Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”.(Studi Empiris pada KPP Pratama Binjai)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, perlu menyusun
dan menyelenggarakan pembangunan untuk kesejahteraan rakyatnya baik
berupa pembangunan fisik maupun nonfisik.Untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat, pemerintah membutuhkan biaya yang cukup besar. Pembiayaan
pembangunan, kegiatan Negara dan pemerintahan ini direalisasikan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dananya berasal dari
berbagai sumber sektor, salah satu penyumbang dana terbesar APBN berasal
dari sektor perpajakan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pajak merupakan salah
satu komponen penting dalam pembangunan di Indonesia. Begitu juga dengan
Pemerintahan Negara-negara di dunia menaruh perhatian yang begitu besar
terhadap sektor perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), instansi pemerintahan di bawah
Kementerian Keuangan sebagai pengelola sistem perpajakan di Indonesia,
berusaha melakukan tugas pokoknya yaitu meningkatkan penerimaan pajak
dengan mereformasi pelaksanaan sistem perpajakan menjadi lebih modern.
Semua pemasukan Negara yang berasal dari pajak akan digunakan untuk
membiayai semua pengeluaran umum Negara, dalam hal ini digunakan untuk
mensejahterakan dan memakmurkan rakyat (Waluyo, 2007). Bila setiap wajib
pajak (WP) sadar akan kewajibannya untuk membayar pajak, tentu diharapkan
penerimaan Negara atas pajak akan terus meningkat, bukan berkurang, sebab
jumlah wajib pajak potensial cenderung bertambah setiap tahun (Nugroho,
1
Universitas Sumatera Utara
2012). Namun dampak dari uang yang mereka keluarkan dalam membayar
pajak belum sepenuhnya dirasakan secara adil dan merata oleh rakyat.
Sementara itu, setiap tahun jumlah pemasukan dari pajak yang disetorkan
selalu meningkat dan disisi lain pemerataan dari pajak yang disetor belum
dirasakan masyarakat secara adil (Prasetyo, 2010).
Fakta yang terjadi sampai sekarang ini bahwa penerimaan Negara dari
sektor perpajakan belum mencapai titik maksimal dari yang ditargetkan, salah
satu penyebabnya adalah administrasi perpajakan yang cenderung rumit.
Dengan demikian hal ini sangat berkaitan erat dengan rendahnya motivasi
para Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban mereka dalam membayar
pajak.Administrasi perpajakan berkorelasi langsung dengan penghindaran
pajak (tax avoidance), penggelapan pajak (tax evasion), korupsi dan berbagai
tindakan amoral lainnya dalam bidang perpajakan.Masih banyak hal yang
harus dibenahi di dalam bidang perpajakan ini untuk meningkatkan
penerimaan Negara dalam sektor perpajakan.
Hal ini sebenarnya merupakan sebuah masalah yang sederhana,
dimana ketika masyarakat mampu merasa turut menikmati berbagai fasilitas
ataupun manfaat yang mereka peroleh dari hasil pembayaran pajak yang
mereka lakukan, tentu masyarakat akan mendisiplinkan diri untuk turut serta
dalam pembangunan nasional yaitu dengan cara menjadi Wajib Pajak yang
taat dan patuh terhadap Undang-Undang Perpajakan. Berikut ini peneliti
menyajikan tabel mengenai realisasi penerimaan negara dari sektor pajak dan
sektor bukan pajak.
1
Universitas Sumatera Utara
Data dari Ditjen Pajak RI memperlihatkan rincian peningkatan
pendapatan dari sektor pajak dan non-pajak tahun 2010-2014, ditampilkan
pada tabel 1.1 sebagai berikut: (dalam Miliar rupiah)
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Negara (Trilyun-Rupiah) Tahun 2010-2014
Sumber Penerimaan
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Penerimaan
Pajak
Penerimaan
Bukan Pajak
Persentase
Penerimaan Pajak
Terhadap APBN
72,86%
75,41%
78,89%
81,38%
74,37%
Total
723.307
268.942
992.249
878.685
286.568
1.165,253
1.019,333
272.720
1.292,053
1.139,323
260.550
1.399,873
1.143,300
386.900
1.537,200
Sumber: Kementrian Keuangan RI (diolah)
Dari tabel 1.1 diatas, dapat diketahui bahwa penerimaan pajaklima
tahun terakhir ini mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Tetapi tidak
dapat dipungkiri bahwa penerimaan Negara dari sektor perpajakan lebih besar
dari penerimaan Negara bukan pajak.Hal ini menjadi ukuran bahwa
penerimaan pajak di Indonesia sangat berpotensi jika penerimaan tersebut
mencapai 100%.Begitu juga kita ketahui bahwa penerimaan Dari sektor
pepajakan selalu di atas 60% jika dibandingkan dengan penerimaan bukan
sektor pajak.Kemudian, berikut ini peneliti menampilkan target dan realisasi
penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Utara.
Tabel 1.2
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah di Provinsi Sumatera Utara
Target Penerimaan
Pajak
2010
2.204,109 triliun
2011
2.890 triliun
2012
1.032,6 triliun
2013
4.519 triliun
2014
3.602 triliun
Sumber: www.ortax.com
Tahun
Realisasi
Penerimaan Pajak
2.271,474 triliun
638,324 miliar
1.548,8 triliun
3.685 triliun
3.658 triliun
Persentase
Penerimaan Pajak
103,06 %
22,09 %
100,61 %
81,4%
101,53%
2
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa target dan realisasi
penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Utara juga mengalami tingkat
kenaikan dan penurunan yang cukup fluktuatif. Mulai dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014 persentase antara target dan realisasi mengalami
penurunan namun tembus dari target yang diharapkan. Pada tahun 2010
persentasenya adalah 103,06 % dan pada tahun 2014 persentasenya
mengalami penurunan hingga sebesar 101,53 % namun yang paling
menyedihkan pada tahun 2011 persentasenya turun terlalu jauh yaitu senilai
22,09 %.
Usaha Direktorat Jenderal Pajak dalam meningkatkan penerimaan
pajak menghadapi kendala antara lain belum optimalnya hasil atau output dari
penerimaan pajak yang dirasakan langsung oleh Wajib Pajak (WP). Selain itu,
ditambah maraknya kasus-kasus penghindaran pajak (tax avoidance) dan
penggelapan pajak (tax evasion) baik yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan
maupun Wajib Pajak Orang Pribadi bekerjasama dengan mafia pajak yang
diberitakan di media massa,seperti kasus Gayus tahun 2009, Johny Basuki dan
Dhana Widyatmika di tahun 2012 (Rahman, 2013). Penghindaran pajak (tax
avoidance) merupakan cara mengurangi pajakyang masih dalam batas
ketentuan peraturan perundag-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan
terutama melalui perencanaan perpajakan (Rahayu, 2010), sedangkan
penggelapan pajak (tax evasion) adalah usaha untuk mengurangi hutang pajak
yang bersifat tidak legal (Unlawfull) (Xynas, 2011).
Penggelapan pajak mempunyai resiko terdeteksi yang inherent, serta
mengundang sanksi pidana badan dan denda.Penggelapan pajak dapat
3
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh Wajib Pajak maupun fiskus pajak.Berbagai upaya dapat
dilakukan untuk menggelapkan pajak dengan tujuan untuk mencari
keuntungan pribadi.Cara yang digunakan oleh Wajib Pajak dengan melanggar
dan menentang Peraturan Undang-Undang (unlawful) yang berlaku disebut
Tax Evasion yang akan merugikan negara dan tentunya akan dikenakan sanksi
administrasi dan pidana bagi pihak-pihak yang melakukan cara tersebut.
Sedangkan upaya dalam meminimalkan beban pajak sepanjang masih
menggunakan peraturan yang berlaku (lawful) diperbolehkan dengan
penanganan dan pengelolaan yang baik disebut Tax Avoidence (Masri,
2012:1). Berikut ini disajikan beberapa kasus penggelapan pajak di Indonesia :
4
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.3
Beberapa Kasus Tindak Pidana Penggelapan dan Mafia Pajak di Indonesia
No.
1.
Tersangka
Dugaan Kasus
Tuduhan Kasus
Penggelapan
Kecurangan
dan Mafia Pajak
(Tahun)
Gayus Halomoan Penggelapan pajak,
Tambunan (2009) Suap pajak dan
Hakim, Mafia Pajak,
Pemalsuan Paspor,
dan gratifikasi.
2.
Sawir Laut
(2011)
Penggelapan pajak,
penyampaian surat
pemberitahuan
keterangan palsu.
3.
Bahasyim Assifie
(2011)
4.
Johny Basuki
(2012)
Menerima suap dari
wajib pajak yang
melakukan
keberatan dan
banding atas kasus
pencucian uang.
Kasus suap kepada
pegawai pajak.
5.
Herly Isdiharsono Menerima suap
(2012)
untuk mengurani
pajak PT Mutiara
Virgo dan pencucian
uang.
6.
Dhana
Widyatmika
(2012)
Penggelapan pajak,
pencucian uang,
suap pajak, dan
pemerasan pajak.
KPP/Perusahaan
yang Terlibat
Sanksi Bagi
Fiskus/Wajib
Pajak
PT Mega Cipta
Jaya Garmindo,
PT Metropolitan
retailermart, PT
Megah Citra Raya,
PT Surya Alam,
Bakrie Group.
PT Asian Agri
Group.
Vonis hukuman
penjara total 28
tahun dan masih
ada beberapa kasus
dengan tahap
banding.
Kepala KPP
Jakarta VII, KPP
Koja dan KPP
Palmerah.
Hukuman 6 tahun
penjara dan denda
Rp. 500 juta.
PT Mutiara Virgo
(MV).
Hukuman penjara
dua tahun dan
denda Rp. 100 juta.
Penjara selama
enam tahun dan
denda Rp. 500 juta,
subsider enam
bulan kurungan
penjara.
Hukuman 10 tahun
penjara dan denda
Rp. 300 juta,
subsider tiga bulan
kurungan penjara.
KPP Pratama
Jakarta Palmerah,
Jakarta Barat dan
PT Mutiara Virgo.
KPP Pratama
Jakarta Pancoran,
PT Kornet Trans
Utama dan PT
Mutiara Virgo.
Sumber: Diolah dari berbagai referensi Buku dan Media.
Denda dua kali
lipat tagihan pajak
yakni sebesar Rp
2,5 triliun plus
sanksi denda 48%
dari tagihan pajak.
Tabel tersebut memaparkan berbagai kecurangan (fraud) dalam bentuk
penggelapan pajak (tax evasion) yang dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki wewenang yang kokoh dimana seharusnya mereka mampu menjadi
contoh bagi masyarakat awam untuk melakukan pembayaran pajak dengan
5
Universitas Sumatera Utara
jujur. Berangkat dari berbagai permasalahan penggelapan pajak tersebut, maka
pihak Direktorat Jendral Pajak sudah seharusnya melakukan berbagai upaya
untuk mengatasi permasalahan ini, misalnya saja lebih menegakkan keadilan
dengan cara mempertegas sanksi bagi para pelaku mafia pajak. Setiap elemen
ataupun masyarakat yang telah melakukan pembayaran pajak berhak
memperoleh hak mereka untuk merasakan manfaat dari kontribusi yang telah
mereka berikan terhadap pembangunan nasional tersebut.
Mayoritas literatur yang meneliti penggelapan pajak dari perspektif
etika menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi
tertentu, meskipun alasan berbeda-beda. Dikatakan pada sebuah situasi
tertentu karena terdapat cara yang dilegalkan untuk meminimalkan
pembayaran pajak. Penggelapan pajak mungkin etis jika pengaruh pajak
adalah untuk menaikkan harga atau jika pendapatan menyebabkan kenaikan
pajak.Dengan demikian, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan tarif
pajak dapat di lihat dari segi moral pemerintahan termasuk pejabat pajak yang
tidak baik sehingga menimbulkan persepsi tidak perlunya membayar pajak.
Nickerson, et al, (2009 : 4) membahas tentang dimensionalitas skala
etika tentang penggelapan pajak. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya
penggelapan pajak, dan sangat beraneka ragam cara yang dilakukan oleh para
oknum penggelap pajak untuk menyembunyikan berbagai tindak kriminal
yang mereka lakukan. Mereka mensurvei sekitar seribu seratus orang di enam
negara. Sebuah skala pertanyaan sebanyak delapan belas item disajikan,
dianalisis, dan dibahas. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan pajak (tax
evasion) secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala etis dari
6
Universitas Sumatera Utara
item-item yang diuji, yaitu: 1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan positif
dari uang, 2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak dan kegunaan
negatif atas uang, dan 3) diskriminasi, yang terkait dengan penggelapan pajak
dalam kondisi tertentu. Determinan-determinan atas kecenderungan untuk
melakukan
penghindaran pajak dengan menggunakan studi kasus di
Argentina. Dengan menggunakan lima indikator, yaitu: 1) persepsi menjadi
cemas, 2) persepsi tentang seberapa adil sistem pajak, 3) persepsi tentang
seberapa baik pengeluaran pemerintah, 4) persepsi tentang informasi dan
teknologi yang dimiliki pemerintah, 5) kecenderungan untuk menghindari
pajak (Ayu, 2009 : 2).
Berbagai riset telah dilakukan untuk mengidentifikasi atau bahkan
meminimalkan penggelapan pajak ini, namun pada kenyataannya keadaan ini
masih sulit diatasi.Banyak pertimbangan yang harus dilakukan untuk
mengatasi permasalahan ini.Khususnya untuk negara Indonesia yang notabene
adalah negara hukum namun pada kenyataannya tidak mampu menerapkan
hukum secara adil dan belum mampu mengatasi etika penggelapan pajak yang
marak di Indonesia.
Penelitian lainnya telah dilakukan oleh salah seorang mahasiswi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013 lalu.Penelitian tersebut mengacu
pada variabel-variabel yang cukup kompleks diantaranya adalah keadilan,
diskriminasi,
sistem
perpajakan
dan
kemungkinan
tedeteksinya
kecurangan.Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa keadilan dan
diskriminasi
berpengaruh
positif,
sedangkan
sistem
perpajakan
dan
kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap etika
7
Universitas Sumatera Utara
penggelapan pajak. Beranjak dari penelitian ini, maka peneliti berikutnya
tertarik untuk melakukan penelitian dengan variabel yang lebih kompleks
dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel
yang akan di teliti dan di uji terhadap etika penggelapan pajak yang saat ini
marak di masyarakat khususnya terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang
terdaftar di KPP Binjai.
Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini
dengan penelitian terdahulu adalah :
1. Peneliti menambahkan variabel independen menjadi lima variabel
diantaranya adalah pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan wajib pajak
(tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud).
2. Penelitian ini dilakukan di kota Binjai tepatnya di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Binjai, dengan cara melakukan penyebaran kuesioner.
Sedangkan peneliti sebelumnya melakukan penelitian di KPP di Kota
Jakarta.
Dari berbagai uraian yang telah di paparkan diatas, maka peneliti
termotivasi untuk melakukan sebuah penelitian mengenai etika penggelapan
pajak.Penelitian ini dilakukan sebagai suatu bentuk kontribusi untuk
mengetahui, memahami, dan bahkan melakukan analisis yang mendalam
mengenai motivasi-motivasi para mafia pajak yang melakukan penggelapan
pajak.Penelitian yang senantiasa terus dikembangkan ini, diharapkan mampu
memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalahan penggelapan pajak
8
Universitas Sumatera Utara
yang
sudah
sangat
mendarah
daging.Mampu
menerapkan
keadilan,
menghindari diskriminasi, meningkatkan penerimaan pajak dan bahkan
meminimalkan berbagai penggelapan pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu,
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki judul sebagai berikut :
“Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak
mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion).” (Studi Empiris pada
KPP Pratama Binjai)
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan wajib pajak
(tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap
persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion) ?
2. Bagaimana intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
kepatuhan wajib
pajak (tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) berpengaruh terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika
penggelapan pajak (Tax Evasion) ?
3. Manakah variabel independen (intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
kepatuhan wajib pajak (tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax
knowledge),
sistem
perpajakan
(tax
system),
dan
kemungkinan
terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) ) yang paling dominan
9
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi variabel dependen (Persepsi Wajib Pajak mengenai etika
penggelapan pajak (Tax Evasion) ) ?
1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas,
maka tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menemukan
bukti empiris atas hal-hal berikut ini :
1. Untuk menganalisis pengaruh intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
kepatuhan wajib pajak (tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax
knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud)baik secara parsial maupun
simultan terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan
pajak (Tax Evasion).
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh intensitas pemeriksaan pajak
(tax audit),
kepatuhan wajib pajak (tax compliance), pengetahuan
wajib pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan
kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) berpengaruh
terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax
Evasion).
3. Untuk
menganalisis
pengaruh
pemeriksaan pajak (tax audit),
variabel
independen
(intensitas
kepatuhan wajib pajak (tax
compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) yang paling dominan terhadap variabel dependen
10
Universitas Sumatera Utara
(Persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax
Evasion) ).
1.3.2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Kantor Pelayanan Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor
Pelayanan Pajak khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai,
sebagai bahan masukan danpertimbangan untuk melakukan kegiatan
evaluasi dan mengambil tindakan korektif dalam memahami pengaruh
intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan wajib pajak (tax
compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika
penggelapan pajak (Tax Evasion).
2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi
sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi
mengenai pengaruh intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
kepatuhan wajib pajak (tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax
knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak
mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion).
11
Universitas Sumatera Utara
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya
dan menjadi acuan bagi para peneliti berikutnya, dalam menambah
pengetahuan dan memberikan keyakinan mengenai pengaruh intensitas
pemeriksaan pajak (tax audit),
kepatuhan wajib pajak (tax
compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika
penggelapan pajak (Tax Evasion).
4. Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh
intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan wajib pajak (tax
compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika
penggelapan pajak (Tax Evasion).
5. Bagi Wajib Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bagi para
Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak tepat pada waktunya.
Dan dengan adanya penelitian ini semoga akan mengurangi berbagai
kesenjangan yang merupakan ketidakadilan, diskriminasi, dan bahkan
penggelapan
pajak
tetapi
penelitian
ini
diharapkan
mampu
memberikan pengetahuan yang lebih baik mengenai perpajakan kepada
12
Universitas Sumatera Utara
setiap Wajib Pajak terkhusus Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Binjai.
13
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, perlu menyusun
dan menyelenggarakan pembangunan untuk kesejahteraan rakyatnya baik
berupa pembangunan fisik maupun nonfisik.Untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat, pemerintah membutuhkan biaya yang cukup besar. Pembiayaan
pembangunan, kegiatan Negara dan pemerintahan ini direalisasikan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dananya berasal dari
berbagai sumber sektor, salah satu penyumbang dana terbesar APBN berasal
dari sektor perpajakan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pajak merupakan salah
satu komponen penting dalam pembangunan di Indonesia. Begitu juga dengan
Pemerintahan Negara-negara di dunia menaruh perhatian yang begitu besar
terhadap sektor perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), instansi pemerintahan di bawah
Kementerian Keuangan sebagai pengelola sistem perpajakan di Indonesia,
berusaha melakukan tugas pokoknya yaitu meningkatkan penerimaan pajak
dengan mereformasi pelaksanaan sistem perpajakan menjadi lebih modern.
Semua pemasukan Negara yang berasal dari pajak akan digunakan untuk
membiayai semua pengeluaran umum Negara, dalam hal ini digunakan untuk
mensejahterakan dan memakmurkan rakyat (Waluyo, 2007). Bila setiap wajib
pajak (WP) sadar akan kewajibannya untuk membayar pajak, tentu diharapkan
penerimaan Negara atas pajak akan terus meningkat, bukan berkurang, sebab
jumlah wajib pajak potensial cenderung bertambah setiap tahun (Nugroho,
1
Universitas Sumatera Utara
2012). Namun dampak dari uang yang mereka keluarkan dalam membayar
pajak belum sepenuhnya dirasakan secara adil dan merata oleh rakyat.
Sementara itu, setiap tahun jumlah pemasukan dari pajak yang disetorkan
selalu meningkat dan disisi lain pemerataan dari pajak yang disetor belum
dirasakan masyarakat secara adil (Prasetyo, 2010).
Fakta yang terjadi sampai sekarang ini bahwa penerimaan Negara dari
sektor perpajakan belum mencapai titik maksimal dari yang ditargetkan, salah
satu penyebabnya adalah administrasi perpajakan yang cenderung rumit.
Dengan demikian hal ini sangat berkaitan erat dengan rendahnya motivasi
para Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban mereka dalam membayar
pajak.Administrasi perpajakan berkorelasi langsung dengan penghindaran
pajak (tax avoidance), penggelapan pajak (tax evasion), korupsi dan berbagai
tindakan amoral lainnya dalam bidang perpajakan.Masih banyak hal yang
harus dibenahi di dalam bidang perpajakan ini untuk meningkatkan
penerimaan Negara dalam sektor perpajakan.
Hal ini sebenarnya merupakan sebuah masalah yang sederhana,
dimana ketika masyarakat mampu merasa turut menikmati berbagai fasilitas
ataupun manfaat yang mereka peroleh dari hasil pembayaran pajak yang
mereka lakukan, tentu masyarakat akan mendisiplinkan diri untuk turut serta
dalam pembangunan nasional yaitu dengan cara menjadi Wajib Pajak yang
taat dan patuh terhadap Undang-Undang Perpajakan. Berikut ini peneliti
menyajikan tabel mengenai realisasi penerimaan negara dari sektor pajak dan
sektor bukan pajak.
1
Universitas Sumatera Utara
Data dari Ditjen Pajak RI memperlihatkan rincian peningkatan
pendapatan dari sektor pajak dan non-pajak tahun 2010-2014, ditampilkan
pada tabel 1.1 sebagai berikut: (dalam Miliar rupiah)
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Negara (Trilyun-Rupiah) Tahun 2010-2014
Sumber Penerimaan
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Penerimaan
Pajak
Penerimaan
Bukan Pajak
Persentase
Penerimaan Pajak
Terhadap APBN
72,86%
75,41%
78,89%
81,38%
74,37%
Total
723.307
268.942
992.249
878.685
286.568
1.165,253
1.019,333
272.720
1.292,053
1.139,323
260.550
1.399,873
1.143,300
386.900
1.537,200
Sumber: Kementrian Keuangan RI (diolah)
Dari tabel 1.1 diatas, dapat diketahui bahwa penerimaan pajaklima
tahun terakhir ini mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Tetapi tidak
dapat dipungkiri bahwa penerimaan Negara dari sektor perpajakan lebih besar
dari penerimaan Negara bukan pajak.Hal ini menjadi ukuran bahwa
penerimaan pajak di Indonesia sangat berpotensi jika penerimaan tersebut
mencapai 100%.Begitu juga kita ketahui bahwa penerimaan Dari sektor
pepajakan selalu di atas 60% jika dibandingkan dengan penerimaan bukan
sektor pajak.Kemudian, berikut ini peneliti menampilkan target dan realisasi
penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Utara.
Tabel 1.2
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah di Provinsi Sumatera Utara
Target Penerimaan
Pajak
2010
2.204,109 triliun
2011
2.890 triliun
2012
1.032,6 triliun
2013
4.519 triliun
2014
3.602 triliun
Sumber: www.ortax.com
Tahun
Realisasi
Penerimaan Pajak
2.271,474 triliun
638,324 miliar
1.548,8 triliun
3.685 triliun
3.658 triliun
Persentase
Penerimaan Pajak
103,06 %
22,09 %
100,61 %
81,4%
101,53%
2
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa target dan realisasi
penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Utara juga mengalami tingkat
kenaikan dan penurunan yang cukup fluktuatif. Mulai dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014 persentase antara target dan realisasi mengalami
penurunan namun tembus dari target yang diharapkan. Pada tahun 2010
persentasenya adalah 103,06 % dan pada tahun 2014 persentasenya
mengalami penurunan hingga sebesar 101,53 % namun yang paling
menyedihkan pada tahun 2011 persentasenya turun terlalu jauh yaitu senilai
22,09 %.
Usaha Direktorat Jenderal Pajak dalam meningkatkan penerimaan
pajak menghadapi kendala antara lain belum optimalnya hasil atau output dari
penerimaan pajak yang dirasakan langsung oleh Wajib Pajak (WP). Selain itu,
ditambah maraknya kasus-kasus penghindaran pajak (tax avoidance) dan
penggelapan pajak (tax evasion) baik yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan
maupun Wajib Pajak Orang Pribadi bekerjasama dengan mafia pajak yang
diberitakan di media massa,seperti kasus Gayus tahun 2009, Johny Basuki dan
Dhana Widyatmika di tahun 2012 (Rahman, 2013). Penghindaran pajak (tax
avoidance) merupakan cara mengurangi pajakyang masih dalam batas
ketentuan peraturan perundag-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan
terutama melalui perencanaan perpajakan (Rahayu, 2010), sedangkan
penggelapan pajak (tax evasion) adalah usaha untuk mengurangi hutang pajak
yang bersifat tidak legal (Unlawfull) (Xynas, 2011).
Penggelapan pajak mempunyai resiko terdeteksi yang inherent, serta
mengundang sanksi pidana badan dan denda.Penggelapan pajak dapat
3
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh Wajib Pajak maupun fiskus pajak.Berbagai upaya dapat
dilakukan untuk menggelapkan pajak dengan tujuan untuk mencari
keuntungan pribadi.Cara yang digunakan oleh Wajib Pajak dengan melanggar
dan menentang Peraturan Undang-Undang (unlawful) yang berlaku disebut
Tax Evasion yang akan merugikan negara dan tentunya akan dikenakan sanksi
administrasi dan pidana bagi pihak-pihak yang melakukan cara tersebut.
Sedangkan upaya dalam meminimalkan beban pajak sepanjang masih
menggunakan peraturan yang berlaku (lawful) diperbolehkan dengan
penanganan dan pengelolaan yang baik disebut Tax Avoidence (Masri,
2012:1). Berikut ini disajikan beberapa kasus penggelapan pajak di Indonesia :
4
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.3
Beberapa Kasus Tindak Pidana Penggelapan dan Mafia Pajak di Indonesia
No.
1.
Tersangka
Dugaan Kasus
Tuduhan Kasus
Penggelapan
Kecurangan
dan Mafia Pajak
(Tahun)
Gayus Halomoan Penggelapan pajak,
Tambunan (2009) Suap pajak dan
Hakim, Mafia Pajak,
Pemalsuan Paspor,
dan gratifikasi.
2.
Sawir Laut
(2011)
Penggelapan pajak,
penyampaian surat
pemberitahuan
keterangan palsu.
3.
Bahasyim Assifie
(2011)
4.
Johny Basuki
(2012)
Menerima suap dari
wajib pajak yang
melakukan
keberatan dan
banding atas kasus
pencucian uang.
Kasus suap kepada
pegawai pajak.
5.
Herly Isdiharsono Menerima suap
(2012)
untuk mengurani
pajak PT Mutiara
Virgo dan pencucian
uang.
6.
Dhana
Widyatmika
(2012)
Penggelapan pajak,
pencucian uang,
suap pajak, dan
pemerasan pajak.
KPP/Perusahaan
yang Terlibat
Sanksi Bagi
Fiskus/Wajib
Pajak
PT Mega Cipta
Jaya Garmindo,
PT Metropolitan
retailermart, PT
Megah Citra Raya,
PT Surya Alam,
Bakrie Group.
PT Asian Agri
Group.
Vonis hukuman
penjara total 28
tahun dan masih
ada beberapa kasus
dengan tahap
banding.
Kepala KPP
Jakarta VII, KPP
Koja dan KPP
Palmerah.
Hukuman 6 tahun
penjara dan denda
Rp. 500 juta.
PT Mutiara Virgo
(MV).
Hukuman penjara
dua tahun dan
denda Rp. 100 juta.
Penjara selama
enam tahun dan
denda Rp. 500 juta,
subsider enam
bulan kurungan
penjara.
Hukuman 10 tahun
penjara dan denda
Rp. 300 juta,
subsider tiga bulan
kurungan penjara.
KPP Pratama
Jakarta Palmerah,
Jakarta Barat dan
PT Mutiara Virgo.
KPP Pratama
Jakarta Pancoran,
PT Kornet Trans
Utama dan PT
Mutiara Virgo.
Sumber: Diolah dari berbagai referensi Buku dan Media.
Denda dua kali
lipat tagihan pajak
yakni sebesar Rp
2,5 triliun plus
sanksi denda 48%
dari tagihan pajak.
Tabel tersebut memaparkan berbagai kecurangan (fraud) dalam bentuk
penggelapan pajak (tax evasion) yang dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki wewenang yang kokoh dimana seharusnya mereka mampu menjadi
contoh bagi masyarakat awam untuk melakukan pembayaran pajak dengan
5
Universitas Sumatera Utara
jujur. Berangkat dari berbagai permasalahan penggelapan pajak tersebut, maka
pihak Direktorat Jendral Pajak sudah seharusnya melakukan berbagai upaya
untuk mengatasi permasalahan ini, misalnya saja lebih menegakkan keadilan
dengan cara mempertegas sanksi bagi para pelaku mafia pajak. Setiap elemen
ataupun masyarakat yang telah melakukan pembayaran pajak berhak
memperoleh hak mereka untuk merasakan manfaat dari kontribusi yang telah
mereka berikan terhadap pembangunan nasional tersebut.
Mayoritas literatur yang meneliti penggelapan pajak dari perspektif
etika menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi
tertentu, meskipun alasan berbeda-beda. Dikatakan pada sebuah situasi
tertentu karena terdapat cara yang dilegalkan untuk meminimalkan
pembayaran pajak. Penggelapan pajak mungkin etis jika pengaruh pajak
adalah untuk menaikkan harga atau jika pendapatan menyebabkan kenaikan
pajak.Dengan demikian, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan tarif
pajak dapat di lihat dari segi moral pemerintahan termasuk pejabat pajak yang
tidak baik sehingga menimbulkan persepsi tidak perlunya membayar pajak.
Nickerson, et al, (2009 : 4) membahas tentang dimensionalitas skala
etika tentang penggelapan pajak. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya
penggelapan pajak, dan sangat beraneka ragam cara yang dilakukan oleh para
oknum penggelap pajak untuk menyembunyikan berbagai tindak kriminal
yang mereka lakukan. Mereka mensurvei sekitar seribu seratus orang di enam
negara. Sebuah skala pertanyaan sebanyak delapan belas item disajikan,
dianalisis, dan dibahas. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan pajak (tax
evasion) secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala etis dari
6
Universitas Sumatera Utara
item-item yang diuji, yaitu: 1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan positif
dari uang, 2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak dan kegunaan
negatif atas uang, dan 3) diskriminasi, yang terkait dengan penggelapan pajak
dalam kondisi tertentu. Determinan-determinan atas kecenderungan untuk
melakukan
penghindaran pajak dengan menggunakan studi kasus di
Argentina. Dengan menggunakan lima indikator, yaitu: 1) persepsi menjadi
cemas, 2) persepsi tentang seberapa adil sistem pajak, 3) persepsi tentang
seberapa baik pengeluaran pemerintah, 4) persepsi tentang informasi dan
teknologi yang dimiliki pemerintah, 5) kecenderungan untuk menghindari
pajak (Ayu, 2009 : 2).
Berbagai riset telah dilakukan untuk mengidentifikasi atau bahkan
meminimalkan penggelapan pajak ini, namun pada kenyataannya keadaan ini
masih sulit diatasi.Banyak pertimbangan yang harus dilakukan untuk
mengatasi permasalahan ini.Khususnya untuk negara Indonesia yang notabene
adalah negara hukum namun pada kenyataannya tidak mampu menerapkan
hukum secara adil dan belum mampu mengatasi etika penggelapan pajak yang
marak di Indonesia.
Penelitian lainnya telah dilakukan oleh salah seorang mahasiswi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013 lalu.Penelitian tersebut mengacu
pada variabel-variabel yang cukup kompleks diantaranya adalah keadilan,
diskriminasi,
sistem
perpajakan
dan
kemungkinan
tedeteksinya
kecurangan.Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa keadilan dan
diskriminasi
berpengaruh
positif,
sedangkan
sistem
perpajakan
dan
kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap etika
7
Universitas Sumatera Utara
penggelapan pajak. Beranjak dari penelitian ini, maka peneliti berikutnya
tertarik untuk melakukan penelitian dengan variabel yang lebih kompleks
dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel
yang akan di teliti dan di uji terhadap etika penggelapan pajak yang saat ini
marak di masyarakat khususnya terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang
terdaftar di KPP Binjai.
Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini
dengan penelitian terdahulu adalah :
1. Peneliti menambahkan variabel independen menjadi lima variabel
diantaranya adalah pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan wajib pajak
(tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud).
2. Penelitian ini dilakukan di kota Binjai tepatnya di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Binjai, dengan cara melakukan penyebaran kuesioner.
Sedangkan peneliti sebelumnya melakukan penelitian di KPP di Kota
Jakarta.
Dari berbagai uraian yang telah di paparkan diatas, maka peneliti
termotivasi untuk melakukan sebuah penelitian mengenai etika penggelapan
pajak.Penelitian ini dilakukan sebagai suatu bentuk kontribusi untuk
mengetahui, memahami, dan bahkan melakukan analisis yang mendalam
mengenai motivasi-motivasi para mafia pajak yang melakukan penggelapan
pajak.Penelitian yang senantiasa terus dikembangkan ini, diharapkan mampu
memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalahan penggelapan pajak
8
Universitas Sumatera Utara
yang
sudah
sangat
mendarah
daging.Mampu
menerapkan
keadilan,
menghindari diskriminasi, meningkatkan penerimaan pajak dan bahkan
meminimalkan berbagai penggelapan pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu,
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki judul sebagai berikut :
“Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak
mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion).” (Studi Empiris pada
KPP Pratama Binjai)
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan wajib pajak
(tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap
persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion) ?
2. Bagaimana intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
kepatuhan wajib
pajak (tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) berpengaruh terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika
penggelapan pajak (Tax Evasion) ?
3. Manakah variabel independen (intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
kepatuhan wajib pajak (tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax
knowledge),
sistem
perpajakan
(tax
system),
dan
kemungkinan
terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) ) yang paling dominan
9
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi variabel dependen (Persepsi Wajib Pajak mengenai etika
penggelapan pajak (Tax Evasion) ) ?
1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas,
maka tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menemukan
bukti empiris atas hal-hal berikut ini :
1. Untuk menganalisis pengaruh intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
kepatuhan wajib pajak (tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax
knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud)baik secara parsial maupun
simultan terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan
pajak (Tax Evasion).
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh intensitas pemeriksaan pajak
(tax audit),
kepatuhan wajib pajak (tax compliance), pengetahuan
wajib pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan
kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) berpengaruh
terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax
Evasion).
3. Untuk
menganalisis
pengaruh
pemeriksaan pajak (tax audit),
variabel
independen
(intensitas
kepatuhan wajib pajak (tax
compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) yang paling dominan terhadap variabel dependen
10
Universitas Sumatera Utara
(Persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax
Evasion) ).
1.3.2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Kantor Pelayanan Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor
Pelayanan Pajak khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai,
sebagai bahan masukan danpertimbangan untuk melakukan kegiatan
evaluasi dan mengambil tindakan korektif dalam memahami pengaruh
intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan wajib pajak (tax
compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika
penggelapan pajak (Tax Evasion).
2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi
sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi
mengenai pengaruh intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
kepatuhan wajib pajak (tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax
knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak
mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion).
11
Universitas Sumatera Utara
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya
dan menjadi acuan bagi para peneliti berikutnya, dalam menambah
pengetahuan dan memberikan keyakinan mengenai pengaruh intensitas
pemeriksaan pajak (tax audit),
kepatuhan wajib pajak (tax
compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika
penggelapan pajak (Tax Evasion).
4. Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh
intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan wajib pajak (tax
compliance), pengetahuan wajib pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan (tax system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika
penggelapan pajak (Tax Evasion).
5. Bagi Wajib Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bagi para
Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak tepat pada waktunya.
Dan dengan adanya penelitian ini semoga akan mengurangi berbagai
kesenjangan yang merupakan ketidakadilan, diskriminasi, dan bahkan
penggelapan
pajak
tetapi
penelitian
ini
diharapkan
mampu
memberikan pengetahuan yang lebih baik mengenai perpajakan kepada
12
Universitas Sumatera Utara
setiap Wajib Pajak terkhusus Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Binjai.
13
Universitas Sumatera Utara