PROSESI ADAT RUWATAN RAMBUT GIMBAL DALAM PERSPEKTIF FIQH IMAM ABU HANIFAH DI SEMBUNGAN, KEJAJAR, WONOSOBO, JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

  

PROSESI ADAT RUWATAN RAMBUT GIMBAL

DALAM PERSPEKTIF FIQH IMAM ABU HANIFAH

DI SEMBUNGAN, KEJAJAR, WONOSOBO,

JAWA TENGAH

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

  

Oleh:

Irinna Ika Wulandari

NIM: 21111034

  

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALAT

  IGA

2016

  

MOTTO

Jika setiap cerita hidup kita selalu indah,

Kita tidak akan pernah bisa belajar tentang

ikhlas dan sabar

Ketika kehidupan tidak

kamu jalani dengan penuh kesungguhan,

maka kamu akan menjalaninya dengan penuh

kelemahan

Jika kita telah melakukan yang terbaik,

kita tidak akan memiliki waktu

untuk mengkhawatirkan kegagalan...

  

PERSEMBAHAN

Atas rahmat dan ridho Allah SWT, karya skripsi ini

penulis persembahkan untuk:

   Orang tua ku tersayang Bapak Muh Isom dan Ibu

  Siti Munawaroh yang selalu memberikan do’a, kasih

  sayang, semangat kepada ku, hormat dan baktiku kan selalu tertuju untukmu. Mereka adalah malaikat ku di dunia.

   Adikku tersayang Dian Vera Rahmawati terimakasih untuk do’anya semoga semua cita-cita

  mu terwujud.

   Kakek dan nenekku, Ngatemin dan Siti Fatimah serta seluruh keluarga yang telah mendukungku.

   Untuk keponakan ku tersayang Esa Bhakti Illahi teruslah belajar yang rajin.

   Sahabatku Nurul, Aini, Rosa terimakasih untuk

  kebersamaan kita selama empat tahun ini semoga persahabatan kita akan terus terjalin sampai kapanpun.

   Untuk Muhlasin terimakasih telah memberikan motivasi dan dukungan.

   Teman-teman ku seperjuangan AS angkatan 2011.

  Teman-teman Pondok Salafiah Pulutan yang telah

  memberikan canda tawa dan kenangan yang

  terbaik. Terutama untuk mbk Imah, Nuril, dan Erni terimakasih

   Untuk mbk Nina, mbk Lita, ijah terimakasih untuk kebersamaan kita.

   Keluarga besar PMII Joko Tingkir kota Salatiga terimaksih untuk kebersamaannya sahabat-sahabati.

   Keluarga besar LPM Dinamika.

   Semua Kyai Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan

terimakasih atas bimbingan dan petuah-petuahnya.

   Bapak H.Agus Ahmad Suaidi, M.A. yang telah

memberikan inspirasi dan bimbingan bagi penulis.

   Bapak Sukron Ma’mun,S.HI.,M.Si sebagai dosen

  pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

   Gus Faid dan Gus Niam yang telah membantu memberikan kritik dan saran bagi penulis.

   Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga

   Almamater tercinta Kampus INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA.

KATA PENGANTAR

  Assalamu‟alaikum Wr. Wb

  Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

  Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

  1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Sukron Ma‟mun,S.HI.,M.Si selaku Ketua Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah (AS).

  3. Sukron Ma‟mun, S.HI.,M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.

  4. Heni Satar N,S.H.,M.Si selaku pembimbing akademik 5.

  Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  6. Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.

  7. Masyarakat Desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo yang telah memberikan penulis tempat dalam mengadakan penelitian, sehingga terselesainya skripsi ini.

8. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

  Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

  Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

  Salatiga, 9 September 2015 Penulis, Irinna Ika Wulandari

  ABSTRAK

Wulandari, Irinna Ika. 2016. PROSESI ADAT RUWATAN RAMBUT

GIMBAL DALAM PERSPEKTIF FIQH IMAM ABU HANIFAH DI

SEMBUNGAN, KEJAJAR, WONOSOBO. Skripsi. Jurusan Ahwal Al

Syakhshiyyah. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri

Salatiga. Dosen Pembimbing:

  Sukron Ma’mun,S.HI., M.Si. Kata Kunci: Fiqh Imam Abu Hanifah, Adat ruwatan rambut Gimbal

  Perkembangan Islam di Indonesia mengalami proses yang berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan lainnya yang bermacam- macam. Salah satunya termasuk bersinggungan langsung dengan tradisi dan budaya masyarakat Indonesia. Berkenaan dengan itu, maka perlu ditegaskan bahwa unsur-unsur budaya lokal yang dapat menjadi sumber hukum Islam ialah yang sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Agama sebagai sistem nilai pasti akan mengalami proses akulturasi, terhadap kemajemukan budaya. Oleh karena itu, bagaimana hukum Islam menghadapinya dan mampu menyelesaikan permasalahan yang timbul di masyarakat dengan baik serta mendatangkan kemaslahatan dari penetapan hukum dan menghindarkan dari kemudharatan.

  Kemudian peneliti merumuskan sebagai berikut untuk mengetahui penyebab munculnya ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar,Wonosobo, untuk mengetahui prosesi ruwatan rambut gimbal, Untuk mengetahui bagaimana pandangan Fiqh Imam Abu Hanifah terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode yang akan digunakan adalah dengan melakukan wawancara, observasi, catatan lapangan dan pemanfaatan dokumen.

  Ruwatan rambut gimbal merupakan prosesi pemotongan pada anak rambut gimbal yang bertujuan untuk menghilangkan bala‟/bencana rambut gimbal, agar si anak memiliki rambut yang normal, pemotongan rambut gimbal bersifat simbolis dari Tafa‟ul dengan maksud untuk memperoleh keberkahan, kesehatan, dan mengharap kebaikan di masa yang akan datang. Namun apabila adanya keyakinan atau kepercayaan dengan cara memotong rambut gimbal akan menghilangkan nasib buruk maka termasuk Thiyaroh (merasa bernasib sial) dan berujung pada kemusyrikan dengan alasan misalnya jika rambut tidak dipotong hidupnya akan celaka. Karena hal seperti itu jelas bertentangan dengan hukum Islam. Kepercayaan kepada yang lain misalnya Bhatara Kala, hingga meyakini jika dengan diadakan ruwatan maka dapat terhindar dari mangsa Bhatara Kala atau terbuang sialnya.

  Dalam Al Qur‟an maupun hadis telah dijelaskan tidak ada nasib buruk. Karena Semua itu datangnya hanya dari

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

  HALAMAN LOGO ................................................................................................................. ii

  HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI ........................................ iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................. v HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix ABSTRAK ...................................................................................................... xi DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

  BAB I : PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah .......................................................

  B.

  8 Rumusan Masalah ..................................................................

  C.

  8 Tujuan Penelitian ..................................................................

  D.

  8 Manfaat Penelitian .................................................................

  E.

  9 Penegasan Istilah ..................................................................

  F.

  Tinjauan Penelitian ................................................................ 10 G.

  Metode Penelitian .................................................................. 12

  H. Sistematika Penulisan............................................................. 18

  BAB II : RUWATAN MENURUT FIQH A. Adat Istiadat (al-„urf) ............................................................. 20 B. Ruwatan bagian dari Tafa‟ul.................................................. 25 C. Harmoni Islam dan budaya Jawa ........................................... 33 BAB III : DESA SEMBUNGAN DAN MUNCULNYA TRADISI RUWATAN RAMBUT GIMBAL A. Gambaran umum Desa Sembungan ....................................... 36 B. Struktur Organisasi Rt/Rw .....................................................

  39 C. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ........................................ . 40

  

E. Rangkaian Prosesi Ruwatan....................................................... 44

1.

  Pra Acara ............................................................................ 44 2. Prosesi Ruwatan.......................................................... ....... 44 3. Petugas Pencukur rambut gimbal........................ ............... 47 4. Urutan Kirab Budaya ........................................................ 48 5. Daftar nama anak yang diruwat tgl 1 Agustus 2015 .......... 51 F.Sejarah Mitos Kepercayaan ruwatan rambut gimbal .................

  52 BAB IV : TRADISI RUWATAN RAMBUT GIMBAL DALAM PERSPEKTIF FIQH IMAM ABU HANIFAH A.

  Tradisi dan Keyakinan ........................................................... 55 B. Prosesi dan Makna Ruwatan Rambut Gimbal ....................... 58

  C. Prosesi Ruwatan Rambut Gimbal dalam Perspektif Fiqh Imam Abu Hanifah .....................................................................

  64 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 74 B. Saran-saran ............................................................................ 77

  DAFTAR PUSTAKA

  LAMPIRAN - LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sebagian besar penduduknya

  beragama Islam. Perkembangan Islam di Indonesia mengalami proses yang berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan lainnya yang bermacam-macam.

  Salah satunya termasuk bersinggungan langsung dengan tradisi dan budaya masyarakat Indonesia. Namun bukan berarti tradisi dan budaya yang telah ada hilang begitu saja. Berkenaan dengan itu, maka perlu ditegaskan bahwa unsur-unsur budaya lokal yang dapat menjadi sumber hukum Islam ialah yang sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Yaitu tidak ada unsur yan g bertentangan dengan dalil syara‟ yang dilarang. Agama sebagai sistem nilai pasti akan mengalami proses akulturasi (KBBI,1989:18) dan kolaborasi terhadap kemajemukan budaya sebagai hasil tindakan manusia maupun kemajemukan budaya yang masih berada pada pemikiran dan sikap manusia. Oleh karena itu, bagaimana hukum Islam menghadapinya dan mampu menyelesaikan permasalahan yang timbul di masyarakat dengan baik serta mendatangkan kemaslahatan dari penetapan hukum dan menghindarkan dari kemudharatan. Tradisi dan budaya merupakan warisan bangsa yang tidak ternilai harganya, karena itu menjadi kewajiban dan tanggung jawab bangsa Indonesia untuk melestarikan keberadaannya sehingga tidak punah begitu saja. Ruwatan merupakan prosesi adat rambut gimbal (gembel) yang dilakukan masyarakat Sembungan, rambut gembel agar si anak memiliki rambut yang normal, selain itu si anak yang dicukur rambutnya agar memperoleh keberkahan dan kesehatan serta untuk menjalankan ajaran leluhur mereka. Upacara ruwatan cukur rambut gimbal di Sembungan ini sudah menjadi agenda tahunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo. Dan kegiatan ini selalu mengundang ribuan orang untuk mengunjunginya. Setiap anak yang berambut gimbal ha rus melewati prosesi “ruwatan”.

  Ruwatan menurut bahasa Jawa berarti “lepas” yang bermakna lepas dari karakteristik sebagai anak gimbal, dengan cara mencukur rambut gimbalnya.

  Supaya rambut gimbal nya tidak akan tumbuh gimbal lagi. Anak-anak gembel tersebut sering disebut anak sukerta (diganggu). Anak sukerta adalah anak yang dicadangkan menjadi mangsa dari Bathara kala. Agar kembali menjadi anak yang wajar maka harus disucikan dan dibersihkan gimbalnya.

  Proses menghilangkan sesuker rambut gimbalnya itulah yang dinamakan Ruwatan. Rambut ini muncul pertama kali disertai demam tinggi dan menggigau (ngrumil) merupakan bahasa Dieng saat tidur. Gejala ini baru berhenti dengan sendirinya ketika rambut sang anak menjadi kusut (gimbal) dan menyatu antara yang satu dengan lainnya, menyerupai rambut orang- orang rastafara Jamaica. Menurut kepercayaan setempat anak berambut gimbal ini merupakan keturunan orang pertama yang hidup di dataran tinggi Dieng yaitu Kyai Kolodete, bagi mereka anak gimbal adalah anak titipan leluhur yang harus mereka jaga. merupakan manusia pertama yang melakukan babat alas Dieng. Kyai Kolodete diyakini memiliki rambut panjang dan gembel (gimbal) yang kemudian sebelum beliau meninggal mewasiatkan rambut gembelnya akan dititipkan pada anak cucu dan keturunannya. Kyai Kolodete memang menyukai anak-anak dan akan menurunkan gimbalnya pada anak-anak, namun tidak semua anak Dieng berambut gimbal. Hanya mereka yang terpilih atau nasib anak itu masing-masing.

  Ada juga yang percaya rambut gimbal merupakan

  bala‟/ bencana sehingga

  anak yang telah dipotong rambut gimbalnya dipercayai akan tumbuh menjadi anak baik panjang umur, dan banyak rezeki. Sebaliknya jika tidak dicukur, dia akan tumbuh menjadi anak nakal dan selalu mengalami masalah, oleh karena itu ruwatan pemotongan rambut gimbal menjadi tradisi yang sejak dulu terus dipertahankan sampai sekarang. Kepercayaan secara turun temurun dan terus diyakini seseorang yang dianggap diluar kewajaran memang terkadang aneh dan tidak masuk akal (irasional), akan tetapi bagaimanapun juga hal ini merupakan hak asasi kepercayaan setiap orang. Anak yang berambut gimbal cenderung lebih aktif bahkan nakal di bandingkan pada anak umumnya. Anak-anak berambut gimbal di Dieng biasanya diperlakukan istimewa oleh keluarga dan masyarakat sekitar karena memiliki kelebihan dibanding dengan anak lain sebayanya. Dan biasanya memiliki permintaan yang sering diluar dugaan, anak-anak gimbal ini belum akan dipotong rambutnya sampai anak tersebut meminta dengan sendirinya atau atas inisiatif

  Kemudian sang anak akan mengatakan permintaannya, dan permintaan ini pun sering diluar dugaan orang tuanya seperti minta telur satu keranjang, minta tikus, minta gethuk, dan sebagainya. Dan permintaan ini tidak akan berubah dari sejak pertama dia bicara sampai ketika akan dilakukan ruwatan pemotongan. Hal ini nampaknya aneh tapi itulah kenyataan yang ada. Anak gimbal tidak terlahir gimbal namun tumbuh pada usia 2-5 tahun, gejala awal yang muncul anak panas antara 1-2 minggu tidak kunjung sembuh, setelah beberapa hari kemudian akan tumbuh gimbal pada bagian rambut kepalanya.

  Dan jika rambut itu dipotong sewaktu-waktu tanpa melalui prosesi ruwatan anak itu bisa sakit.

  Prosesi yang dilakukan selama ruwatan di desa Sembungan menggunakan cara islam yang sedikit digabung dengan adat jawa dengan adanya ingkung, tumpeng rombyong, (nasi tumpeng diberi tusukan-tusukan jajanan pasar) yang nantinya semua itu akan dimakan bersama oleh pengunjung. Iringan solawat atau rebana, pengajian dan doa-doa tolak bala (bencana) dikumandangkan saat prosesi cukur rambut gimbal. Setelah sholawat atau rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu pelaksana upacara. Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka prosesi upacara pun dimulai. Prosesi cukur rambut gimbal di Sembungan dilaksanakan di sekitar Telaga Cebong, permintaan anak dipenuhi dan rambut siap dipotong. Doa-doa Islam dikumandangkan oleh Kyai setempat prosesi ruwatan dilanjutkan dengan larungan dimana rambut yang sudah dipotong sholawat Nabi dan musik rebana. Kegiatan Terakhir adalah makan tumpeng

  

Robyong (berbentuk tumpeng nasi putih di atasnya ditancapkan jajan pasar)

  dan jajanan pasar dari warga sekitar secara bersama-sama. Kemudiaan dimeriahkan oleh pawai budaya. Dengan urut-urutan Kesenian Thek-thek (angklung), pembawa song-song agung (pembawa payung besar), pembawa jajanan pasar, pembawa bucu robyong (nasi tumpeng di tusuki jajanan pasar),

  

pembawa bebana (permintaan anak gimbal), pasukan tombak, anak berambut

  gimbal, rebana, kesenian kuda kepang, kelompok anak-anak (terdiri dari kelomok anak-anak sekolah), kesenian angguk (syair-syair Islam), kelompok masyarakat dan keluarga anak yang diruwat, kesenian liong (naga), dan terakhir masyarakat desa.

  Fenomena anak gimbal ini memang sudah lazim di kalangan masyarakat Sembungan. Namun bagi orang luar, peristiwa ini adalah sesuatu yang aneh, unik, dan mungkin sulit diterima dengan logika. Yang jelas, anak- anak g imbal ini ibarat menjadi “raja” yang akan dikabulkan semua keinginannya hingga masa ketika tiba waktu untuk dipotong mahkota “ rambut gimbalnya”.

  Ruwatan merupakan tradisi yang sebenarnya sudah mengadopsi ajaran Islam, ruwatan yang dilakukan masyarakat Sembungan merupakan prosesi pemotongan rambut anak Gimbal dengan tujuan untuk keselamatan dari anak yang akan diruwat, di dalam Islam sendiri Slametan (doa, ucapan pernyataan dan sebagainya yang mengandung harapan supaya sejahtera, beruntung tidak inginkan atau dengan kata lain untuk meminta keselamatan dan kesehatan kepada Allah untuk seseorang dengan mengundang orang untuk melakukan makan bersama maupun melakukan doa bersama. Makanan yang dihidangkan dalam suatu acara selametan (doa, ucapan pernyataan dan sebagainya yang mengandung harapan supaya sejahtera,beruntung tidak kurang satu apapun) merupakan sedekah/Sodakoh untuk keselamatan, yang artinya secara langsung bermakna keberuntungan bagi orang-orang yang diundang, karena ketika masyarakat datang mendapatkan rezeki bisa makan bersama. Selain

  

selametan ada juga pembacaan sholawat, sholawat yang berarti memuji

  mengagungkan Rosullullah, dan membuat wasilah dengan membaca sholawat. Barang siapa yang membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti di hari akhir.

  Para ulama ushul fiqh memberikan definisi adat sebagai berikut

  َ ٍَةَّيِلْقَعٍةَقَلاَعِْيَْغ َْنِمُرِّر ََكَتُلمْاُرْمَلأا

  “Sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional

  Definisi ini menunjukkan bahwa apabila suatu perbuatan dilakukan secara berulang-ulang menurut hukum akal, tidak dinamakan adat. Definisi ini juga menunjukkan bahwa adat itu mencakup persoalan yang amat luas, yang menyangkut masalah pribadi, seperti kebiasaan seseorang dalam tidur, makan, dan mengkonsumsi jenis makanan tertentu, atau permasalahan yang menyangkut orang banyak, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan hasil seperti cepatnya seorang anak menjadi baligh di daerah tropis, disamping itu adat juga bisa muncul dari hawa nafsu dan kerusakan akhlak, seperti korupsi, sebagaimana adat juga bisa muncul dari kasusu-kasus tertentu, seperti perubahan budaya suatu daerah disebabkan pengaruh budaya asing. Adapun „urf menurut ulama ushul fiqh Mushtafa Ahmad al-Zarqa dalam buku Haroen (1996:138) adalah

  :

  َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََ َ ٍلْعِفَْوَأَ ٍلٍْوَ قَِْفٍَْمْوَ قَِرْوُهُْجَُُةَدَاع Kebiasaan mayoritas kaum, baik dalam perkataan atau perbuatan

  Di dalam Al Qur‟an jugs telah dijelaskan jika meminta perlindungan kepada selain Allah terhadap sesuatu hal itu termasuk kemusyrikan yang dilarang, sebagaimana berikut:

  ََنِمَاًذِإََكَّنِإَفََتْلَعَ فَْنِإَفََكُّرُضَيَلٍَوََكُعَفْ نَ يَلٍَاَمَِوَّللاَِنوُدَْنِمَُعْدَتَلٍَو َََََ ََيِمِلاَّظلا

  Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu,jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk

orang-

orang yang dhalim (musyrik).” (QS. Yunus: 106).

  َُبيِصُيَِوِلْضَفِلََّداَرَلاَفٍَْيَِْبََِكْدِرُيَْنِإَوََوُىَلٍِإَُوَلََفِشاَكَلاَفٍَّرُضِبَُوَّللاََكْسَسَْيََْنِإ ََو ََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََ َ َُميِحَّرلاَُروُفَغْلاََوُىَوَِهِداَبِعَْنِمَُءاَشَيَْنَمَِوِب َََََََََََََََََََََََََ َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََ

  ”Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki

  Dasar kaidah yang lain adalah adalah Firman Allah, Surat Al- A‟raf: 199).

  ََيِلِىاَْلْاَِنَعَْضِرْعَأَوَ ِفْرُعْلاِبَْرُمْأَوََوْفَعْلاَِذُخ َََََََََََََ ََََََََََََََََََََََ ََََ

  “Berikanlah maaf dan perintahkanlah mengerjakan ma‟ruf dan berpalinglah dari orang- orang jahil / bodoh” (QS. Al-A‟raf: 199) B.

RUMUSAN MASALAH 1.

  Bagaimana praktek ruwatan terhadap anak gimbal di Sembungan bisa muncul?

2. Bagaimana prosesi ruwatan rambut gimbal di Sembungan berlangsung? 3.

  Bagaimana pandangan Fiqh Imam Abu Hanifah terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal di Sembungan?

C. TUJUAN 1.

  Untuk mengetahui penyebab munculnya praktek ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar, Wonosobo.

2. Untuk mengetahui prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar, Wonosobo.

  3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan fiqh Imam Abu Hanifah terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar, Wonosobo.

D. MANFAAT 1.

  Manfaat praktis

  a. Bagi peneliti , untuk mengetahui bagaimana dan apa saja yang ada dalam prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar, Wonosobo.

  b. Bagi ilmu hukum untuk mengetahui adakah hal-hal yang tidak sesuai dalam prosesi ruwatan dengan hukum Islam.

  c. Bagi masyarakat agar masyarakat paham mengenai aturan-aturan hukum yang berlaku dalam syariat Islam dan melestarikan kebudayaan yang telah ada.

2. Manfaat Teoritis

  Manfaat teoritis ini berdasarkan teori-teori yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk memahami bagaimana pandangan hukum Islam terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal.

E. PENEGASAN ISTILAH 1.

  Pandangan : Sesuatu yang dapat dipandang (dalam arti kiasan juga) (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1976:704).

  2. Hukum : Peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan/ adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak( Kamus besar bahasa Indonesia, 1976:363) 3. Islam : Agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW( kamus besar bahasa indonesia,1976:388)

  4. Prosesi : Pawai atau perarakan dengan upacara( kamus besar bahasa indonesia,1976:769)

5. Adat : aturan (peraturan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala (kamus besar bahasa indonesia,1976:15).

  6. Ruwatan : adalah upacara membebaskan orang dari nasib buruk yang akan menimpa (kamus besar bahasa indonesia,1976:842)

  7. Rambut : adalah bulu yang berutas-utas halus yang tumbuh di kepala/ tubuh ( kamus besar bahasa indonesia,1976:795)

  8. Gimbal : adalah lebat dan tidak teratur (kamus besar bahasa indonesia http://ebsoft.web.id)

F. TINJAUAN PUSTAKA Adat memanglah sesuatu yang sudah ada dan tidak dapat dihilangkan.

  Yang lahir secara turun-temurun dari para leluhur. Seperti dalam kaidah adat kebiasaan dapat dijadikan pijakan hukum.

  Pada penelitian Sebelumnya Tradisi Ruwatan Laut dalam Perspektif Hukum Islam (di kelurahan kangkung kecamatan Teluk Betung selatan kota bandar lampung) skripsi yang ditulis oleh Riki Dian Saputra UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta menerangkan Ruwatan laut merupakan akulturasi antara budaya dan agama, karena dengan melaksanakan ruwatan laut tersebut ada pelestarian nilai-nilai sosial keagamaannya. Terlepas dari tradisi ruwatan laut masyarakat muslim kelurahan kangkung bahwa pada dasarnya untuk mempertahankan eksistensi keberlangsungan kehidupan dan kerukunan beragama di dalam masyarakat disana, maka tradisi tersebut masih tetap dilaksanakan.

  Kemudian, Tradisi Upacara Ruwatan Ruwah Desa (Studi Kasus di Desa Gemurung Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo) skripsi yang ditulis oleh saudari Khoirotun Nasifah 2012 (digilib.uinsby.ac.id/1/240/4/bab1/pdf) menyimpulkan bahwa upacara Ruwah Desa merupakan suatu tradisi masyarakat Gemurung yang biasa diadakan setahun sekali dalam bulan ruwah yang telah menjadi tradisi sejak lama di desa tersebut. Pada dasarnya upacara Ruwah Desa yang diadakan di Desa Gemurung merupakan realisasi tradisi nenek moyang yang dikenal secara mandalam dikalangan masyarakat dengan istilah mengikuti orang terdahulu. Masyarakat Gemurung menganggap dengan mengadakan upacara Ruwah Desa tersebut merupakan upacara ibadah dalam ajaran Islam karena sabagian dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah karena telah diberi rizki dan menjadikan desanya sejahtera tentram serta penghasilan desa sangat baik. Di dalam pandangan hukum Islam, tindakan masyarakat Gemurung yang tergolong santri mereka menyebutkan bahwa upacara Ruwah Desa yang mereka lakukan hanyalah niat untuk sedekah kepada Allah agar desanya terhindar dari bahaya dan tidak terdapat unsur syirik, khurafat ataupun tahayul. Karena dalam upacara tersebut diisi dengan nilai-nilai keislaman seperti khataman. Dilanjutkan Shalat Ashar berjamaah, Istighosah dan pembacaan Yasiin dan tahlil, pengajian dan sholawat.

  Dengan demikian, upacara Ruwatan Desa di desa Gemurung tidak bertentangan dengan ajaran Islam karena tidak ada unsur penyembahan ataupun yang lainnya.

  Penelitian-penelitian terkait dengan anak gembel di Dieng diantaranya adalah skripsi Heri Cahyono,mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul ”Ruwatan Cukur Rambut Gimbal di Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo” (2008,Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Dalam penelitian ini Cahyono menerangkan bagaimana asal mula tradisi ruwatan cukur anak gimbal di Desa Dieng.

  Dijelaskan juga bagaimana prosesi ruwatan serta makna upacara ruwatan bagi masyarakat. Dalam penelitian ini, Cahyono hanya menjelaskan asal-usul, prosesi dan makna ritual secara umum.

  Sedangkan fokus penelitian skripsi yang akan dilakukan oleh penulis adalah untuk memberikan penjelasan dan gambaran tentang Prosesi Ruwatan Rambut Gimbal (di desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo) dalam Perspektif Fiqh Imam Abu Hanifah.

G. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian dan Pendekatan Untuk membantu memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, peneliti akan menggunakan jenis pendekatan kualitatif dan menggunakannya sebagai acuan dalam penulisan proposal skripsi. penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kualifikasi pengukuran (Ghani,1997:11). Sedang menurut Taylor dalam (Moleong, 2002:3) penelitian kualitatif adalah sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati. Dari pengertian tersebut, sudah tentu sesuai dengan judul yang telah ada ini, peneliti akan berada pada latar yang alamiah sehingga metode yang akan digunakan adalah dengan melakukan wawancara, observasi, catatan lapangan dan pemanfaatan dokumen.

  Penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang menghasilkan data tertulis. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah diskripsi. Penelitian diskripsi menurut (Suryabrata, 1998:19) adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan uraian, paparan mengenai situasi kejadian-kejadian.

  2. Kehadiran Peneliti Seperti yang telah diterangkan di atas bahwasannya peneliti akan melaksankan observasi dan wawancara langsung pada obyek kajian sehingga sudah tentu peneliti barada pada lapangan bersama nara sumber yang ada. Penelitian akan dilaksanakan di Desa Sembungan Kecamatan Kejajar Wonosobo, Jawa Tengah. Sembungan sendiri merupakan tempat yang terdapat rambut Gimbal sejak dari dahulu,

  3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo Jawa Tengah pada tahun 2015.

  4. Sumber Data Data dalam penelitian ini adalah semua data yang diperoleh dari informan yang dianggap penting dan juga dihasilkan dari dokumentasi yang menunjang. Data yang peneliti gali berasal dari unsur-unsur yang terkait dengan judul yang diteliti.

  5. Prosedur Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan dari peneliti adalah untuk mendapatkan data. Dalam pelaksanaan penelitian ini, data akan diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data: a. Observasi Langsung

  Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. di dalam penelitian peneliti mengobservasi prosesi ruwatan atau pemotongan rambut gimbal. Menurut (Nawawi,1990:100) observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Dalam observasi ini penulis mengamati prosesi rangkaian acara Ruwatan rambut gimbal dari Awal sampai akhir b. Wawancara Yakni percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011:186) nara sumber yang diwawancara meliputi Kadus desa Sembungan, tokoh agama, ketua kelompok sadar wisata (Pokdarwis), anak yang berambut gimbal, orang tua anak berambut gimbal, serta masyarakat.

  c. Dokumen Dokumen terdiri dari kata-kata dan gambar yang telah direkam tanpa campur tangan pihak peneliti. Dokumen tersebut tersedia dalam bentuk tulisan, catatan, suara dan gambar (Daymon,2008:3) metode ini digunakan untuk memperluas pengamatan dan pengumpulan data. Data yang diambil berasal dari catatan hasil wawancara, dan foto-foto dokumentasi.

  6. Analisis Data Menurut

  (Muhadjir,1994:104) menyatakan, analisis data merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Penulis akan menunjukkan laporan penyajian laporan. Data yang penulis sajikan seperti naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan sebagainya.

  7. Keabsahan Data Untuk keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dalam kriteria kreadibilitas. Hal ini dimaksud untuk membuktikan bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam penelitian. Metode yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data:

  a. Triangulasi Sumber Yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Dalam metode ini penulis mengecek informan satu dengan yang lain yang diwawancara dan dari sini dapat diukur benar tidaknya kenyataan yang ada.

  b. Triangulasi metode Yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan sumber data dengan metode yang sama (Moleong,2002:178). Dalam metode ini penulis melakukan kroscek antara wawancara dengan hasil observasi yang dilakukan .

  8. Tahap-tahap Penelitian Menurut (Moloeng,2002:84-105) tahap-tahap penelitian yang a. Tahap Pra lapangan

  1. Mengajukan judul penelitian 2. menyusun proposal skripsi

  3. Konsultasi penelitian kepada pembimbing

  b. Tahap pekerjaan lapangan

  1. Persiapan diri untuk memasuki lapangan

  2. Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian

  3. Pencatatan data yang telah dikumpulkan

  c. Tahap analisis data

  1. Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian 2. pengecekan keabsahan data

H. Sistematika Penulisan

  Untuk mempermudah pemahaman pembaca pada penelitian ini, peneliti menyusun sebuah sistematika penulisan. Sistematika penulisan ini ada lima macam bab, yang masing-masing membahas masalah yang berbeda. Akan tetapi, hal itu merupakan satu kesatuan yang menyambung. Adapun rincian dari kelima bab tersebut adalah sebagai beriku:

  Bab pertama, bab ini berisi pendahuluan yang bertujuan untuk memberikan gambaran objek kajian secara umum. Pada bab ini akan memuat pembahasan yang meliputi latar belakang yang berisi hal-

  Bab kedua, bab ini membahas landasan teori yang menyangkut pandangan fiqh Imam Abu Hanifah mengenai adat, kepercayaan, serta ruwatan itu sendiri dan peneliti-peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian tentang ruwatan. Bab ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang masyarakat dan lingkungan yang menjadi latar belakang ritual adat ruwatan rambut gimbal serta fiqh Imam Abu Hanifah yang menjadikan landasan teori.

  Bab ketiga, bab ini mendeskripsikan, pertama: tentang data penelitian yang mencakup setting penelitian yang telah dinarasikan oleh penulis agar mudah dipahami oleh pembaca. Setting penelitian tersebut berisi letak geografis, demografis, dan aspek keadaan penduduk sekitar. Kedua: asal-usul ruwatan yang tidak patut untuk dilupakan, karena sejarahlah yang membuat semua itu ada. Ketiga, pelaksanaan prosesi adat ruwatan rambut gimbal yang kemudian dilanjutkan dengan deskripsi prosesi ini yang dapat dibuktikan dengan adanya waktu dan tempat yang telah ditentukan, pelaku, perlengkapan dan mekanisme ruwatan rambut gimbal. Dari semua deskripsi yang ada pada bab tiga, tidak lain merupakan hasil dari observasi, wawancara dan dokumentasi dari penelitian prosesi adat ruwatan rambut gimbal.

  Bab keempat, analisa terhadap prosesi adat ruwatan rambut gimbal di Sembungan, Kejajar, Wonosobo menurut tinjauan fiqh

  Bab kelima, adalah penutup yang berisi kesimpulan dari hasil pembahasan secara keseluruhan dan disertai dengan saran-saran, kemudian diakhiri dengan kata penutup.

BAB II Ruwatan menurut Fiqh A. Adat Istiadat (Al-‘urf) Secara etimologi „Urf berarti “yang baik”. Para ulama ushul

  فرعلا

  fiqh membedakan antara adat dengan „urf dalam membahas kedudukannya sebagai salah satu dalil untuk menetapkan hukum syara‟.„Urf menurut ulama ushul fiqh Mushtafa Ahmad al-Zarqa dalam buku Haroen (1996:138) adalah

  :

  َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََ َ ٍلْعِفَْوَأَ ٍلٍْوَ قَِْفٍَْمْوَ قَِرْوُهُْجَُُةَدَاع َ َََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََ

  Kebiasaan mayoritas kaum, baik dalam perkataan atau perbuatan

  Beliau mengatakan bahwa „urf merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum dari „urf. Suatu „urf, menurutnya harus berlaku pada kebanyakan orang di daerah tertentu, bukan pada pribadi atau kelompok tertentu dan „urf bukanlah kebiasaan alami sebagaimana yang berlaku dalam kebanyakan adat, tetapi muncul dari suatu pemikiran dan pengalaman, seperti kebiasaan mayoritas masyarakat pada daerah tertentu yang menetapkan bahwa harus diadakannya ruwatan pemotongan rambut gimbal pada anak berambut gimbal di Dieng. Macam- macam „urf menurut pemaparan Ahmad Fahmi Abu Sunnah dalam buku Haroen (1996:139)

  1. Dari segi obyeknya

  a. Al- adalah kebiasaan masyarakat dalam

  „urf al-lafzhi يظفللاَ فرعلا

  mempergunakan lafal atau ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran masyarakat. Misalnya, ungkapan “daging” mencakup seluruh daging yang ada.

  b. Al- adalah kebiasaan masyarakat yang

  „urf al-„amali يلمعلاَ فرعلا

  berkaitan dengan p erbuatan biasa atau mu‟amalah keperdataan. Yang dimaksud “perbuatan biasa” adalah perbuatan masyarakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain.

  Seperti kebiasaan masyarakat dalam memakai pakaian tertentu dalam acara-acara khusus.

2. Dari segi cakupannya‟urf terbagi dua

  a. Al- adalah kebiasaan tertentu yang berlaku

  „urf al-„am ماعلاَ فرعلا secara luas di seluruh masyarakat dan di seluruh daerah.

  b. Al- adalah kebiasaan yang berlaku di daerah

  „urf al-khash صاخاَفرعلا

  dan masyarakat tertentu. „Urf al-khash seperti ini menurut Mushthafa Ahmad al-

  Zarqa‟ tidak terhitung jumlahnya dan senantiasa berkembang sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi masyarakat. a. Al- adalah kebiasaan yang berlaku di

  „urf al-shahih حيحصلاَفرعلا

  tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash(ayat atau hadis), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka, tidak pula membawa mudarat kepada mereka.

  b. Al- adalah kebiasaan yang bertentangan

  „urf al-fasid دسافلاَ فرعلا

  dengan dalil- dalil syara‟ dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara‟.

  Dari berbagai kasus „urf yang dijumpai para ulama ushul fiqh merumuskan kaidah- kaidah fiqh yang berkaitan dengan „urf, diantaranya yang paling mendasar

  1.

  ٌَةَمَّكََمََُةَّداَعلا Adat kebiasaan itu bisa menjadi hukum 2.

  َِةَنِكْمَلأْاَوَِةَنِمْزَلأْاُِّيَْغَ تِبَِمَاكَحَلأْاُرُّ يَغَ تَُرَكْنُ يَلٍ Tidak diingkari perubahan hukum disebabkan perubahan zaman dan tempat.

  3.

  ًَاطْرَشَِطْوُرْشْمْل ََاكًافْرُعَُفْوُرْعَلما Yang baik itu menjadi „urf, sebagaimana yang disyaratkan itu menjadi syara t

  4.

  َِّصَّنلَِابَ ِتِباَّشلَاَكَ ِفْرُعْلِابَُتِباَّشلا Yang ditetapkan melalui „urf sama dengan yang ditetapkan melalui nash (ayat atau hadis) Syarat-syarat ‘Urf

  „urf dapat dijadikan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum

  1. „Urf itu baik yang bersifat khusus dan umum maupun yang bersifat perbuatan dan ucapan berlaku secara umum. Artinya, „urf itu berlaku dalam mayoritas kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan keberlakuannya dianut oleh mayoritas masyarakat tersebut.

  2. „Urf itu telah memasyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu muncul. Artinya, „urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih dahulu ada, sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya. 3. „Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam suatu transaksi. Artinya dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak telah menentukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan. 4. „Urf itu tidak bertentangan dengan nash, sehingga menyebabkan hukum yang dikandung nash itu tidak bisa diterapkan. „urf seperti ini tidak bisa dijadikan dalil syara‟, karena kehujjahan „urf bisa diterima apabila tidak ada nash yang mengandung hukum permasalahan yang dihadapi.

  Legalitas Al- ‘Urf

  Jumhur fuqaha‟ mengatakan bahwa al-„urf merupakan hujjah dan dianggap sebagai salah satu sumber hukum syariat. Mereka bersandar pada dalil-dalil sebagai berikut.

  1. Firman Allah Saw :

  ََيِلِىاَْلْاَِنَعَْضِرْعَأَوَ ِفْرُعْلاِبَْرُمْأَوََوْفَعْلاَِذُخ

  “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf ” serta berpalinglah dari orang- orang bodoh”(QS. Al-A‟raf : 199)

  Ayat ini menjelaskan tentang wajibnya mengamalkan adat sebab jika tidak wajib Allah tidak menyuruh Rasullah SWT.

  2. Hadits Rasulullah SAW, “Apa yang dilihat kaum muslimin baik maka ia juga baik di sisi Allah”. Hadits ini menunjukkan bahwa setiap yang dianggap baik oleh kaum muslimin maka hal itu juga baik di sisi Allah dan jika memang begitu maka wajib diamalkan dan dijadikan sandaran hukum.

  3. Syariat Islam sangat memperhatikan aspek adat kebiasaan orang Arab dalam menetapkan hukum. Semua ditetapkan demi mewujudkan kemaslahatan bagi khalayak ramai, seperti akad dan mewajibkan denda kepada pembunuhan yang tidak disengaja. Selain itu, Islam juga telah membatalkan beberapa tradisi buruk yang membahayakan, seperti mengubur anak perempuan dan menjauhkan kaum wanita dari harta warisan Islam mengakui keberadaan adat istiadat yang baik.