BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia Dini 1. Pengertian Perkembangan Motorik Kasar - DWI FEBRI HARDIYANINGRUM BAB II
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia Dini
1. Pengertian Perkembangan Motorik Kasar
Motorik kasar (gross motor) merupakan gerakan yang banyak menggunakan otot-otot kasar, meliputi: aktivitas berlari, memanjat, melompat atau melempar (Syaodih, Ernawulan 2005: 31).
Muhbbin (dalam Samsudin, 2008: 10) menyebut motorik dengan istilah “motor“. Menurutnya, motor diartikan sebagai istilah yang menunjukkan pada hal, keadaan dan kegiatan yang melibatkan otot-otot juga gerakannya, demikian pula kelenjar-kelenjar juga sekresinya (pengeluaran cairan atau getah).
Menurut Zulkifli (dalam Samsudin, 2008: 11) bahwa yang dimaksud dengan motorik adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan- gerakan tubuh. Lebih lanjut dijelaskannya behwa dalam perkembangan motorik terdapat tiga unsur yang menentukannya yaitu otot, saraf dan otak, sehingga ketiga unsur tersebut saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai kondisi motorik yang lebih sempurna.
Menurut M, Yudha dkk (2005: 114) mengatakan bahwa perkembangan motorik merupakan suatu perubahan dalam perilaku motorik yang memperlihatkan interaksi dari kematangan makhluk dan lingkungannya. Pada manusia perkembangan motorik merupakan perubahan kemampuan motorik dari
7 bayi sampai dewasa yang melibatkan berbagai aspek perilaku dan perkembangan motorik yang saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Cratty, 1967 (dalam M, Yudha dkk, 2005: 114) mengatakan bahwa perkembangan motorik berkaitan dengan kematangan mekanisme otot, saraf yang memberikan penampilan progresif didalam keterampilan motorik.
2. Tujuan dan Fungsi Perkembangan Motorik Kasar
Menurut M, Yudha dkk (2005: 114) mengatakan tujuan dan fungsi perkembangan motorik merupakan penguasaan keterampilan yang tergambar dalam kemampuan menyelesaikan tugas motorik tertentu. Kualitas motorik terlihat dari seberapa jauh anak tersebut mampu menampilkan tugas motorik yang diberikan dengan tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas motorik tinggi, berarti motorik yang dilakukannya efektif dan efisien. Sehingga motorik kasar, memiliki tujuan dan fungsi pengembangan motorik kasar pada anak. 1) Tujuan pengembangan motorik kasar meliputi: (a) Mampu meningkatkan keterampilan gerak.
(b) Mampu memelihara dan meningkatkan kebugaran jasmani. (c) Mampu menanamkan sikap percaya diri. (d) Mampu bekerjasama. (e) Mampu berperilaku disiplin, jujur dan sportif. 2) Fungsi pengembangan motorik kasar meliputi:
(a) Sebagai alat pemacu pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan kesehatan untuk anak.
(b) Membentuk, membangun serta memperkuat tubuh anak. (c) Melatih keterampilan dan ketangkasan gerak juga daya pikir anak. (d) Sebagai alat untuk meningkatkan perkembangan emosional. (e) Meningkatkan perkembangan sosial. (f) Menumbuhkan perasaan senang dan memahami manfaat kesehatan pribadi.
Menurut Wulan, Ratna (2011: 23) mengatakan bahwa saat anak mulai masuk TK, anak itu mulai bergaul dengan teman sebayanya sehingga anak semakin banyak menghabiskan waktu untuk bermain aktif bersama temannya, perkembangan yang dialami anak akan mempengaruhi keterampilannya dalam bergerak dan bermain, sehingga perkembangan motorik memiliki fungsi perkembangan bagi anak seperti yang dikemukakan oleh para ahli.
Elizabeth Hurlock (1956) membedakan beberapa alasan tentang fungsi perkembangan motorik diantaranya: a) melalui keterampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang.
b) Melalui keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi
“helplessness”
(tidak berdaya) pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya ke kondisi yang
independence” (bebas, tidak bergantung) dan akan menunjang perkembangan
“self confidence” (rasa percaya diri).c) Melalui keterampilan motorik, saat anak di lingkungan sekolah anak dapat menyesuaikan dirinya (school adjustment). d) Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain serta bergaul dengan teman sebayanya, namun apabila perkembangan motoriknya tidak normal akan menghambat anak untuk bergaul sehingga anak akan terkucilkan atau menjadi anak yang
“fringer” (terpinggirkan).
e) Keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan
“self concept’ (kepribadian anak).
Menurut Wulan, Ratna (2011: 24) bahwa pertumbuhan fisik anak juga akan mempengaruhi cara pandang terhadap diri sendiri, hal ini dikarenakan anak memiliki kecenderungan untuk membandingkan apa yang terlihat pada dirinya sendiri dengan anak lain yang sebaya. Pada pertumbuhan fisik anak yang mudah terlihat adalah ukuran tubuhnya, seperti tinggi badan, berat badan dan proporsi tubuhnya.
3. Tahapan Motorik Kasar Anak Usia Dini
Menurut Samsudin (2004: 19) mengatakan bahwa anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentang usia lahir sampai 6 tahun, pada usia ini secara terminologi disebut dengan anak TK. Perkembangan gerak anak pada usia ini merupakan kelanjutan dari perkembangan gerak yang telah terjadi pada saat masa bayi.
Menurut Piaget seperti oleh Lerner (1981: 189), dalam Abdurrahman, Mulyono (2009: 144) belajar sensorimotor pada masa usia dini merupakan bangunan yang paling mendasar bagi perkembangan perseptual dan kognitif yang lebih kompleks. Sensorimotor merupakan gabungan antara masukan sensasi dengan keluaran aktivitas motorik, sedangkan Myers (1986: 1400), sensasi merupakan proses yang dirasakan dan dialami energi oleh rangsangan indra tertentu. Adanya sensasi tersebut menunjukkan bahwa adanya suatu proses yang terjadi di dalam sistem pusat. Manusia memiliki enam indra sebagai saluran penerima data kasar terhadap lingkungannya, diantaranya penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, pengecapan dan kinestetik.
Menurut Lerner (1981: 189) dalam Abdurrahman, Mulyono (2009: 144) beberapa penulis menyebut bahwa ada hubungan sensorimotor dengan perseptual- motor. Bahwa perseptual-motor merupakan interaksi dari berbagai macam saluran persepsi dengan aktivitas motorik, sedangkan Myers (1986: 140), persepsi merupakan organisasi dan interpretasi informasi sensoris, yang memungkinkan kita menyadari berbagai objek dan peristiwa dengan penuh arti. Lerner (1981: 189) mendefisinikan persepsi sebagai proses pengorganisasian data kasar yang dicapai melalui berbagai indra dan interpretasi makna mereka, sedangkan informasi perseptual merupakan perbaikan dari informasi sensoris.
Menurut Samsudin (2008: 12) membagi empat tahapan perkembangan kognitif yang berkaitan dengan perkembangan motorik pada anak diantaranya: tahap sensorimotor dan perkembangan motorik anak, tahap preoperasional dan perkembangan motorik anak, tahap konkret operasional dan perkembangan motorik anak, formal operasional dan perkembangan motorik anak.
Piaget (dalam Samsudin, 2008: 12) menggambarkan pada tahap sensorimotor seperti “berpikir melalui gerak tubuh”. Dengan kata lain, kemampuan untuk belajar serta meningkatkan kemampuan intelektual berkembang sebagai suatu hasil dari perilaku gerak dan konsekuensinya. Menurut piaget, gerak selalu berhubungan dengan proses berpikir pada tahap sensorimotor, pengetahuan dan berpikir muncul sebagai hasil atau akibat dari perilaku yang terjadi melalui gerak tubuh.
Piaget (dalam Samsudin, 2008: 13) pada tahap preoperasional dan perkembangan motorik anak piaget memberi penekanan berupa batasan yang mana anak tersebut masih belum memiliki kemampuan untuk berpikir logis dan melakukan tindakan yang sederhana, sehingga piaget membagi menjadi dua sub bagian, yaitu: prekonseptual adalah anak yang berusia antara 2 tahun sampai 4 tahun, sedangkan intuitif adalah pada anak yang berusia 4 tahun sampai 6 tahun.
Pada tahapan tersebut dapat dikatakan anak prasekolah sudah mulai melakukan berbagai bentuk gerakan dasar seperti berjalan, berlari menendang, melempar dan berbagai kegiatan yang lainnya.
Menurut Musfiroh, Tadkiroatun (2005: 197) perkembangan kinestetik anak usia 5-6 tahun sangatlah pesat, sehingga pada usia 5-6 tahun anak mulai mengembangkan keterampilan-keterampilan baru dan memperbaiki keterampilan yang sudah dimilikinya.
Menurut Gallahue, 1982 dan para ahli pendidikan jasmani lainnya yang ditulis oleh Gabbard, LeBlanc, dan Low (1987) dalam Samsudin (2008: 13.14) menyatakan bahwa untuk mengembangkan pola-pola gerak anak sebaiknya dilakukan melalui aktivitas-aktivitas seperti menari, permainan, olahraga dan senam dimana aktivitas-aktivitas tersebut masuk ke dalam wilayah pendidikan jasmani.
Menurut Samsudin (2008: 13) pada tahapan konkret operasional dan perkembangan motorik anak banyak ahli yang meyakini bahwa seorang anak mencapai tahap konkret operasional karena anak tersebut telah bertambah kemampuannya, karakteristik umum dari tahapan konkret operasional adalah bertambahnya kemampuan dalam pemecahan masalah. Pada masa ini anak bukan tergolong prasekolah lagi namun sudah memasuki masa kanak-kanak dan memasuki dunia sekolah, dalam masa ini perkembangan motorik anak mengalami transisi, sehingga pada periode ini motorik anak sudah mulai ada peningkatan keterampilan gerak yang lebih kompleks.
Menurut Samsudin (2008: 13) pada tahapan operasional dan perkembangan motorik anak merupakan kemampuan untuk mempertimbangkan ide-ide yang tidak didasarkan realita. Sedangkan menurut piaget, mengatakan banyak individu tidak mencapai tahapan seperti yang dikatakan, terutama pada anak yang memiliki intelegensi rendah.
Para ilmuwan berpendapat bahwa menurunnya tingkat kebugaran fisik, lemahnya tubuh dan bentuk postur yang kurang bagus adalah sebagian akibat dari terbelenggunya gerak tubuh anak („Athif Abul „id dan Syeikh Muhammad, 2009: 14).
B. Bermain Sebagai Metode Pembelajaran Di TK
1. Pengertian Bermain Engklek Engklek merupakan permainan meloncati garis dengan satu kaki.
Permainan ini secara umum dimainkan di Indonesia. Didaerah Jawa, permainan ini disebut engklek, sedangkan di Jawa Barat disebut sondah. Di provinsi NAD dikenal dengan nama main panci, Di Sulawesi Tengah namanya nokadende, sedangkan di Maluku namanya gici-gici (Wahyuningsih, Sri 2009: 49).
Menurut Rahmawati, Ami (2009: 10) mengartikan bahwa Permainan engklek merupakan permainan meloncati garis dengan satu kaki, biasanya permainan ini terdapat di daerah jawa barat dan daerah luar jawa.
Dari pengertian yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian bermain engklek merupakan permainan meloncati garis dengan satu kaki maupun dua kaki di dalam kotak yang terbatas. Dalam permainan ini juga memiliki aturan yang harus dipatuhi oleh para pemainnya agar pemain dapat memenangkan permainan secara sportivitas.
2. Media dan Peralatan Bermain Engklek
Media dan peralatan yang di gunakan dalam permainan engklek/sondah adalah sebagai berikut: a. Pecahan genting (talawengkar/patah).
b. Kapur/arang/ranting untuk membuat denah.
3. Langkah-langkah Bermain Engklek
a. Tahap Persiapan 1) Mempersiapkan pemain.
2) Mempersiapkan tempat main (membuat gambar/denah untuk main).
3) Mempersiapkan pecahan genting untuk kojo/patah, setiap pemain memiliki satu patah (pecahan genting).
4) Menentukan pemain perorangan/beregu (setiap regu 2 orang).
b. Tahap Pelaksanaan 1) Untuk menentukan siapa yang pertama kali main terlebih dahulu di lakukan undian dengan cara suit, orang yang menang suit itulah yang main terlebih dulu. 2) Pemain pertama berdiri dekat garis putus-putus (kaki jangan sampai menginjak garis) masing-masing pemain memegang satu buah kojo/patah
(pecahan genting) untuk memulai permainan.
3) Masing-masing sepasang pemain melempar kojonya pada kotak 1, apabila kojonya keluar garis atau kojonya di kotak yang lain tidak ke kotak 1 maka anak tersebut tidak bisa melanjutkan permainan, apabila anak berhasil melempar kojonya maka permainan di lanjutkan dengan melompati kotak 1 (yang ada kojonya) dengan cara engklek (satu kaki) ke kotak 2, kemudian kotak 3, lalu pemain yang satu cabrek/prak ke kotak 4 dan 5 sedangkan pemain yang satunya cabrek ke kotak 6 dan 5, lalu kedua pemain engklek ke kotak 7 dan di lanjutkan cabrek/prak ke gambar segitiga. 4) Setelah cabrek/prak ke gambar segitiga,kedua pemain tersebut kembali ke kotak 7 lalu cabrek/prak ke kotak 4 dengan 5, 6 dengan 5, engklek ke kotak 3, dan kotak 2, setelah sampai di kotak 2 ke dua pemain tersebut mengambil kojonya yang ada di kotak 1 (bekas kojo) dan kembali pada garis putus-putus (garis batas). 5) Lakukan kegiatan seperti tadi dengan melempar kojonya ke nomor kotak selanjutnya sampai pada kotak 8 (segitiga).
6) Pemain yang lebih dahulu menyelesaikannya, itulah yang menjadi pemenang.
Sehingga, hubungan antara kegiatan bermain engklek terhadap kemampuan motorik kasar, anak dapat melempar pecahan genting dengan jarak yang lebih jauh, dapat melompat dengan 1 kaki maupun 2 kaki secara bervariasi dan bergantian, serta dapat berjalan dengan stabil, di dalam kotak yang terbatas.
Kelebihan dalam bermain engklek ini, kemampuan fisik motorik anak dapat dikembangkan, melalui melempar pecahan genting dengan jarak yang lebih jauh, dapat melompat dengan satu kaki bergantian, dan dapat berjalan maju mundur di dalam kotak yang terbatas dengan stabil serta dapat melatih keseimbangan tubuh. Melalui bermain engklek anak dapat membedakan bentuk (persegi panjang, bujur sangkar, dan segitiga), anak dapat sabar menunggu giliran sehingga terbiasa antre, anak dapat mengenal dan mengikuti peraturan yang ada, anak juga memahami sebab akibat jika melakukan dan melanggar aturan dalam bermain sehingga melatih sikap sportivitas. Anak dapat menyatu dengan alam, karena alatnya dibuat dari benda-benda yang ada disekitar lingkungan dan bermainnyapun di tempat yang terbuka. Melatih anak untuk belajar menghitung jarak lempar, serta anak dapat memperkirakan luas bidang yang ada sehingga lemparan kojo tidak keluar dan tidak kegaris.
Kelemahan dari bermain engklek adalah anak tidak bisa menanamkan kemandirian, karena dalam bermain engklek terikat dalam peraturan-peraturan yang sudah ditentukan. Membutuhkan tempat yang cukup luas dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat menyelasaikan permainan.
4. Ciri – ciri Bermain
Bermain merupakan dunia anak, disamping itu juga bermain sangat bermanfaat untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bagi anak, sehingga di katakan bermain apabila memiliki ciri-ciri tertentu yaitu :
Smith et al.1999, Rubin, Fein dan Vandenberg (dalam Johnson et al. 1999), mengungkapkan ciri-ciri dalam kegiatan bermain sebagai berikut:
a) Bermain di lakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksudnya bermain muncul dengan kemauan pemainnya dan di lakukannya juga atas kepentingannya sendiri.
b) Orang yang terlibat di dalam bermain memiliki perasaan yang di warnai oleh emosi-emosi yang positif.
Walaupun di dalam bermain tidak tampil adanya
emosi yang positif namun di dalam kegiatan bermain memiliki nilai baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan bagi anak.
c) Kegiatan bermain memiliki sifat fleksibilitas, maksudnya para pemainnya bebas untuk beralih dari satu aktivitas ke aktivitas yang lainnya.
d) Dalam kegiatan bermain lebih menekankan pada proses
yang berlangsung dibandingkan hasil akhir.
e) Dalam kegiatan bermain anak lebih mementingkan kesenangan di bandingkan dengan tujuan yang akan di capai, sehingga kegiatan bermain bersifat fleksibel, karena dalam kegiatan bermain tidak semata-mata di tentukan oleh sasaran yang ingin dicapai.
f) Dalam kegiatan bermain si pemain bebas memilih, Pada ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep bermain bagi anak-anak. Contoh pada anak TK, membuat bentuk dengan plastisin di sebut bermain jika di lakukan atas kehendak anak sendiri. Tetapi di kategorikan dalam bekerja apabila anak di tugaskan guru.
Menurut Moeslichatoen (2004: 31) mengatakan bahwa ada beberapa ahli peneliti memberi batasan arti bermain dengan memisahkan aspek-aspek tingkah laku yang berbeda dalam bermain. Seperti yang dikemukakan oleh Dworetzki (1990: 395-396) membagi lima kriteria dalam bermain diantaranya:
a) Motivasi intrinsik. Maksudnya, tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu sendiri dan bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh.
b) Pengaruh positif. Maksudnya, tingkah laku bermain itu menyenangkan atau menggembirakan untuk dilakukan.
c) Bukan dikerjakan sambil lalu. Maksudnya, tingkah laku itu tidak mengikuti pola atau urutan yang sebenarnya melainkan lebih bersifat pura-pura.
d) Cara atau tujuan. Maksudnya, cara bermain lebih diutamakan dari pada tujuannya.
e) Kelenturan. Maksudnya, Bermain itu perilaku yang lentur, kelenturan ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan serta berlaku dalam setiap situasi.
Rubin, Fein & Vandenberg, 1983 (dalam Mutiah, Diana 2010: 112) berpendapat bahwa ada dua ciri dalam kegiatan bermain yaitu bebas dari aturan- aturan yang di tetapkan dari luar serta keterlibatan secara aktif dari si pemain.
5. Fungsi dan Manfaat Bermain
a. Fungsi Bermain
Menurut Moeslichatoen, (2004: 32) mengatakan bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak TK. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai dan sikap hidup. Sehingga beberapa ahli membedakan berbagai fungsi dalam permainan.
Vygotsky (dalam Mutiah, Diana 2010: 146) menyatakan bermain akan mempengaruhi perkembangan anak melalui tiga cara diantaranya: melalui bermain menciptakan kemampuan yang potensial terhadap anak pada kemampuan yang aktual yang di sebut dengan zone of Proximal Development (ZPD), melalui bermain dapat memfasilitasi pemisahan pikiran dari objek dan aksi, bermain dapat mengembangkan penguasaan diri, maksudnya dalam bermain anak tidak boleh semaunya namun anak harus melakukan sesuai sekenario.
Menurut Mutiah, Diana (2010: 113) berpendapat bahwa fungsi bermain sangat penting bagi sensoris motoris untuk mengembangkan otot- otot dan energi yang ada.
Menurut Mutiah, Diana (2010: 141) dengan bermain aktif, sangat penting bagi anak karena dapat melatih otot-otot untuk mencapai keseimbangan dan keterampilan gerakan tertentu.
Menurut Yulianty, Rani (2010: 10) membedakan fungsi bermain yaitu bermain bagi anak dapat menyeimbangkan motorik kasar dan dapat mengoptimalkan kinerja otak kanan.
b. Manfaat Bermain
Bredekamp & Copple, 1997 (dalam Musfiroh, Tadkiroatun 2005: 15) mengatakan bahwa bermain membantu anak membangun konsep dan pengetahuan anak-anak tidak membangun konsep atau pengetahuan dalam kondisi yang terisolasi, melainkan melalui interaksi dengan orang lain.
Cass, 1974 dalam Catron & Allen, 1999 (dalam Musfiroh, Tadkiroatun 2005: 18) mengatakan bahwa bermain dapat membantu perkembangan emosi yang sehat dengan cara menawarkan kesembuhan dari rasa sakit serta kesedihan.
Catron & Allen, 1999 (dalam Mutiah, Diana 2010: 146) mengatakan bahwa bermain merupakan faktor yang paling berpengaruh pada anak dalam perkembangannya. perkembangan pada anak yang meliputi dunia fisik, sosial, emosional, komunikasi, kesadaran diri dan motorik.
Menurut Yulianty, Rani (2010: 10) membedakan manfaat bermain diantaranya: (a) Bermain dapat menjadi sarana anak untuk belajar menempatkan dirinya sebagai makhluk sosial.
(b) Bermain bersama teman bisa membuat anak belajar memberi dan berbagi, serta belajar memahami nilai memberi dan menerima sejak dini.
(c) Bermain dapat dijadikan sebagai sarana untuk berlatih merealisasikan rasa dan sikap percaya diri, mempercayai orang lain, kemampuan bernegoisasi dan memecahkan masalah. (d) Bermain dapat melatih perkembangan moral dan etika pada sikap anak. (e) Bermain dapat mengembangkan kreativitas karena dalam permainan, anak-anak dapat menerapkan ide- ide mereka.
(f) Bermain dapat mengembangkan komunikasi dan bahasa anak karena bermain merupakan salah satu alat komonikasi.
6. Jenis-jenis Bermain
Menurut Bergen dalam Soemiarti 2000 (dalam Yus, Anita 2005: 24) bermain terdiri dari beberapa jenis yaitu: bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan bermain dengan di arahkan. Ada juga yang melihat bermain dari jumlah anak yang terlibat. Ada yang bermain sendiri maupun kelompok.
Melalui kegiatan bermain sangat penting di lakukan bagi anak, orang dewasa akan mendapatkan gambaran tentang tahapan perkembangan serta kemampuan umum bagi anak. Bentuk-bentuk bermain diantaranya: a.
Bermain Sosial
Kegiatannya dilakukan dengan teman-temannya sehingga dapat menunjukkan derajat yang berbeda.
Parten, 1932 dalam Brewer 1992 (dalam Mutiah, Diana 2010: 142) menjelaskan berbagai derajat partisipasi anak diantaranya: Kegiatan bermain dapat bersifat soliter (bermain sendiri), bermain sebagai penonton, bermain paralel maksudnya kelompok anak yang bermain dengan alat permainan sama tetapi masing-masing anak bermain sendiri, bermain asosiatif maksudnya di mana beberapa anak bermain bersama namun tidak ada suatu organisasi (pengaturan) dan bermain kooperatif maksudnya masing-masing anak memiliki peran tertentu guna mencapai tujuan dalam kegiatan bermain.
b. Bermain dengan Benda
Piaget, 1962 (dalam Mutiah, Diana 2010: 143) mengemukakan bahwa bermain dengan objek yang meliputi: bermain praktis (fungsional play), yaitu bentuk bermain di mana pelakunya melakukan berbagai kemungkinan mengeksplorasi objek yang di gunakan, bermain simbolis (symbolic play) anak lebih menggunakan daya imajinasi, permainan dengan peraturan-peraturan
(games of rules) dalam permainan ini pemainnya lebih di tekankan pada
peraturan-peraturan yang sebelumnya sudah ada.c. Bermain Sosiodrama
Bermain sosiodrama banyak di minati oleh para peneliti, salah satu dari peneliti tersebut adalah: Smilansky, 1971 dalam Brewer, 1992 (dalam Mutiah, Diana 2010: 144) mengamati bahwa bermain sosiodrama memiliki beberapa elemen yaitu: bermain dengan imitasi di lakukan seperti kehidupan yang ada di sekitarnya, Bermain pura-pura seperti suatu objek, bermain peran dengan menirukan perandan persisten maksudnya anak melakukan kegiatan bermain dengan tekun sedikitnya selama 10 menit. Terjadi interaksi paling sedikit ada dua orang dalam satu adegan, dan pada setiap adegan, serta pada setiap adegan ada komunikasi verbal antar anak yang bermain.
C. Kriteria Keberhasilan
a.) Pedoman Penilaian
Menurut Depdiknas (2004: 7), dalam melaksanakan penilaian, di Taman Kanak-kanak menggunakan simbol yaitu berupa simbol () artinya anak sudah melebihi kemampuan (indikator) yang tertuang dalam RKH atau anak mampu melakukan dan menyelesaikan tugas tanpa bantuan guru, simbol () artinya anak belum dapat mencapai indikator yang diharapkan dalam RKH atau anak melakukan dan menyelesaikan tugas selalu dibantu oleh guru, simbol () artinya semua anak menunjukkan kemampuannya sesuai indikator yang tertuang pada RKH.
Menurut Kemendiknas (2010: 11) hasil penilaian harian perkembangan anak dicantumkan pada kolom penilaian. Tanda satu bintang ( ) digunakan untuk menilai anak yang belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator, tanda bintang dua ( ) digunakan untuk menilai anak yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai indikator, tanda bintang ( ) digunakan untuk menilai anak yang sudah berkembang sesuai harapan (BSH) sedangkan tanda empat bintang ( ) digunakan untuk menilai anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator yang diharapkan.
Menurut Yus, Anita (2005: 80) Ada kritikan terhadap cara penilaian yang selama dilakukan penilaian belum mengungkap kemampuan secara menyeluruh.
Mulyasa, E (2009: 209) mengatakan bahwa kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran atau pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%).
b.) Indikator Keberhasilan
Soemarti, 2000 (dalam Yus, Anita 2005: 27) mengemukakan bahwa kurikulum merupakan suatu perencanaan pengalaman belajar secara tertulis .
Kurikulum TK merupakan seluruh usaha kegiatan sekolah dengan tujuan untuk merangsang anak supaya belajar dalam rangka pengembangan seluruh aspek yang ada pada anak.
Kurikulum yang dipakai dalam TK menggunakan Kurikulum (2004: 12), yang memuat dimensi kompetensi, komponen hasil belajar dan indikator hasil belajar.
Tabel 2.1 kurikulum TKKOMPETENSI HASIL BELAJAR
INDIKATOR BELAJAR Anak mampu Dapat menggerakkan - Berdiri di atas satu melakukan aktivitas badan dan kaki dalam kaki selama 10 detik. fisik secara rangka keseimbangan - Melempar kojo tanpa terkoordinasi dalam dan koordinasi. keluar garis. rangka kelenturan, - Dapat melakukan keseimbangan dan gerakan membalik kelincahan. arah saat melakukan permainan.
- Dapat menghentikan gerakan saat bermain tanpa menginjak garis gambar.
Catron dan Allen, 1999 (dalam Musfiroh, Tadkiroatun 2005: 64) mengatakan bahwa kemampuan mengontrol dan mengatur tubuh seperti menunjukkan kesadaran tubuh, kesadaran ruang, kesadaran ritmik, keseimbangan, kemampuan untuk mengambil start, kemampuan menghentikan gerak dan mengubah arah.
Gardon & Browne, 1985: 280 (dalam Moeslichatoen, 2004: 16) mengatakan bahwa koordinasi keseimbangan, ketangkasan, kelenturan, kekuatan, kecepatan dan ketahanan merupakan kegiatan motorik kasar.
Menurut Dworetsky, 1990: 395 (dalam Moeslichatoen, 2004: 24) mengatakan bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri, yang lebih ditekankan pada caranya dari pada hasil yang diperoleh dari kegiatan itu.
Dari berbagai pengertian di atas, bahwa peneliti menyusun indikator terhadap kemampuan motorik kasar melalui bermain engklek sebagai berikut: NO
KETE- . KRITERIA PENILAIAN
INDIKATOR RANGAN KEBERHASILAN
1. Melempar kojo tanpa keluar garis.
2. Dapat melakukan gerakan membalik arah saat melakukan permainan.
3. Dapat menghentikan gerakan saat bermain tanpa menginjak garis gambar.
4. Berdiri di atas satu kaki selama 10 detik dengan keseimbangan yang baik.
D. Kerangka Berfikir
untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar, perlu adanya susunan kerangka berpikir sebagai landasan pelaksanaan penelitian tindakan kelas.
- Minat dan - Minat dan
Dilakukan dengan Kondisi awal kemampuan siswa kemampuan siswa upaya perbaikan terhadap kegiatan terhadap kegiatan
PTK bermain masih bermain masih rendah. rendah.
- Pembelajarannya - Pembelajarannya masih monoton. masih menonton.
- Minat Siswa dalam kegiatan bermain ada
Kondisi sudah Siklus I peningkatan. meningkat dan
Menggunakan Bagan 1. 1 Kerangka ber
- Kemampuan Siswa ada perbaikan,
Metode Bermain dalam kegiatan namun belum
Engklek terhadap Motorik Kasar juga maksimal, pengembangan ada peningkatan sehingga perlu
Motorik Kasar tetapi belum adanya siklus II. dengan 3 kali maksimal. pertemuan
- Pembelajarannya tidak hanya monoton.
Siklus II - Minat dan Pada kondisi akhir Menggunakan Kemampuan Siswa terjadi
Metode Bermain dalam kegiatan peningkatan engklek terhadap bermain ada secara optimal pengembangan peningkatan secara dalam Bermain
Motorik Kasar maksimal. Engklek, sehingga dengan 3 kali - Pembelajarannya penelitian pertemuan tidak hanya dikatakan monoton. berhasil.
Bagan 2.2 Kerangka berfikir terhadap penelitian pembelajaran melalui bermain.E. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian ini adalah menggunakan barmain engklek dapat meningkatkan kemampuan motorik kasar pada siswa kelompok B TK Chuzaemah Pagojengan Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes.