DOCRPIJM 3a2d4ef1df BAB XI12 BAB 10 Aspek Kelembagaan Kabupaten Anambas (RPI2JM Anambas) FINAL

  Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPI2-JM Bidang Cipta Karya agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber daya manusia sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan.

10.1. Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

  Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Cipta Karya pada pemerintahan kabupaten/kota.

  

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah

  Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas- luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

  Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang- kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

  

2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomo 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan

  PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.

  PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi:

  “(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. (2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang pekerjaan umum”. Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

  

3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang

Organisasi Daerah

  Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 sub-bagian dan masingmasing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

  

4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-

2014

  Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya. Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan dilingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.

  

5. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design

Reformasi Birokrasi 2010-2015

  Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah.

  Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

  Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :

  1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: Penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, Sosialisasi dan Internalisasi manajemen perubahan dalam rangkan reformasi birokrasi

  2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda

  3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi : restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepegawaian dan diklat.

  4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e- government;

  5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi;

  6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

  7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);

  8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.

  .

  9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan

  

6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan

Gender dalam Pembangunan Nasional

  Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing- masing. Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Cipta Karya. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPI2-JM Bidang Cipta Karya.

  

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010

Tentang Standar Pelayanan Minimum

  Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada

  Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke- PU-an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPI2-JM. Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota.

  

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2007 tentang

Petunjuk Teknis Organisasi Perangkat Daerah

  Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah. Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.

  

9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar

Pelayanan Perkotaan

  Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang Cipta Karya, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.

  

10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan

Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil

  Pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-rata, dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan.

10.2. Kondisi Kelembagaan Saat Ini

10.2.1. Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya

  Peningkatan kapasitas kelembagaan daerah dalam mendukung Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya di Kabupaten Kepulauan Anambas sangat dibutuhkan sehingga program investasi ini dapat dilaksanakan secara optimal, efektif dan efesien serta terjamin keterlanjutannya. Di dalam pelaksanaan/implementasi RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Kepulauan Anambas melibatkan banyak komponen kelembagaan sehingga terjalin koordinasi dan sinkronisasi program/kegiatan di bidang keciptakaryaan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga.

  Semangat desentralisasi penyelenggaraan pemerintah daerah, sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta aturan-aturan pelaksanaannya membutuhkan upaya-upaya terkoordinasi agar tujuan pelaksanaan kebijakan otonomi di daerah tercapai. Selanjutnya pedoman/acuan pengembangan kapasitas sebagaimana dirumuskan dalam Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas (KNP2K) dalam rangka mendukung desentralisasi, yang dikeluarkan bersama oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS tanggal 06 Nopember 2002, merujuk pada kebutuhan untuk menyempurnakan peraturan dan perundangan dengan melakukan reformasi kelembagaan, memperbaiki tata kerja dan mekanisme koordinasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) - ketrampilan dan kualifikasi, perubahan pada sistem nilai dan sikap, dan keseluruhan kebutuhan ekonomi daerah bagi pendekatan baru untuk pelaksanaan good governance, sistem administrasi dan mekanisme partisipasi dalam pembangunan agar dapat memenuhi tuntutan untuk lebih baik dalam melaksanakan demokrasi. Adapun prinsip dari pelaksanaan pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) adalah:

  1. Pengembangan kapasitas bersifat multi dimensional (mencakup beberapa kerangka waktu: jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek);

  2. Pengembangan kapasitas menyangkut multiple stakeholders;

  3. Pengembangan kapasitas harus bersifat demand driven, dimana kebutuhannya tidak ditentukan dari atas/ luar tetapi datang dari stakehoder-nya sendiri; 4. Pengembangan kapasitas mengacu pada kebijakan nasional.

  Dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas, telah membentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah berdasarkan: Surat Mendagri No. 061/3652/SJ tanggal

  1 Desember 2008 perihal Persetujuan Pembentukan Perangkat Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas dan Surat Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 8/3182/M.PAN)/11/2008 tanggal 24 November 2008. Kabupaten Kepulauan Anambas dipimpin oleh seorang Penjabat (Pj) Bupati. Untuk melaksanakan tugasnya, dalam merumuskan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta pelayanan masyarakat terdapat unsur-unsur pembantu Pimpinan Pemerintah Daerah yaitu Sekretariat Daerah (Setda) dan Lembaga Teknis Daerah seperti Dinas, Badan, dan Kantor.

1. BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

  Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan unsur perencanan Penyelengaaraan Pemerintah Daerah dan dalam lingkup tugasnya melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang perencanaan pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai fungsi :

  a. Perumusan Kebijakan teknis perencanaan nda pembangunan

  b. Pengoordinasian penyusunan perencanaan dan pembangunan daerah

  c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang perencaaan dan pembangunan daerah d. Pelaksanaan hubungan kerjasama dengan semua instansi yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas dan e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

  Susunan organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kep. Anambas, terdiri dari :

  a. Kepala Badan;

  b. Bagian Tata Usaha, terdiri dari :

  1) Sub Bagian Umum; dan 2) Sub Bagian Keuangan.

  c. Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya, terdiri dari :

  1) Sub Bidang Sosial dan Budaya; 2) Sub Bidang Ekonomi.

  d. Bidang Fisik dan Prasarana Wilayah, terdiri dari :

  1) Sub Bidang Kimraswil dan Transmigrasi; 2) Sub Bidang SDA dan Energi.

  e. Bidang Monitoring dan Evaluasi, terdiri dari :

  1) Sub Bidang Penganbangan Sistem Perencanaan dan Evaluasi; dan 2) Sub Bidang Statistik dan Pelaporan.

  2. DINAS PEKERJAAN UMUM

  Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kep. Anambas mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan otonomi daerah di bidang pekerjaan umum. Dalam melaksanakan tugas, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kep. Anambas menyelenggarakan fungsi :

  a. Perumusan kebijakan teknis dibidang pekerjaan umum;

  b. Penyelenggaraan pelayanan umum dibidang pekerjaan umum;

  c. Pembinaan pelaksanaan tugas dibidang pekerjaan umum;

  d. Pelaksanaan urusan tata usaha dinas; e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati. Adapun susunan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kep. Anambas, terdiri dari :

  1) Kepala Dinas; 2) Sekretariat, terdiri dari : a. Sub Bagian Penyusunan Program;

  b. Sub Bagian Keuangan; c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

  3) Bidang Bina Marga, terdiri dari :

  a. Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan; b. Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan.

  4) Bidang Cipta Karya, terdiri dari :

  a. Seksi Perumahan, Permukiman dan Penataan Ruang; b. Seksi Penyehatan Lingkungan dan Permukiman.

  5) Bidang Sumber Daya Air, terdiri dari :

  a. Seksi Pemanfaatan Sumber Daya Air; b. Seksi Pengendalian Sumber Daya Air.

  6) Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

  Unit Pelaksana Teknis Dinas mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan sebagian tugas Dinas Daerah, dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

10.2.2. Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

  Sebagaimana ditetapkan dalam Program RB, penataan tata laksana merupakan salah satu prioritas program untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar perangkat daerah dengan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja. Secara internal, Cipta Karyakeorganisasian urusan pemerintah bidang Cipta Karya, perlu mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing-masing bidang/seksi. Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antar bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan Cipta Karya, maupun untuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansial dan menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah. Prinsip-prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di dalam Peraturan Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota, khususnya menyangkut tupoksi dari masing-masing instansi pemerintah bidang Cipta Karya. Selain itu, guna memperjelas pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu dilengkapi dengan tatalaksana dan tata hubungan kerja antar satuan kerja, serta Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap pelaksanaan tugas, yang dapat dijadikan pedoman bagi pegawai dalam melakukan tugasnya.

Tabel 10.1. : Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya Peran Instansi dalam Pembangunan Unit/Bagian yang Menangani No. Instansi Bidang CK Pembangunan Bidang CK

  1. Bappeda  Perumusan Kebijakan Teknis  Sub Bagian Sekretariat yaitu dibidang Perencanaan Sub Bagian Penyusunan Pengendalian dan Pembangunan Program

   Pemberian Dukungan atas  Bidang Sosial dan Penyelenggaraan Pemerintahan Perekonomian daerah dibidang perencanaan dan  Bidang Infrasruktur dan pengendalian Pembangunan Sumber Daya Alam

   Pembinaan pelaksanaan Tugas Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan

  2. Dinas PU  Perumusan Kebijkana Teknis  Bidang Cipta Karya dibidang Pekerjaan Umum  Penyelenggaraan Pelayanan Umum dibidang Pekerjaan Umum  Pembinaan pelaksanaan tugas dibidang pekerjaan umum  Pelaksanaan urusan tata usaha Dinas  Pelaksanaan Tugas Lain yang diberikan Bupati Sumber : RPJMD Kep. Anambas

10.2.3. Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

  Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan sistem manajemen SDM aparatur merupakan program ke-5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang perlu ditingkatkan tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Bagian ini menguraikan kondisi SDM di keorganisasian instansi yang menangani bidang Cipta Karya, yang dapat dilakukan dengan mengisi tabel berikut mengenai komposisi pegawai dalam unit kerja bidang Cipta Karya.

Tabel 10.2. : Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya

  Unit Kerja Golongan Jenis Kelamin

  Golongan I : 3 Pria : 22 Golongan II : 14 Wanita : 12

  Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

  Golongan III : 16 Golongan IV : 1 Golongan I : 2 Pria : 27 Golongan II : 12 Wanita : 3

  Dinas Pekerjaan Umum Golongan III : 15 Golongan IV : 1

  Sumber : Kep. Anambas Dalam Angka

10.3. Analisis Kelembagaan

  Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah,

  bagian ini menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya.

10.3.1. Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya

  Tujuan analisis keorganisasian adalah untuk mengetahui permasalahan keorganisasian bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPI2-JM Bidang Cipta Karya. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, telah menetapkan bahwa dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Hal ini sejalan pula dengan prinsip ”structure follows function” yang menjadi dasar acuan dalam setiap proses pembentukan kelembagaan Pemerintah (Deputi Kelembagaan Menpan, 2007). Dengan demikian, jenis dan besaran kelembagaan perangkat daerah yang ditetapkan akan terkait dengan seberapa besar urusan yang secara nyata ada di suatu daerah. Berkaitan dengan hal di atas, Pemerintah berupaya menerapkan kebijakan penataan kelembagaan (restrukturisasi), baik di level kelembagaan pusat maupun kelembagaan daerah. Penataan kelembagaan lebih diarahkan pada upaya rightsizing yaitu upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah, yakni mengembangkan organisasi yang lebih proporsional, datar (flat), transparan, hirarki yang pendek dan terdesentralisasi kewenangannya. Desain struktur organisasi (kelembagaan) disusun berdasarkan kebutuhan nyata dan mengikuti strategi dalam pencapaian visi dan misi orgnisasi yang telah ditetapkan (structure follow strategy). Kondisi struktur organisasi perangkat kerja daerah di Kabupaten Kep. Anambas sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang ada, mulai dari Bidang hingga Sub Bidang sudah mengikuti arahan perundangan yang berlaku, struktur organisasi perangkat kerja daerah yang sudah sesuai dengan perundangan yang berlaku diharapkan dapat memaksimalkan kinerja dari perangkat daerah serta memudahkan jalur koordinasi dengan pemerintah Provinsi maupun pemerintah pusat. Untuk Bidang Cipta Karya tugas dan fungsi organisasi yang ada juga sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi, keselarasan Tugas dan Fungsi (TUPOKSI) memberikan kemudahan bagi Bidang Cipta Karya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya seperti yang sudah dijabarkan pada sub bab kondisi ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya di Kabupaten Kep. Anambas. Struktur organisasi di Kabupaten Kep. Anambas sudah tersusun sesuai dengan arahan peraturan perundangan yang berlaku, namun tentunya terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi struktur organisasi di Kabupaten Kep. Anambas, terutama faktor-faktor eksternal seperti perubahan struktur organisasi di pemerintah provinsi ataupun pemerintah pusat, hal tersebut yang sedikit banyak dapat mempengaruhi struktur organisasi di Kabupaten Kep. Anambas.

  Peraturan atau aturan dari Pemerintah (Pusat) terhadap pengelolaan atau otonomi pemerintahan daerah yang cepat berubah-ubah, sehingga sulit diikuti oleh aparatur daerah. Sebagai misal, berubahnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2000 menjadi Undang-undang Nomr 32 Tahun 2004 memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap reorientasi dan penanganan urusan-urusan di daerah. Tumpang tindihnya peraturan atau aturan yang dikeluarkan oleh instansi-instansi terkait dalam beberapa bidang yang ditangani Pemerintah Daerah. Ketidakseimbangan (unballance) antara batas tanggung jawab dengan wewenang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, dimana batas tanggung jawab yang terbatas, sedangkan wewenang yang dimiliki sangat terbatas. Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap masyarakat di semua bidang kehidupan di daerah, namun demikian kewenangan yang dimiliki untuk mengatur seringkali terbentur dengan kewenangan yang dimiliki oleh instansi-instansi lain (khususnya instansi vertikal) di daerahnya.

10.3.2. Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

  Tujuan analisis permasalahan ketatalaksanaan kelembagaan bidang cipta karya adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPI2-JM Bidang Cipta Karya. Terkait dengan penataan kelembagaan di daerah, tentu terdapat permasalahan-permasalahan yang melingkupinya. Lalu apa permasalahan-permasalahan dalam penyusunan dan pembentukan kelembagaan di daerah tersebut?. Jawaban dari pertanyaan tersebut diperoleh penulis selama mengikuti kegiatan pemantauan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di beberapa daerah. Dari berbagai diskusi yang dilakukan menyiratkan beberapa permasalahan yang cukup menonjol bagi Pemda Peraturan atau aturan dari Pemerintah (Pusat) terhadap pengelolaan atau otonomi pemerintahan daerah yang cepat berubah-ubah, sehingga sulit diikuti oleh aparatur daerah. Sebagai misal, berubahnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2000 menjadi Undang-undang Nomr 32 Tahun 2004 memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap reorientasi dan penanganan urusan-urusan di daerah.. Penetapan ”unit pelayanan terpadu” yang merupakan unit layanan dasar semestinya harus dibentuk dengan baik. Namun, sampai saat ini petunjuk teknis pembentukannya belum ada, sehingga Pemda kesulitan dalam menentukkan bagaimana bentuk organisasi yang seharusnya dibentuk.

  Kedudukan atau posisi unit kerja pengelola pendapatan daerah dan unit kerja pengelola aset daerah. Apakah kedua unit kerja tersebut harus digabungkan sesuai diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Atau dipisahkan mengikuti mekanisme pemisahan seperti pada kelembagaan Dirjen Anggaran dan Dirjen Perbendaharaan di Departemen Keuangan, dikarenakan memiliki peran yang berbeda? Pembentukan kelembagaan (organisasi) di daerah untuk melaksanakan Undang- undang yang bersifat ”mandatory” (kewajiban), misalnya pembentukan badan penanggulangan bencana dan sebagainya. Bagaimana Pemda harus mengantisipasinya, padahal ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 sudah jelas mengenai urusan-urusan yang semestinya menjadi beban tanggung jawab daerah (yang terbagi dalam urusan wajib dan urusan pilihan). Belum adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis mengenai pembentukan Badan Narkotika Propinsi (BNP) atau Badan Narkotika Kabupaten (BNK), sehingga membingungkan Pemerintah Daerah. Disisi lain, jabatan Kepala BNP atau BNK yang ditetapkan menduduki Eselon

  II/a memiliki kesetaraan dengan pangkat dan golongan yang dimiliki Sekretaris Daerah (II/a). Penjenjangan karir pegawai atau pejabat di daerah masih menjadi kendala dalam pelaksanaan pengembangan PNS di daerah. Mekanisme kerja KIS belum diterapkan secara optimal untuk mendukung kelancaran dan keberlanjutan program-program Pemda. Kedudukan dan peran Staf Ahli di daerah. Bagaimana kedudukan dan peranannya apabila disandingkan dengan Wakil Gubernur/Bupati/Walikota dan Sekretaris Daerah? Bahkan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, Staf Ahli merupakan PNS yang bertugas di daerah. Sementara itu, pada saat itu banyak Staf Ahli yang bukan PNS, yang kebanyakan merupakan orang-orang kepercayaan Gubernur/Bupati/Walikota.

  Kedudukan pegawai dalam jabatan fungsional, khususnya yang ada di lingkungan Inspektorat. Ada perbedaan yang cukup mendasar kedudukan pegawai dalam jabatan auditor seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dengan Peraturan Mendagri Nomor 64 Tahun 2007 tentang kedudukan Inspektorat.

  Dalam penyusunan Organisasi Pemerintah Daerah seringkali terkendala faktor politis dan teknis. Pada prakteknya terdapat kepentingan- kepentingan politis yang mengiringi penentuan dibentuknya suatu institusi atau lembaga yang diperlukan di daerah, baik dari lembaga eksekutif sendiri maupun dari lembaga legislatif. Secara teknis, penyusunan Organisasi Pemerintah Daerah antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif menimbulkan perdebatan yang memakan waktu lama dan biaya yang cukup tinggi. Masih banyak jabatan-jabatan di daerah yang belum jelas uraian-uraian pekerjaan (job description)-nya. Disamping itu, tata kerja atau hubungan kerja diantara institusi-institusi atau lembaga-lembaga di daerah masih belum digambarkan secara jelas.

  Manajamen Pegawai Negeri Sipil masih sulit diterapkan secara ideal, yang dikarenakan masih kentalnya unsur KKN dalam praktek-praktek kepegawaian, seperti kenaikan pangkat, pengiriman pejabat/pegawai dalam diklat, pengembangan karir pegawai, dan sebagainya.

10.3.3. Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

  Tujuan analisis Sumber Daya Manusia adalah untuk mengetahui permasalahan SDM bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPI2-JM Bidang Cipta Karya.

  Pengaruh pegawai yang profesional dan kompeten dalam pemerintahan daerah merupakan faktor yang paling penting dalam penentuan kapasitas suatu institusi pemerintah, disamping faktor-faktor kapasitas lain seperti : sistem, teknologi, informasi dan perangkat pendukung organisasi lainnya. Menurut Syahroni (2001) Kapasitas – dalam arti kapasitas instansi pemerintah – diartikan bukan merupakan sesuatu yang statis, melainkan harus ditempatkan di dalam suatu konteks yang dinamis dengan kondisi- kondisi kerangka (framework conditions) yang berubah.

  Menurut pengertian di atas, kapasitas birokrasi pemerintahan daerah, harus selalu dikembangkan sesuai dengan perkembangan paradigma, sistem dan manajemen perencanaan pembangunan yang terjadi baik dalam lingkup global, nasional dan lokal. Dalam hal ini perubahan dan perkembangan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kapasitas suatu pemeintahan daerah, antara lain : UU No. 32 tentang pemerintahan daerah, UU No. 25 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, dan UU No. 43 tentang pokok-pokok kepegawaian, serta peraturan turunannya.

  Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia di bidang cipta karya masih belum memenuhi kebutuhan dilihat dari segi kuantitas maupun segi kualitas, perlu adanya peningkatan sumber daya manusia dari segi kualitas dengan diadakan pelatihan-pelatihan maupun memberikan beasiswa kepada pegawai di Bidang Cipta Karya maupun penambahan jumlah pegawai di Bidang Cipta Karya hingga sesuai dengan kebutuhan.

  Permasalahan yang terjadi didalam manajemen sumber daya manusia terutama di Bidang Cipta Karya diantaranya disebabkan oleh karena perubahan lingkungan strategik (politik, ekonomi, sosial, teknologi, dlll) yang begitu cepatnya, organisasi harus mampu belajar untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan tersebut. Organisasi masa kini harus berfungsi sebagai organisasi belajar, dan tugas organisasi untuk meningkatkan peluang belajar bagi karyawan. Persaingan dalam berbagai aspek di masa kini dan masa depan bertumpu pada persaingan pengetahuan (knowledge based competition). Hanya melalui ‘knowledge management yang baik organisasi akan sukses. Di samping menyediakan sarana pendidikan dan pelatihan, organisasi harus pula membangun sikap mental mau berbagi ilmu dan informasi (information & knowledge sharing). Karyawan harus membangun jaringan hubungan sosial (social net-working) baik dengan sesama karyawan di dalam perusahaan, maupun dengan pihak stake-holder di luar perusahaan agar akumulasi pengetahuan (knowledge building) dapat berjalan cepat dan dapat memberikan nilai tambah untuk peningkatan kualitas kerja, kualitas produk dan kualitas pelayanan yang menguntungkan semua pihak (karyawan, pelangggan, dan stake holder lainnya).

  Kondisi SDM aparatur kita pada umumnya belum memiliki kemauan yang besar untuk terus belajar. Akibatnya kapital intelektual yang dimiliki mereka tidak berkembang. Akibatnya mereka hanya menggunakan paradigma lama di dalam bekerja. Paradigma lama ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Bukti formal untuk mendukung asumsi ini adalah kecilnya proporsi SDM aparatur yang berpendidikan di atas S-1. Penyebabnya antara lain kurang tersedianya kesempatan (karena memang tidak diciptakannya kesempatan) atau rendahnya minat untuk menempuh pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.

  Salah satu bentuk adaptasi organisasi terhadap tuntutan perubahan lingkungan strategik adalah sebagai berikut: (1) Organisasi berubah visi, misi, dan valuesnya. (2) Organisasi berubah strukturnya, dari functional organization menuju ‘cross-functional organization’, (3) Cara kerja organisasi berubah dari kerja individual menjadi kerja tim (team based organization), (4) rancangan kerja organisasi berubah dari ‘task based’ menuju ‘process based’. Untuk mengembangkan kualitas pengetahuan dan wawasan budaya kerja baru, orientasi kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi harus b erubah dari kepemimpinan yang bergaya ‘command and control’ kearah kepemimpinan yang bergaya partisipatif. Kepemimpinan yang demikian akan membunuh kreatifitas dan inovasi. Kondisi demikian ini akan menutup peluang berkembangnya pengetahuan baru yang dapat menambah nilai tambah organisasi bagi stake holders. Selain itu orientasi kepemimpinan model lama, yang lebih terpusat pada ‘one person’, harus dirubah menjadi kepemimpinan yang berorientasi pada ‘leadership from everybody’. Untuk ini organisasi harus memberikan pemberdayaan yang besar pada semua lini kepemimpinan yang ada dalam organisasi.

Tabel 10.3. : Matriks Kebutuhan Sumber Daya Manusia Jumlah Pegawai yang No. Instansi Jumlah Pegawai yang Ada Diperlukan

  Badan Perencanaan 1.

  34

  95 Pembangunan Daerah

2. Dinas Pekerjaan Umum

  30

  90 Sumber : Kep. Anambas DalaSSm Angka

10.3.4. Analisis SWOT Kelembagaan

  Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) di bidang kelembagaan. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam matriks SWOT. Berdasarkan penjabaran dari kondisi eksisting kelembagaan, serta pertanyaan- pertanyaan yang perlu dijawab dalam analisis kelembagaan, maka diperlukan melakukan analisis SWOT kelembagaan bidang CK di yang meliputi aspek organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia.

  Metodeyang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatuatau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.

  Perumusan strategi bidang kelembagaan berdasarkan Analisis SWOT diharapkan dapat menjadi acuan dalam rencana pengembangan kelembagaan.

Tabel 10.4. : Matriks Analisis SWOT Kelembagaan Peluang (O) Ancaman (T) a.

  a. Dukungan pemerintah pusat Pembagian tata laksana masing-masing instansi

   Faktor b.

  Perbaikan kualitas SDM terkait External c.

  Penambahan

  b. antar lintas Koordinasi

kewenangan/Tupoksi oleh Bupati

  Faktor sektoral

  Internal c. SDM tidak Manajemen maksimal

  Kekuatan (S) Strategi SO (Kuadran 1) Strategi ST (Kuadran 2) a.

  a. dapat menambahkan

  a. peran Tupoksi masing-masing Bupati Meningkatkan dinas terkait sudah tupoksi masing-masing dinas Tupoksi untuk memperjelas

tersedia terkait untuk memperkuat pembagian tata laksana

guidelines masing-masing dinas b. b.

Tersedianya anggaran Meningkatkan manajemen

yang cukup untuk b. anggaran dapat SDM dengan Tersedianya peelaksanaan tugas dialokasikan untuk perbaikan memanfaatkan anggaran perangkat kerja daerah kualitas SDM yang tersedia c. cipta karya c.

  c.

Bidang Pembangunan bidang cipta karya Meningkatkan koordinasu

menjadi fokus mendapatkan dukungan yang antar lintas sektoral yang pembangunan cukup dari pemerintah pusat menjadi fokus pembangunan

  Kelemahan (W) Strategi WO (Kuadran 3) Strategi WT (Kuadran 4) a.

  a.

  a.

Belum adanya prosedur Penyusunan SOP yang jelas Penyusunan SOP untuk

standar pelayanan mencegah munculnya b.

  

Perbaikan kualitas SDM yang ada

operasi yang jelas ketidak jelasan tata laksana

c. Penetapan struktur organisasi masing-masing instansi b.

  Rendahnya kualitas dan

yang mengikuti peraturan

kapasitas SDM

  b. koordinasi Peningkatan

perundangan dan dengan

antar lintas sektoral dengan c. organisasi bantuan dari keputusan yang Struktur perbaikan terhadap struktur masih belum mengikuti dapat dikeluarkan oleh bupati organisasi di masing- peraturan perundangan masing instansi c.

   Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM untuk perbaikan manajemen SDM Sumber : Hasil Analisa di masing-masing instansi

10.4. Rencana Pengembangan Kelembagaan

  Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT sebelumnya, maka dapat dirumuskan tiga kelompok strategi meliputi strategi pengembangan organisasi, strategi pengembangan tata laksana, dan strategi pengembangan sumber daya manusia. Berdasarkan strategi- strategi tersebut, dapat dikembangkan rencana pengembangan kelembagaan di daerah.

10.4.1. Rencana Pengembangan Keorganisasian

  Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari penataan struktur organisasi dan tupoksinya. Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacu pada analisis dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan pengembangan jabatan struktural dan fungsional di lingkungan Pemda, serta menyusun analisis jabatan dan beban kerja dalam rangka mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan satuan organisasi di masing-masing unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya bidang Cipta Karya. Upaya mewujudkan restrukturisasi kelembagaan (organisasi pemerintah) yang terbaru dilakukan pemerintah adalah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah yang baru ini memuat pokok-pokok perubahan, antara lain (Deputi Kelembagaan Menpan, 2007): Dijelaskan mengenai bagaimana melakukan pengelompokkan (regrouping) terhadap urusan-urusan pemerintahan untuk memberikan acuan bagi daerah dalam menerapkan prinsip pengelompokkan fungsi yang sejenis ke dalam unit organisasi perangkat daerah;

  Pengaturan sekaligus mengenai organisasi atau eselonering Rumah Sakit Daerah, mengingat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 secara tegas ditetapkan bahwa Rumah Sakit Daerah merupakan Lembaga Teknis Daerah (LTD); Pengaturan materi mengenai kemungkinan penerapan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum bagi perangkat daerah; Diatur adanya jabatan Staf Ahli Gubernur/Bupati/Walikota; Dapat dibentuknya lembaga lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Sekretariat Lembaga Non Struktural di daerah; Diatur mengenai mekanisme hubungan pengendalian antara Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi, antara Propinsi dengan Pemerintah maupun antara Kabupaten/Kota dengan Pemerintah.

  Kemudian, agar landasan filosofi sebagaimana dijelaskan di atas dapat diimplementasikan secara tepat di daerah, maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah telah diatur perumpunan masing-masing urusan yang ada di daerah, yaitu mana urusan yang seharusnya diwadahi dalam lembaga dinas dan mana urusan yang seharusnya diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah (LTD). Perumpunan urusan tersebut dimaksudkan untuk mensinkronkan kegiatan yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pewadahan urusan yang harus ditangani. Sementara itu, mengenai besaran setiap lembaga akan bergantung dan ditentukan dari kebijakan masing-masing daerah dalam menentukan analisis kebutuhan organisasi perangkat daerahnya. Penentuan besaran (magnitude) organisasi secara teoritis bergantung pada kebutuhan dan beban kerja yang harus diemban.

  Selain itu, penentuan besaran organisasi yang akan dibentuk juga perlu mendasarkan pada besarnya urusan yang akan ditangani sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, pembentukan kelembagaan (organisasi) perangkat daerah tergantung pada kebutuhan dan karakteristik daerah masing-masing.

10.4.2. Rencana Pengembangan Tata Laksana

  Untuk merumuskan rencana pengembangan tata laksana, dengan mengacu pada analisis SWOT sebelumnya, antara lain diperlukan evaluasi tata laksana, pengembangan standar dan operasi prosedur, serta pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam instansi ataupun lintas instansi dilingkungan Pemerintah Daerah, khususnya dibidang Cipta Karya.

  Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi sempurna - namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalah- gunaan kekuasaan dan korupsi. Banyak badan-badan donor internasional, seperti IMF dan Bank Dunia, mensyaratkan diberlakukannya unsur-unsur tata laksana pemerintahan yang baik sebagai dasar bantuan dan pinjaman yang akan mereka berikan. Penataan tata laksana dilakukan melalui serangkaian proses analisis dan perbaikan tatalaksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien dan terukur pada masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. • Target yang ingin dicapai melalui program ini antara lain adalah meningkatnya efisiensi dan efektivitas proses manajemen pemerintahan serta kinerja di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Pendekatan pertama adalah dengan cara mengkaji peta proses yang dikerjakan pada saat ini , kemudian masing-masing sub-proses tersebut dilihat kemungkinannya untuk dilakukan eliminasi , simplifikasi, integrasi , dan otomatisasi melalui pemanfaatan teknologi informasi yang ada. 2. Pendekatan kedua adalah dengan melakukan perbandingan (benchmarking) terhadap apa yang telah di lakukan oleh pemerintah negara lain sehubungan dengan proses serupa, dan mencoba untuk menerapkannya di Indonesia (biasanya akan dipilih proses yang terbaik dari hasil perbandingan, atau yang kerap dikenal d engan istilah ”best practices”)

10.4.3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

  Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu pada analisis SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi.

  Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidang Cipta Karya, dalam rangka peningkatan kualitas SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU yang dapat menjadi referensi dipaparkan pada tabel 10.5.

Tabel 10.5. : Pelatihan Bidang Cipta Karya No. Jenis Pelatihan

  

1 Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan dan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan

Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis

  2 Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara

  3 Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan II