ANALISIS PENETAPAN WALI ADHOL DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

ANALISIS PENETAPAN WALI ADHOL

DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh:

Danang Eko Setyo Adi

21110002

  

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 4 (Empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

  Kepada Yth, Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamualaikum Wr. Wb.

  Disampaikan dengan hormat, Setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi maka naskah skripsi mahasiswa: Nama : DANANG EKO SETYO ADI NIM : 21110002 Judul : ANALISIS PENETAPAN WALI ADHOL DI

PENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2010

  dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

  Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

  Salatiga, 11 September 2015 Pembimbing, Lutfiana Zahriani, M.H NIP: 150303025

KEMENTERIAN AGAMA RI

  INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa No. 9 Telp (0298) 3419400 Salatiga 50722 http//www.iainsalatiga.ac.id e-ma

  

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

ANALISIS PENETAPAN WALI ADHOL DI PENGADILAN AGAMA

SEMARANG TAHUN 2010

  Oleh: Danang Eko Setyo Adi

  NIM: 21110002 Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 25 September 2015 dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam.

  Dewan Sidang Munaqasyah Ketua Penguji : Dr. H. Muh Irfan Helmy, Lc. M.A. ....................................

  Sekretaris : Luthfiana Zahriani, MH. .................................... Penguji I : Evi Ariyani, MH. .................................... Penguji II : H. M. Yusuf Khummaini,S.HI.,MH ....................................

  Salatiga, 25 September 2015 Dekan Fakultas Syariah Drs. Siti Zumrotun, M.Ag.

  NIP. 19670115 199803 2002

PERNYATAAN KEASLIAN

  Yang bertanda tangan di bawah ini, Saya: Nama : Danang Eko Setyo Adi NIM : 21110002 Jurusan : Ahwal Al-Syakhshiyya Fakultas : Syari

  ‟ah Judul Skripsi : ANALISIS PENETAPAN WALI ADHOL

DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2010

  Menyatakan bahwa, skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan (plagiat), saduran atau terjemahan dari karya tulis orang lain. pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 18 September 2015 Yang menyatakan, Danang Eko Setyo Adi NIM : 21110002

  

MOTTO

       

  

Maka orang-orang yang beriman dan beramal

saleh,mereka memperoleh ampunan dan rezki yang

mulia.(Al-Hajj:50)

  

PERSEMBAHAN

Untuk Orang-Orang yang Ku Sayangi

  

Karya ini aku persembahkan kepada kedua orang tuaku yang

tersayang, Bapak Jumadi dan Ibu Ngaimah Adik Tercinta, Deni Dwi Rahayu

Teman-teman seperjuangan di perkuliahan (Akhwal Al Syakhsiyyah)

  

Terima kasih

Atas doa dan support yang telah diberikan

  

ABSTRAK

  Adi, Danang Eko Setyo. 2015. Analisa Penetapan Wali Adhol di Pengadilan Agama

  Semarang Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Ahwal Al- Syakhshiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  Kata Kunci: Perkawinan, Wali Adhol, Hukum Fiqih,

  Dewasa ini sering muncul permasalahan dimana orang tua mempelai tidak

setuju dengan pernikahan anaknya, sehingga orang tua enggan untuk menikahkan

calon mempelai. Dalam hal ini, wali yang menolak untuk menjadi wali nikah disebut

Wali Adhol. Hanya dalam hal yang benar-benar dipandang tidak beralasan,orang

tua tidak menyetujui perkawinan anaknya dan menolak menjadi wali, misalnya orang

tua menolak atas pertimbangan materi, pangkat, dan sifat-sifat lahiriyah calon

suami, bukan atas pertimbangan agama dan akhlak. Perwalian dapat dimintakan

kepada sultan, kepala negara yang disebut juga hakim. Ini adalah landasan dari

dilakukannya penelitian ini. Seperti yang terjadi di Pengadilan Agama Semarang,

ada beberapa calon mempelai yang tersandung oleh permasalahan dimana orang tua

mempelai tidak setuju dengan pernikahan anaknya . Maka fokus penelitian yang ingin

dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Apakah pertimbangan Hakim Pengadilan

Agama Semarang dalam menetapkan perkara wali adhol tersebut.(2) Bagaimana

penetapan wali adhol Pengadilan Agama Semarang ditinjau dari fiqh.

  Penelitian kualitatif ini menggunnakan metode pengumpulan data, wawancara,

observasi, dokumentasi dan studi kepustakaan. Jenis penelitian yuridis normatif

adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau

data sekunder tentang penetapan wali adhol .

   Dari temuan penelitian (1) Hakim dalam pertimbangannya menetapkan wali

adhol karena alasan wali menolak tidak memenuhi syara‟meliputi: karena wali tidak

suka dengan sikap calon suami pilihan anaknya, wali tidak setuju dengan beda jauh

selisih umur, wali beda agama dan tanpa alasan yang jelas, mempertimbangkan

kemaslahatan dan kemadhorotan yang akan timbul dari penetapannya itu,

dikhawatirkan akan terjadi kawin lari atau

  “kumpul kebo” (jawa) yang itu tidak

sesuai dengan syara‟, Pemohon dan calon suami Pemohon telah memenuhi syarat-

syarat dan tidak ada larangan untuk melangsungkan pernikahan sesuai ketentuan

agama Islam. (2)Penetapan Hakim Pengadilan Agama Semarang tentang wali adhol

tahun 2010 telah sesuai hukum fiqih dan tidak bertentangan dengan syara‟ bahwasanya telah jelas dalam dalam Al- Qur‟an Surah Al Baqarah ayat 232 dan beberapa dalil fiqih.

KATA PENGANTAR

  Bismillahirrahminirrahim,Alhamdulillahirobbil „alamin,

  Peneliti menyampaikan rasa syukur yang mendalam atas nikmat yang Allah SWT anugerahkan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul

  “ANALISA PENETAPAN WALI ADHOL DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2010” dengan baik dan penuh dedikasi. Penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1.

  Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Drs. Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga 3. Sukron Ma‟mun, M.Si selaku Ketua Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah 4. Lutfiana Zahriani, M.H selaku pembimbing skripsi yang telah sudi kiranya meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan skripsi.

  5. Ketua Pengadilan Agama Semarang, Drs Jasirudin, S.H. M.Si beserta jajaran pengurus yang telah mau memberikan waktunya untuk keperluan penggalian informasi 6. Kepada semua pihak yang belum dapat penulis sampaikan satu persatu.

  Semoga Allah berkenan untuk membimbing dan memberikan hidayah dalam setiap langkah hidupnya. Kemudian, semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

  Salatiga, 18 September 2015 Danang Eko Setyo Adi

  DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

NOTA PEMBIMBING .................................................................................... ii

PENGESAHAN ............................................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................ iv

MOTTO ............................................................................................................ v

PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

PENGANTAR ................................................................................................ viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................. 6 C. Tujuan Penelitian ................................................................... 7 D. Kegunaan Penelitian .............................................................. 7 E. Penegasan Istilah .................................................................... 7 F. Metodologi penelitian ............................................................ 8 G. Telaah Pustaka ..................................................................... 12 H. Sistematika Penulisan .......................................................... 15 BAB II KAJIAN TEORI A. Perkawinan .......................................................................... 17 1. Pengertian Perkawinan ................................................... 17 2. Hukum Perkawinan ........................................................ 18 3. Rukun Perkawinan ......................................................... 19 4. Syarat Perkawinan .......................................................... 22

  B.

  Wali ..................................................................................... 24 1.

  Pengertian Wali ....................................................... 24 2. Dasar Hukum Wali ................................................... 27 3. Kedudukan Wali Nikah ............................................ 29 4. Syarat-Syarat Wali ................................................... 34 5. Macam-Macam Wali ................................................ 39

  BAB III Perkara Penetapan Pengadilan Agama Semarang Tentang Wali Adhol tahun 2010 A. Perkara Hukum Tentang Wali Adhol .................................... 47 1. Jumlah Perkara Wali Adhol

  di Pengadilan Agama Semarang ..................................... 47 2. Penetapan-penetapan Pengadilan Agama Semarang tentang Wali Adhol Tahun 2010 ..................................... 48

  B.

  Proses Penyelesaian Perkara Wali Adhol .............................. 62

  BAB IV Analisis Penetapan Pengadilan Agama Semarang Tahun 2010 tentang Wali Adhol A. Analisis Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Semarang dalam Menetapkan Wali Adhol ........................... 65 B. Analisis Penetapan Pengadilan Agama Semarang

  ditinjau dari Fiqh ................................................................. 66 1.

  Penetapan Nomor : 0031/Pdt.P/2010/PA.Sm .................. 67 2. Penetapan Nomor : 068/Pdt.P/2010/PA.Sm .................... 68

  3. Nomor Penetapan: 0078/Pdt.P/2010/PA.Sm ................... 71 4.

  Penetapan Nomor: 0071/Pdt.P/2010/PA.Sm ................... 73 5. Penetapan Nomor: 0072/Pdt.P/2010/PA.Sm ................... 74

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................... 76 B. Saran .................................................................................... 76 LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan Allah SWT dalam jenis yang berbeda namun berpasangan dengan maksud agar manusia dapat mengembangkan keturunan. Dalam Islam jalan yang sah untuk mengembangkan keturunan ialah melalui semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan manusia untuk

  beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.

  Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarki tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan kemuliaa manusia, Allah mengadakan hukum sesuai martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridlai, dengan upacara ijab qabul sebagai lambang adanya rasa ridla-meridlai, dan dengan dihadiri para saksi yang menyaksikan bahwa kedua pasangan laki-laki dan perempuan itu saling terikat.

  Perkawinan merupakan suatu ikatan yang suci antara seorang pria dan wanita sebagaimana yang disyariatkan oleh agama, dengan maksud dan tujuan yang luhur. Suatu perkawinan dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal yang diliputi perasaan cinta, kasih, dan kedamaian di antara masing-masing anggotanya, sebagaimana tercermin dalam undang-undang perkawinan sebagai berikut:

  "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Lembaran Negara RI, 1988:1).

  Pada dasarnya, yang berkepentingan langsung dalam perkawinan adalah para calon suami istri, namun tidak boleh dilupakan bahwa perkawinan adalah masalah besar, masalah keturunan yang akan menyambung kehidupan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, perkawinan seharusnya tidak hanya dipandang sebagai masalah para pribadi yang mengalaminya, bukan masalah pribadi yang saling "cinta" satu sama lain tanpa menghiraukan hubungannya dengan keluarga, lebih-lebih orang tua masing-masing yang Bersangkutan Sahnya suatu perkawinan menandakan adanya suatu keadaan dimana perkawinan telah dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukunnya berdasarkan hukum Islam (Basyir, 1996:41).

  Adapun rukun nikah yaitu : calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan, wali (dari mempelai perempuan), dua orang saksi (laki-laki), akad (iijab dan qabul). Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.

  Orang yang bertindak selaku wali nikah harus memenuhi syarat hukum Islam.

  Akad pernikahan merupakan akad yang istimewa dari pada akad-akad lainnya seperti jual-beli atau gadai. Akad nikah dianggap oleh ulama sebagai hal yang harus ditangani dengan hati-hati (aqd khatir) karena akan berimplikasi kepada anak dan hal-hal lain yang ditimbulkan karena pernikahan seperti hak warisan.

  Salah satu unsur yang paling utama dari akad nikah adalah wali nikah. Hanya wali nikah yang memiliki hak untuk menikahkan wanita yang berada dalam perwaliannya. Hak ini diberikan Islam kepada wali nikah, karena wanita tidak berarti ia telah berzina.

  Sebagaimana para ahli hukum islam mengatakan bahwa perkawinan yang dilaksanakan tanpa wali. Maka perkawinan tersebut tidak sah karena kedudukan wali dalam akad perkawinan adalah salah satu rukun yang mesti harus dipenuhi.

  Perwalian itu ada yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Yang umum adalah perwalian mengenai orang banyak dalam suatu wilayah atau negara. Sedangkan perwalian khusus ialah berkenaan dengan manusia dan harta benda. Di sini yang dibicarakan wali terhadap wali manusia yaitu masalah perwalian dalam perkawinan. Wali ialah suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya (Sayid Sabiq, 1980:7) Mengenai wali nikah menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah merupakan rukun yang harus dipenuhi seperti tertuang dalam pasal 19 bagian ketiga yaitu: wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahinya.

  Adapun orang-orang yang berhak menjadi wali nikah atas seseorang calon mempelai wanita harus memenuhi syarat, yaitu: laki-laki, beragama islam, dewasa dan sehat akal, merdeka, tidak dibawah pengampuan, adil, dan tidak sedang ihram. Dalam KHI pasal 20, yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum islam yakni muslim aqil dan baligh.

  Di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 20 ayat (2) menyebutkan ada dua yang perwaliannya didasarkan kepada adanya hubungan darah. Sedangkan wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah. Kemudian dijelaskan pula secara rinci dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai wali nikah pada pasal 21, 22, 23 lebih jelasnya pada pasal 21 ayat 1, Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempeai wanita. Pertama, kekompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah,kakek dari pihak ayah dan seterusnya. Kedua, kerabat saudara laki-laki kandung atau audara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.

  

Ketiga , kelompok kerabat paman yakni saudara laki-laki kandung ayah,saudara

  seayah dan keturunan laki-laki mereka. Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.

  Kemudian pada pasal 22 menyebutkan: Apabila wali nikah yang lebih berhak, urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau oleh karena wali itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah udzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya.

  Umumnya yang menjadi wali nikah adalah ayah kandung. Dan jika memang orang tua berhalangan, bisa diwakilkan oleh dari pihak ayah (laki-laki) paman, kakek, saudara laki-laki sebagai wali nasab. Atau jika semuanya tidak Isalam pasal 23 ayat 1 “wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketaui keberadaanya (tempat tinggalnya) atau gaib atau adhal”. Dalam hal wali adhol maka wali baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan Agama tentang wali tersebut.

  Dewasa ini sering muncul permasalahan dimana orang tua mempelai tidak setuju dengan pernikahan anaknya, sehingga orang tua enggan untuk menikahkan calon mempelai. Dalam hal ini, wali yang menolak untuk menjadi wali nikah disebut wali adhol.

  Hanya dalam hal yang benar-benar dipandang tidak beralasan,orang tua tidak menyetujui perkawinan anaknya dan menolak menjadi wali, misalnya orang tua menolak atas pertimbangan materi, pangkat, dan sifat-sifat lahiriyah calon suami, bukan atas pertimbangan agama dan akhlak. Perwalian dapat dimintakan kepada sultan, kepala negara yang disebut juga hakim. Ini adalah landasan dari dilakukannya penelitian ini. Apabila masalah tersebut tidak diselesaikan, maka akan menjadikan masalah yang tidak akan ada hentinya.

  Seperti yang terjadi di Pengadilan Agama Semarang, ada beberapa calon mempelai yang tersandung oleh permasalahan dimana orang tua mempelai tidak setuju dengan pernikahan anaknya.

  Meskipun tidak menutup kemungkinan perkara wali adhol ini terjadi diwilayah peradilan lain tapi penyusun lebih tertarik di Pengadilan Agama tahun 2010 jumlahnya 13 perkara dibandingkan antara tahun 2011 sampai tahun 2014 dan juga penyusun mengetahui, memahami, situasi dan kondisi diwilayah Semarang. Maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana proses pengajuan, penyelesaian atau penetapan wali adhol di Pengadilan Agama Semarang. Untuk itu penyusun mengambil judul: “ANALISIS PENETAPAN WALI ADHOL PENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2010”.

  B.

  Rumusan masalah Berangkat dari latar belakang di depan, ada beberapa hal yang akan penulis kemukakan sebagai pokok masalah, yaitu:

  1. Apakah pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Semarang dalam menetapkan perkara wali adhol tahun 2010 tersebut?

  2. Bagaimana penetapan wali adhol Pengadilan Agama Semarang tahun 2010 ditinjau dari fiqh? C.

  Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: .

  1. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Semarang dalam 2.

  Untuk mengetahui bagaimana penetapan wali adhol Pengadilan Agama Semarang tahun 2010 ditinjau dari fiqh.

  D.

  Kegunaan penelitan Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah: 1. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan hazanah keilmuan bagi penulis dan masyarakat luas.

  2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan rujukan masalah yang berkaitan dengan perpindahan perwalian.

  E.

  Penegasan Istilah Untuk memperoleh kejelasan mengenai judul diatas, penyusun akan menegaskan istiah-istilah yang perlu dijelaskan dalam skripsi yang bejudul

  “ANALISIS PENETAPAN WALI ADHOL PENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2010” sebagai berikut ini: 1.

  Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagian dan penelaahan

  bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

  2. Penetapan adalah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis, dan diucapkan pleh Hakim dalam sidang terbuka bentuk umun, sebagai

  3. Wali Adhol adalah wali nasab yang mempunyai kekuasaan untuk menikahkan mempelai wanita yang berada di bawah perwaliannya, tapi enggan atau tidak mau menikahkan sebagai layaknya seorang wali yang baik (Arto, 2011:243).

  4. Pengadilan Agama Semarang adalah badan peradilan tingkat pertama yang melaksanakan kekuasaan kehakiman negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan di wilayah Semarang (Bisri, 2000:6).

  F.

  Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekataan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandangan teoritis maupun praktis (Nawawi dan Hadari, 1992:208). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian langsung terhadap nara sumber yang dibutuhkan dalam penelitian dan tidak dengan menyebar angket.

  Berangkat dari judul dan permasalahan yang mendasari penelitian,

  normatif) adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder penetapan wali adhol (Soekanto dan

  Mamudji, 2001: 13-14).

  2. Kehadiran Peneliti Peneliti bertindan sebagai instrument sekaligus pengumpulan datayang mana penulis langsung datang dan mewawancarai salah satu hakim

  Pengadilan Agama Semarang yang telah menetapkan perkara tentang wali adhol.

  3. Lokasi Penelitian Peneliti ini dilaksanakan di Pengadilan Agama Semarang yang beralamat dijalan Ronggolawe No. 6 Telp. (024) 7606741, 7622887 Fax.

  (024) 7616741 http: // Semarang 50149, Jawa Tengah, Indonesia.

  4. Sumber Data a.

  Data primer artinya data yang yang diperoleh peneliti dari sumber pertama atau tangan pertama. Dalam hal ini adalah langsung diperoleh dari wawancara hakim serta penetapan Pengadilan Agama Semarang tentang wali adhol.

  b.

  Data Sekunder, artinya data penunjang dalam bentuk dokumen-

  literature . Setelah permasalahan dirumuskan, langkah selanjutnya

  adalah mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pandangan-pandangan, atau penemuan-penemuan yang relevan dengan pokok permasalahannya (Soemitro, 1983:23).

  5. Prosedur Pengumpulan Data a.

  Interview atau wawancara Metode interview adalah suatu bentuk komunikasi untuk mendapatkan suatu informasi yaitu dengan bertanya langsung dengan

  Majelis Hakim Pengadilan Agama Semarang yang memutuskan perkara tentang wali adhol tersebut.

  b.

  Dokumentasi Yaitu usaha untuk mendapatkan data dengan mengambil dokumen-dokumen, catatan-catatan dan arsip-arsip dari berbagai kegiatan. Teknik dokumenter ini akan penulis gunakan untuk memperoleh data tentang penelitian wali adhol (Nawawi, 1990:133).

  6. Analisis Data Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif. Analisa data dilakukan setiap saat pengumpulan data dilapangan secara berkesinambungan. Diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi, dilanjutkan dengan langkah abstraksi-abstraksi teoritis pertanyaan-pertanyaan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal. Gambaran atau informasi tentang peristiwa atas obyek yang dikaji tetap mempertimbangkan koherensi internal, masuk akal dan berhubungan dengan peristiwa factual atau realistik. Dengan cara melakukan komparasi hasil temuan observasi dan pendalaman makna, diperoleh suatu analisis data yang terus-menerus sepanjang proses penelitian. (Bungin, 2011:154).

  Metode berfikir yang digunakan dalam menganalisis adalah berdasarkan dasar-dasar yang bersifat umumkemudian meneliti persoalan-persoalan yang bersifat khusus. Dari analisis tersebut kemudian ditarik, kesimpulan yang pada hakikatnyamerupakan jawaban atas permasalahan (Nawawi dan Hadari, 1992:213).

  7. Pengecekkan Keabsahan Data Dilakukan pengecekan sumber data terhadap sumber data yang lain.

  Dengan demikian data atau informasi tentang suatu keadaan atau aspek tertentuyang sama, dapat disbanding-bandingkan. Usaha itu akan memungkinkan data yang terhimpundapat lebih dipercaya kebenaranmya (Nawawi dan Hadari, 1992:211).

8. Tahap-tahap Penelitian

  Tahap penelitian yang penulis lakukan adalah: menentukan atau memilih tema penelitian, pencarian informasi, penentuan lokasi penelitianyang akan diteliti pencarian dan pengumpulan sumber-sumber dat penulis teliti atau bahas.

  G.

  Telaah Pustaka Sudah banyak ilmuan-ilmuan yang membahas mengenai wali nikah.Beragam karya mereka dituangkan dalam berbagai macam jenis bentuk, mulai dari buku, karangan ilmiah, tesis, skripsi, bahkan mereka telah memposkan dalam link internet. Pemerintah Indonesia pun telah membahasnya dan dituangkan dalam berbagai macam jenis. Baik itu peraturan pemerintah (Kompilasi Hukum Islam) bahkan telah dicantumkan dalam sebuah undang- undang. Dalam buku yang berjudul "Hukum Perkawinan Islam" karangan Moh.

  Idris Ramulya mengungkapkan tentang orang yang bertindak sebagai wali dan penjelasan tentang wali nasab dan wali hakim. Dalam buku ini juga mengungkapkan tentang perpindahan wali bahwa:

  1. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adhol atau enggan.

  2. Dalam hal wali adhol atau enggan maka wali hakim dapat dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut (Ramulya, 1999:74-75). Sedangkan dalam buku "Fiqih Sunnah" yang ditulis oleh Sayyid Sabiq hanya wali karena ghaib (belum datang).

  Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya yang berjudul "Hukum Perkawinan Islam" menguak tentang syarat-syarat wali, yang berhak menjadi wali, tertib wali, wali mujbir, wali hakim dan wali muhakkam.

  Ahmad Azhar Mengenai wali hakim menyatakan bahwa perwalian nasab pindah kepada wali hakim apabila: a. Wali nasab memang tidak ada

  b. Wali nasab bepergian jauh atau tidak di tempat, tapi tidak memberi kuasa kepada wali yang lebih dekat c. Wali nasab kehilangan hak perwaliannya

  d. Wali nasab sedang berihram haji atau umrah

  e. Wali nasab menolak bertindak sebagai wali f. Wali nasab menjadi mempelai laki-laki dari perempuan dibawah perwaliannya.

  Hadi Sayuti, Achmad dalam sripsinya Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Wali Nikah dalam

  

Prespektif Dua Madzhab dan Hukum Positif , untuk mengetahui dasar madzhab

  Imam S yafi‟I tentang kedudukan wali dalam pemikirannya, untuk mengetahui dasar madzhab Imam Hanafi tentang kedudukan wali dalam pemikirannya, serta wali pernikahan menurut hukum positif jenis penelitian menggunakan library

  (penelitian pustaka), metode yang digunakan induktif menguraikan data

  research

  Imam S yafi‟I nikah tanpa wali adalah tidak sah, Imam Hanafi menggunakan argumen Surah Al Baqarah ayat 232, menurut hukum positif datur dalam Undang-Undang Perkawinan no.1 Tahun 1974 pasal 51 ayat 1.

  Abdul Ghufron dalam sripsinya Fakultas Syariah Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah IAIN Walisongo Semarang yang berjudul Analisa Pendapat Imam

  

Syafi‟i Tentang Wali Nikah Janda di Bawah Umur untuk mengetahui pendapat

  serta metode istimbat imam syafi‟i tentang wali nikah di bawah umur, jenis penelitian ini menggunakan library research (peneliti kepustakaan) pemilihan kepustakaan diseleksi sedemikian rupa dengan mempertimbangkan aspek mutu dan kualitas dari kemampuan pengarannya. Metode analisis datanya menggunakan deskriptif analisis. Kesimpulannya tentang pendapat Imam Syafi‟i mengharuskan adanya wali dalam pernikahan sangat relevan dan realitas kehidupan masa kini, untuk metode istimbat tidak ada nikah sama sekali kecuali dengan adanya seorang wali.

  Dedy Roehan Asfia dalam skripsinya Fakultas Syariah Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah IAIN Walisongo Semarang yang berjudul Analisa Terhadap

  Penentuan Wali Nikah bagi Perempuan yang Lahir Kurang dari 6 Bulan untuk

  mengetahui pelaksanaan penentuan wali serta mengetahui dasar hukum wali nikah bagi perempuan yang lahir urang dari 6 bulan, di dalam penelitian ini menggunakan field research langsung mengambil data dari lapangan. Metode analisa datanya menggunakan deskripti kualitatif memberikan predikat kepada pelaksanaan penentuan wali tidak mempunyai dasar hukum karena kementrian agam tidak memberikan petunjuk untuk penentuan wali, serta dasar hukum yang di gunakan untuk penentuan wali adalah fiqih.

  Pada dasarnya proposal skripsi ini dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu sangtlah berbeda dengan penelitian- penelitian terdahulu, yaitu yang akan diteliti pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Semarang dalam menetapkan perkara wali adhol serta bagaimana penetapan wali adhol Pengadilan Agama Semarang ditinjau dari fiqh . Kemudian karya para ilmuan-ilmuan yang telah membahas mengenai wali nikah akan menjadi bahan acuan dalam penyusunan proposal skripsi ini.

  H.

  Sistematika Penulisan Untuk memudahkan jalan fikiran, pemahaman dan pembahasan dalam mendiskripsikan ini,penyusun akan menguraikan sistematika penyusunan secara universal dengan membagi seluruh materi kepada beberapa bagian bab dan masing-masing menjadi sub bab. Ada pun susunan dari bab-bab tersebut adalah sebagai berikut : 1.

  BAB I merupakan pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, telaah pustaka, dan sistematika penulisan 2.

  BAB II merupakan kajian teori dan menjelaskan tentang perkawinan yang syarat perkawinan. dan selanjutnya menjelaskan tentang tinjauan umum tentang wali nikah yaitu: pengertian wali, dasar hukum wali, kedudukan wali, syarat-syarat wali dan macam-macam wali.

  3. BAB III merupakan hasil penelitian yang terdiri dari: perkara hukum tentang wali adhol, jumlah perkara, penetapan-penetapan Pengadilan Agama Semarang tentang wali adhol dan proses penyelesaian perkara wali adhol.

  4. BAB IV merupakan analisa data dari data temuan-temuan yang terdiri dari: pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Semarang dalam menetapkan perkara tentang wali adhol dan penetapan wali adhol Pengadilan Agama Semarang ditinjau dari hukum fiqh.

  5. BAB V bab ini merupakan bab penutup dari penyusunan skripsi yang penulis susun. Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian dan saran-saran.

BAB II Kajian Teori A. Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang

  menurut bahasa artinya memebentuk keluarga dengan lawan jenis; disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi

  ). Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah (Ghazali, 2008:7).

  Menurut hukum Islam terdapat beberapa definisi, diantaranya adalah: perkawinan menurut syara` yaitu akad yang ditetapkan syara` untuk bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki. Nikah menurut istilah syara` ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya (Ghazali, 2008: 8).

2. Hukum Perkawinan

  Hukum asal pernikahan mubah, Mubah yaitu sesuatu perbuatan yang dibolehkan mengerjakannya, tidak diwajibkan dan tidak pula diharamkan (Muchtar, 1974:23). Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat an-Nur ayat 32:

  ىمايَْلْا اوُحِكْنَأ َو ُللها ُمِهِنْغُ ي َءارَقُ ف اوُنوُكَي ْنِإ ْمُكِئامِإ َو ْمُكِدابِع ْنِم َينِلِاَّصلا َو ْمُكْنِم ِوِلْضَف ْنِم ٌميلَع ٌعِساو ُللها َو Artinya: “Dan kawinlah laki-laki dan perempuan yang janda di antara kamu, dan budak-budak laki-laki dan perempuan yang patut buat berkawin. Walaupun mereka miskin, namun Allah akan me- mampukan dengan kurniaNya karena Tuhan Allah itu adalah Maha Luas pemberianNya, lagi Maha Mengetahui (akan nasib dan kehendak hambaNya) (Hatta, 2009:354)”.

  Namun hukum pernikahan itu mungkin bisa berubah menjadi wajib, sunnah, haram dan makruh. Hukum pernikahan bisa berubah disebabkan oleh faktor berikut ini: a.

  Orang yang diwajikan menikah adalah orang yang sanggup untuk menikah, sedang dia khawatir terhadap dirinya akan melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT. Melaksanakan pernikahan merupakan satu-satunya jalan baginya untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.

  b.

  Orang yang disunatkan menikah adalah orang yang mempunyai kesanggupan untuk menikah dan sanggup memelihara diri dari kemungkinan melakukan perbuatan terlarang. Sekalipun demikian melaksanakan pernikahan adalah lebih baik baginya, karena Rasulullah SAW melarang hidup sendirian dalam nikah.

  c.

  Orang yang dimakruhkan menikah adalah orang yang tidak mempunyai kesangupan menikah. Pada hakekatnya orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk menikah diperbolehkan untuk melakukan pernikahan. Tetapi dia dikhawatirkan tidak dapat mencapai tujuan pernikahan.

  d.

  Orang yang diharamkan menikah adalah orang-orang yang mempunyai kesanggupan untuk menikah, tetapi kalau dia menikah diduga akan menimbulkan kemudharatan terhadap pihak yang lain, seperti orang gila, orang yang suka membunuh, atau mempunyai sifat-sifat yang dapat membahayakan pihak yang lain dan sebagainya (Muchtar, 1974:23-25).

3. Rukun Perkawinan

  Rukun adalah unsur yang melekat pada peristiwa hukum atau perbuatan hukum, baik dari segi para subjek hukum maupun objek hukum yang merupakan bagian dari perbuatan hukum ketika hukum tersebut berlangsung. Rukun menentukan sah atau tidak sahnya suatu perbuatan atau peristiwa hukum. Jika salah satu rukun dalam peristiwa atau perbuatan hukum itu tidak terpenuhi berakibat perbuatan hukum atau peristiwa hukum tersebut tidak syah dan statusnya batal demi hukum (Djubaedah, 2010:90).

  Dalam Ensiklopedi Hukum Islam dikemukakan bahwa rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidak sahnya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya perbuatan tersebut (Djubaedah, 2010:91).

  Rukun dapat pula diartikan sesuatu yang harus ada yang menentukan sah atau tidak sahnya suatu pekerjaan, dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu dan takbiratul ihram

  Rukun nikah terdiri dari: a. Calon mempelai laki-laki dan perempuan

  Calon mempelai laki-laki dan perempuan biasanya hadir dalam upacara pernikahan. Calon mempelai perempuan selalu ada dalam upacara tersebut, tetapi calon mempelai laki-laki, mungkin karena sesuatu keadaan, dapat mewakilkan kepada orang lain dalam ijab kabul.

  (Saleh, 2008:300).

  b.

  Wali dari calon mempelai perempuan Wali yang menjadi rukun nikah adalah wali nasab, yaitu wali yang mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai perempuan.

  Dalam keadaan luar biasa, wali nasab dapat digantikan oleh wali hakim, yaitu petugas pencatat nikah jika wali nasab tersebut tidak ada atau tidak ditemukan. Demikian pula, jika wali nasab tidak mau tau tidak bersedia menikahkan calon mempelai perempuan, maka wali hakimlah yang bertindak untuk menikahkannya.

  c.

  Dua orang saksi Saksi dalam perkawinan harus terdiri dari dua orang laki-laki yang memenuhi syarat. Perkawinan yang tidak dihadiri saksi, walaupun rukun (1), (2), dan (3) sudah dipenuhi, menurut pendapat umum adalah tidak sah.

  Ijab dan Kabul Tentang pelaksanaan ijab kabul atau akad, perkawinan harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan kabul. Menurut pengertian hukum perkawinan, ijab adalah penegasan kehendak untuk mengikatkan diri dalam ikatan perkawinan dari pihak perempuan kepada calon mempelai laki-laki. Kabul adalah penegasan untuk menerima ikatan perkawinan tersebut, yang diucapkan oleh mempelai laki-laki.

  Penegasan penerimaan itu harus diucapkan oleh mempelai laki-laki langsung sesudah ucapan penegasan penawaran yang dilakukan oleh wali pihak mempelai perempuan. Tidak boleh ada tenggang waktu yang mengesankan adanya keraguan. (Saleh, 2008:300).

  Adapun rukun pernikahan dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaimana tertera dalam bab IV tentang rukun dan syarat perkawinan, bagian kesatu Pasal 14 adalah calon suami, calon isteri, wali Nikah, dua orang saksi, Ijab dan Kabul.

4. Syarat Perkawinan

  Syarat adalah hal-hal yang melekat pada masing-masing unsur yang menjadi bagian dari suatu perbuatan hukum atau peristiwa hukum.

  (Djubaedah, 2010:92). Syarat menurut Tihami (2010:12) adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan ibadah, tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat. Rukun dan syarat dalam pernikahan keduanya dilangsungkan tidak sah.

  Syarat yang merupakan bagian dari masing-masing rukun perkawinan antara lain: a.

  Syarat-syarat calon suami: 1) Beragama Islam. 2) Laki-laki. 3) Jelas orangnya. 4)

  Dapat memberikan persetujuan, tidak terpaksa dan atas kemauannya sendiri.

  5) Tidak terdapat halangan perkawinan atau bukan merupakan mahram dari calon istri.

  b.

  Syarat-syarat calon istri: 1) Beragama Islam. 2) Perempuan.

  3) Jelas orangnya. 4) Dapat dimintai persetujuannya. 5) Tidak terdapat halangan perkawinan.

  c.

  Syarat-syarat wali: 1) Laki-laki. 2) Islam. 3) Baligh.

  Mempunyai hak perwalian. 5) Waras akalnya. 6) Tidak terdapat halangan perwaliannya.

  d.

  Syarat-syarat saksi: 1) Minimal dua orang laki-laki. 2) Islam. 3) Baligh. 4) Hadir dalam ijab qabul. 5) Dapat mengerti maksud akad.

  e.

  Syarat-syarat akad 1) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali. 2) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria. 3)

  Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kata nikah, atau tazwij.

  4) Antara ijab dan qabul bersambungan.

5) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya.

  6) Orang yang berkait dengan ijab qabul tidak sedang dalam ihram haji/umrah.

  7) Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai pria atau wakilnya, dan dua orang saksi (Rofiq, 1998:72).

  Undang-undang Perkawinan mengatur syarat-syarat perkawinan a.

  Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, b.

  Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat ijin kedua orang tua, c.

  Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka ijin cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya, d.

  Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya (Rofiq, 1998:73).

B. Wali 1. Pengertian Wali

  Wali dalam istilah fiqh disebut “wilayah” , yang berarti “penguasa” dan “perlindungan”. Menurut istilah fiqh yang dimaksud dengan wali ialah penguasaan penuh yang diberikan oleh Agama kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang atau barang ( Mukhtar, 1993:92).

  Wahbah Al-Zuhayli berpendapat mengenai wali ialah Kekuasaan atau otoritas (yang dimiliki) seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus bergantung (terikat) pada izin orang lain Supriyadi, 2011:570). (

  Dalam kamus besar bahasa indonesia bahwa Wali nikah berati wali pengasuh pengantin perempuan pada waktu nikah atau yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki, karena ayahnya telah meninggal maka