BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan 1. Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan - Valena Nekotan BAB II

  selanjutnya dari kata “Civis” ini dalam bahasa Inggris timbul kata ”Civic” artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata “Civic” lahir kata “Civics”, ilmu kewarganegaraan dan Civic Education,

  Pendidikan Kewarganegaraan. Pelajaran Civics mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama “Theory of Americanization”.

  Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu diajarkan Civics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran Civics membicarakan masalah ”government”, hak dan kewajiban warga negara dan Civics merupakan bagian dari ilmu politik. Di Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan yang searti dengan “Civic Education” itu dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh siswa baik dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai ke tingkat mahasiswa di Perguruan Tinggi.

  Melihat begitu pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan atau

  Civics Education ini bagi suatu negara maka hampir di semua negara di

  dunia memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan yang mereka

  

10 selenggarakan. Bahkan Kongres Internasional Commission of Jurist yang berlangsung di Bangkok pada tahun 1965, mensyaratkan bahwa pemerintahan suatu negara baru dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang demokratis manakala ada jaminan secara tegas terhadap hak-hak asasi manusia, yang salah satu di antaranya adalah Pendidikan Kewarganegaraan atau ”Civic Education”. Hal ini dapat dimaklumi, karena dengan dimasukkannnya ke dalam sistem pendidikan yang mereka selenggarakan, diharapkan warga negaranya akan menjadi warga negara yang baik dan warga negara yang cerdas (good and smart citizen), yang mengetahui dan menyadari sepenuhnya akan hak-haknya sebagai warga negara, sekaligus tahu dan penuh tanggung jawab akan kewajiban dirinya terhadap keselamatan bangsa dan negaranya. Dengan demikian diberikannya Pendidikan Kewarganegaraan akan melahirkan warga negara yang memiliki jiwa dan semangat patriotisme dan nasionalisme yang tinggi yang disebutkan oleh Bambang Daroeso dalam bukunya.

  Pendidikan memberikan konstribusi yang besar dalam pembentukan dan persiapan warga negaranya dalam menghadapi tuntunana zaman, seperti dalam memasuki era globalisasi ini perubahan besar yang berjalan teramat cepat melanda kehidupan masyarakat, bangsa dan negara tersebut yang memaksakan warga negaranya mempersiapkan diri bukan saja agar dapat tetap survive dalam kehidupan global yang penuh persaingan sehingga menuntun kerja keras dan hasil kerja yang berkualitas tetapi bagaimana juga bisa mengembangkan jati diri atau identitas sebagai suatu bangsa. Hal ini menuntun suatu wawasan masa depan wawasan abad XXI, masa depan bukan sesuatu yang menakutkan sehingga harus di hindari oleh setiap individu tetapi merupakan peluang untuk meningkatkan taraf kehidupan, asalkan mampu dan siap menghadapinya. (Fuad Hassan, 1992 : 17)

  Menurut Cogan, Pendidikan Kewarganegaraan digambarkan sebagai “kontribusi pendidikan untuk pengembangan karakteristik- karakter istik warga negara” (Cogan, 1999 : 3) , dan proses tentang aturan pengajaran masyarakat, institusi, dan organisasi-organisasi dan peran warga negara dalam masyarakat yang berfungsi secara baik. Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting didalam membentuk warga negara yang baik dan selalu bertumpu pada suatu wawasan kesejahteraan yakni pengalaman masa lampau, kenyataan dan kebutuhan pada masa kini dan merupakan aspirasi masa depan. Melalui pendidikan masyarakat akan melestarikan nilai-nilai luhur, sosial kebudayaan yang diukir. Pendidikan digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh rakyat. Oleh karena masalah-masalah rakyat yang cukup banyak dan perlu dipecahkan, maka selain berbekal pendidikan rakyat dalam pelaksanaannya juga memerlukan dukungan dan partisipasi dari semua warga negara.

  Menghadapi era globalisasi, diperlukan visi yang dapat mengarahkan misi, rencana dan segala ikhtiar, minimal ada enam komponen yang akan menentukan perubahan yaitu :

  1. Adanya visi yang jelas,

  2. Misi berupa rumusan langkah-langkah kunci untuk mulai melakukan inisiatif, mengevaluasi dan mempertajam bentuk kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam visi,

  3. Rancangan kerja,

  4. Sumber daya,

  5. Keterampilan, 6. Motivasi dan insentif.

  Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses membangun peradaban bangsa, dalam hal ini yang merupakan pengendalinya ialah warga negara itu sendiri. Oleh karena itu pendidikan harus bertumpuh pada konsep pertumbuhan, pengembangan, pembaharuan, dan kelangsungan hidupnya sehingga penyelenggaraan pendidikan harus dikelolah secara profesional. Mengingat pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam proses pembangunan peradaban, maka bidang pendidikan perlu ditindak lanjuti oleh kabupaten atau kota dengan memberikan alokasi anggaran pendidikan di daerahnya sesuai dengan amanat konstitusi. Selain itu pendidikan yang harus di bangun dan di kembangkan ialah dunia pendidikan yang beriontasi moral. Dengan membangun dunia pendidikan berorentasi moral, maka akan melahirkan pribadi - pribadi anak bangsa yang dapat memberikan konstribusi nyata didalam membangun bangsa ini kedepannya mejadi bangsa yang maju dan bermartabat dimata bangsa - bangsa lain.

  Pendidikan merupakan upaya strategis dalam pembentukan sistem nilai yang ada dalam diri seseorang, kaitannya dengan perwujudan harkat dan martabat sebagai manusia sesuai dengan tatanan kehidupan masyarakat yang melingkupinya. Dengan perkataan lain pendidikan harus senantiasa di arahkan pada upaya peningkatan kesadaran dan harkat serata martabat seseorang baik selaku pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai suatu bangsa. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa materi pelajaran yang disampaikan dalam kurikulum persekolahan tidak semata-mata untuk pengetahuan (intelektual), melainkan perlu direalisasikan dalam bentuk sikap dan perilaku nyata sehari-hari, sesuai dengan hakikat dan potensi manusia itu sendiri yang bersifat utuh.

  Nursid Sumaatmadja (2001 : 15) menjelaskan bahwa “ keutuhan manusia itu bukan hanya pada sosok jasmaninya seperti makhluk hidup lainnya melainkan juga meliputi aspek akhlak, moral, dan tanggung jawab seperti khalifah dimuka bumi. Disinilah letak kewajiban keterpaduan antara pendidikan intelektual dengan keterampilan dan pendidikan umum.” Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia belum dapat menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan bangsa lain, hal ini ditunjukkan dari penelitian badan-badan internasional yang hasilnya bahwa Indonesia selalu mendapatkan nomor yang terbawah, bahkan di bawah negara-negara tetangga.

  Untuk memperbaiki hal itu diperlukan upaya-upaya yang terencana dan terarah dalam suatu terutama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang mampu menggali seluruh potensi individu secara cerdas dan efektif demi terbentuknya masyrakat yang sejahtera lahir dan batin. Untuk itu, diperlukan pembaharuan / reformasi konsep dan paradigma pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dari yang hanya menekankan pada aspek kognif menjadi penekanan pada pengembangan proses intitusi-intitusi negara dan kelengkapannya. (Wahab, 1999)

  Adapun tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan yakni sebagai berikut : 1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

  2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan berwarga negara, berbangsa dan bernegara, serta anti – korupsi.

  3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter - karakter warga negara Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa - bangsa lainnya. 4) Berinteraksi dengan bangsa - bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

  Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu

  

learning process yang tidak dapat begitu saja meniru dan

  mentransformasikan nilai

  • – nilai demokrasi. Selain itu, Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge,

  

awarenes, attitude, political efficacy dan political paticipation, serta

  kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional dan menguntungkan bagi dirinya juga bagi masyarakat dan bangsa. (Tukiran et al, 2009 : 3)

  Tugas utama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membina moral dan perilaku siswa agar bertingkah laku yang baik selain itu juga untuk menanamkan nilai-nilai dan menyosialisasikan jiwa dan semangat sebagai warga negara yang baik yang berdasar atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai yang dapat ditumbuhkan antara lain yakni sebagai berikut : 1) Mengutamakan kepentingan umum dan bangsa di atas kepentingan pribadi, 2) Semangat rela berkorban dan mengabdi kepada negara dan bangsa, 3) Sikap pantang menyerah dalam membela kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia, 4) Sikap persatuan dan kesatuan bangsa, 5) Sikap patriotik dalam mempertahankan dan memajukan bangsa, 6) Sikap membangun untuk kepentingan bersama, 7) Sikap bekerja sama utuk membangun bangsa, 8)

Sikap “tepa slira”, mengukur diri sendiri

  9) Sikap memperbaiki diri dan tenggang rasa, 10) Mampu menguasai diri demi kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa, 11) Bersikap adil dan ambeg paramarta, 12) Berjiwa merdeka dan cinta perdamaian, 13) Tahan uji, ulet, dan tahan menderita dalam membela dan membangun negara, 14) Jujur terhadap sesama dan diri sendiri, dan nilai-nilai luhur lainnya. (Soedijarto,1994 : 135-136).

  Dalam paradigma baru, pendidikan Kewarganegaraan (Civic

  

Education ) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi

  nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui “value-

  based education

  ” dengan kerangka sistemik sebagai berikut : 1) Secara kurikuler bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif dan bertanggung jawab. 2) Secara teoretik memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik (Civic Knowledge, Civic Skills, dan Civic Dispositions) yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis dan bela negara. 3) Secara programatik menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai

  (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning

  experiences ) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan

  dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep dan moral Pancasila. Kewarganegaraan yang demokratis dan bela negara.

  (Winataputra dan Budimansyah, 2007 : 86) Selain itu juga Pendidikan Kewarganegaraan dalam paradigma baru mengusung tujuan ut ama mengembangkan “civic competences” yakni

  

civic knowledge (pengetahuan dan wawasan negara), civic dispositions

  (nilai, komitmen, dan sikap kewarganegaraan) dan civic skills (perangkat keterampilan intelektual, sosial, dan personal kewarganegaraan) yang seyogyanya dikuasai oleh setiap individu warga negara (Winataputra, 2001 : 317-318).

  Selain sebagai value-based education, dalam era global Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia mengemban misi sebagai pendidikan demokrasi, pendidikan politik dan pendidikan anti korupsi. Oleh karena itu hendaknya Pendidikan Kewarganegaraan mengkaji konsep besar yang dibawa globalisasi, yakni demokrasi,hak-hak asasi manusia dan menempatkan hukum di atas segalanya (supermacy of law / rule of law) yang didasarkan pada fondasi sepuluh pilar demokrasi (the ten pillars of

  

Indonesian constitusional democracy ) yang menjadi dasar pengembangan

  pendidikan kewarganegaraan yang baru. (Sanusi, 1999:5-6) mengidentifikasi Kesepuluh pilar tersebut yang meliputi :

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa

  2. Hak Asasi Manusia

  3. Kedaulatan Rakyat

  4. Kecerdasan rakyat

  5. Pemisahan Kekuasaan Negara

  6. Otonomi Daerah

  7. Supremasi Hukum (Rule of Law)

  8. Peradilan yang bebas

  9. Kesejahteraan rakyat

  10. Keadilan Sosial Kesepuluh pilar tersebut digali dari falsafah bangsa Pancasila dan

  Konstitusi Negara RI Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disamping itu diperhatikan pula persoalan-persoalan kewarganegaraan dan kecenderungan-kecenderungan global Pendidikan Kewarganegaraan di berbagai negara yang baik langsung maupun tidal langsung akan berpengaruh terhadap isi (kurikulum), dan strategi belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan yang akan datang. (Wahab,2006: 65)

  Kelas Pendidikan Kewarganegaraan dan sekolah harus dijadikan sebagai laboratorium masyarakat, bangsa dan negara sehingga dalam proses pembelajaran memerlukan media yang fungsinya adalah untuk memberi kemudahan kepada siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Yang dimaksud dengan media adalah sesuatu yang bersifat

  

materiil-imateriil ataupun behavioral atau personal yang dijadikan wahana

  kemudahan, kelancaran serta keberhasilan proses hasil belajar. (Kosasih Djahiri, 1999)

  MacLuhan menyatakan bahwa The medium is the message yaitu media mewakili isi pesannya. Jika demikian berarti guru Pendidikan Kewarganegaraan adalah salah satu media pembelajaran harus menampilkan figur sebagaimana pesan Pendidikan Kewarganegaraan.

  Artinya dia harus menjadi figur teladan bagi siswanya yaitu sebagai warga negara yang baik, jujur, demokratis, taat beragama dan sebagainya. Media dalam Pendidikan Kewarganegaraan yaitu yang bersifat materiil, misalnya buku, model pakaian, bendera, lambang sedangkan yang bersifat imateriil, misalnya contoh kasus, cerita, legenda, budaya.Kemudian yang bersifat kondisional, misalnya suasana simulasi yang diciptakan sebelum atau pada saat proses belajar berlangsung di kelas atau di tempat kejadian.Dan yang bersifat personal , misalnya nama atau foto atau gambar tokoh masyarakat atau pahlawan, gambar atau foto atau nama presiden, raja..

  Dari pengertian dan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di atas, nampak bahwa komponen yang hendak dikembangkan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah komponen civic knowledge (pengetahuan warga negara), komponen

  

civic skills (keterampilan berpikir kritis, rasional, kreatif dan keterampilan

  berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa dan bernegara), civic dispositions (berkembang demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter warga negara Indonesia dan berinteraksi dengan bangsa lain di era globalisasi). Yang terpenting, pada akhirnya siswa mampu merefleksikan ketiga komponen tersebut dalam kehidupan warga negara, berbangsa dan bernegara. Hal ini mengindikasikan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan itu diharapkan bermakna bagi kehidupan siswa.

  Selain itu telah diuraikan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi beberapa aspek, salah satunya adalah aspek norma, hukum dan peraturan, meliputi : Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di warga negara, peraturan - peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional hukum dan peradilan internasional untuk aspek tata tertib di sekolah dapat diwujudkan apabila siswa tersebut memiliki kesadaran hukum yang tinggi sebagai salah satu ciri warga negara yang baik yang ditandai desalah satunya dengan melaksanakan tata tertib yang ada di sekolah.

B.Karakter Warga Negara Yang Baik 1. Pengertian Karakter

  Terdapat keragaman pendapat mengenai apa itu karakter yang “baik”. Konsep karakter baik (good character) menurut Thomas Lickona (1991), sebagai suatu kebajikan (virtue) yang bisa dibagi dalam dua kategori, yakni kebajikan pada diri sendiri (self oriented virtuous) dan kebajikan terhadap orang lain (other - oriented virtuous). Kebajikan pada diri sendiri (self oriented virtuous) misalnya pengendalian diri dan kesabaran. Kebajikan terhadap orang lain (other - oriented virtuous) misalnya kesediaan berbagi dan merasakan kebahagiaan. Kebajikan itu bukan sekedar sikap, tetapi juga merupakan pengetahuan dan perilaku.

  Oleh karena itu secara populer, karakter itu meliputi tiga hal, yakni mengetahui yang baik (knowing the good), merasakan hal baik (feeling the

  

good ) dan melakukan hal baik (acting the good). Selanjutnya dari

  sejumlah kebajikan, ada 10 (sepuluh) kebajikan utama (Ten Essential

  

Virtues ) yang perlu dalam pendidikan karakter yakni : wisdom, justice,

fortitude, self control, love, integrity, hard work, gratitude, humility, and

positive attitude (Thomas Lickona, 2003).

  Karakter baik juga diperkenalkan oleh MS Branson (1998), bahwa karakter sebagai suatu kebajikan (virtue) yang meliputi dua hal, yakni kebajikan publik (public character) dan kebajikan privat (privat

  

character ). Karakter publik itu misalnya : public spiritedness, civility,

respect for the rule of law, critical mindedness, and willingness to listen,

negotiate and compromise . Karakter privat itu misalkan moral

responsibility, self discipline and respect for the worth and human dignity

of every individual are imperative . Berdasarkan dua pendapat di atas dapat

  disimpulkan bahwa karakter baik meliputi dua hal, yakni karakter yang sifatnya individual / privat / ditujukan pada diri sendiri dan karakter yang sifatnya publik / ditujukan pada orang lain.

  Konsep karakter sebagai suatu kebajikan atau virtue, bisa dirunut dari pernyataan Aristoteles yang menyebut bahwa warga negara yang baik itu ditandai oleh adanya civic virtue, yang meliputi 4 hal yakni temperance (kesederhanaan) termasuk self control dan avoidance of extremes, keadilan, courage (keberanian atau keteguhan) termasuk patriotism dan

  

wisdom or prudence (kebijaksanaan atau kesopanan), termasuk the

capacity for judgement . (Derek Heater, 2004)

  Menurut Cheppi Hericahyono (1995), terdapat dua macam kebajikan atau virtue, yakni kebajikan intelektual yang bisa diajarkan dan kebajikan moral melalui kebiasaan yang dikenal sebagai karakter. Oleh karena itu Aristoteles terkenal dengan pernyataannya bahwa karakter itu adalah suatu kebiasaan (character is habit) sebab karakter itu dapat diajarkan melalui pembiasaan.

  Menurut Michele Borba (2008 : 4), kecerdasan moral adalah kemampuan seseorang untuk memahami hal yang benar dan yang salah, yakni memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga ia bersikap benar dan terhormat, adalah sifat- sifat utama yang dapat mengantarkan seseorang menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan menjadi warga negara yang baik. Dimana cara menumbuhkan karakter yang baik dalam diri anak-anak disimpulkannya menjadi tujuh cara yang harus dilakukan anak untuk menumbuhkan kebajikan utama (karakter yang baik), yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang dapat membentuk manusia berkualitas di mana pun dan kapan pun.

  Berdasarkan uraian di atas, karakter pada dasarnya melekat pada diri pribadi atau seseorang, yang sifatnya individual. Karakter yang baik adalah karakter yang dimiliki oleh seseorang pribadi. Oleh karena itu, istilah warga negara yang baik berbeda dengan manusia yang baik. Istilah warga negara adalah manusia dengan atribut tertentu yakni memiliki identitas, kepemilikan hak dan kewajiban, keterlibatan dalam masalah publik dan penerimaan atas nilai-nilai sosial (Cogan & Derricot, 1998).

  Aristoteles membedakan antara good man dan good citizen. Dikatakan “We must notes that different constitution require different type of good citizen, while the good man is always same.

  ” (Derek Heater, 2004) 2.

Pengertian Warga Negara

  Salah satu unsur negara adalah adanya rakyat mendiami wilayah negara tersebut, yang biasanya disebut sebagai warga negara. Warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.Warga negara diartikan juga sebagai orang

  • –orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara, yang dahulu disebut hamba atau kawula negara.

  Hak dan kewajiban warga negara menurut Soemantri (2001 : 1) merupakan syarat objektif dalam semua organisasi negara demokratis.

  Karena itu rakyat yang menempati sebuah negara telah mencantumkannnya dalam konstitusi negara. Biasanya anatara ketentuan pasal

  • – pasal hak dan kewajiban warga negara dalam konstitusi dengan kenyataannya sedikit atau banyak berbeda. Hal ini terjadi karena tergantung pada kebijakan pemerintah, tingkat kemakmuran, tingkat pelayanan publik, sistem politik, ekonomi, hukum, dan tingkat pendidikan, disiplin budaya bangsa, serta konstelasi dan banyaknya maslah bangsa itu. Karena itu membicarakan hak dan kewajiban warga negara erat
hubungannya dengan rasional Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah.

  Berdasarkan Undang

  • –Undang dasar 1945 Pasal 26 ayat 1 dijelaskan bahwa yang menjadi warga negara ialah orang
  • – orang bangsa Indonesia asli dan o
  • –orang bangsa lain yang disahkan dalam undang– undang sebagai warga negara. Undang –undang yang dimaksudkan adalah

  Undang

  • – undang Nomor 3 tahun 1946 tentang warga negara, penduduk negara, dan Undang –undang Nomor 62 tahun 1958 tentang

  Kewarganegaraan Republik Indonesia. Setiap negara pada umumnya

  • – mencantumkan pasal hak dan kewajiban warga negara dalam Undang Undang dasar dan peraturan hukum lainnya sebagai syarat objektif dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Begitu dalam dan luasnya makna hak dan kewajiban ini karena berhubungan erat dengan sejarah perjuangan bangsa, dan keberhasilan dalam pembangunan kebudayaan materiil dan imateriil, serta agama (Soemantri, 2002 : 25).

  Di samping mengamalkan secara objektif, secara subjektif warga negara dan penyelenggara negara wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam rangka pengamalan secara subjektif ini, Pancasila sebagai sumber etika dalam bersikap dan bertingkah laku setiap warga negara dan penyelenggara negara. Etika kehidupan berbangsa dan bernegara bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR No.VI/MPR/2001 adalah norma-norma etik yang dapat kita amalkan. Melanggar norma etik tidak mendapatkan sanksi hukum tetapi sanksi dari diri sendiri.Adanya pengamalan secara subjektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma etik berbangsa dan bernegara. (Dwi Winarno, 2006 : 27-28)

  Sebuah negara pastinya memiliki masyarakat dimana mereka yang tinggal di wilayah tersebut dalam waktu yang cukup lama disebut sebagai warga negara. Seorang warga negara pastinya juga memiliki suatu kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan pemerintahan yang berlaku, selain itu mereka juga memiliki suatu hak dimana mereka memiliki suatu yang seharusnya mereka peroleh setelah melaksanakan kewajibannya. Salah satu haknya yaitu hak asasi manusia.Hak asasi manusia dengan negara hukum tidak dapat dipisahkan, justru berpikir secara hukum berkaitan dengan ide begaimana keadilan dan ketertiban dapat terwujud. Dengan demikian,pengakuan dan pengukuhan negara hukum salah satu tujuannya melindungi hak asasi manusia, berarti hak dan sekaligus kebebasan perseorangan diakui,dihormati dan dijunjung tinggi.

  (Masyhur, 1994 : 27) Warga negara dikelompokkan kedalam 5 kategori, yaitu : warga negara harus memiliki identitas atau jati diri, warga negara memiliki hak- hak tertentu, warga negara memiliki kewajiban-kewajiban yang menjadi keharusan, sehingga selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan privat dengan kepentingan publik serta memiliki sikap tanggung jawab, warga negara memiliki sikap tanggung jawab untuk berpartisipasi demi kepentingan umum, sehingga merasa terpanggil untuk ikutserta dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat kepentingan umum, warga negara memiliki sikap menerima nilai-nilai dasar kemasyarakatan, sehingga mampu menjalin dan membina kerjasama, kejujuran dan kedamaian serta rasa cinta dan kebersamaan.

  Dalam menghadapi kehidupan abad 21, warga negara perlu memiliki karakteristik, keterampilan dan kompetensi tertentu agar dapat menghadapi dan mengatasi kecenderungan yang tidak diinginkan serta dapat menumbuh kembangkan kecenderungan-kecenderungan yang diinginkan. Terdapat 8 karakteristik yang perlu dimiliki warga negara yaitu sebagai berikut : Pertama, mendekati masalah atau tantangan sebagai anggota masyarakat global. Kedua, memiliki kehendak dan kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran dan kewajibannya dalam masyarakat. Ketiga, mampu memahami, menerima dan toleran terhadap perbedaan budaya. Keempat, mampu berpikir kritis dan sistimatis. Kelima, mampu untuk menyelesaikan konflik tanpa kekerasan. Keenam, peka terhadap hak azasi manusia. Ketujuh, mampu untuk merubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtif guna melindungi lingkungan. Kedelapan, berpatisipasi dalam politik pada tingkat lokal, nasional dan internasional.

  Kemudian hak asasi manusia dipertegas lagi lewat Declaration of

  

Independence , bahwa terdapat pengakuan persamaan manusia, Tuhan telah

  menciptakan manusia dengan hak-hak tertentu yang tidak dapat dirampas, antara lain hak hidup, hak kebebasan, dan hak untuk mengejar kebahagiaan. Pengakuan hak asasi manusia dipertegas lagi oleh Presiden Franklin D.Roosevelt yang diucapkan pada tahun 1941. Ungkapan Franklin D.Roosevelt dikenal dengan Four Freedoms, isinya :

  a) Kebebasan (Kemerdekaan) berbicara (freedom to speech)

  b) Kebebasan beragama (freedom to religion)

  c) Kebebasan dari kemiskinan (freedom from want)

  d) Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear) Dengan demikian, dalam hak asasi manusia terkandung beberapa sumpah yang dapat dibenarkan : a. Hak asasi manusia berasal / bersumber dari Tuhan sering disebut hukum alam diberikan / dimilki seluruh manusia per individu tanpa membeda - bedakan status orang per orang.

  b. Dalam hak asasi mengarah/mengutamakan lebih dahulu kepuasan batin (spiritual need) semua pihak yang dapat memberi kontribusi positif dan aktif pada kepuasan lahir (biological need).

  c. Penjabaran / aplikasi hak asasi manusia berkembang terus seirama dengan perkembangan pikir, budaya, cita-cita manusia dan iptek.

  d. Manusia yang kehilangan hak asasi manusianya, ia akan menjadi robot hidup yang hanya bernafas.

  e. Keberadaan hak asasi manusia tetap “melekat” pada setiap orang untuk sepanjang hidupnya tanpa dapat diambil / dicabut, kecuali ada pelanggaran atas aturan hukum yang berlaku, lewat keputusan hukum yang adil dan benar.

  f. Keberadaan negara, antara lain untuk menghormati dan mempertahankan hak asasi manusia sesuai dengan kesepakatan bersama demi pengembangan martabat kemanusiaan.

  g. Kesadaran memiliki dan melaksanakan hak asasi harus dikaitkan pula dengan kewajiban asasi dan tanggung jawab asasi.

  (Masyhur Effendi, 1994:31-32) 3.

Tujuan memiliki Karakter Warga Negara Yang Baik

  Pendidikan sebagai penyiapan warga negara, diartikan suatu kegiatan terencana untuk membekali dan menyiapkan generasi-generasi yang bakal memimpin bangsa dengan baik dan benar. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara merupakan bentuk strategi kebudayaan yang efektif untuk mempersiapkan warga negaranya, bagi kelangsungan masyarakat bangsa dan negara yang lebih baik dimasa depan serta menjadikan warga negaranya yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan kata lain pendidikan itu sangat di butuhkan untuk mempersiapkan warga negaranya dalam memajukan bangsa dan negaranya, yang selanjutnya bisa dikembangkan berupa peningkatan kemampuan intelektual, peningkatan sumber daya manusia dan perbaikan mutu pendidikan.

  Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara bertujuan untuk menyiapkan dan mengembangkan potensi warga negaranya agar dapat menjadi lebih baik, demokratis dan bertanggung jawab bagi bangsa dan negaranya. Sebagai warga negara yang baik dan sebagai generasi penerus bangsa kedepan, haruslah mendalami pendidikan dengan sungguh- sungguh, karena dengan itu bisa merupakan suatu sarana untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup dari diri pribadi maupun bangsa dan negara.

  Warga negara yang baik itu ukurannya adalah konstitusi negara yang bersangkutan. Sepanjang warga negara itu sikap dan perilakunya tidak bertentangan dan mematuhi konstitusi maka ia berkategori warga negara baik, sementara manusia / orang yang baik pada dasarnya sama di semua negara, karena ia ditentukan oleh hati nuraninya. Jadi warga negara yang baik belum tentu manusia yang baik. Kita mungkin mendengar ada anggota DPR atau pejabat negara yang taat membayar pajak, melaporkan kekayaan pribadinya, memenuhi panggilan sidang, dan mematuhi peraturan berlalu lintas. Akan tetapi juga berperilaku a-moral, misal melakukan perselingkuhan, suka marah dan sebagainya merupakan warga negara yang baik tetapi belum tentu sebagai manusia yang baik.

  Dalam wacana kewarganegaraan, warga negara yang baik (good

  

citizen ), merupakan titik temu antara civic confidence, civic competence

  dan civic commitment. Civic confidence merupakan irisan dari civic

  

knowledge dan civic dispositions, civic competence merupakan irisan dari

civic knowledge dan civic skill dan civic commitment merupakan irisan

  dari civic dispositions dan civic skill. Warga negara yang memiliki civic

  

knowledge, civic dispositions dan civic skill adalah warga negara yang

  

confidence, competence dan commitment yang selanjutnya disebut sebagai

  warga negara yang baik (good citizen). (Dwi Winarno, 2006 : 35-37) Jika kita kembali pada konsep warga negara yang baik, kiranya siswa sebagai warga negara yang baik dituntut memiliki karakter publik yang baik, memiliki identitas, memiliki dan melaksanakan hak dan kewajibannya, berpartisipasi dalam kebijakan publik dan menerima adanya nilai-nilai sosial bersama. Karakter - karakter demikian merupakan atribut kewarganegaraan (atributes of citizenship).