TRADISI MASA IDDAH CERAI MATI NYIRAM MAKAM (Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Iddah Masyarakat Kebon Randu II, Kecamatan Anjatan Baru, Kabupaten Indramayu) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Isl

  

TRADISI MASA IDDAH CERAI MATI NYIRAM MAKAM

(Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Iddah Masyarakat

Kebon Randu II, Kecamatan Anjatan Baru,

Kabupaten Indramayu)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh:

TISNA

NIM: 21111042

  

JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2015

  

TRADISI MASA IDDAH CERAI MATI NYIRAM MAKAM

(Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Iddah Masyarakat

Kebon Randu II, Kecamatan Anjatan Baru,

Kabupaten Indramayu)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh:

TISNA

NIM: 21111042

  

JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2015

  

MOTO

  

Sebesar apa sukses anda diukur dari seberapa

kuat keinginan anda, seberapa besar mimpi-mimpi

anda, bagaimana pula anda mampu mengatasi

  .” kekecewaan dalam hidup anda

  

[Robert T Kiyosaki, motivator dan penulis asal Amerika Serikat]

Seperti dalam kaidah fikih bahwasanya keyakinan tidak bisa

dihilangkan dengan keraguan.

  

Maka niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu

perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka

perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan

itu buruk.

  

PERSEMBAHAN

  Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada: 1.

  Skripsi ini kupersembahkan kepada Sang Maha Cinta, Allah Swt, dan panutan hidup, Nabi Muhammad Saw.

  2. Kepada Bapak Sukron Ma‟mun, S.HI., M.Si yang telah sabar dan tak pernah lelah membimbing, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini

  3. Kepada Keluarga besar pp. al-Islah, terutama Bapak K. Selamet Idris, K.H.

  Jainal Abidin, K. Rofiq yang takhenti-hentinya memberikan dukungan serta Do‟anya.

  4. Kepada Ayah anda Warnadi alm dan Ibu Ratimpen yang selalu mendukung dan mendoakanku.

  5. Kepada Keluarga besar Kess De Joung dan Tuti yang selalu mendukung, memotivasi dan mendoakanku.

  6. Kepada Mr. Hans Biermans dan Mr. Wim yang selalu mendukung dan mendoakanku.

  7. Kepada teman-teman organisasi PMII Komisariat Joko Tingkir Salatiga, Wushu IAIN Salatiga, GEMAK Syariah, Teater Lintang Songo, teman-teman kampus satu dan kampus dua, yang selelu memotivasi dan mendoakanku.

  Terimakasih atas dukungan kalian semua, saya mampu menyelesaikan perjuanganku menuju gelar sarjana Hukum Islam dan menjadi orang yang besar seperti sekarang ini, Semoga amal-amal kalian dicatat sebagai amal yang memenuhi timbangan kelak di akhirat dan mendapatkan ridha-Nya, Amiin

KATA PENGANTAR

  Al-Hamdulillah, puji beserta syukur kehadirat Ilahi Robbi yang telah memberikan hidayah dan kekuatan, sholawat beriring salam atas junjungan besar Nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan safaatnya, amin.

  Setelah merintas waktu yang cukup panjang dan melelahkan, sebuah karya yang sangat sederhana ini, pada akhirnya terselesaikan juga, tentunya setelah melewati berbagai macam tantangan dan rintanagan yang penulis rasakan, terutama perang pikiran antara idealisme dan realisme. Namun berkat ketabahan, kesabaran dan kekuatan, serta besarnya dorongan moril dari keluarga dan teman- teman, maupun doa yang senantiasa penulis panjatkan kepada Ilahi Robbi, pada akhirnya proses penulisan skripsi ini terselesaikan juga.

  Karya ini, penulis sadari sangat jauh dari kesempurnaan, banyak kekurangan di dalamnya. Namun ini semua tentunya merupakan proses pembelajaaran yang penulis sadari “bahwa tak ada yang sempurna di dunia ini”. Semoga akan menjadi pegangan yang berarti bagi penulis untuk dapat berkarya dikemudian hari, serta dapat memberikan manfat bagi kita semua.

  Kemudian, karya ini akan sangat sulit terselesaikan tanpa bantuan dan dorongan dari semua pihak, maka ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada : 1.

  Kepada Bapak Dr. Rachmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Kepada Ibu Dra. Siti Zumrotun, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.

  3. Kepada Bapak Sukron Ma‟mun, M. Si selaku Kajur Ahwal Al- Syakhshiyyah IAIN Salatiga.

  4. Kepada Ibu Heni Satar N, S.H., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

  5. Bapak Sukron Ma‟mun, M. Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

  6. Kepada seluruh dosen IAIN Salatiga dan karyawan akademik yang tidak dapat saya sebut satu persatu.

  

ABSTRAK

  Tisna : Tradisi Masa Iddah Cerai Mati Nyiram Makam Analisis Hukum Islam terhadap Tradisi Iddah Masyarakat Kebon Randu II, Kecamatan Anjatan Baru, Kabupaten Indramayu. Skripsi Fakultas

  Syari‟ah, Jurusan Ahwal AL-Syakhshiyyah, Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing

  Sukron Ma‟mun, M.Si

  Kata Kunci: Tradisi Masa Iddah Cerai Mati

  Iddah pada umumnya bahwasanya seseorang wanita tidak boleh keluar dari

  rumah ketika sedang menjalankan masa iddah akan tetapi pada kenyataanya ada tradisi yang dilakukan di masyarakat Kebon Randu ketika suaminya meninggal, mereka melakukan ritual dengan memberi makan kepada suaminya dengan cara menyuguhkan sesajen di dalam rumah dan diletakan di pedaringan. Disamping meraka menjalankan syariat Islam mereka juga melakukan ritual sesajen bahkan tidak hanya itu saja ada ritual lain yang dipercayai masyarakat Kebon Randu seperti menyalakan damar di dalam kurungan ayam, bahkan ada kebiasaan keluar malam hari untuk memberikan air yang sudah di do‟akan yang berisi bunga tujuh rupa kemudian diantarkan ke makam suaminya bersama orang lain, dari situlah muncul pertanyaan bahwasanya bagaimana tradisi iddah cerai mati di Desa Kebon Randu? Apa makna tradisi cerai mati di Desa Kebon Randu? Terus bagaimana presepektif hukum Islam mengenai masa iddah cerai mati di Desa Kebon Randu? Dari pemaparan diatas maka saya mengangkat judul TRADISI MASA IDDAH CERAI MATI NYIRAM MAKAM (Analisis Hukum Islam terhadap Tradisi

  

Iddah Masyarakat Kebon Randu II, Kecamatan Anjatan Baru, Kabupaten

Indramayu) sebagagai SKRIPSI.

  Metode penilitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan (field

  

research) dalam pelaksanaanya menggunakan metode pendekatan kualitatif

  diskripsi analisis yang umumnya menggunakan strategi multi media yaitu wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen/studi dokumenter, dengan pendekatan normatif dan sosiologis, normatif digunakan untuk mengetahui hukum

  

iddah tersebut sedangkan sosiologis digunakan untuk mengetahui kondisi atau

  pelaksanaan tradisi masa iddah di masyarakat Kebon Randu II. Hasil dari penelitian tradisi cerai mati nyiram makam di desa Kebon Randu yaitu iddahnya dengan memberikan makan kepada suaminya yang telah meninggal, seperti sesajen dan keluar dimalam hari bersama laki-laki lain selama 7 hari. Hukumnya haram, apabila berniat mendekatkan diri kepada jin, ini seperti dijelaskan dalam surat an-

  Nisaa‟ayat 48 perbuatan syirik (menyekutukan-Nya). Hukumnya boleh, jika diniatkan dengan sedekah dan medekatkan diri pada allah. Ini berdasarkan dalam kaidah fikih ada yang namanya kaidah Al-

  „Adah Al-Muhakkamah yang mana memiliki arti bahwa adah (adat) itu bisa dijadikan patokan hukum. Menurut Abdurrahman wanita yang sedang dalam masa iddah juga dilarang keluar rumah baik siang hari maupun malam hari. Ulama Hanafi mengatakan, perempuan yang menjalani masa iddah karena ditalak satu, dua, tiga tidak boleh keluar rumah siang hari maupun malam hari.

  DAFTAR ISI

  SAMPUL ......................................................................................................... i LEMBAR BERLOGO ..................................................................................... ii JUDUL ............................................................................................................. iii NOTA PEMBIMBING .................................................................................... iv PENGESAHAN ............................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................... vi MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. viii KATA PENGANTAR ..................................................................................... x ABSTRAK ....................................................................................................... xi DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 3 D. Penegasan Istilah ................................................................................. 4 E. Kerangka Teori ..................................................................................... 6 F. Telaah Pustaka ...................................................................................... 10 G. Matode Penelitian ................................................................................. 16 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian..................................................... 16 2. Pendekatan Penelitian .................................................................... 20 3. Waktu Penelitian dan Kehadiran Penelitian ................................... 20 4. Lokasi Penelitian ............................................................................ 21 5. Sumber Data ................................................................................... 21 6. Metode Analisis Data ..................................................................... 23 7. Pengecekan Keabsahan Data.......................................................... 23

  8. Tahap Penelitian ............................................................................. 24 H. Sistematika Pembahasan ...................................................................... 25

  BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASA IDDAH CERAI MATI A. Penegertian Iddah…………………………………………………… 27 1. Iddah Menurut Fiqih ........................................................................ 27 2. Iddah Menurut KHI ......................................................................... 30 B. Hukum Iddah dalam Al-Qur‟an dan Hadis .......................................... 31

  1. Dasar Hukum dari Firman Allah ...................................................... 31

  2. Dasar Hukum dari Hadist ................................................................. 32

  3. Ketentuan Masa Iddah dalam UU KHI ............................................ 34 C. Macam-Macam Iddah ......................................................................... 34

  1. Iddah Bagi Perempuan Karena Cerai Mati ...................................... 34

  2. Iddah Bagi Perempuan Hamil .......................................................... 35

  3. Iddah Bagi Cerai Mati dalam Kondisi Haid ..................................... 36

  4. Iddah Cerai Bagi Perempuan yang Tidak Haidl (Monopause) ........ 37

  5. Iddah Cerai Belum Bercampur dengan Suaminya ........................... 37 D. Pendapat Ulama Tentang Iddah ........................................................... 38

  1. Iddah Perempuan Kematian Suami .................................................. 38

  2. Iddah Bagi Wanita yang Berhias ..................................................... 39 E. Manfat dan Hikmah Iddah .................................................................. 40

  1. Manfaat Iddah .................................................................................. 40

  2. Hikmah Iddah ................................................................................... 40

  BAB III ISI GAMBARAN UMUM TRADISI ADAT INDRAMAYU A. Sejarah Indramayu ............................................................................... 41

  1. Sejarah Indramayu ............................................................................ 41

  2. Nilai-nilai Budaya Tradisi Indramayu ............................................. 45 B. Iddah dalam Tradisi Indaramayu ......................................................... 54 C.

  Makna Iddah dalam Tradisi Indaramayu ............................................. 58 D. Pengaruh Tokoh Adat dalam Tradisi Iddah di Indramayu ................... 62

  E.

  Pandangan Masyarakat Indramayu terhadap Iddah ............................. 66

  BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI IDDAH MASYARAKAT KEBON RANDU II, KECAMATAN ANJATAN BARU, KABUPATEN INDRAMAYU A. Tradisi Iddah Cerai Mati di Desa Kebon Randu .................................. 68 B. Makna Tradisi Masa Iddah Cerai Mati di Desa Kebon Randu ............ 75 C. Presepektif Hukum Islam Tradisi Iddah Cerai Mati ............................ 80 BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 88 B. Saran ..................................................................................................... 90 1. Untuk Desa Kebon Randu ............................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Hasil Wawancara Tradisi Indramayu 2. Hasil Wawancara Iddah dalam Tradisi Indaramayu 3. Hasil Wawancara Makna Iddah dalam Adat Jawa 4. Hasil Wawancara Pengaruh Tokoh Adat dalam Tradisi Iddah 5. Hasil Wawancara Pandangan Masyarakat Jawa Terhadap Iddah dan Latar Belakang Tradisi Masa Iddah Cerai Mati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum Islam terdapat hukum syara

  ‟ yang mengatur ibadah seseorang, dimana hukum syara ‟ tersebut adalah salah satu dari beberapa objek kajian ushul fiqh. Dalam hal ini istilah hukum

  syara‟ bermakna hukum-hukum

  yang digali dari syari‟at Islam. Oleh karena itu, begitu penting kedudukan hukum syara ‟ dalam kehidupan sehari-hari, seperti hanya dalam masalah iddah bagi seorang perempuan. Dalam masa iddah terdapat hukum yang menjelaskan bahwa semua wanita yang berpisah dari suaminya dengan sebab

  talak khulu‟

  (gugat cerai), faskh (penggagalan akad pernikahan) atau ditinggal mati, dengan syarat sang suami telah melakukan hubungan suami isteri dengannya atau telah diberikan kesempatan dan kemampuan yang cukup untuk melakukannya, dalam hal ini seorang isteri wajib menjalankan masa iddah tersebut.

  Dalam kitab fikih disebutkan, iddah wanita berarti hari-hari kesucian wanita dan pengkabungannya terhadap suami. Dalam istilah fuqaha‟ iddah adalah masa menunggu wanita sehingga halal bagi suami lain (Hawwas & Azzam, 2011: 318). Iddah dimaksudkan untuk menjaga wanita tersebut dari tercampurnya laki-laki lain yang akan menikahinya dan untuk menjaga kebersihan rahimnya atau masa tenggang waktu dimana janda bersangkutan tidak boleh kawin, dan dilarang pula menerima pinangan atau lamaran.

  Bahakan dijelaskan dalam Al- Qur‟an surat Al-Baqar‟ah ayat 234, bahwasanya

  “Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan isteri-isteri, maka hendaklah para iste ri itu menangguhkan dirinya (ber‟iddah) selama empat bulan sepuluh hari

  Kemudian diperkuat dengan surat Ath-

  Thalaq ayat 1, bahwasanya: “Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru”

  Dalam hukum Islam dijelaskan iddah pada umumnya yaitu seseorang wanita tidak boleh keluar dari rumah ketika sedang menjalankan masa iddah akan tetapi pada kenyataanya ada tradisi yang dilakukan di masyarakat Kebon Randu, ketika suaminya meninggal, mereka melakukan ritual dengan memberi makan kepada suaminya dengan cara menyuguhkan sesajen di dalam rumah dan diletakan di pedaringan (tempat penyimpanan beras). Disamping meraka menjalankan syariat Islam mereka juga melakukan ritual sesajen bahkan tidak hanya itu saja ada ritual lain yang dipercayai masyarakat Kebon Randu seperti menyalakan damar (lampu penerangan) di dalam kurungan ayam, bahkan ada kebiasaan keluar malam hari untuk memberikan air yang sudah di do‟akan yang berisi bunga tujuh rupa kemudian diantarkan ke makam suaminya bersama orang lain atau tetangganya. Dari situlah muncul pertanyaan bahwasanya bagaiman tradisi iddah cerai mati di Desa Kebon Randu? Apa makna tradisi cerai mati di Desa Kebon Randu? Terus bagaimana presepektif hukum Islam mengenai masa iddah cerai mati di desa Kebon Randu?.

  Dari pemaparan di atas maka penelitian ini mengangkat judul TRADISI MASA IDDAH CERAI MATI NYIRAM MAKAM (Analisis Hukum Islam terhadap Tradisi Iddah Masyarakat Kebon Randu II, Kecamatan Anjatan Baru, Kabupaten Indramayu).

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan gambaran dan uraian di atas penyusun dapat merumuskan pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini meliputi:

1. Bagaimana tradisi iddah cerai mati di Desa Kebon Randu II? 2.

  Apa makna tradisi masa iddah cerai mati di Desa Kebon Randu II? 3. Bagaimana presepektif hukum Islam mengenai masa iddah cerai mati di

  Desa Kebon Randu II?

C. Tujuan dan manfaat Penelitian 1.

  Tujuan a.

  Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan adat Jawa terhadap tradisi masa iddah cerai mati dalam masyarakat Kebon Randu.

  b.

  Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan makna tradisi masa iddah cerai mati dalam masyarakat Kebon Randu.

  c.

  Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan presepektif hukum Islam mengenai masa iddah cerai mati di Desa Kebon Randu.

2. Manfaat Penelitian

  Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:

  Menetahui pandangan hukum Islam tentang masa iddah cerai mati di Desa Kebon Randu.

  yang bernilai sepiritual yang di dalamnya terkandung kepercayaan atau

   Adat atau Tradisi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang

  Istilah yang perlu dijelaskan penulisan adalah: 1.

  Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud peneliti, maka penulisan akan menjelaskan istilah dalam judul ini.

  Mengetahui makna tradisi masa iddah cerai mati di Desa Kebon Randu.

  f.

  e.

  a.

  Sebagai penambah wawasan dalam keilmuan khususnya dalam bidang fiqih munakahat mengenai masa iddah dan bisa bermanfaat bagi semuanya.

  d.

  Sebagai kajian ilmu fiqih dalam syariat Islam.

  c.

  Sebagai bahan referensi pembelajaran ilmu fiqih munakahat khususnya mengenai tradisi masa iddah cerai mati.

  b.

   Memeperluas wawasan dalam ranah keilmuan fiqih mengenai masa iddah.

D. Penegasan Istilah

  keyakinan yang harus dilakukan dan memiliki sangsi yang mengikat bagi yang melakukan dan dilakukan turun temurun (Djoko, 2012).

  2. Iddah adalah menurut bahasa dari kata “al-udd” dan “al-ihsha” yang berati bilangan atau hitungan, maksudnya menghitung hari kesucian wanita dan pengkabungannya terhadap suami. Dalam istilah

  fuqaha‟ iddah adalah

  masa menunggu wanita sehingga halal bagi suami lain (Hawwas & Azzam, 2011: 318).

  3. Cerai adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan (UU Perkawinan No 1 tahun 1974, Pasal 38).

4. Mati adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis atau terpisahnya antara roh dan tubuh (Artikel, 2015).

  Jadi tradisi masa iddah cerai mati adalah sustu kegiatan menunggu untuk kebersiahan rahimnya seseorang yang bernilai sepiritual dan di dalamnya terkandung kepercayaan atau keyakinan yang harus dilakukan dan memiliki sangsi yang mengikat bagi yang melakukan.

  Sesajen berasal dari kata sesajian atau yang biasa disingkat dengan ‟sajen‟

  ini adalah istilah atau ungkapan untuk segala sesuatu yang disajikan dan dipersembahkan untuk sesuatu yang tidak tampak bahkan ditakuti atau dipercayai sebagai leluhur, seperti roh-roh halus, para penunggu atau penguasa tempat yang dianggap keramat atau angker, atau para roh orang yang sudah mati. Sesajian ini bisa berupa makanan, minuman, bunga, atau benda-benda lainnya. Bahkan termasuk di antaranya adalah sesuatu yang bernyawa.

  Adapun kemungkinan istlah yang belum diketahui oleh penulis, maka dari itu penulis melakukan observasi lapangan di Desa Kebon Randu, guna memperjelas istilah dalam penulisan skripsi.

E. Kerangka Teori

  Menurut hukum Islam seseorang wanita cerai mati ketika ditinggal wafat oleh suaminya diwajibkan menjalankan masa iddah. Dan masa iddahnya adalah empat bulan 10 hari. Hal itu memang sudah menjadi ketetapan Allah SWT dan diabadikan di dalam Al- Qur‟an Al-Karim.

             

  Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan

  meninggalkan isteri-isteri, maka hendaklah para isteri itu menangguhkan dirinya (ber‟iddah) selama empat bulan sepuluh hari (QS. Al-Baqarah: 234) (Jateng: 2004 hlm71-72).

1. Iddah bagi wanita yang berhias

  Wanita yang berhiasa bermaksud perempuan yang diceraikan sebelum disetubuhi. Hal ini, berbeda pandangan ulama mengenai kewajiban beriddah bagi perempuan dalam keadaan suci. Bahkan ulama mazhab berdebat mengenai perselisihan iddah bagi wanita yang berhias yaitu: a.

  Syafi‟i tiadak wajib iddah sekiranya tiada percampuran diantara mereka sekalipun juga pasangan tersebut berkhalwat.

  b.

  Jumhur Ulama‟ tiadak wajib sekiranya belum berlaku percampuran dan juga tidak berkhalwat tetapi wajib iddah sekiranya pernah berkhalwat.

2. Iddah Perempuan Karena Mati

  Iddah perempuan karena mati yaitu perempuan yang diceraikan dalam

  keadaan mati suaminya, iddahnya adalah 4 bulan 10 hari sekalipun perempuan tersebut di dalam keadaan belum pernah mengalami haid, mengandung, telah mengalami haid, telah putus masa haid, telah dicampuri atau belum dicampuri. Tetapi ulama berbeda pendapat dalam keadaan seperti dibawah ini. Keadaan semasa perceraian dan pendapat mazhab.

  a.

  Jumhur Ulama‟ mengatakan bahwasanya iddah seseorang yang ditinggal mati suaminya, ketika dalam kondisi hamil maka iddahnya sepertimana orang hamil atau sampai anak itu lahir. Ini untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang dalam keadaan hamil atau tidak, karena dalam syariat Islam telah mensyariatkan masa 'iddah untuk menghindari ketidakjelasan garis keturunan.

  b.

  Jumhur Ulama mengatakan bahwasanya iddah seseorang yang ditinggal mati suaminya, ketika dalam kondisi haid maka memperbaruhi iddahnya sampai 3 kali suci. Iddah ini untuk perempuan yang sedang dalam kondisi haid, ketika ditinggal mati suaminya, maka iddahnya perbaharui dengan masa iddah 3 kali suci.

  c.

  Jumhur Ulama‟ mengatakan bahwasanya iddah seseorang yang ditinggal mati suaminya, ketika dalam kondisi telah putus masa haid maka meneruskan dengan 3 kali suci (Bain). Iddah ini untuk perempuan yang sedang dalam kondisi telah putus masa haid, maka masa iddah perempuan menjadi 3 kali suci (Bain).

  d.

  Syafie & Maliki seseorang isteri yang ditinggal mati suaminya, ketika dalam kondisi telah dicampuri maka iddahnya Lanjut tempoh iddah supaya cukup tempoh iddah mati. Karena dalam masa iddah seseorang wanita dilarang untuk menikah sebelum masa iddah itu selesai. Ini digunakan untuk mengetahui kebersihan rahim seseorang wanita.

  e.

  Hanafi & Hambali seseorang isteri yang ditinggal mati suaminya, ketika dalam kondisi belum dicampuri maka iddahnya di ubah menjadi iddah mati. Iddah ini untuk perempuan yang belum dicampuri. Sedangkan, ketika dalam kondisi haid dan sudah di talak sebelum meninggal maka

  iddah nya seperti iddahnya mati suaminya atau 3 kali suci Bain (Hayazi, 2009).

  Sedangkan dalil dari sunah banyak sekali, di antaranya:

  

ْجََاَك ُتَعَُْبُس اَهَن ُلاَقَُ َىَهْسَأ ٍِْي ًةَأَشْيا ٌََّأ َىَّهَسَو ِهَُْهَع ُ َّاللَّ ًَّهَص ٍِِّبَُّنا ِسْوَص َتًََهَس ِّوُأ ٍَْع

ُهَحِكَُْح ٌَْأ ْجَبَأَف ٍكَكْعَب ٍُْب ِمِباََُّسنا ىُبَأ اَهَبَطَخَف ًَهْبُح ٍَِهَو اَهَُْع ٍَِّفُىُح اَهِصْوَص َجْحَح

ٍلاََُن ِشْشَع ٍِْي اًبَِشَق ْجَزُكًََف ٍَُِْهَصَ ْلْا َشِخآ ٌِّذَخْعَح ًَّخَح ِهُِحِكَُْح ٌَْأ ُحُهْصََ اَي ِ َّاللََّو َلاَقَف

ٍِحِكَْا َلاَقَف َىَّهَسَو ِهَُْهَع ُ َّاللَّ ًَّهَص ٍَِّبَُّنا ْثَءاَص َّىُر

  Artinya: Dari Ummi Salamah iste

  ri Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bahwasanya seorang wanita dari Aslam bernama Subai‟ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil. Lalu Abu Sanâbil bin Ba‟kak melamarnya, namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang berkata, "Demi Allâh, dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia

  mendatangi Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, "Menikahlah!" [HR al- Bukhâri no. 4906] (Syamhudi, 2013).

  Sedangkan dalil dalam As Sunnah cukup banyak, di antaranya hadits Furai'ah binti Malik bin Sinan, saudari perempuan Abu Said Al-Khudhri radhiyallahuanha. Ketika suaminya wafat, Rasulullah SAW memerintahkan untuk menetap di dalam rumah suaminya, hingga selesai masa iddahnya.

  • ِ َّاللَّ َلىُسَس ٌََّأ اَهُحّذِع ٍَِهَخَُح ًَّخَح اَهِخَُْب ٍِف َذُكًَْح ٌَْأ اَهَشَيَأ

  َىَّهَسَو ِهِنآَو ِهَُْهَع ُ َّاللَّ ًَّهَص

  Artinya: Rasulullah SAW memerintahkannya untuk menetap di dalam

  rumahnya hingga selesai masa iddahnya. (HR. Malik, As-Syafi'i,

Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i, At-Tirmizy dan Ibnu Majah).

  Al-Hakim dan Ibnu Hibban menshahihkan hadits ini. Dan oleh karena itulah maka umumnya para ulama sepakat mengharamkan wanita keluar rumah selama masa iddahnya. Dan pendapat inilah yang lebih rajih dan lebih banyak diterima oleh para ulama.

  Sedangkan para ulama yang berbeda pendapat, di antaranya mazhab Al- Malikiyah, Asy-

  Syafi‟iyah dan Al-Hanabilah, serta Ats-Tsuari, Al-Auza‟i, Allaits dan yang lainya, mengatakan bahwa bagi wanita yang ditalak bain, yaitu talak yang tidak memungkinkan lagi untuk dirujuk atau kembali, seperti ditalak untuk yang ketiga kalinya, maka mereka diperbolehkan untuk keluar rumah, setidak-tidaknya pada siang hari. Alasannya karena wanita yang telah ditalak seperti itu sudah tidak berhak lagi mendapatkan nafkah dari mantan suaminya. Dan dalam keadaan itu, dia wajib mencari nafkah sendiri dengan kedua tangannya. Maka tidak masuk akal bila wanita itu tidak boleh keluar rumah, sementara tidak ada orang yang berkewajiban untuk menafkahi (Sarwat, 2013).

F. Telaah Pustaka

  Setelah penulis melaksanakan penelusuran literatur yang membahas mengenai iddah, penulis telah menemukan beberapa refrensi khususnya dari skripsi dan beberapa buku. Diantaranya yang dapat dijadikan sumber Telaah Pustaka adalah sebagai berikut:

  Pertama : skr

  ipsi Muria Ulfa (2013) fakultas syari‟ah dan hukum jurusan Al-Ahwal Asy-

  Syakhshiyyah. yang menulis dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan Taspack

  Sebagai Pengganti Masa ‟iddah”. Yang melatar belakangi skripsi ini yaitu kewajiban iddah bagi perempuan yang bercerai dengan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati. Iddah di syaratkan bagi perempuan tersebut karena dalam hukum iddah mengandung banyak kemasalahatan yang kembali kepada suami, isteri keluarga dan masyarakat. Kemasalahatan iddah untuk melindungi dan memelihara keturunan dari ketercampuran dengan laki-laki lain yang akan dinikahi. Sebab kesucian permpuan selama masa iddah tanpa menikah dapat diketahui dari kebebasan dan kekosongan rahimnya dari adanya janin yang ada di dalam rahimnya.

  Di zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang canggih, hasil- hasil yang dicapai ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK) ini luar bisa.

  Berkaitan kemajuan tekhnologi dalam bidang kedokteran dan juga rekayasa manusia yang sangat mengagumkan, kebersihan rahim seseorang perempuan dapat diketahui melalui alat tes kelamin Tespack (Home Pregnancy Test).

  

Tespack ini adalah salah satu dari sekian banyak alat tes kelamin yang praktis

  dan lebih pribadi. Tespack bekerja dengan cara mendeteksi hormon HCG

  

(Human Chorionic Goandortopin) yang terdapat pada urin dan hanya dengan

  menunggu beberapa menit saja rahim seorang wanita dapat diketehui apakah didalamnya terdapat janin atau tidak ada tanda positif atau negatif. Dengan adanya alat pendeteksi kehamilan dalam waktu singkat dan hasil yang akurat tersebut tentu saja telah menimbulkan implikasi hukum terhadap iddah.

  Mungkin dengan adanya tespack dapat menggugurkan kewajiban beriddah.

  Penelitian ini merupakan peneliti pustaka library research yaitu penelitian dilakukan dengan jalan menelaah bahan-bahan pustaka baik berupa buku, kitab, jurnal, maupun sumber lainya. Tekhnik dalam penelitian ini adalah studi keperpustakan, sedangkan pengumpulan datanya adalah menggunakan data

  

primer dan data sekunder. Pendekatan penelitian ini di gunakan dengan

normatif dan serta filosofis, yaitu pendekatan dengan melihat persoalan dikaji

  dengan berlandaskan pada teks-teks Al-Quran dan Al Hadist, Kitab Usul Fiqih serta pendapat ulama yang berkaitan dengan masa iddah.

  Pendekatan filosofis dengan memahami masalah tersebut dengan hikmah- hikama dan tujuan yang terkandung dalam suatu penetapan hukum. Analisis dalam penelitian ini adalah berpola metode dedukatif, yaitu metode berfikir yang bertitik tolak dari data yang bersifat umum untuk diambil kesimpulan yang bersifat khusus. Hasil penelitian ini ialah, adanya alat uji kelamin tespeck tidak bisa mengubah ketentuan hukum iddah, karena kebersihan rahim bukan satu-satunya faktor yang dapat menghilangkan ketentuan iddah melainkan ada faktor lain yang tidak bisa dipisahkan yaitu,

  ta‟abudi yang merupakan hak

  allah yang harus dilaksanakan, selain itu juga rasa bela sungkawa bagi seorang isteri atas kepergian suaminya, dengan adanya kemasalahatan ini maka iddah tidak boleh ditiadakan (Muria: 2013).

   Kedua:

  Skripsi Jundhi, Faris, Ahmad. (2013) Fakultas Syari‟ah Al-Ahwal Asy-

  Syakhshiyyah. yang menulis dengan judul “Pemberian Nafkah Iddah pada Cerai Gugat, (Studi Pemberian Nafkah Iddah Pada Cerai Gugat. No 1925/Pdt.G/2010/PA.pt)

  ” Dalam tulisan ini menjelaskan tentang pemberian nafkah iddah pada cerai gugat. Yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu dalam putusan perkara cerai talak hakim di Pengadilan Agama mewajibkan seorang suami membayar nafkah iddah kepada mantan istrinya. Sedangkan untuk putusan cerai gugat dalam hukum fiqh tidak memberikan nafkah iddah bagi mantan isteri karena isteri dianggap nuzyuz. Isteri yang menuntut cerai dari suaminya dapat menggugurkan hak-haknya di masa mendatang, seperti hak nafkah selama iddah, nafkah

  mut‟ah (nafkah untuk istri yang dicerai tanpa alasan setelah masa iddah) dan mahar yang belum sempat terbayar.

  Namun dalam putusan cerai gugat di Pengadilan Agama Pati mengenai kasus cerai gugat hakim memberikan putusan dengan mengabulkan gugatan cerai gugat tersebut dengan membebankan biaya nafkah iddah pada suami. Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini selesai adalah mengetahui bagaimana hak nafkah iddah isteri setelah mengajukan cerai gugat kepada suaminya dalam fiqh, menurut perundang-undangan dan landasan hukum hakim dalam putusannya.

  Penelitian ini merupakan hasil dari penelitian lapangan (field research). Jenis Penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif analisis. Hasil penelitian yang diperoleh adalah pertama, hakim mempertimbangan pemberian nafkah iddah dan

  mut‟ah pada talak ba‟in ini didasarkan pada pendapat Imam Hanafi, kedua, dalam putusan PA Pati No.

  1925/Pdt.G/2010/PA.Pt ini pemberian nafkah iddah oleh majelis hakim juga didasarkan dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 137/K/AG/2007 tanggal 19 September 2007, Ketiga, Adanya 5 dasar pertimbangan hakim yaitu keadilan, ketertiban hukum, menempatkan harkat perempuan pada porsinya, adanya kelayakan suami memberi nafkah iddah, adanya kelayakan bekas istri menerima nafkah iddah (Jundhi: 2013).

  Ketiga

  : Muhammad Fahmi Rois (2013) Fakultas Syari‟ah Al-Ahwal Asy- Syakhshiyyah. yang menulis dengan judul “Penentuan Awal Masa Iddah Menurut Fiqih Munakahat dan KHI”. (Studi terhadap pendapat hakim Pengadilan Agama Salatiga dan kepala KUA Argomulyo).” Yang melatarbelakangi pengambilan judul skripsi ini yaitu adanya penentuan, awal, „iddah. Dalam penelitian ini berusaha meneliti perbedaan konsep masa„iddah antara Fiqh dan KHI. Penelitian ini mengkhususkan pada penentuan awal dimulainya masa

  „iddah. Permasalahan utama yang akan dibahas melalui

  penelitian ini adalah bagaimana penentuan awal masa

  „iddah menurut fiqh, bagaimana penentuan awal masa„iddah menurut KHI, bagaimana pelaksanaan penentuan awal masa „iddah? Dalam pembahasan permasalahan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan landasan berfikir yuridis empiris. pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan mencari literatur yang membahas tentang masalah

  „iddah dan wawancara

  kepada hakim-hakim Pengadilan Agama Salatiga dan kepala KUA Kecamatan Argomulyo.

  Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa awal masa

  „iddah dalam fiqh

  penentuan awal masa

  „iddah tergantung pada kondisi wanita saat perceraian

  terjadi dalam keadaan suci sedang haid, sudah dikumpuli dalam masa suci atau tidak berhaid. Pada wanita berhaid yang bercerai dalam keadaan suci dan belum berkumpul pada masa suci

  „iddahnya dumulai sejak masa suci saat

  terjadinya perceraian. Pada wanita berhaid yang bercerai dalam keadaan haid atau telah berkumpul pada masa suci saat bercerai

  „iddahnya mulai dihitung

  pada masa suci setelahnya. Dan pada wanita yang tidak berhaid,

  „iddahnya

  dihitung sejak hari jatuhnya. Dalam KHI

  „iddah dihitung sejak penetapan

  perceraian yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Penetapan berkekuatan hukum tetap apabila tidak ada upaya hukum dari tergugat selama batas waktu pengajuan u paya hukum. Apabila ada upaya hukum, maka „iddah dihitung sejak penetapan upaya hukum telah berkekuatan hukum tetap. Pelaksanaan penentuan awal masa

  „iddah dilakukan oleh KUA berdasarkan tanggal

  atas/induk kalimat yang terdapat pada isi dari akta cerai. Tanggal atas pada akta cerai adalah tanggal dimana pembacaan akta talak pada cerai talak atau tanggal putusan bekekuatan hukum tetap pada cerai gugat (Muhamad: 2013).

  Setelah membaca dari berbagai sumber referensi yang ada, peneliti tidak menemukan masa iddah dalam tradisi Jawa seperti nyiram makam, kebanyakan pembahasan mengenai hukum iddah tersebut, seperti tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan taspack sebagai pengganti masa

  ‟iddah, pemberian

  nafkah iddah pada cerai gugat, penentuan awal masa iddah menurut fiqih munakahat dan KHI. Dalam hal ini peneliti terletak pada tradisi masa iddah cerai mati adat Jawa, dalam masyarakat Indramayu desa Kebon Randu II, mengapa peneliti memilih judul ini karena setiap manusia itu mempunyai sifat yang berbeda dan karekter yang berbeda sehingga mempunyai pandangan yang berbeda, sehingga menimbulkan kepercayaan atau keyakinan dan pemahaman yang berbeda pula, begitu juga dengan masyarakat Kebon Randu II, bahwasanya ketika suaminya telah meninggal dunia ia melaksanakan masa

  iddah -nya sesuai dengan syari

  ‟at Islam disamping itu mereka memiliki kepercayaan bahwasanya ada tradisi seperti memberi makan kepada suaminya, dengan mengirimkan sesejen di dalam rumah seperti tempat pedaringan (tempat penyimpanan beras), tempat kurungan yang kemudian di dalamnya ada

  

damar (lampu), dan masih ada lagi hal-hal yang lain yang belum peneliti

  ketahui tentang masa iddah tradisi masyarakat Kebon Randu. Kemudian penliti timbul pertanyaan, bahwasanya Bagaimana tradisi iddah cerai mati di desa Kebon Randu, Apa makna tradisi masa iddah cerai mati di desa Kebon Randu,

  Bagaimana presepektif hukum Islam mengenai masa iddah cerai mati di desa Kebon Randu, maka dari itu peneliti mengangkat judul ini.

F. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research) dalam pelaksanaanya menggunakan metode pendekatan kualitatif diskripsi analisis yang umumnya menggunakan strategi dengan metode pengolahan data seperti wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen/studi

  documenter yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi,

  memperkuat dan menyempurnakan (Sukmadinata, 2005:108). Dalam laporan penelitian ini data memungkinkan berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto.

  a.

  Metode Wawancara Mendalam (Depth Interview) Wawancara (Interview) adalah tanya-jawab atau pertemuan dengan seseorang untuk suatu pembicaraan. Metode wawancara dalam konteks ini berarti proses memeperoleh suatu fakta atau data dengan melakukan komunikasi langsung (tanya-jawab secara lisan) dengan responden penelitian, baik secara temu wicara atau menggunakan tekhnologi komunikasi (jarak jauh). Dalam wawancara ini ada dua belah pihak yang berinteraksi yaitu yang bertanya disebut dengan

  Interviewer

  (pewawancara) dan Interviewee (yang diwawancarai atau dalam penelitian disebut dengan responden) (Supardi, 2005: 121). Dalam penelitian wawancara ini dilakukan secara mendalam mengetahui informasi data dari tokoh adat seperti Bapak Kebon, Bapak Dasuki, Bapak Tarma dari narasumber ini untuk mengetahui pengaruh tokoh adat dan mengenai latar belakang tradisi cerai mati di desa Kebon Randu. Sedangkan untuk masyarakat yang melaksanskan adat atau trdisi cerai mati adat Jawa desa Kebon Randu seperti Ibu Naritem, Ibu Casitem, Ibu Tani, Ibu Item narasumber ini digunakan untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi masa iddah cerai mati seperti Nyiram Makam dan untuk mengetahui apa saja yang di perlukan dalam tradisi tersebut. Sedangkan untuk tokoh agama di masyarakat Kebon Randu seperti Bapak Muhaimin, Bapak Tarma, Bapak Rosid, narasumber ini digunakan untuk mengetahui persepektif hukum Islam dan pendapat mereka mengenai tradisi masa iddah adat Jawa dan masyarakat setempat yang dianggap mengerti tentang adat di desa Kebon Randu seperti Ibu Sayu, Ibu Bonung, Ibu Ecih, Ibu Dadang, Ibu Rum, Ibu Cuat, Ibu Suritem, Bapak Jiin, Bapak Sarwah Bapak Dasuki, Bapak Arda dari narasumber tersebut peneliti menggali informasi yang mendalam mengenai tradisi masa iddah cerai mati di desa Kebon Randu. Mengapa peneliti memilih judul ini karena peneliti ingin menggali pemahaman masyarakat yang memiliki kepercayan adat yang masih kuat sehingga peneliti bisa mengarahkan permasalah yang ada dan mencari kebenaran dari narasumber yang sudah dipilih tersebut dan masyarakat sekitar untuk mendapatkan data yang diperlukan. Teknik wawancara yang digunakan

peneliti ini dilakukan secara tidak setruktur, dimana peneliti tidak melakukan wawancara dengan struktur yang ketat kepada informan agar informasi yang diperoleh memiliki kapasitas yang cukup tentang berbagai aspek dalam penelitian ini.

  b.