STUDI ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN, K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural) - Test Repository

  

STUDI ANALISIS WACANA KRITIS

TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN

K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM,

DAN K.H. YUSUF MANSUR

  

(Pendekatan Mikro dan Makrostruktural)

Oleh:

Drs. Bahroni, M.Pd.

NIP. 196408181994031004

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2015 Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Drs. Bahroni, M.Pd.

  NIP : 196408181994031004 Pangkat/Golongan : Pembina (IVa) / Lektor Kepala

menyatakan bahwa naskah penelitian dengan judul STUDI ANALISIS

WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM

RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M.

ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro

dan Makrostruktural) , secara keseluruhan adalah hasil

penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian-bagian yang dirujuk

sumbernya dan telah saya susun sesuai dengan kaidah dan etika

penelitian.

  Salatiga,

  5 Desember 2015 Yang Menyatakan Drs. Bahroni, M.Pd. NIP. 196408181994031004

  

ABSTRAK

Bahroni. 2015. Studi Analisis Wacana Kritis Terhadap Retorika Dakwah

Islam Rahmatan Lil’alamin K.H. Abdullah Gymnastiar, K.H. M.

  Arifin Ilham, dan K.H. Yusuf Mansur (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural) . Penelitian Individual. Konsultan: Dr.H.Sa’adi, M.Ag.

  Kata kunci: analisis wacana kritis, retorika dakwah.

  Aktivitas mendakwahkan agama Islam—selanjutnya disebut dakwah —semakin berkembang di hampir semua lapisan masyarakat. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ruhani masyarakat yang senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan jasmani atau duniawi mereka. Faktor lain yang mendukung perkembangan dakwah adalah fakta bahwa Indonesia merupakan satu negara besar dengan komunitas muslim terbanyak di dunia. Dakwah merupakan hal yang sangat strategis. Oleh karena itu, aktivitas tersebut tidak luput dari liputan media massa, baik cetak maupun eletronik, baik offline maupun online. Di antara da’i asli Indonesia yang sangat dikenal oleh masyarakat luas adalah K.H. Muhammad Arifin Ilham (Arifin), K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan K.H. Yusuf Mansur (YM).

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM?; (2) bagaimanakah wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM?; serta (3) bagaimanakah tanggapan pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM; (2) mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM; serta (3) mendeskripsikan dan menjelaskan tanggapan pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM.

  Sumber data dalam penelitian berupa rekaman ceramah empat da’i, yakni Zainuddin, Aa Gym, Arifin, dan YM yang tersimpan dalam kaset dan alat-alat penyimpan yang lain, termasuk yang terdapat di media online seperti Youtube, serta dokumen-dokumen yang memuat ceramah empat da’i tersebut. Di samping itu, data juga akan digali dari responden yang diwawancarai mengenai tanggapannya yang terkait dengan sosok

  

dan substansi pesan-pesan dakwah dari tiga da’i tersebut. Data

dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik

rekam, simak, dan catat. Di samping itu, juga akan digunakan

teknik pustaka, yakni teknik pengambilan data dari berbagai

sumber tertulis beserta konteks lingual yang mendukung analisis

data. Berbagai tulisan dipilih yang mencerminkan pemakaian

potensi bahasa yang khas.

  Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut: (1) pengurutan data sesuai dengan masalah yang

akan dijawab; (2) pembentukan satuan-satuan data dalam stiap

urutannya sesuai dengan kemungkinan hubungan cici kategorinya;

(3) interpretasi nilai data sesuai dengan masalah yan akan dijawab;

(4) evaluasi tingkat kelayaan dan kelengkapan data dikaitkan

dengan rentang masalahnya. Evaluasi ini juga menyangkut

penafsiran validitas data bila dihubungkan dengan isi penjelasan

yang diberikan. Berdasarkan hasil evaluasi ini dapat ditentukan

perlu tidaknya mencari data baru. Berdasarkan hasil analisis,

selanjutnya dilakukan pendeskripsian, yakni penjelasan secara

sistematis tentang fakta tertentu yang dihasilkan berdasarkan

konsep dan cara kerja yang telah ditetapkan.

  Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,

wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM

mencakup referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Referensi

merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan

lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual lain yang

mendahului atau mengikutinya. Substitusi merupakan salah satu

kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu

(yang telah disebut) dengan satuan lingual lain. Elipsis adalah

salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan unsur

(konstituen) tertentu yang telah disebutkan. Konjungsi merupakan

salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara

menghubungkan unsur yang satu dengan yang lain.

  Kedua, a dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM

  wujud kohesi leksikal retorik

  

mencakup repetisi (pengulangan), sinonimi (persamaan kata), antonimi (lawan

  kata), hiponimi (hubungan atas bawah), kolokasi (sanding kata), dan ekuivalensi (kesepadanan).

  Ketiga, tanggapan pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa

Gym, Arifin, dan YM adalah beragam, yang sebagian besar

menyatakan bahwa substansi ceramah tiga da’i tersebut sangat

berkesan, inspiratif, dan dapat memotivasi agar

pendengar/pemirsa senantiasa berusaha untuk menjalani

kehidupan yang lebih bermakna, yakni selalu bersyukur dan

  

bersabar. Sebagian besar pendengar/pemirsa menyatakan bahwa

bahasa yang digunakan oleh tiga da’i tersebut cukup komunikatif

yang disertai dengan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-

hari.

  

KEPADA MASYARAKAT (LP2M)

Jl. Tentara Pelajar No.2 Telp. (0298) 323706, Fax

3233433 Salatiga 50721

  

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : STUDI ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA

DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H.

  ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural) Peneliti : Drs. Bahroni, M.Pd.

  NIP : 196408181994031004 Jenis Penelitian : Penelitian Individual Tema : Bahasa (Analisis Wacana) Salatiga,

  5 Desember 2015 Konsultan Kepala LP2M

Dr. H. Sa’adi, M.Ag. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.

  197205311993031002

  Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT dan kontribusi dari

berbagai pihak, penyusunan laporan penelitian unggulan judul STUDI

ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM

RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN

  

ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan

Makrostruktural) dapat terselesaikan dengan baik.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan

rujukan dalam upaya memperkaya khazanah ilmu pengetahuan,

terutama dalam bidang analisis wacana kritis yang terkait dengan

retorika dakwah.

  Peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif

dari berbagai pihak terhadap kekurangan-kekurangan dalam penelitian

in untuk perbaikan karya-karya peneliti di masa-masa mendatang.

  Akhirnya, semua kebenaran mutlak dan kesempurnaan hanyalah

milik Allah, segala kekurangan dan kesalahan tentu dari peneliti

sebagai manusia biasa. Mudah-mudahan karya yang jauh dari

kesempurnaan ini ada manfaatnya. Amin.

  Salatiga,

  5 Desember 2015 Peneliti Drs. Bahroni, M.Pd.

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ____i PERNYATAAN KEASLIAN ____ ii ABSTRAK ____ iii LEMBAR PENGESAHAN ____ v KATA PENGANTAR ____ vi DAFTAR ISI ____ vii

  BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ___1 B. Rumusan Masalah ___5 C. Tujuan Penelitian ___ 6 D. Manfaat Penelitian ___ 6 E. Metode Penelitian ___ 7

  1. Pendekatan Penelitian ___ 7

  2. Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian____ 8

  3. Validitas Data ___ 9

  4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ____9

  BAB II : LANDASAN TEORI A. Kajian Penelitian Terdahulu ____ 11 B. Kajian Pustaka 1. Analisis Wacana ____ 16 2. Retorika Dakwah ____ 23

  BAB III : BIOGRAFI DA’I A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 27 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 35 C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 42 BAB IV : WUJUD KOHESI GRAMATIKAL RETORIKA DAKWAH A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 45 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 50 C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 54 BAB V : WUJUD KOHESI LEKSIKAL RETORIKA DAKWAH A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 61 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 69 C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 74

BAB VI : TANGGAPAN AUDIENS TERHADAP RETORIKA DAKWAH

A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 80 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 88 C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 92 BAB VII : PENUTUP A. Kesimpulan ___97 B. Saran ___ 98 DAFTAR PUSTAKA ___99 LAMPIRAN-LAMPIRAN ____102

  disebut dakwah—semakin berkembang di hampir semua lapisan masyarakat. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ruhani masyarakat yang senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan jasmani atau duniawi mereka. Faktor lain yang mendukung perkembangan dakwah adalah fakta bahwa Indonesia merupakan satu negara besar dengan komunitas muslim terbanyak di dunia.

  Semarak dakwah dan aktivitas-aktivitas keagamaan Islam yang lain, menurut Pudiyono (2008:247) merupakan hal yang sangat strategis. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas tersebut tidak luput dari liputan media massa, baik cetak maupun eletronik, baik offline maupun online. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya majalah, radio, televisi, dan situs-situs di internet yang khusus menyebarluaskan pesan- pesan dakwah, bahkan sebagian besar televisi nasional maupun daerah yang tidak khusus untuk berdakwah pun, secara periodik menayangkan acara dengan konten dakwah.

  Terkait dengan etika dakwah, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan agar dakwah dilakukan dengan bijaksana, nasihat, dan diskusi yang baik (Q.S. An-Nahl:125). Dengan kata lain, dakwah itu hendaknya dilakukan dengan bahasa yang santun dan penuh empati sehingga dapat mencerahkan pikiran dan menyejukkan hati. Di antara da’i asli Indonesia yang sangat dikenal oleh masyarakat luas dan agaknya memiliki karakter sebagaimana dimaksud dalam Q.S. An- Nahl:125 tersebut adalah K.H. Muhammad Arifin Ilham (Arifin), K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan K.H. Yusuf Mansur (YM).

  Model dakwah yang dikembangkan oleh ketiga da’i tersebut, agaknya berpedoman pada prinsip yang menyatakan bahwa mendakwahkan Islam itu sebaiknya memperkenalkan ajaran Islam yang dapat memberi jawaban atau solusi terhadap masalah kehidupan. Ini berarti pesan yang disampaikan dalam dakwah itu harus aktual, faktual, dan menonjolkan human interest-nya (Thaha, 1997:113). Di samping itu, dalam berdakwah harus memilih bahasa sedemikian rupa sehingga ummat tidak tersinggung tetapi justru dapat tersentuh hatinya (Thaha, 1997: 148). Di samping gaya retorika, hal lain yang menentukan efektifitas dakwah yaitu penguasaan massa, penguasaan persoalan yang dibahas, dan yang terpenting adalah keikhlasan pembicara. Apa yang dari hati akan sampai ke hati, sedangkan apa yang hanya keluar dari bibir biasanya hanya akan sampai ke telinga (Thaha, 1997:119).

  Ketiga da’i tersebut sama-sama memiliki komitmen yang sangat kuat pada penyebaran ajaran “Islam sebagai

  

rahmatan lil’alamin ” dengan tetap berpegang teguh pada

  prinsip tauhid dan akhlaqul karimah, kebersihan hati, keikhlasan, dan kebersamaan, termasuk dalam menyikapi setiap perbedaan. Aa Gym menyatakan, “Perbedaan adalah kenyataan. Bagaimana menyikapi perbedaan menuju ridha Allah ... itulah tentangannya” (Gymnastiar, 2005:63). “Saya ingin mengaplikasikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin” (Gymnastiar, 2005:77). “Saya bercita-cita Daarut Tauhid sebagai miniatur Indonesia dengan menunjukkan wajah Islam yang indah, produktif, profesional, dan membawa rahmat bagi seisi alam” (Gymnastiar, 2005:97).

  Dalam menyebarluaskan ajaran Islam sebagai

  

rahmatan lil’alamin, tiga da’i kondang tersebut dikenal publik

  dengan sebutan khasnya masing-masing. Arifin dikenal dengan sebutan yang melekat pada frasa “Majelis Dzikir’, Aa Gym dikenal dengan frasa “Manajemen Qolbu”, dan YM dikenal dengan frasa “Wisata Hati”. Meskipun agak berbeda penekanan dalam mendakwahkan ajaran Islam, namun sebenarnya ketiganya berorientasi pada hal yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dan berempati kepada sesama dengan cara berpegang teguh pada prinsip tauhid, memperbanyak dzikir, menata hati, dan banyak bersedekah.

  Terkait dengan pentingnya berpegang teguh pada prinsp Tauhid, Arifin menyatakan bahwa puncak dzikir adalah ketika seseorang telah mampu menanggalkan atribut-atribut artifisial yang disandangnya. Yakni, ia benar-benar telah bebas dari keinginan-keinginan pribadinya. Semua tindakannya didasarkan pada prinsip lillahita’ala (hanya karena Allah). Pada stadium inilah keikhlasan dan ihsan itu berada (Ilham, 2003). Senada dengan itu, Aa Gym menyatakan bahwa manusia memiliki kesempatan untuk

  

ma’rifatullah (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini

  Allah karuniakan kepada manusia karena mereka memiliki akal dan nurani. Orang-orang yang hatinya hidup akan bisa mengenal dirinya sendiri, dan pada akhirnya akan berhasil pula mengenal Tuhannya (Gymnastiar, 2003:122).

  Selanjutnya Aa Gym menyatakan bahwa yang disebut sukses ialah ketika seseorang bisa berjumpa dengan Allah di akhirat nanti (Gymnastiar, 2005:97). Adapun YM menyatakan, “Hati menentukan pikiran, dan pikiran menentukan perkataan dan perbuatan. Oleh karena itu, jangan pernah membenci orang lain yang pernah menyakitimu bahkan menjatuhkanmu, namun tersenyumlah dan jadikan ia menjadi teman terbaikmu”. diakses pada 26 Mei 2015).

  Terkenalnya tiga da’i tersebut, merupakan bukti bahwa model dakwah mereka yang humanis yang lebih menonjolkan ajaran Islam sebagai rahmatan lil’alamin sangat cocok dan dapat diterima oleh masyarakat muslim Indonesia yang memiliki keragaman etnis dan budaya. Oleh karena itu, model dakwah yang demikian itu perlu dikembangkan dan disebarluaskan lebih lanjut seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran ummat akan pentingnya pemenuhan kebutuhan ruhani dan jasmani secara seimbang. Penyebarluasan, pemahaman, dan penghayatan secara mendalam terhadap model dakwah yang humanis itu, semakin penting artinya di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang dewasa ini agaknya sedang mendapat gempuran yang sangat dahsyat dari pola hidup materialistik dan hedonistik. Dalam kondisi masyarakat Indonesia demikian ini, sentuhan dakwah yang humanis dan menyentuh nurani diharapkan dapat menyadarkan kembali kepada seluruh warga bangsa akan pentingnya pembangunan mental spiritual sebagaimana diamanatkan dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya: “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya”.

  Di antara cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan dan menyebarluaskan konsep tertentu adalah melalui kegiatan penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan, menyebarluaskan, memahami, dan menghayati secara mendalam model dakwah yang agaknya sangat cocok dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang majemuk itu, maka penelitian tentang “Studi Analisis

  

Wacana Kritis Terhadap Retorika Dakwah Islam

Rahmatan Lil’alamin K.H. Abdullah Gymnastiar, K.H. M.

  

Arifin Ilham, dan K.H. Yusuf Mansur (Pendekatan Mikro

dan Makrostruktural)” adalah penting untuk dilakukan. Hal

  itu demikian, karena dewasa ini pemahaman tentang wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja yang ingin menguasai informasi. Wacana sebagai dasar dalam pemahaman teks sangat diperlukan oleh masyarakat dalam berkomunikasi dengan informasi yang utuh. Teks tersususn dari unsur-unsur yang saling terkait sehingga terciptalah satu kesatuan yang utuh yang membentuk wacana. Dengan demikian, melalui penelitian analisis wacana kritis (critical discourse analysis) ini diharapkan pemahaman terhadap retorika dakwah dari tiga da’i tersebut menjadi lebih utuh.

  B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  1. Bagaimanakah wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM?

  2. Bagaimanakah wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM?

  3. Bagaimanakah tanggapan pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk:

  1. Mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM.

  2. Mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM.

  3. Mendeskripsikan dan menjelaskan tanggapan pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM?

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoretis

  Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan khazanah ilmu, khususnya ilmu bahasa yang terkait analisis wacana dan ilmu dakwah.

  2. Manfaat Praktis

  Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut:

  1. Bagi para pakar bahasa dan pembelajaran bahasa, dapat mempertajam pikiran dan intuisi dalam memahami tidak hanya hakikat bahasa tetapi juga proses belajar bahasa dan perilaku bahasa, karena proses belajar bahasa mempunyai kaitan erat dengan proses pemerolehan kompetensi komunikatif.

  Kompetensi ini hanya dapat diperoleh dalam konteks penggunaan bahasa. Dengan demikian, menganalis wacana secara sungguh-sungguh dapat mengungkap tingkat pemerolehan kompetensi komunikatif.

  2. Bagi para da’i, dapat mencerahkan pikiran dan intuisi dalam memahami, memilih, dan menerapkan model dakwah yang lebih humanis dan persuasif sehingga ajakan dakwahnya dapat menyentuh nurani audiensnya yang pada akhirnya mereka mau menerima ajakannya itu dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.

  3. Bagi ummat/pembaca pada umumnya, dapat membantu memahami makna dalam pesan-pesan retorika dakwah secara lebih utuh dan mendalam.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif- deskriptif, yakni bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat- sifat suatu hal, keadaan, fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi data tersebut (Sutopo, 2002:111).

  Penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan menjelaskan secara kualitatif jawaban dari semua pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah. Dalam hal yang khusus terkait analisis wacana kritis, akan digunakan dua pendekatan yakni pendekatan mikro dan makrostruktural. Pendekatan mikrostruktural menitikberatkan pada mekanisme kohesi tekstualnya, untuk mengungkapkan urutan kalimat yang dapat membentuk wacana menjadi koheren.

  Adapun pendekatan makrostruktural menitikberatkan pada garis besar susunan wacana untuk memahami wacana secara keseluruhan. Dalam hal ini, di samping meneliti hubungan atau keterkaitan antarkalimat dan paragraf, juga perlu mempertimbangkan konteks-situasi yang pemahamannya dapat dilakukan dengan beberapa prinsip penafsiran, yakni penafsiran lokal, temporal, dan analogi. Bahkan, meliputi juga faktor-faktor sosio-kultural dan konvensi-konvensi sosial budaya yang melatarbelakangi terciptanya sebuah wacana, yakni dunia luar bahasa (Sumarlam, 2008: 234).

  

2. Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian

  Data penelitian kebahasaan adalah fenomena lingual khusus yang berkaitan langsung dengan masalah penelitian (Sudaryanto, 2002:5-6). Data penelitian ini berupa satuan-satuan lingual yang membentuk kohesi gramatikal dan leksikal ditambah dengan faktor-faktor situasi dan latar belakang sosiokultural yang terdapat di luar teks.

  Sumber data dalam penelitian berupa rekaman ceramah empat da’i, yakni Zainuddin, Aa Gym, Arifin, dan YM yang tersimpan dalam kaset dan alat-alat penyimpan yang lain, termasuk yang terdapat di media online seperti Youtube, serta dokumen-dokumen yang memuat ceramah empat da’i tersebut. Disamping itu, data juga akan digali dari responden yang diwawancarai mengenai tanggapannya yang terkait dengan sosok dan substansi pesan-pesan dakwah dari tiga da’i tersebut.

  Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan menggunakan teknik rekam, simak, dan catat. Di samping itu, juga akan digunakan teknik pustaka, yakni teknik pengambilan data dari berbagai sumber tertulis beserta konteks lingual yang mendukung analisis data. Berbagai tulisan dipilih yang mencerminkan pemakaian potensi bahasa yang khas (Subroto,1992:42).

  3. Validitas Data

  Agar data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan dapat menjadi landasan dalam penarikan kesimpulan, maka sebelum informasi dijadikan data penelitian perlu dicermati validitas dan reliabiltasnya.

  Untuk menjamin keabsahan dan kredibilitas data penelitian, digunakan teknik trianggulasi, yang lazim dipakai dalam penelitian kualitatif.

  4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

  Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) pengurutan data sesuai dengan masalah yang akan dijawab; (2) pembentukan satuan-satuan data dalam stiap urutannya sesuai dengan kemungkinan hubungan cici kategorinya; (3) interpretasi nilai data sesuai dengan masalah yan akan dijawab; (4) evaluasi tingkat kelayaan dan kelengkapan data dikaitkan dengan rentang masalahnya. Evaluasi ini juga menyangkut penafsiran validitas data bila dihubungkan dengan isi penjelasan yang diberikan. Berdasarkan hasil evaluasi ini dapat ditentukan perlu tidaknya mencari data baru. Berdasarkan hasil analisis, selanjutnya dilakukan pendeskripsian, yakni penjelasan secara sistematis tentang fakta tertentu yang dihasilkan berdasarkan konsep dan cara kerja yang telah ditetapkan (Aminuddin, 1995:67).

tema penelitian yang akan penulis lakukan adalah sebagai berikut.

  Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Umar Fauzan pada tahun 2014 yang berjudul Analisis Wacana Kritis Teks

  Berita MetroTV dan tvOne mengenai Luapan Lumpur Sidoarjo. Penelitian ini berupa disertasi pada Program Studi S-

  3 Linguistik Deskriptif di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan CDA model Fairclough, yang kesimpulannya adalah sebagai berikut.

  1. Teks berita MetroTV dan tvOne terdiri dari tiga unit wacana, yakni judul, orientasi, dan sequence of events.

  Struktur teks MetroTV tidak hanya berisi pemaraan peristiwa, namun juga memberi pemaparan hal-hal negatif yang mengangkat hal tidak baik dari PT Lapindo Brantas. Struktur teks tvOne tidak hanya berisi pemaparan informasi sebagaimana lazimnya teks berita, namun juga memberi nuansa argumentasi untuk teks berita dengan tujuan menetralkan isu-isu yang negatif.

  2. Gramatika yang berupa transtivitas, MetroTV memilih menggunakan Aktor sebagai partisipan yang berupa nonmanusia. Gramatika yang berupa kalimat positif- negatif, MetroTV memanfaatkan kalimat positif dengan porsi yang tidak terlalu besar (65% dari total penggunaan kalimat). Gramatika yang berupa transtivitas, tvOne menggunakan Aktor sebagai partisipan yang berupa manusia, warga; menggunakan proses material sebagai proses yang paling dominan; serta mengangkat tema- tema yang positif, seperti: istighosah, pembayaran dan penanganan lumpur yang berlangsung baik. Gramatika yang berupa kalimat positif-negatif, tvOne menggunakan porsi kalimat positif yang sangat besar (87% dari total penggunaan kalimat) untuk bersikap setuju dan mengangkat hal yang positif dengan apa yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas.

  3. Kosakata MetroTV meliputi 3 hal: (1) MetroTV memanfaatkan kosakata eksperiensial untuk mengangkat hal-hal yang tidak baik mengenai identitas, penyebab, dan dampak luapan lumpur, siapa yang harus bertanggung jawab, reaksi warga, proses penanganan, dan pembayaran ganti rugi; (2) MetroTV memanfaatkan kata attitudinal untuk memberikan penilaian yang tidak baik terhadap PT Lapindo Brantas; dan (3) MetroTV memanfaatkan metafora untuk mengangkat hal-hal yang negatif dari PT Lapindo.

  Kosakata tvOne meliputi 3 hal: (1) tvOne memanfaatkan kosakata eksperiensial untuk mengangkat hal-hal yang baik mengenai identitas, penyebab, dan dampak luapan lumpur, siapa yang harus bertanggung jawab, reaksi warga, proses penanganan, dan pembayaran jual beli; (2) tvOne memanfaatkan kata attitudinal untuk memberikan penilaian yang baik terhadap apa yang sudah dilakukan dengan baik oleh PT Lapindo Brantas, dan (3) tvOne memanfaatkan metafora untuk mengungkap hal-hal yang positif dan sekaligus menetralkan hal-hal yang negatif dari dampak dan penanganan luapan lumpur.

  4. Ideologi MetroTV adalah pencitraan negatif dengan menyerang, sementara ideologi tvOne adalah pencitraan positif dengan membela diri dan menentralkan isu-isu negatif pihak lain.

  5. Strategi MetroTV adalah menguatkan hal negatif dari orang lain dan Mengurangi hal positif dari orang lain.

  Strategi tvOne adalah Menguatkan hal positif dari diri kita dan Mengurangi hal negatif dari diri kita.

  6. Perbedaan bentuk bahasa terjadi karena MetroTV dan tvOne berafiliasi kepada dua partai politik yang berbeda dengan ideologi yang berbeda pula dan ingin menarik simpati dari masyarakat. diakses pada 27 Mei 2015)

  Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Duryatin Amal

  

yang berjudul Studi Analisis Wacana Kritis terhadap Iklan-

iklan Televisi dengan Endorser Ustadz dan ustadzah.

  Penelitian yang berupa tesis pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan paradigma kritis.

  Kesimpulanya, pada level teks, ditemukan bahwa dalam iklan-iklan yang dibintangi oleh ustadz dan ustadzah terdapat wacana komodifikasi isi dengan teridentifikasinya tampilan ciri khas, gaya, dan gerakan ustadz dan ustadzah; penggunaan musik-musik ala Timur Tengah; dan tampilan ustadz dan ustadzah yang terlihat berlebihan.

  Pada level konsumsi teks, dapat disimpulkan bahwa terdapat praktik komodifikasi ustadz dan ustadzah dalam iklan. Terdapat dua golongan partisipan yang setuju dan tidak setuju terhadap ustadz dan ustadzah yang beriklan. Di samping itu, partisipan berpandangan bahwa ustadz dan ustadzah ditampilkan kembali dalam iklan sebagai sosok yang lucu, gayanya terlalu berlebihan, tegas, sopan, sederhana, gaul, dan feminin.

  Adapun pada level sosiokultural, iklan disiarkan dalam kondisi mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam terbesar di dunia, dimana iklan tersebut merupakan salah satu bentuk budaya pop yang isinya ditentukan oleh kaum kapitalis.

   diakses pada 27 Mei 2015).

  Posisi penelitian yang akan penulis lakukan terhadap hasil penelitian pertama dan kedua di atas, meskipun sama- sama menggunakan analisis wacana kritis, namun berbeda objeknya. Hasil penelitian pertama tersebut mengkaji wacana berita di televisi dan yang kedua mengkaji wacana iklan di televisi, sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan akan mengkaji wacana retorika dakwah. Hasil penelitian pertama dan kedua tersebut akan penulis gunakan sebagai bahan pembanding dan pertimbangan dalam melakukan analisis data karena sama-sama menggunakan pendekatan analisis wacana kritis.

  Ketiga, penelitian yang berjudul Analisis Wacana Humor

  

dalam Film Kill the Messenger (Studi Kasus Stand-Up Comedy

Chris Rock). Penelitian yang berupa tesis pada Program

  Pascasarjana Universitas Gadjah Mada ini dilakukan oleh Anggi Triandana. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penciptaan humor di stand-up comedy dipandang sebagai kombinasi dari berbagai fitur lingistik seperti (1) struktur wacana humor di stand-up comedy, (2) pemanfaatan aspek pragmatis untuk menciptakan humor, (3) penggunaan aspek kebahasaan untuk membangkitkan humor, (4) fungsi humor itu sendiri.

  Penelitian ini menemukan bahwa Kill the Messenger menggunakan berbagai struktur dan pola seperti one-liners, pertanyaan dan jawaban, struktur sederhana, dan struktur yang kompleks. Kill the Messenger juga menggunakan aspek kebahasaan sebagai pemicu terjadinya kelucuan seperti morfologi, sintaksis, semantik, deixis, dan gaya bahasa.

  Secara pragmatis, penelitian ini menggambarkan humor dilihat dari menyimpangkan prinsip kerjasama, prinsip kesantunan, dan penggunaan prinsip ironi. Penelitian ini juga menemukan fungsi humor dalam hal solidaritas, power, dan psikologi.

   diakses pada 27 Mei 2015).

  Keempat, penelitian yang berjudul Analisis Wacana

  

Humor dalam Kumpulan Komik Serial Mice Cartoon. Penelitian

  yang berupa tesis pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada ini dilakukan oleh Siti Maryam. Dalam penelitian ini, pragmatik digunakan sebagai tinjauannya karena satuan analisisnya berupa tuturan yang maknanya terikat konteks.

  Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Data wacana humor yang ditimbulkan oleh aspek-aspek pragmatik yang disimpangkan terbagi menjadi tiga aspek, meliputi: (1) penyimpangan prinsip kerja sama, (2) penyimpangan prinsip kesopanan, dan (3) penyimpangan parameter pragmatik.

  Sementara itu aspek-aspek kebahasaan yang dimanfaatkan oleh kartunis Mice dalam mengkreasikan wacana humornya meliputi (1) aspek fonologis, (2) ketaksaan, (3) metonimi, (4) hiponimi, (5) sinonimi, (6) antonimi, (7) eufemisme, (8) nama, (9) kata ulang, (10) pertalian kata dalam frasa, (11) pertalian elemen intraklausa, (12) pertalian antarklausa, dan (13) pertalian antarproposisi. diakses pada 27 Mei

  2015).

  Posisi penelitian yang akan penulis lakukan terhadap hasil penelitian ketiga dan keempat di atas, ada bedanya yakni hasil penelitian tersebut menggunakan analisis wacana, sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan menggunakan analisis wacana kritis. Objeknya juga berbeda, hasil pelitian ketiga objeknya adalah wacana humor dalam film, yang keempat objeknya wacana humor dalam komik, sedangkan objek penelitian yang akan penulis lakukan adalah wacana retorika dakwah. Hasil penelitian ketiga dan keempat tersebut yang sama-sama mengakji wacana humor tersebut, juga dapat dijadikan pembanding atau pertimbangan dalam melakukan analisis data penelitian yang akan penulis lakukan karena dalam wacana dakwah juga ada wacana humornya.

  Ketika membahas bahasa berdasarkan tata bunyi (fonologi), bentuk kata (morfologi), struktur kalimat (sintaksis) bahkan berdasarkan kandungan maknanya (semantik), seolah-olah kita menganggap bahasa itu merupakan sesuatu yang dapat kita pisah-pisahkan berdasarkan komponennya tanpa mempertimbangkan bahwa sebenarnya komponen-komponen itu merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan di dalam konteks pemakaiannya. Dalam kenyataannya bahasa itu digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi.

  Dengan demikian, bahasa tidak lagi dipandang sebagai alat komunikasi yang diperinci dalam bentuk bunyi, frasa, ataupun kalimatnya secara terpisah-pisah. Kita memakai bahasa dalam wujud kalimat yang saling berkaitan. Kalimat yang pertama menyebabkan timbulnya kalimat kedua, kalimat kedua menjadi acuan kalimat ketiga, kalimat ketiga mengacu kembali ke kalimat pertama, dan seterusnya. Rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain itu membentuk kesatuan yang dinamakan wacana. Agaknya jelas bahwa pembicaraan tentang wacana memerlukan pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat.

  Sampai saat ini batasan atau definisi wacana yang dikemukakan para ahli bahasa masih beragam.

  Antara definisi yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan-perbedaan karena sudut pandang yang digunakan pun berbeda. Namun, harus diakui pula bahwa di samping terdapat perbedaan terdapat juga teras-inti bersama atau persamaan-persamaan di antara definisi-definisi itu.

  Menurut Douglas dalam Mulyana (2005:3), istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang artinya berkata, berucap. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi wacana. Sinar (2008:5), berpendapat bahwa wacana merupakan unit bahasa yang lengkap dan tertinggi yang terdiri daripada deretan kata atau kalimat, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, yang dijadikan bahan analisis linguistik. Dalam linguistik, wacana dipahami sebagai satuan lingual (linguistic unit) yang berada di atas tataran kalimat (Baryadi 2002:2).

  Menurut Edmondson (1981:4), wacana adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku bahasa atau yang lainnya. Tampak di dalam definisi itu bahwa Edmondson menekankan adanya sifat keteraturan peristiwa yang dinyatakan dengan bahasa di dalam wacana. Lebih lanjut, ia membedakan antara wacana (discourse) dengan teks (text). Teks merupakan suatu rangkaian ungkapan bahasa yang terstruktur yang membentuk satu kesatuan. Berdasarkan batasan tersebut, secara ringkas dapat dikatakan bahwa perbedaan pokok antara teks dengan wacana adalah teks merupakan suatu rangkaian pernyataan bahasa yang terstruktur, sedangkan wacana merupakan suatu peristiwa yang terstruktur yang diungkapkan melalui bahasa.

  Sementara itu, Kridalaksana (1983:179) berpendapat bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Tampak pada definisi tersebut, hal yang dipentingkan di dalam wacana menurut Kridalaksana adalah keutuhan atau kelengkapan maknanya. Adapun bentuk konkretnya dapat berupa apa saja (kata, kalimat, paragraf, atau sebuah karangan yang utuh) yang penting makna, isi, dan amanatnya lengkap.

  Selanjutnya, James Deese (1984) sebagaimana dikutip oleh Tarigan (1987:25) menyatakan bahwa wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan, yaitu pengutaraan wacana itu.

  Berdasarkan batasan tersebut dapat diketahui bahwa sebuah wacana menurut Deese harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  a. merupakan seperangkat proposisi, yaitu konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi dari pembicara;

  b. isi komunikasi itu harus saling berhubungan, artinya antara proposisi yang satu dengan proposisi yang lain saling berkaitan; dan

  c. keterkaitan antarproposisi itu menghasilkan rasa kepaduan, baik kepaduan bentuk maupun kepaduan makna.

  Adapun Samsuri (1988:1), menyatakan bahwa wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan. Wacana mungkin bersifat transaksional, jika yang dipentingkan ialah isi komunikasi itu, tetapi mungkin bersifat interaksional, jika merupakan komunikasi timbal- balik. Wacana lisan transaksional mungkin berupa pidato, ceramah, tuturan, dakwah, dan deklamasi. Wacana lisan interaksional dapat berupa percakapan, debat, tanya jawab (di sidang pengadilan, di kantor polisi). Wacana tulisan transaksional mungkin berupa instruksi, iklan, surat, cerita, esai, makalah, tesis, dan sebagainya. Wacana tulisan interaksional mungkin berupa polemik, surat-menyurat antara dua orang, dan sebagainya.

  Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988:34) dinyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat itu; atau wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain sehingga membentuk satu kesatuan.

  Di dalam definisi tersebut unsur kesatuan hubungan antarkalimat dan keserasian makna merupakan ciri penting atau esensial di dalam wacana. Kesatuan hubungan antarkalimat dan keserasian makna tersebut harus didukung adanya hubungan proposisi, yaitu konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi dari suatu pembicaraan. Berdasarkan batasan tersebut, dapat diketahui bahwa satuan pembentuk wacana adalah rentetan kalimat yang saling berkaitan. Batasan demikian tentu membawa konsekuensi secara implisit, bahwa wacana seharusnya tidak berupa satuan bahasa di bawah kalimat, seperti klausa, frasa, atau kata; satu hal yang jelas berbeda dengan batasan yang diberikan oleh Kridalaksana (1983) sebab menurutnya wacana pun dapat berupa kata yang penting amanatnya lengkap.

  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang meliputi fonem, morfem, kata, klausa, kalimat dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis ini dapat berupa ucapan lisan dan dapat juga berupa tulisan, tetapi persyaratanya harus dalam satu rangkaian dan dibentuk oleh lebih dari sebuah kalimat.

  Selanjutnya, yang dimaksud analisis wacana disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam tindak komunikasi. Dalam praktiknya, analisis wacana merupakan aktivitas menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah tersebut berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari (Rani dkk., 2006:9).

  Dardjowidjojo dalam Mulyana (2005:1) menerangkan bahwa analisis wacana berkaitan dengan pemahaman tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa (verbal) dan bukan bahasa (nonverbal). Hal ini menunjukkan, bahwa untuk memahami wacana dengan baik dan tepat, diperlukan bekal pengetahuan kebahasaan, dan bukan kebahasaan (umum).

  Sebagai objek kajian dan penelitian kebahasaan, wacana dapat diteliti dari berbagai segi. Analisis wacana mengkaji wacana baik dari segi internal maupun eksternalnya. Dari segi internal, wacana dikaji dari jenis, struktur, dan hubungan bagian-bagian wacana; sedangkan dari segi eksternal, wacana dikaji dari segi keterkaitan wacana itu dengan pembicara, hal yang dibicarakan dan mitra bicara.

  Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis atau Critical Discourse Analysis (CDA). Menurut Jorgensen dan Louise (2007:114), CDA menyediakan teori dan metode yang bisa digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang berbeda. Menurut Titscher dkk.(2009:239), CDA mengonsepsikan bahasa sebagai suatu bentuk praktik sosial dan berusaha membuat umat manusia sadar akan pengaruh timbal-balik anatar bahasa dan struktur sosial yang biasanya tidak disadari.