SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARIS MASYARAKAT MUSLIM DI DESA KALONGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARIS

MASYARAKAT MUSLIM DI DESA KALONGAN

KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN

SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh

MUCHAMAD ALI RIDHO

NIM : 21210008

  

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

  

SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARIS

MASYARAKAT MUSLIM DI DESA KALONGAN

KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN

SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh

MUCHAMAD ALI RIDHO

NIM : 21210008

  

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

  MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO Pastikan ada jalan untuk meraih kesuksesan.

  PERSEMBAHAN Untuk orang tuaku, para dosenku, saudara-saudaraku,

  Sahabat-sahabat seperjuanganku.

  

ABSTRAK

  Ali, Muchamad. 2015. SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARIS MASYARAKAT

  MUSLIM DI DESA KALONGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG. Skripsi.

  Jurusan Syari‟ah. Program Studi Al Ahwal Asy Syakhshiyyah. Instutut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.

  

Kata kunci: Sistem Pembagian Harta Waris Masyarakat Muslim Desa Kalongan

  Waris merupakan salah satu bagian dari fiqih atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh umat Islam dan dijadikan pedoman dalam menyelesaikan harta peninggalan seseorang yang telah mati.

  Kewarisan yang ada di dalam Al Qur‟an adalah bagian laki-laki dua berbanding satu dengan bagian perempuan. Dalam pembagian waris apabila perempuan mendapatkan lebih banyak daripada laki- laki, apakah kewarisan sudah sesuai dengan hukum sayri‟at Islam. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut, kenapa pembagian harta waris di Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Timur untuk perempuan mendapatkan lebih banyak dibandingkan laki-laki, bagaimana jika ditinjau menurut hukum waris Islam.

  Metode yang dilakukan adalah metode kualitatif. Peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research), yakni penelitian yang dilakukan ditengah- tengah masyarakat. Dalam hal ini data yang ingin diperoleh adalah adanya pembagian harta waris untuk perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan interview (wawancara) kemudian data ditranskip menjadi data yang lengkap. Masyarakat muslim di Desa Kalongan dalam hal melakukan pembagian harta waris selalu dengan jalan musyawarah, dan itu sudah menjadi kebiasaan yang turun-temurun dilakukan di masyarakat tersebut. Untuk hasil perolehan harta waris yang diperoleh masing-masing ahli waris jelaslah berbeda dengan apa yang ada dalam Al Qur‟an. Faktor penyebab pembagian harta waris untuk anak perempuan lebih banyak daripada laki-laki dikarenakan kesadaran masyarakat sangat kecil dalam menerapkan hukum Islam, hukum Islam di anggap sulit, sudah menjadi kebiasaan. Dalam hal pembagian harta waris masyarakat muslim di Desa Kalongan yang dilakukan dengan cara musyawarah dan disaksikan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat. Bila ditinjau dari sisi Kompilasi Hukum Islam pada Bab III Besarnya Bahagian Pasal 183 yang menjelaskan para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. Penjelasan pasal tersebut sangat jelas bahwa mengenai prinsip musyawarah dalam pembagian harta waris itu sangatlah dimungkinkan, setelah masing-masing ahli waris menyadari bagiannya.

  KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.

  Ya Allah, dzat yang maha segalanya

  . Alhamdulillahi robbil’alamin, segala

  puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sistem Pembagian Harta Waris Masyarakat Kalongan (Studi Kasus di Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang)” Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi utusanMu Muhammad Rasul KekasihMu sang pembawa risalah Uswatun Khasanah beserta keluarga dan para sahabatnya. Mudah-mudahan kita diakui sebagai umatnya dan mendapat syafaat di yaumul qiyamah kelak. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh gelar Sarjana

  Syari‟ah (S.Sy) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  Skripsi ini berjudul “Sistem Pembagian Harta Waris Masyarakat Kalongan (Studi Kasus di Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang)” Penulis skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

  Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

  1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Rektor IAIN Salatiga.

  2. Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. Dekan Fakultas Syari‟ah

  3. Syukron Ma‟mun, M.Si. Ketua Jurusan Al Ahwal Asy Syakhshiyyah IAIN Salatiga.

  4. Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A. Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  5. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  6. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan.

  7. Bapak Munawar dan Ibu Sri Sutiah tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing penulis, baik moral maupun spiritual.

  8. Bapak Yarmuji Kepala Desa Kalongan beserta stafnya yang telah memberikan ijin penelitian di Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Timur.

  9. Bapak dan Ibu yang ada di Desa Kalongan yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

  10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini. Skripsi ini masih jauh membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya.

  Salatiga, 19 September 2015 MUCHAMAD ALI RIDHO

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i

NOTA PEMBIMBING .........................................................................................ii

PENGESAHAN ....................................................................................................iii

PERNYATAAN KEASLIAN ..............................................................................iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................v

ABSTRAK ............................................................................................................vi

KATA PENGANTAR .........................................................................................vii

DAFTAR ISI .........................................................................................................ix

A.

  Latar Belakang Masalah ....................................................................................1 B. Rumusan Masalah .............................................................................................3 C. Tujuan Penelitian ..............................................................................................3 D. Telaah Pustaka ..................................................................................................5 E. Kerangka Teori ..................................................................................................6 F. Metode Penelitian ..............................................................................................7 1.

  Jenis Penelitian ............................................................................................7 2. Pendekatan Penelitian .................................................................................8 3. Sumber Data ................................................................................................8 4. Metode Pengumpulan Data .........................................................................9 5. Metode Analisis Data ................................................................................9 G. Sistematika Penulisan .....................................................................................10

  BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Waris .............................................................................................12 B. Dasar Hukum ..................................................................................................13 C. Syarat dan Rukun Pembagian Warisan ...........................................................17 D. Sistem Pembagian Warisan Berdasarkan Pengelompokan Ahli Waris dan Haknya Masing-masing ..................................................................................20 BAB III : PAPARAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Masyarakat di Desa ...........................................................39 1. Letak Geografis .........................................................................................39 Struktur Organisasi Desa Kalongan ..........................................................40 3. Jumlah Penduduk Desa Kalongan .............................................................41 B. Kewarisan Menurut Masyarakat Muslim di Desa Kalongan ..........................45 C. Bagian Waris Untuk Anak Perempuan Dalam Hukum Islam .........................48 BAB IV : PEMBAHASAN A. Sistem Pembagian Harta Waris Masyarakat Muslim di Desa Kalongan ........51 B. Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Muslim di Desa Kalongan Memilih Sistem Pembagian Harta Waris Dengan Jalan Musyawarah ..........................58 C. Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Pembagian Harta Waris Masyarakat Muslim di Desa Kalongan ...............................................................................60 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan .....................................................................................................67 1. Pembagian Harta Waris Masyarakat Muslim di Desa Kalongan ..............67

2. Faktor Penyebab Pembagian Harta Waris Masyarakat Muslim di Desa

  Kalongan ...................................................................................................67 3. Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Pembagian Harta Waris

  Masyarakat Muslim di Desa Kalongan .....................................................67 B. Saran-Saran .....................................................................................................68

  DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN 1.

  Biodata Penyusun 2. Nota Dosen Pembimbing Skripsi 3. Lembar Konsultasi 4. Surat Ijin Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan

  manusia, bahwa setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum, apabila seorang meninggal dunia meninggalkan harta peninggalan dan ahli waris, tentunya harta peninggalan tersebut akan berpindah kepada ahli waris yang ada.

  Manusia di dalam perjalannya di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting: waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, waktu ia meninggal dunia.

  (Afandi, 1997: 5) Setiap mahluk pasti mati. Tiada orang yang mengetahui kapan dia mati karena waktu kematian merupakan salah satu yang dirahasiakan Allah.

  Kematian merupakan salah satu sebab terjadinya pewarisan, hal ini menyangkut tata cara dan pemindahan harta benda dari pewaris kepada ahli dipisahkan dari hukum, sedang hukum adalah bagian dari aspek ajaran Islam yang pokok. (Rohman, 1995: 9) Dalam pandangan Islam kewarisan itu merupakan salah satu bagian dari fiqih atau ketentuan yang harus dipatuhi umat Islam dan dijadikan pedoman dalam menyelesaikan harta peninggalan seseorang yang telah wafat. Allah menentukan ketentuan tentang kewarisan ini adalah karena menyangkut tentang harta yang di satu sisi kecenderungan manusia dapat menimbulkan persengketaan dan disisi lain Allah tidak menghendaki manusia memakan harta yang bukan haknya. (Syarifudin, 2003: 147) Sebagai umat Islam harus taat dan patuh terhadap hukum Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan dan kebutuhan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah swt, hubungan sesama manusia dan hubungannya dengan alam sekitarnya, sehingga lahir aturan-aturan bagi manusia, seperti diantaranya hukum keluarga yang membahas mengenai perkawinan dan kewarisan. Hukum kewarisan adalah bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan penting yang berlaku dalam masyarakat. Masalah warisan berkaitan dengan aturan-aturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda dari seorang manusia kepada keturunannya. Jadi dalam hal ini masalah warisan erat kaitannya dengan masalah harta kekayaan.

  Hukum Islam telah meletakkan aturan kewarisan dan hukum mengenai harta benda dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Islam menetapkan hak masih hidup ataupun perpindahan harta kepada ahli warisnya setelah ia meninggal dunia.

  Berdasarkan observasi pendahuluan yang dilakukan di Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, dalam hal membagi harta waris selalu dengan jalan musyawarah dan anak terakhir mendapat pembagian harta waris lebih banyak dibandingkan dengan saudaranya yang lain, meskipun anak yang terakhir itu adalah seorang perempuan dan mempunyai saudara kandung yang lain yaitu laki-laki.

  Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti penelitian ini lebih lanjut, kenapa pembagian harta waris di Desa Kalongan untuk perempuan mendapatkan lebih banyak dibandingkan laki-laki, bagaimana jika ditinjau menurut hukum waris Islam. Peneliti bermaksud akan melakukan penelitian yang berjudul SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARIS MASYARAKAT MUSLIM DI DESA KALONGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG.

B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana sistem pembagian harta waris masyarakat muslim di Desa Kalongan? 2. Faktor apa yang mempengaruhi masyarakat muslim di Desa Kalongan memilih sistem pembagian waris dengan jalan musyawarah?

  3. Apakah sistem pembagian waris masyarakat muslim di Desa Kalongan sesuai dengan hukum Islam?

   Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui bagaimana sistem pembagian harta waris masyarakat muslim di Desa Kalongan.

2. Untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi masyarakat muslim di

  Desa Kalongan memilih sistem pembagian waris dengan jalan musyawarah.

3. Untuk mengetahui apakah sistem pembagian harta waris masyarakat muslim di Desa Kalongan sesuai dengan hukum Islam.

  D. Kegunaan Hasil Penelitian

  Penelitian ini layak dan perlu dilaksanakan supaya dapat bermanfaat sebagai bahan wacana bagi semua pihak apalagi yang berkepentingan dalam rangka untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang hukum kewarisan dalam Islam.

  E. Penegasan Istilah 1.

  Warisan adalah istilah menurut bahasa Indonesia yang mengandung arti harta peninggalan, pusaka, surat-surat wasiat. (Purwadarta, 1983: 148)

  2. Ahli Waris adalah orang yang akan mewarisi harta peninggalan lantaran mempunyai hubungan sebab-sebab untuk mempusakai seperti adanya ikatan perkawinan, hubungan darah (keturunan), hubungan hak perwalian dengan si muwaris. (Abdullah, 1960: 57)

  3. Muwaris adalah orang yang meninggal dunia, baik mati hakiki maupun mati hukmi. Mati hukmi ialah suatu kematian yang dinyatakan oleh belum mati sejati. (Rahman, 1981: 37) 4. Pembagian adalah Suatu kegiatan akal budi yang tertentu. Dalam kegiatan itu akal budi menguraikan “membagi”, “menggolongkan”, dan menyusun pengertian-pengertian dan barang-barang tertentu. Penguraian dan penyusunan itu diadakan menurut kesamaan dan perbedaannya. (Alex, 1983: 2)

F. Telaah Pustaka

  Dalam skripsi Abdul Wahid yang berjudul Pembagian Waris Antara Laki-laki dan Perempuan di Indonesia (Studi Analisis Pemikiran Munawir Sjadzali) membahas tentang konsep waris yang ditawarkan Munawir S jadzali dalam soal pembagian waris yang berkembang di Indonesia adalah pembagian waris yang seimbang antara laki-laki dan perempuan tanpa ada diskriminasi jender tetapi lebih mengutamakan keadilan sosial. Skripsi ini berbeda dengan pembahasan peneliti yang mengangkat judul Sistem Pembagian Harta Waris. Sistem pembagian harta waris lebih fokus terhadap besarnya bagian ahli waris perempuan yang lebih banyak daripada laki-laki.

  Skipsi yang berjudul Pelaksanaan Hukum Waris Dalam Masyarakat Islam (Studi Kasus Atas Pelaksanaan Pembagian Waris Di Kelurahan Tingkir Lor Kecamatan Tingkir Kota Salatiga). Yang ditulis oleh Muhammad Ali As‟ad fokus terhadap pelaksanaan hukum waris 1:1 antara laki-laki dan perempuan adapun pelaksanaannya setiap pembagian warisan dalam satu keluarga di saksikan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat dan hasil sistem pembagian harta waris untuk hasil yang diperoleh perempuan mendapatkan harta waris lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun peneliti menyinggung tentang pelaksanaan pembagian warisan yang dihadiri oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat tidak ada kesamaan antara pembagian harta waris antara laki-laki dan perempuan 1:1 dengan pembagian harta waris perempuan mendapatkan lebih banyak daripada laki-laki.

G. Kerangka Teori Hukum kewarisan menduduki tempat amat penting dalam Islam.

  Masalah-masalah yang menyangkut tentang kewarisan sudah ada ketentuannya. Dalam al-Qur'an dan al-Hadits terdapat lima asas hukum kewarisan yang terangkum dalam doktrin ajaran agama Islam, Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut: (Syarifudin, 2004: 17)

  1. Asas Ijbari Dalam hukum Islam peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa usaha dari yang akan meninggal atau kehendak yang akan menerima.

  2. Asas Bilateral Asas bilateral ini mengandung arti bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah. Hal ini berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki pihak kerabat garis keturunan perempuan.

  3. Asas Individual dan dimiliki secara perorangan.

  4. Asas Keadilan Berimbang Artinya keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan.

  5. Asas Semata Akibat Kematian

  Hukum Islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan menggunakan istilah kewarisan hanya berlaku setelah yang mempunyai harta meninggal dunia. Dari kelima asas tersebut di atas, asas keadilan berimbang merupakan titik permasalahan yang selalu diartikan berbeda di kalangan masyarakat, bahwa yang disebut dengan adil dalam pembagian warisan itu ialah bahwa anak perempuan mendapat lebih banyak dari anak laki-laki. Padahal dalam Kompilasi Hukum Islam bagian laki-laki dan perempuan sangatlah berbeda.

  BAB III Besarnya Bahagian pasal 176 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan:

  “Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan”. (Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009: 54)

  Dari pasal tersebut sangat jelas bahwa bagian anak laki-laki lebih banyak daripada bagian anak perempuan yaitu dua kali bagian dari anak perempuan. Misalnya anak laki-laki mendapatkan harta warisan Rp

H. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Dalam penelitian ini jenis yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research), yakni penelitian yang dilakukan ditengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini data yang ingin diperoleh adalah adanya niat dalam membagi harta waris perempuan mendapatkan harta waris lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.

  2. Pendekatan Penelitian Dalam penulisan ini penyusun menggunakan pendekatan Sosiologis, yaitu dengan mendeskripsikan masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Penulis mencoba mendeskripsikan masalah-masalah mengenai kewarisan yang terjadi di Desa Kalongan melalui pengumpulan, penyusunan, dan menganalisa data, kemudian dijelaskan.

  3. Sumber Data Dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi data dari beberapa literature buku maupun jurnal sebagai bahan teoritik dan memperoleh sumber informasi riil dari proses data observasi dan wawancara yang peneliti lakukan secara langsung yang kemudian dianalisis. Dengan kata lain sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: Yaitu sumber data yang berkaitan langsung dengan objek riset. Data primer dalam penelitian ini adalah perilaku masyarakat kalongan yang diperoleh dari hasil wawancara dan hasil observasi.

  b. Sumber Data Skunder Sumber data skunder adalah sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber-sumber data primer. Data skunder dalam penelitian ini adalah buku-buku jurnal dan penelitian orang lain yang berkaitan dengan sistem pembagian harta waris.

  4. Pengumpulan Data

  a. Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan pada tujuan penelitian. (Hadi, 1992: 193) Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang melakukan pembagiaan waris anak perempuan mendapat lebih banyak daripada laki-laki. Di samping informan umum atau masyarakat umum ataupun kultur yang mempengaruhi praktek pembagian waris anak perempuan mendapatkan lebih banyak daripada laki-laki.

  b. Observasi Observasi disebut juga pengamatan, yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. (Moeloeng, 2002: 146) Maksud dari penggunaan metode ini adalah peneliti mengamati fenomena-fenomena yang terjadi yang mempengaruhi pelaksanaan sistem waris anak perempuan mendapatkan lebih banyak daripada laki-laki.

  5. Analisis Data Penulis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yaitu: Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang teramati. (Moeloeng, 2002: 3) Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tentang sistem pembagian harta waris di masyarakat Kalongan. Yang kemudian diuraikan sebagai sebuah narasi, kemudian diperhatikan sisi-sisi data yang harus dan memang memerlukan analisis lebih lanjut.

I. Sistematika Penulisan

  Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini penyusun akan menguraikan sistematikanya yaitu dengan membagi seluruh materi menjadi lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab. Adapun kelima bab yang dimaksud dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penulisan dan sistematika penulisan.

  BAB II : Bab ini merupakan landasan teori yang menguraikan tentang kajian teoritik tentang waris dalam Islam yang terdiri atas: kemudian tentang pembagian harta waris berdasarkan pengelompokan ahli waris dan haknya masing-masing.

  BAB III : Bab ini memuat tentang gambaran umum masyarakat di Desa Kalongan, kewarisan menurut masyarakat muslim di Desa Kalongan dan bagian waris untuk perempuan dalam hukum Islam.

  BAB IV : Sistem pembagian harta waris masyarakat muslim di Desa Kalongan, faktor yang mempengaruhi masyarakat muslim Desa Kalongan memilih sistem pembagian waris dengan musyawarah dan analisis hukum Islam terhadap sistem pembagian harta waris di Desa Kalongan.

  BAB V : Penutup, kesimpulan dilanjutkan dengan saran-saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Waris Waris berasal dari bahasa Arab al-mirats; bentuk masdar dari kata

  waratsa, yaritsu, irtsan, mirasatun . Artinya menurut bahasa adalah berpindah

  sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari satu kaum kepada kaum yang lain. (Ash-Shabuni, 1995: 33) Ilmu waris disebut juga dengan ilmu

  faraidh bentuk jamak dari kata faridhah, artinya ketentuan-ketentuan bagian

  ahli waris yang diatur secara rinci di dalam al-Qur'an. (Rofiq, 2001: 1) Hukum waris sering dikenal dengan istilah faraidh, bentuk jamak dari kata tunggal faridhah, artinya ketentuan. menurut syariat, faraidh berarti bagian yang telah ditentukan bagi ahli waris. Ilmu yang membahas tentang hal- hal yang berkenaan harta warisan ini disebut dengan ilmu faraidh.

  Dalam KHI pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi:

  “Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing- masing”. (Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009: 52)

  Pewarisan adalah merupakan salah satu bagian dari fiqih atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh umat Islam dan dijadikan pedoman dalam menyelesaikan harta peninggalan seseorang yang telah mati. (Syarifuddin, 2003: 151) Pewarisan adalah proses perpindahan harta yang dimiliki seseorang yang telah meninggal dunia kepada pihak penerima yang jumlah dan ukuran . bagiannya telah ditentukan (Shahrur, 2004: 334) Jadi apabila ada seseorang meninggal dunia, maka secara otomatis akan terjadi pengoperan harta benda dari pewaris kepada ahli waris. Namun ada hak- hak yang harus dilaksanakan sebelum itu. Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan itu secara tertib adalah sebagai berikut: (Basyir, 1999: 12)

  1. Hak-hak yang menyangkut kepentingan pewaris sendiri, yaitu biaya-biaya penyelenggaraan jenazahnya, sejak dimandikan sampai dimakamkan.

  2. Hak-hak yang menyangkut kepentingan para kreditur

  3. Hak-hak yang menyangkut kepentingan orang-orang yang menerima wasiat

  4. Hak-hak ahli waris Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa sebelum harta warisan dibagikan, perawatan jenazah, pelunasan hutang dan pelunasan wasiatnya harus dilaksanakan. Ini dimaksudkan agar orang yang meninggal dunia tersebut tidak terhalang oleh tanggung jawabnya yang belum selesai.

  Adapun yang menjadi dasar hukum dari kewarisan adalah: Al- Qur‟an,

  As-Sunnah, Al- Ijma‟ dan Al-ijtihad.

  1. Al- Qur‟an

  a. Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 7

  

َّلَق اَِّمِ َنوُبَرْ قَْلْاَو ِناَدِلاَوْلا َكَرَ ت اَِّمِ ٌبيِصَن ِءاَسِّنلِلَو َنوُبَرْ قَْلْاَو ِناَدِلاَوْلا َكَرَ ت اَِّمِ ٌبيِصَن ِلاَجِّرلِل

﴾ ٧ : ءاسنلا﴿ اًضوُرْفَم اًبيِصَن َرُ ثَك ْوَأ ُوْنِم

  7. Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua

  orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (Q.S. An- Nisa’: 7)

  b. Q.S. An-Nisa ayat 11

  اَثُلُ ث َّنُهَلَ ف ِْيَْ تَنْ ثا َقْوَ ف ًءاَسِن َّنُك ْنِإَف ِْيَْ يَ ثْ نُْلْا ِّظَح ُلْثِم ِرَكَّذلِل ْمُكِد َلَْوَأ ِفِ ُوَّللا ُمُكيِصوُي ْنِإ َكَرَ ت اَِّمِ ُسُدُّسلا اَمُهْ نِم ٍدِحاَو ِّلُكِل ِوْيَوَ بَِلَْو ُفْصِّنلا اَهَلَ ف ًةَدِحاَو ْتَناَك ْنِإَو َكَرَ ت اَم ِوِّمُِلَِف ٌةَوْخِإ ُوَل َناَك ْنِإَف ُثُلُّ ثلا ِوِّمُِلَِف ُهاَوَ بَأ ُوَثِرَوَو ٌدَلَو ُوَل ْنُكَي َْلَ ْنِإَف ٌدَلَو ُوَل َناَك ْمُكَل ُبَرْ قَأ ْمُهُّ يَأ َنوُرْدَت َلَ ْمُكُؤاَنْ بَأَو ْمُكُؤاَبآ ٍنْيَد ْوَأ اَِبِ يِصوُي ٍةَّيِصَو ِدْعَ ب ْنِم ُسُدُّسلا

  ﴾ ١١ : ءاسنلا﴿ اًميِكَح اًميِلَع َناَك َوَّللا َّنِإ ِوَّللا َنِم ًةَضيِرَف اًعْفَ ن

  11. Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang

  (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang di buatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya

  bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (Q.S An Nisa’, 11)

  c. Q.S. an-Nisa ayat 12

  

َنْكَرَ ت اَِّمِ ُعُبُّرلا ُمُكَلَ ف ٌدَلَو َّنَُلَ َناَك ْنِإَف ٌدَلَو َّنَُلَ ْنُكَي َْلَ ْنِإ ْمُكُجاَوْزَأ َكَرَ ت اَم ُفْصِن ْمُكَلَو

َناَك ْنِإَف ٌدَلَو ْمُكَل ْنُكَي َْلَ ْنِإ ْمُتْكَرَ ت اَِّمِ ُعُبُّرلا َّنَُلََو ٍنْيَد ْوَأ اَِبِ َيِْصوُي ٍةَّيِصَو ِدْعَ ب ْنِم ُثَروُي ٌلُجَر َناَك ْنِإَو ٍنْيَد ْوَأ اَِبِ َنوُصوُت ٍةَّيِصَو ِدْعَ ب ْنِم ْمُتْكَرَ ت اَِّمِ ُنُمُّثلا َّنُهَلَ ف ٌدَلَو ْمُكَل َكِلََٰذ ْنِم َرَ ثْكَأ اوُناَك ْنِإَف ُسُدُّسلا اَمُهْ نِم ٍدِحاَو ِّلُكِلَف ٌتْخُأ ْوَأ ٌخَأ ُوَلَو ٌةَأَرْما ِوَأ ًةَل َلََك

  ُوَّللاَو ِوَّللا َنِم ًةَّيِصَو ٍّراَضُم َرْ يَغ ٍنْيَد ْوَأ اَِبِ َٰىَصوُي ٍةَّيِصَو ِدْعَ ب ْنِم ِثُلُّ ثلا ِفِ ُءاَكَرُش ْمُهَ ف ﴾ ١٢ : ءاسنلا﴿ ٌميِلَح ٌميِلَع

  12. Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.

  Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu. Jika seseorang menninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun. (Q.S. An-Nisa: 11) d. Q.S. an-Nisa: 33

  ۚ ْمُىوُتاَ َف ْمُكُنَْٰيَْأ ْتَدَقَع َنيِذَّلاَو َنوُبَرْ قَْلْاَو ِناَدِلَٰوْلا َكَرَ ت اَِّمِ َِلَِٰوَم اَنْلَعَج ٍّلُكِلَو ۚ

  ﴾ ٣٣ : ْمُهَ بيِصَن ءاسنلا﴿ اًديِهَش ٍءْىَش ِّلُك َٰىَلَع َناَك َو َّٰللا َّنِإ

  33. Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami

  telah menetapkan para ahli waris atas apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan karib kerabatnya. Dan orang-orang yang telah kamu bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Q.S. An- Nisa: 33)

  2. Al-hadits

  a. Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim 321. Nabi saw. Bersabda: "Berilah bagian-bagian tertentu

  kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu sisanya untuk orang laki-

laki yang utama (dekat kekerabatannya)”. (Shahih, Muttafaq Alaih)

  b. Riwayat al-Bukhari dan Muslim 322. Orang-orang muslim tidak berhak mewarisi orang-orang .

  kafir, dan orang kafir tidak berhak mewarisi orang-orang muslim" (Shahih, Muttafaq Alaih)

  c. Riwayat Imam Bukhari dan Muslim 312. Rasulullah saw datang menjengukku pada tahun Haji Wada'

  diwaktu aku menderita sakit keras. Lalu aku bertanya kepada beliau: wahai Rasulullah saw aku sedang menderita sakit keras, bagaimana menurutmu, aku ini orang berada dan tidak ada yang mewarisi hartaku selain anak perempuan, apakah aku sedekahkan (wasiatkan) dua pertiga? "jangan" jawab Rasulullah aku bertanya: "sepertiga?" jawab Rasulullah" sepertiga, sepertiga adalah banyak atau besar sedang jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang banyak. (Shahih, Muttafaq Alaih)

  3. Al-ijma' Artinya kaum muslimin menerima ketentuan hukum warisan yang terdapat dalam al-Qur'an dan al-Sunnah sebagai ketentuan hukum yang harus dilaksanakan dalam mengupayakan dan mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Karena telah diterima secara mufakat, maka tidak ada alasan untuk menolaknya. (Ismail, 1992: 22)

  4. Al-ijtihad Yaitu pemikiran para ulama yang memiliki cukup syarat dan kriteria sebagai mujtahid untuk menjawab berbagai persoalan-persoalan yang muncul. Yang dimaksud disini adalah ijtihad dalam menetapkan hukum, bukan untuk mengubah pemahaman atau ketentuan yang ada, misalnya bagaimana jika dalam pembagian warisan terjadi kekurangan harta, diselesaikan dengan cara aul atau dan lain-lain. (Ismail, 1992: 33)

C. Syarat dan Rukun Pembagian Warisan

  Syarat-syarat warisan ada tiga macam: (Basyir, 1999:16)

  1. Pewaris benar-benar telah meninggal, atau dengan keputusan hakim dinyatakan telah meninggal; misalnya orang yang tertawan dalam peperangan dan orang hilang (mafqud) yang telah lama meninggalkan tempat tanpa diketahui hal ihwalya. Menurut pendapat ulama Malikiyah selama 4 tahun, sudah dapat dinyatakan mati. Menurut pendapat ulama- ulama madzhab lain, terserah kepada itjtihad hakim dalam melakukan pertimbangan-pertimbangan dari berbagai macam segi kemungkinannya.

  2. Ahli waris benar-benar masih hidup ketika pewaris meninggal, atau dengan keputusan hakim dinyatakan masih hidup disaat pewaris meninggal.

  Dengan demikian apabila dua orang yang saling mempunyai hak waris satu sama lain meninggal bersama-sama atau berturut, tetapi tidak dapat diketahui siapa yang mati lebih dulu, maka diantara mereka tidak terjadi waris-mewaris. Misalnya orang-orang yang meninggal dalam suatu kecelakaan penerbangan, tenggelam, kebakaran dan sebagainya.

  3. Benar-benar dapat diketahui adanya sebab warisan pada ahli, atau dengan kata lain, benar-benar dapat diketahui bahwa ahli waris bersangkutan berhak waris; syarat ketiga ini disebutkan sebagai suatu penegasan yang diperlukan. Terutama dalam pengadilan meskipun secara umum telah disebutkan dalam sebab-sebab warisan. Adapun hal-hal yang menyebabkan seseorang berhak mewaris ada tiga hal, (Ash-Shabuni, 1994: 55) yaitu:

  1. Kekerabatan sesungguhnya, yakni hubungan nasab; orang tua, anak dan orang-orang yang bernasab dengan mereka.

  2. Pernikahan, yaitu akad nikah yang sah yang terjadi antara suami dan istri.

  3. Perbudakan, yaitu kekerabatan berdasarkan hukum. Sebab memberinya

  Qawl qadim dan qawl jadid tentang waris hanya satu topik, yaitu

  pewarisan harta seorang hamba yang telah dimerdekakan. (Mubarok, 2002: 283)

  Di samping itu terdapat beberapa sebab yang menghalangi sesorang mendapat warisan dari si mati, padahal semestinya yang bersangkutan berhak atas warisan tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat adanya empat sebab: (Sudarsono, 2002: 299)

  1. Berbeda agama, seorang muslim tidak dapat menjadi ahli waris bagi orang kafir, demikian juga sebaliknya.

  2. Pembunuhan, apabila seseorang dengan sengaja membunuh sesorang yang ia akan menjadi ahli warisnya.

  3. Perhambaan, seorang hamba selama belum merdeka tidak dapat menjadi ahli waris maupun menjadi pewaris bagi harta peninggalannya untuk diwarisi.

  4. Tidak tentu kematiannya, apabila ada dua orang yang memiliki hubungan mewaris, padahal mereka tertimpa musibah seperti mengalami kecelakaan mobil atau tenggelam bersama, sehingga keduanya meninggal bersama, jika tidak dapat diketahui siapa yang meninggal terlebih dahulu, maka dalam keadaan demikian tidak dapat seseorang menjadi ahli waris bagi yang lain.

  Setelah seseorang jelas sebab mendapatkan warisan dan terbebas Menurut hukum Islam, warisan memiliki beberapa unsur. Adapun rukun pembagian warisan tersebut adalah sebagai berikut: (Sudarsono, 2001: 304)

  1. Muwarrits (orang yang mewariskan) yakni adanya orang yang meninggal dunia atau si pewaris.

  2. Warits (orang yang berhak mewaris; disebut ahli waris) yakni adanya ahli waris yang ditinggalkan si pewaris yang masih hidup dan berhak menerima pusaka si pewaris.

  3. Mauruts miratsatan tirkah (harta warisan) yakni adanya harta pusaka atau peninggalan si mati yang memang nyata-nyata miliknya.

  

D. Sistem Pembagian Warisan Berdasarkan Pengelompokan Ahli Waris dan

Haknya Masing-Masing

  Ahli waris dapat digolongkan menjadi beberapa golongan atas dasar tinjauan dari segi kelaminnya dan dari segi haknya atas harta warisan. Dari segi jenis kelaminnya, ahli waris dibagi menjadi dua golongan, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. (Basyir, 1999: 24) Sedangkan dari segi haknya atas harta warisan, ahli waris dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: dzawil furudl, ashabah dan dzawil arham (Kompilasi Hukum Islam).

  1. Dari segi jenis kelaminnya

  a. Ahli waris laki-laki, terdiri dari: (Basyir, 1999: 24) 1) Ayah.

  3) Anak laki-laki. 4) Cucu laki-laki (anak dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki.

  5) Saudara laki-laki kandung (seibu seayah). 6) Saudara laki-laki seayah. 7) Saudara laki-laki seibu.

  8) Kemenakan laki-laki kandung (anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki.

  9) Kemenakan laki-laki seayah (anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki.

  10) Paman kandung (saudara laki-laki kandung ayah) dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki.

  11) Paman seayah (saudara laki-laki seayah ayah) dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki.

  12) Saudara laki-laki sepupu kandung (anak laki-laki dari paman kandung) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki. Termasuk di dalamnya anak paman ayah, anak paman kakek dan seterusnya, dan anak-anak keturunannya dari garis laki-laki.

  13) Saudara sepupu laki-laki seayah (anak laki-laki paman seayah) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki.

  14) Suami.

15) Laki- laki yang memerdekakan budak (mu‟tiq).

  1) Ibu. 2) Nenek (ibunya ibu) dan seterusnya ke atas dari garis perempuan. 3) Nenek (ibunya ayah) dan seterusnya ke atas dari garis perempuan, atau berturut-turut dari garis laki-laki kemudian sampai kepada nenek, atau berturut-turut dari garis laki-laki bersambung dengan berturut- turut dari garis perempuan.

  4) Anak perempuan. 5) Cucu perempuan (anak dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki.

  6) Saudara perempuan kandung. 7) Saudara perempuan seayah. 8) Saudara perempuan seibu. 9) Isteri.

10) Perempuan yang memerdekakan budak (mu‟tiqah).

  2. Dari segi haknya atas dasar harta warisan

  a. Ahli waris dzawil furudl Ahli waris dzawil furudl disebutkan dalam pasal 192 KHI. Kata dzawil furudl berarti mempunyai bagian. Dengan kata lain mereka adalah ahli waris yang bagiannya telah ditentukan di dalam syariat. (Afdol, 2003: 99) Ahli waris dzawil furudl ialah ahli waris yang mempunyai bagian-bagian tertentu sebagaimana disebutkan dalam Al- qur‟an atau ialah: 2/3, ½, 1/3, ¼, 1/6, dan 1/8. (Basyir, 1999: 25)

  Ahli dzawil furudl itu antara lain adalah: (Syarifudin, 2004: 225) 1) Anak perempuan. Bagian anak perempuan adalah sebagai berikut: a) ½ bila ia sendirian (tidak bersama anak laik-laki).

  b) 2/3 bila anak perempuan ada dua atau lebih dan tidak bersama anak laki-laki.

  2) Cucu perempuan. Bagian cucu perempuan adalah: a) ½ bila ia sendirian saja.

  b) 2/3 bila ia ada dua orang atau lebih dan tidak bersama cucu laki- laki, kemudian di antara mereka berbagi sama banyak.

  c) 1/6 bila bersamanya ada anak perempuan seorang saja. 3) Ibu. Bagian ibu ada tiga,yaitu:

  a) 1/6 bila ia bersama dengan anak atau cucu dari pewaris atau bersama dengan dua orang saudara atau lebih.

  b) 1/3 bila ia tidak bersama anak atau cucu, tetapi hanya bersama ayah.

  c) 1/3 dari sisa bila ibu tidak bersama anak atau cucu, tetapi bersama dengan suami atau istri.

  4) Ayah. Bagian ayah adalah: a) 1/6 bila ia bersama dengan anak atau cucu laki-laki.

  b) 1/6 dan kemudian mengambil sisa harta bila ia bersama dengan anak atau cucu perempuan. ayah, karena ia adalah pengganti ayah waktu ayah sudah tidak ada. Bagiannya adalah sebagai berikut: a) 1/6 bila bersamanya ada anak atau cucu laki-laki.

  b) 1/6 bagian dan mengambil sisa harta bila ia bersama anak atau cucu perempuan.

  6) Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari ayah). Bagian nenek adalah: a) 1/3 bila pewaris tidak meninggalkan anak atau cucu.

  b) 1/6 bila pewaris meninggalkan anak atau cucu. 7) Saudara perempuan kandung. Mendapat bagian yaitu: a) ½ bila ia hanya seorang tidak ada bersamanya saudara laki-laki.

  b) 2/3 bila ada dua orang atau lebih dan tidak ada bersamanya saudara laki-laki kemudian di antara mereka berbagi sama banyak.

Dokumen yang terkait

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 15

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 26

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 14

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 16

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Dalam Ilmu Tarbiyah

0 0 78

ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO KECAMATAN CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 89

POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN DALAM PENURUNAN ANGKA PERCERAIAN DI KUA KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG) 2014-2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam

0 0 102

PEMBAHARUAN AKAD NIKAH MASYARAKAT MUSLIM BERDASARKAN PETUNGAN JAWA (Studi Kasus Di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 120

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 102

ANALISIS DOMINASI KASUS CERAI GUGAT MASYARAKAT MUSLIM KOTA SALATIGA DI PENGADILAN AGAMA (PA) SALATIGA TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 119