Retorika Dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat

(1)

RETORIKA DAKWAH

K.H. MUCHAMMAD SYARIF HIDAYAT Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh :

LEIZA SIXMANSYAH NIM: 1110051000075

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435H/2014 M


(2)

(3)

(4)

ii

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 (satu) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini elah saya cantumkan sesuia dengan ketentuan yang berlaku di UIN Sayrif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 Maret 2014


(5)

iii ABSTRAK Nama : Leiza Sixmansyah

Judul : Retorika Dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat

Dakwah pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh umat Islam untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam. Berdakwah merupakan aktifitas lisan maupun tulisan yang dilakukan untuk mengajak seseorang ke jalan Allah SWT. Mengingat betapa pentingnya aktifitas dakwah, maka dakwah haruslah dilakukan dengan baik dan tepat sasaran. Hal tersebut harus diperhatikan oleh

seorang da’i agar penyampaian dakwah benar-benar sampai ke mad’u. Maka

dengan ilmu retorika dakwah akan bisa mengajak umat dalam kebaikan. K.H. Muchammad Syarif Hidayat dikenal sebagai da’i yang keras akan tetapi jika beliau berdakwah mampu membuat mad’u memperhatikan dakwah beliau. Sehingga saya tertarik untuk meneliti Retorika Dakwah K.H.Muchammad Syarif Hidayat karena beliau adalah seorang muballigh yang tidak mempelajari ilmu retorika sepenuhnya tetapi penerapan retorika beliau sesuai dengan kajian ilmu retorika dengan seni berbicara yang baik dan diselingi humor sehingga dapat menyampaikan isi pesan dakwahnya dengan baik.

Dalam pernyataan diatas timbulah beberapa pertanyaan, yaitu A. Bagaimana konsep dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat? B. Bagaimana penerapan retorika K.H. Muchammad Syarif Hidayat dalam berdakwah?

Dalam melakukan penelitian ini untuk memperoleh hasil yang objektif, maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Dengan menggunakan metodologi deskriptif analisis bahwa data yang dikumpulkan berupa kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dan yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dengan narasumber dan dokumentasi yang akan menafsirkan penulis.

Setelah mewawancarai K.H. Muchammad Syarif Hidayat bahwa beliau mengatakan retorika suatu cara atau suatu metode dan suatu taktik bagaimana seseorang bisa menyampaikan dakwah dan dakwahnya itu sampai dan ada visi dan misi dari dakwah itu sendiri, itu retorika. Sementara dakwah menurut K.H. Muchammad Syarif Hidayat garis besar artinya mengajak atau menyeru itu ada dalam surat an-nahl ayat 125. Berdakwah mengajak orang dalam kebaikan, mengajak orang taat kepada Allah. Dan penerapan yang digunakan beliau dalam dakwahnya itu materi yang sesuai dalam kondisi yang ada dimasyarakat tersebut dengan diselingi humor yang berkaitan dengan materi dakwah beliau, dan beliau mengakhiri dakwahnya dengan dzikir, shalawat dan do’a bersama.


(6)

vi

nikmat sehat, rejeki, dan sebagainya. Shalawat serta salam teriring kepada baginda Rasulullah SAW yang memiliki banyak jasa kepada umat manusia.

Dengan kesehatan dan kelancaran yang diberikan Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir atau skripsi ini dengan penuh kesabaran. Sehingga penulis diberikan kekuatan fisik, mental untuk menyelesaikannya, skripsi ini berjudul Retorika Dakwah K.H.Muchammad Syarif Hidayat.

Pada kesempatan yang baik ini pula, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan serta dorongan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr.Suparto. M.Ed, M.A, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Drs. Jumroni, M. Si, selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan, dan Dr. H. Sunandar, M.A selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Rachmat Baihaki, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Umi Musyarofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan skripsi.


(7)

vii

3. Drs. Wahidin Saputra, M.A selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan inspirasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pelayanan terhadap buku-buku untuk digunakan dalam penulisan skripsi ini.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Nasa Munasik dan Ibunda Siti Zubaedah. Terima kasih atas pengorbanan, dorongan semangat dan membiayai kuliah hingga usai, serta do’a yang terus dipanjatkan untuk penulis. Serta dukungan moril, materil

dan juga tenaga serta do’a dari kakakku Lukman Hakim, S.E, Evy Susilawati, Ian

Ardiansyah, dan Ahmad Riski Agus Setiawan, S.P.

7. K.H. Muchammad Syarif Hidayat yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan dukungan dan bimbingan khususnya data pribadi yang diberikan untuk dituliskan pada skripsi ini.

8. Orang tersayang Shakuntala Febrina, S.E yang telah memberikan semangat dan do’a terus menerus untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Terima kasih kawa-kawan Divisi Sepak Bola UIN Jakarta yang sudah turut mendo’akan saya dalam penulisan skripsi ini.

10. Seluruh teman-teman KPI C angkatan 2010, kelas yang berkesan dan menyimpan banyak kenangan didalamnya.


(8)

viii

Dengan berbagai macam kekurangan dalam penulisan penelitian ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis. Akhirnya tiada satu ucapan melainkan ucapan terima kasih penulis kepada suluruh para Dosen ang telah memberikan ilmunya semoga ilmu tersebut menjadi ilmu yang bermanfaat dan barokah.

Jakarta, 13 Maret 2014


(9)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metodologi Penelitian ... 6

F.Tinjauan Pustaka ... 9

G. Kerangka Konsep ... 11

H. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : LANDASAN TEORI RETORIKA DAKWAH A. Ruang Lingkup Retorika ... 14


(10)

ix

B. Ruang Lingkup Dakwah ... 21

1. Pengertian Dakwah ... 21

2. Unsur-Unsur Dakwah ... 23

a. Subjek Dakwah (da’i) ... 23

b. Objek Dakwah (mad’u) ... 24

c. Metode Dakwah ... 26

d. Tujuan Dakwah ... 27

e. Materi Dakwah ... 29

f. Media Dakwah ... 30

C. Bentuk-Bentuk Dakwah ... 31

BAB III :PROFIL K.H.MUCHAMMAD SYARIF HIDAYAT A. Riwayat Hidup K.H.Muchammad Syarif Hidayat Mundjih….. 33

1. Riwayat Hidup dan pendidikan ... 33

2. Aktifitas K.H.Muchammad Syarif Hidayat ... 34

BAB IV :ANALISIS RETORIKA DALAM PELAKSANAAN DAKWAH K.H. MUCHAMMAD SYARIF HIDAYAT A. Konsep Dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat ... 43


(11)

x

B. Penerapan Retorika Dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat 47

BAB V :PENUTUP

A. Kesimpulan ... 59 B. Saran-Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Retorika berasal dari bahasa Inggris Rethoric yang artinya “ilmu bicara”. Dalam perkembangannya, retorika disebut dengan seni berbicara dihadapan umum atau ucapan untuk menciptakan kesan yang diinginkan1.

Ditinjau dari segi bahasa “Da’wah” berarti: panggilan, ajakan atau seruan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il)nya adalah berarti: memanggil, menyeru atau mengajak (Da’a, Yad’u, Da’watan).2

Banyak sekali pengertian dakwah oleh para ahli dakwah, tapi pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah mengubah situasi dan kondisi yang apa adanya kepada situasi dan kondisi yang seharusnya seperti dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.

Oleh sebab itu, yang diinginkan dari dakwah adalah terjadinya perubahan kearah kehidupan yang lebih baik dan Islami. Sebagaimana Allah SWT berfirman seruan untuk menyebarluaskan Islam dan realisasi ajarannya adalah dakwah terdapat di Q.S. Ah-Nahl:125:

1

Ahmad Warson Munawir. Kamus al-Munawir. (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 406-407

2

Ahmad Warson Munawir. Kamus al-Munawir. (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 406-407


(13)

2

كَبر َ ٳ ۚ سْحأ يه ىتلٱب ْم ْل دج ۖ ةنسحْلٱ ة عْ ْلٱ ة ْكحل ٱب كِبر لْيبس ىلٳ ْدٱ َلض ْ ب ملْعأ ه

ْيدتْ ْلٱب ملعأ ه ۖهلْيبس ْ ع ۵۲۱

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang dapat petunjuk”.

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa retorika dakwah adalah kepandaian menyampaikan pesan ajaran Islam secara lisan guna terwujudnya situasi dan kondisi yang Islami.3

Seringkali retorika disamakan dengan public speaking, yaitu suatu bentuk komunikasi lisan yang disampaikan kelompok orang banyak. Tetapi sebenarnya retorika itu bukan sekedar berbicara dihadapan umum, melainkan suatu gabungan antara seni berbicara dan pengetahuan atau masalah tertentu untuk meyakinkan pihak orang banyak melalui pendekatan persuasive.4

Dalam bahasa Arab disebut Fannul Khitobah yaitu seni pidato atau berbicara.5 Seorang da’i akan diterima dakwah nya apabila da’i-da’i dapat memilih kata atau kalimat dalam berdakwah agar berstruktur dan rapih supaya masyarakat dapat mengerti saat mendengarkannya, akan tetapi tidak semua da’i mempunyai susunan kata yang baik saat berbicara. Oleh karena itu, retorika digunakan sebagai

3

Ahmad Yani, Bekal Menjadi Khatib dan Mubaligh, (Jakarta: Al-Qalam, 2005), hal.15

4

Jalaludin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya)

5

Busrah Lubis, Metodologi dan Retorika Dakwah: Petunjuk Praktis Khutbah dan Pidato, (Jakarta: PT. Tursina, 1999), hal.59


(14)

ilmu untuk memandu dan membimbing seorang da’i agar dapat merancang dan menampilkan kata dengan baik memiliki relevansi yang tinggi dan peran yang besar saat berdakwah.

Pesan dakwah terdengar monoton apabila hanya menggunakan bahasa-bahasa yang baku dalam penyampaian berdakwah, orang pun enggan karena terdengar membosankan dan susah untuk dipahami. Dakwah seharusnya disampaikan dengan metode yang menarik dan selalu membuat orang ingin mendengarkannya.

Menyampaikan dakwah dengan diwarnai oleh karakteristik berbicara yang memakai retorika yang sempurna, sehingga mampu mempengaruhi para pendengar

untuk mengikuti ajaran yang disampaikan. Kesemuanya ini menuntut agar para da’i

lebih arif dan bijaksana mengetahui siapa yang dihadapinya sehingga apa yang disampaikan dapat meningkatkan wawasan dan menyempurnakan akhlakul karimah.

Dari sekian banyak da’i-da’i yang mampu membuat mad’u terkesima akan gaya bicaranya yang khas saat menyampaikan materi dakwahnya, salah satunya adalah KH. Muchammad Syarif Hidayat dakwahnya beliau selalu diselingi oleh sedikit humoris dari setiap materi dakwah yang beliau sampaikan. Beliau adalah seorang tokoh alim ulama yang memiliki Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi yang meliputi berupa Majelis Dzikir di Pondok-Pinang dan Majelis Dzikir dan Sholawat di Parung.


(15)

4

KH. Muchammad Syarif Hidayat adalah sosok alim ulama yang cukup sukses dalam menyampaikan dakwahnya, khususnya di Majelis yang beliau pimpin dan baliau bina dan umumnya majelis-majelis lainnya. Dengan system penyampainnya. Dakwahnya yang selalu diselingi sedikit humoris, sehingga beliau dapat memberikan pemahaman yang mudah dipahami oleh mad’u (santri, ustadz, ustadzah, dan masyarakat sekitar).

Beliau adalah seorang figur yang selalu dapat dijadikan contoh oleh jamaahnya dalam hal bicaranya, beliau berbicara dengan nada yang lantang dan selalu sedikit berhumoris namun mudah dipahami.

Berdasarkan pertimbangan diatas dan alasan yang telah diuraikan, oleh sebab itulah penulis tetarik untuk membahas retorika dakwah yang digunakan KH. Muchammad Syarif Hidayat karena jam terbang beliau dalam dakwahnya yang sudah puluhan tahun. Maka dengan demikian skripsi ini penulis beri judul “Retorika Dakwah K.H. Muchammmad Syarif Hidayat”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Peneliti sangat menyadari aktifitas dakwah beliau sangan padat, oleh karena itu tidak mungkin semua data mengenai dakwah yang disampaikan saat berdakwah penulis cantumkan pada skripsi ini. Oleh sebab itu, peneliti hanya memfokuskan kepada retorika dakwah K.H. Muchammad


(16)

Syarif Hidayat dalam berdakwah dan melakukan penelitian pada bulan November 2013 sampai dengan Februari 2014. Pada tanggal 10 Januari 2014 pukul 19.45 (ba’da Isya) penulis melakukan pengamatan tentang retorika dakwah yang K.H. Muchammad Syarif Hidayat ketika beliau mengahadiri ceramah agama di malam 40 hari.

Pada tanggal 28 Desember 2013 pukul 18.40 (ba’da magrib) penulis melakukan pengamatan retorika dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat di Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi dan dilanjutkan solat Isya berjamaah.

Pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 07.00 penulis melakukan atau mengikuti acara rutin bulanan berupa Dzikir dan Shalawat bersama di daerah Jalan SMA Dwi Warna, Kel. Jabon/Pemagarsari Parung-Bogor (Yayasan Mejelis Dzikir dan Shalawat) yang dipimpin oleh KH. Muchammad Syarif Hidayat.

Pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 21:00 penulis melakukan pengamatan tentang retorika dakwah yang beliau lakukan di daerah Desa Kali suren, Bogor, Jawa-Barat.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut:


(17)

6

b. Bagaimana penerapan retorika K.H. Muchammad Syarif Hidayat dalam berdakwah?

C. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti ada tujuan di dalamnya, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana konsep dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat 2. Mengetahui bagaimana K.H. Muchammad Syarif Hidayat menerapkan

retorika dakwah dalam dakwahnya D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi pedakwah, yaitu bagaimana cara berdakwah yang tepat dan cara mengemas pesan yang disampaikan dengan cara retorika dakwah yang dilakukan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan tambahan bagi da’i-da’i untuk menyampaikan dakwahnya secara praktis dan mudah dipahami, agar dakwahnya dapat diterima oleh mad’u.

E. Metodologi Penelitian 1. Metodologi

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Untuk memperoleh data yang objektif dalam penelitian ini maka, penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu


(18)

metode yang memiliki beberapa langkah penerapan6. Dimana penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fenomena yang diteliti.

Bagdan dan Taylor dalam penelitian kualitatif mendefinisikan “metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data-data tertulis atau tulisan dari orang –orang dan perilaku yang diamati”.7

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam skripsi ini adalah K.H. Muchammad Syarif Hidayat dan objeknya adalah retorika pada dakwahnya.

3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi yaitu pengambilan data langsung melalui pengamatan, pencatatan sistematik dan fenomena-fenomena yang diselidiki langsung dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan8. Dalam teknik penelitian ini peneliti mengamati secara langsung dan mencatat fenomena-fenomena yang diselidiki. Dengan metode ini akan mengetahui langsung

6

Mastuhu, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, (Bandung: Pusjarlit dan Nuansa, 1998), Cet ke-1, hal. 45-47

7

Lexy J. Moeloeng. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung. PT. Remaja Rosyda Karya, 1993) cet ke-10, hal. 3

8

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet ke-1, hal. 186


(19)

8

kegiatan dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat melalui retorika dakwah yang beliau sampaikan.

1. Pada tanggal 28 Desember 2013 pukul 18.40 (ba’da magrib) penulis melakukan pengamatan retorika dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat di Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi dan dilanjutkan solat isya berjamaah.

2. Pada tanggal 10 Januari 2014 pukul 19.45 (ba’da isya) penulis melakukan pengamatan tentang retorika dakwah yang K.H. Muchammad Syarif Hidayat ketika beliau mengahadiri ceramah agama di malam 40 hari.

3. Pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 07.00 penulis melakukan atau mengikuti acara rutin bulanan berupa Dzikir dan Shalawat bersama di daerah Jalan SMA Dwi Warna, Kel. Jabon/Pemagarsari Parung-Bogor (Yayasan Mejelis Dzikir dan Shalawat) yang dipimpin oleh KH. Muchammad Syarif Hidayat.

4. Pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 21:00 penulis melakukan pengamatan tentang retorika dakwah yang beliau lakukan di daerah Desa Kali suren, Bogor, Jawa-Barat.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan pertanyaan-pertanyaan kepada


(20)

informan9. Penulis melakukan wawancara langsung dengan K.H. Muchammad Syarif Hidayat pada tanggal 21 Februari-23 Februari 2014 di daerah Jalan SMA Dwi Warna, Kel. Jabon/Pemagarsari Parung-Bogor (Yayasan Mejelis Dzikir dan Shalawat) yang dipimpin oleh KH. Muchammad Syarif Hidayat untuk mengetahui jawaban langsung tentang bagaimana konsep retorika dakwah yang beliau sampaikan. Wawancara ini juga bertujuan untuk melengkapi data, guna menjawab rumusan masalah.

c. Dokumentasi

Pengambilan data dengan cara foto-foto K.H. Muchammad Syarif Hidayat dan rekaman suara yang dilakukan oleh penulis pada saat berdakwah.

d. Analisis Data

Dalam analisis data penulis menganalisis dengan metode deskripsi analisis, yaitu berupa pengumpulan data dan penyusunan data, serta analisis penafsiran data tersebut.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa tinjauan pustaka dari Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah, diantaranya melihat beberapa penelitian lain yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu:

9


(21)

10

1. Retorika Dakwah Ustadzah Hj. Dedeh Rosyidah (Mamah Dedeh), oleh Wanti Sumanti Fakultas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, tahun 2007.

2. Penerapan Retorika Dakwah Ustadz Yusuf Mansyur, oleh Sulnah Safitri Fakultas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, tahun 2007.

Dalam penelitian sebelumnya memang membahas masalah retorika dakwah yang disampaikan. Walaupun mengandung kategori retorika dakwah namun cara penyampaian dari para mubaligh tersebut berbeda dalam retorika berdakwahnya.

Namun dari sekian banyak skripsi yang ada di perpustakaan fakultas dan perpustakaan utama, peneliti belum sama sekali menemukan skripsi retorika dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat. Perbedaan muballigh tersebut adalah seorang muballigh yang beredar di media elektronik (televisi) yang sudah pasti mendapatkan pendidikan tentang retorika, sehingga wajar banyak jama’ah yang hadir dikarenakan pengetahuan serta ketenarannya.

Sedangkan K.H. Muchammad Syarif Hidayat adalah seorang muballigh biasa yang tidak beredar di media manapun. Namun, penerapan retorika dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat tidak kalah menarik


(22)

dengan muballigh yang ada di media. Beliau tidak kalah banyak jamaahnya walaupun beliau tidak tampil di media.

Dalam hal ini alat yang digunakan dalam retorika beliau sangat baik, utnuk itu sebagai sumber utama penulis ingin mengetahui langsung kepada beliau aitu dengan cara mewawancarai beliau dan para santri dan jama’ah -jama’ah di yayasan yang dipimpin beliau, ini sebagai langkah awal yang penulis prioritaskan dalam peneltian ini.

Menarik bagi penulis untuk mengangkat menjadi suatu karya ilmiah. Selain itu yang penulis menganggap semua latar belakang objek yang diteliti maupun peneliti yakni sebagai peminat dakwah. Itulah hal yang menarik kemudian menginspirasi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul

“Retorika Dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat” sesuai latar

belakang penulis sebagai mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

G. Kerangka Konsep

Retorika Dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat Retorika Dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat

Teori Retorika menurut: 1. Jalaluddin Rakhmat 2. Gorys Keraf 3. Wahidin Saputra Teori Dakwah menurut:

1. K.H. M. Isa Anshari 2. M. Natsir 3. Ki M.A.


(23)

12

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan penelitian ini, penelitian laporan hasil terdiri dari 5 Bab, adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:

BAB I

Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II

Landasan Teori. berisikan definisi retorika dan definisi dakwah, istilah-istilah dakwah, bentuk-bentuk dakwah, tujuan dakwah, unsur/sistem dakwah.

Penerapan Retorika Dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat

Kesimpulan: penggunaan gaya retorika monolog, dimana hanya seorang yang berbicara, dalam model komunikasi ini biasanya terjadi dalam proses satu arah, yang biasa


(24)

BAB III

Gambaran umum tentang profil K.H. Muchammad Syarif Hidayat, riwayat hidup, pendidikan K.H. Muchammad Syarif Hidayat dan sejarah berdirinya Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-ayyubi.

BAB IV

Gambaran umum tentang konsep K.H. Muchammad Syarif Hidayat tentang retorika dan penerapan retorika dalam berdakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat.

BAB V

Penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran, serta dilengkapi daftar pustaka, serta lampiran-lampiran


(25)

14 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Ruang Lingkup Retorika 1. Pengertian Retorika

Retorika, sebagaimana menurut Aristoteles salah seorang tokoh filsuf Yunani Kuno, adalah the art of persuasion ( seni untuk mempengaruhi). Retorika merupakan ilmu kepandaian berpidato atau teknik dan seni berbicara didepan umum. Sementara Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya, modern rethoric, mendefinisikan retorika sebagai the art of using language effectivelly (seni penggunaan bahasa secara efektif). Jadi, retorika merupakan kegiatan untuk menarik perhatian orang lewat kepandaian berbicara, khususnya berbicara didepan umum1. Retorika adalah seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang secara langsung bertatap muka. Oleh karea itu, istilah retorika seringkali disamakan dengan istilah pidato atau ceramah.

Berbicara yang akan dapat meningkatkan kualitas eksistensi (keberadaan) di tengah-tengah orang lain, bukanlah sekedar berbicara, tetapi berbicara yang menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, manusia mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika2.

1

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah), hal. 171

2


(26)

Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa (lingustik), khususnya ilmu bina bicara (Sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bicara ini mencakup:

A. Monologika

Monologika adalah ilmu tentang seni berbicara secara monolog, dimana hanya seorang yang berbicara. Bentuk-bentuk yang tergolong dalam monologika adalah pidato, kata sambutan, kuliah, makalah, ceramah, dan deklamasi.

B. Dialogika

Dialogika adalha ilmu tentang seni berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, tanya jawab, perundingan, pecakapan dan debat.

C. Pembinaan Teknik Bicara

Efektivitas monologika dan dialogika tergantung juga pada teknik bicara. Teknik bicara merupakan syarat bagi retorika. Oleh karena itu pembinaan teknik bicara merupakan bagian yang penting dalam retorika. Dalam bagian


(27)

16

ini perhatian lebih diarahkan pada pembinaan tenik bernafas, etknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerita.3

Adapun istilah retorika menurut para ahli berpendapat, yaitu:

a. Jalaluddin Rakhmat, berpendapat bahwa retorika adalah pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam medan pikiran.4

b. Gorys Keraf, berpendapat bahwa retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis yang berdasarkan pada suatu pengetahuan yang tersususn baik.5

c. Wahidin Saputra, berpendapat bahwa retorika adalah ilmu yang memepelajari tentang bagaimana bertututr kata dihadapan orang lain dengan sistematis, logis, untuk memberikan pemahaman dan meyakinkan orang lain.6

3

P. Dori Wuwur Hendrikus, Retorika: Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi (Yogyakarta: Kanisius, 1991)

4

Jalaludin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya), hal. 5

5

MH. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era modern, (Jakarta: CV Firdaus, 1993), Cet ke-6, h. 10

6

Wahidin Saputra, Retorika Dakwah Lisan (Teknik Khitabah) (Buku Ajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 2


(28)

2. Tujuan dan Fungsi Retorika a. Tujuan Retorika

Retorika pada awalnya berkaitan dengan persuasi, sehingga retorika adalah seni penyusunan argumentasi dan pembuatan naskah pidato. Persuasi dapat diartikan sebagai metode komunikasi berupa ajakan, permohonan, atau bujukan yang lebih menyentuh emosi, yaitu aspek afeksi dari manusia.7

Sedangkan menurut Erwin P. Bettinghaus (1973), persuasi merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau perilaku orang melalui transmisi pesan.8 Meskipun demikian persuasi dapat dipahami bahwa selain mengajak atau membujuk khalayak dengan menggugah emosi, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara logis dengan menyentuh aspek kognitif individu, yaitu dengan menggugah khalayak berdasarkan kondisi dan situasi kepribadian khalayak.9

Secara massa retorika bertujuan sebagai berikut:

1. To inform, memeberikan penerangan dan pengertian kepada massa, guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan pengertian dengan sebaik-baiknya.

2. To Convise, meyakinkan dan menginsafkan

7

Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), cet-1, hal. 261

8

I Gusti Ngurah Oka, Op. Cit, hal. 63

9

Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), cet-1, hal. 263


(29)

18

3. To Inspire, menimbulkan inspirasi dengan teknik dan system penyampaian yang baik dan bijaksana.

4. To Intertain, menggembirakan, menghibur, atau menyenangkan, da memuaskan.

5. To Ectuate (to put into action), menggerakan dan mengarahkan mereka untuk bertindak menetralisir dan melaksakan ide yang telah dikomunikasikan oleh orator dihadapan massa.10

b. Fungsi Retorika

I gusti Ngurah Okta menjelaskan bahwa retorika adalah:

a. Menyediakan gambaran yang jelas tetang manusia terutama dalam hubungan kegiatan bertuturnya, termasuk ke dalam gambaran ini antara lain gambaran proses kejiwaan ketika ia terdorong untuk bertutur dan ketika ia mengidentifikasi pokok persoalan dan retorika bertutur ditampilkan.

b. Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahsa atau benda yang biasa diangkat menjadi topic tutur. Misalnya saja gambaran tentang hakikatnya, strukturnya, fungsi dan sebagainya.

c. Mengemukakan gambaran terperinci tentang masalah tutur misalnya dikemukakan gambaran tentang hakikatnya, strukturnya, bagian-bagiannya dan sebagainya.

10


(30)

Berdasarkan dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut di atas, disiapkan pula bimbingan tentang:

a. Cara-cara memilih topik

b. Cara-cara memandang dan menganalisa topik tutur untuk menentukan sasaran ulasan yang persuasive dan edukatif.

c. Penulisan jenis tutur yang disesuaikan dan tujuan yang hendak dicapai. d. Pemilihan materi bahasa serta penyusunan menjadi kalimat-kalimat yang padat, utuh, dan bervariasi. Pemilihan gaya bahasa dan tutur dalam penampilan bertutur kata.11

3. Lima Hukum retorika

Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, memperoleh lima tahap penyusunan pidato: terkenal sebagai Lima Hukum Retorika (The five Canons of Rhetoric). Lima Hukum tersebut adalah:

1. Invention (penemuan bahan). Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Bagi Aristoteles, retorika tidak lain daripada “kemampuan untuk menentukan, dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu, metode persuasi yang ada”. Dalam tahap ini pembicara merumuskan tujuan dan khalayak.

11


(31)

20

Aristoteles menyebutkan tiga cara untuk mempengaruhi manusia. Pertama, anda harus sanggup menunjukan kepada khalayak bahwa anda memiliki pengetahuan luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat (ethos). Kedua, anda harus menyentuh hati khalayak: perasaan, emosi, harapan, kebencian, dan kasih saying mereka (pathos). Ketiga, anda meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti, disini anda mendekati khalayak lewat otaknya (logos).

2. Dispositio (penyusunan bahan/materi ) . Pada tahap ini, pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan. Pesan harus dibagi ke dalam bebrapa bagian yang berkaitan secara logis. Seperti: pendahuluan, pembahasan, dan penutup.

3. Elocutio (gaya/pemilihan bahasa yang indah). Pada tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk “mengemas” pesannya. Gunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat diterima; pilih kata-kata yang yang jelas dan langsung, sampaikan kalimat yang indah dan mulia dan sesuaikan bahasa dengan pesan, khalayak dan pembicara.

4. Memoria (mengingat materi). Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikannya, dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya.


(32)

5. Pronountiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Disini, acting sangat berperan. Pembicara harus memeperhatikan olah suara (vocis) dan gerakan-gerakan anggota badan (gestus moderatio cum venustate).12

B. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah

Dakwah merupakan suatu profesi, dimana profesi itu mengharuskan untuk mempunyai skill, planning dan manajemen yang handal. Kegiatan dakwah sendiri sering dipahami sebagai kegiatan yang menyerukan atau mengajak umat islam untuk mencari atau memeberikan solusi terhadap masalah dalam hidup.

Pengertian dakwah. Dakwah berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti menyeru, memanggil. Orang yang berdakwah disebut da’i, da’i (orang yang berdakwah) disebut Mubaligh (yang menyampaikan).13

Pengertian dakwah menurut istilah ada beberapa pendapat antara lain:

1. Pendapat K.H. M. Isa Anshari, dakwah yaitu meyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan memepercayai keyakinan dan hidup Islam.

12

Jalaludin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya)

13

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hal. 25-26


(33)

22

2. Pendapat M. Natsir, memebedakan pengertian antara dakwah dan risalah. Risalah dipikulkan kepada Rasulullah Muhammad SAW untuk menyampaikan wahyu yang telah diterimanya kepada seluruh umat manusia. Sedangkan dakwah adalah tugas para mubaligh, yaitu memepertemukan fitrah manusia dengan wahyu Ilahi,

3. Pendapat Ki M.A. Mahfoeld, dakwah yaitu panggilan yang tujuannya untuk membangkitkan keinsyafan seseorang agar kembali ke jalan Allah SWT yang sifatnya adalah ekspansif, memperbesar jumlah orang yang berada di jalan Allah SWT.

Pengertian dakwah dibedakan dengan beberapa kata yang bersaudara yaitu ta’lim, dzkir, dan tashwir. Ta’lim artinya mengajar, tujuannya untuk menambah pengetahuan yang diajar. Tadzkir artinya mengingatkan, tujuannya untuk memperbaiki kelupaan orang kepada sesuatu yang harus selalu diingat. Sedangkan tashwir artinya melukiskan sesuatu pada alam pikiran orang, tujuannya untuk membangkitkan pengertian akan sesuatu yang digambarkan.

4. Pendapat Prof. Toha Jahja Omar MA, dakwah yaitu mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.


(34)

5. Pendapat A. Hasjmy, dakwah yaitu mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syariah Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pedakwah itu sendiri.14

Dari beberapa pengertian dakwah diatas, maka dapat disimpulkan dakwah itu menyampaikan dan memanggil serta mengajak manusia ke jalan Allah SWT, untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dalam mencapai kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, sesuai dengan tuntutan dan contoh Rasulullah SAW.

2. Unsur-Unsur Dakwah a. Subjek Dakwah (Da’i)

Da’i secara epistimologis berasal dari bahasa Arab, bentuk isim fail (kata menunjukan pelaku) dan asal kata dakwah artinya orang yang rs melakukan dakwah, atau dapat diartikan sebagai orang yang menyampaikan pesan dakwah kepada orang lain (mad’u).15

Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap muslim yang mukallaf (dewasa) secara otomatis dapat berperan sebagai da’i/mubaligh (komunikator) yang mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada seluruh umat manusia.16

14

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hal. 3

15

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada), hal.261

16


(35)

24

Adapun syarat atau kemampuan yang harus dimiliki seorang da’i adalah: a) Memiliki pemahaman agama Islam secara tepat dan benar b) Memiliki pemahaman hakekat gerakan dan tujuan dakwah c) Memiliki akhlakul karimah

d) Mengetahui perkembangan pengetahuan yang relatif luas e) Mencintai audiens atau mad’u dengan luas

f) Mengenal kondisi dengan baik.17

Setiap muslim yang hendak menyampaikan dakwah, khususnya da’i seyogianya memilki kepribadian yang baik untuk menunjang keberhasilan dakwah, baik kepribadian yang bersifat rohaniah (psikologis) atau kepribadian yang bersifat jasmaniah (fisik).18

b. Objek Dakwah(Mad’u)

Secara etimologi kata mad’udari bahasa Arab, diambil dari bentuk ismmaf’ul (kata yang menunjukan objek atau sasaran). Menurut terminologi mad’u adalah orang atau kelompok yang lazim disebut dengan jama’ah yang sedang menuntut ajaran agama dari seorang da’i.19

Dengan klasifikasi penerimaan dakwah, maka dakwah lebih terarah karena disampaikan secara serampangan tetapi mengarah kepada profesionalisme. Maka

17

Abdul Munir Mulkham, Idiologi Gerakan Dakwah,(Yogyakarta: Sipress, 1996), h.237-239

18

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada), hal.262

19


(36)

mad’u sebagai sasaran atau objek dakwah akan dengan mudah menerima pesan-pesan dakwah yang disampaikan oleh subjek (da’i) saat berdakwah.20

Sehubungan dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat, jika dilihat dari aspek kehidupan psikologis, maka pelaksanaan program kegiatan dakwah, sasaran dakwahnya terbagi menjadi:

a. Saran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat di daerah marginal dan kota besar. b. Sasaran berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi

struktur kelembagaan berupa masyarakat pemerintah dan keluarga. c. Sasaran yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi social

budaya berupa gologan priyayi, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat dalam masyarakat Jawa.

d. Sasaran yang berhubungan degan golongan dilihat dari sgi tingkat usia berupa gologan anak-anak, remaja dan orang tua.

e. Sasaran yang menyangkut golongan dilihat dari segi tingkat hidupp social ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin. f. Sasaran yang menyangkut gologan masyarakat dilihat dari pekerjaan

berupa gologan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri, dan sebagainya.

20

Samsul Munir Amin, rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, (Jakarta: AMZAH, Januari 2008), hal. 28-29


(37)

26

g. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari jenis kelamin berupa golongan pria, wanita, dan sebagainya.21

c. Metode Dakwah

Metode berasal dari bahasa Jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani, metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut thariq. Metode yaitu cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya).22

Metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah.23Adapun dalam metode dalam melaksanakan dakwah tercantum dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125, yang menunjukan bahwa metode dakwah itu ada 3 cara, yaitu:

1. Al-Hikmah

2. Al-mauidzatil Hasanah

3. Al-Mujadalah Allati Hiya Ahsan.24

Menurut Prof. Toha Jahja Omar MA, al-hikmah artinya meletakan sesuatu pada tempatnya dan kitalah yang harus berfikir, berusaha menyusun dan mengatur

21

Muzayin Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara)

22

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hal. 35

23

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Ciputat: Logos, 1997), hal. 34

24

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hal. 36


(38)

cara-cara dengan menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan.25

Al-Mauidzatil Hasanah yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.26

Al-Mujadalah Allati Hiya Ahsan adalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.27

d. Tujuan Dakwah

Nilai idealis atau cita-cita mulia yang hendak dicapai dalam aktifitas dakwah adalah tujuan dakwah. Tujuan dakwah, haus diketahui oleh setiap juru dakwah atau da’i. Karena seseorang yang melakukan aktifitas dakwah pada dasarnya harus mengetahui tujuan apa yang dilakukannya itu. Tanpa mengetahui tujuan dari aktivitas dakwah tersebut, maka dakwah tidak mempunyai makna apa-apa.28

25

Ibid, hal. 36

26

Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta dan Prenada Media Kencana), hal. 34

27

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada), hal.255 28


(39)

28

Secara umum tujuan dakwah adalah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah SWT. Adapun tujuan dakwah dibedakan dalam dua macam tujuan, yaitu:

1. Tujuan Umum Dakwah (Mayor Objektive). Tujuan umum dakwah merupakan suatu yang hendak dicapai dalam seluruh aktivitas dakwah. Ini berarti bertujuan dakwah yang masih bersifat umum dan utama, dimana seluruh gerak langkahnya proses dakwah harus ditujukan dan diarahkan kepadanya.

2. Tujuan Khusus Dakwah (Minor Objektive). Tujuan ini merupakan perumusan tujuan dan penjabaran dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat jelas dan diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara apa, bagaimana dan sebagainya secara terperinci.29

e. Materi Dakwah

Materi dakwah (Maddah Ad-Da’wah) adalah pesan-pesan dakwah Islam atau segala sesuatu yang harus disampaikan subjek kepada objek dakwah yaitu keseluruhan ajaran Islam yang ada di dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasul-Nya.30

29

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal.51-53

30


(40)

Secara konseptual materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Namun pada dasarnya secara global materi dakwah ada tiga pokok, yaitu:

1. Masalah keimanan (aqidah) 2. Masalah keIslaman (syariat)

3. Masalaha budi pekerti (akhlakul karimah).31

Pada dasarnya materi dakwah dapat disesuaikan ketika seorang da’i

menyampaikan materi dakwahnya kepada mad’u. Pokok-pokok materi dakwah yang

disampaikan, juga harus melihat situasi dan kondisi mad’u sebagai penerima dakwah. Dengan demikian materi dakwah yang berisi pesan-pesan dakwah dapat diterima dengan baik oleh penerima dakwah.

f. Media Dakwah

Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang (metrial), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya.32

Seorang da’i atau juru dakwah dalam menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia tidak akan lepas dari sarana atau media. Kepandaian untuk memilih media atau sarana yang tepat merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah.

31

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah), hal. 89

32


(41)

30

Terlebih dalam mengantisipasi perkembangan zaman saat ini dimana ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat yang ditandai dengan kemajuan kecanggihan teknologi. Ketertinggalan umat Islam dan ketertutupan dari dunia luar, sedikit banyak menjadi salah satu penyebab ketidak berhasilan dakwah.33

Adapun yang yang dimaksud dengan media dakwah, adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima dakwah. Pada zaman modern seperti sekarang ini, seperti televisi, video, kaset rekaman, majalah, dan surat kabar. Oleh karena itu seorang mubaligh hendaknya dapat memanfatkan berbagai media tersebut untuk melaksanakan kegiatan dakwahnya.34

3. Bentuk-Bentuk Dakwah

Secara umum dakwah Islam itu dapat dikategorikan kedalam tiga macam bentuk, yaitu:

1. Dakwah bi Al-Lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang dilakukan antara lain dengan ceramah-ceramah, khutbah, diskusi, nasihat, dan lain-lain. Metode ceramah ini tampaknya sudah sering dilakukan oleh para juru dakwah, baik ceramah di majelis taklim, khutbah Jum’at di masjid-masjid atau ceramah-cerama pengajian. 2. Dakwah bi Al-Hal yaitu dakwah dengan perbuatan nyata yang

meliputi keteladanan. Misalnya dengan tindakan amal karya nyata

33

Nurul Badruttaman, Dakwah kalaboratif Tarmizi Taher, hal. 157

34


(42)

yang dari karya nyata tersebut hasilnya dapat dirasakan secara konkret oleh masyarakat sebagai objek dakwah.

3. Dakwah bi Al-Qalam yaitu dakwah melalui tulisan yang dilakukan oleh keahlian menulis di surat kabar, majalah, buku, maupun internet. Jangkauan yang dapat dicapai oleh dakwah bi Al-qalam ini lebih luas dari pada melalui media lisan, demikian pula dengan metode yang digunakan tidak membutuhkan waktu secara khusus untuk kegiatannya, kapan saja mad’u dapat menikmati sajian dakwah bi Al-qalam ini.35

Sementara menurut M. Masyhur Amin, membagi dakwah Islam ke dalam tiga macam bentuk dakwah, yaitu:

1. Dakwah bi al-lisan al-maqal, seperti yang selama ini dipahami, melalui pengajian, kelompok majlis taklim, dimana ajaran Islam disampaikan oleh da’i secara langsung. Biasanya dakwah yang demikian ini dikaitkan dengan perayaan hari-hari besar Islam, seperti maulid Nabi Muhammad SAW, Nuzulul Qur’an, Isra Mi’raj, kultum menjelang shalat terawih dan sebagainya.

2. Dakwah bi al-lisan al-hal, melalui proyek-proyek pengembangan masyarakat atau pengabdian masyarakat.

35


(43)

32

3. Dakwah melalui social reconstruction, yang bersifat multidimensional. Contoh dakwah ini dakwah Rasulullah SAW, yang membangu kembali masyarakat Arab, dari masyarakat jahiliyah (syirik, diskriminatif, perbudakan, permusuhan dan kedzaliman) menjadi masyarakat yang Islami (tauhid, egalitarian, merdeka, persaudaraan dan adil).36

36

M. Masyhur Amin, Dinamika Islam Sejarah Transformasi dan Kebangkitan, (Yogyakarta: LKPSM, 1995), hal. 187-188


(44)

33

A. Riwayat Hidup dan Riwayat Pendidikan

1. Riwayat Hidup dan Pendidikan K.H. Muchammad Syarif Hidayat

K.H. Muchammad Syarif Hidayat adalah sosok pribadi yang kental dengan jiwa sosial dan agamis. Lahir di Jakarta 14 Desember 1966, akrab disapa dengan Kyai Jenggot Naga. Beliau sarat dengan bimbingan dan tempaan dari para guru dan tokoh. Tempaan dari para guru di dunia pendidikan.

Sudah mulai merintis aktivitas dakwahnya sejak muda beliau, ketika beliau aktif di kegiatan organisasi Pramuka. Kemudian beliau bersama para sahabatnya mendirikan majelis taklim pemuda yang diberi nama “ Shalahuddin

Al-Ayyubi” didaerah Pondok Pinang.

Nama inilah yang kemudian bertransformasi menjadi “Lembaga Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi”. Dan kemudian hari menjadi Yayasan Shalahuddin Al-Ayyubi yang cukup dikenal bukan hanya di sekitar Jakarta, namun merambah ke daerah-daerah dengan program-programnya yang handal.

Aktifitas sehari-hari beliau adalah mengajar umat. Mengenalkan umat kepada kebesaran Allah SWT. Tak jarang harus masuk keluar kampung yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Dengan pakaian seorang “Super coach”, Ustad, Kyai, Pembimbing umroh dan haji, beliau menyampaikan materi dakwahnya dengan lugas dan jelas sehingga mudah dipahami.


(45)

34

Di saat beliau duduk di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Huda beliau tidak pernah mendapat melupakan bimbingan dan tempaan dari guru-gurunya. Ketika beliau mengecap pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Pondok Pinang (Mts.N 3) dan melanjutan ke bangku Madrasah Aliyah Negeri 3 Ciputat, beliau juga banyak mendapat bimbingan dan perhatian yang begitu dahsyat dari guru-gurunya. K.H. Muchammad Syarif Hidayat juga melanjutkan ke perguruan tinggi tepatnya di STIT Muslim Asia Afrika.1

Didunia Pramuka beliau sering disapa dengan sebutan Komar (sebutan ini dimulai oleh Almarhumah Ibu Siti Hartinah Soeharto) saat kegiatan Jambore Nasional tahun 1986 dan di dunia Dakwah beliau dikenal dengan sebutan “K.H. Jenggot Naga” umat memanggil itu atas candaan seorang Habib yang sambil bercanda berkata selamat datang Kiyai Syarif Hidayat, Kiyai Naga, Naga berjenggot. Lalu umat suka menyebut dengan sebutan “K.H. Jenggot Naga” buat beliau apalah arti sebuah nama yang terpenting adalah bisa selalu dekat dengan umat.2

2. Aktifitas K.H. Muchammad Syarif Hidayat

Aktifitas yang pernah beliau jabat baik bidang umum, sosial, dan agama:

1. Pimpinan Dewan Saka Bhayangkara Ranting Ciputat tahun 1988

1

Wawancara pribadi dengan K.H. Muchammad Syarif Hidayat (Pimpinan Yayasan Studi Islam Al-ayyubi) pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 23:04 di Jalan SMA Dwi Warna Kel. Jabon/pemagarsari. Bogor.

2


(46)

2. Pimpinan dewan Saka Bhayangkara Daerah DKI Jakarta tahun 1990

3. Pimpinan forum Silahturahim Saka Bhayangkara Nasional, berpusat kegiatan di Mabes Polri tahun 1991

4. Wakil ketua FUMAWI (Forum Ulama dan Mubaligh Ahlus-Sunnah Waljamaah Indonesia) pimpinan habib Idrus Jamalulail tahun 1993

5. Ketua Ikatan Kiyai dan mubaligh Ahlus-Sunnah Waljamaah Jakarta (IKMAL) tahun 1997

6. Ketua 3 bidang Pemuda dan Syuban, Jam’iyyah Syeikh Yusuf Banten (JSYB) pimpinan Abah KH. Andi Arwansyah Manggabarani tahun 2004

7. Penasihat Majelis Syifaa’ul Qolbi Jabodetabek. Pimpinan Utsd. Darojiat Tamaani tahun 2012

8. Majelis Syuro Manhaajus Sholihien, pimpinan Utsdz. Sholeh Mahmud (Solmet) tahun 2013

9. Penasihat Majelis dakwah Islamiyah Haram Asyarif dan Majelis Tabligh Wa Tasyakur, pimpinan Ustd. Maulana Bashil Arsalan tahun 2013

10. Majelis Pertimbangan cabang Jakarta Selatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sejak tahun 1994

11. Ketua Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi sejak tahun 2013.3

3


(47)

36

Selain aktifitas beliau yang tertera diatas, beliau juga dipercaya untuk menyampaikan dakwahnya, aktifitas diantaranya tempat beliau menghadiri ceramah adalah:

a. Khotib Jum’at di berbagai masjid antara lain: Masjid al-kautsar POLDA METRO JAYA, Masjid Giant Points Square, Masjid At-Taqwa Bintaro, Masjid Indovision Jakarta Barat.

b. Juru Dakwah di berbagai daerah sesuai undangan

c. Instansi yang tergolong sering mengundang beliau antara lain: Bank BNI Pusat, Bank BTN Ciputat, Cikokol dan Bekasi, Masjid di Kantor Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan, Komunitas Thejak Mania, kantor SuDin Kesehatan Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Kecamatan Pesanggrahan, kantor Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

d. Dan juga diberbagai sekolah-sekolah yang selalu rutin mengundang beliau dari tingkat SD, SMP, SMA/SMK/ALIYAH.4

Prinsip hidup beliau dalam dunia taklim. Jika ada 100 atau 10 orang taklim 1 nya itulah saya. Dalam memandang harta dunia jangan ikut memperebutkan yang orang banyak rebutkan niscaya hidupmu akan tenang.

Dalam beribadah jangkan kalah, seri saja aku tak suka. Dalam beramal sholeh, tak perlu beramal hanya karena itu masjid kita, sekolah kita, atau keluarga dan

4


(48)

saudara kita tetapi beramalah atas nama kepentingan umat demi kejayaan Islam dan muslimin.

3. Sejarah Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi

Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al Ayyubi (YSI-SAA) berdiri tanggal 12 Desember 1989. Selain itu, ada beberapa tokoh yang ikut mendirikan YSI-SAA diantara yaitu H. Taufik, H. Yusuf, H. Saluyo, dan H. Kocop. Dulu hanya pengajian remaja biasa, kemudian era tahun 90-an berubah menjadi Lembaga Studi Islam (LSI), maka pada tahun 1995 berganti menjadi sebuah yayasan.5

Mulai tahun itulah Harlah Yayasan mulai diperangati oleh kegiatan muktamar, muker atau tabligh akbar dsb. Sedangkan pengajiannya inti yang didalamnya kegiatan dzikir, materi, muhasabah dzb. Mulai dirintis setiap selasa malam hingga sekarang. Jamaahnya pun semakin bertambah dari berbagai lapisanmasyarakat dan wilayah. Sedangkan nama Shalahuddin Al Ayyubi diambil dari nama seorang panglima perang yang pemberani dalam memperebutkan kota suci Yerussalem dan beliau juga pencetus maulid Nabi Muhammad SAW. Semangat dan perjuangan Shalahuddin Al Ayyubi inilah yang kami ingin contoh dalam membela dan memajukan agama Islam

Sejarah Yayasan Studi Islam tersebut berisi tentang pengajian remaja Islam yang bermula hanya wadah silahturahimanggota gerakan Pramuka GuDep 7329-7330

5


(49)

38

yang berpangkalan di MTs.N 3 Pondok Pinang. Didirikan sejak tahun 1983 kegiatan berjalan seiring berjalannya waktu anggota terus bertambah. Pelopor, yaitu K.H. Muchammad Syarif Hidayat, Syarif Hidayatullah dan Ahmad Zamroni.

Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi pada bulan Desember tahun 2004, didirikan dengan akte Notaris Ibu Yetti Taher hal tersebut atas inisiatif K.H. Much Syarif Hidayat Mundjih dan didukung oleh beberapa tokoh seperti Bapak taufik Kerta Sunjaya, H. Yusuf Asmawi, Asmawi Arsyad, dll. Namun, karena kesibukannya masing-masing maka yayasan ini secara kegiatan pendidikan, dakwah dan social terus berjalan sangat konsistensi tapi secara kontrol manajemen agak stagnan.

Maka pada tahun 2011, yayasan studi Islam dalam rapat pengurus memutuskan untuk memeperbaharui surat akte notarisnya. Hal yang dimaksudkanmenyesuaikan dengan undang-undang keormasan terbaru. Dan secara kebetulan anggota yayasan adalah seorang notaries yakni, Ibu Hestiyani Hassan, SH, Mkn maka dilakukan pengesahan pada tanggal 2 Mei 2011. Sehingga tercantumlah di Departemen Kehakiman RI akta pendirian Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi (YSI-SAA) tanggal: 02 Mei 2011 Nomor: 01. Yayasan Studi islam Shalahuddin Al-Ayyubi Jakarta beralamatkan di Jalan H. Eman II Pondok Pinang Keb. Lama Jakarta Selatan. Sedangkan Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi di Parung beralamatkan di Desa Pamagarsari, Jalan SMA Dwiwarna Parung.


(50)

Aktifitas Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi adalah:

1. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pendidikan dan majelis taklim meliputi: taman pendidikan Al-qur’an, majelis taklim remaja putra-putri, majelis taklim kaum bapak, majelis kuliah duha kaum ibu.

2. Pemberian satunan meliputi: santunan dhuafa, santunan manula, santunan anak-anak yatim piatu dan janda, santunan pendidikan bagi dhuafa dan yatim. 3. Pelatihan dan Motivasi. Yayasan membentuk wadah sebagai berikut:

Shalahuddin Training Center , Majelis Dakwah Islamiyah Harra M Asy Syarif, mengadakan kegiatan pelatihan ke sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga menengah atas dan perkantoran.

4. Menyelenggarakan kegiatan tabligh akbar ke daerah atau lokasi minus yang membutuhkan siraman rohani dengan mengahdirkan mubaligh secara gratis dan cuma-Cuma dan disertai pemberian sembako bagi warga yang tidak mampu.

5. Program yayasan peduli tanggap-tanggap kifayah. Menyelenggarakan kegiatan pengurusan jenazah hingga malam takziyah dan tahlil.

6. Program yayasan peduli kemaslahatan umat. Yayasan dengan berbagai cara yang halal menampung dana umat untuk kemudian membantu sekolah-sekolah Islam yang keadaannya memprihatinkan atau pasca musibah atau


(51)

40

masjid dan mushola yang tidak terawatt karena keterbatasan dana dan pengurus.6

Struktur KepengurusanYayasan Studi Islam Al-Ayyubi (YSI-SAA):

 Pembina : KH. Muchammad Syarif Hidayat

 Dewan pertimbangan Yayasan : Menius Arifin, SE Ahmad Cecep Kurniawan, SE Burhanuddin Salim, SE, Agus Rahman Hakim, SE dan Suharyanto Aries

 Ketua umum : Riki Abbas Al-Munawar

 Wakil : Hermawan

 Sekretaris : Moch. Deni Darmawan, HM. S. Sos

 Bendahara : Jamaluddin Yusuf Al-Anshory.7

Bidang-Bidang Yayasan Studi Islam Shalahuddin Al-Ayyubi (YSI-SAA):

 Bidang I (Publikasi, Humas dan Dokumentasi)

 Ketua : Ghozali

 Bidang II (kewirausahaan)

 Ketua : Rangga Ryantoro

 Bidang III (BAZIS)

 Ketua : M. Syafi’i

6

http://ysi-saa.blogspot.com/dikutip tanggal 16 januari 2014 jam 17.00 7


(52)

 Bidang IV (Pendidikan dan pelatihan)

 Ketua : Andi Munir, S. Pdi.8

Sedangkan lembaga yang dibawah naungan YSI-SAA adalah : 1. Shalahuddin Al-Ayyubi Training Center (SAATC-254)

Suatu training dakwah dalam upaya menyadarkan umat untuk menemukan jadi dirinya agar labih baik lagi. Sudah 13 tempat yang sudah diadakan dan 1850 yang sudah di training dari berbagai peserta yaitu sekolah, majlis ta’lim, organisasi, LSM dsb. Training ini dipimpin oleh Didik Ariyadi, S Pd dan dibantu oleh para trainer yang direkrut dari YSI-SAA. Untuk info lebih lengkap, pembaca bisa membuka website kami di http://saatc-254.blogspot.com.

2. Majlis Dakwah Islamiyah Haram Asy-Syarief (MDI-Haram Asy-Syarief)

Sebuah lembaga dakwah untuk menciptakan da’i-dai yang siap untuk terjun ke masyarakat atau ke pelosok desa dalam rangka menyeru ke jalan Allah, mencegah kemungkaran serta memberikan pemahaman tentang agama Islam yang benar agar terhindar dari berbagai macam aliran sesat.

Majlis dakwah ini juga membuka pendaftaran bagi siapa saja yang ingin bergabung mengembangkan diri untuk menjadi seorang da’i. Jadi sebelum berdakwah ke masyarakat, para calon da’i akan diberikan pembekalan dasar hingga mencapai

8


(53)

42

tingkat kelas tertentu. Alhamdulillah semau itu sudah diprogram dan berjalan dengan baik. Majlis ini diketuai oleh Ust. Hamdani.

3. Majlis El-Usrotun Sakiinah

Majlis ta’lim ini diperuntukkan bagi anggota yayasan yang sudah berkeluarga. Majlis ini merupakan perekat tali silaturahmi agar menambah kehangatan di yayasan terus berlansung. Pengajian ini biasanya menitikberatkan kepada permasalahan seputar keluarga, seperti bagaimana membangun keluarga sakinah, pendidikan anak dalam Islam, menjadi orang tua yang baik dsb. Pengajian ini akan di isi oleh guru kita KH. Muchammad Syarif Hidayat dan agendanya setiap seminggu sekali. Majsli ini di pimpin oleh Ust. Hamidun.

Adapun majlis yang saat ini sudah berkembang dan dan mengalami peningkatan yaitu kegiatan pengajian TPA Shalabi, dan majlis dzikir Syarif Hidayatulloh. Kegiatan itu dibawah Bidang IV diklat. Santri Shalabi saat ini sebanyak 50 orang sedangkan anggota majlis dzikir dari berbagai lapisan masyarakat. Saat ini masjlis dzikir sudah mempunyai tingkatan anggota, setiap anggota mempunyai kitab dzikir sesuai dengan tingkatannya


(54)

43

K.H. MUCHAMMAD SYARIF HIDAYAT

A. Konsep Dakwah menurut K.H. Muchammad Syarif Hidayat

Dakwah adalah ajakan, seruan kepada umat muslim dalam mengajak suatu kebaikan, pada hakikatnya dakwah Islam merupakan usaha untuk mengaktualisasikan nilai iman dalam suatu kegiatan yang dilakukan. Nilai-nilai iman itu adalah berfikir, bersikap dan bertingkah laku, jika nilai-nilai tersebut sudah digunakan maka suatu system kegiatan manusia di masyarakat akan teratur.

Dakwah secara garis besar artinya mengajak atau menyeru. Berdakwah mengajak orang dalam kebaikan, mengajak orang taat kepada Allah. Kalo ngajak orangke partai itu bukan berdakwah tetapikampanye. Dakwah itu Illal Khairi dan Fllasabili Rabbika. Dan setiap muslim mempunyai kewajiban dakwah kepada muslim lainnya yang sesuai dengan Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori dari sahabat Abdullah Ibn Umar r.a “ sampaikanlah dari-Ku walau Cuma satu ayat”.1

Untuk itu dalam penyampaian dakwahnya seorang da’i harus mempunyai metode dalam berdakwah agar dakwah yang disampaikan sukses dalam penyampaiannya.

1

Wawancara pribadi dengan K.H. Muchammad Syarif Hidayat (pimpinan Yayasan Studi Islam Al-ayyubi) pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 23:04 di Jalan SMA Dwi Warna Kel. Jabon/Pemagarsari. Bogor.


(55)

44

Dakwah yang disampaikan oleh K.H. Muchammmad Syarif Hidayat memiliki konsep, metode, taktik serta cara mengajak orang dalam kebaikan, mengajak orang taat kepada Allah. Beliau seringkali menyampaikan dakwahnya dengan vocal yang cukup keras, serta diselingi dengan humor yang berkaitan dengan materi yang

disampaikan sehingga mad’u tidak merasa bingung dan tidakmerasa bosan tentang

dakwah beliau.

Dakwah tidak hanya dilakukan secara lisan saja, akan tetapi diterapkan dengan praktek dalam kehidupan sehari-hari yang mempunyai nilai ajakan dalam kebaikan kepada orang lain agar masyarakat tertarik pada amalan Islam. Jadi, memberikan contoh kepada orang lain dalam kebaikan itu adalah dakwah.

K.H. Muchammad Syarif Hidayat berpendapat, bahwa dakwah itu banyak macamnya. Mengajar itu dakwah, mengajarkan ke pengajian-pengajian itu berdakwah, membangun motivasi masyarakat itu dakwah, jadi dakwah itu luas baik itu bersifat formal an non formal.2

Konsep dakwah yang beliau gunakan sangat variatif, mulai dari isi atau materi sampai dengan metode yang digunakan. Isi atau materi saat berdakwah, beliau tidak hanya pada satu pokok, seringkali beliau menyampaikan sesuatu yang sedang trend di masyarakat dan penyampaian itu penuh dengan ketegasan.

2

Wawancara pribadi dengan K.H. Muchammad Syarif Hidayat (pimpinan Yayasan Studi Islam Al-ayyubi) pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 23:04 di Jalan SMA Dwi Warna Kel. Jabon/Pemagarsari. Bogor.


(56)

Dengan demikian, dakwah secara luas bukan hanya secara ceramah mimbariyah saja, akan tetapi merupakan praktek dalam kehidupan sehari-hari yang mempunyai nilai ajakan kepada orang lain agar mereka tetarik pada pengamalan agama Islam. Oleh karena itu, memberikan contoh kepada orang lain dalam kebaikan, maka disebut dakwah.

Tujuan dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat bertujuan mengajak orang dalam kebaikan.Pada intinya dakwah mengajak kebaikan dalam keadaan bertaqwa kepada Allah. Dan seorang da’i itu mempunyai visi dan misi dalam dakwahnya agar dakwah yang disampaikan itu tidak sia-sia.3

Melihat dari tujuan dakwah beliau sebenarnya dakwah itu semakin mudah dilakukan, maka dakwah pun akan semakin berkembang. Metode cara dan startegi yang digunakan da’i bisa lebih efektif dan efisien serta harapan dakwah bisa terealisasikan.

Dakwah yang seharusnya punya misi yang sangat mulia, suci mengajak orang dalam kebaikan dan Fisabilli Rabbika, berarti dakwah itu kewajiban bukan pekerjaan tetapi sekarang sudah bergeser dakwah jadi profesi bukan kewajiban dan jadi pekerjaan.

3

Wawancara pribadi dengan K.H. Muchammad Syarif Hidayat (pimpinan Yayasan Studi Islam Al-ayyubi) pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 23:04 di Jalan SMA Dwi Warna Kel. Jabon/Pemagarsari. Bogor.


(57)

46

Makanya dakwah sekarang mulai memakai hitung-hitungan dan inilah wajah dakwah pada saat ini. Maka jangan kaget kalau dakwah sekarang memakai tarif wajar karena wajah dakwah sekarang ini suatu pekerjaan, tetapi dakwah adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim4.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Imron ayat:104

ْ ع ْ ي ْ ْ تْ ْ ح ْ ْ ٱ ٓٮ ْ ٲ ۚ ْ ْ ا ع ْ ْ ي فْ ْع ْ ْ ي ْي ْ ا إ

٤٠١

Artinya: “dan hendaklah ada diantara kamu segologan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.

Da’i yang terbilang sukses baginya adalah da’i yang bukan hanya penceramah saja melaikan dakwah dengan berbagai hal. Dari uraian diatas penulis melihat bahwa tujuan dakwah intinya adalah mengajak umat muslim dalam kebaikan dan Fi

Sabilillah. Dan sebagai da’i yang harusnya memberikan uswatun hasanah tentang ibadah maupun muamalah dalam kehidupan sehari-hari.

Da’i yang terbilan sukses dan profesional bagi beliau adalah da’i yang

bedakwah bukan hanya pada ceramah saja melaikan dakwah melaluiberbagai hal.

Seorang da’i harus menjadi contoh kepda mad’u. Suksesnya seorang da’i adalah

4

Wawancara pribadi dengan K.H. Muchammad Syarif Hidayat (pimpinan Yayasan Studi Islam Al-ayyubi) pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 23:04 di Jalan SMA Dwi Warna Kel. Jabon/Pemagarsari. Bogor.


(58)

seberapa besar mad’u memahami dan menerapkan apa yang disampaikan oleh da’i itu

sendiri.5

B. Penerapan retorika dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat

Sebagaimana telah diketahui dakwah adalah sebuah seruan atau ajakan bagi umat muslim untuk berbuat kebaikan dan dakwah dapat dilakukan oleh siapapun

dengan berbagai cara, maka siapaun da’i nya itu harus memiliki kemampuan dalam penyampaian dakwahnya agar mencapai tujuan dari dakwahnya. K.H. Muchammad Syarif Hidayat mengatakan bahwa sebelum berdakwah ada faktor-faktor atau aspek dalam berdakwah yaitu ikhlas dan sabar.6

Dakwah dilakukan dengan menggunakan retorika apabila dakwah tidak menggunakan retorika maka isi dakwah yang disampaikan tidak sepenuhnya tersampaikan. Namun dakwah tidak selamanya dakwah itu dapat berjalan dengan mulus, melainkan tidak sedikit juga yang tidak meresponnya.

Retorika pada zaman Nabi memang sudah dipraktekkan sebagai cara menyampaikan dakwah lisan. Sebagai juru dakwah harus dapat menerangkan apa-apa

yang belum dimengerti mad’u dan meyakinkannya, sehingga mereka dpat

megamalkannya sebagai pedoman hidup mereka.

5

Wawancara pribadi dengan K.H. Muchammad Syarif Hidayat (pimpinan Yayasan Studi Islam Al-ayyubi) pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 23:04 di Jalan SMA Dwi Warna Kel. Jabon/Pemagarsari. Bogor.

6

Wawancara pribadi dengan K.H. Muchammad Syarif Hidayat (pimpinan Yayasan Studi Islam Al-ayyubi) pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 23:04 di Jalan SMA Dwi Warna Kel. Jabon/Pemagarsari. Bogor.


(59)

48

Oleh sebab itu retorika dengan dakwah saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan dan penerapa retorika dalam dakwah itu akan menghasilkan berhasil atau tidaknya dakwah tersebut. Dakwah yang dilakukan asal-asalan tanpa adanya penggunaan sebuah retorika, tentunya pesan apa yang ada didalam dakwah tersebut tidak akan tersampaikan.

Strategi yang digunakan yang dianggap jitu dan humor yang memaniskan isi

dari penyampaian tidaklah berarti, jika seorang da’i mengharapkan imbalan bersifat materi dari mad’u. Penampilan yang luar biasa hanya menjadi tontonan belaka, jika

rasa keikhlasan dan kesabaran seorang da’i tidaklah kuat dan keteguhan hati.

K.H. Muchammad Syarif Hidayat merupakan sosok da’i yang dapat memadukan ilmu yang diperoleh dengan anugerah bakat sebagai seorang yang pandai berbicara. Terbiasa menafsirkan materi dakwah (keimanan, keislaman, dan akhlak) kedalam realita kehidupan manusia yang dikemas dengan bahasa sederhana namun menarik dan mudah dipahami diberbagai kelangan. Kepandaian berbicara seseorng dalm berdakwah bukan hanya dari pengetahuan yang luas tetapi juga bakat dari Allah SWT sebagai salah satu modal utama dalam proses penyampaian materi dakwah Islam. Banyak orang yang memiliki pengetahuan yang luas tetapi jarang mengasah kemampuan berbicaranya sehingga hanya sedikit pengalaman retorikanya.

Penerapan retorika dakwah haruslah tepat sasaran mengingat betapa


(60)

nalarnya. Dalam pelaksanaan retorika dakwah beliau mempersiapkan tahapan demi tahapan, penguasaan materi yang akan dibahas, intonasi atau vocal yang menjadi langganan beliau yaitu dengan vocal yang keras dan jelas, serta selingan humor yang berklaitan dengan materi dakwahnya. Namun beliau juga tidak melapas do’a, dzikir serta sholawat seusai beliau menyampaikan dakwah.

1. Persiapan sebelum berdakwah

Persiapan sebelum berdakwah pada hakikatnya itu harus dilakukan

oleh seorang da’i untuk memperoleh kemaksimalan dalam penyampaian isi pesan dakwah yang akan disampaikan. Ada 2 persiapan yang beliau siapkan sebelum berdakwah, yaitu persiapan fisik dan persiapan bathin. Persiapan sebelum berdakwah itu salah satunya persiapan fisik diantara prsiapan fisik beliau adalah makan yang cukup, istirahat (tidur) yang cukup, pakaian dalam berdakwah haruslah sesuai, penguasaan materi. Adapun persiapan bathin tujuannyakarena semata-mata berdakwah karena Allah dari Allah dan hanya untuk Allah. Adapun pesiaan bathin yang beliau lakukan adalah: Sholat Dhuha, Sholat Hajat, Sholat Tahajjud dan Puasa. Karena dari kedua persiapan tersebut beliau menyampaikan dakwahnya, sebab persiapan fisik pun tidak cukup kalu tidak dibarengi dengan pesiapan bathin

2. Pemilihan Bahasa

Orang dapat kehilangan wibawa dan pengaruh dalam waktu beberapa menit saja, karena ketidaterampilan dan ketidaktepatan, serta


(61)

50

ketidakbecusandalam membawakan suatu pidato atau pembicaraan. Suatu masalah, soal, ide atau pikiran, baru akan berarti dan menjadi penting, kalau bisa dibeberkan dengan bahasa yang baik.7

Dalam berdakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat menggunakan bahasa yang berkualitas, mudah dipahami dan mudah diterima oleh jamaah. Karena. Bahasa adalah momentum sebuah kata yang dapat membuat orang

lain paham dan mengerti. Seorang da’i harus pandai memilih kata-kata dan mengemasnyadengan bahasa yang tepat agar jamaah muda menerimanya. Aristoteles: gunakan bahasa yang tepat, benar dan dapat dierima. Pilih kata-kata yang jelas dan langsung, sampaikan kalimat yang indah, mulia dan hidup dan sesuai bahasa dengan pesan khalayak dan pembicaraan.

Tentang hal penggunaan bahasa ini Al-Qur’an menjelaskan dalam surat Ibrahim ayat 4:

ْر ضيف ْ ي ي ْ َ س أ إ ْ سر ْ س ﷲ

ْي عْ ا ء شي ْ ي ء شي ْ

ي حْ ا ١ ْ

“kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya. Supaya ia dapat member penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki.Dan dialah Tuhan Yang Maha Kuasa Lagi Maha Bijaksana.”

Jika melihat bagaimana pelaksanaan dakwahnya dapat dipahami pula bahasa yang digunakan beliau yaitu bahasa Indonesia yang dicampuri dengan bahasa dan logat Betawi yang khas.

7

P. Dori Wuwur Hendrikus, Retorika: terampil berpidao, berdiskusi, berargumentasi, bernegosiasi, hal. 203


(62)

3. Penyusunan dan penguasaan materi

Menurut K.H. Muchammad Syarif Hidayat dakwah adalah proses penyampaian, seruan atau ajakan bagi umat muslim untukberbuat kebakan dan selalu dalam keadaan yang bertaqwa. Mengenai penyampaian sebuah materi yang akan disampaikan pada saat berdakwah haruslah sesuai kondisi dan situasi yang ada dilokasi ceramah dan kebutuhan masyarakat sekitar.8 Berikut inilah sebagi beberapa contoh dari beberapa penerapan dan tahapan penyusunan dan penguasaan dakwah yang beliau gunakan dalam dakwahnya mukodimmah beliau seperti:

Bismillahirrahmanirrahim..

“Asslamu’alaikum Wr.Wb alhamdulillahirabbil’alamin Ashadu Alla ilahaillahulmalikulhaqqulmubil waashadu anna muhammadan abduhu warasuluh. A’ma ba’du. Hadirin jammah yang saya hormati, tiada kata yang paling indah yang patut dan patas kita ucapkan saat ini, selain memanjatkan puji serta syukur kita kepada dzat Allah Rabbulijati yang maha suci, maha pengasih, maha mengetahui dan maha pelindung….”9

Berdasarkan observasi penulis dalam pengamatan disaat berdakwah hampir setiap memulai dakwahnya beliau menggunakan mukodimmah seperti contoh diatas. Dengan memulai bemunajat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, dengan bahasa yang mudah dipahami supaya apa yang disampaikan

8

Wawancara pribadi dengan K.H. Muchammad Syarif Hidayat (pimpinan Yayasan Studi Islam Al-ayyubi) pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 23:04 di Jalan SMA Dwi Warna Kel. Jabon/Pemagarsari. Bogor.

9

Ceramah Maulid Nabi Muhammad SAW K.H. Muchammad Syarif Hidayat di Desa Jabon, Bogor, Jawa-Barat pada tanggal 18 Februari 2014


(63)

52

didalam dakwahnya dapat diterima dengan baik dan dapat diamalkan oleh para jamaah.

Setelah K.H. Muchammad Syarif Hidayat membukanya, kemudian beliau menyampaikan materi dakwahnya kepada para jamaah untuk menjadi sebuah renungan, dan ketika beliau menyampaikan tentang mauli Nabi Muhammad SAW.

“... ini hari lahirnya makhluk yang paling mulia baginda Rasulullah SAW, beliau semenjak diutus menjadi rasul banyak tantangan tatkala ujian yang sangat luar biasa sampai-sampai banyak orang ingin memnjarakan Nabi. Semua masalah yang ada pada beliau dihadapi dengan bijaksana itu menunjukan bahwa baginda Rasulullah SAW adalah seseorang yang sangat-sangat luar biasa, pantes kalo Allah SWT menyebut “Ya Muhammad sesunguhnya engkau mempunyai akhlak yang luar biasa” maka itu sebabnya, beliau berkata ”aku diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak” maka jika anda mukmin anda muslim jika anda cinta kepada Rasulullah maka pujilah beliau. Namun kenapa disaat zaman yang sudah modern seperti saat ini, kenapa ko masih ada segelintiran manusia yang bersifat licik yang berkata bukan karena ilmunya dia punya akal yang menghina Nabi mencaci Nabi. Tetapi karena beliau adalah Rahmatan Lil alaamiin beliau selalu baik kepada seksama. Namun bacalah kisah-kisah tentang akhlak beliau untuk tidak menghina beliau begitu saja, ingatlah satuhal baca-baca sejarah baginda Rasulullah SAW agar anda tau siapa beliau dan anda pasti akan takjub pada-Nya dan anda saya yakin akan berima kepada Allah SWT untuk mengikuti ajaran-Nya....”10

Ceramah diatas menceritakan perjalanan hidup seorang Nabi Muhammad SAW mulai dari masa kecil, masa remaja, dan perjalanan Nabi menyebarkan Islam.

10

Ceramah Maulid Nabi Muhammad SAW K.H. Muchammad Syarif Hidayat di Desa Jabon, Bogor, Jawa-Barat pada tanggal 18 Februari 2014


(64)

Ceramah diatas tersebut adalah contoh dari sekian banyak ceramah beliau yang saya ikuti tentang akhlak Nabi Muhammad SAW, yang sebagaimana beliau sampaikan ceramah tersebut dengan penuh penghayatan agar jamaah yang mengikuti ceramah beliau dapat tersentuh hatinya.

Materi dakwah yang beliau sampaikan tentang mauli Nabi Muhammad

SAW, sebelumnya beliau meyakinkan kepada mad’u bahwa sosok Nabi

Muhammad SAW adalah sosok yang harus diteladani. Oleh karena itu, sesuai

apa yang beliau sampaikan pada isi dakwahnya “tambahlah nilai keimanan

dan ketawaan kita kepada Allah SWT dalam diri kita”

Dalam hal penyusunan materi, belau selalu memepersiapkan dan mencari judul ceramah yang sesuai dengan peristiwa yang aktual atau kejadian yang menjadi perhatian khalayak untuk dihubungkann dengan peristiwa yang sedang diperingati kemudian mempersiapkan secara garis besar bahasan yang akan dibahas. Selanjutnya beliau mengolah kata-kata seperti apa yang beliau sampaikan dan serta humor apa yang akan beliau pergunakan dalam ceramahnya nanti, akan tetapi beliau tidak mencatatnya.

Do’a dan Dzikir K.H. Muchammad Syarif Hidayat

حت ا ر ْغتْسإ . ْ ي ْ ْ ي ْ ْ ي تْسا ْي ا ْ س ي ص ي ْت ي ْ ف ي ْ يق ي يح ي ا حا ا ُ ْ ي ْ ْ

.... ْسا ت ْح ْي حا ا حْرا ي


(65)

54

ْ تْ ا ا ْ ا ء شي ْ ْ ي ْ يق ْي عْ ا ر ي يظع ي ْ يق ي يح ي ﷲ ي ضر ْ

ْط ....ﷲ ا ْ ا فا ْ

ْ حْ ْ حَ ْ ر ا ف ْ ص س ْ عْج ا ْيح

ﻻ ْيع ا ا ثر ْ ٮ ْ عْجا ْي خء

....فْيط ي... .... ْي ح ي ْ يف ْ ْ ي ْ ا ۖ ء ٮْيشارا آ ا ْ ا ٳ يظع ا ﷲ ْغتْسٲ ﷲ ْغتْسٲ يظع ا

ْي ا ْ تا يظع ا ﷲ ْغتْسٲ ﷲﻻا اﻻ ﷲﻻا اﻻ ﷲ ْ سر ح ﷲﻻا اﻻ ْ ا ﷲ ْ ا ﷲ ْ ا ﷲ

4. Humor

Humor terkadang menjadi sebuah senjata bagi para da’i dalam berdakwah agar lebih memudahkan mad’u menerima pesan dakwah yang

disampaikan. Kehidupan manusia tidak terlepas dari humor karena manusia memiliki “Sense of Humor”. Dikalangan para filsuf dikenal tiga teori humor: teori superioritas dan degradasi, teori bisosiasi, teori pelepasan inhibisi.11

Seorang da’i yang baik akan menyisipkan pesan-pesan dakwahnya melalui humor, karena rasa humor juga dapat digunakan untuk menjadi masalah serius menjadi santai. Namun demikian dengan humor dalam berdakwah itu bukan

11

P. Dori Wuwur Hendrikus, Retorika: terampil berpidato, berdiskusi, berargumentasi, bernegosiasi, hal.126


(66)

selayaknya humor pelawak. Humor yang dimaksud adalah humor-humor yang bersifat edukatif dan berisi ceramah.12

Setelah K.H. Muchammad Syarif Hidayat membukanya, kemudian beliau menyampaikan materi dakwahnya dengan menggunakan humor kepada para jamaah agar para jamaah tidak bosan mendengarkan materi dakwah tersebut, dan ketika beliau menyampaikan tentang mauli Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan humor.

….”Allah telah menitipkan cinta-Nya ketika kita bangun pagi. Ketika kita membasuh muka dengan air wudhu dan kita dapati bahwa Allah SWTtelah memberikan kesempatan kepada kita satu hari lagi untuk kembali menghiasi catatan amal dan memaknai kehidupan kita. Maka bersyukurlah dan berjanjilah bahwa kita akan membuat segalanya lebih baik.

Alhamdulillah!...

Sudahkah kita besyukur kepada-Nya walau sekali?

Saya percaya sekalian sholeh dan sholeha. Kenapa saya bicara seperti ini? Kenapa? Karena ketika saya ceramah didepan saudara sekalian, saya terkesima dengan cahaya yang begiu terpancadari muka saudara-saudara sekalian yang begitu bersinar… swiiiingggg…. Cahayanya sampai menyilaukan. Subhanallah! Ternyata itu sorotan lampu diatas….”13

Ceramah diatas menggunakan teori humor superioritas dan degradasi yaitu kita tertawa bila menyaksikan sesuatu yang janggal, atau kekeliruan atau cacat. Objek yang membuat kita tertawa adalah objek yang ganjil, aneh menyimpang. Kita tertawa karena kita merasa tidak mempunyai sifat-sifat

objek yang “menggelikan”. Sebagai subjek, kita mempunyai kelebihan

12

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, (Surabaya:al-ikhlas, 1993), hal. 120 13

Ceramah Maulid Nabi Muhammad SAW K.H. Muchammad Syarif Hidayat di Desa Jabon, Bogor, Jawa-Barat


(67)

56

(superioritas), sedangkan objek tertawa kita mempunyai sifat-sifat yang rendah.14

Dalam penyampaian dakwahnya K.H.Muchammad Syarif Hidayat menggunakan humor hanya sekitar 40% dan selebihnya 60% ialah pesan dakwah yang berisikan pesan akidah, akhlak, syariat, dzikir dan do’a bersama. Menurut K.H. Muchammad Syarif Hidayat humor itu bukan bagian yang penting, karena kalo disebut itu bagian penting itu akan menjadi sebuah keharusan. Akan tetapi suatu saat humor itu dibutuhkan ketika melihat jamaah udah mulai kolep, ngantuk mulai loyo dan sedikit diulur dengan humor yang berkait dengan materi yang disampaikan dan banyak penceramah humornya tidak terkait dengan materi jadi kalu humor dibuat-buat dakwah bukan tuntuan tetapi tontonan.15 Humor untuk membangkitkan semangat jamaah. Rangsangan humor terhadap mad'u itu dimulai dikala suatu penyajian masalah yang dianggap serius danberat untuk menjadikan suatu bentuk saian maslaah

tersebut menjadi ringan untuk dinikmati mad’u.

14

Jalaludin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya), hal. 126-127

15

Wawancara pribadi dengan K.H. Muchammad Syarif Hidayat (pimpinan Yayasan Studi Islam Al-ayyubi) pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 23:04 di Jalan SMA Dwi Warna Kel. Jabon/Pemagarsari. Bogor.


(1)

Sering karena humor membuat jamaah tidak bosan mendengarkan pesan dakwahya 8. Menurut saudara, apakah kelebihan dan kekurangan K.H. Muchammad Syarif

Hidayat dalam berdakwah?

Kelebihan beliau tidak bisa diukur karena beliau sangat hebat. Kekurangan setiap manusia memiliki kekurangan tidak ubahnya dengan beliau.

Responden


(2)

Nama: Muhammad Fadil

Pekerjaan: Santri Yayasan Studi Islam Al-Ayyubi (Pimpinan K.H. Muchammad Syarif Hidayat)

1. Bagaimana sosok K.H. Muchammad Syarif Hidayat menurut saudara?

K.H. Muchammad Syarif Hidayat adalah sosok alim ulama yang menarik dan layak menjadi panutan karena ketegasan dalam membuat suatu keputusan dan seorang pemimpin yang cerdas.

2. Bagaimana dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat, menurut anda?

Dakwah yang beliau sangat bagus, mulai dari metode dan strategi beliau pada saat berdakwah bisa menjadi sebuah contoh yang bisa diikuti oleh para jamaah ataupun masyarakat.

3. Apakah saudara menyukai cara penyampaian dakwah K.H. Muchammad Syarif Hidayat?

Sangat suka sekali. Beliau berdakwah dengan penuh ketenangan, kecerdasan dan kehumoran dalam menyapaikan isi pesan dakwahnya.

4. Apakah saudara mengerti apa yang disampaikan K.H. Muchammad Syarif Hidayat dalam penyampaian dakwahnya?

Insya Allah, saya mengerti apa yang telah disampaikan pak beliau karena isi dakwahnya mudah untuk dipahami karena sesuai dengan tingkatan ilmu.


(3)

Jika dibandingkan dengan kiyai-kiyai yang ada dan sering berada di televisi ataupun media lainnya, tidak jauh berbeda. Pengetahuan dan ilmu beliau dalam berdakwah cukup banyak waloupun beliau tidak beredar di media.

6. Apakah retorika yag digunakan K.H. Muchammad Syarif Hidayat pada saat berdakwah sudah baik?

Pilihan kata dan kalimat yang digunakan saat berdakwah sangatlah baik dan bijaksana. Karena beliau memahami betul kada keilmuan jamaah. Jadi mudah dipahami dan dimengerti untuk melakukan dan menerapkannya pada prilaku sehari-hari.

7. Apakah K.H. Muchammad Syarif Hidayat sering memberikan humor pada saa berdakwah?

Sering tapi pernah beberapa kali pada kesempatan tertentu dan kondisi tertentu

8. Menurut saudara, apakah kelebihan dan kekurangan K.H. Muchammad Syarif Hidayat dalam berdakwah?

kelebihannya adalah wawasan keilmuan beliau dalam berdakwah membawa jamaah tidak merasa jenuh mendengarkannya. Kekurangannya hampir tidak mempunyai kekurangan dalam beliau berdakwah

Responden


(4)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

K.H MUCHAMMAD SYARIF HIDAYAT sedang berceramah


(5)

(6)

FOTO BERSAMA K.H.MUCHAMMAD SYARIF HIDAYAT

BIMBINGAN IBADAH HAJI dan UMROH PIMPINAN K.H. MUCHAMMAD SYARIF HIDAYAT