Gaya Kepemimpinan Manager Dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Agen Di PT. Prudential Life Assurance Pru Aini PS-8 Pematang Siantar

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kepemimpinan dari waktu - kewaktu menjadi isu yang sangat penting bagi
jalannya sebuah perusahaan, baik organisasi laba maupun organisasi yang nirlaba
bahkan hingga jalannya sebuah pemerintahan suatu Negara. Karena jalannya
suatu organisasi membutuhkan kepemimpinan yang baik dalam mengarahkan
organisasi mencapai tujuan utamanya. Banyak sepak terjang para pemimpin di
negeri ini, tetapi terkadang kita sendiri tidak memahami fenomena dari
kepemimpinan

tersebut.

Muncul

berbagai

pertanyaan,

mulai


dari

apa

sesungguhnya seorang pemimpin tersebut, apa kepemimpinan itu, dan seperti apa
dinamika yang terjadi di dalamnya. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan
dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungan dengan baik. Khususnya dalam
penanggulangan masalah yang relatif pelik dan sulit. Disinilah dituntut kearifan
seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan
dengan baik.
Oleh sebab itulah, penelitian ini ingin mengungkap tentang kepemimpinan
lebih mendalam serta peranan gaya kepemimpinan manager terhadap prestasi
kerja agennya. Karena pemimpin memiliki peran sentral terhadap prestasi kerja
dari agennya, serta upaya apa saja yang dilakukannya untuk meningkatkan
prestasi kerja agennya dengan menggunakan semua sumber daya yang dimiliki
perusahaan. Dalam penelitian ini dilakukan penelitian terhadap sebuah perusahaan
asuransi yang ada di Indonesia, yaitu PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE
1


Universitas Sumatera Utara

karena dirasa bahwa perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan asuransi
terbesar di Indonesia.
Saat dilakukan pra observasi terhadap PT. PRUDENTIAL LIFE
ASSURANCE Pru Aini PS-8 Pematang Siantar ditemukan fakta bahwa
perusahaan ini menggunakan sistem kemitraan usaha untuk para agennya.
Sehingga menurut agen sering timbul permasalahan dimana hubungan antara
manajer dan agen kurang berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan faktor
kepemimpinan dari manager yang membuat keputusan yang kadang sepihak dan
kurangnya sosialisasi terhadap suatu keputusan yang dibuat. Keputusan yang
kurang sosialisasi akan berakibat fatal terhadap prestasi kerja dari para agen.
Karena kepemimpinan yang baik menurut persepsi agen yaitu harus dapat
memposisikan keputusannya diterima dan dijalankan oleh semua agen dalam
perusahaan yang dipimpinnya. Pada berbagai bidang khususnya kehidupan
berorganisasi, faktor manusia itu sendiri merupakan masalah utama disetiap
kegiatan yang ada didalamnya. Namun peranan manusia juga merupakan faktor
yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu perusahaan. Hal ini juga diakui
oleh Prudential dalam berita persnya yang menyatakan bahwa “Posisi kuat
didorong oleh kekuatan keuangan, keunggulan sumber daya manusia, dan

inovasi yang konsisten”. Untuk melakukan seluruh kegiatan operasional
perusahaan, maka diperlukan sumber daya manusia. Sumber daya manusia
merupakan salah faktor penting produksi dalam menentukan keberhasilan
perusahaan. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang bagaimana
mengarahkan agen agar bekerja dengan semaksimal mungkin. Untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan agen yang terampil, berprestasi, profesional dan
2

Universitas Sumatera Utara

tanggap akan kebutuhan perusahaan. Perusahaan yang siap berkompetisi harus
memiliki manajemen yang efektif. Untuk meningkatkan kinerja agen dalam
manajemen yang efektif memerlukan dukungan agen yang cakap dan kompeten di
bidangnya. Di sisi lain pembinaan para agen termasuk yang harus diutamakan
sebagai aset utama perusahaan. Proses belajar harus menjadi budaya perusahaan
sehingga keterampilan para agen bukan hanya dapat dipelihara, bahkan dapat
ditingkatkan. Dalam hal ini loyalitas agen yang kompeten juga harus diperhatikan.
Usaha untuk meningkatkan prestasi kerja agen seyogyanya dimotori oleh
seorang manager. Manager tersebut harus memiliki kemampuan dalam
menjalankan


kepemimpinan,

yakni

kemampuan

untuk

mempengaruhi,

menggerakan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau
kelompok orang untuk tujuan tertentu. Dengan demikian, seorang manager yang
menjalankan kepemimpinan juga harus mempengaruhi bawahannnya untuk
melakukan kegiatan yang dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi, salah
satunya dengan meningkatkan prestasi kerja. Organisasi yang berhasil adalah
yang secara efektif dan efisien mengkombinasikan sumber daya nya guna
menerapkan strategi - strateginya. Seberapa baik organisasi memperoleh,
mengembangkan, memelihara dan mempertahankan sumber - sumber daya
manusianya merupakan determinan utama keberhasilan dan kegagalannya. Secara

umum agen bekerja karena ada dorongan akan pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Sehingga para agen akan semakin bersemangat bekerja bilamana hasil dari
pekerjaanya memperoleh Imbalan (reward) yang sepadan dengan apa yang agen
tersebut berikan kepada perusahaan. Namun juga selain memberikan imbalan
manajer perlu juga memberikan tindakan hukuman (punishment). Hukuman
3

Universitas Sumatera Utara

(punishment) diberikan kepada agen agar agen tidak melakukan kesalahan yang
merugikan perusahaan. Juga diharapkan dengan adanya punishment ini dapat
menjaga prestasi kerja agen tetap baik. Sehingga agen dapat berprestasi dalam
pekerjaannya.
PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE dalam upaya meningkatkan
prestasi kerja agen masih kerap mengalami kendala - kendala. Hal ini ditunjukan
dengan masih adanya masalah dan problema yang terjadi pada internal perusahaan
ini. Peran gaya kepemimpinan manager dalam meningkatkan semangat kerja agen
dengan memberikan motivasi sangat diperlukan. Oleh karena itu, sudah
seharusnya pemimpin/manager memiliki tanggung jawab untuk memotivasi
bawahannya sehingga dapat bekerja dengan giat. Karena agen yang dalam hal ini

agen asuransi perusahaan adalah individu yang memiliki keterbatasan maka peran
manager dalam menangani masalah dan keterbatasan mereka sangat diperlukan.
Dengan itulah nantinya diharapkan agen dapat lebih giat bekerja karena adanya
perhatian dari manager atau pemimpinnya. Sebelumnya untuk menghindari
kesalahpahaman, pemimpin yang dimaksudkan pada perusahaan ini adalah
manager yang merupakan atasan langsung dari setiap agen. Pemimpin dan
manager seringkali disamakan pengertiannya oleh banyak orang. Walaupun
demikian antara keduanya terdapat perbedaan yang penting harus diketahui. Pada
hakikatnya pemimpin memiliki pengertian agak luas dibandingkan dengan
manager. Seorang manager berperilaku sebagai pemimpin asalkan dia mampu
mempengaruhi perilaku orang lain untuk tujuan tertentu. Tetapi seorang
pemimpin belum tentu harus menyandang jabatan manager untuk mempengaruhi
perilaku orang lain. Dengan kata lain, seorang pemimpin belum tentu bisa menjadi
4

Universitas Sumatera Utara

seorang manager, tetapi seorang manager sudah pasti bisa bertindak sebagai
seorang pemimpin.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan
diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
“Bagaimana Gaya Kepemimpinan Manager Dalam Meningkatkan Prestasi
Kerja Agen Di PT. Prudential Life Assurance Pru Aini PS-8 Pematang
Siantar?

1.3 Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian harus ada tujuan agar penelitian yang dilaksanakan
mempunyai arah sesuai dengan apa yang diinginkan. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan manajer dalam upaya
meningkatkan prestasi kerja agen di PT. Prudential Life Assurance Pru
Aini PS-8 Pematang Siantar.
2. Untuk mengetahui hambatan dan kendala dalam peningkatan prestasi kerja
agen di PT. Prudential Life Assurance Pru Aini PS-8 Pematang Siantar.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian dilakukan untuk memecahkan suatu problema yang terdapat di
dalam kehidupan masyarakat. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan


5

Universitas Sumatera Utara

manfaat bagi pihak yang terkait. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil
setelah terlaksananya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan wawasan bagi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan
tentang Sistem Pengendalian Manajemen, dan juga dapat dijadikan sebagai
referensi untuk ilmu pengetahuan umum lainnya.
2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perusahaan tentang faktor- faktor
yang mempengaruhi kerja agen perusahaan terhadap tingkat prestasi kerja
dan sebagai pertimbangan dalam pengembangan usahanya.
3. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Administrasi Negara,
Universitas Sumatera Utara.
I.5 Kerangka Teori
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, penulis perlu mengemukakan
teori - teori sebagai kerangka berpikir yang berguna untuk menggambarkan dari
sudut mana penelitian melihat masalah yang akan diteliti. Singarimbun (1995:37)

menyebutkan teori adalah serangkaian asumsi konsep, dan konstruksi defenisi dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep. Dalam hal ini, adapun yang menjadi
kerangka teori dari penelitian ini ialah :

1.5.1 Kepemimpinan
1.5.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Rost, Joseph C (Triantoro Safaria, 2004:3) menyatakan Kepemimpinan
adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan
6

Universitas Sumatera Utara

pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan
tujuan bersamanya. Selanjutnya Kartini Kartono (1988:39) dalam bukunya
Pimpinan dan Kepemimpinan menyatakan bahwa: kepemimpinan adalah kegiatan

mempengaruhi orang - orang agar mereka mau berusaha mencapai tujuan - tujuan.
Sementara itu kepemimpinan menurut Miftah Thoha (2003:9) dalam
bukunya


Kepemimpinan

kepemimpinan

sebagai

dalam

berikut:

Manajemen

mengemukakan

“Kepemimpinan

adalah

pengertian


kegiatan

untuk

mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia
baik perorangan atau kelompok. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan
seseorang menunjukan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain
ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu”.
1.5.1.2 Pengertian Pemimpin
Menurut Effendi Hariandja (2002:194), Pemimpin adalah mereka yang
menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan,
mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab supaya semua bagian
pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan. Adapun menurut
Malayu S.P Hasibuan (2006 :169), Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang
kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaannya untuk mencapai tujuan.
1.5.1.3 Kriteria Pemimpin
Menurut Henry Mintzberg (1997) seorang pemimpin layaknya memiliki :

7

Universitas Sumatera Utara

a. Pengaruh : Seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki orang orang yang mendukungnya yang turut membesarkan nama sang
pemimpin. Pengaruh ini menjadikan pemimpin tersebut diikuti dan
membuat orang lain tunduk pada apa yang dikatakan sang pemimpin.
b. Kekuasaan/Power : Seorang pemimpin umumnya diikuti oleh orang
lain karena dia memiliki kekuasaan/power yang membuat orang lain
menghargai keberadaannya.
c. Wewenang : Wewenang dalam hal ini dapat diartikan sebagai hak
yang diberikan kepada pemimpin untuk menetapkan sebuah keputusan
dalam melaksanakan suatu hal atau kebijakan.
d. Pengikut

:

Seorang

pemimpin

yang

memiliki

pengaruh.

kekuasaan/power, dan wewenang tidak akan dapat dikatakan sebagai
pemimpin apabila dia tidak memiliki pengikut yang berada didalamnya
yang memberikan dukungan dan mengikuti apa yang dikatakannya.
1.5.1.4 Studi Tentang Kepemimpinan
Studi IOWA
Dilakukan oleh Ronald Lippit dan Ralph K.White dibawah pengarahan
Kurt Lewin di Universitas IOWA tahun 1930. Dalam penelitian ini terdapat tiga
style kepemimpinan yakni otokratis, demokratis, dan semaunya sendiri (laissez
faire). Pemimpin yang otoriter bertindak sangat direktif, selalu memberikan

pengarahan tetapi tidak memberikan kesempatan timbulnya partisipasi. Adapun
pemimpin yang demokratis mendorong anggota untuk lebih terbuka. Mencoba
untuk lebih bersikap objektif dalam pemberian pujian dan kritik, serta menjadi
8

Universitas Sumatera Utara

satu dengan kelompok dalam hal memberikan spirit. Sedangkan pemimpin
semaunya sendiri (laissez faire) memberikan kebebasan yang mutlak pada
kelompok. Pada hakikatnya, pemimpin yang seperti ini tidak memberikan contoh
kepemimpinan yang baik.
Studi OHIO
Tahun 1945 Biro Penelitian Bisnis Universitas Negeri OHIO melakukan
serangkaian penelitian dalam bidang kepemimpinan. Pendekatan ini merumuskan
kepemimpinan itu sebagai suatu perilaku seorang individu ketika melakukan
kegiatan pengarahan suatu grup ke arah pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini
pemimpin mempunyai deskripsi perilaku atas dua dimensi yakni struktur
pembuatan inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration). Struktur
pembuatan inisiatif ini menunjukkan kepada perilaku pemimpin di dalam
menentukan hubungan kerja antara dirinya dengan yang dipimpin, dan usahanya
di dalam menciptakan pola organisasi, saluran komunikasi, serta prosedur kerja
yang jelas. Sedangkan untuk perilaku perhatian, menggambarkan bagaimana
perilaku pemimpin yang menunjukkan kesetiakawanan, bersahabat, saling
mempercayai, dan kehangatan di dalam hubungan kerja antara pemimpin dan
anggotanya.
Studi MICHIGAN
Pada saat yang hampir bersamaan dengan Universitas OHIO, kantor riset
dari Angkatan Laut mengadakan kontrak kerja sama dengan pusat Riset Survey
Universitas Michigan. Tujuan dari kerja sama ini antara lain untuk menentukan
prinsip - prinsip produktivitas kelompok, dan kepuasan anggota kelompok yang
9

Universitas Sumatera Utara

diperoleh dari partisipasi mereka. Tahun 1947, penelitian ini dilakukan di Newark,
New Jersey pada perusahaan asuransi Prudential. Hasilnya menunjukkan bahwa
pemimpin :
a) Menyukai sejumlah otoritas dan tanggung jawab yang ada dalam
pekerjaan mereka.
b) Mempergunakan sebagian besar waktunya dalam pengawasan.
c) Memberikan pengawasan terbuka pada bawahannya dibandingkan
pengawasan yang ketat.
d) Berorientasi pada pekerja daripada berorientasi pada produksi.
Pada umumnya orientasi pengawasan terhadap anggota seperti yang diuraikan dari
hasil penemuan di Prudential diatas dapat memberikan pedoman untuk
pendekatan hubungan kemanusiaan secara tradisional bagi kepemimpinan.
1.5.1.5 Syarat-syarat Kepemimpinan
Dalam kepemimpinan ada syarat - syarat yang harus dimiliki oleh
seseorang apabila ia ingin mejadi pemimpin, syarat - syarat tersebut merupakan
hal yang pokok yang harus dimiliki seorang pemimpin agar dalam memimpin ia
mempunyai kekuasaan dan wibawa sebagai seorang pemimpin. Menurut Stogdill
dalam bukunya Personal Factor Associated with Leadership yang dikutip oleh
(Kartono, 1994:31) dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan mengatakan
bahwa pemimpin itu harus mempunyai kelebihan, yaitu:
1. Kapasitas meliputi: kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara
dan kemampuan menilai.

10

Universitas Sumatera Utara

2. Ilmu pengetahuan yang luas.
3. Tanggungjawab, mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif,
dan punya hasrat untuk unggul.
4. Partisipasif aktif, memiliki sosialbilitas tinggi, mampu bergaul,
kooperatif, atau suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, punya
rasa humor.
5. Status meliputi kedudukan sosial ekonomi yang cukup tinggi, populer
dan tenar.
Abdul

Sani

(1987:250)

dalam

bukunya

Manajemen

Organisasi

mengemukakan adanya beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin supaya dalam memimpinnya bawahannya lebih efektif yaitu:
1. Kemampuan pengawasan dalam kedudukan atau pelaksanaan fungsifungsi manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan
orang lain (para bawahan).
2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian
tanggungjawab dan keinginan untuk sukses.
3. Kecerdasan, mencakup kebijaksanaan, pemikiran, dan kreatif.
4. Ketegasan atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan
memecahkan masalah - masalah dengan cakap dan tepat.
5. Kepercayaan

diri

atau

pandanngan

terhadap

dirinya

sebagai

kemampuan untuk menghadapi masalah-masalah.
6. Inisiatif

atau

kemampuan

untuk

bertindak

tidak

tergantung

mengembangkan serangkaian aktivitas dan menemukan cara-cara baru
atau inovasi.
11

Universitas Sumatera Utara

1.5.1.6 Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai
dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan
situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing - masing, yang
mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi
itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan
dalam intraksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok atau
organisasi karena fungsi kepemimpinan sangat mempengaruhi maju mundurnya
suatu organisasi, tanpa ada penjabaran yang jelas tentang fungsi pemimpin
mustahil pembagian kerja dalam organisasi dapat dapat berjalan dengan baik.
Sondang P. Siagian (1999:47) dalam bukunya Teori dan Praktek
Kepemimpinan mengatakan beberapa fungsi kepemimpinan sebagai berikut:

1. Pimpinan sebagai penentu arah dalam usaha pencapaian tujuan
2. Pemimpin sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan
dengan pihak-pihak di luar organisasi
3. Pemimpin sebagai komunikator yang efektif
4. Pemimpin sebagai mediator, khususnya dalam hubungan ke dalam,
terutama dalam menangani situasi konflik
5. Pemimpin sebagai integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.

1.5.2 Gaya Kepemimpinan
1.5.2.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan

12

Universitas Sumatera Utara

Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan
tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam
memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan
pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995:36)
Hersey dan Blanchard (1992:24) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan
pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu
sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.
1.5.2.2 Jenis-Jenis Gaya Kepemimpinan
Menurut Ngalim Purwanto (1992:48) tiga Gaya Kepemimpinan yang
pokok yaitu Gaya Kepemimpinan Otokratis, Demokratis, dan Laissez faire.
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya Kepemimpinan Otokratis ini meletakkan seorang pemimpin sebagai
sumber kebijakan. Pemimpin merupakan segala-galanya. Bawahan dipandang
sebagai orang yang melaksanakan perintah. Oleh karena itu bawahan hanya
menerima instruksi saja dan tidak diperkenankan membantah ataupun
mengeluarkan ide dan pendapat. Dalam kondisi demikian, anggota dan bawahan
tidak terlibat dalam sosial keorganisasian. Pada tipe kepemimpinan ini, segala
sesuatunya ditentukan oleh pemimpin sehingga keberhasilan organisasi terletak
pada pemimpin.
Kelebihan dari gaya Kepemimpinan ini adalah :
a) Keputusan dapat diambil secara tepat.
b) Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang
inisiatif, bergantung pada atasan dan kurang kecakapan.
13

Universitas Sumatera Utara

c) Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak
pada satu orang yaitu pemimpin.
Kelemahannya yaitu:
a) Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil keputusan
atau tindakan maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal
tersebut
b) Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif
bawahannya tersebut
c) Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.
d) Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada
atasan saja.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya Kepemimpinan ini memberikan tanggung jawab dan wewenang
kepada semua pihak, sehingga ikut terlibat aktif dalam organisasi. Anggota
diberikan kesempatan untuk memberikan usul atau saran dan kritik demi
kemajuan organisasi. Gaya kepemimpinan ini memandang bawahan sebagai
bagian dari keseluruhan organisasinya, sehingga mendapatkan harkat dan
martabatnya sebagai manusia. Pemimpin mempunyai tanggungjawab dan tugas
untuk mengarahkan, mengontrol mengevaluasi serta mengkoordinasi.
Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah :
a) Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk megadakan
kontrol terhadap supervisor.
b) Merasa lebih bertanggungjawab dalam menjalankan pekerjaan.

14

Universitas Sumatera Utara

c) Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan
catatan bila situasi memungkinkan.
d) Lebih matang dan bertanggung jawab terhadap status dan pangkat yang
lebih tinggi.
Kelemahannya yaitu :
a) Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi
b) Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil keputusan.
c) Memberikan persyaratan tingkat “skilled” (kepandaian) yang relatif tinggi
bagi pimpinan.
d) Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena
dapat menimbulkan perselisihan.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez faire.
Pada prinsipnya gaya kepemimpinan ini memberikan kebebasan mutlak
kepada para bawahan. Semua keputusan dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan
diserahkan sepenuhnya kepada bawahan. Dalam hal ini pemimpin bersifat pasif
dan tidak memberikan contoh-contoh kepemimpinan.
Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah :
a) Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kemampuannya, daya
kreativitasnya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan serta
mengembangkan rasa tanggung jawab.
b) Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang ia anggap
penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga proses yang lebih
cepat.
Kelemahannya yaitu :
15

Universitas Sumatera Utara

a) Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi
penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta dapat
mengakibatkan salah tindak dan memakan banyak waktu bila bawahan
kurang pengalaman.
b) Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan terpisah dari
bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan tertentu.
c) Kelompok dapat mengkambing hitamkan sesuatu, kurang stabil, frustasi,
dan merasa kurang aman.
1.5.2.3 Indikator - indikator Gaya Kepemimpinan
White

&

Lippit

Harbani

(2008)

mengemukakan

indikator

dari

gaya

kepemimpinan yakni :
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter, dimana perilaku seorang pemimpin dalam
usahanya mempengaruhi dan mengarahkan bawahannya untuk melaksanakan
perintahnya dan memberlakukan peraturan serta sangsi secara ketat. Dengan
indikator sebagai berikut:
- Wewenang pimpinan mutlak
- Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
- Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
- Komunikasi berlangsung satu arah
- Pengawasan dilakukan secara ketat
- Kaku dalam bersikap
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh pimpinan
16

Universitas Sumatera Utara

- Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis, dimana perilaku seorang pemimpin dalam
usahanya mempengaruhi serta mengarahkan bawahannya untuk bekerja sama,
segala sesuatu yang dilakukan atau diputuskan dilaksanakan dengan musyawarah.
Dengan indikator sebagai berikut:
- Wewenang pimpinan tidak mutlak
- Pimpinan melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
- Keputusan dibuat bersama
- Kebijaksanaan dibuat bersama
- Komunikasi berlangsung timbal balik
- Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran
- Terdapat suasana saling percaya
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama
3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire, dimana perilaku seorang pemimpin dalam
usaha mempengaruhi dan mengarahkan bawahan dengan mempercayakan
tanggung jawab sebagai pimpinan kepada bawahan, dan pimpinan bersifat pasif.
Dengan indikator sebagai berikut:
- Pimpinan melimpahkan wewenang kepada bawahan
- Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
- Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya
17

Universitas Sumatera Utara

- Hampir tidak ada pengawasan
- Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan
- Kebijaksanaan dibuat oleh bawahan
- Peran pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang
Studi - studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang
diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor - faktor
apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang efektif, para
peneliti menggunakan model kontingensi (contingency model). Dengan model
kontingensi tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi,
variabel - variabel situasi dan keefektifan pemimpin. Salah satu poin penting
bahwa seorang pemimpin tidak berkelakuan sama ataupun melakukan tindakan tindakan identik dalam setiap situasi yang dihadapinya. Hingga tingkat tertentu ia
bersifat fleksibel, karena ia beranggapan bahwa ia perlu mengambil langkah langkah yang paling tepat untuk menghadapi suatu problem tertentu. Hal ini
memberikan gambaran tentang sebuah “kontinum” dimana tindakan - tindakan
pihak pemimpin dihubungkan dengan partisipasi yang terbuka dari pihak
bawahan.

18

Universitas Sumatera Utara

Tabel I.1 Gaya kepemimpinan karismatik dari Nadler dan Tushman
Gaya Kepemimpinan
Envisioning

Arti

Contoh

Menciptakan

sebuah Mengatakan dengan jelas

gambaran masa depan visiyang
atau keadaan masa depan Menetapkan
yang

diinginkan

memaksakan,
ekspektasi

yang yang tinggi.

dapat diidentifikasi oleh
orang - orang serta dapat
membangkitkan
gairah atau semangat.
Energizing

Mengarahkan

Mendemostrasikan

pembangkitan

energi, gairah/semangat

dan

motivasi untuk bertindak kepercayaandiri.
diantara

para

anggota

organisasi.
Enabling

Secara

psikologis Mengekspresikan

membantu orang - orang dukungan
untuk

bertindak

mencapai

tujuan

personel

untuk berempati.
yang

menantang.

Penelitian terbaru, mengindikasikan bahwa beberapa pemimpin efektif
dirasakan sebagai pemimpin yang memiliki perhatian dan empati, dan yang
lainnya sebagai pemimpin yang memiliki kepandaian dan kemampuan untuk
19

Universitas Sumatera Utara

melakukan tugas yang kompleks. Stogdill dalam Triantoro Triantoro Safaria
(2004), mengevaluasi studi tentang pendekatan teori sifat dan dia menemukan
beberapa sifat yang berhubungan dengan efektivitas kepemimpinan. Sifat - sifat
tersebut dapat dilihat pada table I.2 di bawah ini Penelitian terbaru tentang
pendekatan sifat ini menghasilkan karakteristik baru yang dianggap mampu
mendorong pemimpin menjadi seorang pemimpin yang efektif, seperti sifat
keterampilan administrasi, kemandirian, dan sikap agresif dalam persaingan.
Tabel I.2
Karakteristik Pribadi Pemimpin yang Efektif
Karakter Fisik

Kepribadian

Karakteristik sosial

Aktivitas

Kewaspadaan

Kemampuan kerjasama

Energi

Kreativitas

Popularitas

Dinamis

Integritas pribadi

Partisipasi-sosialdiplomasi

Kepercayaan diri

Keterampilaninterpersonal

Latar Belakang Sosial

Memiliki etika

Mobilitas

Karakteristik
duniakerja

Kecerdasan/Kemampuan

Motivasi berprestasi,

Pengetahuan,

Keinginan untuk

Pertimbangan

Kesempurnaan,

Kelancaran berbicara

Bertanggung jawab
Orientasi tugas

Sumber : Bass, 1981 dalam Triantoro Triantoro Safaria, 2004

20

Universitas Sumatera Utara

Di bawah ini akan dijelaskan tiga sifat penting yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin, yaitu kepercayaan diri, kejujuran dan integritas, serta motivasi
(Daft, 1999 dalam Triantoro Triantoro Safaria 2004).
1) Kepercayaan diri. Sifat ini berhubungan dengan keyakinan diri pemimpin
akan pertimbangannya, keputusan, ide - idenya, dan kemampuannya
sendiri. Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi tidak
mudah ragu - ragu dengan keputusan yang diambilnya, selalu yakin atas
pendirian yang dipegangnya. Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri
yang tinggi akan menumbuhkan keyakinan para pengikutnya, akan
memperoleh rasa hormat dan kekaguman. kepercayaan diri dari seorang
pemimpin akan menciptakan komitmen dari bawahan untuk memcapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh seorang pemimpin.
2) Kejujuran. Sifat ini berhubungan dengan keyakinan bahwa pemimpin bisa
dipercaya, bias dipegang janjinya, dan pemimpin tidak suka memainkan
peran palsu. Kejujuran akan membangun integritas dari seorang
pemimpin. Integritas berarti apa saja yang dikatakan seorang pemimpin,
pasti selalu dilaksanakannya. Pemimpin tanpa kejujuran dan integritas
akan menuai kehancuran (Rost,1993;Daft,1999 dalam Triantoro Triantoro
Safaria, 2004).
3) Dorongan. Dorongan berkaitan dengan motivasi yang menciptakan usaha
tinggi untuk mencapai tujuan tertinggi. Motivasi akan memunculkan
ambisi tinggi dan inisiatif untuk secara terus - menerus mencapai hasil
terbaik. Dengan motivasi yang tinggi ini, pemimpin akan mampu
menghadapi semua tantangan berat, mampu mengendalikan organisasi
21

Universitas Sumatera Utara

pada masa - masa sulit, dan akhirnya mampu membawa kemajuan
organisasi di masa depan.
Menurut French dan Raven (1968 dalam Dwi Ari Wibawa),“kekuasaan”
yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
1. Reward power , yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
mempunyai kemampuan dan sumber daya untuk memberikan penghargaan
kepada bawahan yang mengikuti arahan - arahan pemimpinnya.
2. Coercive power , yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak
mengikuti arahan - arahan pemimpinnya
3. Legitimate power , yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas
yang dimilikinya.
4. Referent power , yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan
terhadap

sosok

pemimpin.

Para

pemimpin

dapat

menggunakan

pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
5. Expert power , yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
adalah seorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam
bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk - bentuk kekuasaan atau kekuatan
yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Sehingga dengan penggunaan kekuasaan dari seorang pemimpin dengan baik.
Diharapkan akan terjadi peningkatan prestasi kerja dari karyawan dan
kondusifnya lingkungan internal perusahaan.
22

Universitas Sumatera Utara

1.5.2.4 Kepemimpinan transformasional dan Transaksional
Kepemimpinan transaksional dan transformasional dikembangkan oleh Bass
(1985) dalam Dwi Ari Wibawa, bertolak dari pendapat Maslow tentang tingkatan
kebutuhan manusia. Menurut teori hierarki kebutuhan tersebut, kebutuhan
bawahan lebih rendah seperti kebutuhan fisik, rasa aman dan pengharapan dapat
terpenuhi dengan baik melalui penerapan kepemimpinan transaksional.
a. Kepemimpinan Transformasional ( Transformational Leadership)
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru
dalam studi - studi kepemimpinan. Model ini dianggap sebagai model yang
terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan
transformasional mengintegrasikan ide - ide yang dikembangkan dalam
pendekatan watak, gaya dan kontingensi. Burns (1978) dalam Dwi Ari Wibawa
merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan
kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman
yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu
dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan
transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam
organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang
pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk
mencapai tujuan organisasi. Disampingitu, pemimpin transaksional cenderung
memfokuskan diri pada penyelesaian tugas - tugas organisasi. Untuk memotivasi
agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional
sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada
bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan
23

Universitas Sumatera Utara

transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu
memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari
yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan,
mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus
menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.
Hater dan Bass (1988) dalam Dwi Ari Wibawa, menyatakan bahwa
"thedynamic of transformational leadership involve strong personal identification
with the leader, joining in a shared vision of the future, orgoing beyond the selfinterest exchange of rewards for compliance" yang maksudnya adalah “dinamika

kepemimpinan transformasional melibatkan identifikasi pribadi yang kuat dengan
pemimpin bergabung dalam sebuah visi bersama tentang masa depan, di luar
pertukaran kepentingan pribadi atau imbalan untuk kepatuhan”. Dengan demikian,
pemimpin

transformasional

merupakan

pemimpin

yang

karismatik

dan

mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai
tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk
menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan
bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.
Andira dan Budiarto Subroto (2010) mendefinisikan Proses transformasi
dapat dicapai melalui salah satu dari tiga cara berikut:
1. Mendorong dan meningkatakan kesadaran tentang betapa pentingnya dan
bernilainya sasaran yang akan dicapai kelak menunjukkan cara untuk
mencapainya.
2. Mendorong bawahan untuk mendahulukan kepentingan kelompok
daripada kepentingan pribadi.
24

Universitas Sumatera Utara

3. Meningkatkan orde kebutuhan bawahan / memperluas cakupan kebutuhan
tersebut.
Avolio & Bass (1987, dalam Dwi Ari Wibawa) mengatakan bahwa
kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional
dalam dua hal.
Pertama, meskipun pemimpin transformasional yang efektif juga
mengenali kebutuhan bawahan, mereka berbeda dari pemimpin transaksional
aktif. Pemimpin transformasional yang efektif berusaha menaikkan kebutuhan
bawahan. Motivasi yang meningkat dapat dicapai dengan menaikkan harapan
akan kebutuhan dan kinerjanya. Misalnya, bawahan di dorong mengambil
tanggung jawab lebih besar dan memiliki otonomi dalam bekerja.
Kedua, pemimpin transformasional berusaha mengembangkan bawahan
agar mereka juga menjadi pemimpin .Sebelum Bass dalam Dwi Ari Wibawa,
mengindikasikan ada tiga ciri kepemimpinan transformasional yaitu karismatik,
stimulasi intelektual danperhatian secara individual mengindikasikan inspirasional
termasuk ciri - ciri kepemimpinan transformasional.
Dengan demikian ciri - ciri kepemimpinan transformasional terdiri dari
karismatik, inspirasional, stimulasi intelektual dan perhatian secara individual.
1. Karismatik
Karismatik menurut Yukl (1998, dalam Dwi Ari Wibawa) merupakan
kekuatan pemimpin yang besar untuk memotivasi bawahan dalam melaksanakan
tugas. Oleh sebab itu pemimpin yang mempunyai karisma lebih besar dapat lebih
mudah mempengaruhi dan mengarahkan bawahan agar bertindak sesuai dengan
apa yang diinginkan oleh pemimpin. Selanjutnya dikatakan kepemimpinan
25

Universitas Sumatera Utara

karismatik dapat memotivasi bawahan untuk mengeluarkan upaya kerja ekstra
karena mereka menyukai pemimpinnya.
2. Inspirasional
Perilaku pemimpin inspirational menurut Yukl & Fleet (Bass, 1985 dalam
Dwi Ari Wibawa) dapat merangsang antusiame bawahan terhadap tugas-tugas
kelompok dan dapat mengatakan hal - hal yang dapa tmenumbuhkan kepercayaan
bawahan terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan
kelompok.
3. Stimulasi Intelektual/Perangsang Kreatifitas
Seltzer dan Bass (1990 dalam Dwi Ari Wibawa) dijelaskan bahwa melalui
stimulasi intelektual, pemimpin merangsang kreativitas bawahan dan mendorong
untuk menemukan pendekatan - pendekatan baru terhadap masalah-masalah lama.
Jadi, melalui stimulasi intelektua bawahan didorong untuk berpikir mengenai
relevansi cara, sistem nilai, kepercayaan, harapan dan didorong melakukan
inovasi dalam menyelesaikan persoalan melakukan inovasi dalam menyelesaikan
persoalan dan berkreasi untuk mengembangkan kemampuan diri serta disorong
untuk menetapkan tujuan atau sasaran yang menantang. Hal itu dibuktikan dalam
penelitian Seltzer dan bass (1990) bahwa aspek stimulasi intelektual berkorelasi
positif dengan extra effort. Maksudnya, pemimpin yang dapat memberikan
kontribusi intelektual senantiasa mendorong staf supaya mapu mencurahkan
upaya untuk perencanaan danpemecahan masalah.
4. Perhatian secara Individual
Zalesnik (1977: Bass, 1985 dalam Dwi Ari Wibawa) mengatakan bahwa
pengaruh personal dan hubungan satu persatu antara atasan dan bawahan
26

Universitas Sumatera Utara

merupakan hal terpenting yang utama. Perhatian secara individual tersebut dapat
sebagai indentifikasi awal terhadap para bawahan terutama bawahan yang
mempunyai potensi untuk menjadi seorang pemimpin.
b. Kepemimpinan Transaksional
Menurut Burns (1978 dalam Dwi Ari Wibawa) pada kepemimpinan
transaksional, hubungan antara pemimpin dengan bawahan didasarkan pada
serangkaian aktivitas tawar menawar antar keduanya. Karakteristik kepemimpinan
transaksional adalah contingent reward dan management by exception.Pada
contingent reward dapat berupa penghargaan dari pimpinan karena tugas telah

dilaksanakan, berupa bonus atau bertambahnya penghasilan atau fasilitas. Hal ini
dimaksudkan untuk memberi penghargaan maupun pujian untuk bawahan
terhadap upaya - upayanya.
Selain itu pemimpin betransaksi dengan bawahan dengan memfokuskan
pada aspek kesalahan yang dilakukan bawahan, menunda keputusan atau
menghindari hal - hal yang kemungkinan mempengaruhi terjadinya kesalahan.
Management by-exception menekankan fungsi managemen sebagai kontrol.

Pimpinan hanya melihat dan mengevaluasi apakah terjadi kesalahan untuk
diadakan koreksi, pimpinan memberikan intervensi pada bawahan apabila standar
tidak dipenuhi oleh bawahan. Praktik management by exception, pimpinan
mendelegasikan tanggungjawab kepada bawahan dan menindaklanjuti dengan
memberikan apakah bawahan dapat berupa pujian untuk membesarkan hati
bawahan dan juga dengan hadiah apabila laporan yang dibuat bawahan memenuhi
standard. Menurut Bycio dkk. (1995, dalam Dwi Ari Wibawa) kepemimpinan
transaksional

adalah

gaya

kepemimpinan

di

mana

seorang

pemimpin
27

Universitas Sumatera Utara

memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan
karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan
pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standarkerja, penugasan kerja, dan
penghargaan.

1.5.3

Manager dan Manajemen

1.5.3.1. Pengertian Manager dan Manajemen
Mary Parker Follet (1993) mendefenisikan manager sebagai
pengatur atau pengelola untuk mengarahkan orang lain dalam pencapaian
tujuan sebuah organisasi atau perusahaan. Adapun Ricky W Griffin (2004)
mendefenisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan ,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk
mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan
dapat dicapai sesuai dengan perencanaan sementara efisien berarti tugas
yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai jadwal.
1.5.3.2 Fungsi dan Peran Manager & Manajemen
Henry Mintzberg sebagai seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan ada
3 pokok fungsi dan peran seorang manager, yakni :
a) Sebagai peran antar pribadi, yaitu melibatkan orang dan kewajiban lain
yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai
figur untuk pemimpin, bawahan, dan penghubung.
b) Sebagai peran informasional, meliputi peran manager sebagai pemantau
dan penyebar informasi.

28

Universitas Sumatera Utara

c) Sebagai

pengambil

Keputusan,

meliputi

peran

sebagai

seorang

wirausahawan, pemecah masalah dan pembagi sumberdaya.
Ketiga fungsi diatas disimpulkan bahwa manager sebaiknya menjalin
komunikasi yang baik dengan setiap anggota nya.
Adapun fungsi Manajemen oleh G.R Terry „Principles of Management‟ (2000)
menyatakan bahwa fungsi fundamental manajemen meliputi hal sebagai berikut :
1. Planning (Perencanaan) : dalam hal ini seorang manager harus dapat
memutuskan apa yang ingin dicapai baik untuk jangka panjang dan jangka
panjang dari perusahaannya.
2. Organizing (Pengorganisasian) : dalam hal ini seorang manager
memutuskan pekerjaan - pekerjaan mana harus diisi serta tugas dan
tanggung jawab yang berkaitan dengan masing - masing pekerjaan.
3. Actuating (Menggerakkan) : dalam hal ini seorang manager baiknya
memberikan dorongan dan pemicu yang dapat menggerakkan setiap
anggotanya untuk memberikan kemampuan yang terbaik buat perusahaan.
4. Contolling (Mengawasi) ; dalam hal ini seorang manager seharusnya
memberikan perhatian yang lebih terhadap setiap proses yang terjadi guna
menghindari risiko terburuk yang mungkin terjadi dan setiap anggota
dapat bekerja sesuai dengan prosedurnya masing - masing.
1.5.3.3 Tingkatan Manager
Robert L Katz (1970) mengemukakan bahwa setiap manager memiliki tiga
tingkatan yang dijadikan sebagai kategori. Tingkatan tersebut yakni :
a) Manager puncak (top manager ) lebih dikenal sebagai executive officer
yang memiliki tugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan
29

Universitas Sumatera Utara

secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top –
manager adalah CEO ( Chief Excecutif Officer).
b) Manager tingkat menengah (middle manager ) merupakan elemen yang
menjadi penghubung antara top manager dengan manager tingkat
bawah (first line manager ). Jabatan yang termasuk kategori ini seperti
kepala bagian, pemimpin proyek, manager pabrik atau manager divisi.
c) Manager tingkat bawah (first line manager ) merupakan tingkatan
paling rendah .Kategori ini sering disebut penyelia (supervisor),
manager area, manager kantor, atau mandor.

1.5.4 Agen
1.5.3.1 Pengertian Agen
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa Agen Asuransi adalah seseorang
atau Badan Hukum yang kegiatannya memberi jasa, memasarkan jasa asuransi
untuk dan atas nama penanggung (dalam hal ini Perusahaan Asuransi). Seorang
agen dapat menjelaskan aneka manfaat dan batasan yang dimilikinya, tanggung
jawab dan hak nasabah, serta memilih kombinasi produk asuransi yang tepat
menurut kebutuhan nasabah di masa kini dan mendatang. Mereka memang terlatih
dan mengkhususkan diri untuk itu. Banyak di antaranya bahkan telah belasan
tahun menjadi agen.
1.5.3.2 Fungsi dan Peranan Agen
Menurut Redaksi Proteksi Jakarta dalam kontribusi agen terhadap industri
asuransi (2001:30-31) Peranan agen asuransi dirasakan sangat penting, karena
30

Universitas Sumatera Utara

agen adalah ujung tombak perusahaan asuransi. Melalui tangan agen, premi
triliunan rupiah dapat dihimpun. Premi yang dihimpun industri asuransi
dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk klaim, komisi agen, investasi, pajak,
serta biaya operasional perusahaan. Disamping itu juga peranan agen sangat
diperlukan masyarakat salah satunya adalah mendidik masyarakat agar mengenal,
mengetahui, memahami, memanfaatkan dan menikmati jasa asuransi jiwa. Agen
juga bertugas tidak hanya menjual dan mengarahkan seseorang agar membeli
produk asuransi. Bisa dikatakan Agen asuransi adalah mitra pemegang polis
dalam merancang kesejahteraan masa depan keluarga. Adapun hubungan jangka
panjang antara agen dengan pemegang polis dapat diarahkan, pemegang polis
tidak hanya konsumen asuransi, tapi bisa menjadi mitra bisnis agen. Agar agen
asuransi dapat berperan optimal, dukungan perusahan yang diageni jelas sangat
dibutuhkan. Tanpa dukungan dan bimbingan perusahaan asuransi, seorang agen
tidak akan berhasil mengembangkan profesinya. Dukungan itu bisa berupa
pembekalan knowledge, skill, sistem remunerasi yang jelas dan sebagainya.

1.5.4 Prestasi Kerja
1.5.4.1 Pengertian Pretasi Kerja
Setiap perusahaan pada dasarnya menginginkan dan menuntut agar seluruh
karyawan selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Namun
karyawan tidak dapat diperlakukan seenaknya seperti menggunakan faktor-faktor
produksi lainnya (mesin, modal, dan bahan baku). Karyawan juga harus selalu
diikut sertakan dalam setiap kegiatan serta memberikan peran aktif untuk
menggunakan alat-alat yang ada. Karena tanpa peran aktif karyawan, alat-alat
31

Universitas Sumatera Utara

canggih yang dimiliki tidak ada artinya bagi perusahaan untuk mencapai
tujuannya. Menurut Hasibuan ( 2008 : 94 ) menyatakan bahwa: “Prestasi kerja
adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas – tugas
yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan , pengalaman, dan
kesungguhan serta waktu”.
Mangkunegara (2002 : 33) menyatakan: “Prestasi kerja dari kata job
performance atau actual performance adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Maier dalam As‟ad (2001 :
63) menjelaskan bahwa: “Kriteria ukuran prestasi kerja adalah : kualitas,
kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi, dan keselamatan
dalam menjalankan pekerjaan. Dimensi mana yang penting adalah berbeda antara
pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain”. Menurut Heidjrahman dan
Husnan (2002 : 188): “Prestasi kerja dapat ditafsirkan sebagai arti pentingnya
suatu pekerjaan, tingkat keterampilan yang diperlukan, kemajuan dan tingkat
penyelesaian suatu pekerjaan. Prestasi kerja merupakan proses tingkat mengukur
dan menilai tingkat keberhasilan seseorang dalam pencapaian tujuan”.
1.5.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja
Byar dan Rue dalam Sutrisno (2011:151) mengatakan bahwa: “Ada dua faktor
yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan lingkungan.
Faktor individu yang dimaksud adalah:
1. Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang
digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.

32

Universitas Sumatera Utara

2. Abilities, yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu
tugas.
3. Role/task perception, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh
individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi kerja adalah:
1. Kondisi fisik
2. Peralatan
3. Waktu
4. Material
5. Pendidikan
6. Supervisi
7. Desain Organisasi
8. Pelatihan
9. Keberuntungan
Menurut Mangkunegara (2002: 33): “Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
kerja adalah:
a. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dan kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya karyawan yang
memiliki IQ diatas rata-rata : (IQ 110 - 120) dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia
akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh sebab itu karyawan
perlu ditempatkan pada perkerjaan yang sesuai dengan keahlian.

33

Universitas Sumatera Utara

b. Faktor Motivasi
Motivasi berbentuk dari sikap (atitude) seorang karyawan dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi menggerakkan diri
karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
1.5.4.3 Indikator-indikator Prestasi Kerja Karyawan
Pekerjaan dengan hasil yang tinggi harus dicapai oleh karyawan. Nasution
(2000:99) menyatakan bahwa ukuran yang perlu diperhatikan dalam prestasi kerja
antara lain :
1.

Kualitas kerja.
Kriteria penilaiannya adalah ketepatan kerja, keterampilan kerja, ketelitian
kerja, dan kerapihan kerja.

2.

Kuantitas kerja.
Kriteria penilaiannya adalah kecepatan kerja.

3.

Disiplin kerja.
Kriteria penilaiannya adalah mengikuti instruksi atasan, mematuhi
peraturan perusahaan, dan ketaatan waktu kehadiran.

4.

Inisiatif.
Kriteria penilaiannya adalah selalu aktif atau semangat menyelesaikan
pekerjaan tanpa menunggu perintah atasan artinya tidak pasif atau bekerja
atas dorongan dari atasan.

5.

Kerjasama.
Kriteria penilaiannya adalah kemampuan bergaul dan menyesuaikan diri
serta kemampuan untuk memberi bantuan kepada karyawan lain dalam
batas kewenangannya.
34

Universitas Sumatera Utara

1.6 Defenisi Konsep
Konsep

merupakan

istilah

dan

defenisi

yang

digunakan

untuk

menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau
individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Sigarimbun, 1995 : 33).
Tujuan adanya konsep adalah untuk mendapatkan batasan yang jelas dan
terperinci dari setiap konsep yang diteliti.
Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kepemimpinan adalah suatu proses yang dilakukan oleh manager
perusahaan untuk mengarahkan dan mempengaruhi para bawahannya
dalam kegiatan yang berhubungan dengan tugas agar para bawahan
tersebut mengarahkan seluruh kemampuannya baik secara pribadi maupun
sebagai angota tim untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
perusahaan.
2. Manager merupakan pengatur atau pengelola untuk mengarahkan orang
lain dalam pencapaian tujuan sebuah organisasi perusahaan dan
manajemen

sebagai sebuah proses perencanaan , pengorganisasian,

pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran
secara efektif dan efisien.
3. Gaya Kepemimpinan merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu
pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan
tersebut diwujudkan. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola
atau bentuk tertentu yaitu:
a) Gaya Kepemimpinan Otokratis; dimana perilaku seorang pemimpin
dalam usahanya mempengaruhi dan mengarahkan bawahannya untuk
35

Universitas Sumatera Utara

melaksanakan perintahnya memberlakukan peraturan serta sangsi
secara ketat.
Gaya Kepemimpinan tipe ini meletakkan seorang pemimpin sebagai
sumber kebijakan. Pemimpin merupakan segala - galanya. Bawahan
dipandang sebagai orang yang melaksanakan perintah. Dalam kondisi
demikian, anggota dan bawahan tidak terlibat dalam sosial
keorganisasian. Pada tipe kepemimpinan ini, segala sesuatunya
ditentukan oleh pemimpin sehingga keberhasilan organisasi terletak
pada pemimpin.
b) Gaya Kepemimpinan Demokratis; dimana perilaku seo