DOCRPIJM 5f8c4e7662 BAB II04 BAB 2 Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya (RPI2JM Karimun) FINAL

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

2.1. Konsep Perencanaan & Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya

  Dalam Rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman pemerintah pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta karya

Gambar 2.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan

  infrastruktur dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional. Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyususnan RPI2-JM Bidang Cipta Karya Sangat diperlukan.

  Sumber : Direktorat Bina Program, Tahun 2014

Gambar 2.1.

  

Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

2.2. Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

  Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, Mengurangi angka kemiskinan, Maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional 2005-2025

  RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-

  2025 adalah “Indonesia yang

  

Mandiri, Maju Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN

  mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya yaitu: a. Dalam Mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor- sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

  b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

  c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada tahapan RPJMN yaitu:  RPJMN ke 2 (2010-2014) Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

   RPJMN ke 3 (2015-2019) pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan efisien, dan akuntanbel, Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh RPJMN ke 4 (2020-2024) terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014

  RPJPMN 2010-2014 yang diteteapkan melalui Peraturan Presiden No. 5

  

Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu

  prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemneuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi Penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase Dokumen RPJPMN Juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010-2014, yaitu : a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014 dengan perincian akses air minum perpipaan 32 % dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %

  b. Terwujudnya kondisi stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi 10%

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5% serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90% total penduduk

  c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80% rumah tangga daerah perkotaan.

  d. Menurutnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan. Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarah untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai melalui : a. Menyediakan perangkat peraturan di tingkat pusat dan / atau daerah.

  b. Memastikan ketersediaan air baku air minum

  c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan.

  e. Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

  g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur i. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta. j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

  

2.2.3. Masterplan Percepatan dan perluasan pembangunan Ekonomi

Indonesia

  Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011.

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir Dalam dokumen tersebut pembangunan masing-masing dengan prioritas

  pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur pemukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut, Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

  

2.2.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan

Kemiskinan Indonesia

  Sesuai dengan agenda RPJPMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat, Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025 MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama yaitu : a. Mewujudkan sisitem perlindungan nasional yang menyeluruh, terintegrasi dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan.

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang.

  c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (suistainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan beberapa aspek.

  Kementrian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPM-Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) Serta Program pro Rakyat

  2.2.5. Kawasan Ekonomi Khusus UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Ekonomi Khusus adalah

  kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional Di samping zona ekonomi KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja, Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

  2.2.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

  Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementrian Gubernur, Walikota / Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatkan

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  kehidupan masyarakat perkotaan, Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.3. Peraturan Perundangan Bidang PU/ Cipta Karya

  Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 28 Tahun 2002 tentang bangunan Gedung UU No. 7 Tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan persampahan.

  

2.3.1. UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman

  UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten Kota, dalam penyelenggaraan pemukiman mempunyai tugas diantaranya : a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

  b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

  d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Laporan Akhir

  f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

  h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional. i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba. Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu: a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.

  f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

  g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

  h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota. Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat. UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

2.3.2. UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

  Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggara- an bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

  Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

  Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut:

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  a. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, system penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energy dalam bangunan gedung (amanat green building).

  b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.

  c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

  2.3.3. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

  UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

  2.3.4. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

  UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

  a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.

  b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.

  c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.

  d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.

  e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem

  controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.3.5. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

  Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat.

2.4. Amanat Internasional

  Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

  2.4.1. Agenda Habitat

  Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.

  Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

  2.4.2. Konferensi Rio+20

  Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20.

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang

  menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common

  

vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan

  berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002. Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post- 2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

2.4.3. Millenium Development Goals

  Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan millennium (Millenium Development Goals).

  Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.

  Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.

  Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs.

2.4.4. Agenda Pembangunan Pasca 2015

  Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai bersama oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A

  

New Global Partnership: Eradicate Poverty and TransformEconomies

Through Sustainable Development ”. Isinya adalah rekomendasi arahan

  kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs. Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir a. Mengakhiri kemiskinan.

  b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender.

  c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup.

  d. Menjamin kehidupan yang sehat.

  e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik.

  f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi.

  g. Menjamin energi yang berkelanjutan.

  h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan. i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan. j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif. k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai. l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong pembiayaan jangka panjang.

  Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta Karya berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal Ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah: a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi, b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x%,

  c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan sebanyak z%, d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari industri sebelum dilepaskan.

  Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global

Bab 2 : Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Laporan Akhir

  maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.