PELAKSANAAN HAK GUNA BANGUNAN DI DAERAH BOJONEGORO DAN BEBERAPA PERMASALAHAN SERTA PENYELESAIANNYA . Repository - UNAIR REPOSITORY
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
FELAKSANAAN HAK GUNA BANGUNAN D I DAERAH BOJONEGORO DAN BEBERAPA FERMASALAHAN SERTA FENYELESAIANNYASKRIPSI OLEH RIDWAN IKSAN
- 03003782
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLAHGGA SURABAYA
198 ^
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
FELAKSANAAN HAK GUNA BANGUNAN D I DAERAH BOJONEGORO DAN BEBERAPA FERMASALAHAN SERTA FENYELESAIANNYASKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN KEMENUHI SYARAT-SYARAT UNTUK KEMEEROLEH
GELAR SARJANA IIUKU1-5 OLEH RIDWAN IKSAN
' 03003782 FAKULTAS HUKUM UNIVEHSITAS AIRLAHGGA SURABAYA
198
V
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ABSTRAK PELAKSANAAN HAK GUNA BANGUNAN DI DAERAH
BOJONEGORO DAN BEBERAPA PERMASALAHAN SERTA
PENYELESAIANNYA . IKSAN,RIDWAN PEMBIMBING : SOEDALHAR,SH LAND REFORM‐LAW AND LEGISLATION KKB KK‐2 PER 599/84 Iks pCopyright© 1984 by Airlangga University Library Surabaya
Dengan diundangkannya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, Lembaran Negara Nomor 104, yang penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043, adalah merupakan pembaharuan hukum agraria kolonial yang bersifat kesatuan untuk memenuhi cita-cita persatuan bangsa Indonesia dalam menuju tercapainya kesejahteraan rakyat atau masyarakat adil dan makmur,Hak guna bangunan dalam UUPA adalah merupakan hak atas tanah yang baru yang sifatnya tidak sama dengan salah satu hak atas tanah dalam hukum adat hukumbarat.
Keyword : Hak Guna Bangunan skripsi PELAKSANAAN HAK GUNA BANGUNAN .....
IKSAN,RIDWAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB I FENDAHULUAN
1• Permasalahan : Latar belakang dan rumusan Sejak diproklamasikan kemerdekaan Republik Indone - sia tanggal 17 Agustus 19^5 yang kemudian pada tanggal 18
Agustus 19^5 ditetapkan berlakunya Undang-undang Dasar Re publik Indonesia, maka secara yuridis bangsa Indonesia te lah memutuskan hubungan dari tatanan hukum zaman pemerin - tahan kolonial berkehendak untuk menentukan tatanan hukun- nya sendiri, (ya.xtu, tatanan hukum bangsa Indonesia.
\ Berdasarkan Aturan Peralihan pasal II Undang-undang
Dasar 19*+5 tersebut, maka "segala badan negara dan peratur an yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini”, dan dengan Per aturan Presiden Nomor 2 Tahun 19^5, Berita Republik Indone sia Tahun I Nomor 1 pasal 1 yang dikeluarkan berdasarkan
Pasal IV Aturan Peralihan, bahwa "segala badan negara dan peraturan yang ada sampai berdirinya Negara Republik Indo nesia pada tanggal 17 Agustus 19^-5 selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar, masih berlEku asal saja tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar terse but" . Dengan demikian,berarti di satu pihak hukum agraria kolonial masih berlaku agar tidak terjadi kekosongan hukum di lain pihak merupakan keharusan untuk menciptakan hukum
1
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2
agraria nasional, Sudah kita maklumi bersama bahwa hukum agraria ko - lonial yang mempunyai prinsip dagang dengan tujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk kepentingan penguasa ko- lonial dengan mengabaikan nasib penduduk (bangsa Indonesia) harus diganti dengan hukum agraria nasional yang menitik- beratkan pada kesejahteraan rakyat sesuai dengan alam ke- merdekaan yang berdasarkan pada Pancasila dan. Undang - un dang Dasar 19^5*
Dasar dan tujuan hukum agraria nasional adalah sa ma dan sebangun dengan dasar dan tujuan perjuangan rakyat Indonesia seperti tersebut dalam Pembukaan Undang-undang
Dasar 19^5\ maka semua tindakan yang diambil dalam bidang agraria, harus : a. Memungkinkan terbentuknya suatu Pemerintah Negara Indo nesia yang sanggup melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darali Indonesia ;
b. Memungkinkan terus majunya dan meningkatnya kesejahte - raan umum ; c. Memungkinkan naiknya taraf kecerdasan kehidupan bangsa;
d. Memungkinkan Negara Indonesia ikut melaksanakan keter- tiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial*!
1 itas dasar hal tersebut di atas, maka pada tahun
mulai diusahakan penyusunan dasar-dasar hukum agraria
19^8
■tnan Soetiknjo, Politik A graria Nasional, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1983 , h. 2 - 3 .
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3
- yang baru dengan membentuk Panitia Agraria yang berkeduduk- an di Yogyakarta (waktu itu sebagai ibu kota Bepublik Indo- sia) yang diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo, Kepala Bagi an Agraria Kementerian Dalam Negeri.
Adapun tugas panitia tersebut adalah : Memberi pertimbangan kepada Pemerintah tentang soal- soal yang mengenai hukum semuanya; merancang dasar - dasar hukum tanah yang memuat politik agraria Negara
Republik Indonesia; merancang perubahan, penggantian, pencabutan peraturan-peraturan lama, baik dari sudut legeslatif maupun dari sudut praktek dan menyelidiki soal-soal lain yang berhubungan dengan hukum tanah.
Akibat situasi politik negara membawa dampak peru bahan pada peraturan-peraturan pemerintah yang dapat mem- pengaruhi Panitia Yogya tersebut. Pada tahun 1951 Panitia
Yogya dibubarkan dan diganti dengan Panitia Agraria Jakar ta yang juga diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo dengan
9
wakilnya, Soedjarwo. Pada tahun ketua panitia terse
1953
but diganti oleh Singgih Praptodihardjo dengan tugas mem- buat kesimpulan-kesimpulan tentang soal-soal tanah untuk petani kecil yang diajukan kepada pemerintah, antara lain :
(1) pembatasan minimum tanah seluas dua hektar dan maksi- mum dua puluh lima hektar untuk satu keluarga ; (2) untuk memiliki tanah pertanian kecil (rakyat) hanya o
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia. Se.iarah PenYusunan. Isi dan Pelaksanaannya, Bag.I, jil* I,
Jambatan, Jakarta, 1962, h* 9*+*
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kwarga negara Indonesia tanpa perbedaan asli ataupun tidak asli, termasuk di sini hak ulayat juga perlu diatur ;
( ) untuk pertanian kecil {rakyat) diterima bangunan hu -
3 kum milik, hak guna usaha, hak pakai dan hak sewa.
Karena Panitia Jakarta ini dipandang tidak efisien, maka pada tahun 1956 dibubarkan dan dibentuk Panitia Nega ra Urusan Agraria yang diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo, S.H. yang oleh pemerintah diberi tugas untuk mempersiapkan undang-undang pokok agraria yang bersifat nasional.
Panitia tersebut mengusulkan kepada pemerintah, be- rupa rancangan yang meliputi :
1 . dilepaskannya asas doraein dan diakuinya hak ulayat yang
harus tunduk pada kepentingan umum, asas domein diganti dengan kekuasaan Negara ;
2 . penghapusan dualisme hukum agraria ; 3 . hak milik sebagai hak yang terkuat dan mempunyai fungsi
sosial, hak milik hanya dapat dimiliki oleh warga nega ra Indonesia tanpa perbedaan asli dan tidak asli ;
- f. perlu adanya penetapan batas maksimum dan minimum yang menjadi milik seseorang ;
. tanah pertanian harus dikerjakan sendiri oleh pemilik-
5
nya ;
6 , perlu diadakannya^pendaftaran tanah dan perencanaan
penggunaan tanah
.-5
Oleh karena tugas panitia ini telah selesai, kemudian di bubarkan.
3Ibid., h. 96 - 97
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5 Pada tanggal l*f Maret 1958 Menteri Agraria mengaju
kan Rancangan Soenarjo kepada Devan Menteri yang disetujui oleh Dewan Menteri pada tanggal 1 April 1958 dalam sidang yang ke-9*f dan kemudian diajukan kepada Devan Pervakilan Bakyat dengan Amanat Presiden tanggal 2b April 1958, no mor 1307/Hk.
Pada tanggal 16 Desember 1958, Rancangan Soenarjo tersebut dibahas dalam sidang pleno Devan Pervakilan Rak- . yat pada tingkat Pemandangan Umum babak pertama, disampai- kan oleh Menteri Soenarjo. Panitia Musyavarahi Devan Perva kilan Rakyat menbentuk panitia ad hoc yang diketuai oleh A.M. Tambunan dari Universitas Gajah Mada yang divakili Prof, Notonegoro (Ketua Seksi Agraria). Demikian pula Ke- tua Mahkamah Agung, Wirjono Prodjodikoro, telah banyak mem- berikan apa yang diperlukan pada panitia ad hoc tersebut.
Oleh karena pembicaraan dalam sidang pleno Devan Pervakil an Rakyat menjadi tertunda, maka akhirnya seluruh rancang an undang-undang tersebut ditarik kembali oleh Kabinet Kerja.
Dengan berlakunya kembali Undang-undang Dasar 19^5
1
maka Rancangan Soenarjo yang berdasarkan Undang-undang Da sar Sementara 1950 dicabut dengan Surat Pemangku Jabatan Presiden tanggal 23 Mei I960, nomor 1532/Hk/1960,
Oleh Menteri Agraria Soedjarwo, pada saat itu, disusunlah suatu rancangan undang-undang agraria yang sesuai dengan Undang-undang Dasar 19*+5, yaitu, Rancangan Undang-undang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga M I L I K
PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS A1RLANGGA”
6 U H A B A Y A _ _ Pokok Agraria (RUUPA).
Setelah rancangan tersebut diajukan dan disetujui serta disahkan oleh Devan Perwakilan Rakyat, lalu diundang- kan pada tanggal 2^f September I960* Undang-undang tersebut kemudian dikenal dengan nama Undang-undang Pokok Agraria
(UUPA) atau Undang-undang Nomor 5 Tahun I960, tentang Per aturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 10*f serta penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 20^3• Undang-undang Pokok Agraria me- rupakan pembaharuan hukum agraria kolonial yang bersifat dualisme menuju hukum agraria nasional yang bersifat i^esa--" tuan untuk memenuhi cita-cita persatuan bangsa Indonesia dalam menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur berda
- sarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 19^5 Sesuai dengan judul skripsi yang saya tulis, dalam
Undang-undang Pokok Agraria tersebut terdapat ketentuan ba ru yang disebut hak guna bangunan. Hak guna bangunan hak a- tas tanah yang sifatnya tidak sama dengan salah satu hak a- tas tanah dalam hukum adat maupun dengan hak erpacht dan hak opstal dalam hukum barat. Ketentuan-ketentuan hak: guna bangunan yang termuat dalam UUPA hanya merupakan hal-hal yang pokok saja seperti tersebut dalam pasal 16 ayat (
1 ),
pasal - ^ , pasal dan pasal j ketentuan-keten
- tuan konversi : pasal I ayat (3), (^), pasal II ayat (2),
35
50
52
55
pasal V dan pasal VII ayat (1). Demikian kenyataannya, mes- kipun sudah ditunjang dengan ketentuan perundangan lainnya,
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
7
tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak menimbulkan permas- alahan yang perlu dipecahkan.
Hal tersebut dapat terjadi karena tanah makin lama makin sempit berhubung dengan bertambahnya penduduk baik un- tuk memenuhi kebutuhan perumahan, gedung-gedung baru maupun untuk perhubungan sesuai dengan kemajuan dan perkembangan teknologi. Memang terasa kurang seimbang antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu sendiri, apalagi di a- lam pembangunan sekarang ini.
Selanjutnya di sini yang akan saya soroti adalah me ngenai hak guna bangunan yang berakhir masa berlakunya pada tanggal
2b September 1980, sesuai dengan Keputusan Presiden
Nomor 32 Tahun 1977? jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri No mor 3 Tahun 1979* Pada prinsipnya untuk menentukan status tanah dan mengatur hubungan hukum antara tanah dengan orang atau badan hukum dengan hak baru yang bersumber pada UUPA, GBHN dan Catur Tertib di bidang pertanahan dan delapan ja- lur pemerataan pembangunan.
Dalam praktek, khususnya, di daerah Kabupaten Bojone goro terjadi permasalahan terutama dalam hal persyaratan un tuk mengadakan pembaharuan hak guna bangunan dan hambatan atas terlambatnya turunnya surat keputusan yang berwenang, sehingga memerlukan pembahasan lebih lanjut.
2. Alasan Pemilihan Judul Sebagai titik tolak alasan saya memilih judul Pelak- sanaan Hak Guna Bangunan di Daerah Bojonegoro dan Beberapa
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
8 Permasalahan serta Penyelesaiannya, karena saya sudah me
ngenai daerah ini berhubung dengan tugas saya sebagai jak- sa di Kejaksaan Negeri Bojonegoro mulai tahun 1972 sampai sekarang (skripsi ini saya tulis). Saya cukup mengetahui baik keadaan daerah maupun masyarakatnya, setidak-tidaknya saya banyak memahami kepribadian serta kehidupan rakyat Bo jonegoro. Di samping itu saya juga mengenai para pejabat dan susunan organisasi masing-masing instansi, khususnya, Kantor Agraria Kabupaten Daerah Tingkat II Bojonegoro.
Secara garis besar untuk mengetahui keadaan daerah Bojonegoro dapat saya kemukakan sebagai berikut :
Luas wilayah
2 . 322,61 km 2 , jumlah penduduk meliputi 1.015.
56*+ jiwa yang tersebar di 21 kecamatan dan 5 wilayah Pern- bantu Bupati. Kehidupan pokok penduduk sebagian besar ada- lah bercocok tanam padi, palawija, tembakau dan hasil hutan. Luas daerah tersebut terutama di kecamatan kota yang dahulu dikenal dengan kota debu dan kota pensiunan, sejak Pelita I,
II dan III, sekarang menjadi kota yang rapi dan bersih se suai dengan meningkatnya pembangunan terutama perumahan, terasa luas tanah menjadi sempit karena makin padatnya pen duduk, sehingga harga tanah di kota rata-rata mencapai
Rp 30*000,00 (Tiga puluh ribu rupiah) sampai Rp ^0.000,00 (Empat puluh ribu rupiah) per meter persegi.
Dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979? jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979? upaya masyarakat di daerah Bojonegoro untuk mendapatkan kepastian
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
9
hukum di bidang pertanahan terus meningkat. Hal ini seja- lan dengan kesadaran hukum masyarakat terutama terhadap pe megang hak guna bangunan, Sebelum tanggal
2k September 1980
sebanyak
k?9 penduduk berusaha untuk mengajukan permohonan
perpanjangan hak tersebut dengan segala macam upaya agar dapat memegang haknya kembali atau sebagaian pemohon meng- harapkan ada perubahan hak atas tanahnya tersebut, Hak guna bangunan tersebut dimohon untuk menjadi hak milik karena tanah tersebut sudah bertahun-tahun aitempati oleh" penduduk -untuk perumahan, di samping itu masih ada tanah hak guna bangunan yang ditempati untuk asrama dan gedung- gedung sekolah*
3* Tu.iuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah untuk melengkapi persya- ratan kurikulum untuk mencapai gelar sarjana hukum di Fa- kultas Hukum Universitas Airlangga,
Sebagai bahan penulisan yang saya masukkan dalam skripsi ini ialah apa yang saya peroleh dari perkuliahan ditambah dengan buku-buku keagrariaan yang saya telaah di perpustakaan. Juga beberapa bulcu literatur yang ditetapkan sangat membantu saya dalam rangka penyusunan skripsi ini. Dengan demikian, secara langsung saya dapat memperdalam pengetahuan hukum agraria terutama dalarr. bidang hak guna bangunan.
Takkalah pentingnya adalah hasil wauancara saya dengan pa ra pejabat Kantor Agraria Kabupaten Daerah Tingkat II Bo-
10
jonegoro dan di antara para pemegang hak guna bangunan di Daerah Tingkat II Kabupaten Bojonegoro, yang ikut menunjang saya dalam menyelesaikan permasalahan yang saya tuangkan dalam tulisan ini.
Semoga dengan selesainya penulisan singkat ini ada manfaatnya bagi diri saya dan bagi pembaca lainnya.
Metodologi (a) Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penyusunan tulisan ini, selain diambil dari Perpustakaan Universitas Airlang- ga juga didapat dari penjelasan pejabat di Daerah
Tingkat II Kabupaten Bojonegoro dan para pemegang hak atas tanah di wilayah Kabupaten Bojonegoro.
(b) Prosedur Pengumpulan Data Saya peroleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan, sebagai berikut : b.l. studi kepustakaan yang dimaksudkan adalah de ngan setiap kali membaca di kepustakaan, kemu- dian dikutip hal-hal yang ada relevansinya de ngan hak guna bangunan.
1 Dengan cara ini, saya dapat memasukkan secara .
garis besar sehingga dapat saya terangkan di dalam penulisan ini.
b.
2
. studi lapangan ini merupakan penelitian di la pangan dengan cara mengadakan wawancara menge-
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
<11nai masalah-masalah yang ada hubungannya de ngan hak guna bangunan baik cara mengajukan perpanjangan maupun pembaharuan hak atas ta nah tersebut.
(c) Analisis Data Setelah saya peroleh data, baik yang didapat dari hasil kepustakaan maupun hasil wavancara, saya da pat menginterpretasikannya dalam hal yang menonjol dan yang dianggap kurang sehingga didapat perban - dingan antara ilmu/teori dengan apa yang terjadi dalam praktek.
5* Pertanggung.iawaban dan Sistematika
Untuk lebih ditelaah oleh para pembaca skripsi ini, maka saya usahakan menyusun menurut sisteraatika yang te - lah ditentukan menurut petunjuk-petunjuk yang ada. i
Berhubung dengan judul skripsi ini, maka kaitan pembahas- annya tidak dapat lepas dengan UUPA atau Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Bab I sebagai bab pendahuluan merupakan latar bela- kang permasalahan yang akan dibabas dalam skripsi ini. Dalam pembahasan permasalahan, saya uraikan secara menye- luruh dan mendasar sehubungan dengan habisnya masa berla- kunya hak guna bangunan yang berkaitan dengan Keppres No.
32 Tahun 1979 dan Permendagri No. 3 Tahun 1979. Secara terperinci akan dibahas dalam bab-bab berikutnya, dengan
12
maksud agar diperoleh gambaran secara umum mengenai isi dan garis besar permasalahan dan jalan keluar sihingga da pat diperoleh penyelesaian yang sebaik-baiknya.
Bab II membahas mengenai pengertian hak guna bangun an, dilanjutkan dengan objek hak guna bangunan dan objek hak guna bangunan. Dengan uraian tersebut akan mudah diperoleh secara jelas mengenai pentingnya hak guna bangunan, terutama dikaitkan dengan gerak cepat pembangunan sebagai program utama Peme rintah Orde Baru yang kini sudah sampai pada tahapan Peli- ta IV.
Selanjutnya, uraian mengenai hak dan kevajiban bagi pemegang hak guna bangunan sangat penting untuk diketahui sehingga perlu dibutuhkan kejelasan secara lebih terperin- ci. Dengan memahami hak dan kewajibannya, maka bagi pemegang hak guna bangunan tersebut akan dapat dimanfaatkan dan dilak- sanakan secara berhasil guna dan berdaya guna.
Pembahasan mengenai masalah ini saya cantumkan dalam Bab III tentang Sifat dan Ciri Hak Guna Bangunan.
Dalam Bab IV akan membahas mengenai instansi yang berwenang memberikan izin. Bagi pemegang hak guna bangunan instansi tersebut sangat penting sehubungan dengan pelaksa- naan hak guna bangunan, luas tanah dan
3 angka waktunya*
Pembahasan masalah ini dapat ditelaah dalam bab tentang Terjadinya Hak Guna Bangunan yang saya cantumkan dalam Bab IV ini.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
13 Bab V tentang Hak Guna Bangunan di Daerah Bojonego
ro dan Beberapa Permasalahan serta Penyelesaiannya, merupa kan pokok pembahasan dalam skripsi ini.
Oleh karena itu mengenai tata cara mengajukan permohonan hak guna bangunan harus diketahui dan difahami dengan je- las oleh pemegang hak tersebut.
Di dalam proses penyelesaian untuk memperoleh hak guna bangunan tidak jarang terjadi akan menemui berbagai bambatan yang memerlukan cara penanganan yang khusus untuk mendapatkan jalan keluar. Di samping itu, perlu dikaitkan sehubungan dengan habisnya masa berlakunya hak guna bangun an sesuai dengan Keppres No.32 Tahun 1979? jo. Permendagri
No. 3 Tahun 1979.
Akhirnya, Bab VI sebagai bab penutup yang memuat ke- simpulan dan saran yang merupakan resume keseluruhan permas alahan mengenai Pelaksanaan Hak Guna Bangunan di Daerah Bo jonegoro, sebagai judul skripsi saya ini.
Begitu pula pendapat dan pandangan-pandangan yang re- levan sebagai saran yang konstruktif positif, saya tambah- kan sebagai pelengkap dalam mengakhiri penulisan skripsi ini dengan maksud apabila terjadi ketimpangan-ketimpangan dalam pelaksanannya dapat diselesaikan secara prosedural se hingga kepastian hukum dapat diperoleh terutama dalam rang- ka kesadaran hukum nasional* mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama
30 tahun (pasal
35
ayat 1 UUPA) dan dapat diperpanjang dengan waktu paling la ma 20 tahun (pasal 3? ayat 2 UUPA).
Berlainan dengan hak guna usaha, maka hak guna ba - ngunan tidak mengenai tanah pertanian. Oleh karena itu, se lain atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara dapat pula diberikan atas tanah milik perorangan (penjelasan pa sal 35 uupa).
Jadi, hak guna bangunan sebagai hak atas tanah itu memberi wewenang kepada pemegang hak tersebut untuk mem - pergunakan tanah yang bukan miliknya guna mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan dalam jangka waktu paling la - ma 30 tahun.
Dalam hukum adat dikenal dengan istilah "numpang karang" atau " ngidung ", yaitu, hak mempunyai rumah di atas pekarangan hak milik orang lain, sebagai tanda terima kasih karena penumpang karang telah lama melakukan peker - ja&n-pekerjaan tertentu pemilik pekarangan. Jadi, sudah ada hubungan batin antara penumpang karang (pengidung) de ngan pemilik pekarangan sehingga tidak diadakan perjanjian
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB II EENGEBTIAN Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
15
tertulis menurut adat sopan santun setempat tanpa memba -
If yar dengan waktu yang tidak ditentukan.
1, Buang lingkup Hak Guna Bangunan Ruang lingkup hak guna bangunan hanya meliputi hak jnendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan tidak meliputi tanah pertanian, tidak mengenai usaha pertanian.
Meskipun lingkupnya hanya meliputi hak untuk men - dirikan dan mempunyai bangunan-bangunan, akan tetapi se - bagai hak atas tanah si pemegang hak juga diperbolehkan menanami tanahnya asal bukan merupakan usaha pertanian, juga dapat memelihara ternak, membuat kolam ikan, asalkan tujuan pokoknya, ialah, untuk bangunan saja.
Akan tetapi, sebagai hak atas tanah, dalam rangka hak menguasai daripada negara atas bumi, maka hak guna bangunan tidak memberikan wewenang kepada pemegang hak ujj raengambil kekayaan alam yang terkandung di dalam tubuh di bavah tanah, Oleh karena pengambilan kekayaan alam yang terkandung di dalam tubuh bumi di bawah tanah itu terma - suk hak kuasa pertambangan.
2* Ob.iek Hak Guna Bangunan Bari ketentuan dalam pasal 35 ayat 1 UUPA dan pen- jelasannya, maka tanah sebagai objek hak guna bangunan ^Iman Soetiknyo, op.cit. « h* 75#
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16
itu dapat berupa : (a) tanah yang langsung dikuasai negara ; (b) tanah milik perseorangan. ad a. Yang dimaksudkan dengan tanah yang langsung di - kuasai oleh Negara ialah hanya tanah-tanah yang belum dihaki dengan sesuatu hak atas tanah. Hak menguasai negara itu meliputi baik tanah-tanah yang sudah dimiliki orang dengan sesuatu hak ma upun yang belum, tanah-tanah yang terakhir ini dalam UUPA disebut "tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara".
Kalau kita melihat pasal 2 ayat 1 UUPA, maka hak menguasai daripada Negara meliputi bumi (hak-hak atas ta - nah), air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang ter- kandung dalam tubuh bumi di bav/ah tanah, sedangkan yang dimaksud dengan tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara itu adalah tanah-tanah yang belum dihaki dengan se suatu hak atas tanah, maka dapat dikatakan tanah negara adalah lebih sempit daripada tanah negara dalam zaman ko- lonial karena yang disebut terakhir ini meliputi semua ta nah. Sedangkan tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah negara dalam hal ini hanya raerupakan sebagian daripada hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimak-
^Budi Harsono, Hukum Agraria Insanesiaf bag. I, jil. I, Jambatan, Jakarta, 1975, h. 192.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17
sud dalam pasal 2 ayat (2) UUPA, yaitu member! wewenang untuk : (a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang ang - kasa tersebut ;
(b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa ; (c) menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang - orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bu - mi, air, dan ruang angkasa,
Hak menguasai tersebut menurut pasal 2 ayat (*+) UUPA, pe - laksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah svatantra dan masyarakat-masyarakat hukum Adat. ad 2. Adapun mengenai tanah milik perorangan adalah terjadi karena pihak yang ingin memperoleh hak guna bangunan tidak mempunyai hak milik. Menge - nai hal ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam hal terjadinya hak guna bangunan.
3. Sub.iek Hak Guna Banrunan Mengenai subjek hak guna bangunan, itu ditentukan didalam pasal 36 ayat 1 UUPA, yang dapat mempunyai hak gu na bangunan ialah ;
a. warga negara Indonesia ;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18
b. badan hukum yang didirikan menurut hukum di In - donesia dan berkedudukan di Indonesia, Jadi hak guna bangunan tidak dapat dipunyai oleh orang a - sing.
Ditinjau dari sudut modalnya, maka badan hukum yang dapat mempunyai hak guna bangunan itu aialah : (a) badan hukum yang bermodal nasional yang progre- sip, baik asli maupun tidak asli ; (b) badan hukum yang bermodal asing, dalam hal ini hanya dibuka kemungkinannya untuk diberikan ji- ka hal itu diperlukan oleh undang-undang yang mengatur pembangunan nasional semesta berencana
(Penjelasan pasal 36 yang menunjuk penjelasan pasal 30 UUPA).
Badan-badan hukum tersebut harus : ^ (a) didirikan menurut hukum Indonesia ; (b) berkedudukan di Indonesia,
Untuk badan-badan hukum yang sebagian atau seluruh- nya bermodal asing hak guna bangunan akan diberikan, jika hal itu diperlukan oleh undang-undang yang mengatur pemba ngunan nasional semesta berencana (pasal 55 UUPA).
Jadi, mengenai badan hukum yang bermodal asing itu diatur oleh undang-undang, artinya harus mendapatkan perse- tujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai vakil rakyat, de-
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19
ngan maksud jangan sampai segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum itu merugikan rakyat.
BAB III SIFAT DAN CIRI HA.K GIJNA BANGUNAN Sifat-sifat dan ciri-ciri hak guna bangunan adalah
sebagai berikut : (a) termasuk hak atas tanah yang sifatnya kuat, yaitu, a*l tidak raudah hapus ; a
.2
dapat dlpertahankan terhadap pihak lain ; (b) dapat beralih dan dialihkan b.l beralih* maksudnya dapat diwaris oleh ahli waris pemegang hak ; b .2 dialihkan, maksudnya dapat dijual, ditukarkan dengan benda lain, dihibahkan, diberikan dengan wasiat (pasal 35 ayat (3) UUPA) ;
(c) jangka waktunya terbatas, paling lama
30 tahun dan da
pat diperpanjang dengan waktu paling lama
20 tahun
(pasal 35 ayat (1) dan (2) UUPA) j (d) dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan, hipotek dan credietverband (pasal 39
UUPA) ; (e) dapat dilepaskan dengan sukarela oleh yang menpunyai sebelum jangka waktunya berakhir, sehingga tanahnya menjadi tanah negara (pasal *+0 sub(c) UUPA)
20 ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
1. Peralihan Hak Guna Bangunan Telah disinggung di atas bahva hak guna bangunftn dapat beralih dan dialihkan* Hak guna bangunan beralih, kalau seseorang yang mempunyai atau pemegang hak mening- gal dunia. Jadi, beralih saraa dengan berpindah karena adanya keraatian, kepada ahli warisnya, beralihnya atau berpindahnya hak tersebut terjadi karena hukum sehingga hal ini adalah menyangkut hukum waris.
Dialihkan, mengandung arti adanya perbuatan hukum yang disengaja untuk mengalihkan hak guna bangunan terse but. Telah dikemukakan bahwa peralihan hak guna bangunan sama dengan peralihan hak milik, perbedaannya hanya me- ngenai jumlah uang peroasukannya.
Peralihan hak guna bangunan itu raenurut Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor
I k Tahun 1961 jo. Peraturan
Direktur Jenderal Agraria Nomor 1*+ Tahun 1968, memerlukan isin yang dikeluarkan oleh : (a) Gubernur/Kepala Direktorat Agraria, bila tanah untuk hak guna bangunan yang diminta terletak di wilayah
Ibukota Daerah Propinsi/Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Daerah Ibu Kota Istimewa Yogyakarta ; (b) Bupati/Walikota?Kepala Agraria Daerah yang bersang- sangkutan, bila tanah untuk hak guna bangunan yang di- minta terletak di luar daerah yang tersebut pada bu- tir (a) tersebut di atas.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22 Sehubungan dengan subyek hak guna bangunan
itu disyaratkan "warganegara Indonesia" (pasal 36* ayat 1 UUPA), maka meskipun untuk hak guna bangunan kita tidak mendapatkan adanya ketentuan seperti pa sal 26 ayat 2 UUPA, sebagai analogi dari ketentuan pasal 26 ayat 2 UUPA tersebut, segala perbuatan hu- kum yang bermaksud untuk langsung atau tidak lang sung memindahkan hak guna bangunan kepada orang asing dan orang yan£ disaraping kewarganegaraan Indo nesia juga mempunyai kewarganegaraan asing, harus dianggap batal karena hukum.
Peralihan hak guna bangunan harus didaftarkan (pasal 38 ayat 1 UUPA). Di dalam pasal 19 UUPA dia- tur tentang Pendaftaran Tanah, yang di dalamnya di- sebutkan s
. untuk menjarain kepastian hukum, oleh pemerintah
1
diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah He- publik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah ;
2 , pendaftaran tersebut dalam ayat 1 dari pasal ini
meliputi
5
a. pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah
;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut ; c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pen;buktian yang kuat.
23
3. pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lin- tas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelengga- raannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria ;
km dalaa peraturan pemerintah diatur_biaya-biaya yang
bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalara ayat 1 di atas dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak inampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.^
Dengan demkian, maka pendaftaran hak guna ba ngunan itu merupakan 2 a. alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan ; b, sahnya peralihan hak guna bangunan.. Kalau pemegang hak guna bangunan tidak meme- nuhi syarat sebagai^ana disebutkan dalam pasal 36 ayat 1 ITJPA, maka menurufc pasal
36 ayat 2 UUPA peme-
gang hak harus melepaskan atau mengalihkan haknya itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Jangka waktu untuk melepas atau mengalihkan hak ter sebut adalah dalani v/aktu satu tahun.
^Boedi Harsono, Undang-undang Pokok Agraria, Se.iarah Penrusunan. Isi dan Pelaksanaannyav Himpunan Peraturan Hukuin Agraria* bag.IIj Janibatan* Jakarta, 1973, h. 13.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2*f
Apabila dalam jangka waktu satu tahun tersebut peme- gang hak tidak melepaskan haknya atau tidak mengalih- kan haknya, maka hak guna bangunan itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahva h a k - h a k pihak lain akan diindahkan menurut ketentuan-ketentuan yang di- tetapkan dengan peraturan pemerintah,
Ketentuan tersebut menurut surat Departemen Pertanian dan Agraria tanggal 30 April 19&3 Homor ;
K u A O / 25/25 juga berlaku terhadap hak guna bangunan yang dipunyai oleh dua pihak, dimana pihak yang satu meraenuhi syarat, sedang pihak yang lain tidak meme- nuhi syarat, maka seluruh hak guna bangunan yang di- haki bersama tadi menjadi hapus karena hukum.
2, Fembebanan Hak Guna Bangunan dengan Hak Tanggungan Menurut pasal 39 UUPA, hak guna bangunan da pat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan. Sedangkan menurut pasal 51 UUPA, hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak guna ba ngunan tersebut dalam pasal 39 UUPA diatur dengan undang-undang• Undang-undang dimaksud belum ada, karena belum ada, maka menurut pasal 57 UUPA, yang ber laku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indo nesia dan credietverband tersebut dalam S. 1908-5^2
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25 sebagaimana yang telah diubah dengan S. - 190.1937
Ketentuan-ketentuan tentang hipotik terdapat dalam pasal 1162 sampai dengan pasal , pasal
1170 11?3 sampai dengan pasal 1185 , 1189 sampai dengan
pasal 119 ^ dan pasal 1198 sampai dengan pasal 1232 Kitab Undang-undang Hukum Perdata* Dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun I960 yang diubah de ngan Peraturan Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1961 menyatakan bahwa hipotik dapat dibebankan kepada se- mua hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan yang telah dibukukan dalam buku tanah menurut keten- tuan Peraturan Pendaftaran Tanah (PP* Nomor 10 Tahun
1961 ) dan harus dengan akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Mengenai hubungan kredit (credietverband) yang diatur dalam 3. 1908 - 5^2 dan 3, 1909 - 58^ di tentukan krediturnya yang dengan 3. 1937 - 151 di tunjuk "Algemene Valkscredietbank" yang kemudian men-
7
jadi 3ank Rakyat Indonesia* Dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun I960 yang diubah dengan Pera turan Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1961 dinyatakan bahwa credietverband dapat dibebankan pada semua hak: hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan, sa- ma dengan hipotik. Dengan demikian, maka pemberian
^VJantjik Saleh. K., Hak Anda ata Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, h. 57»
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26
dan pendaftaran credietverband sama dengan hipotek atau dengan kata lain, ketentuan tentang hipotek ber- laku pula bagi credietverband,
3» Hapusnva Hak Guna Bangunan Menurut pasal VO UUPA, hak guna bangunan ha pus karena
i
a. jangka waktunya berakhir ;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi ; c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir ; d. dicabut untuk kepentingan umum ;
e. ditelantarkan j
f. tanahnya musnah ;
g. ketentuan dalam pasal 3& ayat (
2 ) UUPA ten tang pelepasan hak.
ad. a. Menurut pasal 36 ayat '2 UUPA, bila jang ka vaktu hak guna bangunan telah berakhir (pe megang hak sudah
30 tahun menggunakan hak),
maka atas permohonan pemegang hak dapat memper- panjang hak guna bangunannya paling lama
20 ta-
hun Tang menjadi permasalahan ialah apakah kalau perpanjangan dengan
20 tahun itu sudah
2?
berakhir, dalam arti bahwa pemegang hak sudah selama
50
tahun mendapatkan hak guna bangunan, dapat memperbaharuhi lagi atau memperpanjang hak guna bangunan tersebut*
Menurut pendapat penulis, karena peme gang hak sudah selama
50 tahun menikmati hak
guna bangunan, maka sebaiknya sudah tidak da pat diperbaharui atau dipsrpanjang lagi, untuk menghindari dominasi tanah oleh seseorang atau badan hukum, Oleh karena pemberian perpanjang- an meskipun hanya satu kali, tetapi selama
20
tahun kiranya sudah harus dipandang telah cu- kup, sehingga penguasaan hak guna bangunan ha rus diakhiri, berarti tidak dapat diperbaharui atau diperpanjang lagi, kecuali untuk kepen- tingan umum dipandang perl'u dapat diadakan pe- rubahan hak (umpama menjadi hak milik atau hak Pakai)♦
Memang, secara tegas peraturan umum me- ngenai jangka waktu hak guna bangunan belum ada, maka sebaiknya jangka waktu hak guna ba ngunan sebagaimana tercantum dalarn pasal
35
y ayat (
1 ) dan ayat ( 2 ) ITJFA, supaya di dalam
Surat Keputusan (S.K) tentang pemberian hak guna bangunan dicantumkan bahwa kalau hak guna bangunan sudah diperpanjang satu kali dengan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28
jangka vaktu paling lama
20 tahun, maka hak
guna bangunan berakhir dan tidak dapat diper- baharui atau diperpanjang lagi.
Penerusan menggunakan hak guna bangu nan dengan jalan penerobosan, yaitu dengan memakai orang lain sebagai pemohon baru hen- ■ daknya dapat dihindari dengan cara diadakan pengawasan sebaik-baiknya oleh instansi yang berhak. ad. b. Hak guna bangunan dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu sya rat tidak dipenuhi.
Kalau sesuatu syarat tidak dipenuhi da- lam hal ini dapat merupakan alasan untuk meng- hentikan hak guna bangunan yang bersan^kutan, karena pemegang hak tidak meraenuhi kewaj'iban- nya. i-iengenai hal syarat-syarat, Boedi Har- sonoj menulis :
s.H.
"Syarat-syarat tersebut sebelum ada peraturan umum yang mengatur hak guna bangunan disebutkan di dalam surat ke- putusan peisberian hak guna bangunan yang bersangkutan11.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29 Instansi yang berwenang membatalkan hak guna
bangunan itu adalah Menteri Dalam Negeri/Di- rektur Jendral Agraria (Peraturan Menteri Da lam Negeri Nomor 1 Tahun 1967)* ad* c* Tentang hapusnya hak guna bangunan yant dilepaskan oleh pemegang hak sebelum jangka waktunya berakhir, berarti menyerahkan haknya dengan sukarela kepada negara. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1967? rse'.nerlukan surat keputusan penegasan da- ri Gubernur/Kepala Direktorat Agraria. ad* d. Mengenai napusnya hak guna bangunan yang dicabut untuk kepentingan umum di dasarkan atas pasal
6 , 18 dan pasal *+0 huruf d UUPA ser- ta Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961.
Pasal
6 UUPA, semua hak atas tanah meapunyai
fungsi sosial ;
Pasal 18 UUPA, untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama aari rakyat, hak-hak atas tanah da pat dicabut, dengan memberi gan- ti kerugian yang layak dan menu rut cara yang diatur dengan un- dang-undang.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
- -30
Pasal MD huruf d UUPA, dicabut untuk kepen- tingan urnurn.
Undang-undang yang dimaksudkan oleh pa sal 18 UUPA tersebut adalah Undang-undang ifo- mor 20 Tahun 1961 yaitu undang-undang tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada Di atasnya (Lembaran Negara Nomor 288
Tahun 1961, Tambahan Lembaran Negara Nomor 232*+ yang berlaku tanggal 26 September 1961), ad. e. Mengenai hapusnya hak guna bangunan ka rena diteriantarkan, menurut memori penjelasan pasal
27 UUPA bahwa tanah diteriantarkan kalau
dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai de ngan keadaannya atau sifat dan tujuan daripada haknya, dengan kata lain karena pemegang hak tidak sanggup untuk mengurusnya* ad. f. Mengenai hapusnya hak guna bangunan ka rena tanahnya musnah, menurut Prof. Mr. Dr.
Sudargo Gautama : “Bahwa sesuatu hak hapus ka rena obyeknya sudah tidak adalagi adalah hal yang lazira". yaitu : a* terjadi dengan perubahan hak ; b. terjadi karena penetapan pemerintah ; c. terjadi karena perjanjian.
Mengingat adanya ketentuan dalam pasal 55 ayat (
2
) UUPA, maka ada cara yang ke empat dapat ditambah- kan di sini ; d. terjadi karena undang-undang (untuk badan hukum yang bermodal asing tersebut)• ad. a. Terjadinya hak guna bangunan karena peralihan hak.
Sejak mulai berlakunya UUPA (tanggal
2b
September I960), hak atas tanah yang berupa t a.l* eigendom kepunyaan orang asing, seorang warganegara yang di samping kewarganegara an Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing dan badan-baaan hukum, yang tidak ditunjuk oien pemerintah sebagaimana di-
r
maksud dalam pasal 21 ayat (2) UUPA menja- di hak guna bangunan (Pasal I ayat (
3 ) Ke-
tentuan-ketentuan Konversi)#
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB IV T E B J A D i m HA.K GUNA BANGUNAN Terjadinya hak guna bangunan ada tiga macam,
2* Hak opstal, yang merabebani hak eigendom sejak mulai berlakunya UUPA menjadi hak guna bangunan yang membebani hak milik
(Pasal I ayat (*f) Ketentuan-Ketentuan Kon- versi) ; 3, Hak milik (Adat) dan hak-hak lainnya yang sejenis (seperti i hak agrarisch eigendom, milik yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grand sultan, landerijen bezitrecht, altijd durende erf- pacht, hak usaha atas bekas tanah partike- lir) sebagai yang tersebut di dalam pasal
II ayat (1) Ketentuan-Ketentuan Konversi yang dipunyai orang asing dan warganegara yang di samping kewarganegaraan Indonesia i
' < mempunyai kewarganegaraan asing dan badan- badan hukum yang tidak ditunjuk oleh peme- rintah sebagai yang dimaksud pasal
21 ayat
(2) UUPA menjadi hak guna bangunan atau hak guna bangunan, sesuai dengan peruntukan tanahnya mulai sejak berlakunya UUPA (Pa sal II ayat (2) Ketentuan-Ketentuan Kon versi) $
Hak opstal dan erfpacht untuk permohonan, yang ada pada mulai berlakunya UUPA ini,
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
33
sejak saat tersebut menjadi hak guna ba ngunan (Pasal V Ketentuan-Ketentuan Kon versi) ; a *5* Hak eigendom kepunyaan warganegara Indo nesia tunggal yang tidak dapat membukti- kan kewarganegaraannya pada Kantor Pen daftaran Tanah sebelum tanggal 2b Maret 1961 (Pasal I ayat (1) Ketentuan-Keten- tuan Konversi jo pasal PIoA Nomor 2 Ta hun I 960 ) menjadi hak guna bangunan. ad. b. Terjadinya hak guna bangunan karena penetapan pemerintah.
Menurut ketentuan pasal 37 UUPA hak gu na bangunan dapat terjadi karena penetapan pe merintah, yaitu tanahnya berasal dari tanah
- * Negara (tanah yang dikuasai langsung oleh Ne gara) • Cara memperoleh hak guna bangunan de ngan penetapan pemerintah adalah bahwa calon pemegang harus mengajukan permohonan ijin untuk
■ mendapatkan hak guna bangunan kepada instansi pemerintah yang berwenang, yaitu Menteri Dalam Negeri/Dirjen Agraria dan Gubernur Kepala Dae- rah/Direktorat Agraria (Instruksi Menteri Dalam
IJegeri Nomor 25 Tahun 1976 dan Permendagri lio- mor
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6 Tahun 1972)•
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Bila permohonan di kabulkan, maka instansi tersebut akan mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Kak (Hak Guna Bangunan) ; ad. c. Terjadinya hak guna bangunan karena perjanjian.