Dinamika psikologis pengalaman hidup wanita usia dewasa madya setelah kematian pasangan - USD Repository

  DINAMIKA PSIKOLOGIS PENGALAMAN HIDUP WANITA USIA DEWASA MADYA SETELAH KEMATIAN PASANGAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun Oleh : Laksita Sepastika Pinaremas NIM : 089114044 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING DINAMIKA PSIKOLOGIS PENGALAMAN HIDUP WANITA USIA DEWASA MADYA SETELAHKEMATIAN PASANGAN

  Diajukan untuk Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh:

  Laksita Sepastika Pinaremas NIM: 089114044 Telah disetujui oleh: Pembimbing Skripsi,

  Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Si Tanggal : ………………….

  

SKRIPSI

DINAMIKA PSIKOLOGIS PENGALAMAN HIDUP WANITA USIA

DEWASA MADYA SETELAH KEMATIAN PASANGAN

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

  

Laksita Sepastika Pinaremas

NIM: 089114044

Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji

pada tanggal: 14 Januari 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji:

  Nama Lengkap Tanda Tangan Penguji 1 Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Si ……………………..

  Penguji 2 Ratri Sunar Astuti, M.Si …………………….. Penguji 3 C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi ……………………..

  Yogyakarta, Fakultas Psikologi Universitas SanataDharma Dekan

  

MOTTO

Segala sesuatu pasti akan terwujud dengan berusaha, berdoa dan bermimpi.

  Selalu bersyukur pada ALLAH. ALLAH takdirkan kebaikan dengan rasa cinta yang disertai rasa syukur.

  Hidup adalah proses, proses adalah perubahan, perubahan itulah yang membuat kita hidup (Dik doank)

  PERSEMBAHAN Semua hasil kerja keras ini saya persembahkan untuk ;

  ALLAH SWT Mama Sunarwati dan Bapak Sunarto Sandiman tercinta Adik Tito Diyaksa Prabaswara tersayang Pacar Wilfried Agusman tersayang

  Diri saya sendiri Keluarga besar yang selalu mendukung Sahabat-sahabat saya Dan semua orang yang saya sayangi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 8 November 2012 Peneliti, Laksita Sepastika Pinaremas

  

DINAMIKA PSIKOLOGIS PENGALAMAN HIDUP WANITA USIA DEWASA

MADYA SETELAH KEMATIAN PASANGAN

Laksita Sepastika Pinaremas

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika psikologis pengalaman hidup yang

terjadi pada wanita usia dewasa madya setelah kematian pasangan. Pertanyaan penelitian yang

diajukan adalah bagaimana wanita dewasa madya menjalani hidup setelah kematian pasangan dan

bagaimana perubahan aspek psikologis (afeksi, kognisi, perilaku dan harapan) yang terjadi setelah

kematian pasangan. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif yaitu fenomenologi deskriptif.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 2 orang. Pengambilan data dilakukan dengan melalui

wawancara semi terstruktur. Proses validasi yang digunakan adalah member checking, refleksivitas

dan peer debriefing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek mengalami kesedihan dan

kebingungan yang mendalam ketika menghadapi kematian suami. Saat awal menjadi janda, subjek

memiliki keyakinan bahwa janda itu tidak baik karena mengganggu rumah tangga orang lain. Oleh

karena itu, subjek juga memiliki perasaan minder dan merasa rendah diri sebagai janda. Selain itu,

subjek juga merasa putus harapan dan bingung tidak tahu akan berbuat apa. Setelah memiliki

keyakinan, perasaan, dan harapan seperti itu, subjek mulai menarik diri dari lingkungan. Di sisi

lain, subjek memiliki tanggung jawab untuk merawat anak-anak dan mencari nafkah. Setelah

menyadari tanggung jawabnya dan mendapat dukungan sosial, subjek dapat bangkit dari kesedihan

demi anak-anaknya dan mampu mencari nafkah untuk keluarga. Subjek mengatasi perasaan sedih

dan mindernya serta berubah menjadi optimis akan masa depannya dan memiliki harapan positif

bagi dirinya sendiri dan anak-anaknya. Subjek juga menjaga amanah suami dengan tidak menikah

lagi setelah suami meninggal. Subjek rela berkorban demi anak-anak dengan menjadi orangtua

tunggal. Subjek membutuhkan waktu sekitar satu tahun agar dapat bangkit dari kesedihan dan

melanjutkan hidup.

  Kata Kunci: dinamika psikologis, janda, dewasa tengah

  

THE DYNAMICS OF PSYCHOLOGICAL EXPERIENCE OF LIFE OF

THE WOMEN IN MIDDLE AGE AFTER THE DEATH OF SPOUSE

Laksita Sepastika Pinaremas

ABSTRACT

  This study aims to determine the dynamics of psychological experience that occurs in

women of middle adulthood after the death of spouse. The research question posed is how the

middle mature woman lived after the death of a spouse, and how changes in the psychological

aspects (affect, cognition, behavior and expectations) that occurred after the death of a spouse.

The study was conducted with qualitative methods of descriptive phenomenology. Subjects in this

study amounted to 2 people. Data is collected through semi-structured interviews. The validation

process is used member checking, reflexivity and peer debriefing. Results showed that subjects

experienced deep grief and confusion when faced with the death of her husband. At the beginning

of a widow, she had faith that the widow was not good because they interfere with other people's

households. Therefore, subjects also have a feeling of inferiority and low self-esteem as a widow.

In addition, she also felt hopeless and confused do not know what to do. After haved beliefs,

feelings, and hopes like that, she began to withdraw from the environment. On the other hand,

subjects have a responsibility to care for the children and earn a living. After realizing his

responsibility and social support, subjects can rise from sadness for her children and able to make

a living for the family. The subjects of overcoming the feelings of sadness and unconfidence as

well as turn out to be optimistic future and will have positive expectations for herself and her

children. Subjects also maintain trust with no husband remarried after her husband died. Subjects

are willing to sacrifice for the sake of the children with a single parent. Subjects takes about a

year to get up from the grief and move on.

  Key words:dynamics of psychological, widow, middle age

  

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma NAMA : LAKSITA SEPASTIKA PINAREMAS NIM : 089114044 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

PENGALAMAN HIDUP WANITA USIA DEWASA MADYA SETELAH

KEMATIAN PASANGAN

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya

memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk

menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 8 November 2012 Yang menyatakan,

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Allah SWT atas bimbingan dan karunia Nya selama ini sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Dinamika Psikologis Pengalaman Hidup Wanita Usia Dewasa Madya setelah

Kematian Pasangan” ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

  Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Allah SWT atas berkah, rahmat dan karunia yang begitu melimpah kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan satu tahap dalam kehidupan peneliti.

  2. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Ketua Program Studi Universitas Sanata Dharma

  4. Ibu Lusia Pratidarmanastiti, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan nasihat yang sangat berarti untuk peneliti sehingga penelitian ini dapat selesai.

  6. Seluruh karyawan fakultas Psikologi (Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, Mas Muji, Mas Doni).

  7. Kedua orang tua saya Bapak Sunarto Sandiman dan Mama Sunarwati atas doa, semangat, dukungan, nasihat dan omelan yang membuat peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  8. Adik ganteng Tito Diyaksa Prabaswara atas keceriaan, kebersamaan dan cerita-ceritanya.

  9. Eyang Suparti, tante Larasati dan seluruh keluarga besar yang ada di Yogyakarta maupun Salatiga.

  10. Wilfried Agusman yang telah menjadi pacar, teman, sahabat dan selalu menemani dan menyemangati peneliti.

  11. Teman seperjuangan dan satu bimbingan Debora Ratri Widaningtyas. The craziest patner ever. Makasih banyak yaa buat bantuan, kegilaan, keceriaan, curhatan dan menggosipnya selama ini.

  12. Teman seperjuangan dan satu bimbingan Putri Retno Kinanti.

  Makasih yaa buat semangat, dukungan, nasihat, omelan dan bantuannya selama ini.

  13. Teman seperjuangan dan satu bimbingan Ni Ketut Mila Puspitasari yang telah banyak memberikan keceriaan selama

  15. Valentina Triandjung Putri yang telah menjadi sahabat, teman berbagi. Makasih yaa buat segala waktu untuk menjadi teman curhat dan menghibur saat galau, bête, sedih.

  16. Sahabat-sahabat di fakultas Psikologi Elissa, Anggun, Kika, Lusi, Heni, Gigi, Rimpi .. ‘EO Rempong’ (Noni, Devi, Vale, Cik Grace, Sari, Riana, Selly, Anggito, Anggita, Hesti, Dian,

Nina, Jose, Plentong, Vincent, Dila, Stanley)

  17. Cik Lita dan Ade atas bantuannya untuk menganalisis.

  Makasih yaa temiins..

  18. Makasih buat Wawan sama Nursih atas bantuan ngedit skripsinya ini. Thanks berat yaa temins.

  19. Mas Hasto, Riana dan mamanya yang telah mengenalkan peneliti kepada subjek.

  20. Kedua subjek, ibu T dan tante E. Makasih banyak untuk bantuannya.

  21. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima

kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

  Yogyakarta, 8 November 2012 Peneliti

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ............................ ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii HALAMAN MOTTO .................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. vi

ABSTRAK ...................................................................................................... vii

ABSTRACT .................................................................................................... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... xi KATA PENGANTAR .................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii

DAFTAR SKEMA ......................................................................................... xviii

  BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7

D. Manfaat penelitian ................................................................................ 7

  1. Manfaat Teoretis .............................................................................. 7

  B. Dewasa Madya ..................................................................................... 9

  C. Wanita Janda Dewasa Madya .............................................................. 12

  D. Dinamika Psikologis Pengalaman Hidup WanitaUsia Dewasa Madya Setelah Kematian Pasangan........................................ 15 E. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 18

  

BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 20

A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 20 B. Fokus Penelitian ................................................................................... 20 C. Subjek Penelitian .................................................................................. 21 D. Metode Pengambilan Data ................................................................... 22 E. Metode Analisis Data ........................................................................... 24 F. Kredibilitas Penelitian ......................................................................... 25

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 27

A. Persiapan Penelitian .......................................................................... 27 B. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 28 C. Latar Belakang Subjek ......................................................................... 29

  1. Subjek 1 .................................................................................... 29

  2. Subjek 2 .................................................................................... 29

  D. Hasil Penelitian .................................................................................... 30

  1. Subjek 1 ...................................................................................... 30

  a. Deskripsi subjek ................................................................... 30

  a. Aspek Afektif ................................................................. 33

  b. Aspek Kognitif ............................................................... 34

  c. Aspek Perilaku ............................................................... 35

  d. Aspek Harapan ............................................................... 36

  2. Keadaan setelah suami meninggal .................................... 38 a.Aspek Afektif .................................................................. 38 b. Aspek Kognitif ............................................................... 39

  c. Aspek Perilaku ............................................................... 41

  d. Aspek Harapan ............................................................... 46

  2. Subjek 2 .................................................................................... 47

  a. Deskripsi subjek ................................................................... 47

  b. Struktur Dasar Pengalaman .................................................. 47

  1. Keadaan saat suami meninggal ........................................ 48

  a. Aspek Afektif ................................................................. 48

  b. Aspek Kognitif ............................................................... 50

  c. Aspek Perilaku ............................................................... 51

  d. Aspek Harapan ............................................................... 52

  2. Keadaan setelah suami meninggal ................................... 55 a.Aspek Afektif .................................................................. 55 b. Aspek Kognitif ............................................................... 55

  c. Aspek Perilaku ............................................................... 56

  1. Subjek 1 ................................................................................ 61

  2. Subjek 2 ................................................................................ 64

  E. Pembahasan .......................................................................................... 67

  

BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 79

A. Kesimpulan .......................................................................................... 79 B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 80 C. Saran ..................................................................................................... 80

  1. Bagi Terapis, Konselor, dan Psikolog .............................................. 80

  2. Bagi Wanita Usia Dewasa Madya ................................................... 80

  3. Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 82

LAMPIRAN .................................................................................................... 84

  DAFTAR TABEL

Tabel 1. Panduan Pertanyaan Wawancara ……………………………….. 23

Tabel 2. Jadwal Wawancara ……………………………………………… 28

DAFTAR SKEMA

  

Skema 1. Kerangka Penelitian …………………………………………. 19

Skema 2. Pembahasan …………………………………………………... 78

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ikatan pernikahan merupakan suatu bentuk status dimana dua individu

  bersatu yaitu wanita dan pria yang secara legal dapat hidup bersama dan

membentuk keluarga. Mereka terikat secara emosional dan harus membagi segala

sesuatu bersama dalam kesulitan maupun kebahagiaan. Semua pasangan suami

istri berharap bahwa hubungan pernikahan mereka akan berjalan langgeng. Hal ini

tidak dapat berjalan semestinya jika salah satu dari pasangan mereka meninggal

dunia.

  Usia dewasa madya atau paruh baya dimulai kira-kira pada usia 35-45 tahun

hingga memasuki usia 60-an. Menurut Rollins (dalam Santrock, 2002) pada masa

pernikahan dewasa madya, yang sulit dan penuh hambatan akan menjadi lebih baik karena sudah mengalami penyesuaian. Meskipun pasangan mengalami berbagai hambatan dan gejolak dalam hubungan pernikahan tetapi mereka menemukan landasan yang kuat untuk hubungan pernikahan yang kokoh (Santrock, 2002). Saat anak-anak mulai tumbuh dewasa dan semakin banyak

waktu untuk melakukan aktifitas bersama anak-anak akan mempererat hubungan

pernikahan. Apabila salah satu dari pasangan hidup meninggal, maka hal ini akan

menimbulkan perubahan dalam hidup karena saat pernikahan sedang berjalan

  

tiba pasangan lainnya meninggal dunia.Perubahan dalah hidup yang ditimbulkan

dapat memicu stress pada orang dewasa dan hal ini menjadi masalah dalam

kehidupan orang dewasa.

  Menurut Hurlock (1990) ada empat penyebab stress pada usia dewasa madya

salah satunya adalah stress psikologis karena kematian suami atau istri. Dalam

skala stress yang dikembangkan oleh Holmes dan Rahe (dalam, Gunarsa, 2004)

kematian pasangan hidup merupakan stress dengan nilai tertinggi. Penyebab stress

umumnya dikarenakan mereka biasa melakukan kegiatan bersama, membagi

segala hal bersama dan ketika pasangan hidup meninggal mereka harus

menyesuaikan diri dengan mengurus segala sesuatu secara mandiri. Lopata (dalam

Lee & DeMaris, 2007) menyebutkan, kehilangan pasangan lebih banyak dialami

oleh wanita. Hal ini dikarenakan wanita mempunyai harapan hidup yang lebih

lama daripada pria, dan wanita cenderung menikahi pria yang lebih tua dari

dirinya. Beberapa peneliti mengatakan bahwa kecil kemungkinan bagi janda untuk

menikah lagi, oleh karena itu janda lebih merasakan kesepian daripada duda

(Lemme, 1995). Menurut Troll (dalam Lemme, 1995) duda menganggap istri

sebagai teman baik mereka. Istri adalah pengatur kehidupan dan penghubung

untuk keluarga. Ketika istri meninggal, hal tersebut membuat ikatan yang telah

dibangun menjadi terputus. Berardo menjelaskan (dalam Lemme, 1995) duda

mengalami isolasi sosial dan kesedihan yang mendalam. Seperti yang diungkapkan

oleh Vinick (dalam Lemme, 1995) duda mengalami kesulitan untuk hidup sendiri

  

dan memiliki kebutuhan untuk persahabatan, hal ini menjadikan duda menikah

kembali.

  Troll menjelaskan (dalam Lemme, 1995) bahwa stress yang disebabkan

karena kematian pasangan sebagian besar dialami oleh wanita. Hal itu dikarenakan

wanita kehilangan pendapatan yang didapat dari suami, dan juga karena wanita

memiliki kapasitas yang terbatas untuk menghasilkan. Masalah bertambah jika

status ekonomi rendah. Wanita yang tadinya tidak bekerja, harus meringankan

beban keluarga karena tidak ada lagi suami sebagai pencari nafkah. Wanita harus

membiayai kebutuhan sehari-hari dan juga biaya untuk anak-anak. Selain itu,

wanita memiliki peran ganda sebagai ayah, ibu dan juga pencari nafkah untuk

meringankan beban keluarga.

  Menurut Lemme (1995) bereavement adalah pengalaman kehilangan

seseorang yang dicintai karena kematian. Sesuatu hal yang penting di lepaskan

atau di rampas oleh kematian. Grief adalah derita emosional yang disebabkan oleh

kehilangan, menyebabkan stress secara fisik dan psikologis. Hal ini adalah respon

yang normal dan natural. Pengalaman yang dapat menyebabkan kesusahan yang

mendalam. Menurut Freud (dalam Lemme, 1995), grief adalah individu

menyelesaikan proses secara berangsur-angsur untuk memutuskan ikatan yang

menjepit mereka pada objek yang dicintai dan mengambil energi yang terasosiasi

dengan ikatan itu. Energi dapat di investasikan pada hubungan yang lain. Ide

pokoknya adalah pulih dari kerusakan karena kematian orang yang dicintai,

  

individu harus memperoleh identitas baru dan mengembangkan otonomi dan hidup

bebas setelah berpisah dari orang yang meninggal.

  Menurut Lemme (1995) ada beberapa proses dalam masa grief. Beberapa

tahapan berhubungan dengan emosional, fisik dan reaksi perilaku (Hoyer &

Roodin, 2003). Proses ini juga berdampak secara psikologis, seperti mengalami

psikosomatis, depresi, dan gangguan mood (Santrock, 2002).Tahap pertama adalah

initial response , dimulai dari kematian dan berlanjut sampai kira-kira tiga minggu.

  

Reaksi awal adalah terkejut dan tidak percaya. Individu mungkin merasakan mati

rasa, linglung, kosong, dan disorientasi. Tahap kedua adalah intermediate phase.

  

Dimulai sekitar tiga minggu setelah kematian sampai sekitar setahun setelah

kematian akan mengalami emosi “roller-coaster”. Marah (pada orang yang

dicintai, Tuhan, situasi, atau orang lain yang terlihat bahagia), merasa bersalah,

rindu dan kesepian biasa terjadi. Tiga perilaku yang menandai fase ini: meninjau

kembali bagaimana kematian itu terjadi dan kemungkinan dapat dicegah

(bagaimana jika dan jika saja), mencari arti kematian (mengapa), dan mencari

almarhum. Keluarga yang ditinggalkan mungkin merasakan kehadiran almarhum

dan berhalusinasi bahwa almarhum melihat dan mendengarkan. Hal ini terutama

dapat terjadi jika kematian terjadi secara tiba-tiba dan tidak diduga.

  Fase terakhir dari bereavement adalah recovery phase, biasanya dimulai

pada tahun kedua. Tidur dan nafsu makan sudah kembali normal, inidividu mulai

melihat ke depan dan mungkin memulai hubungan yang baru. Worden (dalam

  

kenyataan akan kehilangan, mengalami rasa sakit dari dukacita, beradaptasi

dengan perubahan lingkungan bahwa orang yang dicintai sudah tidak ada, dan

mengambil energi emosional dari hubungan yang sudah berakhir dan

menginvestasikannya pada hal lain. Dalam fase recovery, semua tugas-tugas telah

terpenuhi. Tetapi, itu tidak berarti proses berkabung selesai. Berkabung akan

berlangsung sepanjang hidup walaupun akan berkurang frekuensi dan

intensitasnya. Hal ini akan teraktifasi saat mengenang hari peringatan seperti saat

pernikahan, ulangtahun, dan liburan (Lemme, 1995).

  Semua perilaku ini akan menurun seiring dengan waktu. Selama proses ini,

individu menyadari bahwa penderitaan mulai sedikit berkurang (Lemme, 1995).

  

Kebanyakan orang akan berfungsi dengan baik setelah beberapa bulan setelah

kematian dan mulai pulih setelah setahun (Lemme, 1995). Wanita akan pulih

kembali ke kehidupan normal sekitar satu atau dua tahun setelah kematian suami.

Janda akan mulai menata kembali kehidupan mereka karena janda mempunyai

identitas yang baru dan mulai menata emosi sepeninggal suami (Lemme, 1995).

  Masa bereavement menjadi masa yang cukup sulit, baik bagi pria maupun

wanita yang kehilangan pasangannya. Keduanya tetap akan mengalami proses

grieving , hanya saja cara mereka mengekspresikannya berbeda-beda. Menurut

Martin dan Doka (dalam Hoyer dan Roodin, 2003) pria akan mengalami

instrumental grievers yang mengalami grief secara intelektual atau secara fisik.

  

Beberapa terlibat dalam aktivitas fisik seperti hobi untuk mengatasi stress setelah

  

beberapa emosi berbeda yang luas dalam waktu yang berbeda. Wanita berbagi

emosi dengan keluarga dan teman. Wanita mendapatkan kenyamanan dan

dukungan emosional yang lebih daripada pria.

  Masa menjanda merupakan masalah yang lebih serius bagi wanita, sehingga

wanita kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap hilangnya suami.

  

Masalah-masalah masa menjanda tersebut diantaranya kesehatan mental (misalnya

selalu merasa kesepian, depresi sampai bunuh diri), kehidupan sosial (misalnya

kurangnya kesempatan untuk tertarik kegiatan di luar rumah, maupun kegiatan di

lingkungan tempat tinggalnya), ekonomi (relatif tidak mencukupi) dan kesehatan

fisik (Hurlock, 1990; Papalia, Sterns, Feldman, dan Camp, 2008). Masalah ini

timbul karena pada saat wanita kehilangan suaminya ia harus menjalankan dua

peran, mencari nafkah dan mengurus anak-anak. Wanita juga harus melakukan

tugas yang biasa dilakukan oleh pria.

  Kenyataan yang harus dihadapi oleh wanita maupun pria adalah mereka

harus menjalani hidup sepeninggal pasangannya. Menjalani hidup sepeninggal

pasangan tidaklah mudah. Di perlukan perjuangan yang begitu besar dalam

menjalani hari-hari setelah kematian pasangan. Individu akan mengalami

perubahan identitas dari menikah ke hidup sendiri. Beberapa sukses melewatinya

tergantung pada kemampuan individu mengatasinya, dukungan sosial yang

suportif, dan status ekonomi yang aman (Lemme, 1995).

  Oleh karena itu, melihat banyak masalah yang dapat timbul pada wanita usia jauh mengenai proses pengalaman yang terjadi melalui dinamika psikologis yang dialami wanita dewasa madya. Mereka membutuhkan banyak dukungan dari lingkungan sekitar agar tetap kuat dan semangat menjalani hidup sepeninggal pasangan hidupnya.

B. RUMUSAN MASALAH

  Bagaimana dinamika psikologis pengalaman hidup wanita usia dewasa madya setelah kematian pasangan berdasarkan aspek afektif (perasaan), kognitif (pikiran), perilaku, dan harapan ? C.

TUJUAN PENELITIAN

  Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dinamika psikologis pengalaman hidup wanita usia dewasa madya setelah kematian pasangan.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. MANFAAT TEORETIS

  Memperkaya kajian kritis ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi kepribadian khusunya dalam masalah beradaptasi menghadapi kesendirian setelah kematian pasangan.

2. MANFAAT PRAKTIS

  Menambah wawasan pada para wanita tentang masalah adaptasi menghadapi kesendirian setelah kematian pasangan dan diharapkan dapat membantu wanita usia dewasa madya agar lebih memahami dan menyadari pengalaman mereka ketika melakukan proses validitas data yaitu member checking dengan melihatkan hasil interpretasi data diharapkan memberikan pengaruh yang positif agar termotivasi dan meminimalisir efek negatif setelah kematian pasangan.

BAB II LANDASAN TEORI A. DINAMIKA PSIKOLOGIS Dalam dinamika psikologis terdapat empat aspek. Pertama adalah aspek

  

afektif (perasaan), kedua adalah aspek kognitif (pikiran), ketiga adalah aspek

perilaku dan keempat adalah aspek harapan.

B. DEWASA MADYA

  Periode perkembangan usia dewasa madya dimulai kira - kira pada usia

35 - 45 tahun hingga memasuki usia 60an (Santrock, 2002). Menurut Gilbert

Brim (dalam Santrock, 2002) pada periode ini banyak terjadi perubahan,

perputaran dan pergeseran. Usia dewasa madya atau paruh baya dipenuhi oleh

tanggung jawab yang berat dan berbagai peran yang menyita waktu dan energi.

Banyak orang pada usia ini menjalankan rumah tangga, memiliki dan membesarkan anak, memulai karier atau sedang berada di puncak karier mereka.

  Menurut Rollins (dalam Santrock, 2002) pada masa ini pernikahan yang sulit dan penuh hambatan pada masa dewasa awal akan menjadi lebih baik karena mengalami penyesuaian selama masa dewasa madya. Meskipun pasangan mengalami berbagai hambatan dan gejolak dalam hubungan

  

menjelaskan bahwa seiring dengan semakin tuanya pasangan pernikahan,

banyak dari ketidaksesuaian sebelumnya yang disebabkan oleh perbedaan

agama, etnisitas, kelas sosial, tingkat pendidikan, latar belakang keluarga, dan

pola-pola kepribadian telah diatasi dan mengalami penyesuaian. Menurut

Birchler (dalam Santrock, 2002) pada titik tertentu di masa dewasa madya,

pasangan yang telah bertahan utuh, sering menyesuaikan diri dengan tujuan

dan kepentingan yang berubah. Campbell seorang peneliti keluarga (dalam

Santrock, 2002) menyebut fase dalam siklus kehidupan keluarga ini dengan

stabilitas. Stabilitas dicapai apabila pasangan telah mengalami fase-fase

percintaan dan perjuangan kekuasaan hingga pada suatu titik yang akhirnya

menerima hubungan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Pola-pola

konflik menjadi lebih dikenal, lebih dapat diperkirakan, lebih nyaman, tidak

begitu mengancam dan kurang membahayakan. Ekspektasi pasangan pada

paruh kehidupan juga lebih realistik dibandingkan pada masa-masa awal dalam

pernikahan.

  Menurut Erikson usia dewasa madya masuk ke dalam fase generativitas

vs stagnasi. Mc Adams (dalam Santrock, 2002) generativitas mencakup

rencana - rencana orang dewasa atas apa yang mereka harapkan dapat

dikerjakan untuk meninggalkan warisan dirinya sendiri pada generasi

selanjutnya. Stagnasi berkembang ketika individu merasa bahwa mereka tidak

dapat melakukan apa-apa untuk generasi selanjutnya. Melalui generativitas,

  

mengajar, memimpin, dan melakukan sesuatu yang menguntungkan

masyarakat (McAdams dalam Santrock, 2002).

  Menurut Antonucci & Akiyama (dalam Papalia, 2008) ada teori konvoi

sosial yaitu orang-orang berpindah melalui kehidupan yang dikelilingi oleh

konvoi sosial: berbagai lingkaran teman dan keluarga dekat dengan berbagai

kadar kedekatan, yang dapat mereka andalkan untuk bantuan, kesejahteraan,

dan dukungan sosial dan kepada mereka juga kita menawarkan kepedulian,

perhatian dan dukungan. Kemudian ada teori selektivitas sosial emosional

menurut Laura Carstensen (dalam Papalia, 2008) menawarkan sudut pandang

rentang kehidupan pada cara orang-orang memilih dengan siapa mereka akan

menghabiskan waktu mereka. Carstensen (dalam Papalia, 2008) interaksi sosial

memiliki tiga tujuan yaitu: (1) sebagai sumber informasi; (2) membantu orang-

orang mengembangkan dan mempertahankan kesadaran diri; (3) sumber

kenikmatan dan kenyamanan atau kesejahteraan emosional. Pada masa dewasa

madya, meskipun pencarian informasi tetap penting menurut Fang, Carstensen,

dan Lang (dalam Papalia, 2008), fungsi orisinal dan pengaturan emosi dari

kontak sosial kembali menjadi penekanan. Dengan kata lain, orang-orang usia

paruh baya makin mencari orang lain yang membuat mereka merasa nyaman

dan menekankan hubungan yang dekat secara emosional.

  Jadi yang dimaksud dengan dewasa madya adalah orang yang berusia

sekitar 35-59 tahun. Fase perkembangan pada masa ini adalah apa yang dapat

  

dan melakukan hal yang berguna bagi masyarakat. Usia dewasa madya juga

menekankan hubungan yang dekat secara emosional dengan orang lain dengan

melakukan kontak sosial.

C. WANITA JANDA DEWASA MADYA Menurut KBBI, wanita adalah perempuan dewasa, kaum putri (dewasa).

  Sedangkan janda adalah wanita yang tidak bersuami lagi karena bercerai ataupun ditinggal mati suaminya.

  Ketika wanita dewasa madya kehilangan pasangannya, ia akan

mengalami duka cita yang mendalam. Menurut Lemme (1995) bereavement

adalah pengalaman kehilangan seseorang yang dicintai karena kematian.

Sesuatu hal yang penting di lepaskan atau di rampas oleh kematian. Grief

adalah derita emosional yang disebabkan oleh kehilangan, menyebabkan stress

secara fisik dan psikologis. Hal ini adalah respon yang normal dan natural.

Pengalaman yang dapat menyebabkan kesusahan yang mendalam.

  Menurut Brubaker (dalam Lemme, 1995) janda membawa dua tantangan

: pulih dari kesedihan karena kehilangan orang yang dicintai dan membangun

hidup yang baru sebagai orang yang akan hidup sendiri. Bankoff (dalam Lemme, 1995) menjelaskan tentang tiga fase dalam proses grieving. Fase

pertama disebut fase crisis-loss, periode dari disorganisasi dan kacau balau

dalam beberapa hari terakhir, minggu bahkan bulan setelah kematian pasangan.

  

Terjadi saat individu mengurangi intensitas dukacita dan kemungkinan hidup

baru muncul. Pengembangan identitas baru sebagai orang yang hidup sendiri

dan membangun kembali sistem sosial. Fase ketiga adalah fase reorganization,

melibatkan pembentukan hidup yang baru (kemungkinan menikah kembali)

dan kembali ke kehidupan normal setelah merasa kehilangan. Tiap orang

mengalami dukacita atau kesedihan yang berbeda, beberapa studi mengatakan

bahwa setelah enam bulan intensitas emosi akan berkurang secara signifikan

dan mulai mengorganisasi kembali hidup mereka. Hal ini bukan berarti bahwa

rasa kehilangan terhadap orang yang dicintai telah selesai (Lemme, 1995).

  Dalam Medical Journal yang ditulis oleh Sh Khosravan, dkk (2010) yang

melakukan penelitian terhadap 24 janda dewasa madya di Iran menyebutkan

bahwa mayoritas janda mengalami keputusasaan setelah kehilangan pasangan,

tidak berguna dan kebingungan akan masa depan karena harus membesarkan

anak-anak sendirian. Mereka juga mengalami kesulitan ekonomi, maka dari itu

para janda bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak-anak.

  

Mereka rela berkoban demi anak-anak dan akan melakukan apapun untuk

memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Banyak dari janda mengalami penurunan

kesehatan mental maupun fisik karena mereka sudah tidak lagi memikirkan

dirinya karena semua hal berpusat pada anak-anak mereka. Mereka juga

kurang mendapat dukungan sosial dari lingkungan karena muncul stigma sosial

di masyarakat yang menyudutkan para janda.

  

pasangan akan mengalami penurunan pendapatan. Sumber pendapatan utama

berasal dari suami sehingga ketika suami meninggal akan menganggu ekonomi

keluarga. Terlebih ketika mempunyai anak yang harus di biayai. Hal ini akan

menyebabkan janda mengalami kesulitan penyesuaian diri.

  Penelitian yang dilakukan oleh Afriyanti (2010) terhadap 85 janda menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan

sosial dan kesepian pada janda yang ditinggal mati pasangannya dengan nilai

korelasi rxy -0.643 dan p=0.000 yang artinya semakin tinggi dukungan sosial

maka semakin rendah kesepian pada janda yang ditinggal mati pasangannya.

Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial maka semakin tinggi kesepian pada janda yang ditinggal mati pasangannya. Kontribusi dukungan sosial

terhadap kesepian pada janda yang ditinggal mati pasangannya adalah sebesar

41.3%.

  D.

  

DINAMIKA PSIKOLOGIS PENGALAMAN HIDUP WANITA USIA

DEWASA MADYA SETELAH KEMATIAN PASANGAN Kematian pasangan hidup merupakan hal yang paling membuat stress pada kehidupan orang dewasa dan membutuhkan penyesuaian kembali daripada hal lain yang terjadi pada kehidupan orang dewasa.

  Rasa sakit dari dukacita adalah stress pertama yang harus dihadapi oleh

para janda. Studi yang dilakukan oleh Marris (dalam Barrett, 1977) terhadap 72

  

ketidakmampuan untuk memahami kehilangan, merasa tidak adil pada nasib,

dan timbul rasa untuk menyalahkan. Para janda mengalami kesulitan tidur,

merasa rindu pada suami, menarik diri dari lingkungan sosial dan terkadang

merasakan kehadiran suami yang telah meninggal.

  Para janda juga mengalami beban ekonomi atau kesulitan ekonomi

karena berkurangnya pendapatan keluarga. Studi tentang keluarga janda oleh

Palmore (dalam Barrett, 1977) menyebutkan bahwa janda mengalami

penurunan penghasilan semenjak suami meninggal. Janda banyak

menghabiskan uang untuk makanan, dan rumah. Penghasilan mereka tidak

cukup untuk kebutuhan yang lain seperti asuransi kesehatan dan mobil. Janda

yang bekerja biasanya menitipkan anak mereka kepada kerabat, tetapi janda

yang lain meninggalkan anak-anak mereka di sekolah sementara mereka

bekerja.