Manajemen Investasi Teknologi Informasi 2013

PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

EKOJI999 Nomor

121, 07 Januari 2013

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Manajemen Investasi Teknologi Informasi
oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu

Artikel ini merupakan satu dari 999 bunga rampai pemikiran Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan
teknologi informasi. Untuk berlangganan, silahkan kirimkan permohonan anda melalui alamat email indrajit@rad.net.id.

HALAMAN 1 DARI 7



(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI


PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

IT Governance Institute bekerja sama dengan ISACA (Information System Audit and Control 
Association) memperkenalkan sebuah kerangka untuk mengelola “information technology 
governance” di perusahaan dengan nama COBIT (Control Objectives for Information and 
Related Technologies) yang merupakan hasil riset dari berbagai institusi terkemuka seperti 
PriceWaterhouseCoopers, IBM, Gartner, dan sejumlah tokoh‐tokoh profesional dari dunia 
bisnis, pemerintahan, dan pendidikan. 

Dalam salah satu control area dari 34 butir yang ada,  dibahas mengenai  masalah Manajemen 
Investasi  Teknologi  Informasi  yang  baik  dan  efektif.  Terkait  dengan  butir  tersebut,  COBIT 
secara  jelas  menekankan  prinsip  investasi  yang  dinyatakan  dalam  kalimat  sebagai  berikut 
(ITGI, 2000):
“Control  over  the  IT  process  Manage  the  IT  Investment  with  the  business  goal  of 
ensuring  funding  and controlling disbursement  of �inancial  resources ensures delivery 
of information  to  the business that addresses the required  Information Criteria  and  is 
measured by Key Goal Indicators is enabled  by a  periodic investment and  operational 
budget established and approved by the business considers Critical Success Factors that 
leverage speci�ic IT Resources and is measured by Key Performance Indicators”.


INFORMATION CRITERIA DAN IT RESOURCES

Manajemen  sebuah  perusahaan  akan  berfungsi  secara  efektif  apabila  para  pengambil 
keputusan  selalu  ditunjang  dengan  keberadaan  informasi  yang  berkualitas.  COBIT 
mendeskripsikan  karakteristik  informasi  yang  berkualitas  menjadi  7  (tujuh)  aspek  utama, 
yaitu masing‐masing:











Effectiveness  –  informasi  yang  dihasilkan  haruslah  relevan  dan  dapat  memenuhi 
kebutuhan dari  setiap  proses  bisnis  terkait  dan  tersedia  secara  tepat  waktu,  akurat, 

konsisten, dan dapat dengan mudah diakses;

Ef�iciency  –  informasi  dapat  diperoleh  dan  disediakan  melalui  cara  yang  ekonomis, 
terutama terkait dengan konsumsi sumber daya yang dialokasikan;

Con�identiality  –  informasi  rahasia  dan  yang  bersifat  sensitif harus  dapat  dilindungi 
atau  dijamin  keamanannya,  terutama  dari  pihak‐pihak  yang  tidak  berhak 
mengetahuinya;
Integrity – informasi yang dihasilkan haruslah lengkap, akurat, valid,dan memiliki nilai 
bisnis sesuai dengan harapan yang membutuhkannya;
Availability  – informasi haruslah tersedia bilamana dibutuhkan dengan kinerja waktu 
dan kapabilitas yang diharapkan;

Compliance  –  informasi  yang  dimiliki  harus  dapat  dipertanggung‐jawabkan 
kebenarannya  dan mengacu kepada hukum maupun  regulasi yang  berlaku,  termasuk 
di dalamnya mengikuti standar nasional atau internasional yang ada; dan
Reliability  –  informasi  yang  dihasilkan  haruslah  berasal  dari  sumber  yang  dapat 
dipercaya sehingga tidak menyesatkan para pengambil keputusan yang menggunakan 
informasi tersebut.


HALAMAN 2 DARI 7



(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

Keseluruhan  informasi  tersebut  dihasilkan  oleh  sebuah  sistem  informasi  (dan  teknologi 
informasi)  yang  dimiliki  perusahaan,  dimana  di  dalamnya  teradapat  sejumlah  komponen 
sumber daya penting, yaitu:
1. Data – yang merupakan “bahan mentah” dari setiap informasi yang dihasilkan, dimana 
di  dalamnya  terkandung  fakta  dari  aktivitas  transaksi  dan  interaksi  sehari‐hari 
masing‐masing proses bisnis yang ada di perusahaan;
2. Aplikasi  –  yang  merupakan  sekumpulan  program  untuk  mengolah  dan menampilkan 
data maupun informasi yang dimiliki oleh perusahaan;

3. Teknologi  –  yang  terdiri  dari  sejumlah  perangkat  keras  dan  infrastruktur  teknologi 

informasi  sebagai  teknologi  pendukung  untuk  menjalankan  portofolio  aplikasi  yang 
ada;

4. Fasilitas  –  yang berupa  sarana �isik  seperti  ruangan dan gedung dimana  keseluruhan 
perangkat sistem dan teknologi informasi ditempatkan; dan
5. Manusia – yang merupakan pemakai dan pengelola dari sistem informasi yang dimiliki.

Sumber: ITGI, 2000

Sumber: ITGI, 2000

Berdasarkan  riset  yang  dilakukan  terhadap  sejumlah  perusahaan  terkemuka  di  dunia, 
diperoleh  kesimpulan  bahwa  untuk  mengelola  proses  bisnis  terkait  dengan  investasi  di 
bidang teknologi informasi, untuk komponen Information Criteria dipilih 2 (dua) aspek utama 
atau primer,  yaitu effectiveness dan  ef�iciency;  dan  reliability  dianggap  sebagai  aspek  utama 
penting  lainnya  yang  bersifat  sekunder.  Sementara  untuk  komponen  IT  Resources,  aplikasi, 
teknologi,  fasilitas,  dan  manusia  dianggap  sebagai  hal  yang  perlu  diperhatikan  secara 
sungguh‐sungguh agar  dapat  dihasilkan  informasi  dengan  kualitas  seperti  yang  diharapkan 
tersebut. Artinya adalah bahwa seluruh hal terkait dengan informasi mengenai investasi yang 
HALAMAN 3 DARI 7




(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

harus  dialokasikan untuk  pengembangan  teknologi  informasi  perlu  diberikan secara efektif, 
melalui cara‐cara yang ekonomis  (e�isien),  dimana  keseluruhan datanya  haruslah terpercaya 
atau reliable. Untuk itulah dibutuhkan teknologi,  fasilitas, dan aplikasi yang memadai  dengan 
didukung oleh sumber daya manusia yang handal.

CRITICAL SUCCESS FACTORS

Critical  Success Factors atau  biasa  disingkat  CSF,  merupakan  hal‐hal  yang  dianggap  sebagai 
kunci keberhasilan perusahaan dalam mengelola teknologi informasi yang dimiliki agar dapat 
secara  efektif  menjadi  penunjang  setiap  usaha  untuk  pencapaian  obyektif  bisnis.  Secara 
prinsip, CSF memiliki karakteristik sebagai berikut:









Pemacu utama untuk pencapaian keberhasilan pelaksanaan proses manajemen;

Suatu kondisi  yang akan menjadi  batu  pijakan  tercapainya keberhasilan pelaksanaan 
aktivitas secara optimal;

Hal  yang  dianggap  sangat  penting  untuk  meningkatkan  probabilitas  tingkat 
kesuksesan terlaksananya sebuah proses;
Parameter yang dapat diukur dan diamati agar organisasi dapat sukses;

Bernuansa strategis, melibatkan teknologi, berorientasi organisasi, dan memiliki aspek 
prosedural;
Fokus pada pencapaian perbaikan kapabilitas  dan kemampuan pelaksanaan aktivitas; 

dan
Cenderung berorientasi pada level proses.

COBIT  menganggap bahwa terkait dengan proses  investasi  teknologi  informasi,  paling tidak 
ada beberapa CSF  yang  patut untuk  dipertimbangkan  untuk  dipakai  sebagai  acuan,  masing‐
masing adalah:








Seluruh  tipe  dan  jenis  biaya  terkait  dengan  teknologi  informasi  telah  teridenti�ikasi 
dan diklasi�ikasikan sesuai dengan karakteristiknya;
Sejumlah  aset  teknologi  informasi  yang  terkait  dengan  adanya  pembiayaan 
pemeliharaan terhadapnya dapat diukur secara efektif dan jelas;

Kriteria  yang  dipergunakan  untuk  setiap  pengambilan  keputusan  terkait  dengan 

investasi  teknologi  informasi  secara  formal  telah  dimiliki,  lengkap  dengan  prosedur 
pengajuan dan persetujuannya;

Perencanaan pengembangan teknologi informasi secara jelas telah dide�inisikan sesuai 
dengan  siklus  hidup  (life  cycle)  teknologi  terkait,  sehingga  biaya  yang  perlu 
dikeluarkan dan diinvestasikan di kemudian hari telah dapat diketahui;
Proses  pengembilan  keputusan  terhadap  investasi  yang  akan  dikeluarkan  telah 
memperhitungkan  hal‐hal  semacam:  dampak  jangka  pendek  dan  panjang  yang  akan 
terjadi  (misalnya  biaya  sosial,  biaya  perubahan,  biaya  perbaikan,  biaya  migrasi,  dan 

HALAMAN 4 DARI 7



(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI







PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

lain  sebagainya),  dampak  proses  lintas  sektoral  yang  perlu  dibina,  manfaat  yang 
diharapkan  didapatkan,  kontribusi  terhadap  bisnis  yang  diperoleh,  dan  lain 
sebagainya;

Tersedia  pilihan  sejumlah  skenario  terhadap  berbagai  kemungkinan  investasi  yang 
dapat dilakukan dengan mempertimbangkan aspek‐aspek seperti  analisa cost‐bene�it, 
�isibilitas, tingkat kematangan teknologi, tata kala waktu, dan lain‐lain;

Anggaran  dan  investasi  teknologi  informasi  sejalan  dengan  strategi  anggaran  dan 
rencana bisnis perusahaan atau korporat; dan

Tingkat akuntabilitas manajemen yang jelas terhadap realisasi manfaat yang diperoleh 
dalam bentuk prosedur pengawasan berkala yang jelas, sejalan dengan biaya investasi 
yang dikeluarkan.


KEY GOAL INDICATORS DAN KEY PERFORMANCE INDICATORS

Key  Goal  Indicators  atau  disingkat  KGI  adalah  merupakan  sasaran  atau  target  yang  ingin 
dicapai  oleh sebuah  proses  atau aktivitas  di  dalam  perusahaan.  Karena KGI sifatnya  sebuah 
obyektif  yang  ingin  dicapai  di  masa  mendatang,  maka  secara  berkala  perlu  dilakukan 
pengukuran‐pengukuran untuk menjamin bahwa aktivitas yang dilakukan perusahaan berada 
di  “jalan  yang  benar”  (on  the  right  track)  dalam  arti  kata  menuju  pada  tercapainya  KGI 
tersebut.  Indikator  ukuran  ini  lah yang di  dalam COBIT  dinamakan sebagai  Key Performance 
Indicators atau KPI.

Sumber: ITGI, 2000

Terkait  dengan  proses  investasi  teknologi  informasi  di  perusahaan,  contoh  KGI  yang  dapat 
dipergunakan adalah sebagai berikut:





Persentasi  investasi  teknologi  informasi  yang  berhasil  memenuhi  atau  bahkan 
melebihi  manfaat  yang  diharapkan  atau  ditargetkan  sebelumnya,  berdasarkan 
perhitungan semacam ROI atau kepuasan pemakai (user satisfaction);

Biaya aktual pengeluaran teknologi informasi yang dinyatakan sebagai persentasi total 
pengeluaran dibandingkan dengan target yang telah direncanakan;
Biaya aktual pengeluaran teknologi informasi yang dinyatakan sebagai persentasi total 
pemasukan  (revenue)  dibandingkan  dengan  target  yang  telah  direncakan;  dan  lain 
sebagainya.

HALAMAN 5 DARI 7



(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

Sementara itu, KPI yang dapat dipergunakan sebagai indikator kinerja adalah sebagai berikut:






Persentasi  proyek  teknologi  informasi  yang  menggunakan  standar  baku  model 
investasi dan penganggaran;
Durasi pemantauan dan revisi anggaran secara berkala;

Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus terjadinya penyimpangan dengan 
pelaporan;
Persentasi proyek teknologi informasi yang melewati tahap evaluasi investasi;

Jumlah proyek teknologi  informasi  yang berhasil memberikan manfaat sesuai  dengan 
harapan dan besaran investasi yang telah dikeluarkan; dan lain sebagainya.

MATURITY MODEL

COBIT  melihat  bahwa menerapkan mekanisme  governance secara  efektif  tidaklah  semudah 
membalikkan  telapak  tangan,  melainkan  harus  melalui  sejumlah  tahap  “kematangan” 
tertentu.  Paling  tidak  posisi kematangan sebuah perusahaan terkait  dengan keberadaan dan 
kinerja proses tata kelola investasi teknologi informasi dapat dikategorikan menjadi 6 (enam) 
tingkatan, yaitu:

1.

2.
3.

4.

5.
6.

Adalah  posisi  kematangan  terendah,  suatu  kondisi  dimana  perusahaan  merasa 
tidak membutuhkan adanya mekanisme proses investasi teknologi  informasi  yang 
baku,  sehingga  tidak  ada  samak  sekali  pengawasan  terhadap  investasi  teknologi 
informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan;

Sudah ada beberapa inisiatif mekanisme perencanaan, tata kelola, dan pengawasan 
terhadap  sejumlah  investasi  yang  dilakukan,  namun  sifatnya  masih  ad‐hoc, 
sporadis, tidak konsisten, belum formal, dan reaktif;
Kondisi  dimana  perusahaan  telah  memiliki  kebiasan  yang  terpola  untuk 
merencanakan  dan mengelola investasi  teknologi  informasi  dan dilakukan secara 
berulang‐ulang  secara  reaktif,  namun  belum  melibatkan  prosedur  dan  dokumen 
formal.
Pada  tahapan  ini,  perusahaan  telah memiliki  mekanisme  dan prosedur  yang jelas 
mengenai tata cara dan manajemen proses investasi teknologi informasi, dan telah 
terskomunikasikan  serta  tersosialisasikan  dengan  baik  di  seluruh  jajaran 
manajemen perusahaan;
Merupakan  kondisi  dimana  manajemen  perusahaan  telah  menerapkan  sejumlah 
indikator pengukuran kinerja kuantitatif untuk memonitor efektivitas pelaksanaan 
manajemen investasi teknologi informasi; dan

Level  tertinggi  ini  diberikan  kepada  perusahaan  yang  telah  berhasil  menerapkan 
prinsip‐prinsip  governance  secara  utuh  dan  mengacu  pada  best  practice,  dimana 
secara  utuh  telah  diterapkan  prinsip‐prinsip  governance,  seperti:  transparency, 
accountability, responsibility, dan fairness.

HALAMAN 6 DARI 7



(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

Sumber: ITGI, 2000

Dengan  adanya  maturity  level  model,  maka  perusahaan  dapat  mengetahui  posisi 
kematangannya saat ini, dan secara kontinyu serta berkesinambungan harus berusaha untuk 
meningkatkan  levelnya  sampai  ke  tingkat  tertinggi  agar  aspek  governance  terhadap  proses 
investasi teknologi informasi dapat berjalan secara efektif.

‐‐‐ akhir dokumen ‐‐‐

HALAMAN 7 DARI 7



(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013