Analisis Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

RENCANA PROGRAM INVESTASI
JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
KOTA LHOKSEUMAWE 2017 – 2021

BAB – 4
Analisis Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
4.1 Analisis Sosial
Sebagian besar aktivitas sosial-ekonomi masyarakat Kota Lhokseumawe adalah bergerak di kegiatan jasa. Pada
tahun 2015, jenis lapangan pekerjaan yang

paling

banyak

menyerap

tenaga kerja

adalah

jasa


kemasyarakatan (58,45%), pertanian (15,06%), dan perdagangan (11,72%). Mayoritas penduduk Kota
Lhokseumawe menganut agama Islam. Jumlah pemeluk agama Islam yang besar didukung juga tersedianya
sarana dan prasarana peribadatan bagi umat Islam. Kerukunan antar sesama pemeluk agama terbina secara
harmonis, karena terjalin toleransi yang tinggi antara satu pemeluk agama dengan pemeluk agama yang
lain. Dilihat dari keragaman suku bangsa, penduduk Kota Lhokseumawe cukup heterogen, karena terdiri
dari berbagai suku bangsa antara lain, seperti Aceh, Melayu, Batak, Jawa, Minang, Cina, Gayo, dan lainnya.
Kondisi sosial budaya masyarakat Kota Lhokseumawe yang heterogen tersebut, termasuk sebagai salah satu
kota yang paling heterogen dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat setelah kota Banda Aceh.
Kendatipun demikian, tantangan- tantangan tidak dapat dihindari antara lain sebagai berikut:
1.

Kebudayaan dan nilai-nilai tradisi daerah Kota Lhokseumawe yang sudah mulai hilang dalam kehidupan
masyarakat, bahkan banyak dari masyarakat yang tidak lagi mengerti tentang adat dan budaya Aceh. Hal ini
mungkin disebabkan oleh pengaruh derasnya arus informasi komunikasi yang bersumber dari budaya asing
yang diserap secara langsung tanpa adanya filter.

Untuk

itu


perlu

ditata

kembali

proses

pembelajaran tentang pengetahuan adat-istiadat, budaya dan nilai-nilai kehidupan yang ada dalam
masyarakat Aceh;
2.

Mengembangkan, melestarikan nilai-nilai adat budaya daerah serta mengelola keanekaragaman
budaya daerah yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan daerah.

3.

Masih terbatasnya informasi mengenai budaya dan adat istiadat Aceh. Terbendungnya nilai-nilai
budaya yang bertentangan dengan Syariat Islam.


Penduduk di lokasi dan sekitarnya pada tahun 2014 berjumlah 260.877 jiwa. Penduduk ini tersebar di tiga
Kecamatan Kota Lhokseumawe (Kecamatan Muara Satu, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Banda Sakti)
dan di empat Kecamatan Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu, Kecamatan
Banda Baro, dan Kecamatan Nisam). Kecamatan Banda Sakti (Kota Lhokseumawe) yang wilayahnya berbatasan
dengan Kecamatan Muara Satu yang diusulkan sebagai lokasi KEK memiliki jumlah penduduk terbanyak
sementara Kecamatan Dewantara (Kabupaten Aceh Utara) yang sebagian wilayahnya diusulkan sebagai KEK
jumlah penduduknya berada di urutan kedua. Pada tahun 2013 rasio jenis kelamin penduduk yang berada di

4-1

RENCANA PROGRAM INVESTASI
JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
KOTA LHOKSEUMAWE 2017 – 2021

Kecamatan Muara Satu (Kota Lhokseumawe) dan Kecamatan Dewantara (Kabupaten Aceh Utara) sebesar 99.
Rasio ini menggambarkan bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak jika dibandingkan
dengan jumlah penduduk laki-laki dimana pada setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 99 orang
penduduk laki.


4.1.1

Kemiskinan
Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak
terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Kemiskinan itu sendiri dapat didefinisikan di antaranya, kemiskinan absolut adalah situasi di mana
penduduk tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan,
perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif adalah situasi
ataupun kondisi dimana penduduk miskin terjadi karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum
mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi
pendapatan, dan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau didalihkan disebabkan dari
kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan karena tatanan itu tak hanya
menerbitkan akan tetapi (lebih lanjut dari itu) juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat.
(Suyanto, 1995:59). Kemiskinan merupakan suatu persoalan yang pelik dan multidimensional. Ianya
merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan dan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang
berlaku. Setiap upaya penanggulangan masalah kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan sampai ke
akar masalah, tak ada jalan pintas untuk menanggulangi masalah kemiskinan ini. Dalam rangka
perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan, pemerintah sangat memerlukan data jumlah
penduduk terutama jumlah rumah tangga miskin yang akan digunakan sebagai tolok ukur penyusunan
kebijakan sampai pada tingkat yang paling kecil. Dengan berpedoman pada data jumlah penduduk miskin,

pemerintah akan berusaha mengatasi dan mengurangi ketertinggalan yang dihadapi oleh masyarakat pada
umumnya. Dalam rangka mengurangi angka kemiskinan di Kota Lhokseumawe Pemerintah Kota
Lhokseumawe dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2010-2015 telah
menetapkan tujuh Misi Pembangunan Jangka Menengah, salah satunya adalah mendorong pengembangan
sektor-sektor ekonomi kerakyatan meliputi perdagangan, jasa, dan industri guna memperluas kesempatan
kerja dan peningkatan daya beli masyarakat. Untuk mencapai misi tersebut kebijakan umum yang
ditempuh di antaranya yaitu dengan meningkatkan kemandirian petani dalam berusaha dan peningkatan
kapasitas kelembagaan petani, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengurangi
angka kemiskinan. Di Kota Lhokseumawe jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 berjumlah 22.530 jiwa,
terjadi penurunan sebesar 3,3% bila dibandingkan pada tahun 2010 berjumlah 21.770 jiwa. Sedangkan
persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2009
sebesar 14,00 % dan persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah total penduduk Kota
Lhokseumawe pada tahun 2010 sebesar 12,00 %, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut:

4-2

RENCANA PROGRAM INVESTASI
JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
KOTA LHOKSEUMAWE 2017 – 2021


Tabel 4.1
Tabel. 4.1 Jumlah Penduduk Miskin Kota Lhokseumawe Tahun 2010-2015

Jumlah
Penduduk

Jumlah Penduduk
Miskin (jiwa)

Persentase
(%)

No

Tahun

1

2009


159,238

22,530

14,00 %

2

2010

171,163

21,770

12,00 %

Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

4.1.2


Kaitan Pengarusutamaan Gender dalam Analisis Sosial Kota Lhokseumawe
Pengarusutamaan gender yang dilaksanakan di Lhokseumawe memiliki beberapa tujuan yaitu menaikkan
kesadaran pemahaman dan komitmen para pengambilan keputusan tentang pentingnya keadilan dan
kesetaraan gender, pengintegrasian,aspirasi dan kebutuhan pria dan wanita di banyak bidang
pembangunan dalam merealisasikan kualitas pembangunan daerah yang berkeadilan gender. Serta
menaikkan peran kelembagaan pengarusutamaan gender untuk mempercepat pelaksanaan perencanaan
dan penganggaran responsif gender. Dalam proses anggaran yang dimulai perencanaan dan penyusunan
seperti di program pengarusutamaan gender yang tidak terlepas dalam anggaran yang responsif gender.
Anggaran tersebut ada proses penyusunan dalam program pengarusutamaan gender untuk mengingkatkan
sumberdaya dan pembangunan antara pria dan wanita. Tetapi di Kota Lhokseumawe sendiri belum ada
anggaran yang khusus untuk gender khususnya dalam program pengarusutamaan gender ini sendiri.
Disebabkan program pengarustamaan gender ini dari tahun 2013 sampai dengan sekarang masih dalam
tahap sosialisasi. Sehingga politik anggaran yang berbasis pengarusutamaan gender di Kota Lhokseumawe
belum berjalan dengan baik di kalangan masyarakat Kota Lhokseumawe.

4.2 Analisis Lingkungan
Dari sudut pandang kepentingan ekonomi dan fungsi kawasan industri. Meski demikian, pengembangan
industri pengolahan, energi, dan kegiatan logistik di Wilayah Kota Lhokseumawe juga berpotensi terjadinya
pencemaran lingkungan. Di Kota Lhokseumawe, telah tersedia Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) yang
dikelola oleh PT PIM dan PT Arun LNG-PAG. IPAL tersebut akan dimanfaatkan secara optimal sebagai

upaya dalam mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan di kawasan Kota Lhokseumawe. Dalam
konteks yang lebih luas, pada tahun – tahun setelah nya Pembangunan Instalasi Air Limbah juga sudah di
anggarkan dan di bangun dengan dana APBN dan nama APBD Kabupaten/Kota. Dalam konteks yang lebih luas,
peran serta pemerintah daerah Kota Lhokseumawe juga dapat mendorong tumbuhnya industri pengolahan
kecil dan menengah, termasuk di luar kawasan. Karena itu, perhatian lebih penting adalah kepada
pengusaha/industri kecil dan menengah, karena pada umumnya industri strata kecil dan menengah tersebut
tidak didukung oleh pemilikan modal yang kuat sehingga perlu diperhatikan bantuan pembangunan dan

4-3

RENCANA PROGRAM INVESTASI
JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
KOTA LHOKSEUMAWE 2017 – 2021

pengoperasian IPAL yang dapat dibangun secara komunal. Satu unit IPAL dapat digunakan untuk mengolah
limbah dari beberapa perusahaan. Dalam Pembangunan jangka panjang yang perlu mendapat perhatian
secara serius adalah masalah menumpuknya sampah padat, baik sampah organik maupun an-organik.
Tempat pembuangan akhir (TPA) harus menjadi perhatian serius agar tidak terjadi pencemaran lingkungan
ataupun menimbulkan bau yang tidak sedap, banjir, dan penyakit serta sampah- sampah tersebut mencemari
laut.. Dalam kaitan tersebut, akan diupayakan proses pengolahan sampah menjadi kompos untuk sampah

organik dan menjadikan barang yang lebih bermanfaat melalui daur ulang maupun daur pakai.

4.3 Analisis Ekonomi
Dalam pengelolaan sistem drainase analisis ekonomi perlu dilakukan dengan memperhatikan pengaruh
langsung dan tidak langsung, biaya pembangunan dan biaya operasi dan pemeliharaan.
a. manfaat proyek dihitung dari pengaruh langsung dan tidak langsung;
b. biaya proyek dihitung dari biaya pembangunan dan biaya operasi dan pemeliharaan;
c. Pengaruh langsung terdiri dari:
1.

pengurangan biaya untuk pembuatan dan perbaikan sistem drainase yang rusak;

2.

pengurangan biaya untuk pembuatan dan perbaikan prasarana dan sarana kota lainnya yang rusak;

3.

pengurangan biaya untuk pembuatan dan perbaikan bangunan dan rumah-rumah yang rusak;


4.

pengurangan biaya penanggulangan akibat genangan;

5.

biaya harga tanah.

d. Pengaruh tidak langsung terdiri dari:
1.

pengurangan biaya sosial akibat bencana banjir, seperti: kesehatan, pendidikan dan lingkungan;

2.

pengurangan biaya ekonomi yang harus ditanggung masyarakat akibat banjir, seperti: produktifitas,
perdagangan, jasa pelayanan;

3.

kenaikan harga tanah.

e. Usulan biaya pembangunan terdiri dari:
1.

biaya dasar konstruksi untuk pekerjaan baru maupun perbaikan;

2.

biaya pembebasan tanah;

3.

biaya pembuatan rencana teknik dan pengawasan;

4.

biaya administrasi;

5.

biaya pajak;

6.

biaya tidak terduga yang tidak lebih dari 10% biaya konstruksi.

4-4

RENCANA PROGRAM INVESTASI
JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
KOTA LHOKSEUMAWE 2017 – 2021

f. biaya operasi dan pemeliharaan meliputi:
1.

peralatan;

2.

upah;

3.

material;

4.

adminitrasi dan umum;

5.

penyusutan.

g. kriteria kelayakan ekonomi dan keuangan
1.

Net Present Value (NPV) > 0;

2.

Economic Internal Rate of Return (EIRR) > tingkat bunga berlaku;

3.

Benefit Cost Ratio > 1.

4-5

RENCANA PROGRAM INVESTASI
JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
KOTA LHOKSEUMAWE 2017 – 2021

4-6