Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) dengan Beberapa Sistem Olah Tanah dan Konsorsium Mikroba

4

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), sistematika tanaman kacang
tanah adalah Sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta,
Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Leguminales, Famili:
Leguminoceae, Genus: Arachis, Spesies: Arachis hypogaea L.
Kacang tanah memiliki sistem perakaran tunggang dengan akar primer
yang panjang dan akar-akar lateral memanjang ke samping. Pada perakaran
kacang tanah terdapat bintil akar yang berisi bakteri-bakteri penambat N2 dari
udara (Tajima, et al., 2008).
Batang tanaman kacang tanah memiliki panjang 50-120 cm, tumbuh tegak
pada awalnya, tetapi kemudian tumbuh menyamping memiliki cabang dengan
bunga yang terdapat pada pangkal batang atau cabang. Cabang lateral memiliki
panjang 80-100 cm, batang semi silindris dengan rambut-rambut halus 1.5-2
mmpada

batang

terdapat


ruas

(internodes)

dengan

panjang

±

4cm

(Krapovickas, et al., 2007).
Daun merupakan daun majemuk tetrafoliate, yaitu terdiri atas empat anak
daun yang berbentuk bulat, berbulu, berbaris menyatu pada stipula atau seperti
perahu dengan lebar 5-6x4 mm (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Bunga bewarna kuning berbentuk kupu-kupu terbuka pada saat malam
hari. Bunga menyerbuk sendiri self polination pada pagi hari atau pada malam
hari. Bunga tumbuh pada seluruh cabang dan setiap ruas dapat membentuk bunga.

Umumnya hanya sekitar 15-20% bunga mampu membentuk polong, tetapi
memungkinkan menghasilkan 200 polong per tanaman (Jones, 2007).

Universitas Sumatera Utara

5

Polong kacang tanah berkulit keras dan bewarna putih kecoklatan. Polong
terbentuk setelah pembuahan, bakal buah memanjang yang disebut ginofor.
Ginofor akan mejadi tangkai polong (Steenis, 2003).
Biji matang memiliki dormansi singkat atau tidak dorman sama sekali dan
penundaan panen dapat berakibat biji berkecambah di dalam polong. Biji yang
ditanam tidak menunjukan perkecambahan epigeal atau hipogeal, tetapi kotiledon
terdorong ke permukaan tanah oleh hipokotil dan tetap pada permukaan tanah
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kacang tanah antara 800-1.300
mm/tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan rontok dan bunga tidak
terserbuki oleh lebah. Selain itu, hujan yang terus-menerus akan meningkatkan

kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah. Suhu udara bagi tanaman kacang
tanah tidak terlalu sulit, karena suhu udara minimal bagi tumbuhnya kacang tanah
sekitar 28–32 0C. Bila suhunya di bawah 10 0C menyebabkan pertumbuhan
tanaman sedikit terhambat, bahkan jadi kerdil dikarenakan pertumbuhan bunga
yang kurang sempurna (Deputi Menegristek, 2000).
Kelembaban udara antara 65-75%, tumbuh baik pada dataran rendah yaitu
kurang dari 600m diatas permukaan laut. Air sangat penting pada awal
pertumbuhan, pembentukan ginofor dan pengisisan polong. Kekeringan pada
stadia tersebut akan menyebabkan kegagalan panen (Prasad, et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara

6

Tanah
Kacang tanah menghendaki tanah lempung berpasir dan kaya akan bahan
organik serta tanah gembur mampu mempercepat perkecambahan biji. Pemberian
mulsa pada permukaan tanah dapat meningkatkan kelembaban dan menjaga suhu
tanah.


pH

yang

dikehendaki

kacan

tanah

berkisar

antara

6,0-6,5

(Beddes and Drost, 2010).
Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan
akhirnya mati. Air yang diperlukan tanaman berasal dari mata air atau sumber air
yang ada disekitar lokasi penanaman. Tanah berdrainase dan beraerasi baik atau

lahan yang tidak terlalu becek dan tidak terlalu kering, baik bagi pertumbuhan
kacang tanah (Deputi Menegristek, 2000).
Sistem Olah Tanah
Sistem olah tanah ialah suatu usaha pencegahan tumbuhnya gulma pada
areal budidaya tanaman. Sistem olah tanah dikelompokkan menjadi 3, ialah sistem
tanpa olah tanah, sistem olah tanah minimal dan sistem olah tanah maksimal. Di
lahan pertanian Indonesia sendiri, petanisering menggunakan sistem olah tanah
maksimal (Raifuddin, et al., 2006).
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari pengolahan
tanah jangka panjang yaitu dengan penggunaan sistem olah tanah konservasi.
Dalam sistem olah tanah konservasi terdapat dua sistem yang biasa digunakan
yaitu tanpa olah tanah dan olah tanah minimum. Olah tanah konservasi adalah
suatu sistem pengolahan tanah dengan tetapmempertahankan setidaknya 30% sisa
tanaman menutup permukaan tanah (Agus dan Widayanto, 2004).

Universitas Sumatera Utara

7

Olah Tanah Konservasi

Olah tanah konservasi (OTK) adalah cara penyiapan lahan yang
menyisakan tanaman di atas permukaan tanah sebagai mulsa dengan tujuan untuk
mengurangi erosi dan penguapan air dari permukaan tanah. OTK merupakan suatu
cara pengolahan tanah yang optimum, namun tetap memperhatikan aspek
konservasi

tanah

dan

air.

OTK

dicirikan

oleh

berkurangnya


pembongkaran/pembalikan tanah, penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, dan
kadang-kadang disertai penggunaan herbisida untuk menekan pertumbuhan gulma
atau pengganggu lainnya (Kurnia, et al., 2004).
Beberapa cara pengolahan tanah yang memenuhi kriteria sebagai olah
tanah konservasi (OTK) diantaranya adalah tanpa olah tanah (zerro tillage), olah
tanah seperlunya (reduced tillage) dan olah tanah strip (strip tillage). Aplikasi dari
ketiga jenis OTK tersebut harus selalu disertai dengan penggunaan mulsa organik.
Hal yang menentukan keberhasilan OTK adalah pemberian bahan organik dalam
bentuk mulsa yang cukup. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, menekan
laju kehilangan air, dan laju pemadatan tanah. Sisi lain dari penerapan OTK
adalah karena juga dapat menghemat tenaga kerja (Dariah, 2007).
Pengolahan tanah terbatas atau pengolahan tanah minimum (minimum
tillage) adalah salah satu cara pengolahan tanah seperlunya saja, lalu
benih/tanaman ditanam. Pengolahan tanah dilakukan hanya satu kali saja dengan
mengembalikan sisa tanaman atau gulma yang ada.

Dengan demikian, sisa

tanaman sebelumnya tetap berada di dalam atau dipermukaan tanah. Diharapkan
dari pengolahan minimum ini struktur tanah tidak banyak berubah (Rauf, 2005).


Universitas Sumatera Utara

8

Sistem olah tanah konservasi yang diantaranya adalah sistem TOT dengan
pemulsaan dapat mempertahankan kesuburan tanah. Dalam sistem ini, gangguan
terhadap tanah dapat diminimalkan, proses penggemburan tanah dapat terjadi
secara alami karena aktivitas penetrasi akar, mikroorganisme, cacing tanah, dan
biota tanah lainnya. Utomo, et al., (2010) melaporkan bahwa penerapan sistem
olah

tanah

konservasi

memberikan

pengaruh


signifikan

karena

dapat

meningkatkan kelimpahan cacing tanah sampai 252%, biomassa mikroba 70%,
dan kandungan C-organik tanah sebesar 13,0%, apabila dibandingkan dengan
sistem olah tanah konvensional. Penutup tanah dari sisa tanaman yang diberikan
dalam sistem TOT menjadi sumber C-organik dan sumber nutrisi bagi
mikroorganisme dan biota tanah lainnya. Selain itu, mulsa juga berfungsi untuk
menjaga stabilitas suhu dan kadar air tanah sehingga cocok bagi aktivitas biota
tanah termasuk nematoda (Swibawa, et al., 2015).
Olah Tanah Konvensional
Pengolahan tanah konvensional dikenal juga dengan istilah Olah Tanah
Intensif (OTI) yang menjadi pilar intensifikasi pertanian sejak program Bimas
dicanangkan, dan secara turun menurun masih digunakan oleh petani.

Pada


pengolahan tanah intensif, tanah diolah beberapa kali baik menggunakan alat
tradisional seperti cangkul maupun dengan bajak singkal.

Pada sistem OTI,

permukaan tanah dibersihkan dari rerumputan dan mulsa, serta lapisan olah tanah
dibuat menjadi gembur agar perakaran tanaman dapat berkembang dengan baik
(Utomo, 2012).
Sistem olah tanah konvensional membuat struktur tanah menjadi gembur,
aerasi baik sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme dan laju

Universitas Sumatera Utara

9

mineralisasi N sehingga N menjadi tersedia. Hal ini akan mempercepat kehilangan
N dalam tanah, karena N terabsorbsi oleh tanaman, tercuci dan menguap sehingga
kadar N tanah cepat berkurang. Sedangkan pada tanah yang diolah terbatas dan
tidak diolah sama sekali, laju mineralisasi N berjalan sedang dan agak lambat,
sehingga kadar N organik tanah lebih dapat dipertahankan (Fuady, 2010).

Cibro (2008) melaporkan bahwa olah tanah konvensional mampu
meningkatkan pertambahan luas daun, bobot kering tanaman, mempercepat umur
berbunga dan jumlah bunga yang terbentuk lebih banyak.
Konsorsium Mikroba
Konsorsium mikroba adalah sekumpulan mikroba yang bekerja sama
dalam

suatu

kelompok

sehingga

mempunyai

kemampuan

lebih

untuk

mendegradasi suatu senyawa organik. Mikroba dalam konsorsium mempunyai
peluang yang besar untuk memperoleh energi dan bertahan hidup, karena dapat
saling memanfaatkan koenzim atau ekosoenzim yang diekskresikan oleh mikroba
lainnya, selain itu mikroba lainnya dapat menguraikan substrat yang telah
didegradasi sebelumnya oleh suatu mikroba (Septiningrum dan Hardiani, 2011).
Interaksi mikroba dengan tanaman di rizosfer dapat berupa hubungan yang
menguntungkan, netral, atau mengganggu pertumbuhan tanaman. Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan
Tanaman (RPPT) berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan
tanaman, seperti dalam menghadapi hama dan penyakit; memproduksi fitohormon
(biostimulant): IAA (Indole Acetic Acid), sitokinin, giberellin dan penghambat
produksi etilen, dapat menambah luas permukaan akar-akar halus, meningkatkan
ketersediaan

nutrisi

bagi

tanaman.

Berbagai

isolat

Pseudomonas

sp.,

Universitas Sumatera Utara

10

Azospirillum sp., Azotobacter sp., Bacillus sp., dan Serratia sp. Diketahui sebagai
RPPT (Widodo, 2006).
Rhizobia adalah kelompok mikroba yang mampu menambat N2 dari udara
dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman ketika bersimbiosis
dengan tanaman legum (Widyati, 2007). Penambatan nitrogen secara biologis
diperkirakan menyumbang lebih dari 170 juta ton nitrogen ke biosfer pertahun,
80% merupakan hasil dari simbiosis antara bakteri Rhizobium dengan tanaman
Leguminosae (Purwaningsih, 2004).
Hasil penelitian Octaviani, et al., (2014) menyatakan bahwa pemberian
konsorsium mikroba dengan dosis 15 g/kg benih meningkatkan tinggi tanaman 6
MST, dan diameter batang kedelai. Mikroba yang terdapat pada konsorsium
mikroba juga terdiri atas mikroba yang dapat membantu akar tanaman dalam
penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman seperti fosfor. Mikroba
yang berperan adalah Bacillus sp. dan Pseudomonas sp.

Universitas Sumatera Utara