Laporan Kimia Anorganik

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

Disusun Oleh :
Nama

: Samuel Parulian Bakara

NPM

: E1G013069

Prodi

: Teknologi Industri Pertanian

Kelompok

: 1 (Satu)

Hari / jam


: Kamis / 14:00 – 15:40

Tanggal

: 24 Oktober 2013

Ko-Ass

: *Reski Pratama
*Tatik Sulasmi

Dosen

: Dra. Devi Silsia, M.Si

Objek Praktikum

: CARA-CARA MENYATAKAN KONSENTRASI LARUTAN

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang
terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi.
Larutan dapat berupa gas, cairan atau padatan. Larutan encer adalah larutan yang
mengandung sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat
adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute. Solute adalah zat terlarut, sedangkan
solvent (pelarut) adalah medium dalam mana solute terlarut.
Untuk menyatakan komposisi larutan secara kuantitatif digunakan konsentrasi.
Konsentrasi adalah perbandingan jumlah zat terlarut dan jumlah pelarut, dinyatakan dalam
satuan volume (berat, mol) zat terlarut dalam sejumlah volume tertentu dari pelarut.
Berdasarkan hal ini muncul satuan- satuan konsentrasi, yaitu fraksi mol, molaritas, molalitas,
normalitas, ppm serta ditambah dengan persen massa dan persen volume.
Apabila larutan yang lebih pekat, satuan konsentrasi larutan yang diketahui dengan
satuan yang diinginkan harus disesuaikan. Jumlah zat terlarut sebelum dan sesudah

pengenceran.
Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara
menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan
senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang- kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini
terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan
dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya.
Jika air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar
yang dapat menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik.
Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit.
1.2 Tujuan Percobaan


Menjelaskan berbagai satuan konsentrasi larutan.



Mampu membuat larutan pada berbagai konsentrasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Larutan
Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air atau
aqueous. Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak dinamakan larutan
pekat. Jika jumlah zat terlalu sedikit, larutan dinamakan larutan encer. Larutan adalah
campuaran yang homogen dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit disebut
zat terlarut (solute), sedangkan yang jumlahnya lebih banyak disebut pelarut. (Chang, 2003)
Komposisi dan sifat fase suatu larutan berbeda dengan air murni. Larutan merupakan
campuran yang terdiri dari dua bahan. Larutan terbagi menjadi larutan homogen dan larutan
heterogen. Larutan homogen mempunyai sifat-sifat yang sama diseluruh cairan, sedangkan
larutan heterogen merupakan campuran dua fase dan memiliki sifat-sifat yang tidak seragam.
(Achmadi, 2004)
Larutan adalah campuran molekul (atom atau ion dalam bneberapa hal), biasanya
molekul-molekul pelarut agak berjauhan dalam larutan dibanding dalam pelarut murni.
Sehingga pembentukan larutan dapat dibuat sebagai suatu proses hipotesis berikut: pertama,
jarak antara molekul-molekul meningkat menjadi jarak rata-rata yang ditampilkan dalam
larutan. Tahap ini memerlukan penyerapan energi untuk melampaui gaya-gaya intermolekul
kohesi. Tahap ini disertai dengan peningkatan entalpi, reaksinya adalah endoterm. Dalam
tahap endoterm kedua, pemisahan yang sama terhadap molekul-molekul terlarut terjadi. Tahap
ketiga dan terakhir adalah membiarkan molekul-molekul pelarut dan terlarut untuk
bercampur. Gaya tarik intermolekul diantara molekul tak sejenis menyebabkan pelepasan

energi, entalpi menurun dalam tahap ini. (Achmadi, 2004)
Larutan terbentuk melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang molekulnya
berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Perubahan gaya antarmolekul yang dialami
oleh molekul dalam bergerak dari zat terlarut murni atau pelarut ke keadaan tercampur
mempengaruhi baik kemudahan pembentukan maupun kestabilan larutan. Larutan dapat
berada dalam kestimbangan fasa dengan gas, padatan, atau cairan lain. (Oxtoby, 2001)
Untuk menentukan sifat pelarut suatu senyawa dapat diketahui dari perubahan
temperatur air sebelum dan sesudah. Bila temperaturnya naik, pelarut tersebut bersifat
eksoterm. Sedangkan jika temperaturnya turun, maka pelarutnya bersifat endoterm (Schaum,
1998).

Unsur terpenting yang menentukan keadaan bahan dalam larutan adalah pelarut.
Komponen yang jumlahnya lebih sedikit dinamakan zat terlarut. Larutan yang menggunakan
air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air atau aqueous. Larutan yang mengandung zat
terlarut dalam jumlah banyak dinamakan larutan pekat. Jika jumlah zat terlarut sedikit, larutan
tersebut dinamakan larutan encer. Istilah larutan biasanya mengandung arti pelarut cair
dengan cairan, padatan, atau gas sebagai zat terlarut. Larutan dapat pula berbentuk padat dan
gas. Karena molekul-molekul gas terpisah jauh, molekul-molekul dalam campuran gas
berbaur secara acak, semua campuran gas adalah larutan (Achmadi, 2004).
Dalam larutan padat, pelarutnya adalah zat padat. Kemampuan membentuk larutan

padat sering terdapat pada logam dan larutan padat ini dinamakan alloy. Dalam larutan padat
tertentu, atom terlarut menggantikan beberapa atom pelarut dalam kisi kristal. Larutan ini
dinamakan larutan substitusional, yang ukuran atom pelarut dan terlarutnya kira-kira sama.
Dalam larutan padat lain atom terlarut dapat mengisi kisi atau lubang dalam kisi-kisi pelarut.
Pembentukan larutan padat interstisial terjadi apabila atom terlarut cukup kecil untuk
memasuki lubang-lubang diantara atom-atom pelarut (Achmadi, 2004).
2.2 Konsentrasi Larutan
Konsentrasi larutan merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat
terlarut dan pelarut. Konsentrasi merupakan jumlah zat tiap satuan volume (besaran intensif),
larutan encer berupa julah zat terlarut sangat sedikit, dan larutan pekat adalah jumlah zat
terlarut sangat banyak. Cara menyatakan konsentrasi antara lain bisa dengan molar, molal,
persen, fraksi mol, bagian persejuta (ppm), dan lain-lain. Untuk bagian persejuta (ppm) adalah
massa komponen larutan (g) per 1 juta gram larutan. Untuk pelarut air, 1 ppm setara dengan 1
mg/liter, sedangkan persen berat, menyatakan jumlah gram berat zat terlarut dalam larutan
100 gram.
Konsentrasi larutan menyatakan kuantitas zat terlarut dalam kuantitas pelarut/larutan.
Sehingga setiap sistem konsentrasi harus menyatakan satuan yang digunakan untuk zat
terlarut, kuantitas kedua dapat berupa pelarut atau larutan keseluruhan, dan satuan yang
digunakan untuk kuantitas kedua. Satuan konsentrasi yang kuantitas terlarut dan larutannya
diukur berdasarkan massa dinamakan persen massa/massa. Satuan konsentrasi yang

kuantitasnya dinyatakan dalam satuan volume disebut persen volume/volume. Masih ada
kemungkinan lain yaitu campuran satuan massa dan volume. Misalnya jika zat terlarut diukur
berdasarkan massa dan kuantitas larutan berdasarkan volume, dapat digunakan istilah persen
massa/volume. Jika konsentrasi larutan diberikan berdasarkan persen tanpa penjelasan lebih

lanjut mengenai massa/massa, volume/volume, massa/volume, maka yang dimaksud adalah
persen massa. (Achmadi, 2004)
Pada konsentrasi molar (Molaritas), dicatat bahwa:


Stoikiometri reaksi kimia didasarkan pada jumlah nisbi atom, ion, atau molekul yang
bereaksi.



Banyak reaksi kimia yang dilakukan dalam larutan. Karena alasan ini konsentrasi
dinyatakan berdasarkan jumlah partikel terlarut, atau konsentrasi molar. (Achmadi, 2004)
Konsentrasi dari suatu larutan menunjukkan berapa banyak jumlah suatu zat terlarut

dalam larutan tersebut. Nilai dari konsentrasi suatu larutan dapat dinyatakan dalam beberapa

satuan, antara lain: persen berat, persen volume persen berat per volume, part permilion (ppm)
dan part perbillion (ppb), fraksi mol, molaritas, molalitas, normalitas.
2.3 Titrasi
Titrasi adalah cara yang memungkinkan kita untuk mengukur jumlah yang pasti dari
suatu larutan dengan mereaksikan suatu larutan lain yang konsentrasinya diketahui. Analitis
semacam ini yang menggunakan pengukuran volume larutan pereaksi disebut analitis
volumetric. (Petrucci, 1987).
Titrasi merupakan penambahan secara cermat volume larutan yang mengandung zat
yang konsentrasinya diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi antara keduanya secara
kuantitatif. Selesainya reaksi yaitu pada titik akhir ditandai dengan semacam perubahan fisis,
misalnya warna campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat yang disebut
indikator, yang mengubah warna pada titik akhir. Indikator adalah zat warna yang perubahan
warnanya tampak jelas dalam rentang pH yang sempit. (Oxtoby, 2001)
Salah satu reaksi yang sering digunakan dalam titrasi adalah netralisasi asam-basa.
Biasanya, sebagai larutan asam diletakkan pada erlemeyer atau gelas kimia. Indikator adalah
suatu zat yang mempunyai warna yang berlainan dalam keadaan asam dan basa. Misalnya,
lakmus dalam suasana asam akan berwarna merah, sedangkan dalam keadaan basa warnanya
biru. Indikator lain yang biasa juga digunakan adalan phenophtalein, yang dalam suasana
asam tidak berwarna dan dalam keadaan basa berwarna merah muda. (Brady, 1999)


Agar titrasi dapat berlangsung dengan baik, yang harus diperhatikan adalah :
1) Interaksi antara penitrasi dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara
stoikiometri, artinya sesuai dengan ketetapan yang dicapai dengan peralatan yang

lazim digunakan dalam titrimetri. Reaksi harus sempurna sekurang-kurangnya 99,9%
pada titik kesetaraan.
2) Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan cepat.
Titrasi dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Berdasarkan reaksi


Titrasi asam basa



Titrasi oksidasi reduksi



Titrasi pengendapan




Titrasi kompleksometri

2. Berdasarkan titran (larutan standar) yang dipakai


Titrasi asidimetri

3. Campuran penetapan akhir


Cara visual dengan indicator



Cara elektromagnetik

4. Berdasarkan konsentrasi



Makro



Semimikro



Mikro

5. Berdasarkan teknik pelaksanaan


Titrasi langsung



Titrasi plank



Titrasi tidak langsung

2.4 Sifat Larutan
Penambahan solute menurunkam tendensi lepasnya molekul-molekul solven hingga
penurunan titik beku akan terjadi pengurangan takanan uap, paling tidak larutan yang encer
adalah berbanding langsung dengan kosentrasi dari partikel-partikel solute yang ditambahkan.
(Sastrohamidjojo, 2005)
Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai keasaaman dalam
struktur dan sifat –sifat kelistrikan dengan molekul-molekul solven. Bila ada keasaman, maka
gaya-gaya tarik yang terjadi antara solute-solven adalah kuat, begitu juga sebaliknya. Secara
umum, padatan ionik mempunyai kelarutan yang lebih tinggidalam solven polar dari pada
dalam solven nonpolar.

BAB III
METODELOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat

Bahan



Pipet ukur



H2SO4



Pipet gondok



NaCl



Neraca analitik



NaOH



Botol semprot



Etanol



Kaca arloji



KlO3



Labu ukur



HCl



Bola hisap



Asam oksalat



Sikat tabung reaksi



Urea



Corong

3.2 Cara Kerja
3.2.1 Membuat larutan NaCl 1%
Ditimbang sebanyak 0,5 gram NaCl dengan neraca analitik, kemudian dilarutkan
dengan aquades di dalam labu ukur 50 ml, sampai tanda batas.
3.2.2 Membuat larutan etanol 5%
Dipipet sebanyak 2,5 ml etanol absolute dengan pipet ukur, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 ml. Tanpa aquades sampai tanda batas. Kocok sampai homogen.
3.2.3 Membuat larutan 0,01 M KIO3 (Mr. 214 gram/mol)
Ditimbang sebanyak 0,107 gram KIO3 dengan neraca analitik, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan ke dalam aquades (aquades ditambahkan sampai
tanda batas).
3.2.4 Membuat larutan 0,1 M H2SO4 (Mr. 98 gram/mol)
Dipipet sebanyak 0,5 ml H2SO4 dengan pipet ukur, kemudian diencerkan dengan
aquades dalam labu ukur 50 ml sampai tanda batas.
 Labu ukur 50 ml diisi terlebih dahulu dengan aquades, kira – kira 25 ml, selanjutnya
baru dipipetkan H2SO4 ke dalam labu ukur, selanjutnya ditambahkan lagi dengan
aquades sampai tanda batas. Cara seperti ini berlaku untuk membuat larutan asam kuat
dan basa kuat yang lain.
3.2.5 Membuat larutan 0,1 N HCl (Mr. 36,5 gram/mol)
Dipipet sebanyak 0,415 ml HCl 37% dengan pipet ukur, kemudian diencerkan dengan
aquades dalam labu ukur 50 ml sampai tanda batas.
3.2.6 Membuat larutan 0,1 N asam oksalat (Mr. H2C2O4. 2H2O. 126 gram/mol)
Ditimbang 0,3151 gram asam oksalat dengan neraca analitik, kemudian diencerkan
dengan aquades dalam labu ukur 50 ml sampai tanda batas.
3.2.7 Membuat larutan 1 N NaOH (Mr, 40 gram/mol)
Ditimbang 0,2 gram NaOH, kemudian diencerkan dengan aquades di dalam labu ukur
50 ml sampai tanda batas.

3.2.8 Membuat Larutan 1000 ppm Nitrogen ( N2 ) (Mr.urea 60 gram/mol)
Ditimbang 0,1086 gram urea, kemudian diencerkan dengan aquades dalam labu ukur 50
ml sampai tanda batas.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Hasil Pengamatan
1. Membuat larutan NaCl 1%
Ditimbang sebanyak 0,5 gram NaCl dengan neraca analitik, kemudian dilarutkan
dengan aquades di dalam labu ukur 50 ml, sampai tanda batas.
2. Membuat larutan etanol 5%
Dipipet sebanyak 2,5 ml etanol absolute (=100% dengan pipet ukur, kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan diencerkan dengan aquades sampai tanda
batas.
3. Membuat larutan 0,01 M KIO3 (Mr. 214 gram/mol)
Ditimbang sebanyak 0,107 gram KIO3 dengan neraca analitik, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan dengan aquades tanda batas.

4. Membuat larutan 0,1 M H2SO4 (Mr. 98 gram/mol)
Dipipet sebanyak 0,5 ml H2SO4 dengan pipet ukur, kemudian diencerkan dengan
aquades dalam labu ukur 50 ml sampai tanda batas.
5. Membuat larutan 0,1 N HCl (Mr. 36,5 gram/mol)
Dipipet sebanyak 0,415 ml HCl 37% dengan pipet ukur, kemudian diencerkan dengan
aquades dalam labu ukur 50 ml, sampai tanda batas.
6. Membuat larutan 0,1 N asam oksalat (Mr. H2C2O4. 2H2O. 126 gram/mol)
Ditimbang 0,3151 gram asam oksalat dengan neraca analitik, kemudian diencerkan
dengan aquades dalam labu ukur 50 ml sampai tanda batas.
7. Membuat larutan 1 N NaOH (Mr, 40 gram/mol)
Ditimbang 0,2 gram NaOH, kemudian diencerkan dengan aquades di dalam labu ukur
50 ml sampai tanda batas.
8. Membuat Larutan 1000 ppm Nitrogen ( N2 ) (Mr.urea 60 gram/mol)
Ditimbang 0,1086 gram urea, kemudian diencerkan dengan aquades dalam labu ukur 50
ml sampai tanda batas.

B. Perhitungan
1. Dik: 0,5 gram NaCl
dilarutkan dalam aquades 50 ml sampai tanda batas
Dit: % larutan NaCl
Jawab : x% =

gram zat terlarut
x100%
gram zat pelarut

x =

0,5
x100
50

x =

50
50

x =1%
2. Dik: 2,5 ml etanol absolute denga pipet ukur
dalam labu ukur 50 ml

Dit: % larutan etanol
2,5
x100%
50

Jawab: x =

250
50

=

=5%
3. Dik: 0,0107 gram KIO3
dimasukkan dalam labu ukur 50 ml
Dit : M
gram zat terlarut
Mr zat terlarut x liter larutan

Jawab: M =
M=

0,107
214 x 0,05 l

M=

0,107
10,7

M = 0,01 M
4. Dik: 0,5ml H2SO4
diencerkan dengan aquades dalam labu ukur 50 ml
Dit: M larutan
Jawab: 0,5 x 1,303 = 0,6515 gram
M ¿

0,06515
98 x 0,005

=

0,6515
4,9

= 0,13 gram

5. Dik: 0,415 ml HCl 37% dengan pipet ukur
diencerkan dengan aquades dalam labu ukur 50 ml
BE =
=

Mr
n

36,5
= 36,5
1

Dit: N larutan HCl
Jawab : N =

mol ekivalen zat terlarut (ek )
L larutan

gram zat terlarut
BE

ek =

0.0042
0,05

=

=

37 x 0,415
36,5

37
= 100 x 0,415
36,5

= 0,08 gram

= 0,0042 gram
6. Dik: 0,3151 gram oksalat diencerkan dengan aquades.
dalam labu ukur 50 ml
Dit: N larutan asam oksalat
Jawab: BE =

126
2

EK =

= 63

N=

0,3151
63

= 0,005

0,005
0,5

= 0,1
7. Dik: 0,2 gram NaOH
diencerkan dengan aquades dalam labu ukur 50 ml
Dit: N
Jawab : BE =

40
10

=4

Ek =

0,2
4

=0,05

N =

0,05
0,05

=1

8. Dik: 0,1086 gram urea
dalam labu ukur 50 ml
Dit: ppm Nitrogen (N2)
jawab: ppm =

berat zat terlarut
berat larutan

=

mg
L

=

50,68
0,05

x 10-6

N2 =

28
x 0,01086 = 0,05068 g
60

= 1013 ppm

BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini yaitu cara-cara menyatakan konsentrasi larutan kami
melakukan 8 kali percobaan. Yang pertama membuat larutan NaCl 1% dengan NaCl yang
ditimbang didalam neraca analitik sebanyak 0,5 gram dan kemudian NaCl dimasukkan
kedalam labu ukur dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 50 ml dan diisi sebanyak tanda
batas. Kedua, membuat larutan etanol 5% dengan etanol yang didalam pipet ukur sebanyak
2,5 ml yang kemudian di diencerkan didalam labu ukur yang diisi dengan aquades sebanyak
50 ml dan kemudian diencerkan sampai tanda batas. Ketiga, membuat larutan 0,01 M KIO3
(Mr. 214 gram/mol) dengan KlO3 ditimbang sebanyak 0,017 gram dan dimasukkan kedalam
labu ukur yang dilarutkan dengan aquades sebanyak 50 ml dan dilarutkan sampai tanda batas.
Keempat, membuat larutan 0,1M H2SO4 (Mr. 98 gram/mol) dengan H2SO4 yang diukur
didalam pipet ukur sebanyak 0,15 ml, kemudian diencerkan didalam labu ukur dengan
aquades sebanyak 50 ml sampai tanda batas. Kelima, membuat larutan 0,1 N HCl (Mr. 36,5
gram/mol) dengan HCl 37% yang diukur didalam pipet ukur sebanyak 0,415 ml yang
kemudian diencerkan dengan aquades sebanyak 50 ml didalam labu ukur sampai tanda batas.
Keenam, membuat larutan 0,1 N asam oksalat (Mr. H2C2O4. 2H2O. 126 gram/mol) dengan
asam oksalat yang ditimbang pada neraca analitik sebanyak 0,3151 gram, kemudian
dimasukkan kedalam labu ukur yang diisi dengan aquades sebanyak 50 ml sampai tanda
batas. Ketujuh, membuat larutan 1 N NaOH (Mr. 40 gram/mol) dengan NaOh yang ditimbang
sebanyak 0,2 gram yang kemudian diencerkan didalam labu ukur dengan aquades sebanyak
50 ml sampai tanda batas. Yang terakhir atau yang kedelapan yaitu membuat larutan 1000
ppm Nitrogen (N2) (Mr. Urea 60 gram/mol) dengan urea yang ditimbang sebanyak 0,1086
gram yang diencerkan dengan aquades sebanyak 50 ml didalam labu ukur sampai tanda batas.

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Penjelasan satuan konsentrasi yaitu :
Persen berat (%w/w) menyatakan banyaknya gram zat terlarut dalam gram larutan, persen
volume (%V/V) menyatakan volume (ml) zat terlarut dalam volume larutan (ml), persen
berat per volume (W/V) menyatakan jumlah gram zat terlarut dalam 100 ml larutan, part
permillion (ppm) menyatakan jumlah gram zat terlarut per 100 gram larutan dan part
perbillion (ppb) menyatakan gram zat terlarut persejuta gram larutan, fraksi mol (fx)
menyatakan jumlah zat terlarut atau pelarut dalam larutan, Molaritas (M) menyatakan
jumlah zat terlarut per liter larutan, molaritas (m) menyatakan jumlah mol zat terlarut per
kilogram (1000g) pelarut, dan Normalitas (N) menyatakan banyaknya mol ekivalen zat
terlarut dalam liter larutan.
2. Membuat larutan sebagai berikut :
Larutan NaCl 1% merupakan persen berat (% w/w), larutan etanol 5% merupakan persen
volume (% V/V), larutan 0,01 M KIO3 merupakan persen berat per volume (%W/V),
larutan 0,1 M H2SO4 merupakan part permilion (ppm) dan part perbillion (ppb), larutan 0,1
N HCl fraksi mol (fx), larutan 0,1 N asam oksalat merupakan Molaritas (M), larutan 1 N
NaOH merupakan molalitas (m), dan 1000 ppm Nitrogen (N2) merupakan Normalitas (N).
6.2 Saran
 Dalam proses percobaan sebaiknya praktikan diharapkan dapat menjaga ketertiban di
dalam ruangan praktikum agar praktikum yang dilaksanakan berjalan dengan lancar.
 Sebaiknya alat-alat yang ada didalam laboratorium, lebih dilengkapai lagi.

BAB VII
JAWABAN PERTANYAAN
Soal
1. 80 gram H2SO4 dilarutkan dengan 120 gram air.
Diketahui : Mr H2SO4 98 g / mol

Mr Air ( H2O ) 18 g/ mol

BJ H2SO4 1,303 g / ml

BJ air 1 g/ ml

Konsentrasi H2SO4 100 %
Tanya :
a. Persen berat
b. Molalitas
c. Molaritas
d. Fraksi mol zat terlarut
e. Fraksi mol pelarut
Jawaban :
a. persen berat =

b.Molalitas =

gram zat terlarut
gram zat pelarut

mol zat terlarut
kg pelarut

x 100% =

80 x 100
120

=

8000
120

=

98 gram/ mol
0.12 kg

= 66,69 %

= 816,67 mol / 1000 gram

c.Molaritas =

mol zat terlarut
L larutan

V terlarut =

80 gram
1,303 gram/ml

V pelarut =

120 gram
1 gram/ml

= 61,39 ml

= 120 ml

V larutan = 181,39 ml = 0,18139 l
M = 98 mol

= 540,27 mol / l

d.Fraksi Mol zat terlarut=
Mol terlarut = 0,816

Mol pelarut = 6,67

‫٭‬

X=

jumlah mol terlarut
jumlah mol larutan

=

0,816
7,48

‫٭‬

X=

jumlah mol pelarut
jumlah mol larutan

=

6,67
=0,89
7,48

= 0,109

jumlah mol zat pelarut
jumlah mol zat terlarut+ jumlah mol pelarut

e.Fraksi mol pelarut =

120/18
120
+ 80/98
18

=

6,66
0,8+6,66

=

= 0,89 M
2.lengkapi tabel
Zat terlarut
NaNO3
NaNO3
KBr
KBr

Gram zat
terlarut
25
C
91
G

Mol zat
terlarut
A
D
E
0,42

Volume larutan

molaritas

B
16 L
450 ml
H

1,2
0,023
F
1,8

massa NaNO 3 25
=
= 0,294 m
Mr NaNO 3
85

jawab: A. Mol NaNO3 =

B. Volume H2O =

massa NaNO 3 molaritas NaNO3
×
=¿
Mr NaNO 3
1000

0,294 1,2 294
×
=
=2,88 ml
85
1000 102
C. Massa NaNO3 = Mr ×mol NaNo 3=85 × 0,01=0,85 gram
D. Mol

NaNO3=

E. Mol KBr =

massa NaNO3 0,85
=
=0,01
Mr NaNO3
85

massa KBr 91
=
=0,76
Mr KBr
119

F. Molaritas KBr =
G. Massa KBr =

Mr KBr ×mol KBr=119 × 0,42=49,98

H.Volume KBr =

¿

Massa KBr v .larutan 91
450
×
=
×
=1,69
Mr KBr
1000
119 1000

Massa KBr Molaritas KBr
×
Mr KBr
1000

90,44 1,8 49980
×
=
=233,3 ml
119 1000 214,2

BAB VIII
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 2004. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarata : Binarupa Aksara.
Chang. 2003. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.
Oxtoby. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.
Petruccci, H. Ralph.1987. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Sastrojamidjojo. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta : Gadjah Mada Press.
Schaum. 1998. Kimia Dasar Seri Schaum. Bandung : ITB.