Uji Sensitivitas Staphylococcus aureus dan Escherichia coli terhadap Kotrimoksazol dalam Sediaan Tablet

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi
Penyakit dapat timbul dengan beberapa penyebab, salah satunya adalah
mikroba patogen seperti bakteri, jamur, virus, dan lain-lain. Penyakit yang
disebabkan oleh mikroba patogen ini disebut dengan penyakit infeksi. Infeksi
terjadi apabila mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh menyebabkana
berbagai gangguan fisiologis normal tubuh, sehingga timbul penyakit infeksi.
Penyakit infeksi memiliki kemampuan menular kepada orang lain yang sehat
sehingga populasi penderita dapat meluas, karena penyebab penyakit ini adalah
mikroorganisme yang hidup dan berkembang dengan berbagai cara. Salah satu
penyakit infeksi yang banyak terjadi di Indonesia adalah infeksi saluran kemih.
(Wattimena, dkk., 1991).
2.1.1 Infeksi saluran kemih
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan istilah umum yang dipakai
untuk menunjukkan keberadaan mikroorganisme di dalam urin. Adanya bakteri
di dalam urin disebut bakteriuria. Bakteriauria menunjukkan pertumbuhan
mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming units pada biakan urin
(Sukandar, 2007).
Menurut


Sukandar

(2007),

umumnya

ISK

disebabkan

oleh

mikroorganisme tunggal seperti:
-

Escherichia coli, merupakan mikroorganisme yang paling sering
diisolasi dari pasien ISK,

Universitas Sumatera Utara


-

mikroorganisme lain yang juga sering ditemukan adalah Proteus spp,
Klebsiella spp, dan Staphylococcus,

-

infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas jarang ditemukan kecuali
pasca katerisasi.
Perempuan mengidap ISK 10 kali lebih sering dibandingkan dengan

laki-laki, karena jarak antara kandung kemih dan uretra adalah 5 cm,
sedangkan pada laki-laki adalah 20 cm (Prasetyo, dkk., 2007).
Penyakit ISK merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
yang perlu mendapatkan perhatian yang serius. Diperkirakan 8% anak wanita
dan 2% anak laki-laki pernah mengalami ISK pada masa kanak-kanaknya
(Travis dan Brouhard, 1996). Insiden ISK belum diketahui dengan pasti.
Swedia melaporkan pada tahun 1999 didapatkan 2,2% pada anak laki-laki dan
2,1% pada anak wanita pada usia 2 tahun, dan pada usia 6 tahun menjadi 2,5%
pada anak laki-laki dan 8,0% pada anak wanita.Sedangkan di Inggris utara

insiden ISK pada anak usia 16 tahun adalah 3,6% pada anak laki-laki dan
11,3% pada anak wanita (Lambert dan Coulthard, 2003). Pada pengobatan
pasien ISK perlu dilakukan terapi dengan antibiotik. Beberapa antibiotik
pilihan utama yang digunakan adalah nitrofurantoin, trimetoprim dan
kotrimoksazol selama 3-5 hari berturut-turut (Tjay, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Antibiotik
2.2.1 Mekanisme kerja antibiotik
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau kisaran
kerja dan mekanisme aksinya. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya,
antibiotik dapat dibedakan menjadi antibiotik berspektrum sempit (narrow
spectrum) yang hanya mampu menghambat segologan bakteri saja, bakteri
Gram negatif atau bakteri Gram positif saja, dan antibiotik berspektrum luas
(broad spectrum) yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dari
golongan Gram positif maupun Gram negatif. Berdasarkan mekanisme
aksinya, antibiotik dibedakan atas:
1. Antibiotik dengan menghambat sintesis dinding sel
Antibiotik ini adalah antibiotik yang merusak lapisan peptidoglikan

yang

menyusun

dinding

sel

bakteri,

contohnya

penisilin.

Penisilin

mengandung stuktur yang mengandung inti berupa cincin laktam. Penisilin
diproduksi secara alami maupun semisintetik. Mekanisme kerjanya adalah
dengan mencegah ikatan silang peptidoglikan pada tahap akhir sintesis dinding
sel, yaitu dengan menghambat protein pengikat penisilin (penicillin binding

protein). Contoh antibiotik yang memiliki mekanisme menghambat sintesis
dinding sel adalah monobaktam, sefalosporin, karbapenem, basitrasin,
vankomisin dan isoniazid (INH) (Pratiwi, 2008).
2. Antibiotik yang merusak membran plasma
Antibiotik yang bersifat merusak membran plasma umum terdapat pada
antibiotik golongan polipeptida yang bekerja dengan mengubah permeabilitas

Universitas Sumatera Utara

membran plasma sel bakteri. Contohnya adalah polimiksin B yang melekat
pada fosfolipid membran, amfoterisin B, mikonazol, dan ketokonazol yang
ketiganya merupakan antifungi yang bekerja dengan cara berkombinasi dengan
sterol pada membran plasma fungi (Pratiwi, 2008).
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein
Kloramfenikol, tertrasiklin, aminoglikosida eritromisin, dan linkomisin
dapat menghambat sintesis protein pada bakteri, namun mekanisme yang tepat
belum diketahui seluruhnya (Brooks et al., 2005).
4. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA)
Penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan
terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme. Antibiotik penghambat

sintesis asam nukleat ini adalah golongan kuinolon dan rifampin (Pratiwi,
2008).
5. Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial
Penghambatan terhadap sintesis metabolit esensial antara lain dengan
adanya kompetitor berupa antimetabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif
menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip
dengan substrat normal bagi enzim metabolisme. Contohnya adalah
antimetabolit sulfanilamid dan para amino benzoic acid (PABA). PABA
merupakan substrat untuk reaksi enzimatik sintesis asam folat. Struktur sulfa
mirip dengan PABA sehingga sulfa merupakan inhibitor kompetitif PABA
dalam hal berikatan dengan enzim. Dengan demikian, jika sulfa berikatan
dengan enzim, maka tidak akan terbentuk kompleks enzim-substrat dan tidak

Universitas Sumatera Utara

akan terbentuk produk berupa asam folat. Antibiotik yang saat ini sering
digunakan adalah kombinasi antara trimetoprim dengan sulfametoksazol
(TMP-SMZ) yang berspektrum luas kecuali pada Pseudomonas. Kombinasi ini
bertujuan untuk mengurangi efek resistensi bakteri (Pratiwi, 2008).
2.2.2 Kombinasi antibiotik

Menurut Brooks et al. (2005), penggunakan dua atau lebih antibiotik
secara bersamaan dapat disebabkan oleh beberapa alasan seperti:
-

untuk memberi pengobatan yang tepat bagi pasien yang mempunyai infeksi
mikroba serius, kemudian dibuat dugaan terbaik terhadap dua atau lebih
mikroba patogen yang paling mungkin, dan obat yang ditujukan untuk
organisme tersebut;

-

untuk menunda munculnya mutan mikroba yang resisten terhadap satu obat
dalam infeksi dilakukan dengan menggunakan dua atau tiga obat yang
tidak memiliki reaksi silang;

-

untuk mengobati infeksi campuran, terutama akibat trauma yang luas atau
yang merusak struktur vaskular;


-

untuk mencapai efek sinergisme bakterisidal atau untuk memberikan efek
bakterisidal. Penggunakan dua obat secara bersamaan dapat menurunkan
dosis secara signifikan, sehingga menghindari toksisitas obat, namun efek
antimikroba masih tetap baik.

2.2.3 Resistensi mikroba terhadap antibiotik
Secara umum resistensi dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana
organisme secara normal mempunyai kemampuan untuk menentang agen-

Universitas Sumatera Utara

agen

di

sekitarnya

yang


dapat

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

perkembangannya secara alamiah. Dalam hal ini termasuklah racun, iritan dan
mungkin juga mikroorganisme patogen lainnya (Sumadio dan Harahap, 1995).
Timbulnya resistensi mikroba terhadap antibiotik pada dasarnya
merupakan usaha mikroba supaya dapat tetap bertahan hidup. Menurut
Gillespie dan Bamford (2008) ada beberapa mekanisme yang menyebabkan
suatu populasi bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik :
- mikroba memproduksi enzim yang merusak antibiotik, contohnya
Staphylococcus memproduksi enzim β-laktamase yang memecah cincin
β-laktam dari penisilin;
-


mikroba

mengubah

permeabilitas

membran

selnya,

contohnya

Pseudomonas sp., bersifat impermeabel terhadap beberapa antibiotik
β-laktam;
-

mikroba mengubah stuktur target terhadap antibiotik, contohnya resistensi
bakteri terhadap aminoglikosida dan eritromisin karena terjadi perubahan
pada struktur ribosom;


-

mikroba mengembangkan jalan metabolisme baru, bakteri membuat suatu
jalur alternatif untuk menghindari blokade metabolisme akibat atibiotik;

-

mikroba

mengembangkan

enzim

yang

tetap

berfungsi

untuk

metabolismenya, tetapi tidak dipengaruhi oleh antibiotik, contonya
resistensi terhadap trimetoprim;
-

mikroba memperbesar produksi bahan metabolit.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Kotrimoksazol
Kotrimoksazol

merupakan

kombinasi

sulfametoksazol

dan

trimetoprim dalam perbandingan 5:1.
2.3.1 Sulfametoksazol
Menurut Ditjen POM (1995), karakteristik sulfametoksazol adalah:
rumus struktur

nama kimia

: N1 – (5-metil-3-isoksazolil)sulfanilamide

rumus molekul

: C10H11N3O3S

berat molekul

: 253,28

pemerian

: Serbuk hablur, putih sampai hampir putih, praktis
tidak berbau

kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam
kloroform, mudah larut dalam aseton dan dalam
larutan natrium hidroksida encer, agak sukar larut
dalam etanol.

Sulfonamida mempunyai struktur kimia yang analog dengan asam
paraaminobenzoat (PABA), suatu bahan biokimia yang sangat penting untuk
sintesis

tertrahidrofolat.

Sulfonamida

secara

kompetitif

menghambat

penggunaan PABA oleh bakteri untuk membentuk asam dihidropteroat, yang

Universitas Sumatera Utara

digunakan sebagai prekursor asam pteroilglutamat (PGA) (Sumadio dan
Harahap, 1995).
2.3.2 Trimetoprim
Menurut Ditjen POM (1995), karakteristik trimetoprim adalah:
rumus struktur

nama kimia

: 2,4-Diamino-5-(3,4,5-trimetoksibenzil)pirimidina

rumus molekul

: C14H18N4O3

berat molekul

: 290,36

pemerian

: Hablur atau serbuk hablur,putih sampai krem, tidak
berbau

kelarutan

: Sangat

sukar

larut

dalam

air,

larut

dalam

benzilalkohol, agak sukar larut dalam kloroform dan
dalam metanol, sangat sukar larut dalam etanol dan
dalam aseton, praktis tidak larut dalam eter dan dalam
karbon tetraklorida.
Trimetoprim adalah suatu diaminopirimidin yang kuat menghambat
enzim hidrofolat reduktase bakteri, yang mereduksi dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat sangat penting untuk mentransfer satu fragmen

Universitas Sumatera Utara

karbon yang dibutuhkan untuk biosintesis purin, pirimidin dan beberapa asam
amino dalam sel bakteri (Sumadio dan Harahap, 1995).
2.3.3 Farmakokinetik
Trimetoprim diabsorpsi dengan baik di usus dan didistribusikan secara
luas dalam caian dan jaringan tubuh, termasuk cairan serebrospinal.
Trimetoprim lebih larut dalam lemak dibandingkan sulfametoksazol, maka
volume distribusi trimetoprim lebih banyak dibandingkan sulfametoksazol.
Jika satu bagian trimetorim diberikan dengan lima bagian sulfametoksazol,
maka konsentrasi plasma puncaknya adalah pada rasio 1:20 yang merupakan
konsentrasi optimal. Sulfametoksazol lebih banyak terikat pada protein plasma
dibandingkan dengan trimetoprim (Chambers, 2001).
2.3.4 Kegunaan
Kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim menjadi terapi efektif
untuk infeksi, meliputi infeksi saluran kemih, pneumonia akibat Pneumocystis
jiroveci, shigelosis, infeksi salmonella sistemik, dan beberapa infeksi
Mycobacterium non tuberculosis. Kotrimoksazol merupakan pengobatan yang
efektif untuk infeksi-infeksi saluran kemih dengan komplikasi, alat kelamin
(prostatitis) dan saluran cerna (Chambers, 2001).
2.3.5 Efek samping
Efek samping penggunaan kotrimoksazol dapat berupa gangguan kulit
dan gangguan lambung-usus, dan stomatitis. Pada dosis tinggi efek
sampingnya juga berupa demam dan gagguan fungsi hati dan kelainan pada
darah (neutropenia, trombositopenia). Penggunaan lebih dari dua minggu

Universitas Sumatera Utara

hendaknya disertai dengan pengawasan darah. Risiko kristaluria dapat
dihindari dengan meminum lebih dari 1,5 liter air sehari (Tjay, 2002).
2.3.6 Bentuk sediaan
Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral yang mengandung 400
mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim atau 800 mg sulfametoksazol dan
160 mg trimetoprim. Untuk anak-anak tersedia dalam bentuk suspensi oral
yang mengandung 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim per 5 ml,
serta tablet pediatrik yang mengandung 100 mg sulfametoksazol dan 20 mg
trimetoprim. Untuk pemberian intravena tersedia sediaan infus yang
mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim per 5 ml
(Gunawan, 2007).
2.3.7 Dosis
Pemberian

secara

oral:

80

mg

trimetoprim

dan

400

mg

sulfametoksazol, untuk dosis dewasa 160 mg trimetoprim dan 800 mg
sulfametoksazol. Dalam sediaan suspensi 40 mg trimetoprim dan 200 mg
sulfametoksazol per 5 ml. Pemberian secara parenteral: 80 mg trimetoprim dan
400 mg sulfametoksazol per 5 ml ( Chambers, 2001).
2.3.8 Mekanisme kerja
Sulfametoksazol-trimetoprim bekerja sinergis dengan cara menghambat
sintesis prekursor DNA, RNA, dan protein yaitu asam folat pada tahap yang
berbeda. Sulfametoksazol yang merupakan sulfonamid yang memiliki struktur
analog PABA secara kompetitif menghambat sintesis asam dihidrofolat dari
PABA. Selanjutnya trimetoprim yang secara struktural analog dengan asam

Universitas Sumatera Utara

dihidrofolat secara kompetitif menghambat sintesis asam tetrahidrofolat
(Pratiwi, 2008).
2.3.9 Resistensi terhadap sulfonamida dan trimetoprim
Sulfonamida dan trimetoprim menghambat reaksi yang berbeda pada
jalur metabolisme yang memproduksi asam tetrahidrofolat (tetrahydrofolic
acid), yang merupakan kofaktor esensial dalam sintesis asam nukleat.
Resistensi terhadap sufonamid dan trimetoprim disebabkan oleh mutasi pada
gen pengkode enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme sintesis asam
tetrahidrofolat. Enzim berubah berfungsi secara normal namun tidak dihambat
oleh sulfonamida dan trimetoprim. Pencegahan resistensi dapat dilakukan
dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis efektif
minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Cara pencegahan yang
lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk penyakit
infeksi yang parah dan penggunaan dosis yang benar dan sesuai aturan
(Pratiwi, 2008).

2.4 Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak
mengandung

struktur

yang

dibatasi

membran

dalam

sitoplasmanya.

Reproduksi terutama secara aseksual yaitu dengan pembelahan biner
sederhana. Beberapa dapat tumbuh pada suhu 00C, ada yang tumbuh dengan
baik pada sumber air panas yang suhunya 900C atau lebih (Pelczar dan Chan
1986).

Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Klasifikasi bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan (Dwidjoseputro, 1990) yaitu:
a. Golongan Basil
Berbentuk seperti tongkat pendek, silindris dan dapat dibedakan atas :
- Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang.
- Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua
b. Golongan Kokus
Bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Bentuk kokus ini dapat
dibedakan atas:
- Streptokokus, yaitu kokus yang bergandengan panjang serupa rantai.
- Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua.
- Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat.
- Stafilokokus, yaitu kokus yang mengelompok berupa suatu untaian.
- Sarsina, yaitu kokus yang mengelompok serupa kubus.
c. Golongan Spiril
Spiril adalah bakteri yang berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang
berbentuk spiral ini tidak banyak dan merupakan golongan yang paling kecil
dibandingkan golongan kokus dan basil.
2.4.2 Pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan
reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Tamher, 2008) antara lain:

Universitas Sumatera Utara

a. Suhu
Seperti halnya makhluk hidup tingkat tinggi, untuk pertumbuhannya
bakteri memerlukan suhu tertentu. Berdasarkan suhu yang diperlukan untuk
tumbuh, bakteri dapat dibagi menjadi :
-

bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 0-200C,
dengan suhu optimal 250C;

-

bakteri mesofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 25-400C,
dengan suhu optimal 370C;

-

bakteri termofiL, yaitu bakteri yang tumbuh antara suhu 50-600C.

b. pH
Bakteri juga memerlukan pH tertentu untuk pertumbuhannya.
Umumnya bakteri memiliki jarak pH yang sempit, yaitu sekitar 6,5-7,5 atau
pada pH netral. Beberapa bakteri ada yang dapat hidup pada pH 4, dan ada
juga yang dapat hidup pada pH alkalis.
c. Kelembaban
Bakteri pada umumnya memerlukan lingkungan dengan kelembaban
yang cukup tinggi untuk hidup, yaitu 80%. Pengurangan kadar air dari
protoplasmanya menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada
proses pembekuan dan pengeringan.
d. Cahaya
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri.
Umumnya cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar
ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang

Universitas Sumatera Utara

berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh
cahaya terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar proses sterilisasi atau
pengawetan bahan makanan.
e. Pengaruh oksigen
Mikroorganisme sering dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan
kebutuhannya akan oksigen (Lay,1994) yaitu:
-

aerob obligat , yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk
hidupnya;

-

anaerob obligat, yaitu mikroorganisme yang tidak dapat hidup bila ada
oksigen;

-

anaerob fakultatif, yaitu mikroorganisme yang mampu tumbuh dalam
lingkungan dengan atapun tanpa oksigen;

- mikroaerofil, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen, namun
hanya dapat tumbuh bila kadar oksigen diturunkan menjadi 15% atau
kurang.

2.5 Bakteri Uji
2.5.1 Bakteri Escherichia coli
Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang,
bersifat anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 80

0

46 C, sedangkan tumbuh sangat baik pada suhu 37 C (Chatim, 1994;
Dwidjoseputro, 1990). Bakteri Escherichia coli merupakan flora normal di
dalam intestin, dapat menyebabkan infeksi saluran kemih yang merupakan

Universitas Sumatera Utara

infeksi terbanyak (80%); gastroenteritis dan meningitis pada bayi, peritonitis,
infeksi luka dan lainnya (Gibson, 1996).
2.5.2 Bakteri Staphylococcus aureus
Bakteri ini termasuk bakteri Gram positif , berbentuk kokus, bersifat
anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 150C sampai
0

0

40 C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 35-37 C (Chatim, 1994;
Dwidjoseputro, 1990).
Staphylococcus aureus adalah suatu bakteri penyebab keracunan yang
memproduksi enterotoksin. Bakteri ini sering ditemukan pada makananmakanan yang mengandung protein tinggi. Staphylococcus aureus merupakan
bakteri Gram positif berbentuk kokus dengan diameter 0.7 – 0.9 µm.
Staphylococcus aureus tahan garam dan tumbuh dengan baik pada medium
yang mengandung 7.5% NaCl, serta dapat memfermentasi manitol (Fardiaz,
1993).

2.6 Uji Sensitivitas Bakteri terhadap Antibiotik
Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik bertujuan untuk mengetahui
apakah antibiotik yang digunakan masih dapat mengatasi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik pada
dasarnya dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
a. Metode Dilusi
Metode dilusi digunakan untuk menentukan KHM (Konsentrasi
Hambat Minimum) dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum) dari antibiotik.

Universitas Sumatera Utara

Pengujian dilakukan menggunakan tabung reaksi yang diisi media cair dan
sejumlah tertentu sel mikroba. Masing-masing tabung kemudian diisi dengan
obat pada rentang konsentrasi tertentu. Selanjutnya tabung diinkubasi pada
suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung.
Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan
yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM.
Biakan dari semua tabung jernih diinokulasikan pada media padat, diinkubasi
pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati ada tidaknya koloni mikroba
yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan
dengan tidak adanya pertumbuhan mikroba adalah KBM (Dzen dkk., 2003).
b. Metode Difusi
Pada metode difusi obat dijenuhkan ke dalam cakram kertas. Cakram
kertas diletakkan di atas permukaan media padat yang telah dicampur dengan
mikroba, dan diinkubasi pada suhu 370C selama 18-24 jam. Zona hambat
disekitar cakram kertas yang menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap
pertumbuhan mikroba. Sensitivitas bakteri terhadap antibiotik dapat dievaluasi
menggunakan metode Kirby-Bauer dan Joan-Stokes (Dzen dkk., 2003).
 Metode

Kirby

Bauer,

sensitivitas

bakteri

ditentukan

dengan

membandingkan diameter zona hambat disekitar cakram dengan tabel
standar yang dibuat oleh masing-masing negara.
 Metode

Joan-Stokes,

sensitivitas

bakteri

ditentukan

dengan

membandingkan radius zona hambatan yang terjadi antara bakteri kontrol

Universitas Sumatera Utara

yang sudah diketahui kepekaannya terhadap obat tersebut dengan isolat
bakteri yang diuji.
c. Metode E-test
Metode E-test digunakan untuk mengestimasi KHM. Pada metode ini
digunakan strip plastik yang mengandung antibiotik dari konsentrasi terendah
hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah
ditanami bakteri.pengamatan dilakukan pada daerah jernih yang menunjukkan
konsentrasi antibiotik yang menghambat pertumbuhan bakteri. Prinsip metode
ini juga berdasarkan metode difusi (Pratiwi, 2008).
d. Metode Cup-plate
Metode ini pada prinsipnya juga menggunakan metode difusi,
dilakukan dengan membuat sumur sedemikian rupa pada media agar yang
telah ditanami bakteri. Antibiotik dengan berbagai konsentrasi dimasukkan ke
dalam sumur tersebut, dan diinkubasi pada suhu 370C selama 18-24 jam,
kemudian diamati diameter zona hambat disekitar sumur (Pratiwi, 2008).

Universitas Sumatera Utara