DOCRPIJM 634b70d688 BAB IX11 BAB 9 Aspek Pembiayaan (RPI2JM Bintan) FINAL

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

  antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/ Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.

  Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir

  dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah. Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya bertujuan untuk : a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya.

  b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya.

  c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.

9.1. Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

  Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

  2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai

  pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

  3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan.

  Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

  4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman

  Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir

  a. Total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya; b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit

  2,5;

  c. Persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

  d. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah; e. Pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

  6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari: a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

  b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

  c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

  8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:

  a. Bidang Infrastruktur Air Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan

Bab 9 : Aspek Pembiayaan

  Laporan Akhir

  rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:

  • Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; • Tingkat kerawanan air minum.

  b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan melalui proses pemberdayaan masyarakat.

  DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:

  • Kerawanan sanitasi; • Cakupan pelayanan sanitasi.

  9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke- PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

  Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidan Cipta Karya meliputi :

  1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir

  2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

  3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

  4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social

  Responsibility (CSR).

  5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

  Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2. Profil APBD Kabupaten Bintan

  Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir. Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.

  b. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

  c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

  Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir

Tabel 9.1. : Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun

Terakhir (Dalam Juta) Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Pendapatan Daerah Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % Pendapatan 134.860 22,29 130.713 19,60 136.232 18,85 136.751 15,84 136.882 14,90 Asli Daerah

Pajak Daerah 114.819 18,97 108.796 16,31 107.697 14,90 108.758 12,60 103.498 11,29

Retribusi 3.805 0,63 3.880 0,58 4.093 0,57 6.815 0,79 7.529 0,82 Daerah

  Hasil Pengelolaan

Kekayaan 5.582 0,92 5.225 0,78 5.252 0,73 4.666 0,54 7.551 0,82

Daerah Yang Dipisahkan

Lain-lain PAD 10.651 1,76 12.811 1,92 19.188 2,66 16.511 1,91 17.969 1,96

Dana 418.994 69,24 470.840 70,60 493.753 68,33 630.295 73,02 671.229 73,24 Perimbangan Dana Bagi 230.958 38,17 349.923 52,47 293.112 40,57 381.628 44,21 360.912 39,38 Hasil Dana Alokasi

  161.217 26,64 110.234 16,53 184.730 25,57 232.884 26,98 288.685 31,50 Umum Dana Alokasi 26.818 4,43 10.682 1,60 15.910 2,20 15.782 1,83 21.630 2,36 Khusus Lain-Lain Pendapatan 51.293 8,48 65.355 9,80 49.375 68,33 96.136 11,14 108.642 11,86 Daerah yang Sah Pendapatan 11.410 1,89 0,00 11.825 1,64 10.554 1,22 689 0,08 Hibah

Dana Darurat 12.310,00 2,03 0,00 0,00 0,00 0,00

DBH Pajak

dari Pemda 22.236,00 3,67 20.865.445 3128,68 293.112 40,57 28.126 3,26 40.574 4,43

Lainnya Dana Penyesuaiaan 5.335 0,88 7.607.130 1140,65 24.612 3,41 22.055 2,56 28.406 3,10 & Otonomi Khusus Bantuan Keuangan

  0,00 3.500.000 524,81 21.335 2,95 0,00 0,00 Provinsi /Pemda Lain Pendapatan

  0,00 33.382.654 5005,58 0,00 35.399 4,10 38.972 4,25 Lainnya

Total 605.147 100,00 666.909 100,00 722.572 100,00 863.183 100,00 916.419 100,00

  Sumber : Lingga Dalam Angka

  Tabel diatas menggambarkan perkembangan pendapatan Kabupaten Bintan dalam 5 tahun terakhir, pendapatan daerah Kabupaten Bintan masih didominasi oleh sumber dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dan alokasi khusus dengan proporsi rata-rata hingga 70.89%, untuk melihat lebih detail mengenai perkembangan proporsi sumber penerimaan dapat dilihat pada grafik berikut ini.

  Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir

Gambar 9.1. : Grafik Perkembangan Proporsi Sumber Penerimaan

69.24 22.29 70.60 19.60 68.33

  18.85 73.02 15.84 73.24 14.90

  8.42 9.80 68.33 11.14 11.86 Sumber : Hasil Analisa

  Perkembangan proporsi pendapatan Kabupaten Bintan dalam lima tahun terakhir masih didominasi oleh sumber dana perimbangan, dimana dari tahun ke tahun proporsi dana perimbangan selalu meningkat, dimulai dari tahun 2009 dengan proporsi sebesar 69,24%, kemudian pada tahun 2010 meningkat hingga 70,60%, pada tahun 2011 hingga 2013 proporsinya menyentuh angka 73%. Terjadinya pergeseran sumber pendapatan dalam lima tahun terakhir terjadi pada menurunnya proporsi sumber lain yang sah seperti dana hibah, dana darurat dan sebagainya bergeser ke sumber dana perimbangan, begitu juga dengan PAD, dalam 5 tahun terakhir PAD Kabupaten Bintan mengalami penurun, dari 22,29 % pada tahun 2009 menjadi 14,90 % pada tahun 2013.

  Setelah melihat perkembangan pendapatan Kabupaten Bintan dalam lima tahun terakhir maka selanjutnya akan dijelaskan mengenai perkembangan belanja daerah Kabupaten Bintan dalam lima tahun terakhir yaitu tahun 2009 hingga tahun 2013, dengan melihat penerimaan serta belanja daerah maka dapat diketahui tingkat proporsional aspek pembiayaan daerah, berikut ini ialah tabel perkembangan belanja Kabupaten Bintan lima tahun terakhir.

  Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir

Tabel 9.2. : Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir

Belanja Pendapatan Daerah Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 (Dalam Juta) Belanja Langsung

Tidak 259.610 19,37 306.226.825 27,82 366.938 24,22 385.618 24,74 385.618 24,74

Pegawai Belanja Belanja Bunga 199.297 14,87 218.247.008 19,83 254.018 16,76 281.470 18,06 281.470 18,06 - - - - - - 396 0,03 396 0,03 Belanja Bansos Belanja Hibah Belanja Subsidi 17.528 1,31 29.544.640 2,68 27.920 1,84 21.813 1,40 - - 15.137 1,13 23.733.498 2,16 35.851 2,37 21.813 1,40 36.356 2,33 - - - - - - - - - - - 36.356 - - - 2,33 - - - - Pegawai Belanja Tidak Belanja Belanja Langsung Terduga Pemda Lain 424.091 31,65 256.584.660 23,31 414.747 27,37 416.096 26,69 416.096 26,69 43.722 3,26 48.315.348 4,39 55.738 3,68 57.966 3,72 57.966 3,72 283,22 0,02 9.731.747 0,88 1.042 0,07 1.027 0,07 1.027 0,07 Modal Belanja Jasa

Barang & 132.197 9,87 125.610.066 11,41 167.028 11,02 182.202 11,69 182.202 11,69

Belanja

Total 1.340.036 100,00 1.100.653.038 100,00 1.515.262 100,00 1.558.871 100,00 1.558.871 100,00

248.171 18,52 82.659.246 7,51 191.980 12,67 175.927 11,29 175.927 11,29 Sumber : Bintan Dalam Angka

  Tabel diatas menjelaskan mengenai perkembangan belanja Kabupaten Bintan dalam lima tahun terakhir dimana proporsi belanja langsung dalam lima tahun selalu lebih besar daripada belanja tidak langsung, untuk melihat proporsi secara lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 9.2. : Grafik Perkembangan Proporsi Belanja 31,65 23,31 27,37 26,69 26,69

  19,37 27,82 24,22 24,74 24,74 27,82 Sumber : Hasil Analisa

  Laporan Akhir

  Bab 9 : Aspek Pembiayaan Tabel 9.3. : Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir (Dalam Juta) Pembiayaan Daerah Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % Penerimaan Pembiayaan 205.288 124.541.838 222.411.205 162.106 162.106 Penggunaan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran 205.288 123.733.923 222.411.205

  159.520 159.520 Penerimaan Kembali Pinjaman

  • 221.292.490 - - Penerimaan Dana Bergulir - -

  Pengeluaran Pembiayaan 3.000 7.349.656 4.000 4.462 4.462 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah

  3.000 7.349.656 4.000 4.000 4.000 Pemberian

  Dana Bergulir

  • Sumber : Bintan Dalam Angka

9.3. Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta.

  

9.3.1. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya

Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun Terakhir

  Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di

  daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.

Tabel 9.4. : Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten Bintan Dalam 5 tahun Terakhir (Dalam Juta)

  Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Jenis DAK 2009 2010 2011 2012 2013 DAK Air Minum 20114 8012 11933 11837 16223 DAK Sanitasi 6705 2671 3978 3946 5408

  Sumber : Bintan Dalam Angka

  

9.3.2. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya

Bersumber dari APBD dalam 5 Tahun Terakhir

  Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir

  5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada.

Tabel 9.5. : Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya Dalam 5 tahun Terakhir (Dalam Juta)

  Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Sektor Alokasi % Alokasi % Alokasi % Alokasi % Alokasi % Pengembangan 54.227 4,05 54.998 0,004 68.029 4,49 67.778 4,20 77.889 4,83 Air Minum Pengembangan

  24.778 1,85 25.447 0,002 16.552 1,09 16.778 1,04 20.997 1,30 PLP Pengembangan 31.887 2,38 10.998 0,001 25.669 1,69 64.870 4,02 43.009 2,67 Permukiman Penataan

Bangunan dan 21.305 1,59 34.167 0,003 56.778 3,75 32.776 2,03 40.307 2,50

Lingkungan Total Belanja

APBD Bid. 132.197 9,87 125.610 0,01 167.028 11,02 182.202 11,29 182.202 11,29

Cipta Karya Total Belanja 1.340.036 100 587.996.886 100 1.515.262 100 1.558.871 100 1.558.871 100 APBD

  Sumber : Bintan Dalam Angka

Gambar 9.3. : Grafik Proporsi Belanja Daerah

9.4. Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya

  Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.

9.4.1. Proyeksi APBD 5 tahun ke depan

  Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya. Berikut ini ialah proyeksi pendapatan APBD Kabupaten Bintan untuk 5 (Lima) tahun kedepan.

Tabel 9.6. : Proyeksi Pendapatan APBD 5 Tahun ke Depan (Dalam Komponen Persentase APBD Pertumbuhan 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Juta) Realisasi Proyeksi

  Pendapatan Asli Daerah Dana

DAU 184.730 232.884 288.685 0,16 335.685 671.371 1.007.056 1.342.741 1.678.427

Perimbangan 493.753 630.295 671.229 0,17 785.836 1.571.671 2.357.507 3.143.343 3.929.179 136.232 136.751 136.882 0,002 137.208 274.417 411.625 548.833 686.042 Minum

DAK 15.910 15.782 21.630 0,18 25.550 51.101 76.651 102.202 127.752

DBH 293.112 381.628 360.912 0,12 405.612 811.223 1.216.835 1.622.446 2.028.058

DAK DAK Air 11.933 11.837 16.223 0,18 19.163 38.327 57.490 76.653 95.817 Sanitasi

Total APBD 1.189.023 1.509.259 1.609.611 1,542 1.882.596 3.765.193 5.647.789 7.530.386 9.412.982

yang Sah

Pendapatan 49.375 96.136 108.642 0,54 167.154 334.307 501.461 668.614 835.768

Lain-Lain 3.978 3.946 5.408 0,18 6.388 12.776 19.164 25.552 31.940 Sumber : Hasil Analisa

  Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).

  Net Public Saving

Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total

  penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir

  yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Berikut ini ialah tabel perhitungan proyeksi Net Public Saving Kabupaten Bintan untuk 5 tahun kedepan.

Tabel 9.7. : Proyeksi Net Public Saving 5 Tahun ke Depan (Dalam Juta)

  Jenis Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018

Total Penerimaan Daerah 904.056 1.808.111 2.712.167 3.616.223 4.520.279

Kewajiban Daerah 785.836 1.571.671 2.357.507 3.143.343 3.929.179

Net Public Saving 118.220 236.440 354.660 472.880 591.100

  Sumber : Hasil Analisa

  Dari tabel diatas dapat terlihat kemampuan keuangan Kabupaten Bintan dalam membiayai pembangunan di bidang cipta karya 5 tahun kedepan, hal tersebut tergambar dari angka net public saving dimana selisih antara penerimaan daerah dengan belanja wajib daerah merupakan dana sisa yang dapat di alokasikan ke pembangunan bidang cipta karya. Angka net public saving dalam 5 tahun kedepan sesuai dengan proyeksi mengalami perbaikan dibandingkan dengan Net Public Saving 5 tahun sebelumnya, angka NPS Kabupaten Bintan cenderung stabil dan meningkat untuk 5 tahun kedepan, dengan beban anggaran belanja wajib yang masih minim jumlahnya dapat menjadi keuntungan bagi Kabupaten Bintan untuk mengalihkan sisa anggaran ke pembiayaan pembangunan bidang cipta karya.

  Untuk angka NPS ini tidak dapat menggambarkan secara pasti mengingat rincian pengeluaran untuk masing-masing bidang termasuk bidang Pekerjaan Umum maupun Cipta Karya banyak dipengaruhi oleh factor – factor lainnya antara lain : kebijakan pemerintahan daerah, prioritas pembangunan, maupun aspek-aspek politik lainnya.

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

  b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.

  c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.

  d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.

  Berdasarkan peraturan yang berlaku, Debt Service Cost Ratio (DSCR) minimal adalah 2,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah.

Gambar 9.4. : Grafik Perkembangan Proporsi Belanja

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir

9.5. Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bid. Cipta Karya

  Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber. Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPI2-JM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Berikut ini ialah strategi-strategi peningkatan investasi bidang cipta karya :

  Strategi Peningkatan Penerimaan Daerah

  Pandapatan Daerah meliputi semua penerimaan yang merupakan hak daerah dalam satu Tahun Anggaran yang akan menjadi penerimaan Kas Daerah. Pendapatan Daerah dirinci menurut Kelompok Pendapatan yang meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. PAD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang mempunyai kedudukan yang strategis menuju kemandirian daerah, didalam komponen PAD tercermin bagaimana kemampuan daerah untuk membiayai sendiri penyelenggaraan pemerintahan.

  Dengan diamanatkan di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah daerah harus mampu mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika dibandingkan dengan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah masih

Bab 9 : Aspek Pembiayaan

  Laporan Akhir

  relatif rendah , sehingga ketergantungan terhadap bantuan/sumbangan dari Pemerintah Pusat cukup besar.

  Strategi Efisiensi Penggunaan Anggaran Daerah

  Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya. Ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran ke dalam program/kegiatan. Arah Kebijakan Belanja Daerah Kabupaten Bintan tahun 2005-2010, mengacukan kepada visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih yang pengelolaannya akan didasarkan pada prioritas sebagai berikut :

  1. Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan Kabupaten Bintan yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundang- undangan;

  2. Penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi SKPD dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi tanggungjawab pemerintah Kabupaten Bintan;

  3. Belanja dalam rangka peyelenggaraan urusan wajib diarahkan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum;

  4. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dilaksanakan dengan memperbaiki fasilitas dan pengadaan untuk pelayanan dasar kesehatan terutama untuk keluarga miskin serta kesehatan ibu dan anak, memperbanyak tenaga medis terutama untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau, serta memperbaiki kualitas lingkungan dan pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat;

  5. Dalam rangka peningkatan daya beli masyarakat, anggaran belanja akan diarahkan pada peningkatan sektor pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan, penguatan struktur ekonomi

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir

  pedesaan berbasis kerakyatan, pemberdayaan koperasi dan UMKM, serta dukungan infrastruktur pedesaan;

  6. Dalam mendukung pengembangan aktifitas ekonomi, pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur akan diarahkan pada wilayah sentra produksi di pedesaan dan aksesibilitas listrik;

  7. Kebijakan untuk belanja tidak langsung meliputi hal-hal sebagai berikut

  a. Belanja Pegawai, disediakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan, honorarium, dan pengobatan Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam merencanakan belanja gaji pegawai supaya disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengantisipasi realisasi pengangkatan PNS / CPNS, kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga. PNS Daerah dapat diberikan penghasilan tambahan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memperoleh persetujuan DPRD;

  b. Belanja Hibah, yang disediakan untuk penyelenggaraan kegiatan organisasi sosial kemasyarakatan/ badan/ lembaga swasta, bersifat tidak mengikat penerimanya, namun realisasinya harus disesuaikan kemampuan keuangan daerah; c. Belanja Bantuan Sosial, disediakan untuk mendukung kegiatan sosial pemerintah, organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi kepartaian (politik), bersifat tidak mengikat penerimanya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun realisasinya harus disesuaikan kemampuan keuangan daerah;

  d. Mengalokasikan belanja tidak terduga yang merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya.

  8. Kebijakan untuk Belanja Langsung, diprioritaskan pada hal-hal sebagai berikut : a. Diprioritaskan pada penyediaan fasilitas pelaksanaan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan publik, honorarium dan atau lembur PNS / Non PNS, beasiswa pendidikan/kursus/

Bab 9 : Aspek Pembiayaan

  Laporan Akhir

  pelatihan/sosialisasi/bantuan teknik PNS, pengadaan perangkat kerja dan ATK, biaya pengelolaan dan pemeliharaan asset-asset milik daerah termasuk efisiensi biaya telepon/ listrik/ air, biaya jamuan tamu/promosi/belanja jasa pihak ketiga. Penyediaan biaya perjalanan agar dikendalikan secara efisien dan efektif.

  b. Belanja Langsung, agar diprioritas pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sesuai kebutuhan dan dinamika sosial yang berkembang dalam meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat.

  c. Belanja langsung dalam konteks pembangunan infrastruktur / suprastruktur diupayakan untuk melibatkan partisipasi swasta dan masyarakat, agar dapat mendukung kemandirian perekonomian masyarakat dan menciptakan lapangan kerja baru serta menumbuhkan rasa memiliki.

  d. Belanja Langsung, agar dialokasikan untuk pembangunan kebutuhan pelayanan dasar masyarakat yang diarahkan untuk :  Pembiayaan operasional pendidikan, pembangunan/rehabilitasi gedung sekolah, penambahan unit kelas rehabilitasi ruang kelas serta sarana dan prasarana penunjang kegiatan pendidikan.

   Pembiayaan operasional pelayanan kesehatan, pembangunan/ rehabilitasi gedung Puskesmas/Pustu Polindes kesehatan serta sarana prasarana penunjang kesehatan, untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, terutama bagi penduduk miskin;  Pembangunan/rehabilitasi infrastruktur jaringan jalan, termasuk prasarana dan sarana transportasi, untuk meningkatkan mobilitas arus barang dan produktivitas kegiatan perdagangan jasa yang menunjang pertumbuhan ekonomi kerakyatan, ekonomi lokal dan ekonomi regional;  Pengembangan, pembangunan/rehabilitasi pusat-pusat perdagangan dan industri sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dalam skala mikro, kecil dan menengah;  Pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan, keterbelakangan dan keterpencilan.

  e. Belanja pengadaan kendaraan bermotor lebih diutamakan untuk mobilitas dinas pegawai, dan pelayanan umum masyarakat.

Bab 9 : Aspek Pembiayaan Laporan Akhir Strategi Peran Masyarakat dan Dunia Usaha Sejalan dengan upaya menumbuhkan sikap kemandirian dan peningkatan

  peran serta masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan daerah, maka anggaran belanja pembangunan daerah diarahkan untuk menunjang berkembangnya potensi masyarakat, termasuk dunia usaha. Hal ini mengingat keterbatasan dana pembangunan" yang berasal dari pemerintah, sehingga sasaran pembangunan hanya dapat dicapai dengan memanfaatkan berbagai potensi investasi masyarakat dan dunia usaha pada khususnya. Karena itu pembiayaan pembangunan yang berasal dari pemerintah dan swasta diupayakan dan diarahkan untuk dapat saling mengisi, saling melengkapi dan saling menunjang.

  Strategi Pengembangan Infrastruktur Skala Regional

  Pembangunan dan peningkatan daya dukung infrastruktur wilayah guna menunjang mobilitas kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Karena itu pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan, sarana dan prasarana perhubungan dan terminal angkutan darat akan menjadi salah satu perhatian penting oleh pemerintah daerah dalam alokasi pengeluaran pembangunan daerah. Selain itu peningkatan kemampuan sarana air bersih, listrik, telekomunikasi akan ditingkatkan kemampuannya dalam melayani kebutuhan masyarakat, dunia usaha dan kebutuhan pembangunan pada umumnya.

  

Strategi Pendanaan Untuk Operasi, Pemeliharaan dan Rehabilitasi

Infrastruktur Permukiman

  Pendanaan untuk operasi, pemeliharaan maupun rehabilitasi infrastruktur permukiman perlu di alokasikan kedalam anggaran belanja wajib daerah, untuk tetap menjaga seluruh infrastruktur permukiman yang sudah terbangun diperlukan alokasi anggaran yang mencukupi, selain itu pemeliharaan infrastruktur permukiman dapat juga melibatkan masyarakat maupun pihak swasta dengan sebelumnya mengadakan sosialisasi mengenai pemeliharaan infrastruktur permukiman tersebut, dengan begitu beban anggaran untuk pemeliharaan infrastruktur permukiman tidak semua ditanggung oleh pemerintah daerah.