaklah mudah. Bulan berusaha menenangkan diri dengan membuat pernyataan pada dirinya bahwa selama ini juga perilaku Bulan sudah mirip dengan pelacur.

Siapa yang berani mengatakan menjadi pelacur itu mudah? Kemarilah. Aku ingin sekali meludahinya. Sekarang. Saat ini juga. Rabalah peluh dingin yang merambati telapak tangannya. Rasakan panas mulasnya yang takkan terselesaikan di kakus. (Simfoni Bulan : 1)

Tenang Bulan, selama ini pun kelakuanmu toh sudah mirip pelacur, katanya pada diri sendiri. Kehilangan keperawanan di bangku SMA, pacaran dengan banyak lelaki, tidur dengan suami orang, apalagi? (Simfoni Bulan : 2)

Pada tahap pengenalan ini, tokoh Bulan juga menerangkan kepada tokoh Steve mengenai alasannya menjadi pelacur, yaitu bukan semata-mata karena uang, tetapi ada alasan lain yang mendukungnya yaitu proses penulisan novel Bulan yang memerlukan riset sungguhan mengenai pelacur.


(33)

Tidak pernah ada niatan untuk bermain-main, Steve. Ini riset sungguhan. Aku percaya pengalaman pribadi adalah pintu sejati untuk memahami. Menghayati. Bukan sekedar sok empati. (Simfoni Bulan : 4)

Bagian kedua setelah pengenalan adalah timbulnya konflik. Pada bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, terutama orang-orang di sekitar Bulan. Dengan banyaknya tokoh yang diperkenalkan, gambaran akan muncullya konflik telah dipersiapkan. Konflik ini saling bersangkut paut dan mulai bergerak.

Konflik pertama yang ada dalam novel ini yaitu saat Bulan diminta pulang oleh adiknya Adit untuk berkumpul dengan mamanya. Awalnya, Bulan tidak berniat untuk pulang, tetapi karena sudah berjanji kepada Adit, akhirnya Bulan pulang juga. Pertemuan Bulan dengan keluarganya tidak menciptakan suasana yang harmonis, melainkan memuncullkan pertengkaran antara Bulan dan Adit.

“Mata Bulan menatap lurus pada Mama. Menantang. “Segala gagasan Mama tentang keluarga itu udah basi. Sudahlah.” Bulan mengibaskan tangannyanya ke udara. “Kita biasa hidup sendiri-sendiri dari dulu, nggak perlu ada yang berubah!” suaranya lantang meski gemetar” (Simfoni Bulan : 91)

Pada bagian peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak, muncullah banyak kejadian yang dialami Bulan. Hal ini terjadi ketika Bulan berusaha untuk memotong rambut Bayu, anak angkatnya yang sudah lebat. Tetapi saat hendak memotong rambut Bayu, Bayu tiba-tiba histeris dan melawan Bulan dengan sekuat tenaga.

“Bayu, apa rambutmu ga suka gatal? Hmm. Mbak Siti nemuin kutu rambut di bantal Bayu,” lanjut Bulan. “Kutu rambut itu kalau tidak diobati bisa berbahaya. Nanti kulit kepala Bayu bisa berdarah digigiti kutu. Gatal dan sakit. Bayu mau, ya, diobati?” (Simfoni Bulan : 129)


(34)

Tapi Bayu berontak. Lalu mendorong perut Bulan kuat-kuat. Tenaganya kuat sekali sehingga Bulan hampir terpelanting ke belakang dengan ulu hati yang mual. (Simfoni Bulan : 130)

Bagian puncak atau klimaks dalam novel ini ditandai dengan rasa sakit hati Bulan yang dicampakkan oleh Gangga, pria yang mulai dicintai Bulan. Awalnya Bulan merasa kehilangan ketika Bayu hendak dijemput oleh kakek dan neneknya. Kemudian Bulan menginginkan anak dari Gangga, tetapi pada saat itu Gangga mengatakan kalau Bulan hanya dianggap sebagai adik olehnya. Bulan akhirnya marah dan pergi meninggalkan Gangga.

“Aku mau punya anak dari kamu,” kata Bulan hampir menyerupai bisikan. Tapi Gangga mendengarnya. Telapak tangannya mulai berkeringat. Ia menarik nafas berat sebelum bicara.

“Lan, aku mau bicara.”

Bulan mengangkat kepalanya. Menatap Gangga. Dengan binar di matanya. “Tempo hari itu…,” kalimatnya menggantung sejenak. “Aku pikir kita membuat kekeliruan.”

“Maksudmu?” Tanya Bulan.

“Aku tahu itu salahku. Sepenuhnya salahku. Dan aku betul-betul minta maaf.” Mata yang berbinar itu kini memandang Gangga dengan tatapan tak percaya. ….

“Lan, dengar. Aku sayang kamu. Tapi bukan dalam konteks itu. Aku menyayangimu sabagai adikku. Kemarin itu….”

“Apa? Potong Bulan memekik. “Kamu bercinta denganku dan sekarang bilang bahwa kamu menganggapku sebagai adik? Pembohong!” teriaknya. (Simfoni Bulan : 159)

Ia mendorong Gangga kuat-kuat. Lalu berlari pergi, menutupi matanya yang manganak sungai.


(35)

“Lan!” panggil Gangga.

Bulan tidak menoleh lagi. (Simfoni Bulan : 160)

Pada bagian klimaks ini, ada juga konflik lain yang mendukung memuncaknya permasalahan yaitu ketika Bulan berlari meninggalkan Gangga di rumahnya, Bulan bertemu dengan Barkah yang dituduh telah membunuh Mariatun ibu Bayu. Dalam perjumpaan mereka, Barkah menjelaskan bahwa bukan dia yang membunuh Mariatun. Saat malam pembunuhan itu, Barkah memang sedang bersama Mariatun, tetapi dia disuruh pulang oleh Mariatun karena Mariatun ingin menghajar Bayu. Dari semua yang sudah dijelaskan oleh Barkah, Bulan terkejut dan tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Memuncaknya masalah ini kemudian berlanjut dengan kematian ibu Bulan diiringi dengan kebencian Adit adiknya dan kecelakaan yang dialami oleh Siti dan Bayu. Bulan merasa sangat menyesal dan mengutuki dirinya sendiri.

Bulan memukul keningnya dengan kepalan tangan. Dia mungkin pengangguran cengeng tak berguna, tapi ekspresinya tampak jujur. Dan bukankah polisi tidak pernah menemukan sidik jarinya pada gunting itu? Tidak ada sidik jari siapa pun, kecuali sidik jari Mar dan Bayu. (Simfoni Bulan : 162)

Bayu?

Bulan merasakan jantungnya melorot sampai pinggang. Oh, Tuhan! Mungkinkah Bayu membunuh ibunya sendiri? (Simfoni Bulan : 163)

Bagian pemecahan soal merupakan bagian akhir suatu cerita. Pada bagian ini, pengarang memperlihatkan perubahan-perubahan nasib para tokoh dan memberi kebebasan kepada pembaca untuk menyimpulkan bagian akhir cerita.


(36)

Pada novel Simfoni Bulan ini, pemecahan soal ditandai dengan kepindahan Bulan ke Varanasi, India mengikuti Visya. Di sana Bulan diajari untuk menenangkan hidupnya dan berusaha menyucikan diri dengan kepercayaaan reinkarnasi dari Visya. Di sana Bulan juga bertemu dengan Meerva yang memberinya kelegaan untuk apa yang dirasakannya.

Ada senyawa kimia yang cocok di antara keduanya. Ruang hampa di hati Bulan dahaga akan persahabatan. Dan Meerva dengan kepekaan dan sikap riangya meniupkan kehangatan. Tiba-tiba saja Bulan bisa dengan lancar menuturkan cerita patah hati dan kehilangan akan kepergian ibunya. Sesuatu yang kemudian mengantarnya sampai ke sini. (Simfoni Bulan : 191)

Penecahan soal pada bagian ini juga ditandai dengan kepulangan Bulan ke Jakarta dan mendapati novelnya dulu diterbitkan dengan nama pengarang Gangga Harsya. Bulan sangat marah dan menyusun rencana pembalasan terhadap Gangga.

LELAKI YANG MENIDURIKU LALU MENCURI KARYAKU, AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUATMU MENDERITA SAMPAI AKHIR HAYAT! SAMPAI JUMPA DI NERAKA!

4.1.3 Tokoh dan Perwatakan

Sama halnya dengan unsur plot, tokoh dan perwatakan juga merupakan salah satu unsur yang penting dalam karya sastra. Istilah “tokoh” dalam karya sastra menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan, “Siapa tokoh utama novel itu?” atau “Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel itu?”, dan sebagainya. Sedangkan perwatakan menunjuk pada


(37)

sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.

Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1988 : 165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Kualitas moral tokoh-tokoh yang dimaksud dapat berbeda-beda sesuai dengan kemungkinan watak yang ada pada manusia seperti jujur, baik, berani, jahat, pemurung, penipu, pemarah, atau campuran dari berbagai watak itu.

Di dalam cerita rekaan setiap perilaku tokoh harus memiliki hubungan dengan perilaku lainnya. Hubungan perilaku ini harus diperlihatkan sesuai dengan prinsip sebab-akibat atau kualitas. Tindak tanduk yang berhubungan tersebut memperlihatkan suatu rangkaian yang menyatu di dalam sebuah cerita rekaan. Seperti kata Semi (1993 : 28),

Hubungan yang logis antara suatu tindakan dengan tindakan yang lain dalam suatu fiksi lahir sebagai kausalitas, sebagai hukum sebab akibat. Suatu perbuatan akan menimbulkan perbuatan yang lain, sehingga membentuk suatu rangkaian perbuatan yang dapat dilihat sebagai suatu arus gerak yang bersinambungan sebagai rangkaian adegan-adegan dan dapat pula dilihat sebagai suatu kesatuan yang diikat oleh waktu.


(38)

Menurut Sumardjo dan Saini K.M. (1997 : 65) ada lima cara menyajikan watak tokoh yaitu :

1) Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.

2) Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.

3) Melalui penggambaran fisik tokoh. 4) Melalui pikiran-pikirannya

5) Melalui penerangan langsung

Dalam novel Simfoni Bulan ini ada empat tokoh yang mendominasi waktu penceritaan dan sangat berhubungan dengan masalah yang menjadi tema cerita. Keempat tokoh tersebut adalah Bulan, Visya, Gangga, dan Bayu. Tetapi novel ini juga didukung dengan kehadiran tokoh-tokoh lain yang mendukung berjalannya cerita.

Berikut akan dianalisis tokoh dan perwatakan semua tokoh yang ada di dalam novel ini. Penganalisisan dilakukan pertama sekali terhadap tokoh-tokoh utama kemudian dilanjutkan dengan tokoh-tokoh pendukung lainya

a. Bulan

Tokoh Bulan dalam novel Simfoni Bulan ini digambarkan sebagai wanita yang baru pertama sekali terjun di dalam dunia malam yaitu sebagai pelacur. Hal ini berawal dari pengunduran dirinya sebagai seorang wartawan dan pemenuhan akan


(39)

tujuan-tujuan lainnya. Bulan lahir dari latar belakang keluarga yang berantakan dan ia sangat membenci ibunya. Tinggi badannya 163 cm dan berparas biasa-biasa saja. Bulan mengangkat seorang anak dari temannya bernama Bayu dan mengasuh juga seorang pembantu rumah tangga dan ketiganya tinggal di sebuah rumah kontrakan.

Tokoh Bulan digambarkan sebagai tokoh yang memiliki perwatakan keras. Apa yang menjadi keputusannya tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun juga. Tetapi di lain sisi, Bulan juga memiliki sikap yang manis dan lembut sebagai seorang wanita.

Hidup gue berantakan, Steve. Simpanan gue menipis. Gue perlu segera menyelesaikan novel ini. Jadi, gue pikir ini solusi yang memecahkan dua persoalan sekaligus. Gue butuh uang juga lah. Jadi mix and match lah dengan kebutuhan gue. (Simfoni Bulan : 14)

“Mbak ini siapa, silahkan turun Mbak. Mbak nggak dapat ijin naik dari Pak Visya!” tegur supirnyya keras sambil menahan pintu mobil. Tapi Bulan berlagak tak mendengar, ia duduk manis di samping Visya dengan tebal muka. (Simfoni Bulan : 29)

Bulan bahkan tidak sempat bermalam saat itu. Ketika datang pada hari pertama lebaran, usai makan ketupat bersama, Mama menanyainya dengan tajam tentang Bayu. Siapa dia dan bagaimana asal usulnya. Bulan menjawab jujur, bahwa Bayu adalah anak Mariatun, seorang PSK Kramat Tunggak. (Simfoni Bulan : 169)

Bulan pun akhirnya sering bercerita untuk Bayu juga bila Gangga tak sempat datang ke rumah. Meskipun tingkat kesabarannya jauh di bawah Gangga. (Simfoni Bulan : 136)

“Entahlah. Aku kok seperti kehilangan ya, Ga? Bayu sudah berbulan-bulan tinggal denganku. Dan ketika kami baru mulai lebih dekat, dia malah akan pergi,” ujar Bulan mirip keluhan. (Simfoni Bulan : 158)


(40)

b. Visya Yudhistira

Dalam novel Simfoni Bulan ini, tokoh Visya digambarkan sebagai seorang penulis Indonesia paling fenomenal saat ini karena ia melakukan hal-hal gila dalam proses kreatifnya untuk menghasilkan sebuah karya. Visya juga disebut-sebut sebagai anak ajaib sekaligus anak haram sastra Indonesia. Walaupun dalam perkiraan orang bahwa seorang Visya adalah seorang yang menyeramkan karena di wajahnya berjejak barut-barut luka, tetapi pada kenyataannya Visya adalah seorang yang bersih dan necis. Pilihannya memperlihatkan estetiknya pada keserasian warna. Novelnya masuk dalam nominasi Indonesia Literary Award.

Tokoh Visya dalam novel Simfoni Bulan ini digambarkan memiliki perwatakan yang angkuh, terkesan sombong, dan tidak perduli pada apa pun.

Tidak satu pun kata keluar dari mulutnya. Tersenyum juga tidak. Ia hanya berjalan terus menerobos kerumunan dengan muka datar. Menuju parkiran di mana supir dan mobil starlet merahnya menunggu. (Simfoni Bulan : 29) Aku tahu siapa dia, lebih daripada yang kau kira Bulan. Percayalah, dia bukan siapa-siapa! Aku bisa menyingkarkannya kalau aku mau! (Simfoni Bulan : 152)

Pergilah! Tapi ingat sejauh apa pun kamu pergi, kamu akan selalu kembali Bulan! Darah lebih kental daripada air. Apa yang dipersatukan oleh darah akan menjadi kekal.” Teriakan Visya masih membahana. (Simfoni Bulan : 153)

c. Bayu Surnyiaji

Tokoh Bayu dalam novel Simfoni Bulan ini digambarkan sebagai seorang anak berusia 8 tahun. Memiliki rambut yang lebat dan gondrong seperti tokoh Tarzan


(41)

kesayangannya. Kebiasaannya mengompol di tempat tidur belum bisa dihilangkan. Bayu adalah seorang anak yang pendiam dan merasa kesepian. Ia jarang berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya.

Ada saatnya anak itu mau bicara. Sepotong-potong kalimat yang sering tak bisa Bulan mengerti. Seperti ingin menyampaikan sesuatu, yang entah apa. Kadang kalau Bulan ingin memancingnya lebih jauh Bayu kembali diam. Dan kalau sudah begitu, Bulan tak bisa memaksanya lagi. (Simfoni Bulan : 44)

Bayu diam lagi. Tangannya masih terus menggambar. Ia sedang menggambar rumah. (Simfoni Bulan : 44)

d. Gangga

Tokoh Gangga dalam novel Simfoni Bulan ini disebut sebagai petapa. Memiliki sorot mata yang tenang dan roman wajahnya mengesankan warga negara tertib. Bahasa tubuhnya ramah, hormat, dan berpenampilan alim. Matanya hening dan tenang, tampak bertanggung jawab. Tinggi badan Gangga hampir sama dengan tinggi badan Bulan. Gangga bekerja pada sebuah LSM anak dan mempelajari psikologi secara otodidak.

Karakter yang diperlihatkan Gangga dalam novel ini adalah karakter yang baik dan bersahaja bagi tokoh Bulan dan Bayu. Gangga penuh perhatian dan mampu menolong kesulitan orang dengan cara yang bijak.

Tiba-tiba Gangga mengambil jaket Bulan. “Pakai saja. Dingin.” Dipasangkannya lagi kepada Bulan dengan sikap sopan. (Simfoni Bulan : 121)


(42)

Gangga mengusap pipi Bulan yang dingin dengan jari-jarinya. Lembut seperti memegang sesuatu yang mungkin robek. (Simfoni Bulan : 124)

Gangga memegang pipi Bulan, memalingkannya kembali dengan lembut. (Simfoni Bulan : 125)

Gangga mendengarkan cerita panjang Bulan dengan penuh perhatian. Tanpa kelihatan bosan sama sekali. Ia hanya bertanya sekali-kali untuk memperjelas informasi. (Simfoni Bulan : 133)

Selanjutnya Gangga dengan rajin mengunjungi Bayu meskipun tidak setiap hari, tergantung pada jadwal kegiatannya. Selain buku, ia juga membawakan pinjaman video film Superman sambil menceritakan jalan ceritanya buat Bayu. (Simfoni Bulan : 135)

Tetapi ada juga karakter lain yang dimiliki oleh Gangga. Di sisi lain, Gangga juga tampil sebagai orang yang pada akhirnya mengecewakan Bulan. Gangga meninggalkan Bulan dan menerbitkan novel Bulan tanpa seizinnya.

Lan, dengar. Aku sayang kamu. Tapi bukan dalam konteks itu. Aku menyayangimu sabagai adikku. Kemarin itu….” (Simfoni Bulan : 159) Bagi para pengunjung kami beritahukan sedang ada acara book signing bersama pengarang novel laris “Ibuku, seorang pelacur” Gangga Harsya masih berlangsung. Silahkan, jangan sampai ketinggalan. (Simfoni Bulan : 198)

Tokoh-tokoh pendukung lainnya yang terdapat dalam novel Simfoni bulan ini adalah :

1) Streve, sahabat sekaligus manager Bulan. Ia seorang pengusaha di bidang hiburan asal Surabaya. Seseorang yang maniak pesta. Ia pernah menekuni dunia model dan peragawan. Bertampang Indo dengan tinggi 180 cm. Ia mengenal banyak artis dan model ibukota karena saling beredar dari pesta ke


(43)

pesta. Steve juga seorang pria yang modis dan memperhatikan kesehatan pribadinya.

2) Prakoso, pengusaha bisnis distribusi alat-alat kesehatan. Pria berusia 45 tahun dengan postur badan gemuk. Kebiasaannya adalah tidur dengan banyak PSK di ibu kota.

3) Pak Jo, berperan sebagai supir Visya Yudhistira yang setia menunggu tuannya.

4) Mariatun, sahabat Bulan di Kramat Tunggak yang sekaligus adalah ibu Bayu. Berperan sebagai PSK di Kramat Tunggang. Mariatun berparas manis, gesit, cerdas, dan memiliki tubuh yang sintal.

5) Syaipul, suami Mariatun yang pencemburu dan pemarah.

6) Ratmi, pemilik rumah bordil dan lebih menyayangi Mariatun dibandingkan dengan PSK-PSK lainnya di Keramat Tunggak.

7) Subarkah, tokoh yang bekerja serabutan di Keramat Tunggak. Di Keramat Tunggang, dia mengerjakan profesi sebagai tukang parkir, berjualan rokok, dan pengantar tamu. Berperan sebagai pacar Mariatun setelah ditinggal oleh suaminya. Dia diduga sebagai pembunuh Mariatun.

8) Bu Joko, tetangga Bulan yang sering datang mengomel ke kontrakan Bulan karena kesalahan-kesalahan Bayu.

9) Wagiman, pria berusia 54 tahun. Tua-tua keladi yang pernah memakai jasa Bulan sebagai PSK.

10)Siti, pembantu rumah Bulan. Gadis berusia 17 tahun yang gesit dan lincah. Sabar dalam mengurus rumah dan Bayu.


(44)

11)Seorang dosen di salah satu universitas terkemuka di Jakarta yang juga pemakai jasa Bulan.

12)Ira, PSK asal Wonosobo. Anak pertama dari tujuh bersaudara, berumur 19 tahun. Gadis yang akan menyayat badannya untuk menahan semua rasa sakit hatinya.

13)Narti, PSK asal Indramayu yang selalu kangen kembali ke Kramat Tunggak apabila kembali ke kampung halamannya.

14)Azka, atasan Bulan di sebuah majalah. Pria yang sudah beristeri tetapi melakukan perselingkuhan dengan Bulan.

15)Aditya Rahadiansya, adik tiri Bulan yang berusia 19 tahun. Satu-satunya anak lelaki di keluarganya yang sangat menyayangi ibu dan kakaknya.

16)Mama atau Linda Zenastri, ibu Bulan yang pada akhir hayatnya menyesal karena telah menyia-nyiakan Bulan selama ini.

17)Om Bagus, teman selingkuhan Mama.

18) Tante Siska, adik dari Mama yang juga tinggal bersama mereka.

19) Arief Prenoto, pimpinan redaksi di tempat Bulan bekerja dan sekaligus sebagai wartawan senior di sana.

20)Emha atau Muhammnad Hasan, seorang wartawan yang lebih senior dibanding Bulan. Saat itu, Emha sengat mengerti pahitnya hidup Bulan sebagai seorang PSK.

21)Meerva, berusia 23 tahun. Kelahiran Ayodhya. Baru saja menyelesaikan kuliahnya di London jurusan komunikasi bisnis. Tetapi pada prekteknya, Meerva lebih suka mengajar tari kepada anak perempuan


(45)

4.1.4 Latar

Berhadapan dengan sebuah karya fiksi, pada hakikatnya kita berhadapan dengan sebuah dunia, dunia dalam kemungkinan, sebuah dunia yang sudah dilengkapi dengan tokoh penghuni dan permasalahan. Namun, tentu saja hal itu kurang lengkap sebab tokoh dengan berbagai pengalaman kehidupannya itu memerlukan ruang lingkup, tempat, dan waktu, sebagaimana halnya kehidupan manusia di dunia nyata. Dengan kata lain, fiksi sebagai sebuah dunia di samping membutuhkan tokoh, cerita, dan plot juga perlu latar.

Sumardjo dan Saini K.M. (1997 : 75) menjelaskan pengertian latar atau setting,

Setting dalam fiksi bukan hanya sekedar background, artinya bukan hanya menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya. Sebuah cerpen atau novel memang harus terjadi di suatu tempat dan dalam satu waktu. Harus ada tempat dan ruang kejadian….setting dalam cerpen modern terjalin erat dengan karakter, tema, dan suasana cerita. Setting bukan hanya menunjukkan tempat dan waktu tertentu tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada macam debunya, pemikiran rakyatnya, kegilaan mereka, gaya hidup mereka, kecurangan mereka, dan sebagainya.

Latar secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu latar ruang dan waktu dan latar sosial. Latar ruang dan waktu merupakan landas tumpu yang menjelaskan tentang tempat dan waktu ketika terjadi peristiwa-peristiwa tokoh. Dengan adanya latar yang demikian, pembaca akan mendapat petunjuk bila dan tempat peristiwa tokoh tersebut terjadi.


(46)

Sedangkan yang menyangkut latar sosial adalah landas tumpu tentang lingkungan dan latar belakang kehidupan tokoh. Dengan adanya latar sosial, kehidupan sosial dan latar belakang tokoh akan jelas sampai kepada pembaca. Dengan adanya latar sosial dan latar belakang tokoh akan mempengaruhi munculnya peristiwa dan konflik tokoh-tokoh sebuah cerita rekaan.

Di dalam novel Simfoni Bulan ini latar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu latar ruang waktu dan latar sosial. Latar ruang dan waktu di dalam novel ini adalah sekitar kota Jakarta yaitu di lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak. Tempat yang sudah lama menjadi tempat bermain Bulan. Semasa bekerja sebagai wartawan di sebuah majalah ternama di Jakarta, Bulan sering mendapat tugas melakukan peliputan di tempat itu. Proses itu membuatnya terikat secara emosional dengan orang-orang di dalamnya.

Bulan menyusuri jalanan Kramat Tunggak yang akrab. Terik matahari Jakarta Utara masih belum hangat. Hingar bingar musik yang memekakkan telinga belum lagi menyapa. Beberapa orang yang mengenal wajah Bulan menyampaikan senyum ramah.

Perempuan-perempuan Kramtung sudah sibuk dengan aktivitas masing-masing di berbagai sudut kampung. Ada yang bermain kartu, sekadar ngobrol santai atau sudah menikmati siaran televisi. Mungkin tak ada yang masih tidur karena mereka umumnya percaya tidur pagi itu atau siang akan mengakibatkan keputihan.

Wilayah eks-lokalisasi prostitusi sudah jauh lebih lengang dari 2 tahun lalu, saat Bulan mulai sering meliput di sini. Kramat Tunggak atau Kramtung, lokalisasi tertua di Jakarta, resminya ditutup pemerintah sejak 8 Desenber 1999. Sebelum ditutupnya ada sekitar 1900 pekerja seks, 258 germo, 578 pramuwisma, 400 pedagang asongan, 200 pemilik warung, 100 pengojek, puluhan mungkin ratusan petugas keamanan dan juru parkir yang mencari nafkah di Kramtung. (Simfoni Bulan : 72)


(47)

Dari latar lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak, kemudian latar novel Simfoni Bulan ini mengalir ke Varanasi India, tepatnya di suangi Gangga. Proses kelahiran kembali seorang Bulan, sebagai spirit reinkarnasi yang diagung-agungkan Visya memang hendak diawali dengan sesuatu yang baru dan berbeda sebagai titik balik. Di tempat inilah Bulan diajak untuk menenangkan diri dan melupakan semua kesedihannya di Jakarta.

Varanasi adalah satu kota tertua di dunia, dulunya bernama Benares. Usianya setidaknya sekitar 3.000 tahun. Banyak nama untuk menyebutnya. Kota suci. Kota cahaya. Ada juga yang menyebutnya City of Ghats. Ghats adalah tangga batu menuju sungai yang berbaris sepanjang tepi barat Gangga. Lebih dari seratus ghat bertebaran sepenjuru kota yang digunakan untuk mandi, meditasi dan sebagian lagi khusu diperuktukkan bagi pembakar jenazah. (Simfoni Bulan : 182)

Nyatanya, sungai yang mengandung 100 jenis mineral sejak perjalanan panjangnya dari Himalaya ini memang tercatat sebagai salah satu sungai paling terpolusi di dunia! Bukan hanya karena berton-ton abu manusia yang dihanyutkan di dalamnya (ditambah sisa anggota tubuh separuh hangus). Tapi sungi ini pun tempat seluruh penduduk Varanasi mandi, berenang dan mencuci pakaian. Setiap hari! Turun temurun. Selama berabad-abad. (Simfoni Bulan : 183)

Sementara latar sosial yang tergambar dalam novel ini adalah bahwa Bulan berasal dari keluarga yang berantakan dan kondisi pekerjaan yang membuatnya sering mengunjungi lokasi pelacuran. Inilah yang pada akhirnya membuat Bulan terjun sebagai pelacur. Sedangkan latar sosial Visya adalah kehidupan nyata yang selalu dialaminya dengan proses mengalami langsung tanpa dibuat-buat. Latar sosial Gangga adalah bekerja pada sebuah LSM anak dan mempelajari psikologi sehingga dia mengerti bagaima kondisi kejiwaan seseorang. Sementara latar sosial Bayu adalah dilahirkan oleh seorang pelacur dan dibesarkan di lokasi pelacuran juga.


(48)

4.2 Kepribadian Tokoh dalam Novel Simfoni Bulan

Dasar pemikiran teori psikoanalisis adalah sebagian besar kepribadian manusia berasal dari proses yang tidak disadari. Kepribadian manusia menurut teori psikoanalisis terdiri dari tiga aspek yaitu id, ego, dan superego. Segi ketidaksadaran manusia yang disebut id merupakan salah satu inti pokok dari teorinya. Teori ini menekankan bahwa kesadaran manusia seperti gunung es, hanya sebagian kecil saja yaitu puncak teratasnya yang tampak terapung di laut. Sebagian besar badan gunung es tersebut terendam di bawah permukaan laut. Ketiga sistem yaitu id, ego, dan superego dalam diri seseorang merupakan satu susunan yang bersatu dan harmonis. Id berada dalam alam ketidaksadaran, sedangkan ego dan superego berada dalam alam kesaran manusia. Dengan bekerja sama secara teratur ketiga sistem itu memungkinkan seorang individu untuk bergerak secara efisien dan memuaskan dalam lingkungan. Sebaliknya, jika ketiga sistem kepribadian ini bertentangan satu sama lain, orang yang bersangkutan akan menjadi orang yang tidak dapat menyesuaikan diri. Berdasarkan hal tersebut, pendekatan psikoanalisis dapat digunakan untuk mengetahui kekuatan id, ego, dan superego dalam diri tokoh-tokoh novel Simfoni Bulan yang dicurigai mengidap gejala neurosis. Untuk itu, berikut akan digambarankan bagaimana kekuatan id, ego, dan superego

1) Kepribadian Bulan

dalam kepribadian tokoh Bulan, Visya, Gangga, dan Bayu dalam novel Simfoni Bulan ini.

Seperti apa yang disampaikan sebelumnya, Id merupakan unsur kepribadian yang tidak akan berubah menurut masa. Id tidak dapat diubah oleh pengalaman


(49)

karena ia tidak ada hubungannya dengan dunia luar. Akan tetapi id dapat dikontrol dan diawasi oleh ego. Id tidak diperintah oleh hukum akal atau logika dan ia tidak memiliki nilai. Ia hanya didorong oleh suatu pertimbangan yaitu mencapai kepuasan bagi keinginan nalurinya sesuai dengan prinsip kesenangan. Id mempertahankan sifat anak-anaknya selama penghidupan. Ia tidak dapat menahan ketegangan. Ia ingin kepuasan yang segera. Ia suka mendesak dan mementingkan diri sendiri. Id suka dengan kesenangan.

Berikut adalah sistem kepribadian id yang dimiliki oleh Bulan.

Tidak pernah ada niatan bermain-main, Steve. Ini riset sungguhan. Aku percaya pengalaman pribadi adalah pintu sejati untuk memahami. Menghayati. Bukan sekedar sok empati. (Simfoni Bulan : 4)

Mengalami. Mengalami. Mengalami. Tampanya semua yang akan kutulis hanyalah satu paket omong kosong. (Simfoni Bulan : 5)

Novel gue tentang pelacur, gue merasa perlu melakukan observasi partisipatoris. (Simfoni Bulan : 14)

Jauh di dasar hatinya, Bulan sangat berharap Bayu tak berlama-lama tinggal bersamanya. Dua bulan ini saja sudah dirasakannya melelahkan. Satu-satunya yang membuatnya bertahan adalah harapan bahwa Gojali orang kepercayaan Bu Ranti akan menemukan alamat orang tua Mar di Cirebon.”(Simfoni Bulan : 48)

Ia tak pernah ingin menjadi ibu. Tapi ketika melihat sosok bocah rapuh itu hanya satu yang bisa terlintas dalam pikirannya. (Simfoni Bulan : 49) ….Saat itu juga di hadapan ‘seluruh penonton pertengkaran mereka’ ia bersumpah tidak akan lagi bicara pada Azka. Seumur hidupnya. Bahkan ketika pria itu datang kepadanya memohon-mohon maafnya bak anak balita kepada ibunya, Bulan tetap bergeming. Harga sumpahnya mengungguli cintanya. (Simfoni Bulan : 96)

Mugkin aku memang lebih baik jadi pelacur daripada penulis!” (Simfoni Bulan : 103)


(50)

Ia menyesal baru menemukan kunci permainan ini sekarang. Padahal penghasilan menjadi pelacur jauh lebih menjanjikan disamping menjadi wartawan media massa, apalagi menjadi penulis yang tak pernah eksis. Jika dari tiga bulan lalu ia sudah tahu rahasia permainan, ia tak perlu menghabiskan begitu banyak uang untuk mabuk., demi mengobati perasaan terhina. Dan ia tak akan sebangkrut ini sekarang.(Simfoni Bulan : 105)

LELAKI YANG MENIDURIKU LALU MENCURI KARYAKU, AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUATMU MENDERITA SAMPAI AKHIR HAYAT! (Simfoni Bulan : 200)

Sementara ego merupakan unsur kepribadian yang timbul setelah terjadi kontak dengan dunia nyata yang realistis. Ego berfungsi untuk mengendalikan serta mengatur segenap tindakan yang dilakukan dengan berlandaskan pada asas kenyataan. Ego merupakan tempat bersemayamnya intelegensi serta pola pikir rasional dari id. Berikut adalah kutipan-kutipan yang menunjukkan sisi ego Bulan sedang bekerja.

Ini kali pertamaku menjadi pelacur… (Simfoni Bulan : 3)

Bulan kini mulai berakting mendesah, mengeluh. Berseru. Menjerit kecil. Seolah merasakan kenikmatan luar biasa dari sentuhan-sentuhan Prakoso. Meskipun sebetulnya ia hanya berusaha keras menutupi nausea di perutnya. Membiarkan setiap inci tubuhnya mengalami semua hal yang pantas membikin muak. (Simfoni Bulan : 9)

Bulan keluar ruangan dengan membanting pintu. Langkahnya diawasi puluhan pasang mata penuh penasaran. Dijejaki puluhan mulut yang sibuk berbisik-bisik. Hari itu juga, Bulan mengajukan surat pengunduran diri. (Simfoni Bulan : 101)

Bulan pun akhirnya sering bercerita untuk Bayu juga bila Gangga tak sempat datang ke rumah. Meski tingkat kesabarannya jauh di bawah Gangga. (Simfoni Bulan : 136)

Proses mengasuh anak ternyata mendewasakan dirinya beberapa tahap. Ia tak lagi mabuk-mabukan. Prioritasnya bergeser. Hidupnya menjadi lebih terarah justru ketika ia tak hanya sibuk memperhatikan diri sendiri. Dan mengejutkan bagi Bulan bahwa ternyata perubahan itu


(51)

menggembirakanya. Ia merasa hidupnya lebih berarti dari sebelumnya. Kini ia lebih sering menemani Bayu bermain atau membacakan cerita. Ia juga mulai mengajarkan Bayu membaca. Ia belajara mensyukuri kemajuan Bayu, sekecil apa pun itu. Menjelang tahun ajaran baru ini, Bulan bahkan mulai sibuk survey sekolah dasar umum di sekitar lingkungannya untuk melihat mana yang mungkin siap menampung anak yang ‘agak bermasalah’ seperti Bayu. (Simfoni Bulan : 143)

Entahlah. Aku kok seperti kehilangan ya, Ga? Bayu sudah berbulan-bulan tinggal denganku. Dan ketika kami baru mulai lebih dekat, ia malah akan pergi,” ujar Bulan mirip keluhan. (Simfoni Bulan : 158)

Superego merupakan unsur moral atau hukum kepribadian manusia. Ia merupakan aspek-aspek moral dari seseorang yang menentukan benar dan salahnya perbuatan yang dilakukan itu. Ia menampilkan hal-hal yang ideal dan bukannya riil. Berbeda dengan id yang digerakkan oleh asas kesenangan, superego digerakkan oleh asas kesempurnaan. Superego terdiri dari nilai-nilai tradisional serta norma-norma ideal dalam masyarakat yang diajarkan orang tua terhadap anaknya. Fungsi superego ini menghambat dorongan-dorongan pemuasan yang berasal dari id.

Bulan menyesali tindakannya yang gegabah. Ia tahu Bayu tidak suka rambutnya dipotong, tapi ia tidak menyangka Bayu sebegitu ketakutannya terhadap gunting. Pasti karena dulu Mar selalu memarahinyadengan gunting sebagai ancaman. (Simfoni Bulan : 131)

Bulan baru menyadari betapa sulitnya menjadi ibu. Ia membayangkan Mamanya yang dulu mesti membesarkan kedua anak dan mencari nafkah sendiri untuk mencukupi semua kebutuhan mereka. Mungkin karena itulah Mama seperti tak punya cukup waktu untuknya dan Adit. Dan Bulan menyesali dirinya yang tak pernah memandang dari perspektif itu sebelumnya. Untuk pertama kalinya, ia merindukan Mama. (Simfoni Bulan : 143)

Kematian sudah menunaikan janji. Menghempaskan harapan Bulan untuk menyampaikan satu kalimat sederhana, yang terlambat lahirnya. Ketika bumi lepas dari poros, bulan pun kehilangan arah pada lintasan orbitnya. Ia merasa begitu tersesat dalam jagat raya tak berujung. Yang tersisa padanya hanyalah hampa. (Simfoni Bulan : 143)


(52)

Freud berpendapat bahwa tingkah laku seperti yang dilakukan oleh Bulan pada data-data di atas merupakan tingkah laku yang paling didominasi oleh unsur kepribadian id. Pengaruh id ini timbul tanpa disadari yang membuat energi id lebih kuat dari energi ego dan superego sehingga perilaku Bulan kadang berubah-ubah. Di samping itu, bila aspek id memiliki energi yang lebih kuat dari aspek ego dan superego akan terjadi pemuasan keinginan berupa agresi atau tindakan seksualitas. Sehingga dari uraian ini dapat dikatakan bahwa kepribadia Bulan adalah kepribadian yang yang tidak seimbang sehingga mengakibatkan kepribadiannya terpecah. Bulan bahkan tidak memuaskan di lingkungan sekitarnya.

2) Kepribadian Visya

Dalam kehidupannya sebagai seorang penulis, Visya dikenal sebagai seorang yang aneh oleh masyarakan di sekitarnya bahkan oleh orang-orang yang mambaca karyanya. Karya-karyanya yang selalu menggambarkan iblis dengan nada bangga membuat orang yang membaca karya tersebut marah. Visya mempunyai penilaian sendiri tentang kehidupan. Baginya kehidupan itu harus dijalankan dengan wajar dan tidak berpura-pura. Visya tidak takut kepada kematian dan berani menghadapi hidup dengan cara dan gayanya sendiri.

Aku ini aktor. Dan aktor yang baik adalah orang yang menjadi. MENJADI. Bukan berpura-pura memerankan orang lain yang bukan dirinya,” kata Visya dingin. (Simfoni Bulan : 32)

Kemudian Visya meraih pisau lipat dari sakunya. Membukanya. Lalu mulai menyayatkan pada lengannya, seringan Bulan biasa mengolesi mentega pada permukaan roti. Darah malai bercucuran dari tubuhnya. Semakin lama semakin deras. Sekarang, Bulan mengerti kenapa karpet dan rumah ini sengaja dicat dengan warna merah.”(Simfoni Bulan : 34)


(53)

Visya bahkan memiliki ritual tambahan pribadi. Suatu pagi di antara ratusan orang yang sibuk membersihkan diri, ia menyayat-nyayat tubuhnya sendiri sebelum kemudian merendamkan diri lagi di dalam sungai. Memperlakukan Gangga seperti pemeluk Syiah yang merayakan sepuluh Muharam di Padang Karbala. (Simfoni Bulan : 184)

Apa yang tersebut pada data-data di atas jelas memberi pemahaman kepada kita bahwa Visya merupakan seseorang yang berkepribadian aneh. Setiap tindakan kehidupannya adalan hal-hal yang menyangkut dengan dunia realita. Id yang ada pada diri Visya tidak terlalu diperlihatkan pada novel Simfoni Bulan ini, tetapi ego yang paliang besar mempengaruhi kehidupannya. Visya adalah tokoh yang selalu berhadapan dengan dunia nyata dan kenyataan inilah yang membuat Visya menjadi orang yang disebutkan pada dirinya adalah orang yang harus mengalami sesungguhnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa peribadian Visya adalah kepribadian yang didominasi oleh unsur kepribadian ego yang hanya memandang pada dunia realita, tetapi menjadikan dirinya tidak tampil sebagai pribadi yang memuaskan sekitarnya.

3) Kepribadian Gangga

Pada dasarnya unsur kepribadian Gangga adalah unsur kepribadian yang terpecah pula. Gangga merupakan salah satu tokoh dalam novel Simfoni Bulan yang pada awalnya muncul sebagai tokoh superhero yang datang untuk menyelamatkan Bulan menghadapi Bayu. Gangga yang berlatar belakang bekerja di LSM mampu membuat Bulan menyerahkan hidupnya kepada Gangga. Ganggga tampil sebagai pria yang baik dan matang serta menerima segala macam latar belakang orang lain dan bersedia untuk menolong tanpa pamrih. Hal ini dapat dilihat bada kutipan berikut ini.


(54)

“Aku akan coba bantu. Beri aku waktu 2 hari. Lalu aku akan menemuinya, ok?” (Simfoni Bulan : 134)

Kutipan di atas adalah sistem kepribadian Gangga yaitu id. Gangga yang memiliki keinginan untuk membantu Bayu menghadapi masalahnya meminta waktu untuk menemui Bulan. Itulah nantinya yang akan diwujudkan melalui perjumpaannya dengan Bayu. Hal ini akan kita lihat pada tindakan Gangga yang merupakan tindakan yang dilatarelakangi unsur kepribadian ego. Berikut adalah kutipannya.

Gangga menepati janjinya. Dua hari kemudian ia mengunjungi rumah kontrakan Bulan. (Simfoni Bulan : 134)

Selanjutnya Gangga dengan rajin mengunjungi Bayu meskipun tidak setiap hari, tergantung pada jadwal kegiatannya. Selain buku, ia juga

membawakan pinjaman video film Supermen sambil menceritakan jalan ceritanya buat Bayu. (Simfoni Bulan : 135)

Kutipan di atas adalah kutipan yang menunjukkan bahwa unsur kepribadian ego yang ada pada Gangga sedang bekerja. Gangga merupakan orang yang berinteraksi dengan kehidupan nyata yang membangunnya menjadi seseorang yang mampu menghadapi hidup dengan matang. Niatnya yang ingin membantu Bayu dalam menghadapi rasa bersalahnya membuat Gangga menjadi seorang tokoh yang sangat dibutuhkan oleh orang lain. Ketika Gangga berhasil membantu menghadapi permasalahan Bayu, dapat dipastikan bahwa pada saat itu juga Gangga tampil sangat memuaskan bagi orang di sekitarnya.

Akan tetapi, kepribadian Gangga bukanlah sesempurna apa yang ditunjukkannya. Kenyataan yang dihadapinya membuat Gangga sadar akan kesalahannya di hari yang lewat ketika melakukan hubungan yang salah dengan


(55)

Bulan. Unsur kepribadian superego yang ada padanya kini bekerja dan menjadi bahan evaluasi diri untuknya bahwa apa yang dilakukannya itu adalah salah. Superego Gangga membuat dia sadar bahwa dia harus berterus terang kepada Bulan dan mengatakan bahwa hubungan itu tidak baik untuk dilanjutkan. Berikut adalah kutipannya.

Tempo hari itu…,” kalimatnya menggantung sejenak. “Aku pikir kita membuat kekeliruan.” (Simfoni Bulan : 159)

Aku tahu itu salahku. Sepenuhnya salahku. Dan aku betul-betul minta maaf.” (Simfoni Bulan : 159)

Apa yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa ternyata Gangga juga bukanlah sebagai pribadi yang baik. Pada awalnya dia membuat supaya orang lain merasa tertarik padanya. Selanjutnya, Gangga akan pergi begitu saja dan meninggalkan kesan yang tidak baik bagi Bulan. Hal ini juga didukung dengan diambilnya novel karya Bulan kemudian diterbitkannya dengan membuat nama pengarang dengan namanya sendiri.

Bagi para pengunjung kami beritahukan sedang ada acara book signing bersama pengarang novel laris “Ibuku, seorang pelacur” Gangga Harsya masih berlangsung. Silakan, jangan sampai ketinggalan.” (Simfoni Bulan : 199)

Sehingga dapat disimpulkan juga bahwa kepribadian Gangga adalah kepribadian yang terpecah yang membuatnya menjadi pribadi yang tidak dapat menyeimbangkan antara kekuatan id, ego, dan superego yang ada dalam dirinya. Di satu sisi, Gangga mampu berinteraksi dengan lingkungannya dengan baik tetapi di sisi lain Gangga juga bukan pribadi yang sempurna. Gangga ternyata juga mengecewakan orang-orang yang percaya padanya.


(56)

Sekuat apa pun gangga untuk berlari menyimpan nama baiknya, tetapi pada akhirnya Gangga gagal juga. Niat baiknya untuk menolong orang lain pada mulanya begitu sempurna, tetapi pada akhirnya Gangga juga menunjukkan sisi lain yang ada pada dirinya.

4) Kepribadian Bayu

Latar belakang Bayu yang adalah anak seorang pelacur dan dibesarkan di lingkungan tempat pelacuran juga membuat dirinya tumbuh menjadi seorang anak yang buruk. Apa yang diperoleh dari lingkungan menjadikan dirinya anak yang mengikut arus ke arah yang tidak baik. Sehingga pengaruh buruk itulah yang pada akhirnya membuat Bayu kepada rasa bersalah yang tidak dapat diterimanya sendiri. Bayu tumbuh menjadi pribadi yang tertutup dan sulit berkomunikasi dengan lingkungan.

Bayu diam lagi. Tanggannya masih terus menggambar. Ia sedang menggambar rumah. Tapi warna yang dipakainya hanya merah. Tapi Bayu seperti tidak mendengar. Terus saja menggambar dengan asyik. Atap merah. Dinding yang merah. Langit merah. (Simfoni Bulan : 44)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Bayu hidup dalam situsi yang sulit. Aktivitasnya sehari-hari membuat unsur kepribadian egonya berinteraksi dengan dunia nyata yang serba kelam yang diyakininya bahwa dunia ini memang telah membuatnya gelap dan penuh dengan kekosongan. Sementara itu, ego yang bersemanyam dalam dirinya memberi kenyataan juga bahwa dia tahu sendiri kalau Mar, ibunya, adalah seorang pelacur yang hina dan kotor.


(57)

Kamar Bayu yang bersebelahan dengan Mar membuatnya sering menguping apa yang dilakukan ibunya. Padahal Mar mengancamnya dengan berbagai cara! (Simfoni Bulan : 47)

Dasar lonte, lo! (Simfoni Bulan : 47)

Iya, Mbak. Malam itu kami sempat mau…mau gituan…Tapi pas lagi panas-panasnya…,” Barkah menelan ludah, “anaknya si Mar, Bayu tiba-tiba cekikikan. Dia lagi ngintip, Mbak…,” lanjut Barkah. (Simfoni Bulan : 162)

Di sisi lain, unsur superego juga muncul pada diri Bayu ketika dirinya menyesal dengan apa yang terjadi pada ibunya karena perbuatannya sendiri. Dia sadar bahwa dia sudah menjadi anak nakal yang harus menebus kesalahannya dengan berbagai cara. “Anak nakal boleh nggak jadi Supermen?” Anak nakal. Begitu kerap Bayu membahasakan dirinya. (Simfoni Bulan : 47)

Melihat sifat dan tingkah laku Bayu, jelas sekali bahwa Bayu mempunyai kepribadian yang dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan dan faktor lingkungannya. Aspek-aspek kejiwaan yang ada pada Bayu juga belum seimbang sehingga Bayu pun menjadi anak yang tidak mudah diterka kehidupan dan pola pikirnya.

4.3 Trauma Pada Anak

Trauma di dalam ilmu psikologi diartikan sebagai suatu cedera atau luka fisik yang membawa pengaruah kepada keadaan jiwa manusia. Trauma juga dapat diartikan sebagai suatu pengalaman emosional yang membawa pengaruh kepada keadaan jiwa. Dengan demikian, pengalaman emosional yang dalam yang membawa pengaruh kepada jiwa disebut trauma.


(58)

Trauma sering juga diidentikkan dengan rasa takut. Kebanyakan rasa takut pada anak timbul karena sering ditakut-takuti atau diancam. Orang tua sering melakukan hal ini dengan tujuan untuk memudahkan mereka dalam mengontrol atau mengendalikan anak. Trauma yang paling banyak dialami anak adalah ketakutan yang bisa dirasakan, memiliki sumber-sumber nyata, realistis, dan terbatas. Di antaranya takut pada polisi, dokter, sekolah, hewan, gelap, sebuah benda, petir, gempa, dan lain sebagainya

Trauma memang bisa dialami oleh siapa saja, termasuk anak-anak. Menurut Hamilton (dalam http://bangunjiwa.blogspot.com/2007/09/rasa-takut-penyebab-trauma-anak.html) berpendapat bahwa ada beberapa kriteria yang disebut dengan trauma : kejadian yang dialami orang-orang dari pengalaman yang menakutkan, yang membayangi orang-orang pada masa sekarang dan orang-orang yang mendapat

perlakuan fisik. Sedangkan Herman (dalam

berpendapat bahwa trauma dapat dilihat dari gejala-gejala seperti terkejut, terjebak, perlakuan fisik, luka-luka tindak kekerasan, dan menyaksikan kematian yang mengerikan.

Seorang anak yang mengalami trauma tampak pada ekspresi rona wajahnya. Bahkan terkadang disertai teriakan. Setelah di atas dua tahun, ekspresi ini mengalami perkembangan. Ia berteriak dan berlari gemetar yang disertai dengan perubahan raut wajah. Perkataannya pun terpototog-potong. Terkadang menyebabkan keringat mengucur deras dan kecing tanpa sengaja.


(59)

Biasanya penderita trauma sengaja atau tidak sengaja mengenang kembali pengalaman-pengalaman pahit yang pernah dialami. Ada suatu faktor yang membangkitkan pengalaman tersebut sehingga penderita mengenangnya kembali. Pada saat timbulnya kenangan ini, penderita mengalami goncangan-goncangan yaitu munculnya gejolak emosi yang tidak stabil.

Di dalam novel Simfoni Bulan ini, tokoh yang mengalami trauma adalah Bayu. Pada awalnya, Bayu merasakan yang disebut dengan fobia terhadap suatu benda yaitu gunting. Kejadian ini bermula ketika Mariatun ibunya mencoba untuk menggunting rambut Bayu yang sangat gondrong. Tetapi Bayu malah berontak dan melakukan aksi mogok makan selama dua hari. Hal ini membuat hati Mariatun menjadi menyesal. Tetapi gunting pada bagian berikutnya novel ini hanya digunakan oleh Mariatun sebagai alat pengancam bagi Bayu ketika dia nakal. Hal ini dapat dilihat pada bagian berikut.

Sekali lagi kamu ngintip, rambut gondrong itu nggak bakal selamat!” bentak Mar sambil mengacungkan gunting rambut. (Simfoni Bulan : 47)

Memang saat itu Bayu tidak pernah berani mengeluarkan kosa kata ajaib itu lagi di depan Mar. entahlah seberapa efektif ancaman menggunting rambut itu. Yang jelas ketika sekarang ia sulit bicara pun, kalimat-kalimat macam itu masih terekam dalam memori dan mulcul kapan saja. (Simfoni Bulan : 47) Tetapi pada situasi yang lain, fobia akan gunting bukan hanya memotong rambutnya saja, tetapi ada hal lain. Malam ketika ibunya sedang melakukan hubungan badan dengan pacarnya, Bayu mengintip kejadian tersebut. Dia tertawa-tertawa geli dengan apa yang dilihatnya. Hal ini sangat membuat Mariatun marah dan menghajar Bayu. Bayu diancam kembali oleh ibunya dengan gunting. Tetapi pada saat


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1.1Simpulan

Setelah melakukan analisis terhadap unsur intrinsik, kepribadian pada takoh, dan dampak trauma yang terjadi pada anak, dapat disimpulkan bahwa :

1) Tema novel ini adalah kehidupan dengan masalah keuangan yang menjadikan tokohnya seorang pelacur. Kehidupan yang serba gagal dan sulit. Tokoh yang gagal dalam karir wartawannya, gagal sebagai pelacur, gagal sebagai penulis novel, dan gagal pula dalam percintaannya.

2) Dalam novel Simfoni Bulan ini susunan alur atau plot sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sumardjo dan Saini K.M yaitu timbul konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan soal.

3) Tokoh dan penokohan yang ada dalam novel Simfoni Bulan hidup dengan kualitas moral yang berbeda-beda. Kualitas moral tokoh-tokoh yang dimaksud dapat berbeda-beda sesuai dengan kemungkinan watak yang ada pada manusia, seperti jujur, baik, berani, jahat, pemurung, penipu, pemarah, atau campuran dari berbagai watak itu.

4) Di dalam novel Simfoni Bulan ini terdapat dua bagian latar yaitu latar ruang waktu dan latar sosial. Latar ruang dan waktu di dalam novel ini adalah sekitar kota Jakarta yaitu di lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak sedangkan latar


(2)

sosial tokoh-tokohnya adalah situasi lengkungan yang bebbeda-beda setiap tokoh.

5) Kepribadian tokoh-tokoh dalam novel ini adalah kepribadian yang beragam atau dapat dikatakan bahwa kepribadian yang dimiliki tokohnya tidak seimbang bahkan terpecah sehingga tokoh-tokoh yang dianalisis kepribadiannya tidak dapat hidup seimbang dengan lingkungannya.

6) Di dalam novel ini ditemukan bahwa ada truma yang dihadapi oleh Bayu yang membuat dirinya sangat ketakutan dan histeris dan menjadikannya juga menjadi anak yang sulit berinteraksi dengan lingkungan.

1.2Saran

Berdasarkan kesimpilan di atas, penulis ingin menyarankan supaya ketika ada peneliti yang ingin meneliti dengan objek atau novel yang sama, sebaiknya dapat dilakukan dengan pendekatan yang lain yaitu pendekatan sosiosastra. Hal ini bertujuan agar penikmat sastra selain dapat mengetahui kepribadian dan trauma pada tokoh dalam novel Simfoni Bulan ini, penikmat sastra juga akan mengetahui bagaimana kehidupan sosial tokoh-tokohnya sehingga membentuk kepribadian seperti yang dikemukakan pada bagian sebelumnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra : Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : Pusat Pimpinan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Fatty dkk., F 1982. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya : Usaha Nasional.

Freud, Sigmund. 1956. Seks, Obsesi, dan, Kepribadian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

--- 2006. Pengantar Umum Psikoanalisis. Yokyakarta : Pustaka Pelajar.

Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra : Sebuah Pengantar. Jakarta : Gramedia.

Jabrohim (Ed.). 1999. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Hanindita Graham Widya.

Keraf, Goris. 1970. Komposisi. Ende Flores : Nusa Indah.

Kutha, Nyoman Ratna. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Lukman, Ali. 1967. Bahasa dan Kesusastraan Indonesia Sebagai Cermin Manusia Indonesia Baru. Jakarta : Gunung Flores.

Moesono, Anggadewi. 2003. Psikoanalisis dan Sastra. Depok : Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.


(4)

Nasution, Ikhwanuddin. 2003. “Hermeneutik : Sebuah Metode Penelitian Sastra.” Dalam Studi Kultura, Jurnal Ilmiah Ilmu Budaya. Tahun 2 No. 4 Agustus. Fakultas Sastra USU.

Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2001. “Penelitian Sastra dengan Pendekatan Semiotik”. Dalam Jabrohim dan Ari Wulandari (ed) Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta : Hanindita Graha Widia.

--- 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa.

Sudjiman, Panuti. 1989. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta : Pustaka Jaya.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Suryabrata, Sumadi. 2007. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Taniputera. 2005. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta : Gramedia Pustama Utama.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan (Terjemahan oleh Budianta). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.


(5)

Diakses Juli 2009


(6)

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENGARANG

Feby Indirani dilahirkan di Jakarta, 15 Februari 1979. Ia jatuh cinta pada aktivitas menulis sejak usia delapan tahun, tepatnya saat mulai membuat catatan harian. Pada Maret 2005, naskah drama pertamanya menjadi nominator pemenang kompetisi Perempuan Penulis Drama yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta. Ia menamatkan kuliah di Jurusan Jurnalistik Fikom, Universitas Padjadjaran. Feby Indirani sempat menjadi wartawan majalah Trust dan kini ia menjadi seorang periset di Pusat Data Analisa Tempo.

Feby Indirani menyerap energi dari membaca, berbincang, menonton film, mendengarkan musik, dan menyisir rambutnya. Ibunya menilai dia tidak cocok menjadi penulis fiksi, tetapi ia terlanjur keras kepala. Simfoni Bulan adalah novel pertamanya.