Analisis Penggunaan Sakarin dan Sikt Pada Manisan Buah yang Dijajakan di Pasar Rame Medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manisan Buah
Manisan adalah salah satu proses pengawetan yang menggunakan gula
sebagai pengawetnya (Royaningsih, 1999). Manisan buah adalah salah satu
bentuk makanan olahan yang banyak disukai oleh masyarakat. Rasanya yang
manis bercampur dengan rasa khas buah yang sangat cocok untuk dinikmati
berbagai kesempatan. Buah yang dijadikan manisan umumnya adalah buah yang
aslinya tidak mempunyai rasa manis, tetapi lebih asam (Sediaoetama, 2008).
Meskipun jenis buah-buahan yang umum dipasarkan ada bermacammacam bentuk dan rasanya. Manisan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4
golongan, yaitu (Kusmiadi, 2008) :
1. Golongan pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer (gula
yang dilarutkan, dicampurkan dengan buah jambu, mangga, salak, dan
kedondong).
2. Golongan kedua adalah manisan larutan gula kental menempel pada buah.
Manisan jenis ini adalah pala, lobi-lobi, dan cermai.
3. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan gula utuh (gula tidak larut
dan menempel pada buah). Buah yang sering digunakan adalah buah
mangga, kedondong, sirsak, dan pala.
4. Golongan keempat adalah manisan kering asin karena unsur dominan
dalam bahan adalah garam. Jenis buah yang dibuat adalah jambu biji, buah
mangga, belimbing, dan pala.
10
Universitas Sumatera Utara
11
2.2
Bahan Tambahan Pangan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) sangat dekat dengan kehidupan sehari-
hari kita. Ketika kita minum susu atau jus botolan pada pagi hari, di dalam produk
tersebut kemungkinan besar ada BTP pewarna atau pengawet. Saat makan siang
atau malam, ikan asin atau ayam panggang, tahu goreng, saus sambal, dan soft
drink yang kita konsumsi kemungkinan besar mengandung BTP.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang
secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan
pangan. Jadi, BTP ditambahkan untuk mempengaruhi karakter pangan agar
memiliki kualitas yang meningkat. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia
yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang ada
(Syah, dkk, 2005).
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI No 772/Menkes/Per/IX/1988 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum
adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya
bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai
nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud
teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, dan penyimpanan. Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya
dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan.
11
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.1
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Dalam penggunaan Bahan Tambahan Pangan pada makanan harus
memenuhi persyaratan sesuai dengan Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 yaitu
sebagai berikut :
a. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak
diperlakukan sebagai bahan baku pangan.
b. BTP dapat mempunyai nilai gizi atau tidak, yang sengaja ditambahkan ke
dalam pangan pada pembuatan, pengolahan, pengemasan dan penyirmpanan
sehingga diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat
pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
c. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.
Menurut Cahyadi pada tahun 2012 dan Syah, dkk pada tahun 2005, secara
khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk :
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan
mutu pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih enak, renyah, dan lebih enak di mulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah
selera
4. Meningkatkan kualitas pangan
5. Menghemat biaya
6. Meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan
12
Universitas Sumatera Utara
13
7. Membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan
8. Mempermudah preparasi bahan pangan
2.2.2
Jenis Bahan Tambahan Pangan
Secara umum, Bahan Tambahan Pangan dapat dibagi menjadi 2 bagian
besar yaitu (Cahyadi, 2012) :
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud
penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan
membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.
Dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
a. Bahan makanan yang aman atau GRAS (Generally Recognized as
Safe)
Zat ini aman dan tidak berefek toksik dengan dosis yang tidak dibatasi
misalnya pati (sebagai pengental).
b. Bahan tambahan pangan yang boleh digunakan namun harus
mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang (Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan).
Misalnya, zat warna yang sudah dilengkapi sertifikat dari negara
asalnya bahwa aman dan boleh digunakan pada makanan (Diluar
daftar Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988).
c. Bahan tambahan pangan yang digunakan dengan dosis tertentu,
dimana untuk menggunakannya ditentukan dosis maksimum, sesuai
13
Universitas Sumatera Utara
14
Permenkes RI No. 722/Menkes/PerIX/1988 (sekarang Permenkes RI
No. 033 Tahun 2012).
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan,yaitu bahan yang
tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak
sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan
selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat
pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja
ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya
yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi.
Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida),
antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.
2.2.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan
Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 033
tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang diatur oleh Departemen
Kesehatan, golongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan penggunaannya di
Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Antioksidan (Antioxidant)
2. Antikempal (Anticaking agent)
3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeteners)
5. Pemutih dan pematang telur (Flour treatment agent)
6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (Emulsifier, stabilizer, thickner)
14
Universitas Sumatera Utara
15
7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent)
9. Pewarna (Colour)
10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour, flavour enhancer)
11. Sekuestran (Sequestrant)
2.3
Zat Pemanis
Pemanis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau
mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut (Winarno, 1994). Pemanis
merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan untuk keperluan produk
olahan pangan, industri serta makanan dan minuman kesehatan. Pemanis
berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, serta memperbaiki sifat-sifat
fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan
sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan
jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat
badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama.
( Eriawan R. dan Imam P., 2002).
Pemanis termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat yang lain
seperti antioksidan, pemutih, pengawet, dan lain sebagainya. Pemanis berfungsi
untuk meningkatkan cita rasa dan roma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai
pengawet, dan untuk memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan kalori
bagi tubuh.
15
Universitas Sumatera Utara
16
Pemanis ditambahkan sebagai penambah rasa. Pemanis selain gula
ditambahkan untuk menjaga energi makanan (kalori) rendah, atau karena mereka
memiliki efek baik untuk penderita diabetes, kerusakan gigi, dan diare (Darya,
2011). Pemanis merupakan senyawa alami atau sintetis yang menanamkan sensasi
manis dengan kandungan nilai gizi diabaikan (pemanis tanpa gizi) dalam
kaitannya dengan tingkat kemanisan (Hans, 2009). Pemanis adalah zat dengan
rasa manis. Pemanis digunakan sebagai alternative pengganti sukrosa yang sering
disebut dengan pemanis alternatif (Alicja, 2006).
Rasa manis dapat dirasakan pada ujung sebelah luar lidah. Rasa manis
dihasilkan oleh berbagai senyawa organik, termasuk alkohol, glikol, gula, dan
turunan gula. Sukrosa adalah bahan pemanis pertama yang digunakan secara
komersial karena pengusahaannya paling ekonomis. Sekarang telah banyak
diketahui bahwa bahan alami maupun sintetis mempunyai rasa manis. Bahan
pemanis tersebut termasuk karbohidrat, protein maupun senyawa sintetis yang
bermolekul sederhana dan tidak mengandung kalori seperti bahan pemanis alami
(Cahyadi, 2012).
Berdasarkan sumbernya, pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis
alami dan pemanis buatan (sintetis) yaitu :
1.
Pemanis Alami/ Gula Alami
Pemanis alami berasal dari tumbuhan dan hewan. Tanaman penghasil
pemanis yang utama adalah tebu (Saccharumofficanarum L) dan bit (Beta
vulgaris L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal
16
Universitas Sumatera Utara
17
sebagai gula alam atau sukrosa. Beberapa pemanis alami yang sering digunakan
adalah (Cahyadi, 2012) :
1. Sukrosa
2. Laktosa
3. Maltosa
4. Galaktosa
5. D- Glukosa
6. D-Fruktosa
7. Sorbitol
8. Manitol
9. Gliserol
10. Glisina
Berikut contoh pemanis alami yang umum dikonsumsi yaitu sebagai
berikut (Partana, 2008):
a.
Gula Tebu ( gula pasir )
Gula pasir merupakan pemanis yang sering digunakan terutama di
kalangan rumah tangga. Gula pasir berasal dari tanaman tebu yang telah
cukup umur untuk diolah dan selanjutnya diambil sarinya. Sari tebu
tersebut kemudian dikristalisasi sehingga menjadi gula pasir. Kadar
sukrosa dalam tebu ± 6-20 %
b.
Gula Kelapa
Gula kelapa terbuat dari nira yang diperoleh dari pelapah pohon
kelapa yang selanjutnya dipanaskan hingga menjadi cairan kental.
17
Universitas Sumatera Utara
18
c.
Pemanis alami lainnya
Pemanis alami lain yang sering digunakan adalah madu yang berasal
dari lebah, buah bit, fruktosa dan glukosa. Pemanis alami jarang
digunakan dalam proses produksi oleh indusri karena menyebabkan biaya
produksi menjadi lebih tinggi dan harga yang relatif lebih mahal (Cahyadi,
2012 ).
2.
Pemanis sintetis
Pengertian pemanis buatan (sintetis) menurut Peraturan Menteri Kesehatan
No. 033 tahun 2012 adalah bahan tambahan pemanis yang diproses secara
kimiawi dan tidak terdapat pada alam, yang dapat memberikan rasa manis dalam
makanan, yang tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi (Permenkes no
722/Menkes/Per/IX/88).
Gula sintetis adalah gula yang dibuat dengan bahan-bahan kimia di
laboratorium atau dalam suatu industri dengan tujuan memenuhi produksi gula
yang belum cukup dipenuhi oleh gula alami khususnya gula tebu. Contohnya:
sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintetis dan nitro-propoksi-anilin
(Yuliarti, 2007).
Di Indonesia, ada beberapa pembatasan dalam peredaran dan produksi
siklamat, tetapi belum ada larangan dari pemerintah mengenai penggunaannya.
Karena itu, masyarakat Indonesia setiap hari juga mengonsumsi sakarin, siklamat,
atau aspartame dalam jumlah tertentu baik secara terpisah maupun gabungan dari
dua atau tiga jenis pemanis sintesis tersebut (Winarno, 1994). Meskipun sakarin
dan siklamat tergolong dalam pangn yang diizinkan pemerintah
namun
18
Universitas Sumatera Utara
19
kewaspadaan terhadap penggunaan jenis pemanis buatan tersebut perlu dilakukan
mengingat tidak semua masyarakat mengerti tentang bahan tambahan pangan,
penggunaan serta pengolahannya (Lestari, 2011).
Berdasarkan peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) RI nomor 4 tahun 2014 tentang batas maksimum penggunaan bahan
tambahan pemanis buatan yang diperbolehkan dengan jumlah yang dibatasi
dengan ADI (Acceptable Daily Intake) tertentu.
Perhitungan Nilai ADI menggunakan standar Berat Badan berdasarkan
dengan kelompok umur sesuai standar FAO - WHO dalam buku Handbook of
Human Nutrition Requirements yaitu
1. Berat Badan standar anak anak (0-9 tahun) adalah 17kg
2. Berat Badan standar remaja laki laki (10-19 tahun) adalah 42kg
3. Berat Badan standar remaja perempuan (10-19 tahun) adalah 41kg
4. Berat Badan standar dewasa laki (20-60 tahun) adalah 55kg
5. Berat Badan standar dewasa perempuan (20-60 tahun) adalah 47kg
(Soediaoetomo, 2008).
19
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.1 Daftar Pemanis buatan berdasarkan kategori pangan
Nilai Kalori
ADI
Jenis BTP Pemanis
(Acceptable Daily Intake)
Kkal/g KJ/g
Buatan
Mg/kg BB
1.
Alitam
1,4
5,85
0,34
2.
Asesulfam – K
0
0
15
3.
Aspartam
0,4
1,67
50
4.
Isomalt
≥2
≥8,36 Termasuk GRAS
5.
Laktitol
2
8,36
Termasuk GRAS
6.
Maltitol
2,1
8,78
Termasuk GRAS
7.
Manitol
1,6
6,69
Termasuk GRAS
8.
Neotam
0
0
2
9.
Sakarin
0
0
5
10.
Siklamat
0
0
11
11.
Silitol
2,4
10,03 Termasuk GRAS
12.
Sorbitol
2,6
10,87 Termasuk GRAS
13.
Sukralosa
0
0
15
Sumber : PIPIMM, 2015
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 208/Menkes/PER/IV/
1985, terdapat beberapa jenis gula pemanis buatan yang diizinkan untuk
dicampurkan dalam makanan, diantaranya sakarin, siklamat, aspartam, dan
sorbitol. Berikut ini daftar pemanis buatan, bahan makanan, beserta ADI
( Acceptable Daily Intake ) pada tabel 2.2
20
Universitas Sumatera Utara
21
Tabel 2.2 Daftar Pemanis Sintetis yang Diizinkan Sesuai dengan Peraturan
Nama
Jenis Bahan
Batas Maksimal
Pemanis
ADI
Makanan
Penggunaan
Sintetis
Sakarin
0 – 2,5 mg Makanan berkalori
(serta
rendah
Garam
a. Permen karet
a. 50 mg/kg(sakarin)
Natrium)
b. Permen
b. 100 mg/kg (Na –
c. Saus
sakarin)
d. Es Krim dan
c. 300 mg/kg (Na –
sejenisnya
sakarin)
e. Es lilin
d. 200 mg/kg (Na –
f. Jam dan Jeli
sakarin)
g. Minuman Ringan
e. 300 mg/kg (Na –
h. Minuman Yoghurt
sakarin)
i. Minuman ringan
f. 200 mg/kg (Na –
fermentasi
sakarin)
g. 300 mg/kg (Na –
sakarin)
h. 300 mg/kg (Na –
sakarin)
i. 50 mg/kg (Na –
sakarin)
Siklamat
Makanan berkalori
a. 500 mg/kg dihitung
(serta
rendah
sebagai asam siklamat
garam
a. Permen karet
b. 1 g/kg dihitung sebagai
natrium dan
b. Permen
asam siklamat
garam
c. Saus
c. 3 g/kg dihitung sebagai
kalsium)
d. Es lilin
asam siklamat
e. Minuman yoghurt
d. 3 g/kg dihitung sebagai
f. Minuman ringan
asam siklamat
fermentasi
e. 3 g/kg dihitung sebagai
asam siklamat
f. 500 mg/kg dihitung
sebagai asam siklamat
Aspartam
0 – 40 mg
Sorbitol
Kismis , Jam dan Jeli ,
roti serta makanan lain
5 g/kg
300g/kg
120 g/kg
Sumber : Permenkes RI No. 1168/ Menkes/ PER/ X/ 1999
Pada awalnya, pemanis buatan diproduksi komersial untuk memenuhi
ketersediaan produk makanan dan minuman bagi penderita diabetes melitus yang
21
Universitas Sumatera Utara
22
harus mengontrol kalori makanannya. Seiring perkembangannya, pemanis buatan
juga digunakan untuk menguatkan rasa manis dan cita rasa produk yang
mengharuskan rasa manis sedangkan didalamnya sudah tergantung gula. BPOM
telah membuat ketentuan terkait pemanis buatan berupa SK Kepala BPOM RI
Nomor HK 00. 05. 5.1 4547 (PIPIMM, 2015).
Batas maksimum penggunaan sakarin dan siklamat diatur dalam SNI 016993-2004 dan Keputusan Kepala Badan POM HK 00.05.5.1.4547 tahun 2004
yaitu untuk sakarin 500 mg/kg berat bahan sedangkan siklamat memiliki batas
penggunaan maksimum yang sama yaitu 500 mg/kg berat bahan. Bahan yang
digunakan adalah manisan buah.
Pemanis sintetis sering ditambah ke dalam pangan sebagai pengganti gula
karena memiliki kelebihan dibanding pemanis alami (Cahyadi, 2012) :
a.
Sebagai pangan bagi penderita diabetes mellitus karena tidak
menimbulkan kelebihan gula darah.
b.
Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita obesitas
c.
Sebagai penyalut obat
d.
Menghindari kerusakan gigi
e.
Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis
sintetis dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi,
karena pemanis sintetis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang
lebih tinggi juga harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan
gula yang diproduksi di alam.
22
Universitas Sumatera Utara
23
2.4
Sakarin
Sakarin adalah senyawa dengan formula C7H4ONHSO2, yang berbentuk
kristal, berwarna putih, berasa amat manis, tidak beracun, sedikit larut dalam eter,
air dan kloroform serta larut dalam alkohol, benzena, amil asetat, dan etil asetat.
Sakarin dihasilkan dengan mereaksikan campuran asam toluena sulfonat dengan
garam natrium dan banyak digunakan sebagai pemanis buatan dalam pembuatan
minuman ringan, sirup, dan makanan-makanan lainnya (Basri, 1996).
Gambar 2.1 Struktur kimia sakarin
Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remsen pada
tahun 1897. Ketika pertama ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan
pengawet, tetapi pada tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan
rumus C7H4ONHSO2 dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya
tersedia dalam garam Natrium. Nama lain dari sakarin adalah 2,3-dihidro-3oksobenzisulfonasol, benzosulfimida, atau o-sulfobenzimida, sedangkan nama
dagangnya adalah glucide, garantose, saccarinol, saccarinose, sakarol, saxin,
sykose, hermesetas (Cahyadi, 2012). Pemeriannya berupa serbuk atau hablur putih,
tidak berbau atau berbau aromatik lemah, larutan encer sangat manis, larutan
bereaksi asam terhadap lakmus (Anonim, 1995).
Sakarin, merupakan pemanis tertua, termasuk pemanis yang sangat
penting perannya dan biasa dijual dalam bentuk garam Na atau Ca. Pada
konsentrasi yang tinggi, sakarin mempunyai after-taste yang pahit. Meskipun
23
Universitas Sumatera Utara
24
hasil pengujian pada hewan percobaan menunjukkan kecenderungan bahwa
sakarin menimbulkan efek karsinogenik, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan
pada manusia. Oleh karena itu, sakarin sampai saat ini masih diizinkan
penggunaannya dihampir semua negara (Siagian, 2008)
Berdasarkan kategori pangan pada SNI 01-6993-2004, sakarin memiliki
nilai kalori 0 kkal/g atau setara dengan 0 kg/ g dan ADI 5 mg/kg Berat Badan.
Batas maksimum penggunaan sakarin yaitu 500 mg/kg buah bergula.
Intensitas rasa manis garam natrium sakarin cukup tinggi yaitu kira-kira
200-500 kali sukrosa (PIPIMM, 2015). Di samping rasa manis, sakarin juga
mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh kemurnian yang rendah dari proses
sintesis (Cahyadi, 2012) .
Penggunaan sakarin biasanya dicampur dengan bahan pemanis lain
seperti siklamat atau aspartam. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak
enak dari sakarin dan untuk memperkuat manisnya. Sebagai contoh , kombinasi
sakarin dan siklamat dengan perbandingan 1:3 merupakan campuran yang paling
baik sebagai pemanis yang menyerupai gula dalam minuman (Cahyadi, 2012).
Sakarin menimbulkan rasa pahit jika dikonsumsi dalam konsentrasi
tinggi. Alasan digunakannya sakarin karena harga yang murah , nilai kalorinya
rendah serta tidak menimbulkan kanker. Biasanya bahan tambahan ini banyak
dicampurkan pada berbagai macam minuman ringan (soft drink), selai, permen,
tak terkecuali berbagai jenis jajanan pasar dan berbagai macam produk kesehatan
mulut seperti pasta gigi dan obat penyegar mulut (Yuliarti, 2007).
24
Universitas Sumatera Utara
25
Penelitian yang dilakukan pada manisan buah yang dijajakan dipasar
petisah tahun 2003, dari analisis kualitatif menunjukkan dari 8 sampel terdapat 2
sampel positif menggunakan sakarin dan analisis kuantitatif didapatkan kadar
tertinggi adalah 637,58 mg/kg. Berdasarkan hasil tersebut kadar sakarin tersebut
melebihi batas yang ditetapkan oleh Permenkes No 722/Menkes/IX/1988 yaitu
sebesar 300 mg/kg (Setia, 2003) .
Hasil penelitian dilakukan terhadap es krim yang dijajakan di kota
Medan, dari 15 sampel terbukti seluruh sampel menggunakan zat pemanis buatan.
Zat pemanis buatan yang digunakan sebagai bahan pemanis adalah sakarin tetapi
kadar sakarin yang digunakan melebihi batas yang ditetapkan. Kadar sakarin
tertinggi adalah 8631 mg/kg dan kadar sakarin terendah 6754 mg/kg (Napitupulu,
2005) .
Penelitian sejenis juga dilakukan pada permen karet yang beredar di kota
Medan, setelah dilakukan analisis kualitatif, terbukti dari 18 sampel yang
diperiksa, ditemukan 5 sampel mengandung pemanis buatan sakarin. Dari analisis
kuantitatif yang dilakukan kadar sakarin tertinggi adalah 25,53 mg/kg, dan kadar
sakarin terendah 0,121 mg/kg. Bila dibandingkan dengan Permenkes RI No
1168/Menkes/Per/IX/1999. Kadar pemanis buatan pada permen karet masih
memenuhi syarat kesehatan (Silalahi, 2010).
Dari hasil – hasil peneltian yang telah dilakukan menunjukkan masih
banyak penggunaan pemanis sintetis berupa sakarin dalam makanan dan minuman.
Hal ini dilakukan produsen untuk menekan biaya produksi dan mendapatkan
keuntungan yang besar pula.
25
Universitas Sumatera Utara
26
Meskipun zat pemanis buatan yang digunakan oleh produsen adalah zat
pemanis yang diizinkan, namun dalam penggunaannya masih banyak yang
melebihi batas yang sudah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) dan Menteri Kesehatan.
2.5
Siklamat
Siklamat pertama kali ditemukan oleh Michael Svedia pada tahun 1937.
Siklamat ditambahkan dalam pangan dan minuman sejak tahun 1950. Siklamat
biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam siklamat dengan rumus
molekul
C6H11NHSO3Na.
Nama
lain
dari
siklamat
adalah
natrium
sikloheksisulfamat atau natrium siklamat. Dalam perdagangan, siklamat dikenal
dengan nama assugrin, sucaryl, atau sucrosa.
Gambar 2.2 Struktur kimia siklamat
Siklamat umumnya dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium
siklamat. Garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna,
dan mudah larut dalam air dan etanol, intensitas kemanisannya ± 30 kali
kemanisan sukrosa. Kombinasi penggunaan siklamat dengan sakarin bersifat
sinergis, dan kompatibel dengan pencita rasa dan sebagai bahan pengawet. Sifat
fisik siklamat tahan panas, sehingga sering digunakan dalam pangan yang
diproses dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng (Cahyadi, 2012).
Siklamat diperjualbelikan dalam bentuk garam Na atau Ca-nya. Siklamat
dilarang penggunaannya di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris sejak tahun
26
Universitas Sumatera Utara
27
1970-an karena produk degradasinya bersifat karsinogenik. Meskipun demikian,
penelitian yang mendasari pelarangan penggunaan siklamat banyak mendapat
kritik karena siklamat digunakan pada tingkat yang sangat tinggi dan tidak
mungkin terjadi dalam praktek sehari-hari. Oleh karena itu, FAO/WHO masih
memasukkan siklamat sebagai bahan tambahan pangan yang diperbolehkan
(Siagian, 2008).
Berdasarkan kategori pangan pada SNI 01-6993-2004, siklamat memiliki
nilai kalori 0 kkal/g atau setara dengan 0 kg/g dan ADI sebesar 11 mg/kg Berat
Badan. Batas maksimum penggunaan sakarin yaitu 500 mg/kg buah bergula.
Hasil penelitian pada minuman berenergi yang dijual di Kota Medan pada
tahun 2004 menunjukkan dari 15 sampel yang diteliti, diperoleh 6 sampel yang
positif mengandung siklamat dengan kadar terendah yaitu 1,77 g/kg dan kadar
tertinggi yaitu 2,91 g/kg. Kadar tertinggi sudah mendekati kadar maksimum
penggunaan siklamat yang diizinkan yaitu 3 g/kg berdasarkan Permenkes No 722/
Menkes/ IX/88 (Sinamo, 2004). Penelitian sejenis dilakukan oleh Simatupang
(2009) pada sirup produk lokal atau produk nasional di pasar tradisional Medan
tahun 2009 menunjukkan bahwa kadar siklamat masih jauh dari ambang batas
yang diizinkan yaitu 500 mg/kg menurut SNI 01-6993-2004 tentang persyaratan
penggunaan zat pemanis.
Hasil penelitian lain juga dilakukan pada manisan buah yang dijajakan di
Pasar Petisah pada tahun 2003. Dari 8 sampel, diperoleh 6 sampel yang positif
menggunakan siklamat sebagai pemanis buatan. Kadar siklamat terendah yaitu
59,96 mg/kg dan kadar siklamat tertinggi yaitu 1.676,5 mg/kg (Setia, 2003).
27
Universitas Sumatera Utara
28
Kadar penggunaan siklamat pada penelitian diatas masih dibawah batas
maksimum penggunaan yaitu 3 g/kg.
Penelitian sejenis juga dilakukan pada saus tahu gejrot yang digunakan di
kawasan USU tahun 2015. Hasil analisis yang didapat penjual menambahkan
siklamat pada sebagian saus tahu genjrot yang dijual. Dari 7 sampel saus tahu
genjrot semua positif mengandung siklamat. Kadar siklamat terendah yaitu 0,1328
g/ kg dan kadar siklamat tertinggi yaitu 0,2960 g/ kg (Hakiki, 2015) .
Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan pada siklamat,
penggunaan sakarin masih banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan
dalam makanan dan minuman , tetapi kadar yang digunakan masih dibawah kadar
ambang batas yang ditetapkan yaitu 3 g/ kg menurut Permenkes RI No
722/Menkes/Per/IX/1988 sedangkan menurut WHO berdasarkan ADI adalah 11
mg/ kg BB.
Ditinjau dari data pengawasan tahun 2006 yang dilakukan Badan POM di
478 Sekolah Dasar yang tersebar di seluruh Indonesia, menunjukkn bahwa dari
2903 contoh PJAS yang dianalisis, 1069 contoh diantaranya adalah produk Es (es
sirop, es mambo, es lolipop, dsb), sirup jelly, agar-agar, dan minuman ringan,
dimana 458 (42,84%) contoh diantaranya mengandung siklamat melebihi batas
maksimum penggunaan yang diizinkan (BPOM, 2006).
Menurut Depkes RI, sakarin hanya diperbolehkan untuk pasien yang
mempunyai penyakit diabetes atau orang yang membutuhkan makanan berkalori
rendah. Namun, penggunaan siklamat semakin meluas di berbagai kalangan dan
produk. Menurut Winarno dan Birowo (1988), hal ini terjadi karena harga
28
Universitas Sumatera Utara
29
siklamat yang jauh lebih murah dan menimbulkan rasa manis tanpa meninggalkan
rasa pahit serta memiiki tingkat kemanisan 30 kali gula.
2.6
Dampak Sakarin dan Siklamat pada Makanan Terhadap Kesehatan
Pemanis buatan (sintetis) banyak menimbulkan penyakit bagi kesehatan
manusia bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. Dari hasil penelitian National
Academy of Science tahun 1968 menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang
dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya
gangguan kesehatan. Lain hal pada penelitian lain yang menyebutkan bahwa
sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada hewan percobaan.
Pada tahun 1977 Canada’s Health Protection Branch melaporkan bahwa sakarin
bertanggung jawab terhadap terjadinya kanker kantong kemih. Sejak itu sakarin
dilarang digunakan di Kanada, kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek
dengan mencantumkan label peringatan (Cahyadi, 2012).
Penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan tidak boleh
melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, batas maksimum konsumsi siklamat harian (Acceptable Daily
Intake)
menurut
Organisasi
Kesehatan
Dunia
Food
and
Agriculture
Organization's Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) adalah
sebesar 11 mg/kg.
Namun demikian, berdasarkan survey paparan yang dilakukan badan POM
di Malang terhadap total 72 responden murid Sekolah Dasar, menunjukkan
asupan harian siklamat sebesar 26,4 mg/kg/BB/hari yang berasal dari produk
minuman dan snack. Paparan tersebut telah melampaui nilai ADI sebesar 2,4 kali.
29
Universitas Sumatera Utara
30
Walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut
belum direview oleh pakar independen, paparan siklamat untuk anak-anak
Indonesia cukup tinggi (Emran, 2007).
Penggunaan siklamat secara berlebih dapat menyebabkan gangguan
kesehatan. Bakteri organik dalam saluran gastrointestinal dapat mengubah
siklamat yang dikonsumsi menjadi senyawa cyclohexilamine yang lebih toksik
dibanding siklamat itu sendiri (Lu, 1995).
Dalam jangka waktu pendek, hal yang dapat dirasakan setelah
mengonsumsi sakarin dan siklamat adalah migrain, sakit kepala, kehilangan daya
ingat, bingung, insomnia, iritasi, asthma, diare, sakit perut, alergi, impotensi,
gangguan seksual, dan kebotakan (Endah, 2013).
Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh senyawa sikloheksilamin pada
jangka panjang antara lain :
a. Efek testikular
Sejumlah studi toksikologi telah menunjukkan bahwa testis tikus
merupakan organ yang paling sensitif terhadap sikloheksilamin, dan efek
ini yang digunakan oleh JECFA dan lembaga lainnya sebagai dasar untuk
menentukan Acceptable Daily Intake (ADI) dari siklamat (Nabors, 2001).
Senyawa sikloheksilamin dalam tubuh dalam menyebabkan atropi
(penghentian pertumbuhan) testikular (Lu, 1995).
b. Efek kardiovaskular
Berdasarkan studi yang dilakukan, diketahui bahwa sebanyak 0,1%
siklamat yang dikonsumsi akan bermetabolisme menjadi sikloheksilamin
30
Universitas Sumatera Utara
31
dalam urin. Sebagian dari senyawa sikloheksilamin akan mengendap di
dalam plasma darah dan dapat meningkatkan tekanan darah (Nabors,
2001).
c. Kerusakan Hati dan Ginjal
Menurut New Jersey Department of Health (NJDH) tahun 2010,
bahwa hasil dari paparan siklamat dan sikloheksilamin secara berulangulang dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal
(NJDH, 2010).
d. Kerusakan organ
Berdasarkan hasil uji laboratorium pada hewan uji (tikus),
pemberian siklamat dalam dosis tinggi dapat menyebabkan tumor kandung
kemih, paru, hati, limpa dan menyebabkan kerusakan genetik dan tropi
testikular (BPOM, 2008).
2.7
Pasar Tradisional
Berdasarkan Peraturan Presiden No 112 tahun 2007, Pasar tradisional
adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah,
swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda
yang dimiliki/ dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat, atau
koperasi dengan usaha skala kecil, menengah, modal kecil dan dengan proses jual
beli barang dagangan melalui tawar menawar.
Ritel Tradisional dapat didefinisikan sebagai perusahaan yang menjual
barang eceran. Bentuk dari perusahaan ritel tradisional adalah perusahaan
31
Universitas Sumatera Utara
32
kelontong yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang berada di
wilayah perumahan, pedagang kaki lima, pedagang yang berjualan di pasar
tradisional.
Jumlah pasar tradisional yang ada dikota Medan berkisar 53 jenis pasar
yang berskala kecil maupun besar, salah satunya yaitu Pasar Rame. Pasar
tradisional terkenal dengan barang jual/ dagang yang memiliki harga jual yang
relatif rendah (Carolina, 2013).
2.8
Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka dibuat kerangka konsep yaitu
sebagai berikut :
Pemeriksaan Laboratorium
Kesesuaian dengan
SNI 01-6993-2004
Tentang Bahan
Tambahan Pangan
Pemanis Buatan
- Sakarin
- Sikamat
melalui uji kuantitatif dan uji
kualitatif pada manisan buah
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan pada kerangka konsep di atas, pemeriksaan zat pemanis
buatan (sakarin dan siklamat) dilakukan melalui uji kualitatif dan uji kuantitatif.
Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya zat pemanis buatan
pada manisan buah. Lalu dilanjutkan dengan uji kuantitatif untuk mengetahui
kadar dari zat pemanis buatan yang digunakan. Kadar zat pemanis buatan dari
hasil pemeriksaan disesuaikan dengan kadar zat pemanis buatan yang diizinkan,
32
Universitas Sumatera Utara
33
mengacu pada peraturan SNI 01-6993-2004 tentang bahan tambahan pangan
pemanis buatan.
33
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manisan Buah
Manisan adalah salah satu proses pengawetan yang menggunakan gula
sebagai pengawetnya (Royaningsih, 1999). Manisan buah adalah salah satu
bentuk makanan olahan yang banyak disukai oleh masyarakat. Rasanya yang
manis bercampur dengan rasa khas buah yang sangat cocok untuk dinikmati
berbagai kesempatan. Buah yang dijadikan manisan umumnya adalah buah yang
aslinya tidak mempunyai rasa manis, tetapi lebih asam (Sediaoetama, 2008).
Meskipun jenis buah-buahan yang umum dipasarkan ada bermacammacam bentuk dan rasanya. Manisan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4
golongan, yaitu (Kusmiadi, 2008) :
1. Golongan pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer (gula
yang dilarutkan, dicampurkan dengan buah jambu, mangga, salak, dan
kedondong).
2. Golongan kedua adalah manisan larutan gula kental menempel pada buah.
Manisan jenis ini adalah pala, lobi-lobi, dan cermai.
3. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan gula utuh (gula tidak larut
dan menempel pada buah). Buah yang sering digunakan adalah buah
mangga, kedondong, sirsak, dan pala.
4. Golongan keempat adalah manisan kering asin karena unsur dominan
dalam bahan adalah garam. Jenis buah yang dibuat adalah jambu biji, buah
mangga, belimbing, dan pala.
10
Universitas Sumatera Utara
11
2.2
Bahan Tambahan Pangan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) sangat dekat dengan kehidupan sehari-
hari kita. Ketika kita minum susu atau jus botolan pada pagi hari, di dalam produk
tersebut kemungkinan besar ada BTP pewarna atau pengawet. Saat makan siang
atau malam, ikan asin atau ayam panggang, tahu goreng, saus sambal, dan soft
drink yang kita konsumsi kemungkinan besar mengandung BTP.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang
secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan
pangan. Jadi, BTP ditambahkan untuk mempengaruhi karakter pangan agar
memiliki kualitas yang meningkat. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia
yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang ada
(Syah, dkk, 2005).
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI No 772/Menkes/Per/IX/1988 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum
adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya
bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai
nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud
teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, dan penyimpanan. Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya
dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan.
11
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.1
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Dalam penggunaan Bahan Tambahan Pangan pada makanan harus
memenuhi persyaratan sesuai dengan Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 yaitu
sebagai berikut :
a. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak
diperlakukan sebagai bahan baku pangan.
b. BTP dapat mempunyai nilai gizi atau tidak, yang sengaja ditambahkan ke
dalam pangan pada pembuatan, pengolahan, pengemasan dan penyirmpanan
sehingga diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat
pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
c. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.
Menurut Cahyadi pada tahun 2012 dan Syah, dkk pada tahun 2005, secara
khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk :
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan
mutu pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih enak, renyah, dan lebih enak di mulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah
selera
4. Meningkatkan kualitas pangan
5. Menghemat biaya
6. Meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan
12
Universitas Sumatera Utara
13
7. Membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan
8. Mempermudah preparasi bahan pangan
2.2.2
Jenis Bahan Tambahan Pangan
Secara umum, Bahan Tambahan Pangan dapat dibagi menjadi 2 bagian
besar yaitu (Cahyadi, 2012) :
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud
penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan
membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.
Dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
a. Bahan makanan yang aman atau GRAS (Generally Recognized as
Safe)
Zat ini aman dan tidak berefek toksik dengan dosis yang tidak dibatasi
misalnya pati (sebagai pengental).
b. Bahan tambahan pangan yang boleh digunakan namun harus
mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang (Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan).
Misalnya, zat warna yang sudah dilengkapi sertifikat dari negara
asalnya bahwa aman dan boleh digunakan pada makanan (Diluar
daftar Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988).
c. Bahan tambahan pangan yang digunakan dengan dosis tertentu,
dimana untuk menggunakannya ditentukan dosis maksimum, sesuai
13
Universitas Sumatera Utara
14
Permenkes RI No. 722/Menkes/PerIX/1988 (sekarang Permenkes RI
No. 033 Tahun 2012).
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan,yaitu bahan yang
tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak
sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan
selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat
pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja
ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya
yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi.
Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida),
antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.
2.2.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan
Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 033
tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang diatur oleh Departemen
Kesehatan, golongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan penggunaannya di
Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Antioksidan (Antioxidant)
2. Antikempal (Anticaking agent)
3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeteners)
5. Pemutih dan pematang telur (Flour treatment agent)
6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (Emulsifier, stabilizer, thickner)
14
Universitas Sumatera Utara
15
7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent)
9. Pewarna (Colour)
10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour, flavour enhancer)
11. Sekuestran (Sequestrant)
2.3
Zat Pemanis
Pemanis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau
mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut (Winarno, 1994). Pemanis
merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan untuk keperluan produk
olahan pangan, industri serta makanan dan minuman kesehatan. Pemanis
berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, serta memperbaiki sifat-sifat
fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan
sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan
jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat
badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama.
( Eriawan R. dan Imam P., 2002).
Pemanis termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat yang lain
seperti antioksidan, pemutih, pengawet, dan lain sebagainya. Pemanis berfungsi
untuk meningkatkan cita rasa dan roma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai
pengawet, dan untuk memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan kalori
bagi tubuh.
15
Universitas Sumatera Utara
16
Pemanis ditambahkan sebagai penambah rasa. Pemanis selain gula
ditambahkan untuk menjaga energi makanan (kalori) rendah, atau karena mereka
memiliki efek baik untuk penderita diabetes, kerusakan gigi, dan diare (Darya,
2011). Pemanis merupakan senyawa alami atau sintetis yang menanamkan sensasi
manis dengan kandungan nilai gizi diabaikan (pemanis tanpa gizi) dalam
kaitannya dengan tingkat kemanisan (Hans, 2009). Pemanis adalah zat dengan
rasa manis. Pemanis digunakan sebagai alternative pengganti sukrosa yang sering
disebut dengan pemanis alternatif (Alicja, 2006).
Rasa manis dapat dirasakan pada ujung sebelah luar lidah. Rasa manis
dihasilkan oleh berbagai senyawa organik, termasuk alkohol, glikol, gula, dan
turunan gula. Sukrosa adalah bahan pemanis pertama yang digunakan secara
komersial karena pengusahaannya paling ekonomis. Sekarang telah banyak
diketahui bahwa bahan alami maupun sintetis mempunyai rasa manis. Bahan
pemanis tersebut termasuk karbohidrat, protein maupun senyawa sintetis yang
bermolekul sederhana dan tidak mengandung kalori seperti bahan pemanis alami
(Cahyadi, 2012).
Berdasarkan sumbernya, pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis
alami dan pemanis buatan (sintetis) yaitu :
1.
Pemanis Alami/ Gula Alami
Pemanis alami berasal dari tumbuhan dan hewan. Tanaman penghasil
pemanis yang utama adalah tebu (Saccharumofficanarum L) dan bit (Beta
vulgaris L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal
16
Universitas Sumatera Utara
17
sebagai gula alam atau sukrosa. Beberapa pemanis alami yang sering digunakan
adalah (Cahyadi, 2012) :
1. Sukrosa
2. Laktosa
3. Maltosa
4. Galaktosa
5. D- Glukosa
6. D-Fruktosa
7. Sorbitol
8. Manitol
9. Gliserol
10. Glisina
Berikut contoh pemanis alami yang umum dikonsumsi yaitu sebagai
berikut (Partana, 2008):
a.
Gula Tebu ( gula pasir )
Gula pasir merupakan pemanis yang sering digunakan terutama di
kalangan rumah tangga. Gula pasir berasal dari tanaman tebu yang telah
cukup umur untuk diolah dan selanjutnya diambil sarinya. Sari tebu
tersebut kemudian dikristalisasi sehingga menjadi gula pasir. Kadar
sukrosa dalam tebu ± 6-20 %
b.
Gula Kelapa
Gula kelapa terbuat dari nira yang diperoleh dari pelapah pohon
kelapa yang selanjutnya dipanaskan hingga menjadi cairan kental.
17
Universitas Sumatera Utara
18
c.
Pemanis alami lainnya
Pemanis alami lain yang sering digunakan adalah madu yang berasal
dari lebah, buah bit, fruktosa dan glukosa. Pemanis alami jarang
digunakan dalam proses produksi oleh indusri karena menyebabkan biaya
produksi menjadi lebih tinggi dan harga yang relatif lebih mahal (Cahyadi,
2012 ).
2.
Pemanis sintetis
Pengertian pemanis buatan (sintetis) menurut Peraturan Menteri Kesehatan
No. 033 tahun 2012 adalah bahan tambahan pemanis yang diproses secara
kimiawi dan tidak terdapat pada alam, yang dapat memberikan rasa manis dalam
makanan, yang tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi (Permenkes no
722/Menkes/Per/IX/88).
Gula sintetis adalah gula yang dibuat dengan bahan-bahan kimia di
laboratorium atau dalam suatu industri dengan tujuan memenuhi produksi gula
yang belum cukup dipenuhi oleh gula alami khususnya gula tebu. Contohnya:
sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintetis dan nitro-propoksi-anilin
(Yuliarti, 2007).
Di Indonesia, ada beberapa pembatasan dalam peredaran dan produksi
siklamat, tetapi belum ada larangan dari pemerintah mengenai penggunaannya.
Karena itu, masyarakat Indonesia setiap hari juga mengonsumsi sakarin, siklamat,
atau aspartame dalam jumlah tertentu baik secara terpisah maupun gabungan dari
dua atau tiga jenis pemanis sintesis tersebut (Winarno, 1994). Meskipun sakarin
dan siklamat tergolong dalam pangn yang diizinkan pemerintah
namun
18
Universitas Sumatera Utara
19
kewaspadaan terhadap penggunaan jenis pemanis buatan tersebut perlu dilakukan
mengingat tidak semua masyarakat mengerti tentang bahan tambahan pangan,
penggunaan serta pengolahannya (Lestari, 2011).
Berdasarkan peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) RI nomor 4 tahun 2014 tentang batas maksimum penggunaan bahan
tambahan pemanis buatan yang diperbolehkan dengan jumlah yang dibatasi
dengan ADI (Acceptable Daily Intake) tertentu.
Perhitungan Nilai ADI menggunakan standar Berat Badan berdasarkan
dengan kelompok umur sesuai standar FAO - WHO dalam buku Handbook of
Human Nutrition Requirements yaitu
1. Berat Badan standar anak anak (0-9 tahun) adalah 17kg
2. Berat Badan standar remaja laki laki (10-19 tahun) adalah 42kg
3. Berat Badan standar remaja perempuan (10-19 tahun) adalah 41kg
4. Berat Badan standar dewasa laki (20-60 tahun) adalah 55kg
5. Berat Badan standar dewasa perempuan (20-60 tahun) adalah 47kg
(Soediaoetomo, 2008).
19
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.1 Daftar Pemanis buatan berdasarkan kategori pangan
Nilai Kalori
ADI
Jenis BTP Pemanis
(Acceptable Daily Intake)
Kkal/g KJ/g
Buatan
Mg/kg BB
1.
Alitam
1,4
5,85
0,34
2.
Asesulfam – K
0
0
15
3.
Aspartam
0,4
1,67
50
4.
Isomalt
≥2
≥8,36 Termasuk GRAS
5.
Laktitol
2
8,36
Termasuk GRAS
6.
Maltitol
2,1
8,78
Termasuk GRAS
7.
Manitol
1,6
6,69
Termasuk GRAS
8.
Neotam
0
0
2
9.
Sakarin
0
0
5
10.
Siklamat
0
0
11
11.
Silitol
2,4
10,03 Termasuk GRAS
12.
Sorbitol
2,6
10,87 Termasuk GRAS
13.
Sukralosa
0
0
15
Sumber : PIPIMM, 2015
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 208/Menkes/PER/IV/
1985, terdapat beberapa jenis gula pemanis buatan yang diizinkan untuk
dicampurkan dalam makanan, diantaranya sakarin, siklamat, aspartam, dan
sorbitol. Berikut ini daftar pemanis buatan, bahan makanan, beserta ADI
( Acceptable Daily Intake ) pada tabel 2.2
20
Universitas Sumatera Utara
21
Tabel 2.2 Daftar Pemanis Sintetis yang Diizinkan Sesuai dengan Peraturan
Nama
Jenis Bahan
Batas Maksimal
Pemanis
ADI
Makanan
Penggunaan
Sintetis
Sakarin
0 – 2,5 mg Makanan berkalori
(serta
rendah
Garam
a. Permen karet
a. 50 mg/kg(sakarin)
Natrium)
b. Permen
b. 100 mg/kg (Na –
c. Saus
sakarin)
d. Es Krim dan
c. 300 mg/kg (Na –
sejenisnya
sakarin)
e. Es lilin
d. 200 mg/kg (Na –
f. Jam dan Jeli
sakarin)
g. Minuman Ringan
e. 300 mg/kg (Na –
h. Minuman Yoghurt
sakarin)
i. Minuman ringan
f. 200 mg/kg (Na –
fermentasi
sakarin)
g. 300 mg/kg (Na –
sakarin)
h. 300 mg/kg (Na –
sakarin)
i. 50 mg/kg (Na –
sakarin)
Siklamat
Makanan berkalori
a. 500 mg/kg dihitung
(serta
rendah
sebagai asam siklamat
garam
a. Permen karet
b. 1 g/kg dihitung sebagai
natrium dan
b. Permen
asam siklamat
garam
c. Saus
c. 3 g/kg dihitung sebagai
kalsium)
d. Es lilin
asam siklamat
e. Minuman yoghurt
d. 3 g/kg dihitung sebagai
f. Minuman ringan
asam siklamat
fermentasi
e. 3 g/kg dihitung sebagai
asam siklamat
f. 500 mg/kg dihitung
sebagai asam siklamat
Aspartam
0 – 40 mg
Sorbitol
Kismis , Jam dan Jeli ,
roti serta makanan lain
5 g/kg
300g/kg
120 g/kg
Sumber : Permenkes RI No. 1168/ Menkes/ PER/ X/ 1999
Pada awalnya, pemanis buatan diproduksi komersial untuk memenuhi
ketersediaan produk makanan dan minuman bagi penderita diabetes melitus yang
21
Universitas Sumatera Utara
22
harus mengontrol kalori makanannya. Seiring perkembangannya, pemanis buatan
juga digunakan untuk menguatkan rasa manis dan cita rasa produk yang
mengharuskan rasa manis sedangkan didalamnya sudah tergantung gula. BPOM
telah membuat ketentuan terkait pemanis buatan berupa SK Kepala BPOM RI
Nomor HK 00. 05. 5.1 4547 (PIPIMM, 2015).
Batas maksimum penggunaan sakarin dan siklamat diatur dalam SNI 016993-2004 dan Keputusan Kepala Badan POM HK 00.05.5.1.4547 tahun 2004
yaitu untuk sakarin 500 mg/kg berat bahan sedangkan siklamat memiliki batas
penggunaan maksimum yang sama yaitu 500 mg/kg berat bahan. Bahan yang
digunakan adalah manisan buah.
Pemanis sintetis sering ditambah ke dalam pangan sebagai pengganti gula
karena memiliki kelebihan dibanding pemanis alami (Cahyadi, 2012) :
a.
Sebagai pangan bagi penderita diabetes mellitus karena tidak
menimbulkan kelebihan gula darah.
b.
Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita obesitas
c.
Sebagai penyalut obat
d.
Menghindari kerusakan gigi
e.
Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis
sintetis dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi,
karena pemanis sintetis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang
lebih tinggi juga harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan
gula yang diproduksi di alam.
22
Universitas Sumatera Utara
23
2.4
Sakarin
Sakarin adalah senyawa dengan formula C7H4ONHSO2, yang berbentuk
kristal, berwarna putih, berasa amat manis, tidak beracun, sedikit larut dalam eter,
air dan kloroform serta larut dalam alkohol, benzena, amil asetat, dan etil asetat.
Sakarin dihasilkan dengan mereaksikan campuran asam toluena sulfonat dengan
garam natrium dan banyak digunakan sebagai pemanis buatan dalam pembuatan
minuman ringan, sirup, dan makanan-makanan lainnya (Basri, 1996).
Gambar 2.1 Struktur kimia sakarin
Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remsen pada
tahun 1897. Ketika pertama ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan
pengawet, tetapi pada tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan
rumus C7H4ONHSO2 dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya
tersedia dalam garam Natrium. Nama lain dari sakarin adalah 2,3-dihidro-3oksobenzisulfonasol, benzosulfimida, atau o-sulfobenzimida, sedangkan nama
dagangnya adalah glucide, garantose, saccarinol, saccarinose, sakarol, saxin,
sykose, hermesetas (Cahyadi, 2012). Pemeriannya berupa serbuk atau hablur putih,
tidak berbau atau berbau aromatik lemah, larutan encer sangat manis, larutan
bereaksi asam terhadap lakmus (Anonim, 1995).
Sakarin, merupakan pemanis tertua, termasuk pemanis yang sangat
penting perannya dan biasa dijual dalam bentuk garam Na atau Ca. Pada
konsentrasi yang tinggi, sakarin mempunyai after-taste yang pahit. Meskipun
23
Universitas Sumatera Utara
24
hasil pengujian pada hewan percobaan menunjukkan kecenderungan bahwa
sakarin menimbulkan efek karsinogenik, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan
pada manusia. Oleh karena itu, sakarin sampai saat ini masih diizinkan
penggunaannya dihampir semua negara (Siagian, 2008)
Berdasarkan kategori pangan pada SNI 01-6993-2004, sakarin memiliki
nilai kalori 0 kkal/g atau setara dengan 0 kg/ g dan ADI 5 mg/kg Berat Badan.
Batas maksimum penggunaan sakarin yaitu 500 mg/kg buah bergula.
Intensitas rasa manis garam natrium sakarin cukup tinggi yaitu kira-kira
200-500 kali sukrosa (PIPIMM, 2015). Di samping rasa manis, sakarin juga
mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh kemurnian yang rendah dari proses
sintesis (Cahyadi, 2012) .
Penggunaan sakarin biasanya dicampur dengan bahan pemanis lain
seperti siklamat atau aspartam. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak
enak dari sakarin dan untuk memperkuat manisnya. Sebagai contoh , kombinasi
sakarin dan siklamat dengan perbandingan 1:3 merupakan campuran yang paling
baik sebagai pemanis yang menyerupai gula dalam minuman (Cahyadi, 2012).
Sakarin menimbulkan rasa pahit jika dikonsumsi dalam konsentrasi
tinggi. Alasan digunakannya sakarin karena harga yang murah , nilai kalorinya
rendah serta tidak menimbulkan kanker. Biasanya bahan tambahan ini banyak
dicampurkan pada berbagai macam minuman ringan (soft drink), selai, permen,
tak terkecuali berbagai jenis jajanan pasar dan berbagai macam produk kesehatan
mulut seperti pasta gigi dan obat penyegar mulut (Yuliarti, 2007).
24
Universitas Sumatera Utara
25
Penelitian yang dilakukan pada manisan buah yang dijajakan dipasar
petisah tahun 2003, dari analisis kualitatif menunjukkan dari 8 sampel terdapat 2
sampel positif menggunakan sakarin dan analisis kuantitatif didapatkan kadar
tertinggi adalah 637,58 mg/kg. Berdasarkan hasil tersebut kadar sakarin tersebut
melebihi batas yang ditetapkan oleh Permenkes No 722/Menkes/IX/1988 yaitu
sebesar 300 mg/kg (Setia, 2003) .
Hasil penelitian dilakukan terhadap es krim yang dijajakan di kota
Medan, dari 15 sampel terbukti seluruh sampel menggunakan zat pemanis buatan.
Zat pemanis buatan yang digunakan sebagai bahan pemanis adalah sakarin tetapi
kadar sakarin yang digunakan melebihi batas yang ditetapkan. Kadar sakarin
tertinggi adalah 8631 mg/kg dan kadar sakarin terendah 6754 mg/kg (Napitupulu,
2005) .
Penelitian sejenis juga dilakukan pada permen karet yang beredar di kota
Medan, setelah dilakukan analisis kualitatif, terbukti dari 18 sampel yang
diperiksa, ditemukan 5 sampel mengandung pemanis buatan sakarin. Dari analisis
kuantitatif yang dilakukan kadar sakarin tertinggi adalah 25,53 mg/kg, dan kadar
sakarin terendah 0,121 mg/kg. Bila dibandingkan dengan Permenkes RI No
1168/Menkes/Per/IX/1999. Kadar pemanis buatan pada permen karet masih
memenuhi syarat kesehatan (Silalahi, 2010).
Dari hasil – hasil peneltian yang telah dilakukan menunjukkan masih
banyak penggunaan pemanis sintetis berupa sakarin dalam makanan dan minuman.
Hal ini dilakukan produsen untuk menekan biaya produksi dan mendapatkan
keuntungan yang besar pula.
25
Universitas Sumatera Utara
26
Meskipun zat pemanis buatan yang digunakan oleh produsen adalah zat
pemanis yang diizinkan, namun dalam penggunaannya masih banyak yang
melebihi batas yang sudah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) dan Menteri Kesehatan.
2.5
Siklamat
Siklamat pertama kali ditemukan oleh Michael Svedia pada tahun 1937.
Siklamat ditambahkan dalam pangan dan minuman sejak tahun 1950. Siklamat
biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam siklamat dengan rumus
molekul
C6H11NHSO3Na.
Nama
lain
dari
siklamat
adalah
natrium
sikloheksisulfamat atau natrium siklamat. Dalam perdagangan, siklamat dikenal
dengan nama assugrin, sucaryl, atau sucrosa.
Gambar 2.2 Struktur kimia siklamat
Siklamat umumnya dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium
siklamat. Garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna,
dan mudah larut dalam air dan etanol, intensitas kemanisannya ± 30 kali
kemanisan sukrosa. Kombinasi penggunaan siklamat dengan sakarin bersifat
sinergis, dan kompatibel dengan pencita rasa dan sebagai bahan pengawet. Sifat
fisik siklamat tahan panas, sehingga sering digunakan dalam pangan yang
diproses dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng (Cahyadi, 2012).
Siklamat diperjualbelikan dalam bentuk garam Na atau Ca-nya. Siklamat
dilarang penggunaannya di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris sejak tahun
26
Universitas Sumatera Utara
27
1970-an karena produk degradasinya bersifat karsinogenik. Meskipun demikian,
penelitian yang mendasari pelarangan penggunaan siklamat banyak mendapat
kritik karena siklamat digunakan pada tingkat yang sangat tinggi dan tidak
mungkin terjadi dalam praktek sehari-hari. Oleh karena itu, FAO/WHO masih
memasukkan siklamat sebagai bahan tambahan pangan yang diperbolehkan
(Siagian, 2008).
Berdasarkan kategori pangan pada SNI 01-6993-2004, siklamat memiliki
nilai kalori 0 kkal/g atau setara dengan 0 kg/g dan ADI sebesar 11 mg/kg Berat
Badan. Batas maksimum penggunaan sakarin yaitu 500 mg/kg buah bergula.
Hasil penelitian pada minuman berenergi yang dijual di Kota Medan pada
tahun 2004 menunjukkan dari 15 sampel yang diteliti, diperoleh 6 sampel yang
positif mengandung siklamat dengan kadar terendah yaitu 1,77 g/kg dan kadar
tertinggi yaitu 2,91 g/kg. Kadar tertinggi sudah mendekati kadar maksimum
penggunaan siklamat yang diizinkan yaitu 3 g/kg berdasarkan Permenkes No 722/
Menkes/ IX/88 (Sinamo, 2004). Penelitian sejenis dilakukan oleh Simatupang
(2009) pada sirup produk lokal atau produk nasional di pasar tradisional Medan
tahun 2009 menunjukkan bahwa kadar siklamat masih jauh dari ambang batas
yang diizinkan yaitu 500 mg/kg menurut SNI 01-6993-2004 tentang persyaratan
penggunaan zat pemanis.
Hasil penelitian lain juga dilakukan pada manisan buah yang dijajakan di
Pasar Petisah pada tahun 2003. Dari 8 sampel, diperoleh 6 sampel yang positif
menggunakan siklamat sebagai pemanis buatan. Kadar siklamat terendah yaitu
59,96 mg/kg dan kadar siklamat tertinggi yaitu 1.676,5 mg/kg (Setia, 2003).
27
Universitas Sumatera Utara
28
Kadar penggunaan siklamat pada penelitian diatas masih dibawah batas
maksimum penggunaan yaitu 3 g/kg.
Penelitian sejenis juga dilakukan pada saus tahu gejrot yang digunakan di
kawasan USU tahun 2015. Hasil analisis yang didapat penjual menambahkan
siklamat pada sebagian saus tahu genjrot yang dijual. Dari 7 sampel saus tahu
genjrot semua positif mengandung siklamat. Kadar siklamat terendah yaitu 0,1328
g/ kg dan kadar siklamat tertinggi yaitu 0,2960 g/ kg (Hakiki, 2015) .
Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan pada siklamat,
penggunaan sakarin masih banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan
dalam makanan dan minuman , tetapi kadar yang digunakan masih dibawah kadar
ambang batas yang ditetapkan yaitu 3 g/ kg menurut Permenkes RI No
722/Menkes/Per/IX/1988 sedangkan menurut WHO berdasarkan ADI adalah 11
mg/ kg BB.
Ditinjau dari data pengawasan tahun 2006 yang dilakukan Badan POM di
478 Sekolah Dasar yang tersebar di seluruh Indonesia, menunjukkn bahwa dari
2903 contoh PJAS yang dianalisis, 1069 contoh diantaranya adalah produk Es (es
sirop, es mambo, es lolipop, dsb), sirup jelly, agar-agar, dan minuman ringan,
dimana 458 (42,84%) contoh diantaranya mengandung siklamat melebihi batas
maksimum penggunaan yang diizinkan (BPOM, 2006).
Menurut Depkes RI, sakarin hanya diperbolehkan untuk pasien yang
mempunyai penyakit diabetes atau orang yang membutuhkan makanan berkalori
rendah. Namun, penggunaan siklamat semakin meluas di berbagai kalangan dan
produk. Menurut Winarno dan Birowo (1988), hal ini terjadi karena harga
28
Universitas Sumatera Utara
29
siklamat yang jauh lebih murah dan menimbulkan rasa manis tanpa meninggalkan
rasa pahit serta memiiki tingkat kemanisan 30 kali gula.
2.6
Dampak Sakarin dan Siklamat pada Makanan Terhadap Kesehatan
Pemanis buatan (sintetis) banyak menimbulkan penyakit bagi kesehatan
manusia bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. Dari hasil penelitian National
Academy of Science tahun 1968 menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang
dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya
gangguan kesehatan. Lain hal pada penelitian lain yang menyebutkan bahwa
sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada hewan percobaan.
Pada tahun 1977 Canada’s Health Protection Branch melaporkan bahwa sakarin
bertanggung jawab terhadap terjadinya kanker kantong kemih. Sejak itu sakarin
dilarang digunakan di Kanada, kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek
dengan mencantumkan label peringatan (Cahyadi, 2012).
Penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan tidak boleh
melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, batas maksimum konsumsi siklamat harian (Acceptable Daily
Intake)
menurut
Organisasi
Kesehatan
Dunia
Food
and
Agriculture
Organization's Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) adalah
sebesar 11 mg/kg.
Namun demikian, berdasarkan survey paparan yang dilakukan badan POM
di Malang terhadap total 72 responden murid Sekolah Dasar, menunjukkan
asupan harian siklamat sebesar 26,4 mg/kg/BB/hari yang berasal dari produk
minuman dan snack. Paparan tersebut telah melampaui nilai ADI sebesar 2,4 kali.
29
Universitas Sumatera Utara
30
Walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut
belum direview oleh pakar independen, paparan siklamat untuk anak-anak
Indonesia cukup tinggi (Emran, 2007).
Penggunaan siklamat secara berlebih dapat menyebabkan gangguan
kesehatan. Bakteri organik dalam saluran gastrointestinal dapat mengubah
siklamat yang dikonsumsi menjadi senyawa cyclohexilamine yang lebih toksik
dibanding siklamat itu sendiri (Lu, 1995).
Dalam jangka waktu pendek, hal yang dapat dirasakan setelah
mengonsumsi sakarin dan siklamat adalah migrain, sakit kepala, kehilangan daya
ingat, bingung, insomnia, iritasi, asthma, diare, sakit perut, alergi, impotensi,
gangguan seksual, dan kebotakan (Endah, 2013).
Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh senyawa sikloheksilamin pada
jangka panjang antara lain :
a. Efek testikular
Sejumlah studi toksikologi telah menunjukkan bahwa testis tikus
merupakan organ yang paling sensitif terhadap sikloheksilamin, dan efek
ini yang digunakan oleh JECFA dan lembaga lainnya sebagai dasar untuk
menentukan Acceptable Daily Intake (ADI) dari siklamat (Nabors, 2001).
Senyawa sikloheksilamin dalam tubuh dalam menyebabkan atropi
(penghentian pertumbuhan) testikular (Lu, 1995).
b. Efek kardiovaskular
Berdasarkan studi yang dilakukan, diketahui bahwa sebanyak 0,1%
siklamat yang dikonsumsi akan bermetabolisme menjadi sikloheksilamin
30
Universitas Sumatera Utara
31
dalam urin. Sebagian dari senyawa sikloheksilamin akan mengendap di
dalam plasma darah dan dapat meningkatkan tekanan darah (Nabors,
2001).
c. Kerusakan Hati dan Ginjal
Menurut New Jersey Department of Health (NJDH) tahun 2010,
bahwa hasil dari paparan siklamat dan sikloheksilamin secara berulangulang dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal
(NJDH, 2010).
d. Kerusakan organ
Berdasarkan hasil uji laboratorium pada hewan uji (tikus),
pemberian siklamat dalam dosis tinggi dapat menyebabkan tumor kandung
kemih, paru, hati, limpa dan menyebabkan kerusakan genetik dan tropi
testikular (BPOM, 2008).
2.7
Pasar Tradisional
Berdasarkan Peraturan Presiden No 112 tahun 2007, Pasar tradisional
adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah,
swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda
yang dimiliki/ dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat, atau
koperasi dengan usaha skala kecil, menengah, modal kecil dan dengan proses jual
beli barang dagangan melalui tawar menawar.
Ritel Tradisional dapat didefinisikan sebagai perusahaan yang menjual
barang eceran. Bentuk dari perusahaan ritel tradisional adalah perusahaan
31
Universitas Sumatera Utara
32
kelontong yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang berada di
wilayah perumahan, pedagang kaki lima, pedagang yang berjualan di pasar
tradisional.
Jumlah pasar tradisional yang ada dikota Medan berkisar 53 jenis pasar
yang berskala kecil maupun besar, salah satunya yaitu Pasar Rame. Pasar
tradisional terkenal dengan barang jual/ dagang yang memiliki harga jual yang
relatif rendah (Carolina, 2013).
2.8
Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka dibuat kerangka konsep yaitu
sebagai berikut :
Pemeriksaan Laboratorium
Kesesuaian dengan
SNI 01-6993-2004
Tentang Bahan
Tambahan Pangan
Pemanis Buatan
- Sakarin
- Sikamat
melalui uji kuantitatif dan uji
kualitatif pada manisan buah
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan pada kerangka konsep di atas, pemeriksaan zat pemanis
buatan (sakarin dan siklamat) dilakukan melalui uji kualitatif dan uji kuantitatif.
Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya zat pemanis buatan
pada manisan buah. Lalu dilanjutkan dengan uji kuantitatif untuk mengetahui
kadar dari zat pemanis buatan yang digunakan. Kadar zat pemanis buatan dari
hasil pemeriksaan disesuaikan dengan kadar zat pemanis buatan yang diizinkan,
32
Universitas Sumatera Utara
33
mengacu pada peraturan SNI 01-6993-2004 tentang bahan tambahan pangan
pemanis buatan.
33
Universitas Sumatera Utara