Analisispenerjemahan Dialog Arab Kedalam Bahasa Indonesia Pada Film Ketika Cinta Bertasbih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang pernah dikaji sebelumnya adalah penelitian
yang dilakukan olehPetra Patria Diah P. (2011) Program Studi Sastra Inggris,
Universitas Indonesia dengan judul Analisis Penerjemahan Pronomina Persona
Inggris Indonesia dalam Subtitle Film The Little Focker. Dalam penelitiannya,
iamenyimpulkan bahwa penerjemahan subtitle dalam film The Little Focker tidak
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penelitian yang ia
lakukan hanya terbatas pada objek pronomina saja, bukan dari keseluruhan dialog.
Contoh :Im not, she’s the rock star. She’s a rock star mom and full on rocking
person. And Imjust a groupies tryin to carry her amps.Artinya :tidak, dialah yang
hebat. Dia orang yang hebat dan aku hanya pengagumnya.Dalam contoh
tersebut, pronomina dia digunakan untuk menerjemahkan baik kata she/he yang
pertama maupun yang kedua. Pronomina she dalam bahasa Inggris memiliki
komponen pembeda jender, sedangkan pronomina dia dalam bahasa Indonesia
memiliki sifat netral sehingga dapat digunakan kepada siapa saja.
Adapun penelitian selanjutnya yang pernah diteliti oleh Melli Amalia (2010)
Program Studi Tarjamah, UIN Syarif Hidayatullah dengan judul Penerjemahan
Dialog Arab Dalam Film Ayat-Ayat Cinta. Melli Amalia menyimpulkan bahwa
penerjemahan subtitle dialog Arab dalam film Ayat-Ayat Cinta masih kurang
relevan, misalnya ucapan potongan ayat Al-Qur’an, yang dalam penerjemahannya
memiliki ketidaksamaan antara penerjemahan subtitle dengan terjemahan AlQur’an Departement agama Republik Indonesia (Depag RI) dan juga tidak sesuai
dengan metode penerjemahan yang ada. Contoh :
ﻗﻞ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﻣﺎﻟﻚ ﺍﻟہﻠﻚ ﺗﺆﺗﻲ ﺍﻟہﻠﻚ ﻣﻦ ﺗﺸﺎء ﻭﺗﻨﺰﻉ ﺍﻟہﻠﻚ ﻣہﻦ ﺗﺸﺎء
/qul allāhumma mālika al-mulki tu’tī al-mulka man tasyā’u watanzi’u al-mulka
mimman tasyā’u/’Katakanlah : wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan. Engkau
berikan kerajaan kepada orang yang engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan
dari orang yang engkau kehendaki.’( QS : Al-Imran : 26, Depag RI ).
5
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitiannya, ia menjelaskan bahwa terjemahan dalam skenario tidak
sesuai dengan terjemahan Departemen Agama. Bahkan ia mengkatagorikannya
menjadi penerjemahan yang tidak tepat. Terjemahan dalam skenario yaitu,Jika
Allah menghendaki siapapun bisa menjadi jodohmu. Jangan sekali-kali
melangkahi kehendaknya.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah disampaikan, bahwa
penelitian tentang judul yang peneliti kaji pada saat ini tidak memiliki persamaan
atau pun kemiripan dengan kajian-kajian ilmiah yang telah disampaikan atau pun
dengan kajian lainnya yang terdapat di Program Studi Sastra Arab Universitas
Sumatera Utara (USU) maupun yang ada dilembaga intitusi pendidikan lain.
2.2. Defenisi Penerjemahan
Penerjemahan adalah salah satu aktivitas yang dibuat oleh manusia untuk
berkomunikasi antara suatu bahasa dengan bahasa lain dan antara suatu budaya
dengan budaya lainnya (A. Muhammad: 1950). Bidang semacam ini menuntut
keahlian seorang penerjemah yang bersifat multidisipliner, yaitu kemampuan
seorang penerjemah dalam penguasaan bahasa sumber dan bahasa sasaran berikut
dengan kebudayaannya secara sempurna dan memahami teori yang dipakai dalam
suatu kegiatan terjemahan.Budaya suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain,
maka bahasa suatu bangsa juga berbeda dengan bangsa yang lainnya. Terjemahan
yang baik adalah terjemahan yang benar, jelas dan wajar.Penerjemah dituntut
untuk menguasai pokok bahasan tentang pengetahuan bahasa sumber dan bahasa
sasaran.
Kegiatan penerjemahan tidak dapat dipisahkan dari masalah makna, karena
makna merupakan pusat perhatian penerjemah. Metode, prosedur dan teknik
dikerahkan sepenuhnya dalam proses kegiatan penerjemahan supaya penerjemah
mengetahui pesan apa yang tersirat dalam bahasa sumber tersebut. Dalam bahasa
Indonesia, istilah terjemah diambil dari bahasa Arab, ﺗﺮﺟہﺔ/tarjamah/. Namun
bahasa Arab sendiri memungut istilah ini dari bahasa Armenia, yaitu turjuman
(Syihabuddin, 2000:6).Kata turjuman sebentuk dengan tarjaman yang berarti
6
Universitas Sumatera Utara
mengalihkan suatu tuturan bahasa kedalam suatu tuturan bahasa lainnya. AzZarqani dalam (Syihabuddin, 2000:6) mengemukakan bahwa secara etimologi
istilah terjemah memiliki empat makna :
(a). Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu.
(b). Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama.
(c). Menafsirkan tuturan bahasa dengan bahasa yang berbeda.
(d). Mengalihkan atau memindahkan suatu bahasa kedalam bahasa lainnya.
Adapun
makna
secara
terminologis,
penerjemahan
didefenisikan
sebagaiberikut :
ﺍﻟﺘﻌﺒﻴﺮ ﻋﻦ ﻣﻌﻨﻲ ﻛﻼﻡ ﻓﻲ ﻟﻐﺔ ﺑﻜﻼﻡ ﺍﺧﺮ ﻣﻦ ﻟﻐﺔ ﺍﺧﺮﻱ ﻣﻊ ﺍﻟﻮﻓﺎء ﺑﺠہﻴﻊ ﻣﻌﺎﻧﻴﻬﻮﻣﻘﺎﺻﺪﻩ
al-ta’bīru‘an ma’nā kalamin ĭ f lughati bikalāmin ākharin min lughatin ukhrā
ma’al al-wafā’i bijamī’i m’ānihi wamaqāsidihi/. Maksudnya, mengungkapkan
makna tuturan suatu bahasa dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna
dan maksud tuturan itu’.
Penerjemahan sendiri terbagai menjadi dua macam, yaitu penerjemahan
bahasa tulisan dan penerjemahan bahasa lisan.Penerjemahan bahasa tulisan adalah
penerjemahan sebuah objek yang sifatnya tertulis seperti penerjemahan sebuah
doukumen, buku dan nas-nas kitab suci. Sedangkan penerjemahan bahasa lisan
adalah seperti menerjemahkan ucapan yang di ucapkan oleh seseorang atau pun
menerjemahkan sebuah dialog tertentu yang diucapkandalam sebuah film dengan
merekam dialog tersebut terlebih dahulu.
Menurut Nida dan Taber (1969), penerjemahan adalah memberikan satu
defenisi penerjemahan sebagai penyalinan pesan pada bahasa sumber (Bsu) ke
dalam bahasa sasaran(Bsa) dengan mencari persamaan bukan kesurupaan.
Persamaan itu mesti sejadi, atau persamaan yang paling terdekat dengan
mengutamakan makna dan tetap menjaga gaya bahasa asal atau stailnya.
Sedangkan Newmark (1981) juga memberikan pengertian penerjemahan sebagai
penggantian pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa. Pesan dalam bahasa
sumber harus sama dengan pesan yang telah dipindahkan kedalam bahasa sasaran
7
Universitas Sumatera Utara
untuk menggantikan pernyataan yang telah ada sebelumnya. Seterusnya Catford
(1965), ia mendefinisikan bahwa penerjemahan adalah penggantian bahasa teks,
bahasa sumber yang dituliskan ke dalam bahasa sasaran atau mencari persamaanpersamaan dalam bahasa sasaran. Lain halnya dengan Husnan Lubis (2008:09), ia
mengatakan
bahwa
penerjemahanadalahmembungkus
atau
menyampaikan
informasi yang terkandung dalam bahasa sumberdengan menggunakan bahasa
sasaran. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
penerjemahan adalah membuat suatu persamaan kata atau kalimat dari bahasa
sumber (Bsa) ke dalam bahasa sasaran (Bsu) atau bahasa penerima, yaitu pesan
yang disampaikan dalam bahasa sumber haruslah dicari persamaan katanya dan
kemudian pesan tersebut dialihkan ke dalam bahasa sasaran dengan tidak berubah
maksuddan tujuan dari pesan bahasa sumber tersebut. Dengan demikian, setiap
pesan bahasa sumber yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran dapat
dimengerti oleh penerima pesan tersebut.Untuk itu diperlukannya penerjemahan
yang bagus, yaitu penerjemahan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa, penerjemahan dialog bahasa Arab
fuşhā dalam film KCB dapat dikatagorikan menjadi penerjemahan bahasa lisan.
Dialog Arabfuşhā yang diterjemahkan oleh Habiburrahman ke dalam bahasa
Indonesia sebagai bahasa penerima sudah barang tentu memakai beberapa metode
penerjemahan. Jika tidak, maka secara teori penerjemahan yang dihasilkan akan
tidak layak digunakan, sehingga pesan yang terkandung dalam bahasa sumber
tidak akan bisa terbaca oleh penerima bahasa sumber tersebut. Namun, metode
penerjemahan yang ada pada dialog tersebut tidak terlihat adanya.
2.3.Metode Penerjemahan
Penerjemahan tidakakan bisa dilakukan begitu saja tanpa adanya metode
penerjemahan tertentu. Kita tidak bisa mengambil sebuah objek, selanjutnya
menerjemahkan sesuka hati kita tanpa mengetahui tata cara penerjemahan yang
benar dan wajar. Tata cara penerjemahan tersebut harus mengikuti prosedur
penerjemahan yang baik. Prosedur itu berupa metode yang di terapkan dalam
sebuah penerjemahan. Penerjemah harus menentukan metode apa yang dipakai
8
Universitas Sumatera Utara
terlebih dahulu sebelummenerjemahkan dialog tersebut supaya terjemahan yang
dihasilkan konkrit dan benar. Secara harfiah, metode berarti prosedur atau cara
teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu agar tercapai
sesuai dengan yang dikehendaki.
Seorang penerjemah haruslah memiliki metode penerjemahan yang jelas,
yaitu
melakukan
penerjemahan
sesuai
dengan
apa
yang
telah
direncanakan.Dengan kata lain, metode penerjemahan adalah cara tertentu yang
dipilih atau dipercayai oleh penerjemah terhadap sebuah penugasan (Molina &
Hurtado Albir,2002: 507). Jadi, metode adalah opsi global yang dapat
mempengaruhi teks terjemahan secara keseluruhan.Metode yang dipilih
penerjemah harus sinergi untuk menghasilkan terjemahan memadai bagi pembaca
sasaran.Sebagai contoh, ketika akan menerjemahkan sebuah teks buku untuk
anak-anak, penerjemah harus sudah merencanakan apakah akan menghilangkan
istilah-istilah sulit yang mungkin akan menimbulkan kesulitan atau kesukaran
bagi pembaca sasaran. Pemilihan suatu metode dan disertai dengan pertimbanganpertimbangan yang matang dan bagus mengenai pembaca sasaran, jenis teks,
keinginan serta maksud pengarang teks, dan tujuan penerjemahan teks yang
direncanakan tersebut.
Untuk menegetahui metode penerjemahan dialog, peneliti menggunakan teori
Catford, House dan L. Forster.Catford, House dan L. Forster dalam Hanafi
(1986:54) mengungkapkan adanya beberapa terjemahan yang sangat kompleks
dan saling berhubungan. Terjemahan Catford, yaitu full, partial, total dan
restricted. Sedangkan House, Overt dan covert translation. Dan selanjutnya L.
Forster mengusulkan ada tiga macam metode penerjemahan, (i) the unit is
individual, (ii) the unit is the sentence or phrase, (iii) dan the unit is the whole
work. Namun, menurut Hanafi (1986: 54) bila kesemuanya itu ditarik kesimpulan
baik apa yang diungkapkan oleh Catford, L. Forster maupun House, mereka
semua mengakui adanya macam ragam metode penerjemahan yang dapat dibagi
menjadi, penerjemahan kata demi kata, penerjemahan harfiah dan penerjemahan
bebas.
9
Universitas Sumatera Utara
1. Terjemahan Kata demi Kata (Word of The Word Translation)
Terjemahan kata demi kata adalah terjemahan yang menerjemahkan kata
demi kata dalam sebuah kalimat.Terjemahan ini sering sekali dimanfaatkan oleh
penerjemah dalam menerjemahkan nas-nas kitab suci seperti Al-Qur’an, Hadist
maupun Alkitab. Penerjemahan kata demi kata dianggap sangat mudah dalam
menerjemahkan sebuah teks, karena sesuai dengan namanya yaitu kata demi kata,
yaitu penerjemahan langsung dari sebuah kata sumber ke dalam kata sasaran, akan
tetapi tidak ada peniruan terhadap susunan tata bahasa sumber.
Contoh I :the fogs comes on little cat feet, Artinya : kabut datang diatas kaki
kucing kecil
Contoh II :ﺍﻧﺖ ﺷہﺲ ﺍﻧﺖ ﺑﺪﺭ
/anta syamsun anta badrun/engkau matahari, engkau bulan.
Contoh III :ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻻﺗﻴﺔ
/ fĭ as-sanati al-ātiyati/pada tahun yang datang
Di balik manfaat yang didapat dari penerjemahan kata demi kata, namun
ada pula kelemahan dari metode penerjemahan ini. Hanafi (1996:56) mengatakan
bahwa metode ini dapat dimanfaatkan dalam beberapa pokok saja, diantaranya :
(a) Bahasa aslinya tetap akan dapat perhatian lebih, karena ragam ini berfungsi
mempertahankan kemurnian produk terjemahan sesuai naskah aslinya.
(b) Cocok untuk hal tertentu saja, seperti naskah sakral dan tepat untuk naskah
pendek demi menghemat waktu dan tenaga.
Sedangkan kelemahan yang terdapat dalam metode ini, adalah :
(a) Makna yang dilihat dari konteksnya sering tidak tepat, lebih menonjol per
suku kata, terutama pada naskah yang cukup amat panjang dan kompleks.
Terkadang agar produk terjemahan dimengerti, biasanya diberi catatan atau
keterangan tambahan berupa catatan kaki. Jelas ini menunujukkan perbuatan
yang memboroskan.
10
Universitas Sumatera Utara
(b) Jika struktur kalimatnya sesuai dengan produk (hasil) terjemahan, maka
terjemahan seperti ini juga bisa disebut terjemahan harfiah. Alhasil batas
pembeda diantara keduanya nyaris tidak jelas karena adanya bagian-bagian
yang timpang tindih.
2.
Terjemahan Harfiah (Literal Translation)
Terjemahan harfiah adalah terjemahan yang setia terhadap naskah aslinya.
Metode ini menerjemahkan sebuah objek dengan cara memperhatikan peniruan
terhadap susunan dan urutan dan tata bahasa sumber. objek terjemahan metode ini
adalah kata. Metode ini dipraktikkan dengan terlebih dahulu seorang penerjemah
harus memahami kata bahasa sumber, kemudian menggantinya dengan bahasa
lain atau bahasa sasaran pada posisi dan tempat kata bahasa sumber tersebut tanpa
mempertimbangkan konteks pemakaiannya. Hanafi (1986 :57)
Contoh I :ﻻﺗﻨﻄﻖ ﻋﻦ ﺍﻟﻬﻮﺍء
/lā tantiqu ‘ani al-hawā’i /Jangan kamu bicara tentang angin.
Contoh II :ﻫﻮ ﻳﺰﻭﺭ ﺍﻟہﺪﻳﻨﺔ ﺍﻟہﻨﻮﺭﺓ
/huwa yazuru al-madînatu al-munawwarati/Dia mengunjungi kota yang
bercahaya.
Contoh III :ﻭﺭﺯﻕ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺑﻘﺮﺍﺋﺘﻪ
/warzuq ‘alainā biqirāatihi/Dan rizkikan ke atas kami dengan membacanya.
Terjemahan yang mengikuti metode seperti ini hasilnya akan sangat tampak
kaku dan sukar untuk dipahami karena penerjemah tidak mempertimbangkan
konteks apa yang tersirat pada kalimat. Seperti pada contoh III, seolah pengucap
memang melarang untuk berbicara tentang angin, padahal makna kontekstual
yang terdapat pada kalimat tersebut dapat dipahami bahwa sipengucap
mengatakan bahwa ‘jangan asal bicara’. Begitu pula pada contoh II, yang
diterjemahkan menjadi kota yang bercahaya, padahal maksud kalimat tersebut
adalah kota Madinah Al-munawwarah.
11
Universitas Sumatera Utara
Hanafi (1986 :57) mengatakan bahwa ada dua manfaat yang dapat diambil
dari metode ini, yaitu (i) baik segi bentuk maupun struktur kalimatnya lebih sesuai
dengan aslinya. Dengan demikian, tugas penggarap naskah bukan semata sebagai
penerjemah, bahkan sekaligus ia berlaku sebagai transformer. (ii) gaya penulisan
penerjemah lebih sesuai dan tepat seperti aslinya, karena gaya itu merupakan
refleksi kepribadian pengarang, berarti penerjemah telah menyentuh keinginan
penulis aslinya. Kelemahan metode ini, menurut Syihabuddin (2000: 63) karena
dua alasan. Pertama, tidak seluruh kosa kata Arab berpadanan dengan bahasa lain
sehingga banyak dijumpai kosa kata asing. Kedua, struktur dan hubungan antara
unit linguistik dalam suatu bahasa berbeda dengan bahasa lain.
3.
Terjemahan Bebas
Terjemahan bebas adalah terjemahan yang terikat oleh bentuk maupun
struktur yang terdapat pada naskah berbahasa sumber.Seorang penerjemah boleh
melakukan modifikasi kalimat dengan tujuan agar pesan bahasa sumber mudah
dimengerti oleh pembaca pesan bahasa sasaran.Terjemahan bebas bukan berarti
penerjemah bisa menerjemahkan sebuah teks menurut kehendak hatinya sehingga
esensi terjemahan itu sendiri hilang. Umumnya penerjemahan semacam inilebih
memberikan tekanan kepada bahasa sasaran walaupun ada terjadi penambahan,
penghilangan dan perubahan pada bagian-bagian tertentu dalam teks terjemahan,
namun itu dibenarkan dengan syarat hal yang demikian itu dilakukan supaya
terciptanya sebuah terjemahan yang mudah dimengerti oleh pembaca bahasa
sasaran (Hanafi :1986: 59).
Contoh I :ﻓﻲ ﺍﻥ ﺍﻟہﺎﻝ ﻋﻈﻴﻢ ﻣﻦ ﺍﺻﻞ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻟﺪﻴﺎﺓ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﺟہﻌﻴﻦ
/fĭ anna al-māla ‘azĭmun asli al-fasādi lihayati an-nāsi ajma’în /Harta adalah
sumber malapetaka.
Contoh II :ﺍﻧﺖ ﺳﺮﻳﻊ ﺍﻟﺒﻘﺎء
/anta sarî’ul buqā’i/Kamu cengeng.
Dalam terjemahan semacam ini banyak sekali terjadi penghilangan
terjemahan teks sumber seperti pada kalimat yang terdapat pada contoh I. Pada
contoh I terdapat enam kata yang tidak diterjemahkan dan satu kata yang diubah
12
Universitas Sumatera Utara
maknanya.Begitu pula pada contoh II, makna harfiah pada contoh tersebut adalah
kamu cepat menangis, namun diubah menjadi kamu cengeng. Perubahan yang
terjadi pada contoh II tidak mengakibatkan perubahan pesan yang diberikan,
melainkan merubah terjemahan dengan maksud yang sama, akan tetapi pesan
yang terbaca bersifat singkat. Lain halnya dengan contoh III yang merubah kata
blue (biru) menjadi ingusan. Konteks dialog contoh I memang mengacu pada
terjemahan yang demikian adanya. namun akan tetapi inti dari pesan yang
disampaikan oleh bahasa sumber dapat ditangkap dengan jelas, walaupun amat
banyak terjadi perombakan dalam proses penerjemahan tersebut. Kelebihan
metode penerjemahan bebas sebagaimana yang di ungkapkan oleh (Hanafi: 1986:
59) yaitu, (i) Makna mendapat kedudukan yang amat penting. Sebab ia
merupakan sasaran pokok dalam memahami maksud si penulis yang terkandung
dalam naskah teks. Lewat ketepatan makna yang telah disampaikan, pembaca
praktis mudah menerka maksud pembuat naskah sekalipun dipisahkan oleh latar
belakang budaya, kurun waktu dan tempat yang berbeda, (ii) Kreativitas dalam
mengungkapkan sesuatu pesan mendapat tempat yang semestinya. Ia bisa
mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin. Dan ia lebih indah dalam
mengungkapkan sesuatu isi dari apa yang ada pada naskah aslinya. Adapun
kelemahan dari pada metode ini adalah (i) Produk terjemahan akan tak bernilai,
jika terjemahan yang seperti itu dilakukan terlalu bebas, maka dapat
mengakibatkan penyimpangan makna terlalu jauh, dan (ii) Gaya penulisan penulis
asli akan terabaikan dan tersalin ke dalam gaya ciptaan penerjemah. Jika hal ini
sampai terjadi, akan mengakibatkan produk terjemahan terangkai lebih baik atau
sebaliknya sesuai dengan kemampuannya.
2.4. Konsistensi Penerjemahan
Dalam kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah haruslah mengerti
konsep dan tata cara penerjemahan itu sendiri sehingga hasilnya akan dapat
diterima dalam bahasa tujuan. Faktor budaya serta konteks kalimat sangatlah
mempengaruhi terhadap interpretasi pesan bahasa sumber, karena konteks kalimat
haruslah diperhatikan oleh seorang penerjemah agar terciptanya maksud tujuan
13
Universitas Sumatera Utara
yang dapat diterima oleh bahasa sasaran. Mengenai konteks kalimat, Firth dan
Malinowski sebagaimana yang disebut (Husnan Lubis, 2008:11) mengatakan
bahwa untuk menginterpretasikan suatu maksud, konteks keadaan budaya dan
aspek praktikal kehidupan keseharian perlu untuk diperhatikan. Dalam hal ini,
penerjemah sebenarnya mesti menimbang sebuah teks bahasa sumber untuk
memastikan penyelewangan makna tidak terjadi.Firth sendiri selanjutnya
mengungkapkan sebuah teori tentang kontekstual kalimat yang dikenal dengan
Contextual Approach atau Operational Approach.Tentang Teori ini, Malinowski
berpendapat bahwa untuk memahami ujaran, harus diperhatikan konteks situasi,
dengan begitu penerjemah dapat memecahkan aspek makna suatu bahasa(Pateda
1988:104).Konteks situasi merupakan tempat berkembangnya teks yang
mencakup seluruh lingkungan, baik itu lingkungan tutur maupun lingkungan teks.
Berkaitan dengan itu, penafsiran teks harus diikuti dengan pemahaman konteks
situasi dan konteks budaya, sehingga seorang penerjemah nampak berkesan tidak
konsisten terhadap sebuah teks yang sama, akan tetapi diterjemahkan secara
berbeda, dikarenakan hasil dari terjemahan tersebut dipengaruhi oleh konteks
situasi, budaya dan kalimat. Ciri –ciri konteks adalah (i) Satuan-satuan terstruktur
yang merupakan komposit (gabungan) bentuk dan arti.(ii) Sebuah bentuk bahasa
mendapatkan arti dari konteks bahasanya. (iii) Suatu bunyi, kata, atau frase yang
mendahului dan mengikuti suatu unsur bahasa dalam ujaran.(iv) Ciri-ciri alam di
luar bahasa yang menumbuhkan makna pada ujaran atau wacana. (v) Secara
fungsional, konteks mempengaruhi makna kalimat atau ujaran
Contoh I:
1. Ali memetik bunga di halaman rumahnya.
2. Fatimah itu bunga di desanya.
3. Mereka belajar bahasa Arab.
4. Antara sesama menteri tidak ada kesatuan bahasa.
Kata bunga contoh I (1) berbeda maknanya dengan kata bunga pada contoh
I (2). Kata bunga pada I (1) mengacu pada bagian tumbuhan yang akan menjadi
buah dan biasanya elok warnanya dan harum baunya. Bunga juga berarti
kembang, kata bunga pada I (2) tidak sama maknanya dengan yang ada pada I (1).
14
Universitas Sumatera Utara
Kata bunga pada I (2) ini mengacu pada Fatimah. Unsur yang mempengaruhi
perbedaan makna dari kedua kata yang sama tersebut adalah konteks. Kata kunci
yang membedakan makna adalah kata memetik pada I (1) dan Fatimah pada I (2).
Peristiwa yang sama juga terjadi pada kata bahasa sebagaimana dalam kalimat I
(3) dan (4). Kata bahasa pada contoh I (3) berarti bahasa sebagai alat komunikasi
yang dalam hal ini adalah bahasa Arab, sedangkan pada I (4) berarti tidak ada
kesatuan pandangan atau pendapat.
Contoh II pada Al-Qur’an terjemahan RI 1990 :
1. ﻣﺎﻟﻚ ﻳﻮ ﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ
U
/māliki yaumi addîni/yang menguasai hari pembalasan.
U
U
2. ﺍﻥ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻋﻨﺪ ﷲ ﺍﻻﺳﻼﻡ
U
U
/inna addîna ‘inda allāhi al-islāmi/ sesungguhnya agama yang disisi
Allah adalah Islam.
U
U
Kata ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/ contoh II (1) berbeda maknanya dengan kata ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/
pada contoh II (2). Kata ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/ pada contoh II (1) diterjemahkan menjadi
pembalasan, akan tetapi kata ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/ pada contoh II (2) diterjemahkan
menjadi agama. Perbedaan makna pada kata yang sama tersebut dipengaruhi oleh
konteks kalimat yang terdapat pada ayat masing-masing. Kata kunci yang
mempengaruhi terjemahan kata ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/ pada contoh II (1) adalah kata
ﻳﻮﻡ/yaumi/ yang berarti hari, sedangkan kata kunci yang mempengaruhi
terjemahan ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/ pada contoh II (2) adalah kalimat setelahnya yaitu ﻋﻨﺪ
ﷲ ﺍﻻﺳﻼﻡ/‘inda allāhi al-islāmi/ yang berarti disisi Allah adalah Islam.
15
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang pernah dikaji sebelumnya adalah penelitian
yang dilakukan olehPetra Patria Diah P. (2011) Program Studi Sastra Inggris,
Universitas Indonesia dengan judul Analisis Penerjemahan Pronomina Persona
Inggris Indonesia dalam Subtitle Film The Little Focker. Dalam penelitiannya,
iamenyimpulkan bahwa penerjemahan subtitle dalam film The Little Focker tidak
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penelitian yang ia
lakukan hanya terbatas pada objek pronomina saja, bukan dari keseluruhan dialog.
Contoh :Im not, she’s the rock star. She’s a rock star mom and full on rocking
person. And Imjust a groupies tryin to carry her amps.Artinya :tidak, dialah yang
hebat. Dia orang yang hebat dan aku hanya pengagumnya.Dalam contoh
tersebut, pronomina dia digunakan untuk menerjemahkan baik kata she/he yang
pertama maupun yang kedua. Pronomina she dalam bahasa Inggris memiliki
komponen pembeda jender, sedangkan pronomina dia dalam bahasa Indonesia
memiliki sifat netral sehingga dapat digunakan kepada siapa saja.
Adapun penelitian selanjutnya yang pernah diteliti oleh Melli Amalia (2010)
Program Studi Tarjamah, UIN Syarif Hidayatullah dengan judul Penerjemahan
Dialog Arab Dalam Film Ayat-Ayat Cinta. Melli Amalia menyimpulkan bahwa
penerjemahan subtitle dialog Arab dalam film Ayat-Ayat Cinta masih kurang
relevan, misalnya ucapan potongan ayat Al-Qur’an, yang dalam penerjemahannya
memiliki ketidaksamaan antara penerjemahan subtitle dengan terjemahan AlQur’an Departement agama Republik Indonesia (Depag RI) dan juga tidak sesuai
dengan metode penerjemahan yang ada. Contoh :
ﻗﻞ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﻣﺎﻟﻚ ﺍﻟہﻠﻚ ﺗﺆﺗﻲ ﺍﻟہﻠﻚ ﻣﻦ ﺗﺸﺎء ﻭﺗﻨﺰﻉ ﺍﻟہﻠﻚ ﻣہﻦ ﺗﺸﺎء
/qul allāhumma mālika al-mulki tu’tī al-mulka man tasyā’u watanzi’u al-mulka
mimman tasyā’u/’Katakanlah : wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan. Engkau
berikan kerajaan kepada orang yang engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan
dari orang yang engkau kehendaki.’( QS : Al-Imran : 26, Depag RI ).
5
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitiannya, ia menjelaskan bahwa terjemahan dalam skenario tidak
sesuai dengan terjemahan Departemen Agama. Bahkan ia mengkatagorikannya
menjadi penerjemahan yang tidak tepat. Terjemahan dalam skenario yaitu,Jika
Allah menghendaki siapapun bisa menjadi jodohmu. Jangan sekali-kali
melangkahi kehendaknya.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah disampaikan, bahwa
penelitian tentang judul yang peneliti kaji pada saat ini tidak memiliki persamaan
atau pun kemiripan dengan kajian-kajian ilmiah yang telah disampaikan atau pun
dengan kajian lainnya yang terdapat di Program Studi Sastra Arab Universitas
Sumatera Utara (USU) maupun yang ada dilembaga intitusi pendidikan lain.
2.2. Defenisi Penerjemahan
Penerjemahan adalah salah satu aktivitas yang dibuat oleh manusia untuk
berkomunikasi antara suatu bahasa dengan bahasa lain dan antara suatu budaya
dengan budaya lainnya (A. Muhammad: 1950). Bidang semacam ini menuntut
keahlian seorang penerjemah yang bersifat multidisipliner, yaitu kemampuan
seorang penerjemah dalam penguasaan bahasa sumber dan bahasa sasaran berikut
dengan kebudayaannya secara sempurna dan memahami teori yang dipakai dalam
suatu kegiatan terjemahan.Budaya suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain,
maka bahasa suatu bangsa juga berbeda dengan bangsa yang lainnya. Terjemahan
yang baik adalah terjemahan yang benar, jelas dan wajar.Penerjemah dituntut
untuk menguasai pokok bahasan tentang pengetahuan bahasa sumber dan bahasa
sasaran.
Kegiatan penerjemahan tidak dapat dipisahkan dari masalah makna, karena
makna merupakan pusat perhatian penerjemah. Metode, prosedur dan teknik
dikerahkan sepenuhnya dalam proses kegiatan penerjemahan supaya penerjemah
mengetahui pesan apa yang tersirat dalam bahasa sumber tersebut. Dalam bahasa
Indonesia, istilah terjemah diambil dari bahasa Arab, ﺗﺮﺟہﺔ/tarjamah/. Namun
bahasa Arab sendiri memungut istilah ini dari bahasa Armenia, yaitu turjuman
(Syihabuddin, 2000:6).Kata turjuman sebentuk dengan tarjaman yang berarti
6
Universitas Sumatera Utara
mengalihkan suatu tuturan bahasa kedalam suatu tuturan bahasa lainnya. AzZarqani dalam (Syihabuddin, 2000:6) mengemukakan bahwa secara etimologi
istilah terjemah memiliki empat makna :
(a). Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu.
(b). Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama.
(c). Menafsirkan tuturan bahasa dengan bahasa yang berbeda.
(d). Mengalihkan atau memindahkan suatu bahasa kedalam bahasa lainnya.
Adapun
makna
secara
terminologis,
penerjemahan
didefenisikan
sebagaiberikut :
ﺍﻟﺘﻌﺒﻴﺮ ﻋﻦ ﻣﻌﻨﻲ ﻛﻼﻡ ﻓﻲ ﻟﻐﺔ ﺑﻜﻼﻡ ﺍﺧﺮ ﻣﻦ ﻟﻐﺔ ﺍﺧﺮﻱ ﻣﻊ ﺍﻟﻮﻓﺎء ﺑﺠہﻴﻊ ﻣﻌﺎﻧﻴﻬﻮﻣﻘﺎﺻﺪﻩ
al-ta’bīru‘an ma’nā kalamin ĭ f lughati bikalāmin ākharin min lughatin ukhrā
ma’al al-wafā’i bijamī’i m’ānihi wamaqāsidihi/. Maksudnya, mengungkapkan
makna tuturan suatu bahasa dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna
dan maksud tuturan itu’.
Penerjemahan sendiri terbagai menjadi dua macam, yaitu penerjemahan
bahasa tulisan dan penerjemahan bahasa lisan.Penerjemahan bahasa tulisan adalah
penerjemahan sebuah objek yang sifatnya tertulis seperti penerjemahan sebuah
doukumen, buku dan nas-nas kitab suci. Sedangkan penerjemahan bahasa lisan
adalah seperti menerjemahkan ucapan yang di ucapkan oleh seseorang atau pun
menerjemahkan sebuah dialog tertentu yang diucapkandalam sebuah film dengan
merekam dialog tersebut terlebih dahulu.
Menurut Nida dan Taber (1969), penerjemahan adalah memberikan satu
defenisi penerjemahan sebagai penyalinan pesan pada bahasa sumber (Bsu) ke
dalam bahasa sasaran(Bsa) dengan mencari persamaan bukan kesurupaan.
Persamaan itu mesti sejadi, atau persamaan yang paling terdekat dengan
mengutamakan makna dan tetap menjaga gaya bahasa asal atau stailnya.
Sedangkan Newmark (1981) juga memberikan pengertian penerjemahan sebagai
penggantian pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa. Pesan dalam bahasa
sumber harus sama dengan pesan yang telah dipindahkan kedalam bahasa sasaran
7
Universitas Sumatera Utara
untuk menggantikan pernyataan yang telah ada sebelumnya. Seterusnya Catford
(1965), ia mendefinisikan bahwa penerjemahan adalah penggantian bahasa teks,
bahasa sumber yang dituliskan ke dalam bahasa sasaran atau mencari persamaanpersamaan dalam bahasa sasaran. Lain halnya dengan Husnan Lubis (2008:09), ia
mengatakan
bahwa
penerjemahanadalahmembungkus
atau
menyampaikan
informasi yang terkandung dalam bahasa sumberdengan menggunakan bahasa
sasaran. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
penerjemahan adalah membuat suatu persamaan kata atau kalimat dari bahasa
sumber (Bsa) ke dalam bahasa sasaran (Bsu) atau bahasa penerima, yaitu pesan
yang disampaikan dalam bahasa sumber haruslah dicari persamaan katanya dan
kemudian pesan tersebut dialihkan ke dalam bahasa sasaran dengan tidak berubah
maksuddan tujuan dari pesan bahasa sumber tersebut. Dengan demikian, setiap
pesan bahasa sumber yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran dapat
dimengerti oleh penerima pesan tersebut.Untuk itu diperlukannya penerjemahan
yang bagus, yaitu penerjemahan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa, penerjemahan dialog bahasa Arab
fuşhā dalam film KCB dapat dikatagorikan menjadi penerjemahan bahasa lisan.
Dialog Arabfuşhā yang diterjemahkan oleh Habiburrahman ke dalam bahasa
Indonesia sebagai bahasa penerima sudah barang tentu memakai beberapa metode
penerjemahan. Jika tidak, maka secara teori penerjemahan yang dihasilkan akan
tidak layak digunakan, sehingga pesan yang terkandung dalam bahasa sumber
tidak akan bisa terbaca oleh penerima bahasa sumber tersebut. Namun, metode
penerjemahan yang ada pada dialog tersebut tidak terlihat adanya.
2.3.Metode Penerjemahan
Penerjemahan tidakakan bisa dilakukan begitu saja tanpa adanya metode
penerjemahan tertentu. Kita tidak bisa mengambil sebuah objek, selanjutnya
menerjemahkan sesuka hati kita tanpa mengetahui tata cara penerjemahan yang
benar dan wajar. Tata cara penerjemahan tersebut harus mengikuti prosedur
penerjemahan yang baik. Prosedur itu berupa metode yang di terapkan dalam
sebuah penerjemahan. Penerjemah harus menentukan metode apa yang dipakai
8
Universitas Sumatera Utara
terlebih dahulu sebelummenerjemahkan dialog tersebut supaya terjemahan yang
dihasilkan konkrit dan benar. Secara harfiah, metode berarti prosedur atau cara
teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu agar tercapai
sesuai dengan yang dikehendaki.
Seorang penerjemah haruslah memiliki metode penerjemahan yang jelas,
yaitu
melakukan
penerjemahan
sesuai
dengan
apa
yang
telah
direncanakan.Dengan kata lain, metode penerjemahan adalah cara tertentu yang
dipilih atau dipercayai oleh penerjemah terhadap sebuah penugasan (Molina &
Hurtado Albir,2002: 507). Jadi, metode adalah opsi global yang dapat
mempengaruhi teks terjemahan secara keseluruhan.Metode yang dipilih
penerjemah harus sinergi untuk menghasilkan terjemahan memadai bagi pembaca
sasaran.Sebagai contoh, ketika akan menerjemahkan sebuah teks buku untuk
anak-anak, penerjemah harus sudah merencanakan apakah akan menghilangkan
istilah-istilah sulit yang mungkin akan menimbulkan kesulitan atau kesukaran
bagi pembaca sasaran. Pemilihan suatu metode dan disertai dengan pertimbanganpertimbangan yang matang dan bagus mengenai pembaca sasaran, jenis teks,
keinginan serta maksud pengarang teks, dan tujuan penerjemahan teks yang
direncanakan tersebut.
Untuk menegetahui metode penerjemahan dialog, peneliti menggunakan teori
Catford, House dan L. Forster.Catford, House dan L. Forster dalam Hanafi
(1986:54) mengungkapkan adanya beberapa terjemahan yang sangat kompleks
dan saling berhubungan. Terjemahan Catford, yaitu full, partial, total dan
restricted. Sedangkan House, Overt dan covert translation. Dan selanjutnya L.
Forster mengusulkan ada tiga macam metode penerjemahan, (i) the unit is
individual, (ii) the unit is the sentence or phrase, (iii) dan the unit is the whole
work. Namun, menurut Hanafi (1986: 54) bila kesemuanya itu ditarik kesimpulan
baik apa yang diungkapkan oleh Catford, L. Forster maupun House, mereka
semua mengakui adanya macam ragam metode penerjemahan yang dapat dibagi
menjadi, penerjemahan kata demi kata, penerjemahan harfiah dan penerjemahan
bebas.
9
Universitas Sumatera Utara
1. Terjemahan Kata demi Kata (Word of The Word Translation)
Terjemahan kata demi kata adalah terjemahan yang menerjemahkan kata
demi kata dalam sebuah kalimat.Terjemahan ini sering sekali dimanfaatkan oleh
penerjemah dalam menerjemahkan nas-nas kitab suci seperti Al-Qur’an, Hadist
maupun Alkitab. Penerjemahan kata demi kata dianggap sangat mudah dalam
menerjemahkan sebuah teks, karena sesuai dengan namanya yaitu kata demi kata,
yaitu penerjemahan langsung dari sebuah kata sumber ke dalam kata sasaran, akan
tetapi tidak ada peniruan terhadap susunan tata bahasa sumber.
Contoh I :the fogs comes on little cat feet, Artinya : kabut datang diatas kaki
kucing kecil
Contoh II :ﺍﻧﺖ ﺷہﺲ ﺍﻧﺖ ﺑﺪﺭ
/anta syamsun anta badrun/engkau matahari, engkau bulan.
Contoh III :ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻻﺗﻴﺔ
/ fĭ as-sanati al-ātiyati/pada tahun yang datang
Di balik manfaat yang didapat dari penerjemahan kata demi kata, namun
ada pula kelemahan dari metode penerjemahan ini. Hanafi (1996:56) mengatakan
bahwa metode ini dapat dimanfaatkan dalam beberapa pokok saja, diantaranya :
(a) Bahasa aslinya tetap akan dapat perhatian lebih, karena ragam ini berfungsi
mempertahankan kemurnian produk terjemahan sesuai naskah aslinya.
(b) Cocok untuk hal tertentu saja, seperti naskah sakral dan tepat untuk naskah
pendek demi menghemat waktu dan tenaga.
Sedangkan kelemahan yang terdapat dalam metode ini, adalah :
(a) Makna yang dilihat dari konteksnya sering tidak tepat, lebih menonjol per
suku kata, terutama pada naskah yang cukup amat panjang dan kompleks.
Terkadang agar produk terjemahan dimengerti, biasanya diberi catatan atau
keterangan tambahan berupa catatan kaki. Jelas ini menunujukkan perbuatan
yang memboroskan.
10
Universitas Sumatera Utara
(b) Jika struktur kalimatnya sesuai dengan produk (hasil) terjemahan, maka
terjemahan seperti ini juga bisa disebut terjemahan harfiah. Alhasil batas
pembeda diantara keduanya nyaris tidak jelas karena adanya bagian-bagian
yang timpang tindih.
2.
Terjemahan Harfiah (Literal Translation)
Terjemahan harfiah adalah terjemahan yang setia terhadap naskah aslinya.
Metode ini menerjemahkan sebuah objek dengan cara memperhatikan peniruan
terhadap susunan dan urutan dan tata bahasa sumber. objek terjemahan metode ini
adalah kata. Metode ini dipraktikkan dengan terlebih dahulu seorang penerjemah
harus memahami kata bahasa sumber, kemudian menggantinya dengan bahasa
lain atau bahasa sasaran pada posisi dan tempat kata bahasa sumber tersebut tanpa
mempertimbangkan konteks pemakaiannya. Hanafi (1986 :57)
Contoh I :ﻻﺗﻨﻄﻖ ﻋﻦ ﺍﻟﻬﻮﺍء
/lā tantiqu ‘ani al-hawā’i /Jangan kamu bicara tentang angin.
Contoh II :ﻫﻮ ﻳﺰﻭﺭ ﺍﻟہﺪﻳﻨﺔ ﺍﻟہﻨﻮﺭﺓ
/huwa yazuru al-madînatu al-munawwarati/Dia mengunjungi kota yang
bercahaya.
Contoh III :ﻭﺭﺯﻕ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺑﻘﺮﺍﺋﺘﻪ
/warzuq ‘alainā biqirāatihi/Dan rizkikan ke atas kami dengan membacanya.
Terjemahan yang mengikuti metode seperti ini hasilnya akan sangat tampak
kaku dan sukar untuk dipahami karena penerjemah tidak mempertimbangkan
konteks apa yang tersirat pada kalimat. Seperti pada contoh III, seolah pengucap
memang melarang untuk berbicara tentang angin, padahal makna kontekstual
yang terdapat pada kalimat tersebut dapat dipahami bahwa sipengucap
mengatakan bahwa ‘jangan asal bicara’. Begitu pula pada contoh II, yang
diterjemahkan menjadi kota yang bercahaya, padahal maksud kalimat tersebut
adalah kota Madinah Al-munawwarah.
11
Universitas Sumatera Utara
Hanafi (1986 :57) mengatakan bahwa ada dua manfaat yang dapat diambil
dari metode ini, yaitu (i) baik segi bentuk maupun struktur kalimatnya lebih sesuai
dengan aslinya. Dengan demikian, tugas penggarap naskah bukan semata sebagai
penerjemah, bahkan sekaligus ia berlaku sebagai transformer. (ii) gaya penulisan
penerjemah lebih sesuai dan tepat seperti aslinya, karena gaya itu merupakan
refleksi kepribadian pengarang, berarti penerjemah telah menyentuh keinginan
penulis aslinya. Kelemahan metode ini, menurut Syihabuddin (2000: 63) karena
dua alasan. Pertama, tidak seluruh kosa kata Arab berpadanan dengan bahasa lain
sehingga banyak dijumpai kosa kata asing. Kedua, struktur dan hubungan antara
unit linguistik dalam suatu bahasa berbeda dengan bahasa lain.
3.
Terjemahan Bebas
Terjemahan bebas adalah terjemahan yang terikat oleh bentuk maupun
struktur yang terdapat pada naskah berbahasa sumber.Seorang penerjemah boleh
melakukan modifikasi kalimat dengan tujuan agar pesan bahasa sumber mudah
dimengerti oleh pembaca pesan bahasa sasaran.Terjemahan bebas bukan berarti
penerjemah bisa menerjemahkan sebuah teks menurut kehendak hatinya sehingga
esensi terjemahan itu sendiri hilang. Umumnya penerjemahan semacam inilebih
memberikan tekanan kepada bahasa sasaran walaupun ada terjadi penambahan,
penghilangan dan perubahan pada bagian-bagian tertentu dalam teks terjemahan,
namun itu dibenarkan dengan syarat hal yang demikian itu dilakukan supaya
terciptanya sebuah terjemahan yang mudah dimengerti oleh pembaca bahasa
sasaran (Hanafi :1986: 59).
Contoh I :ﻓﻲ ﺍﻥ ﺍﻟہﺎﻝ ﻋﻈﻴﻢ ﻣﻦ ﺍﺻﻞ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻟﺪﻴﺎﺓ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﺟہﻌﻴﻦ
/fĭ anna al-māla ‘azĭmun asli al-fasādi lihayati an-nāsi ajma’în /Harta adalah
sumber malapetaka.
Contoh II :ﺍﻧﺖ ﺳﺮﻳﻊ ﺍﻟﺒﻘﺎء
/anta sarî’ul buqā’i/Kamu cengeng.
Dalam terjemahan semacam ini banyak sekali terjadi penghilangan
terjemahan teks sumber seperti pada kalimat yang terdapat pada contoh I. Pada
contoh I terdapat enam kata yang tidak diterjemahkan dan satu kata yang diubah
12
Universitas Sumatera Utara
maknanya.Begitu pula pada contoh II, makna harfiah pada contoh tersebut adalah
kamu cepat menangis, namun diubah menjadi kamu cengeng. Perubahan yang
terjadi pada contoh II tidak mengakibatkan perubahan pesan yang diberikan,
melainkan merubah terjemahan dengan maksud yang sama, akan tetapi pesan
yang terbaca bersifat singkat. Lain halnya dengan contoh III yang merubah kata
blue (biru) menjadi ingusan. Konteks dialog contoh I memang mengacu pada
terjemahan yang demikian adanya. namun akan tetapi inti dari pesan yang
disampaikan oleh bahasa sumber dapat ditangkap dengan jelas, walaupun amat
banyak terjadi perombakan dalam proses penerjemahan tersebut. Kelebihan
metode penerjemahan bebas sebagaimana yang di ungkapkan oleh (Hanafi: 1986:
59) yaitu, (i) Makna mendapat kedudukan yang amat penting. Sebab ia
merupakan sasaran pokok dalam memahami maksud si penulis yang terkandung
dalam naskah teks. Lewat ketepatan makna yang telah disampaikan, pembaca
praktis mudah menerka maksud pembuat naskah sekalipun dipisahkan oleh latar
belakang budaya, kurun waktu dan tempat yang berbeda, (ii) Kreativitas dalam
mengungkapkan sesuatu pesan mendapat tempat yang semestinya. Ia bisa
mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin. Dan ia lebih indah dalam
mengungkapkan sesuatu isi dari apa yang ada pada naskah aslinya. Adapun
kelemahan dari pada metode ini adalah (i) Produk terjemahan akan tak bernilai,
jika terjemahan yang seperti itu dilakukan terlalu bebas, maka dapat
mengakibatkan penyimpangan makna terlalu jauh, dan (ii) Gaya penulisan penulis
asli akan terabaikan dan tersalin ke dalam gaya ciptaan penerjemah. Jika hal ini
sampai terjadi, akan mengakibatkan produk terjemahan terangkai lebih baik atau
sebaliknya sesuai dengan kemampuannya.
2.4. Konsistensi Penerjemahan
Dalam kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah haruslah mengerti
konsep dan tata cara penerjemahan itu sendiri sehingga hasilnya akan dapat
diterima dalam bahasa tujuan. Faktor budaya serta konteks kalimat sangatlah
mempengaruhi terhadap interpretasi pesan bahasa sumber, karena konteks kalimat
haruslah diperhatikan oleh seorang penerjemah agar terciptanya maksud tujuan
13
Universitas Sumatera Utara
yang dapat diterima oleh bahasa sasaran. Mengenai konteks kalimat, Firth dan
Malinowski sebagaimana yang disebut (Husnan Lubis, 2008:11) mengatakan
bahwa untuk menginterpretasikan suatu maksud, konteks keadaan budaya dan
aspek praktikal kehidupan keseharian perlu untuk diperhatikan. Dalam hal ini,
penerjemah sebenarnya mesti menimbang sebuah teks bahasa sumber untuk
memastikan penyelewangan makna tidak terjadi.Firth sendiri selanjutnya
mengungkapkan sebuah teori tentang kontekstual kalimat yang dikenal dengan
Contextual Approach atau Operational Approach.Tentang Teori ini, Malinowski
berpendapat bahwa untuk memahami ujaran, harus diperhatikan konteks situasi,
dengan begitu penerjemah dapat memecahkan aspek makna suatu bahasa(Pateda
1988:104).Konteks situasi merupakan tempat berkembangnya teks yang
mencakup seluruh lingkungan, baik itu lingkungan tutur maupun lingkungan teks.
Berkaitan dengan itu, penafsiran teks harus diikuti dengan pemahaman konteks
situasi dan konteks budaya, sehingga seorang penerjemah nampak berkesan tidak
konsisten terhadap sebuah teks yang sama, akan tetapi diterjemahkan secara
berbeda, dikarenakan hasil dari terjemahan tersebut dipengaruhi oleh konteks
situasi, budaya dan kalimat. Ciri –ciri konteks adalah (i) Satuan-satuan terstruktur
yang merupakan komposit (gabungan) bentuk dan arti.(ii) Sebuah bentuk bahasa
mendapatkan arti dari konteks bahasanya. (iii) Suatu bunyi, kata, atau frase yang
mendahului dan mengikuti suatu unsur bahasa dalam ujaran.(iv) Ciri-ciri alam di
luar bahasa yang menumbuhkan makna pada ujaran atau wacana. (v) Secara
fungsional, konteks mempengaruhi makna kalimat atau ujaran
Contoh I:
1. Ali memetik bunga di halaman rumahnya.
2. Fatimah itu bunga di desanya.
3. Mereka belajar bahasa Arab.
4. Antara sesama menteri tidak ada kesatuan bahasa.
Kata bunga contoh I (1) berbeda maknanya dengan kata bunga pada contoh
I (2). Kata bunga pada I (1) mengacu pada bagian tumbuhan yang akan menjadi
buah dan biasanya elok warnanya dan harum baunya. Bunga juga berarti
kembang, kata bunga pada I (2) tidak sama maknanya dengan yang ada pada I (1).
14
Universitas Sumatera Utara
Kata bunga pada I (2) ini mengacu pada Fatimah. Unsur yang mempengaruhi
perbedaan makna dari kedua kata yang sama tersebut adalah konteks. Kata kunci
yang membedakan makna adalah kata memetik pada I (1) dan Fatimah pada I (2).
Peristiwa yang sama juga terjadi pada kata bahasa sebagaimana dalam kalimat I
(3) dan (4). Kata bahasa pada contoh I (3) berarti bahasa sebagai alat komunikasi
yang dalam hal ini adalah bahasa Arab, sedangkan pada I (4) berarti tidak ada
kesatuan pandangan atau pendapat.
Contoh II pada Al-Qur’an terjemahan RI 1990 :
1. ﻣﺎﻟﻚ ﻳﻮ ﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ
U
/māliki yaumi addîni/yang menguasai hari pembalasan.
U
U
2. ﺍﻥ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻋﻨﺪ ﷲ ﺍﻻﺳﻼﻡ
U
U
/inna addîna ‘inda allāhi al-islāmi/ sesungguhnya agama yang disisi
Allah adalah Islam.
U
U
Kata ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/ contoh II (1) berbeda maknanya dengan kata ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/
pada contoh II (2). Kata ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/ pada contoh II (1) diterjemahkan menjadi
pembalasan, akan tetapi kata ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/ pada contoh II (2) diterjemahkan
menjadi agama. Perbedaan makna pada kata yang sama tersebut dipengaruhi oleh
konteks kalimat yang terdapat pada ayat masing-masing. Kata kunci yang
mempengaruhi terjemahan kata ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/ pada contoh II (1) adalah kata
ﻳﻮﻡ/yaumi/ yang berarti hari, sedangkan kata kunci yang mempengaruhi
terjemahan ﺍﻟﺪﻳﻦ/addîni/ pada contoh II (2) adalah kalimat setelahnya yaitu ﻋﻨﺪ
ﷲ ﺍﻻﺳﻼﻡ/‘inda allāhi al-islāmi/ yang berarti disisi Allah adalah Islam.
15
Universitas Sumatera Utara