Tren Busana Jemaat Kristen Dalam Kebaktian di Gereja GKPI Padang Bulan Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kita hidup di zaman modern yang menuntut setiap individu untuk

meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan

hal - hal lainnya yang

dianggap kuno dan memperbaharui atau bahkan menggantinya dengan berbagai
inovasi baru yang tentunya memiliki banyak perubahan didalamnya. Segala
sesuatu yang ada di masa yang lalu kebanyakan bertolak belakang dengan kondisi
di masa sekarang. Segala hal dimasa lalu termasuk modernisasi yang sangat
disukai oleh masyarakat secara umum sekarang mulai dirubah dan beralih kepada
suatu pandangan maupun hal baru yang dianggap lebih menyenangkan dari yang
sebelumnya. Peristiwa ini bisa menunjukkan bahwa era yang sekarang adalah
peralihan dari era modern menuju era postmodern.
Dinamisnya zaman juga terjadi dalam hal berpakaian. Pakaian adalah
kebutuhan. Semua orang pasti sependapat dengan pernyataan tersebut.

Perkembangan zaman juga mulai merubah pandangan masyarakat tentang
pakaian. Beberapa orang berpendapat pakaian mampu memberikan cerminan
kepribadian dan juga memberi citra diri baik positif mapun negatif dari seseorang.
Beragamnya ide dan life style (gaya hidup) di era postmodern ini juga turut
mempengaruhi pemilihan individu dalam berbusana.
Kebebasan

dan perkembangan

peradaban manusia juga turut

mempengaruhi manusia dalam menciptakan berbagai macam model dan desain
pakaian. Semakin beragamnya pemikiran manusia juga membentuk gaya hidup
baru di era sekarang ini. Busana dari suatu individu juga bisa menentukan kelas
1
Universitas Sumatera Utara

dan kualitas individu itu sendiri, maka tidak jarang beberapa individu memakai
busana – busana mahal dan model dengan alasan tertentu.Ada juga beberapa
model busana tersebut dianggap minim / seksi oleh beberapa orang dan mereka

berpendapat kurang sopan jika dipakai. Akibatnya, banyak juga yang beranggapan
bahwa banyak individu yang sudah mulai meninggalkan nilai-nilai sopan santun
di dalam masyarakat. Namun, bukan berarti jika seseorang berpakaian minim,
maka dia pasti berkepribadian buruk. Ada pepatah jawa yang mengatakan
“Ajining diri ono ing lati,ajining saliro ono ing busono” yang artinya kehormatan
diri terletak pada tutur kata dan kehormatan penampilan terletak pada kesantunan
berpakaian.
Gaya berbusana memang terkadang menjadi permasalahan bagi
beberapa orang. Manusia sepatutnya memang tidak boleh menilai manusia lainnya
berdasarkan penampilannya saja. Tidak semua orang yang berbusana minim
berkepribadian buruk. Beberapa pria dan wanita memang merasa lebih nyaman
memakai pakaian yang cukup minim, khususnya ketika cuaca panas. Mereka
beralasan bahwa pakaian yang tertutup sangat tidak nyaman digunakan sehingga
mereka lebih memilih pakaian yang terbuka. Anak-anak juga mulai meniru cara
berpakaian yang demikian dan tak jarang orangtuanya sendiri yang memakaikan
untuk anaknya. Akibatnya kebiasaan berbusana minim sudah ditanamkan sejak
dini. Kebiasaan masyarakat dalam berbusana seperti ini telah dipakai oleh banyak
jemaat di dalam proses kebaktian di Gereja.
Sesungguhnya cara berpakaian seseorang adalah hak mutlak dari
individu itu sendiri. Semua orang bebas untuk berekspresi bahkan dalam hal


2
Universitas Sumatera Utara

berpakaian. Namun kebebasan tentu ada batasnya. Jemaat di gereja hendaknya
harus berpakaian yang menunjukkan bahwa dia menghargai tubuhnya. Hal yang
paling mendasari cara kita berpakaian adalah pandangan kita terhadap tubuh kita
dimana kita melihat tubuh kita sebagai ciptaan Tuhan yang mulia dan harus
dijaga.
Beragamnya gaya busana jemaat ini juga dapat ditemukan di beberapa
Gereja di daerah Medan dimana tiap jemaat tentunya memiliki ciri dan pandangan
yang berbeda terhadap tren busana. Ada jemaat yang lebih memilih busana formal
dan tertutup ketika melakukan ibadah, namun ada juga jemaat yang lebih nyaman
memakai busana informal dan terbuka. Beberapa jemaat baik itu laki – laki dan
perempuan memang sudah terbiasa mengenakan busana minim dan informal di
kehidupan sehari-hari, jadi menurutnya tidak masalah jika dipakai juga ketika
mengikuti kebaktian selama nyaman digunakan. Walaupun cara berbusana juga
merupakan hak dari setiap individu, namun ada baiknya memang jika jemaat lebih
bijaksana dalam menyesuaikan busana dan keperluan yang akan dilakukan.
Beberapa jemaat merasa keberatan dengan cara berbusana sebagian

jemaat yang menurut ukuran mereka termasuk tidak sopan. Namun tentu saja
ukuran dan pendapat tiap orang berbeda-beda. Beberapa jemaat beralasan merasa
terganggu dan terusik ketika melakukan ibadah. Namun beberapa jemaat
berpendapat bahwa jemaat tersebut tentunya harus mampu mengendalikan diri
dan fokus dalam ibadahnya, bukannya malah menyalahkan gaya berbusana
seseorang. Memang di beberapa Gereja tidak ada peraturan tertulis yang mengatur
busana dalam beribadah, namun beberapa gereja turut juga menyampaikan secara

3
Universitas Sumatera Utara

lisan yang biasanya disampaikan di dalam kotbah maupun saran-saran dari sesama
jemaat lainnya agar hendaknya

berbusana lah dengan sewajarnya ketika

beribadah.
Fenomena beragamnya gaya busana jemaat gereja menjadi hal yang
cukup sering terjadi di beberapa daerah. Ada juga beberapa artikel dan beberapa
penelitian yang berkaitan dengan fenomena ini. Penelitian sebelumnya oleh

Naniek Risnawati (2014) dengan judul Busana Mencerminkan Kepribadian yang
menyatakan bahwa busana mampu memberikan citra baik itu positif maupun
negatif bagi seseorang. Dalam penelitian tersebut beberapa individu menyatakan
bahwa busana mampu menggambarkan watak, kebiasaan, dan status sosial bagi
pemakainya. Penelitian oleh Ifa Handayani (2015) dengan judul Etika Berbusana
dalam Pergaulan Mahasiswa menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki pandangan
tersendiri terhadap busana dan kurang setuju dengan peraturan yang mengekang
kebebasan berbusana. Banyak mahasiswa yang tidak terbiasa dengan busana
formal dan tidak setuju jika dipaksa mengenakan busana formal ketika mengikuti
perkuliahan di kampus. Namun sebagian mahasiswa juga setuju dengan
penggunaan busana formal karena lebih terkesan sopan dan nantinya akan
membiasakan mahasiswa berpenampilan sopan di masyarakat.
Dalam penelitian Diah Andarini (2012) dengan judul Busana Sebagai
Identitas, mahasiswa Pendidikan Sosiologi dan Antropologi FKIP UNS cukup
mengikuti tren fashion karena mengikuti perkembangan jaman itu sendiri dan juga
untuk menarik perhatian lawan jenis. Mahasiswa mengikuti perkembangan tren
fashion melalui majalah, televisi, dan keberadaan mall / butik. Dalam penelitian

4
Universitas Sumatera Utara


selanjutnya berjudul Pakaian Sebagai Penanda oleh Herman Jusuf (2001),
dikatakan setiap bentuk dan jenis pakaian apapun yang mereka kenakan akan
menyampaikan penanda sosial (social signals) tentang pemakainya.
Ada juga sebuah artikel yang ditulis oleh Anne Avantie berjudul “Gereja
Bukanlah Fashion Show” dimana Anne Avantie yang juga merupakan desainer
top di Indonesia kurang setuju dengan fenomena busana minim ketika beribadah.
Anne menganggap bahwa banyak jemaat wanita yang salah tempat dalam
berbusana dalam beribadah. Menurut Anne Avantie, Gereja bukanlah seperti
ajang Fashion Show dimana jemaat sangat terfokus dengan busana dan terkadang
beberapa jemaat lupa akan tujuannya yaitu beribadah. Setiap orang tentu memiliki
pendapat yang berbeda terkait hal ini.
Beberapa gereja juga tidak setuju dengan kebebasan berbusana jemaat
dalam melakukan ibadah. Beberapa gereja bahkan membuat larangan secara
tertulis terkait aturan berbusana dalam beribadah. Beberapa jemaat tentu tidak
bermasalah dengan aturan tersebut, namun tentu saja ada jemaat yang keberatan.
Beberapa jemaat yang tidak keberatan tentunya merasa tidak bersalah karena
merasa itu merupakan haknya dalam memilih busananya.
Hal ini bisa menjadi dilema dimana kebebasan bisa menjadi
permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat. Kebebasan manusia dalam

bertindak termasuk berbusana tentunya bisa menjadi masalah baru di kehidupan
bermasyarakat. Kebebasan memanglah harus dibatasi walaupun banyak orang
yang tidak setuju dan menuntut untuk sebebas mungkin. Namun batasan ini
tentunya dalam hal yang sewajarnya. Kebebasan tentunya dibatasi agar kehidupan

5
Universitas Sumatera Utara

bermasyarakat tetap pada jalurnya dan sesuai dengan nilai yang disepakati
bersama.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, beberapa jemaat dan masyarakat
memiliki pandangan yang berbeda terkait gaya busana dalam beribadah. Beragam
pluralitas ide dan gaya hidup masyarakat mampu mempengaruhi gaya berbusana
individu baik itu dalam kehidupan sehari-hari juga dalam beribadah. Beberapa
alasan dan penjelasan diatas membuat penulis cukup tertarik untuk meneliti
fenomena beragamnya tren busana dalam beribadah ini.

1.2

Rumusan Masalah

1. Bagaimana beragamnya tren gaya busana modern jemaat bisa terjadi di
Gereja GKPI Padang Bukan Medan?
2. Bagaimana sikap jemaat terhadap beragam tren gaya busana modern
tersebut ketika beribadah?

1.3

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana ragam tren busana modern jemaat gereja
dan apa saja yang menyebabkan beragamnya tren busana modern di
Gereja bisa terjadi.
2. Untuk mengetahui sikap jemaat terhadap fenomena beragamnya tren
busana modern jemaat dalam beribadah.

6
Universitas Sumatera Utara

1.4
1.4.1


Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan bagi para

pembaca khususnya mahasiswa dan penelitian ini juga diharapkan memberi
dampak positif untuk Gereja dan masyarakat.
1.4.2

Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi maupun

sebagai bahan kajian atau bahan perbandingan untuk penelitian berikutnya.
Penelitian ini juga turut menambah wawasan penulis baik itu data dari buku,
internet, maupun pustaka lainnya ataupun data dari narasumber.

7
Universitas Sumatera Utara