BAB 4 ANALISIS SOSIAL DAN LINGKUNGAN - DOCRPIJM ecbe2df239 BAB IVBAB 4
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
BAB 4 ANALISIS SOSIAL DAN LINGKUNGAN
4.1. Analisis Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada
masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan.
Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspekaspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan
kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan
masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan
pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau
pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut
membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat
sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial
adalah sebagai berikut:
1.
UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
- Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan
memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung,
termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal,
dan wilayah bencana.
- Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak ditingkat nasional
dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2.
UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum
- Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3.
Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014
- Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan
untuk
penanggulangan
kemiskinan
dan
penciptaan
kesempatan
kerja,
termasuk
peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan
infrastruktur dasar.
64
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
- Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi
perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4.
Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
- Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah,
pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi.
5.
Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
- Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan
bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing- masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah Kabupaten
Minahasa Selatan terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1.
Pemerintah Pusat :
a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c.
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
miskin
melalui
bantuan
sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d.
Melaksanakan
pengarusutamaan
gender
guna
terselenggaranya
perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2.
Pemerintah Provinsi :
a.
Menjamin tersedianya tanah untuk
kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
65
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c.
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
miskin
melalui
bantuan
sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d.
Melaksanakan
pengarusutamaan
gender
guna
terselenggaranya
perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
3.
Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan :
a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di Kabupaten Minahasa
Selatan.
b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di Kabupaten Minahasa
Selatan.
c.
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
miskin
melalui
bantuan
sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat Kabupaten Minahasa Selatan.
d.
Melaksanakan
pengarusutamaan
gender
guna
terselenggaranya
perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan
di tingkat
Kabupaten
Minahasa
Selatan berperspektif gender,
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
I.
Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Kemiskinan
Aspek
sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti
adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang
disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran,
karakteristik, dan kebutuhan penanganannya.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah
tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1.
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
66
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
2.
Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3.
Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa
diplester.
4.
Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5.
Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6.
Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7.
Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8.
Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9.
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10.
Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11.
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12.
Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2 , buruh
tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13.
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14.
Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.500.000,seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal
lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga
miskin.
II.
Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang
Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya
meliputi
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat
(PNPM)
Mandiri
Perkotaan,
Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur
Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat
(PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure
Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat
67
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk
mengetahui
bentuk
responsif
gender
dari
masing-masing
kegiatan,
manfaat,
hingga
permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di daerah.
III.
Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat
penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,
pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman
kembali.
1.
Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk
memberikan informasi kepada masyarakat,
terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi
mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses
perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang
Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2.
Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan
terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan
milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun.
Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus
dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan
warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3.
Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya
kemungkinan
pemukiman
kembali penduduk
sejak
tahap
awal proyek.
Bilamana
pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang
ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas
kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya
68
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi
penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
IV.
Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output
kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat
bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara
sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu
tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh
penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2. Analisis Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang
Cipta Karya oleh pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan
lingkungan adalah sebagai berikut:
1.
UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas
antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
(AMDAL),
Lingkungan
(UKL-UPL)
dan
dan
Upaya
Surat
Pengelolaan
Pernyataan
Lingkungan-Upaya
Kesanggupan
Pemantauan
Pengelolaan
dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2.
UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan
prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”
3.
Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu
lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan,
penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung
lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
69
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
4.
Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan,
rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak
dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
5.
Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen
Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan
Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal
atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten dalam
aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1.
Pemerintah Pusat
a.
Menetapkan kebijakan nasional.
b.
Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e.
Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
f.
Menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan
mengenai
pengendalian
dampak
perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
2.
h.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i.
Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j.
Menetapkan standar pelayanan minimal.
Pemerintah Provinsi
70
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
a.
Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan
daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f.
Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten di bidang
program dan kegiatan.
g.
3.
Melaksanakan standar pelayanan minimal.
Pemerintah Kabupaten
I.
a.
Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e.
Melaksanakan standar pelayanan minimal.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kajian
Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang
sistematis,
menyeluruh,
dan
partisipatif untuk
memastikan
bahwa
prinsip
pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1.
RPIJM
membutuhkan
kajian
aspek
lingkungan
dalam
perencanaan
pembangunan
infrastruktur.
2.
KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM
berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan
71
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda
depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak
negatif terhadap lingkungan hidup.
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten Minahasa Selatan dengan dibantu oleh Dinas
Lingkungan Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS
antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya
penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya
pembangunan berkelanjutan.
II.
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM
per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti
1.
Perubahan iklim,
2.
Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,
3.
Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau
kebakaran hutan dan lahan,
4.
Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,
5.
Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
6.
Peningkatan
jumlah
penduduk
miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat; dan/atau
7.
Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi
kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau
dampak terhadap isu-isu tersebut.
Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan
tahapan sebagai berikut:
1.
Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan,
dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a)
Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi
masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
72
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
1)
Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
KLHS;
2)
Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3)
Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4)
Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan
informasi,
saran,
pendapat,
dan
pertimbangan
tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
Tabel 4.1 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat
dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku
Lembaga
Kepentingan
Pembuat keputusan
a. Bupati
b. DPRD
Penyusun kebijakan, rencana
Dinas PU-Cipta Karya
dan/atau program
Instansi
a. Dinas PU-Cipta Karya
b. BPLHD
Masyarakat yang memiliki
a. Perguruan tinggi atau lembaga
informasi dan/atau keahlian
penelitian lainnya
(perorangan/tokoh/ kelompok)
b. Asosiasi profesi
c. Forum-forum pembangunan
berkelanjutan dan lingkungan hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data dan
informasi berkaitan dengan SDA
Masyarakat terkena Dampak
a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha
c. Tokoh masyarakat
d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu
(nelayan, petani dll)
73
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
b)
Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan:
1)
Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2)
Pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3)
Membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tabel 4.2 Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Bidang Cipta Karya
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Penjelasan Singkat
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air
Kekeringan, menurunnya kualitas air
minum.
Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh
Pencemaran tanah oleh
infrastruktur yang tidak berfungsi
septictank yang bocor, pencemaran
maksimal.
badan air oleh air limbah permukiman
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap
Kawasan kumuh menyebabkan
kualitas lingkungan.
penurunan kualitas lingkungan
Ekonomi
Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan
Pencemaran air mengurangi
kerusakan lingkungan
kesejahteraan nelayan di pesisir
Sosial
2.
Isu 5: Pencemaran menyebabkan
Menyebarnya penyakit diare di
berkembangnya wabah penyakit
permukiman kumuh
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan kebijakan, rencana
dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara lain:
a.
Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana,
dan/atau
program yang
diperkirakan
akan menimbulkan dampak
lingkungan atau
bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b.
Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
c.
Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana,
dan/atau program.
74
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
d.
Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
3.
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
KLHS
merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencanaprogram.
Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah
Amdal, UKL-UPL, Dan SPPLH.
75
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Tabel 4.3 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
a) Rujukan Peraturan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Perundangan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum
ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU
KLHS
wajib UKL UPL
iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL
b) Pengertian Umum
Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk
dan/atau program.
aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona
lingkungan
hidup
serta
menyebabkan
dampak
terhadap
lingkungan.
c) Kewajiban pelaksanaan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria
sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)
d) Keterkaitan studi
i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPIM
lingkungan
ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan
e) Mekanisme
i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program
i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai
Pelaksanaan
terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
penyusun AMDAL
76
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Deskripsi
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
ii. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana,
ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang
dan/atau program; dan
dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan
kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
kebijakan, rencana, dan/atau program yang
iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
kelayakan
atau
ketidaklayakan
lingkungan
kepada
Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
iv. Menteri, gubernur, dan bupati berdasarkan rekomendasi komisi
penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau
Ketidaklayakan lingkungan
f) Muatan Studi
i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan
i. Kerangka acuan;
Lingkungan
ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu
ii. Andal; dan
strategis terkait pembangunan berkelanjutan
iii. RKL-RPL.
iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKLRPL.
Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.
g) Output
h) Outcome
Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati sesuai
pembangunan dalam suatu wilayah.
kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan.
i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidaklayakan
melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program
lingkungan
pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan
77
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Deskripsi
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
tampung lingkungan.
iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum
ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui
dalam RKL RPL.
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai
hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
i) Pendanaan
APBD Kabupaten Minahasa Selatan
i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL)
didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan
sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi
AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada
anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan
kabupaten.
j) Partisipasi Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu komponen dalam
Masyarakat yang dilibatkan adalah:
kabupaten yang dapat mengakses dokumen
i. Yang terkena dampak;
pelaksanaan KLHS
ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses
AMDAL
k) Atribut Lainnya:
Hulu siklus pengambilan keputusan
Akhir sklus pengambilan keputusan
a. Posisi
78
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Deskripsi
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
b. Pendekatan
Cenderung pro aktif
Cenderung bersifat reaktif
c. Fokus Analisis
Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan
Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
Berkelanjutan
d. Dampak kumulatif
Peringatan dini atas adanya dampak komulatif
Amat terbatas
e. Titik berat telaahan
Memelihara keseimbangan alam, pembangunan
Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
berkelanjutan
f. Alternatif
Banyak alternatif
Alternatif terbatas jumlahnya
g. Kedalaman
Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk
Sempit, dalam dan rinci
mengarahkan visi dan kerangka umum
h. Deskripsi proses
i. Fokus pengendalian
Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP
Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan
merupakan proses iteratif dan kontinu
akhir
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan
Menangani gejala kerusakan lingkungan
Tidak diperlukan institusi yang berwenang
Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan
memberikan penilaian dan persetujuan KLHS
persetujuan AMDAL
dampak
j. Institusi Penilai
79
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
III.
Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan
Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1.
Proyek wajib AMDAL
2.
Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3.
Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi
dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No.
A.
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Persampahan
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dg
sistem Control landfill / sanitary landfill:
- luas kawasan TPA, atau
> 10 ha
- Kapasitas Total
> 100.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau
semua
- Kapasitas Total
kapasitas/besaran
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah
terpadu:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas
semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas
B.
> 500 ton/hari
Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan,
luas > 25 ha
80
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
No.
C.
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
b. Kota besar,
luas > 50 ha
c. Kota sedang dan kecil,
luas > 100 ha
d. keperluan settlement transmigrasi
> 2.000 ha
Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas
penunjang:
- Luas, atau
> 2 ha
- Kapasitasnya
> 11 m3 /hari
b. Pembangunan IPAL limbah domestik,
termasuk fasilitas penunjangnya:
- Luas, atau
> 3 ha
- Kapasitasnya
> 2,4 ton/hari
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
D.
- Luas layanan, atau
> 500 ha
- Debit air limbah
> 16.000 m3 /hari
Pembangunan Saluran Drainase (Primer
dan/atau sekunder) di permukiman
E.
a. Kota besar/metropolitan,
panjang: > 5 km
b. Kota sedang,
panjang: > 10 km
Jaringan Air Bersih Di Kota
Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
- Luas layanan
> 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
- Panjang
> 10 km
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi
dokumen AMDAL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib
dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL.
Tabel 4.5 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK
a. Persampahan
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem
controlled landfill atau sanitary landfill termasuk
instansi penunjang:
• Luas kawasan, atau < 10 Ha
81
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Sektor Teknis CK
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
• Kapasitas total < 10.000 ton
ii. TPA daerah pasang surut
• Luas landfill, atau < 5 Ha
• Kapasitas total < 5.000 ton
iii. Pembangunan Transfer Station
• Kapasitas < 1.000 ton/hari
iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah
Terpadu
• Kapasitas < 500 ton
v. Pembangunan Incenerator
• Kapasitas < 500 ton/hari
vi. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos
• Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
b. Air Limbah Domestik/
i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
Permukiman
(IPLT) termasuk fasilitas penunjang
• Luas < 2 ha
• Atau kapasitas < 11 m3 /hari
ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL)
• Luas < 3 ha
• Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah
(sewerage/offsite sanitation system)
diperkotaan/permukiman
• Luas < 500 ha
• Atau debit air limbah < 16.000 m3 /hari
c. Drainase Permukaan
Perkotaan
i. Pembangunan saluran primer dan sekunder
• Panjang < 5 km
ii. Pembangunan kolam retensi/polder di
area/kawasan
pemukiman
• Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha
d. Air Minum
i. Pembangunan jaringan distribusi:
• luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha
ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi
• Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d 50 lps s.d. < 100 lps
v. Pengambilan air tanah dalam (debit) untuk
kebutuhan:
• Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara
SPAM : 2,5 lps - < 50 lps
• Kegiatan lain dengan tujuan komersil:
1,0 lps - < 50 lps
e. Pembangunan Gedung
i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah
tanah:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunan gedung
pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan
yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah
83
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Sektor Teknis CK
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran, perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan
bangunan gedung tempat penyimpanan:
5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunan gedung pelayanan umum :
5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan
yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di
atas air:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran, perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan
bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2
s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunan gedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d.
10.000 m2
84
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Sektor Teknis CK
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan
yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
f. Pengembangan
i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk
kawasan permukiman
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya
baru
PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
• Luas kawasan: < 10 ha
ii. Pengembangan kawasan permukiman baru
sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal
pedesaan (Kota Terpadu Mandiri KTM eks
transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB
di perbatasan);
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
• Luas kawasan: < 10 ha
iii. Pengembangan kawasan permukiman baru
dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap
Bangun/Lingkungan Siap Bangun)
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
• Luas kawasan: < 10 ha
g. Peningkatan Kualitas
i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan
Permukiman
pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need)
pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan
penduduk;
• Luas kawasan: < 10 ha
ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil,
kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
• Luas kawasan: < 10 ha
iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk
meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan
agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan
desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)
• Luas kawasan: < 10 ha
h. Penanganan Kawasan
i. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh
85
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Sektor Teknis CK
Kumuh Perkotaan
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan
dengan pendekatan peremajaan kota (urban
renewal), disertai dengan pemindahan penduduk,
dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan
bangunan rumah susun
• Luas kawasan: < 5 ha
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi
dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKLUPL tetapi wajib
dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup (SPPLH).
86
BAB 4 ANALISIS SOSIAL DAN LINGKUNGAN
4.1. Analisis Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada
masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan.
Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspekaspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan
kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan
masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan
pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau
pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut
membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat
sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial
adalah sebagai berikut:
1.
UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
- Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan
memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung,
termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal,
dan wilayah bencana.
- Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak ditingkat nasional
dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2.
UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum
- Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3.
Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014
- Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan
untuk
penanggulangan
kemiskinan
dan
penciptaan
kesempatan
kerja,
termasuk
peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan
infrastruktur dasar.
64
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
- Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi
perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4.
Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
- Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah,
pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi.
5.
Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
- Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan
bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing- masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah Kabupaten
Minahasa Selatan terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1.
Pemerintah Pusat :
a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c.
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
miskin
melalui
bantuan
sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d.
Melaksanakan
pengarusutamaan
gender
guna
terselenggaranya
perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2.
Pemerintah Provinsi :
a.
Menjamin tersedianya tanah untuk
kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
65
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c.
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
miskin
melalui
bantuan
sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d.
Melaksanakan
pengarusutamaan
gender
guna
terselenggaranya
perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
3.
Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan :
a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di Kabupaten Minahasa
Selatan.
b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di Kabupaten Minahasa
Selatan.
c.
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
miskin
melalui
bantuan
sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat Kabupaten Minahasa Selatan.
d.
Melaksanakan
pengarusutamaan
gender
guna
terselenggaranya
perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan
di tingkat
Kabupaten
Minahasa
Selatan berperspektif gender,
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
I.
Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Kemiskinan
Aspek
sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti
adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang
disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran,
karakteristik, dan kebutuhan penanganannya.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah
tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1.
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
66
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
2.
Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3.
Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa
diplester.
4.
Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5.
Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6.
Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7.
Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8.
Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9.
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10.
Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11.
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12.
Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2 , buruh
tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13.
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14.
Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.500.000,seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal
lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga
miskin.
II.
Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang
Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya
meliputi
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat
(PNPM)
Mandiri
Perkotaan,
Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur
Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat
(PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure
Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat
67
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk
mengetahui
bentuk
responsif
gender
dari
masing-masing
kegiatan,
manfaat,
hingga
permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di daerah.
III.
Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat
penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,
pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman
kembali.
1.
Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk
memberikan informasi kepada masyarakat,
terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi
mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses
perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang
Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2.
Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan
terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan
milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun.
Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus
dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan
warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3.
Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya
kemungkinan
pemukiman
kembali penduduk
sejak
tahap
awal proyek.
Bilamana
pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang
ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas
kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya
68
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi
penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
IV.
Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output
kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat
bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara
sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu
tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh
penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2. Analisis Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang
Cipta Karya oleh pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan
lingkungan adalah sebagai berikut:
1.
UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas
antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
(AMDAL),
Lingkungan
(UKL-UPL)
dan
dan
Upaya
Surat
Pengelolaan
Pernyataan
Lingkungan-Upaya
Kesanggupan
Pemantauan
Pengelolaan
dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2.
UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan
prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”
3.
Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu
lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan,
penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung
lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
69
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
4.
Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan,
rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak
dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
5.
Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen
Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan
Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal
atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten dalam
aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1.
Pemerintah Pusat
a.
Menetapkan kebijakan nasional.
b.
Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e.
Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
f.
Menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan
mengenai
pengendalian
dampak
perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
2.
h.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i.
Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j.
Menetapkan standar pelayanan minimal.
Pemerintah Provinsi
70
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
a.
Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan
daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f.
Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten di bidang
program dan kegiatan.
g.
3.
Melaksanakan standar pelayanan minimal.
Pemerintah Kabupaten
I.
a.
Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e.
Melaksanakan standar pelayanan minimal.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kajian
Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang
sistematis,
menyeluruh,
dan
partisipatif untuk
memastikan
bahwa
prinsip
pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1.
RPIJM
membutuhkan
kajian
aspek
lingkungan
dalam
perencanaan
pembangunan
infrastruktur.
2.
KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM
berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan
71
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda
depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak
negatif terhadap lingkungan hidup.
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten Minahasa Selatan dengan dibantu oleh Dinas
Lingkungan Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS
antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya
penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya
pembangunan berkelanjutan.
II.
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM
per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti
1.
Perubahan iklim,
2.
Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,
3.
Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau
kebakaran hutan dan lahan,
4.
Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,
5.
Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
6.
Peningkatan
jumlah
penduduk
miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat; dan/atau
7.
Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi
kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau
dampak terhadap isu-isu tersebut.
Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan
tahapan sebagai berikut:
1.
Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan,
dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a)
Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi
masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
72
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
1)
Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
KLHS;
2)
Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3)
Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4)
Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan
informasi,
saran,
pendapat,
dan
pertimbangan
tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
Tabel 4.1 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat
dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku
Lembaga
Kepentingan
Pembuat keputusan
a. Bupati
b. DPRD
Penyusun kebijakan, rencana
Dinas PU-Cipta Karya
dan/atau program
Instansi
a. Dinas PU-Cipta Karya
b. BPLHD
Masyarakat yang memiliki
a. Perguruan tinggi atau lembaga
informasi dan/atau keahlian
penelitian lainnya
(perorangan/tokoh/ kelompok)
b. Asosiasi profesi
c. Forum-forum pembangunan
berkelanjutan dan lingkungan hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data dan
informasi berkaitan dengan SDA
Masyarakat terkena Dampak
a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha
c. Tokoh masyarakat
d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu
(nelayan, petani dll)
73
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
b)
Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan:
1)
Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2)
Pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3)
Membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tabel 4.2 Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Bidang Cipta Karya
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Penjelasan Singkat
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air
Kekeringan, menurunnya kualitas air
minum.
Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh
Pencemaran tanah oleh
infrastruktur yang tidak berfungsi
septictank yang bocor, pencemaran
maksimal.
badan air oleh air limbah permukiman
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap
Kawasan kumuh menyebabkan
kualitas lingkungan.
penurunan kualitas lingkungan
Ekonomi
Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan
Pencemaran air mengurangi
kerusakan lingkungan
kesejahteraan nelayan di pesisir
Sosial
2.
Isu 5: Pencemaran menyebabkan
Menyebarnya penyakit diare di
berkembangnya wabah penyakit
permukiman kumuh
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan kebijakan, rencana
dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara lain:
a.
Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana,
dan/atau
program yang
diperkirakan
akan menimbulkan dampak
lingkungan atau
bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b.
Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
c.
Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana,
dan/atau program.
74
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
d.
Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
3.
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
KLHS
merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencanaprogram.
Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah
Amdal, UKL-UPL, Dan SPPLH.
75
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Tabel 4.3 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
a) Rujukan Peraturan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Perundangan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum
ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU
KLHS
wajib UKL UPL
iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL
b) Pengertian Umum
Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk
dan/atau program.
aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona
lingkungan
hidup
serta
menyebabkan
dampak
terhadap
lingkungan.
c) Kewajiban pelaksanaan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria
sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)
d) Keterkaitan studi
i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPIM
lingkungan
ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan
e) Mekanisme
i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program
i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai
Pelaksanaan
terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
penyusun AMDAL
76
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Deskripsi
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
ii. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana,
ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang
dan/atau program; dan
dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan
kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
kebijakan, rencana, dan/atau program yang
iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
kelayakan
atau
ketidaklayakan
lingkungan
kepada
Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
iv. Menteri, gubernur, dan bupati berdasarkan rekomendasi komisi
penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau
Ketidaklayakan lingkungan
f) Muatan Studi
i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan
i. Kerangka acuan;
Lingkungan
ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu
ii. Andal; dan
strategis terkait pembangunan berkelanjutan
iii. RKL-RPL.
iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKLRPL.
Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.
g) Output
h) Outcome
Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati sesuai
pembangunan dalam suatu wilayah.
kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan.
i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidaklayakan
melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program
lingkungan
pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan
77
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Deskripsi
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
tampung lingkungan.
iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum
ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui
dalam RKL RPL.
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai
hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
i) Pendanaan
APBD Kabupaten Minahasa Selatan
i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL)
didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan
sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi
AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada
anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan
kabupaten.
j) Partisipasi Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu komponen dalam
Masyarakat yang dilibatkan adalah:
kabupaten yang dapat mengakses dokumen
i. Yang terkena dampak;
pelaksanaan KLHS
ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses
AMDAL
k) Atribut Lainnya:
Hulu siklus pengambilan keputusan
Akhir sklus pengambilan keputusan
a. Posisi
78
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Deskripsi
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
b. Pendekatan
Cenderung pro aktif
Cenderung bersifat reaktif
c. Fokus Analisis
Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan
Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
Berkelanjutan
d. Dampak kumulatif
Peringatan dini atas adanya dampak komulatif
Amat terbatas
e. Titik berat telaahan
Memelihara keseimbangan alam, pembangunan
Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
berkelanjutan
f. Alternatif
Banyak alternatif
Alternatif terbatas jumlahnya
g. Kedalaman
Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk
Sempit, dalam dan rinci
mengarahkan visi dan kerangka umum
h. Deskripsi proses
i. Fokus pengendalian
Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP
Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan
merupakan proses iteratif dan kontinu
akhir
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan
Menangani gejala kerusakan lingkungan
Tidak diperlukan institusi yang berwenang
Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan
memberikan penilaian dan persetujuan KLHS
persetujuan AMDAL
dampak
j. Institusi Penilai
79
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
III.
Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan
Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1.
Proyek wajib AMDAL
2.
Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3.
Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi
dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No.
A.
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Persampahan
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dg
sistem Control landfill / sanitary landfill:
- luas kawasan TPA, atau
> 10 ha
- Kapasitas Total
> 100.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau
semua
- Kapasitas Total
kapasitas/besaran
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah
terpadu:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas
semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas
B.
> 500 ton/hari
Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan,
luas > 25 ha
80
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
No.
C.
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
b. Kota besar,
luas > 50 ha
c. Kota sedang dan kecil,
luas > 100 ha
d. keperluan settlement transmigrasi
> 2.000 ha
Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas
penunjang:
- Luas, atau
> 2 ha
- Kapasitasnya
> 11 m3 /hari
b. Pembangunan IPAL limbah domestik,
termasuk fasilitas penunjangnya:
- Luas, atau
> 3 ha
- Kapasitasnya
> 2,4 ton/hari
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
D.
- Luas layanan, atau
> 500 ha
- Debit air limbah
> 16.000 m3 /hari
Pembangunan Saluran Drainase (Primer
dan/atau sekunder) di permukiman
E.
a. Kota besar/metropolitan,
panjang: > 5 km
b. Kota sedang,
panjang: > 10 km
Jaringan Air Bersih Di Kota
Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
- Luas layanan
> 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
- Panjang
> 10 km
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi
dokumen AMDAL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib
dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL.
Tabel 4.5 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK
a. Persampahan
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem
controlled landfill atau sanitary landfill termasuk
instansi penunjang:
• Luas kawasan, atau < 10 Ha
81
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Sektor Teknis CK
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
• Kapasitas total < 10.000 ton
ii. TPA daerah pasang surut
• Luas landfill, atau < 5 Ha
• Kapasitas total < 5.000 ton
iii. Pembangunan Transfer Station
• Kapasitas < 1.000 ton/hari
iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah
Terpadu
• Kapasitas < 500 ton
v. Pembangunan Incenerator
• Kapasitas < 500 ton/hari
vi. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos
• Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
b. Air Limbah Domestik/
i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
Permukiman
(IPLT) termasuk fasilitas penunjang
• Luas < 2 ha
• Atau kapasitas < 11 m3 /hari
ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL)
• Luas < 3 ha
• Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah
(sewerage/offsite sanitation system)
diperkotaan/permukiman
• Luas < 500 ha
• Atau debit air limbah < 16.000 m3 /hari
c. Drainase Permukaan
Perkotaan
i. Pembangunan saluran primer dan sekunder
• Panjang < 5 km
ii. Pembangunan kolam retensi/polder di
area/kawasan
pemukiman
• Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha
d. Air Minum
i. Pembangunan jaringan distribusi:
• luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha
ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi
• Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d 50 lps s.d. < 100 lps
v. Pengambilan air tanah dalam (debit) untuk
kebutuhan:
• Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara
SPAM : 2,5 lps - < 50 lps
• Kegiatan lain dengan tujuan komersil:
1,0 lps - < 50 lps
e. Pembangunan Gedung
i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah
tanah:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunan gedung
pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan
yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah
83
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Sektor Teknis CK
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran, perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan
bangunan gedung tempat penyimpanan:
5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunan gedung pelayanan umum :
5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan
yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di
atas air:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran, perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan
bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2
s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunan gedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d.
10.000 m2
84
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Sektor Teknis CK
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan
yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
f. Pengembangan
i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk
kawasan permukiman
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya
baru
PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
• Luas kawasan: < 10 ha
ii. Pengembangan kawasan permukiman baru
sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal
pedesaan (Kota Terpadu Mandiri KTM eks
transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB
di perbatasan);
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
• Luas kawasan: < 10 ha
iii. Pengembangan kawasan permukiman baru
dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap
Bangun/Lingkungan Siap Bangun)
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
• Luas kawasan: < 10 ha
g. Peningkatan Kualitas
i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan
Permukiman
pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need)
pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan
penduduk;
• Luas kawasan: < 10 ha
ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil,
kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
• Luas kawasan: < 10 ha
iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk
meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan
agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan
desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)
• Luas kawasan: < 10 ha
h. Penanganan Kawasan
i. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh
85
RPIJM 2015 – 2019 KABUPATEN MINAHASA SELATAN
Sektor Teknis CK
Kumuh Perkotaan
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan
dengan pendekatan peremajaan kota (urban
renewal), disertai dengan pemindahan penduduk,
dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan
bangunan rumah susun
• Luas kawasan: < 5 ha
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi
dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKLUPL tetapi wajib
dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup (SPPLH).
86