Kesejahteraan psikologis wanita lajang usia dewasa awal - USD Repository

KESE EJAHTER

IKOLOG EWASA A S k r i p s i

ITA LAJA

  Diaju M

  ukan untuk M Memperoleh

  Program

  Di Retna Dw NIM PROGRAM FAKULT NIVERSITA YO

  Memenuhi Sa Gelar Sarjan m Studi Psik

  isusun Oleh wi Palupi Wu M : 0491140 M STUDI PS TAS PSIKO AS SANATA GYAKART GIS WANI AWAL

  alah Satu Sy na Psikologi kologi

  h: ulandari 079 SIKOLOGI OLOGI A DHARMA TA

  yarat i

P UN RAAN PS USIA D S

  A ANG

  “Ia membuat segal a sesuatu indah pada wak tuny a.” (Pengk hotbah 3 : 11)

  “Kedamai an tidak datang begitu saja. Kedamai an hadir k arena al asan y ang jelas. All ah memilik i semua al asan y ang tidak dimilik i oleh dunia. Karena itu hany a All ah, dan buk an dunia, y ang dapat memberi k edamai an.”

  (Billy Graham) “Jangan pernah tak ut terjatuh, sebab i tu adal ah proses y ang membuat seseorang berani bangk i t dan berani mendak i l agi dan l agi hi ngga suk ses.”

  (NN) “Empat l angk ah k esuk sesan : buat rencana sesuai tujuan, persi apk an dengan doa, mulai dengan cara y ang positif , k erjak an terus-menerus.”

  (Willi am Arthur Ward) “Kecemasan tidak ak an menghil angk an k esusahan masa y ang ak an datang tetapi justru hany a ak an menghabi sk an k ek uatan k ita hari ini.”

  (Charles Spurgeon)

  HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk : Tuhan Y esus K ristus..

  

K arena segala karya adalah wujud syukur atas anugerah-N ya....

  B apak dan I bu Sukamto... Sumber doa restu dan cinta yang sesungguhnya...

  

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS WANITA LAJANG

USIA DEWASA AWAL

Retna Dwi Palupi Wulandari

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran kesejahteraan psikologis

wanita lajang pada usia dewasa awal. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif

yang difokuskan pada fenomena tertentu dengan subjek penelitian 3 orang wanita lajang yang

berusia di atas 30 tahun, lulusan S1, bekerja dan berdomisili di Yogyakarta. Peneliti menentukan

subjek penelitian berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Pengambilan data dilakukan

dengan wawancara dan observasi. Wawancara dalam penelitian ini menggunakan sistem terbuka

dan bersifat semiterstruktur. Sedangkan observasi yang dilakukan adalah observasi partisipan.

Kredibilitas hasil penelitian dicapai dengan tiga cara, yaitu konfirmasi data dengan subjek,

triangulasi metode (dipakainya dua metode yang berbeda untuk meneliti hal yang sama), serta

konsep kecukupan referensial dengan menggunakan tape recorder untuk merekam hasil

wawancara sebagai data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum kondisi

kesejahteraan psikologis para wanita lajang tersebut ke arah positif. Hal ini ditandai dengan

kemampuan para subjek dalam menerima diri berupa rasa syukur atas kemampuan yang dimiliki

serta kelebihan dan kekurangan mereka; menjalin hubungan positif dengan keluarga, teman dan

sahabat; kemampuan penguasaan lingkungan; memiliki tujuan hidup ke masa depan; dan

pengembangan diri dalam kemampuan dan kepribadian. Pada kemampuan otonomi diri, ketiga

subjek telah mampu memenuhi kebutuhan finansial dari penghasilan mereka. Selain itu, subjek 1

dan subjek 2 memiliki kemampuan otonomi berupa kemampuan mempertahankan prinsip hidup

dan keteguhan dalam pendirian. Berbeda dari kedua subjek, subjek 3 masih mudah terpengaruh

dan tergantung pada orang lain. Dalam menghadapi tekanan sebagai wanita lajang, ketiga subjek

menunjukkan reaksi yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal yang

berbeda. Kata kunci : kesejahteraan psikologis, wanita lajang, dewasa awal

  

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING SINGLE WOMEN

ADULT EARLY AGE

Retna Palupi Dwi Wulandari

  

ABSTRACT

This study aims to determine how the psychological well-being of single women in early

adulthood looks like. This type of research is a qualitative descriptive study that focused on a

particular phenomenon with a subject of study of 3 single women over the age of 30 years, S1

graduates, working and living in Yogyakarta. Researchers determined the subjects based on

criteria that have been determined. Data is collected by interview and observation. Interviews in

this study using an open system that is semistructured. While the observation is carried out by

participant observation. The credibility of research results achieved in three ways, namely

confirmation of data by subject, the triangulation method (two different methods for researching

the same thing), and the concept of referential adequacy using a tape recorder to record the result

of interviews as a data. The results of this study indicate that in general the condition of

psychological well-being of single women is in the positive direction. It is characterized by the

ability of the subjects in the self-acceptance in the form of gratitude for the capabilities as well as

their advantages and disadvantages; establish positive relationships with family, friends and

companions; the ability of environmental mastery; have a purpose in life into the future, and self-

development in the ability and personality. On the ability of self-autonomy, the three subjects have

been able to meet the financial needs of their income. In addition, subject 1 and subject 2 have the

ability to maintain the principle of autonomy of the ability and determination to live in the

establishment. Different from the two subjects, subject 3 was easily influenced and dependent on

others. In the face of pressure as a single woman, three subjects showed a different reaction. This

is influenced by a different neighborhood.

  Key words: psychological well-being, single women, early adult

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya skripsi ini dengan baik. Hari-hari yang sedikit berbeda karena “skripsi” menjadi bagian dari kehidupan. Ternyata, perjuangan dan pengalaman dalam proses penulisan skripsi ini memberikan banyak makna bagi penulis, selain sekedar pemenuhan syarat pencapaian gelar kesarjanaan.

  Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan berupa bimbingan, dorongan, serta pengarahan dari berbagai pihak yang sangat berarti bagi penulis. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa syukur, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan perlindungan, pengharapan, kekuatan, dan keajaiban-keajaiban dalam menjalani hidup.

  2. Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  3. Titik Kristiyani, M.PSi., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  4. P. Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., M.A., selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingan, bantuan dan dukungan selama ini.

  5. ML. Anantasari, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, masukan, kritik, saran serta dukungan yang membuat penulis mampu menyelesaikan karya ini dan mengalahkan rasa takut dalam proses pengerjaan skripsi. Sungguh Ibu

  

Peri , kebaikan, kesabaran dan kelembutanmu mengalihkan duniaku…

  6. Agung Santoso, S.Psi., M.A. dan C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi. selaku dosen penguji skripsi, terimakasih atas masukan-masukannya.

  7. T. Priyo Widiyanto, M.Si., yang telah memberi kesempatan pada peneliti untuk bergabung dalam P2TKP angkatan 2008. Terima kasih juga kepada Pak Toni, Mbak Tia, Dra. Pratidarmanastiti, M.S., Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si., dan Mbak Diana atas bimbingan, pelajaran berharga, semangat dan rasa kekeluargaan selama berproses di P2TKP.

  8. Segenap dosen di Fakultas Psikologi USD, terima kasih atas ilmu dan dinamika yang penulis peroleh selama belajar di Fakultas Psikologi.

  9. Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Doni, Mas Muji dan Pak Gie’ yang dengan sabar membantu dan memberikan kemudahan bagi penulis selama proses studi penulis di Fakultas Psikologi… maaf jika selama ini sering merepotkan.

  10. Mbak Wiwing, Mbak Yustin dan Mbak Rini, terimakasih atas pembelajaran melalui interaksi selama ini. Sungguh, banyak hal berharga yang saya dapat saya petik...

  11. Bapak dan ibu tercinta atas segala doa, kasih sayang, kehangatan dan dukungan yang tiada henti. Terima kasih juga atas rasa percaya yang diberikan sehingga penulis mampu belajar menjadi lebih dewasa dan mandiri dalam menyikapi segala sesuatu, serta sarana dan kemudahan yang selalu

  disediakan meskipun bapak dan ibu sedang dalam kesulitan. Maaf jika sempat ada rasa kecewa karena keterlambatan ini……. I love u……

  12. Mbak Nung dan Mas Aris, terima kasih atas dukungan dan kasih sayang yang kalian berikan sampai hari ini. Juga untuk Pangeran Kecil “Nevan” dan “Radit” (hey…Tante udah jadi sarjana nich…….)

  13. Keluarga besar 367B : Widhut, d’Nimas, Irma, Ajeng, Kak Dewi, Mbak Nanik, Cik Ivana, Cik Lusi, Dewik, Vina, Merly, Hesti dan seluruh alumni- alumninya, semua pahit yang ada tidak akan berubah jadi manis tanpa kalian…. kalian semua tidak hanya teman tapi keluarga buat aku… Tak lupa juga untuk pengunjung setia 367B : Aa’ Utiez, Aa’ Hima, Aa’ Hevi, Monyonk, Desti... canda tawa kalian semakin mewarnai istana kami...

  14. Yudi, yang pernah dan telah hadir kembali dalam perjalanan hidupku...

  Terimakasih untuk doa, dukungan dan kasih yang tiada henti... Ingatlah, bagaimanapun juga, semuanya akan indah pada waktunya...

  15. Jojow Mojow, atas waktu dan tenaganya demi verbatimku... Tengkyu yah...

  16. Sahabat-sahabat terbaik dalam hidup penulis : Lucia Peppy Novianti, Rahadyan Widaruningtyas, dan Purnaning Wahyuni Astuti, terima kasih kalian selalu ada disaat suka maupun duka. Banyak pelajaran hidup yang telah aku bagi bersama kalian. Tuhan sungguh baik karna telah mengirim kalian untuk melengkapi hidupku….

  17. Sahabat-sahabatku selama di Psikologi : Devi, Inne, Adip, Yoyok, Wawan, Betty, Patje dan Yuni, terima kasih atas jalinan indah yang kita rangkai bersama serta dukungan-dukungan yang tak henti kalian beri buat aku. Tak

  lupa untuk Lusi, Tinul, Kaka, Nico, Lala, Kike, Helen, Simin, Thithit, Johan, Wilis, Panji, akhirnya…..

  ☺ Tetap semangat Temans….!!! perjuangan kita tidak hanya sebatas skripsi saja….

  18. Teman-teman di UNISON, bukan waktu yang sebentar aku berdinamika bersama kalian semua, banyak hal yang aku pelajari dari kalian... makasih banyak ya mas bro untuk pengalaman, kerja sama dan dukungan selama ini...

  19. Teman-teman Psikologi, terlebih teman-teman seperjuanganku angkatan 2004, terima kasih atas dinamikanya selama ini.

  20. Teman-teman asisten P2TKP angkatan 2008 dan 2009, terima kasih atas proses pembelajaran serta kerjasama yang indah dan menyenangkan selama kita bekerja bersama.

  21. Serta semua pihak di sekitar penulis yang belum penulis sebutkan satu per satu dalam karya ini.

  Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca yang dapat menjadi masukan bagi penulis untuk mengembangkan kemampuan penulis menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi banyak orang dan perkembangan ilmu pengetahuan.

  Penulis Retna Dwi Palupi Wulandari

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi ABSTRAK ................................................................................................... vii ABSTRACT ................................................................................................. viii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  ILMIAH ....................................................................................................... ix KATA PENGANTAR .................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................ xiv DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................

  1 A. Latar Belakang penelitian .......................................................................

  1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................

  7 C. Tujuan Penelitian ...................................................................................

  7 D. Manfaat Penelitian .................................................................................

  8 1. Manfaat Teoritis ..............................................................................

  8

  2. Manfaat Praktis ...............................................................................

  30 A. Jenis Penelitian ......................................................................................

  41 B. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................

  41 A. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ..........................................

  39 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................

  36 G. Kredibilitas Penelitian ............................................................................

  34 F. Metode Analisis Data .............................................................................

  33 E. Metode Pengumpulan Data ....................................................................

  31 D. Subjek Penelitian ..................................................................................

  31 C. Batasan Variabel Penelitian ....................................................................

  30 B. Variabel Penelitian .................................................................................

  29 BAB III. METODE PENELITIAN ...............................................................

  8 BAB II. LANDASAN TEORI ......................................................................

  25 D. Pertanyaan Penelitian .............................................................................

  23 C. Kesejahteraan Psikologis Wanita Lajang Usia Dewasa Awal .................

  19 3. Tipologi Lajang ...............................................................................

  17 2. Struktur Kehidupan Masa Dewasa ...................................................

  17 1. Pengertian Wanita Lajang ...............................................................

  14 B. Wanita Lajang ........................................................................................

  10 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis...........

  9 2. Dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis .....................................

  9 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis ...............................................

  9 A. Kesejahteraan Psikologis ........................................................................

  43

  C. Deskripsi Subjek Penelitian ...................................................................

  44 D. Pembahasan Penelitian ..........................................................................

  45 1. Pembahasan Tiap Subjek .................................................................

  45 2. Gambaran Kesejahteraan Psikologis ketiga Subjek ..........................

  75

  3. Gambaran Kesejahteraan Psikologis Wanita Lajang Usia Dewasa Awal ..............................................................................................

  88 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................

  96 A. Kesimpulan ............................................................................................

  96 B. Keterbatasan Penelitian ..........................................................................

  98 C. Saran ......................................................................................................

  98 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 100

  

DAFTAR TABEL

  Tabel Halaman 4.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data .................................................

  44 4.2 Data Demografis Setiap Subjek............................................................

  44

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran Halaman

  A Lampiran Instrumen : Pedoman Wawancara ...................................... 102 B Lampiran Data ................................................................................... 107

  1. Subjek 1 Wawancara I Subjek 1 .................................................................. 107 Wawancara II Subjek 1 ................................................................. 148 Wawancara III Subjek 1 ................................................................ 186

  2. Subjek 2 Wawancara I Subjek 2 .................................................................. 200 Wawancara II Subjek 2 ................................................................. 219 Wawancara III Subjek 2 ................................................................ 250

  3. Subjek 3 Wawancara I Subjek 3 .................................................................. 266 Wawancara II Subjek 3 ................................................................. 288

  C Lampiran Koding Data Wawancara

  1. Subjek 1 ........................................................................................ 301

  2. Subjek 2 ........................................................................................ 324

  3. Subjek 3 ........................................................................................ 343 D Lampiran Surat-surat ......................................................................... 354

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepanjang rentang kehidupan manusia terdapat tuntutan-tuntutan

  atau harapan-harapan masyarakat yang harus dikuasai oleh setiap individu sebagai anggota masyarakat. Havighurst (dalam Ahmadi & Sholeh, 2005) mengemukakan bahwa perjalanan hidup individu ditandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dipenuhi dan dalam batas-batas tertentu tugas-tugas tersebut bersifat khas atau spesifik untuk masa-masa kehidupan individu. Individu yang berhasil menuntaskan tugas-tugas tersebut akan merasa bahagia dan sukses dalam menuntaskan tugas berikutnya. Sementara itu, jika individu tersebut gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan sehingga dapat menimbulkan penolakan masyarakat dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya (Havighurst, dalam Rochmah, 2005).

  Havighurst juga menyatakan bahwa dalam tiap tahap perkembangan individu terdapat harapan sosial. Dalam hal ini setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai ketrampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui pada berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Keterampilan-keterampilan dan pola-pola perilaku adalah hal yang mutlak bagi penyesuaian-penyesuaian pribadi dan sosial pada usia-usia tertentu. Oleh karena itu, tiap kelompok kebudayaan mengharapkan agar tiap-tiap anggotanya memiliki dan melaksanakan keterampilan-keterampilan dan pola-pola tingkah perilaku tersebut. Salah satu harapan masyarakat yang harus dikuasai oleh setiap individu pada masa dewasa awal adalah mencari pasangan hidup.

  Masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak-anak berlangsung ketika individu berada pada usia dewasa awal (Santrock, 1995). Dengan kata lain, masa dewasa awal merupakan masa ketika individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Masa dewasa awal dimulai dari usia 20 hingga 40 tahun (Berk, 2007) atau akhir usia belasan tahun hingga usia tigapuluhan tahun (Santrock,1995).

  Erikson (dalam Santrock, 1995) juga menjelaskan suatu teori yang menyatakan bahwa individu pada masa dewasa awal akan mengalami suatu tahap perkembangan yaitu keintiman dan keterkucilan. Menurut Erikson, masing-masing tahap perkembangan terdiri dari tugas perkembangan yang khas yang menghadapkan individu dengan suatu krisis yang harus dihadapi. Krisis bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi. Semakin berhasil individu mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangan mereka.

  Pada tahap perkembangan keintiman dan keterkucilan ini, Erikson menggambarkan keintiman sebagai penemuan diri sendiri pada orang lain namun kehilangan diri sendiri (Santrock, 1995). Keintiman akan dicapai ketika individu mampu membentuk suatu relasi yang intim dengan orang lain. Hal ini didukung oleh pendapat Berk (2007) yang menyatakan bahwa seseorang harus menemukan pasangan dan membangun sebuah ikatan perasaan yang mereka pertahankan sejak lama untuk mewujudkan suatu hubungan yang intim. Namun jika individu tidak dapat membentuk suatu komitmen yang mendalam dengan individu lain, maka mereka akan mengalami keterkucilan dan penarikan diri (Erikson, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2004).

  Mencari pasangan hidup merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk dilakukan setiap orang, sebab pilihan ini menentukan masa depan (Gunarsa, 1991). Bagi orang dewasa, menikah dan menjadi seorang ibu atau bapak merupakan peran yang sangat berarti pada masa dewasa. Menurut Kartono (2006), seorang wanita yang belum menikah dan belum menjadi seorang ibu pada usia dewasa ini, seringkali dianggap sebagai pribadi yang gagal karena motif dasar untuk mengembangkan keturunan tidak terlaksana. Bahkan bagi kebanyakan orang Jawa, seorang wanita dianggap sempurna jika ia telah menikah dan melahirkan anak.

  Sumarah (2000) berpendapat bahwa dalam masyarakat patriarkal, hidup perkawinan dianggap sebagai satu-satunya jalan yang wajar dan orang yang menjalani hidup sendirian atau lajang sering menjadi bahan olok-olok dan pergunjingan. Menikah dipandang sebagai suatu kelaziman, tidak saja diterima tetapi juga dikehendaki secara sosial. Akibatnya, melajang dapat dipandang sebagai suatu keterpaksaan yang menyedihkan (Risnawaty, 2003). Jones (dalam Suryani, 2007) mengatakan bahwa masyarakat Indonesia tetap menempatkan menikah dan memiliki anak sebagai prioritas hidup wanita, sedangkan hidup melajang akan dicap sebagai tidak lengkap.

  Sangat sedikit orang yang bisa memahami bahwa jalan hidup lajang merupakan suatu pilihan bebas yang dapat memberikan kebahagiaan sepenuhnya bagi orang yang memilihnya . Masyarakat masih menganggap status lajang sebagai sesuatu hal yang janggal, bahkan menganggap sebagai pertanda adanya cacat psikologis.

  Sejak dulu hingga sekarang, nampaknya sebagian besar masyarakat lebih dapat menerima wanita yang telah memasuki usia dewasa awal yang telah menikah daripada wanita yang belum menikah atau wanita yang memilih untuk tidak menikah. Sebaliknya, pria yang membujang tidak terlalu mendapat tekanan dari masyarakat. Pandangan umum yang diberikan terhadap pria yang tidak menikah berbeda dengan pandangan terhadap wanita yang tidak menikah. Menurut Jacoby dan Bernard (dalam Suryani, 2007), dibandingkan dengan pria, umumnya pada usia sekitar 30 tahun, wanita mendapat tekanan yang lebih besar untuk menikah dari orang tua, sahabat, bahkan teman kerjanya. Beban menjadi lajang selalu lebih berat bagi wanita karena tingginya penilaian atas diri wanita, yaitu menjadi istri, ibu dan sebagai pengatur rumah tangga (Meiyuntariningih, 2001).

  Pandangan-pandangan negatif masyarakat mengenai wanita lajang diperkuat dengan adanya mitos-mitos maupun stereotipe-stereotipe mengenai wanita lajang di dalam masyarakat. Wanita lajang sering dilihat sebagai pribadi yang kurang feminin, kurang mampu mencintai dan merawat, kurang menarik secara seksual, dan lebih egois (Suryani, 2007). Selain itu penilaian sebagai wanita yang dingin, judes, galak, kesepian, sombong dan terlalu pemilih menjadi stereotipe lain bagi wanita lajang (Esterlianawati, 2007). Bahkan sebutan perawan tua dan wanita yang tidak laku juga menjadi label bagi wanita yang belum menikah pada usia di atas 30 tahun. Semua mitos dan stereotipe ini pada intinya menyatakan bahwa wanita yang tidak menikah dianggap tidak sehat secara psikologis sehingga tidak mampu mencapai kesejahteraan psikologis.

  Kesejahteraan psikologis merupakan kondisi diri yang dicirikan oleh dimilikinya kesehatan mental diri yang positif, sedangkan stres, kecemasan ataupun frustasi merupakan gejala kondisi kesehatan mental yang mengarah negatif. Kesejahteraan psikologis merupakan suatu bentuk evaluasi secara lebih global dan mendalam mengenai kemampuan afektif individu dan kualitas kehidupannya. Kesejahteraan psikologis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif yang dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi (Ryff, 1989). Fungsi psikologi positif yang dimaksud oleh Ryff (1989) adalah enam kriteria dari teori-teori psikologi kepribadian maupun psikologi perkembangan, yaitu : penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain, otonomi diri, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pengembangan pribadi.

  Pada umumnya masyarakat Indonesia masih memiliki pandangan negatif mengenai kesejahteraan psikologis para wanita lajang. Namun, pada kenyataannya semakin banyak wanita yang cenderung menunda pernikahan atau bahkan tidak menikah sama sekali demi kesuksesan karirnya. Menurut Permanasari (2003), ketika wanita memasuki dunia kerja, timbul suatu fenomena yang menunjukkan bahwa wanita pekerja yang sukses dalam karirnya kebanyakan tidak menikah atau melajang. Hasil penelitian yang dilakukan Permanasari (2003) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi wanita untuk berkarir maka semakin tinggi pula kecenderungan untuk menunda perkawinan. Hal tersebut terjadi seiring dengan pergeseran nilai tentang peranan wanita akibat adanya gerakan emansipasi, terbukanya kesempatan bagi wanita untuk mengenyam pendidikan tinggi dan peluang untuk memasuki dunia kerja.

  Penelitian lain yang dilakukan oleh Sugianto (2000) menunjukkan hasil bahwa tingkat pendidikan dan penghasilan yang tinggi memberi kesempatan bagi individu untuk mengaktualisasikan diri dan menjalani hidup yang berkualitas baik, yang dianggap turut mendukung kesejahteran psikologis kaum lajang. Faktor pendidikan tinggi dan pekerjaan yang mapan pada umumnya cenderung diidentikkan dengan peningkatan kualitas hidup yang dapat menunjang kesejahteraan psikologis kaum lajang.

  Sementara itu, pilihan untuk melajang membawa konsekuensi bagi individu. Status lajang dapat membuat individu merasa tertekan, tetapi di sisi lain juga dapat menjadi keuntungan bagi individu karena wanita lajang lebih leluasa dalam mengelola waktu maupun uang untuk merawat diri mereka sendiri, bebas menentukan pilihan sesuai kemauan sendiri, bebas untuk membuat keputusan bagi diri sendiri, bebas mengembangkan pribadi, berpeluang untuk meraih jenjang pendidikan dan karir yang lebih tinggi, serta lebih leluasa dalam bepergian.

  Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tergugah untuk meneliti lebih lanjut mengenai bagaimana sebenarnya kesejahteraan psikologis wanita lajang dan hal ini nantinya diharapkan dapat mengungkap tentang fenomena tersebut.

  B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran kesejahteraan psikologis wanita lajang usia dewasa awal?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah menggali dan memahami lebih dalam bagaimana pengalaman hidup wanita lajang pada usia dewasa awal serta bagaimana mereka merefleksikan pengalaman hidupnya tersebut. Tujuan lain yang hendak dicapai adalah menggambarkan bagaimana dan dinamika kesejahteraan psikologis wanita lajang usia dewasa awal.

  1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan tentang gambaran kesejahteraan psikologis pada diri wanita lajang usia dewasa awal. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang perkembangan, klinis maupun kesehatan mental.

  2. Manfaat Praktis

  a. Bagi para wanita lajang Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keadaan wanita lajang secara psikologis sehingga dapat menjadi bahan evaluasi dan instropeksi diri bagi para wanita lajang.

  b. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai kondisi psikologis wanita lajang yang belum menikah pada usia dewasa awal, sehingga masyarakat dapat lebih memahami dan menerima keberadaan mereka dalam lingkungan secara positif.

BAB II DASAR TEORI A. Kesejahteraan Psikologis

  1. Pengertian Kesejahteran Psikologis Kesejahteraan psikologis merupakan penggambaran kesehatan psikologis seorang individu. Tingkat kesehatan secara psikologis ini berdasarkan pada pemenuhan kriteria fungsi kesehatan mental positif yang dikemukakan oleh para ahli psikologi (Ryff, 1995). Kesejahteraan psikologis meliputi pula penerimaan tantangan eksistensi kehidupan. Ryff (1995) menjelaskan bahwa secara teoritis, kesejahteraan psikologis meliputi aspek multidimensional yang terdiri dari enam aspek, yaitu: penerimaan diri secara positif, hubungan positif dengan orang lain, otonomi diri, kemampuan dalam pengelolaan lingkungan sosial, hidup yang memiliki tujuan dan kemampuan pengembangan diri.

  Pada awalnya, indikator kesejahteraan dilihat dari kebahagiaan individu yang tercermin dari perbandingan perasaan dengan emosi positif dan negatif dari individu (Bradburn dalam Ryff, 1989). Beberapa waktu kemudian, beberapa peneliti perkembangan mengukur kesejahteraan psikologis dari tingkat kepuasan hidup individu (Andrews; Diener; Havighurst; Neugarten dan Tobin, dalam Ryff dan Keyes, 1995). Ryff (1989) melihat kesejahteraan psikologis sebagai bentuk penurunan dari konsepsi Allport mengenai kematangan, konsepsi Jung mengenai formulasi atas individuasi, konsepsi Maslow mengenai aktualisasi diri, dan konsepsi Rogers mengenai orang yang berfungsi sepenuhnya.

  Berdasarkan penelitian kesejahteraan psikologis yang dilakukan oleh Ryff (1989), peneliti menyimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologis positif yang dikemukakan oleh para ahli psikologi.

  Ryff (1989) menghasilkan suatu model kesejahteraan dalam bentuk multidimensi yang terdisi atas enam fungsi psikologis positif, yaitu:

  a. Penerimaan diri Penerimaan diri merupakan merupakan bagian utama dari kesehatan mental, seperti karakteristik dari aktualisasi diri, keberfungsian yang optimal, dan kedewasaan. Teori rentang kehidupan juga menekankan pada individu untuk dapat menerima diri sendiri dan kehidupan masa lalu pribadi. Jadi, memegang sikap yang positif terhadap diri sendiri merupakan suatu karakteristik utama dari fungsi-fungsi psikologis. b. Hubungan positif dengan orang lain Dimensi ini menekankan pada pentingnya hubungan interpersonal yang hangat dan terdapat rasa percaya. Kemampuan untuk mencintai dipandang sebagai suatu komponen yang penting dari kesehatan mental. Individu yang mampu mengaktualisasi diri dengan baik, mempunyai rasa empati dan afeksi yang kuat untuk sesama manusia, mampu memiliki cinta dan persahabatan yang mendalam, serta mampu mengidentifikasikan dirinya secara lengkap dengan orang lain. Hubungan yang hangat dengan orang lain merupakan suatu kriteria kedewasaan. Teori perkembangan kedewasaan juga menekankan perlunya kemampuan untuk membina hubungan yang intim dengan orang lain dan pentingnya kemampuan untuk mengarahkan atau membimbing orang lain.

  Relasi positif dengan orang lain sangat penting dalam konsep kesejahteraan psikologis.

  c. Otonomi Diri Dimensi ini menekankan pada kualitas-kualitas seperti determinasi diri, independensi dan pengaturan perilaku dari dalam diri. Individu yang mampu mengaktualisasikan diri digambarkan sebagai orang yang mampu menunjukkan fungsi yang mandiri dan mampu bertahan dalam inkulturasi. Orang yang berfungsi sepenuhnya juga digambarkan memiliki locus internal dalam penilaian. Individu tersebut tidak mendasarkan pada persetujuan dari orang lain, akan tetapi mengevaluasi diri mereka sendiri berdasarkan standar-standar pribadi. Orang yang terindividuasi juga bebas dari ketentuan yang mengikat seperti ketakutan- ketakutan, keyakinan-keyakinan, dan hukum-hukum kolektif.

  Konsep rentang hidup juga menekankan arti penting kemerdekaan pribadi dari norma-norma yang mengikat individu dalam kehidupan sehari-hari.

  d. Penguasaan lingkungan Dimensi ini menekankan pada kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan sesuai dengan kondisi fisiknya. Hal ini merupakan suatu karakteristik dari kesehatan mental. Perkembangan rentang kehidupan juga menekankan bahwa individu membutuhkan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikan lingkungan yang kompeks. Teori ini menekankan kemampuan seseorang untuk menguasai dunia, mengubahnya secara kreatif melalui aktivitas mental ataupun fisik. Masa lanjut usia akan optimal ketika individu beruntung mendapatkan peluang- peluang dari lingkungannya. Beberapa perspektif menunjukkan bahwa partisipasi aktif dalam penguasaan lingkungan merupakan unsur penting dari fungsi psikologis yang positif.

  e. Tujuan hidup Keyakinan perasaan tentang tujuan dan makna dalam kehidupan merupakan salah satu konsep kesehatan mental. Konsep dari kematangan juga menekankan suatu pemahaman yang jelas mengenai tujuan hidup, perasaan yang mempunyai arah dan niat.

  Teori perkembangan rentang kehidupan mengambarkan bermacam- macam tujuan atau sasaran dalam hidup, seperti menjadi produktif dan kreatif atau mencapai integrasi emosi dalam kehidupan selanjutnya. Jadi, seseorang yang berfungsi secara positif memiliki tujuan, niat dan perasaan akan arah. Semua unsur tersebut berkontribusi terhadap perasaan bahwa hidup adalah bermakna.

  f. Pengembangan pribadi Taraf fungsi psikologis yang optimal tidak hanya bertujuan untuk mencapai pembentukan karakteristik-karakteristik, tetapi juga mengharuskan seseorang terus mengembangkan potensi dirinya untuk tumbuh dan mengupayakan peningkatan pribadi.

  Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dan menyadari potensi pribadi dalam perspektif klinis merupakan hal utama dalam pertumbuhan pribadi. Keterbukaan tehadap pengalaman merupakan karakteristik kunci dari orang yang berfungsi sepenuhnya. Individu semacam ini secara terus-menerus selalu berkembang dan menjadi sesuatu daripada mencapai suatu kondisi tetap ketika segala sesuatu tidak dapat terpecahkan. Teori rentang kehidupan memberikan penekanan secara eksplisit terhadap individu untuk tumbuh secara berkelanjutan dan menghadapi tantangan-tantangan atau tugas- tugas baru dalam setiap periode kehidupan. Jadi, perkembangan pribadi yang berkelanjutan dan realisasi diri adalah suatu hal yang menonjol dalam teori tersebut.

  Ryff (1995) memaparkan bahwa apapun aspek yang dipakai dalam mengukur kesejahteraan psikologis, hal penting yang harus diperhatikan adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis antara lain: latar belakang budaya, norma masyarakat yang berlaku, suku, kelas sosial, dan kapasitas intelektual seorang individu. Faktor-faktor tersebut satu sama lain saling mempengaruhi.

  Cooper, dkk. (1995) memandang bahwa keyakinan dalam kemampuan pribadi individu yang mencakup kemandirian dan menentukan tujuan pribadi akan berkaitan langsung dengan keyakinan internal individu. Keyakinan tersebut akan memegang kontrol atas kehidupan individu dan akan membuat individu mampu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang positif bagi dirinya sehingga dapat menunjang pencapaian kesejahteraan psikologis.

  McGregor dan Little (dalam Compton, 2001) menyatakan ada dua hal yang mempengaruhi kesejahteraan seseorang yaitu pencapaian kepercayaan diri (berasosiasi dengan kebahagiaan) dan integritas tujuan hidup (berasosiasi dengan kebermaknaan hidup). Hasil penemuan ini mendukung asumsi bahwa kesejahteraan psikologis dapat diperoleh dengan mencapai dua hal, yaitu kebahagiaan atau kepuasan hidup dan perkembangan pribadi atau kebermaknaan hidup dalam kondisi yang optimal.

  Faktor lain yang juga mempengaruhi kesejahteraan psikologis adalah adanya sikap penuh kesadaran. Kualitas dari sikap penuh perhatian secara individual penting dalam mengelola dan meningkatkan kesejahteraan. Penelitian yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa peningkatan sikap penuh perhatian melalui pelatihan memfasilitasi kualitas kesejahteraan dalam diri. Secara spesifik, makna dari sikap penuh perhatian digambarkan dengan ciri kondisi yang terbuka dan menerima terhadap kesadaran dan perhatian (Brown, dkk., 2003). Sikap penuh perhatian dipahami sebagai suatu kondisi individu ketika memberikan perhatian penuh terhadap sesuatu dan sadar akan apa yang sedang terjadi pada saat situasi sedang berlangsung.

  Sikap penuh perhatian melibatkan penerimaan perhatian terhadap makna psikologis. Dalam kondisi yang tidak penuh perhatian, emosi yang muncul dapat terjadi di luar kesadaran. Selain itu, perilaku dapat muncul sebelum seseorang secara jelas memahaminya. Sikap penuh perhatian juga memiliki keterkaitan dengan aspek kepribadian yaitu dimensi keterbukaan terhadap pengalaman (dalam Brown, dkk., 2003), yang di dalamnya dimaknai sebagai penerimaan dan ketertarikan pada pengalaman baru. Sikap penuh perhatian diasosiasikan dengan pengalaman positif terhadap tiga hal, yaitu: tingginya kemandirian, sering memiliki perasaan positif, dan jarang memunculkan perasaan- perasaan negatif.

  Cross, dkk., (2003) menyatakan bahwa faktor pendukung lain dari kesejahteraan psikologis pada individu adalah sikap konsistensi dalam diri individu tersebut. Individu yang mampu menunjukkan bahwa diri mereka cukup konsisten dalam situasi dan kondisi peraturan yang berbeda memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi daripada individu yang kurang konsisten atau memiliki konsep diri yang belum jelas. Konsistensi merupakan suatu pendekatan kognitif dalam pengambilan keputusan dalam konteks komitmen. Lecky dan Alport (dalam Cross, dkk., 2003) berpendapat bahwa konsistensi merupakan hal yang penting dalam mengatur keutuhan diri. Konsistensi juga merupakan indikator penting dari kesuksesan dalam beradaptasi dan kesehatan mental yang baik. Konsistensi pada diri individu ditandai dengan adanya kematangan, integritas kepribadian dan kesatuan, yang berarti pula berasosiasi dengan dimensi positif dari kesejahteraan diri.

  Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis antara lain latar belakang budaya, norma masyarakat yang berlaku, suku, kelas sosial, kapasitas intelektual individu, rasa percaya diri, integritas tujuan hidup, dan konsistensi diri.

B. Wanita Lajang 1. Pengertian Wanita Lajang

  Wanita dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perempuan dewasa, sedangkan lajang berarti sendirian atau belum kawin. Oleh karena itu, wanita lajang adalah perempuan dewasa yang belum kawin atau masih sendirian. Batasan wanita lajang di Indonesia lebih sempit daripada istilah single woman yang terdapat dalam literatur-literatur berbahasa Inggris, yang pada umumnya mengacu pada wanita yang hidup tanpa pasangan (belum pernah menikah atau berstatus janda akibat pasangan meninggal maupun perceraian), atau wanita yang hidup bersama pasangan di luar lembaga perkawinan yang sah.

  Santrock (1995) mengemukakan berbagai pendapat mengenai orang dewasa yang hidup sendiri. Menurut pandangannya, orang dewasa yang hidup sendiri seringkali memiliki masalah-masalah dalam hubungan yang intim dengan orang dewasa lain, menghadapi kesepian, dan menemukan tempat dalam masyarakat yang berorientasi pada pernikahan. Hidup sendiri seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip seperti hidup mengikuti arus, hidup sendiri penuh kesepian dan cenderung bunuh diri. Mereka sering ditantang untuk menikah sehingga mereka tidak lagi dianggap sebagai orang yang tidak bertanggung jawab, mementingkan diri sendiri, impoten, frigid, dan tidak matang. Sementara itu, orang dewasa yang hidup sendiri memiliki kebebasan penuh untuk mengatur kehidupan pribadinya dan mencapai tujuan-tujuan dalam hidupnya.

  Pada awalnya, sebagian orang dewasa yang tidak pernah menikah dianggap memiliki kehidupan yang menyenangkan dan berkecukupan. Akan tetapi, ketika mencapai usia 30 tahun tekanan pada orang dewasa untuk menetap dan menikah akan semakin meningkat.

  Salah satu alasannya, wanita dewasa mungkin akan merasakan situasi darurat ketika mencapai usia 30 tahun apabila mereka ingin memperoleh keturunan. Pada saat itu banyak orang dewasa yang hidup sendirian membuat suatu keputusan sadar untuk menikah atau tetap melajang (Santrock, 1995).

  Hal senada diungkapkan juga oleh Neugarten dalam teorinya tentang social clock (dalam Berk, 2007). Menurut Neugarten, istilah

  social clock berarti tingkatan usia yang berkaitan dengan norma-norma

  dan harapan masyarakat yang mengarahkan sekaligus membatasi perilaku maupun pilihan individu selama rentang hidupnya, seperti kapan saatnya untuk bekerja, menikah, melahirkan anak pertama, membeli rumah dan pension, bahkan saat untuk menghadapi krisis tengah baya.